You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien
yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa
atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan
kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-
fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain
yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan- keadaan tersebut.
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat
pasca bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan anestesi
sampai ke masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat
suatu ruangan khusus di mana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan
diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi vitalnya, serta bebas dari
pengaruh sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal
dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa pulih
sadar saja, namun juga pada masa pasca bedah.
Evolusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia pada
sekitar awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh
kelumpuhan otot otot pernapasan. Dokter dokter anestesi pada waktu itu
melakukan intubasi dan memberikan bantuan nafas secara manual mirip yang
dilakukan selama anestesi. Dengan bantuan sekumpulan mahasiswa kedokteran dan
sukarelawan mereka mempertahankan nyawa para pasien polyomielitis bulbar dan
bahkan menurunkan mortilitas menjadi sebanyak 40%, dibandingkan dengan cara
sebelumnya yakni penggunaan Iron lung yang mortalitas sebesar 90%. Pada tahun
1852 Engstrom membuat ventilator bertekanan positif yang ternyata sangat efektif
untuk memberi pernapasan jangka panjang. Sejak saat itulah ICU dengan perawatan
pernapasan mulai terbentuk dan tersebar luas. Pada tahun 1958, Dr. Peter safar,
seorang anesthesiologist, membuka ICU pertama dengan anggota staf yang terdiri dari
dokter di Baltimore city hospital Amerika.
Di Indonesia sejarah ICU dimulai pada tahun 1971 di beberapa kota besar,
yaitu di RSCM Jakarta oleh Prof.Moh Kelan dan Prof. Muhardi, di RS dr. Sutomo
Surabaya oleh Prof. Karijadi Wirdjioadmojo yang selanjutnya menyebar dibanyak
kota dan umumnya dimotori oleh para dokter anestesi.
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau
ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu Intensive Care
Medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi pemberian dukungan fungsi organ
organ vital, seperti pernapasan, kardiosirkulasi, SSP, renal, dll, baik pada pasien
dewasa ataupun pada pasien anak.
Mengingat diperlukannya tenaga tenaga khusus, dan terbatasnya sarana,
serta mahalnya peralatan, maka unit ICU perlu dikosentrasikan pada suatu lokasi di
rumah sakit demi efisiensi. Kecenderungan sekarang adalah membuat suatu ICU
umum (general ICU). Neonatal ICU biasanya dipisah dari general ICU, sedangkan
pasien coronary care dan anak seringkali di kelola di general ICU.

B. Ruang Lingkup Pelayanan (Primer, Sekunder, Tersier)


Derajat (level) ICU yang tersedia hendaknya menunjang pelayanan dari rumah
sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang,
jumlah dan macam pasien yang dirawat. Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan
minimal sebagai berikut :
1. Resusitasi jantung paru
2. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator
sederhana
3. Terapi oksigen
4. Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus
5. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
6. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
7. Pelaksanaan terapi secara titrasi
8. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
9. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat alat portabel selama transportasi
pasien gawat
10. Kemampuan melakukan fisioterapi dada
Klasifikasi atau stratafikasi pelayanan ICU
1. Pelayanan ICU primer (standar minimal)
Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera untuk
pasien sakit gawat, tunjangan kardiorespirasi jangka pendek dan mempunyai peran penting
dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang beresiko.
Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardovaskuler sederhana selama
beberapa jam.
Kekhususan yang harus dimiliki :
a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang perawatan lain.
b. Memiliki kebijaksanaan atau kriteria penderita yang masuk, keluar serta
rujukan.
c. Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala
d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru
e. Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap
saat.
f. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen,
kemudahan diagnostik dan fisioterapi.
2. Pelayanan ICU sekunder
Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang
mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran
umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler,dll. ICU hendaknya
mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama melakukan dukungan/bantuan
hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus dimiliki :
1 Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
perawatan lain
2 Memiliki ketentuan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan
3 Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan
4 Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan intensive care, atau bila tidak
tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggungjawab secara
keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru
5 Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat (1:1)
untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus kasus
lainnya.
6 Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau
minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU
7 Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas
tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha usaha penunjang hidup.
8 Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgent, kemudahan diagnostik dan
fisioterapi selama 24 jam
9 memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi
3. Pelayanan ICU tersier (tertinggi)
Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan
pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi sistem yang kompleks
dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis pelayanan
dukungan/bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardivaskuler invasif dalam
jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik.
Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis
intensive care. Kekhususan yang harus dimiliki :
1 Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit
2 Memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan
3 Memiliki dokter spesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, datang setiap saat
diperlukan.
4 Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensive care atau dokter ahli
konsultan intensive care yang lain yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan
dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru.
5 Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat (1:1)
untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untk kasus kasus
lainnya.
6 Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau
minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU
7 Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi intensif baik non
invasif maupun invasif
8 Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgent, kemudahan diagnostik dan
fisioterapi selama 24 jam
9 Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan
paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
10 Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian
11 Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga medik, tenaga
untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

C. Batasan Operasional
ICU Adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah dengan staf yang khusus
dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-asien yang menderita penyakit, cedera, atau penyulit-penyulit yang mengancam
jiwa atau potensial mengancam jiwa namun masih bisa diharapkan sembuh. ICU
menyediakan kemampuan dan sarana-sarana khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital
dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang berpengalaman
dalam pengelolaan
Seorang intensivist adalah seorang dokter yang memenuhi standar kompetensi
sebagai berikut :
1. Terdidik dan bersertifikasi sebagai seorang spesialis intensive care
medicine (KIC, konsultan intensive care) melalui program pelatihan dan pendidikan
yang diakui oleh perhimpunan profesi yang terkait
2. Mununjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan sumber
daya ICU secara efisien.
3. Mendarma baktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam
pelayanan ICU
4. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan
24 jam/hari, 7 hari seminggu
5. Mampu melakukan prosedur kritikal care biasa, antara lain :
a. Mempertahankan jalan napas termasuk intubasi trakeal dan ventilasi mekanis
b. Pungsi arteri untuk mengambil sampel arteri
c. Memasang kateter intravaskuler dan peralatan monitoring termasuk kateter arteri,
kateter vena perifer, kateter vena central, kateter arteri pulmonalis.
d. Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer
e. Resusitasi kardiopulmoner
f. Pipa thoracostomy
Catatan : mungkin diharapkan punya kemampuan melakukan bronchoscopy
therapeutik, dialisis peritoneal, continuous-venous hemofiltration dan pemasangan alat
intra-aortic ballon counterpulsation.

6. Melakukan dua peran utama :


a. Pengelolaan pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayanan di ICU,
menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit kompleks
atau cidera termasuk gagal organ multisistem. Intensivist memberi pelayanan sendiri
atau dapat berkolaborasi dengan dokter pasien sebelumnya. Mampu mengelola pasien
dalam kondisi yang biasa terdapat pada pasien sakit kritis seperti :
1) Hemodinamik tidak stabil
2) Gangguan atau gagal napas dengan atau tanpa
memerlukan tunjangan ventilasi mekanis
3) Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi
hipertensi intrakranial
4) Gangguan atau gagal ginjal akut
5) Gangguan endokrin dan atau metabolik akut
yang mengancam nyawa
6) Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau
keracunan obat
7) Gangguan koagulasi
8) Infeksi serius
9) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan
nutrisi
b. Manajemen unit
Intensivist berpartisipasi aktif dalam aktivitas aktivitas manajemen unit yang
diperlukan untuk memberi pelayanan pelayanan ICU yang efisien, tepat waktu dan
konsisten pada pasien. Aktivitas aktivitas tersebut meliputi antara lain :
1) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
2) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan kebijakan unit
3) Partisipasi pada kegiatan kegiatan perbaikan kualitas yang berkelanjutan
termasuk supervisi koleksi data.
4) Berinteraksi seperlunya dengan bagian bagian lain untuk menjamin
kelancaran jalannya ICU
Untuk keperluan ini intensivist secara fisik harus berada di ICU atau rumah
sakit dan bebas dari tugas tugas lainnya.
7. Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan di critical care medicine :
a. Selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literatur
kedokteran.
b. Berpartisipasi dalam program program pendidikan kedokteran berkelanjutan
Catatan : diharapkan partisipasi dalam penelitian dan presentasi pada level
lokal, regional, dan nasional
c. Menguasai standar standar untuk unit critical care dan standar of care di
kritikal care

8. Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan kegiatan perbaikan kualitas
interdisipliner.
Catatan : diharapkan partisipasinya sebagai anggota, atau konsultan pada komite etik
rumah sakit.
D. Landasan Hukum
SK direktur rumah sakit nomer 43 tahun 2006 tentang pembukaan unit pelayanan
intensive care unit Rumah sakit Umum daerah Kabupaten Badung.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi sumber daya manusia


Terlampir
B. Distribusi ketenagaan
Ketenagaan terutama perawat dibagi berdasarkan metode tim, diamana
didalam setiap tim terdapat seorang timyang telah memenuhi persyaratan
minimal yaitu telah bekerja secara terus menerus minimal 3 (tiga) tahun di
ruang ICU, bersertifikat pelatihan ICU, berpendidikan minimal DIII
keperawatan atau S1-Ners Keperawatan.
C. Pengaturan jaga
Standar ideal untuk perbandingan antara perawat dan pasien adalah 1:1,
saat ini kapasitas tempat tidur ICU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Badung Mangusada adalah 4 tempat tidur, sedangkan jumlah tenaga perawat
yang ada adalah 15 orang, sehingga dalam setiap jaga/tim beranggotakan 3
orang, hal ini menunjukkan perbandingan yang ideal, setiap tim terbagi dalam
3 shift yaitu pagi, sore, dan malam.
D. Pelatihan
Sebagai prasyarat untuk menjadi perawat ICU antara lain :
1. Pengenalan tanda kegawat-daruratan yang mengancam nyawa
2. Perawatan gawat darurat pendahuluan termasuk RJP dasar
3. Pemasanagan intervensi intravaskuler
4. Melakukan pelayanan perawatan intensif sesuai kebutuhan pasien
5. Program pengendalian infeksi
6. Program keselamatan dan kesehatan kerja
7. Penggunaan alat secara benar efektif dan aman
8. Pelayanan prima
Saat ini perawat ICU RSUD Badung 40% telah mendapatkan pelatihan
ICU, 26 % mengikuti pelatihan PPGD, 20 % mengikuti pelatihan BTCLS

BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah ruang
Terlampir
B. Standar fasilitas
Saat ini fasilitas yang tersedia di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Badung Mangusada sebagai berikut :
1. Alat pengukuran tekanan darah
2. Pulse oxymetri
3. EKG
4. Alat pengukur tekanan darah sentral
5. Alat pengukur suhu
6. Alat penghisap (suction) sentral
7. Alat ventilasi manual dan alat penunjangnya
8. Ventilator
9. Oksigen sentral
10. Lampu untuk melakukan tindakan
11. Defibrilator
12. Peralatan drain thoraks
13. Emergency trolley yang berisi alat dan obat untuk keadaan emergency : airway,
laringoskop, ambu bag, O2, adrenalin, dll
14. Pompa infus dan pompa syringe
15. Monitor tekanan darah sentral
16. EEG
17. Hemodialisis atau CRRT
C. Pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi
1. Peralatan
a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran, dan fungsi
ICU nya dan sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang
berlaku
b. Terdapat prosedur pengecekan berkala untuk keamanan alat
c. Peralatan dasar meliputi :
1) Ventilator
2) Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan napas
3) Alat penghisap (suction)
4) Peralatan monitor invasir dan non infasif
5) Defibrilator dan alat pacu jantung
6) Alat pengukur suhu
7) Alat pengukuran tekanan darah
8) Peralatan drain thoraks
9) Pompa infus dan pompa syringe
10) Peralatan portable untuk transportasi
11) Tempat tidur khusus
12) Lampu untuk melakukan tindakan
13) CRRT

2. Monitor peralatan (termasuk peralatan portabel yang digunakan untuk


transportasi pasien)
a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas
b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan
tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator
c. Pemantauan konsentrasi oksigen
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh
ventilator atau sistem pernapasan
d. Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem pernapasan
Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera
mendeteksi kegagalan sistem pernapasan atau ventilator secara terus menerus
e. Volume dan tekanan ventilator
Volume yang keluar dari ventilator harus terpantau. Tekanan jalan napas
dan tekanan sirkuit pernapasan harus terpantau terus menerus dan dapat
mendeteksi tekanan yang berlebih
f. Suhu dan alat pelembab
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi
g. Elektrokardiograf
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus
h. Pulse oximetri
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU
i. Emboli udara
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat
perfusi harus ada pemantauan untuk emboli udara.
j. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variable
fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri pulmonalis,
curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan napas, tekanan intra
kranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2 ekspirasi
Pemeliharaan alat dilakukan secara berkesinambungan bekerjasama
dengan IPSRS Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Badung Mangusada dan
dilakukan kalibrasi dan juga rencana peremajaan alat minimal setiap 5 tahun sekali.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Kriteria masuk dan keluar ICU


1. Indikasi masuk dan keluar ICU
Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam
bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan dala merawat pasien sakit
kritis. Karena kekhusussannya tersebut pelayanan ICU adalah labor intensive dan mahal
karena itu ketersediaannya di rumah sakit pada umumnya terbatas. Keadaan ini memaksa
diperlukannya mekanisme untuk membuat prioritas paa sarana yang terbatas ini apabila
kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di ICU
Merupakan tugas dari dokter yang merawat pasien untuk merawat pasien untuk
memintadimasukkan ke ICU apabila ada indikasi dan segera memindahkan ke unit yang lebih
rendah bila telah memungkinkan. Tanggung jawab kepala ICU agar pasien sesuai dengan
indikasi masuk ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia kepala
ICU menentukan pasien yang mana yang akan diberi prioritas. Prosedur untuk melakukan
kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU. Harus tersedia mekanisme untuk
mengkaji ulang secara retrospektif kasus-kasus dimana dokter yang merawat tidak setuju
dengan keputusan kepala ICU

a. Kriteria masuk ICU

ICU memberikan pelayanan antara laian pemantauan yang canggih dan terapi yang
intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan
terapi intensif didahulukan rawat ICU, dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan
intensif dan pasien sakit kritis atau terminal dengan prognosis yang jelek untuk sembuh.
Penilaian obyektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk
menentukan prioritas masuk pasien.

1) Pasien prioritas 1 (satu)


Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat obat vasoaktif kontinyu,dll.
Contoh pasien kelompok ini antara lain pasca bedah kardiotoraksik atau pasien shock
septik. Pasien prioritas 1 umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi
yang diterimanya.

2) Pasien prioritas 2 (dua)

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini
beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantauan intensif
menggunakan metode seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh pasien
ini antara lain mereka yang menderita penyakit jantung dasar, paru atau ginjal akut dan
berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak
terbatas macam terapi yang diterimanya, mengingat kondisi mediknya senantiasa
berubah.

3) Pasien prioritas 3

Pasien jenis ini sangat kritis dan tidak stabil dimana status kesehatannya
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya baik masing masing
atau kombinasinya sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat
manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan
metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas atau
pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut
berat. Pasien pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi
penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau
resusitasi jantung paru.

4) Pengecualian

Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk
ICU dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa atas
persetujuan kepala ICU. Lagi pula pasien pasien tersebut bila perlu harus dikeluarkan
dari ICU agar fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2,
3.
Pasien yang telah pasti mengalami brain death. Pasien pasien seperti itu dapat
dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya tujuan untuk
menunjang fungsi fungsi organ sementara menunggu donasi organ.

Pasien pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang
agresif dan hanya demi perawatan yang nyaman saja. Ini tidak menyingkirkan pasien
dengan perintah DNR. Sesungguhnya pasien pasien ini mungkin mendapat manfaat
dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan
survivalnya.

Pasien dalam keadaan vegetatif permanen

Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistik resikonya rendah untuk
memerlukan terapi ICU. Contoh contoh pasien kelompok ini antara lain pasien
pasca bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi,
keracunan obat tetapi sadar, concussion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien
pasien semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi
definitif dan atau observasi

b. Kriteria keluar ICU


1) Pasien prioritas 1 (satu)

Pasien prioritas 1 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah
tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan
kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh
contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak
berespon terhadap pengelolaan agresif.

2) Pasien prioritas 2

Pasien prioritas 2 dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan


terapi intensif telah berkurang.

3) Pasien prioritas 3

Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah
tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan
kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh dari hal terakhir
antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung
atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas, dan lain lainnya yang telah
tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang prognosis jangka
pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang potensial untuk
memperbaiki prognosisnya.

Dengan mempertimbangkan perawatannya tetap berlanjut dan sering merupakan


perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan untuk perawatan non ICU yang sesuai
harus dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU.
c. Pengkajian ulang kinerja
Pengkajian ulang kerja Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-
prosedur masuk dan keluar, standard perawatan pasien, dan kriteri outcome yang spesifik.
Kelengkapan-kelengkapan ini hendaknya dibuat tim multidisipliner yang diwakili oleh
dokter, perawat dan administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki
seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja yang lain.
Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh tim multidisipliner,
dan penyimpangan-penyimpangan dilaporkan pada badan perbaikan kualitas rumah sakit
untuk ditindak lanjuti.

B. Persiapan penerimaan pasien


Alur penerimaan pasien baru yaitu :
1. Ruangan pengonsul pasien melalui dokter jaga atau DPJP bersangkutan (IGD,
Rawat inap, Poliklinik, OK), menghubungi dokter jaga anestesi saat itu
2. Perawat ruangan bersangkutan menghubungi perawat ruang ICU untuk
memastikan ketersediaan tempat tidur
3. Setelah ruangan siap pasien dapt dikirim ke ruang ICU
4. Perawat ruang ICU menerima pasien dan menempatkan pada bed yang telah
disiapkan
5. Perawat ICU melakukan operan dengan perawat yang membawa pasien
menyangkut riwayat penyakit pasien, terapi yang didapatkan, dan rencana
pasien selanjutnya
6. Pasien kemudian dicatat pada buku register
7. Perawat ruang ICU kemudian melaporkan kondisi pasien baik secara langsung
atau via telepon ke dokter Anestesi sebagai DPJP.
C. Monitoring pasien
1. Praktek kedokteran intensive care
Pelaksanaan pelayanan kedokteran intensive care adalah berbasis rumah sakit,
diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis. Tujuan dari
pelayanan intensive care adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan
berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan. Pasien sakit kritis meliputi :
a. Pasien pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat,
perawatan napas yang terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga memerlukan
perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan titrasi
terapi
b. Pasien pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis dan karna
itu memerlukan pemantauan konstan dan kemampuan tim intensive care untuk
melakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.
Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup khusus yang
harus dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar
pengetahuan, ketrampilan teknis, komitmen waktu, dan secara fisik selalu berada
ditempat untuk melakukan perawatan titrasi dan berkelanjutan. Perawatan ini harus
berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang menjamin pasien dikelola dengan cara yang
aman, manusiawi dan efektif dengan menggunakan sumber daya yang ada, sedemikian
rupa sehingga memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil yang optimal.
2. Pelayanan Intensive Care
Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist yang terlatih secara formal dan
mampu memberikan pelayanan tersebut dan yang terbebas dari tugas tugas lain yang
membebani seperti kamar operasi, praktek atau tugas tugas kantor. Intensivist yang
bekerja harus berpartisipasi dalam suatu sistem yang menjamin kelangsungan
pelayanan intensive care 24 jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan
bagian bagian pelayanan lain di rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit.
Bidang kerja pelayanan intensive care meliputi : pengelolaan pasien, administrasi unit,
pendidikan dan penelitian. Kebutuhan dari masing masing bidang akan bergantung
dari tingkat pelayanan tiap unit.
3. Pengelolaan pasien langsung
Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh intensivist dengan
melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis, menjadi ketua tim
dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut merawat pasien. Cara kerja
demikian mencegah pengelolaan yang terkotak kotak dan menghasilkan pendekatan
yang terkoordinasi pada pasien serta keluarganya.
4. Administrasi unit
Pelayanan ICU dimaksudkan untuk memastikan suatu lingkungan yang
menjamin pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini
diperlukan partisipasi dari intensivist pada aktivitas manajemen harian, disamping
aktivitas-aktivitas yang lain, seperti pembuatankebijakan-kebijakan dan prosedur-
prosedur di unit, perencanaan budget dan pengembangan, aktivitas-aktivitas di dalam
unit dan membuat hubungan dengan bagian-bagian lain di rumah sakit, antara lain
administrasi, perawatan, nutrisi respiratory care dan lain-lain
5. Pendidikan
Pelayanan ICU bertangguang jawab pada pendidikan dokter dalam berbagai
level, dan berpartisipasi dalam program-program pendidikan perawat dan petugas-
petugas pelayanan kesehatan yang lain yang berkaitan dengan pasien sakit kritis
6. Penelitian
Tangguang jawab lain yang penting dari pelayanan ICU adalah penelitian.
Bergantung dari besar dan tipe rumah sakit dan level ICU, jenis penelitian bervariasi
antara review kualitas pelayanan sampai studi fisiologi
Ringkasnya tujuan dari pelayanan critical care adalah memberikan pelayanan
medik tertitrasi dan berkelajuatan dan mencegah fragmentasi pengelolaan pasien
diantara berbagai konsultan dan petugas-petugas pelayanan kesehatan

D. Prosedur medik
ICU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Badung Mangusada dapat melaksanakan
prosedur tindakan medik sebagai berikut
1. Pemasangan CVP
2. Pemasangan Stomach tube
3. Intubasi dan perawatannya
4. Ekstubasi
5. Balance cairan
6. Rehabilitasi medik
7. Penilaian kematian batang otak
E. Indikasi penggunaan dan penghentian ventilator
1. Indikasi oengunaan ventilator
a. Gangguan ventilasi
Disfungsi otot pernapasan (kelelahan oto napas,
kelainan dinding thorak)
Penyakit neuromuskuler (GBS, polyomyelitis,
myasthenia)
Sumabatan jalan napas
Peningkatan tahanan jalan napas
Gangguan kendali napas
b. Gangguan oksigenasi
Hipoksia yang refrakter ( bandel)
Perlu PEEP
Peningkatan kerja napas
c. Indikasi yang lain
Pemberian sedasi berat atau obat pelumpuh otot
Menurunkan kebutuhan oksigen baik sistemik maupun miokard
Menurunkan TIK
Mencegah ateletaksis
2. Indikasi penghentian ventilator
a. kriteria respirasi
1) PaO2 60 mmHg dengan FiO2 < 40% dan PEEP 5-8 cm H2O
2) PaO2 dalam batas normal
3) Pasien menunjukkan usaha napas
b. kriteria kardiovaskular
1) Tidak menunjukkan tanda-tanda iskemia
2) Denyut nadi 140 kali per menit
3) Tekanan darah dalam keadaan normal tanpa obat-obat vasopressor atau dengan
dosis minimal.
c. kriteria status mental
Orientasi baik dengan GCS 13
d. kriteria lain PaO2 haemodinamik pasien meliputi, tekanan darah, denyut
nadi, pernapasan, saturasi oksigen stabil

F. Penggunaan alat medik


1. Inkubator
2. Syringe pump
3. Infusion pump
4. Suction
5. Defibrilator
G. Konsultasi
Konsultasi dilakukan apabila dalam perawatan pasien memerlukan opini atau
intervensi dari bidang keilmuan yang lain diluar intensivist di ruang ICU, konsultasi
dilakukan oleh dokter intensivist DPJP ke dokter spesialis bersangkutan
H. Indikasi dan prosedur pemeriksaan laboratorium dan radiologi
Untuk menunjang penegakan dianosa dan pemantauan secara berkala kondisi pasien
memerlukan data penunjang baik berupa laboratorium dan rontge
Untuk pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium diambil oleh perawat
ICU dengan menyertakan form permintaan lab yang diminta oleh dokter
bersangkutan seijin dari dokter intensivist ICU
Untuk pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan di ICU dapat dilakukan
dengan rontgen portable, sedangkan untuk pemeriksaan rontgen yang canggih
seperti CT scan yang tidak mungkin dikerjakan di ICU pasien akan dikirim ke
ruang radiologi dengan membawa surat permintaan radiologi dari dokter
bersangkutan seizin dari intensivist di ICU
I. Pengiriman pasien
1. Pengiriman ke rawat inap
Pasien dengan pemeriksaan medis telah dinyatakan stabil atau dengan alasan
tertentu sudah tidak lagi memerlukan perawatan diruang ICU dapat dipindahkan ke
ruang perawatan yang lebih rendah atas persetujuan intensivist di ICU dan dokter lain
yang ikut merawat. Perawat ICU akan berkoordinasi dengan perawat diruangan yang
akan dituju sesuai dengan jenis kasus terkait pengiriman pasien.
2. Pengiriman ke kamar operasi
Apabila pasien diruang ICU memerlukan tindakan pembedahan, perawat
ruang ICU berkoordinasi dengan perawat kamar operasi tentang jadwal dan persiapan
pra operasi, perawat ICU melakukan persiapan pasien sebelum dikirim ke kamar
operasi, setelah pasien memenuhi persyaratan , kemudia pasien dikirim ke kamr
operasi.
3. Pengiriman rujukan
Rujukan akan dilakukan ke Rumah sakit yang pelayanan atau tipenya lebih
tinggi atas persetujuan dari intensivist dan dokter yang merawat dan apabila pasien
dari ruang ICU memerlukan terapi segera ke ruang ICU yang lebih tinggi perlu
dilakuka komunikasi terkait ketersediaan tempat sarana dan prasarana
4. Pengiriman ke kamar jenazah
Apabila pasien di ruang ICU meninggal, terlebih dahulu pasien dilepaskan
darisegala alat-alat ayng terpasang kemudia dibersihkan untuk kemudian berkordinasi
dengan petugas ruang jenazah, selanjutnya petugas ruang jenazah akan menjemput
pasien ke ruang ICU
J. Rekam medis
Pasien yang dirawat di ruang ICU di catat dibuku register dan terintegrasi dengan SIM RS.
K. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan
Pencatatan dan pelaporan kegiatan di ruang ICU dilakukan secara
berkesinambungan setiap bulan secara manual dan kedepan telah terintegrasi dengan SIM
RS.
L. Evaluasi hasil perawatan pasien (pelaporan pada pedomam organisasi)
Evaluasi dari hasil perawatn dapat disampaikan pada saat laporan pagi/ morning
report dan apabila sekiranya kasus yang dihadapi memerlukan pemahaman yang lebih
endalam oleh komite medik akan dipertajam dengan melakukan audit kasus secara
internal.
BAB VI

KESELAMATAN KERJA

1. Pelaksanaan program keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana (K3)


Pelaksanaan program K3 di ICU telah terintegrasi dengan program K3 di
rumah sakit, untuk setiap ruangan seperti ICU dengan banyak alat-alat elektromedis
selalu disediakan APAR (alat pemadam api ringan), di samping itu juga alur evakuasi
pasien dan tenaga medis apabila terjadi darurat bencana sudah diatur sesuai dengan
kebutuhan.

BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
A. Angka ketidaklengkapan rekam medis
Setiap pasien yang telah dirawat di ICU rekam medis telah diisi oleh perawat
yang menyangkut asuhan keperawatan dan oleh dokter baik berupa catatan
perkembangan, resume pasien, diagnose akhir maupun dischard planning, begitu
juga semua profesi yang terlibat dalam perawatan pasien wajib untuk menulis di
rekam medis. Sesuai dengan standar akreditasi catatan perkembangan pasien
dilakukan secara terintegrasi. Berkas-berkas rekam medis yang belum lengkap
hendaknya dilengkapi terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke unit rekam medis
Rumah Sakit.

B. Angka kematian spesifik


Kasus kematian di ruang ICU dilaporkan secara berkala setiap hrai sat laporan
pagi, berkesinambungan setiap bulan secara manual dan akan terintegrasi dengan
SIM RS

C. Angka infeksi nosokomial (pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi jarum


infuse)
Pasien yang dirawat di ICU yang mendapat tindakan invasive selalu dipantau
perkembangannya dengan mencatat tanggal mulai dipasang alat-alat invasive
tersebut. Apabila ditemukan tanda-tanda infeksi nosokomial dilakukan evaluasi,
pencatatan, dan pelaporan setiap bulan kepada panitia infeksi nosokomial.

D. Indicator klinik dan insiden keselamatan pasien


Pasien yang dirawat di ICU dievaluasi berdasarkan tingkat ketergantungannya,
1. Identifikasi pasien melalui gelang baik identifikasi jenis kelamin, alergi,
maupun resiko jatuh dan DNR
2. Pemberian obat dengan prinsip 8 benar dengan memperhatikan kewaspadaan
obat-obat high alert
3. Pencegahan infeksi nosokomial dengan pencatatan tanggal dimulai dilakukan
tindakan invasive, dan perawatannya dilakukan sesuai SOP
4. Untuk mencegah pasien berisiko jatuh dilakukan anamnesa setiap hari,
minggu atau bulan sesuai dengan kondisi pasien, kemudian dilakukan
intervensi dengan skala resiko jatuh
BAB VIII

PENUTUP

Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan
staf khusus dan perlengkapan yang khusus ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa
atau potensial mengancam jiwa namun masih bisa diharapkan sembuh. ICU menyediakan
kemampuan dan sarana-sarana khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Untuk itu sangat penting bagi ruang ICU menetapkan klasifikasi ICU, indikasi
pasien yang dirawat dan indikasi pasien keluar ICU. Disamping itu alur pasien atau
sistem rujukan juga harus jelas dan diatur dalam SOP. Factor lain yang harus mendukung
yaitu pengendalian mutu yang menyangkut angka ketidak lengkapan rekam medis, angka
kematian spesifik. Angka infeksi nosokomial (pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi
jarum infuksi), indicator klinik dan insiden keselamatan pasien.

You might also like