Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Tiga puluh tahun yang lalu, penggunaan jagung umumnya masih didominasi
untuk pangan, baik sebagai pengganti beras di daerah tertentu maupun
sebagai pangan tambahan. Dengan berkembangnya industri unggas pada
awal tahun 1970an, maka jagung mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi
untuk pakan unggas modern. Permintaan jagung untuk pakan terus
meningkat sejalan dengan berkembangnya industri pakan unggas. Saat ini,
sebagian besar produksi jagung digunakan untuk pakan dan volume
penggunaannya untuk pangan cenderung menurun. Awalnya, jagung jenis
lokal banyak ditanam oleh petani dan biji jagung yang dihasilkan relatif kecil,
tetapi mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi. Berkembangnya
teknologi jagung hibrida dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mendorong
sebagian petani untuk menanam jagung hibrida, sehingga jagung yang
digunakan untuk pakan adalah jenis hibrida. Jagung hibrida mempunyai
ukuran biji yang relatif besar dan mirip dengan jagung impor yang umumnya
juga dari jenis hibrida. Jagung lokal umumnya mempunyai warna yang lebih
cerah dibanding jagung impor, sehingga lebih disukai untuk bahan baku
pakan ayam petelur.
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 427
pakan. Penggilingan jagung secara basah (wet milling) untuk menghasilkan
pati jagung akan mengeluarkan berbagai hasil samping berupa corn gluten
meal, corn gluten feed, corn germ meal, dan sebagainya yang umumnya
dimanfaatkan untuk pakan. Pemanfaatan jagung terus berkembang dan di
Amerika Serikat akhir-akhir ini jagung dimanfaatkan untuk etanol dan hasil
sampingnya berupa distillers dried grains and solubles (DDGS) dipromosikan
di Asia untuk bahan baku pakan.
Dilihat dari formula yang didasarkan atas harga bahan baku saat ini,
maka jagung memberikan kontribusi yang paling tinggi dalam ransum ayam
(lebih dari 55%) dan diikuti oleh bungkil kedelai (sekitar 23%) serta bahan-
bahan lainnya berupa hasil samping industri pertanian terutama dedak padi
dan sumber protein selain bungkil kedelai.
Apabila saat ini produksi pakan di Indonesia mencapai 7 juta ton maka
diperlukan jagung sebanyak 3,85 juta ton dan protein nabati (bungkil kedelai)
1,75 juta ton. Peningkatan kebutuhan bahan baku ditentukan tidak hanya
oleh tingkat produksi pakan, tetapi juga oleh perubahan formula. Apabila
harga suatu bahan baku relatif meningkat terhadap bahan baku lain, maka
penggunaannya akan menurun. Sebagai contoh, penggunaan dedak rata-
rata lebih dari 10% dalam ransum, tetapi peningkatan harga dedak relatif
terhadap bahan baku lain yang mengakibatkan penggunaannya lebih
rendah dalam ransum.
Sumber bahan baku pakan tidak akan banyak bervariasi jenisnya dari
daftar bahan baku yang ada sekarang, kecuali jika ada bahan baku baru
seperti Distiller Dried Grains and Solubles (DDGS), yang produksinya
meningkat di Amerika Serikat akibat peningkatan produksi alkohol (Shurson
et al. 2005). Di masa mendatang, jika pendapatan per kapita masyarakat
meningkat, maka konsumsi produk unggas akan meningkat pula karena
sangat elastis terhadap pendapatan.
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 429
Tabel 2. Total kebutuhan bahan baku pakan (ribu ton) di Indonesia pada berbagai tingkat
produksi pakan.
SUBSTITUSI JAGUNG
Bahan baku lain yang kandungan energinya cukup tinggi adalah minyak.
Jenis minyak yang umum digunakan untuk pakan adalah minyak sawit kasar
(CPO). Kandungan energi CPO mencapai 7800 kkal (untuk ayam dewasa)
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 431
Tabel 4. Kandungan energi metabolis (unggas) bahan baku yang dapat digunakan untuk
substitusi jagung.
Komposisi Kimia
Sebagai pakan, jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan istilah
energi metabolis. Walaupun jagung mengandung protein sebesar 8,5%, tetapi
pertimbangan penggunaan jagung sebagai pakan adalah untuk energi.
Apabila energi yang terdapat pada jagung masih kurang, misalnya untuk
pakan ayam broiler, biasanya ditambahkan minyak agar energi ransum
sesuai dengan kebutuhan ternak. Kontribusi energi jagung adalah dari
patinya yang mudah dicerna.
Salah satu kelebihan jagung untuk pakan unggas, terutama ayam petelur,
adalah kandungan xantofilnya yang tinggi (18 ppm) dan berguna untuk
kuning telur, kulit, atau kaki berwarna lebih cerah. Hal ini tidak dijumpai
pada biji-bijian lain, dedak padi, dan ubi kayu. Oleh karena itu, apabila jagung
Tabel 5. Perbandingan nilai gizi jagung dengan biji-bijian lain dan dedak padi.
Kadar air 12 13 13 13 11 9
Protein 8,5 8,8 14,1 2,50 8,7 12,9
Lemak 3,8 2,9 2,5 0,50 0,7 13,0
Serat kasar 2,2 2,3 3,0 4,0 9,8 11,4
Kalsium 0,02 0,04 0,05 0,12 0,08 0,07
Fosfor 0,28 - 0,37 0,10 0,08 1,50
Fosfor tersedia 0,08 - 0,13 0,03 0,03 0,22
Energi metabolis ayam 3 . 3 5 0 3.288 3120 2900 2990 2980
Asam amino
Lisin 0,26 0,21 0,37 0,08 0,43 0,59
Metionin 0,18 0,16 0,21 0,04 0,22 0,26
Metionin + Sistin 0,36 0,33 0,51 0,07 0,43 0,53
Triptofan 0,06 0,02 0,16 0,02 0,10 0,12
Tr e o n i n 0,29 0,29 0,39 0,08 0,36 0,48
Asam linoleat 2,20 1,13 0,59 - - 3,57
Xantofil 17 - - - - -
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 433
Komposisi kimia jagung dan nilai gizi lainnya dipengaruhi oleh kadar air
jagung. Jagung dengan kadar air tinggi mempunyai komposisi kimia yang
lebih rendah dibanding jagung dengan kadar air rendah jika datanya
didasarkan atas bobot basah atau as is. Para peternak atau pembuat ransum
seringkali mengunakan data as is dalam menghitung formula, padahal
jagung basah sama dengan jagung kering yang ditambah air sehingga lebih
encer.
Untuk pakan anak babi, pemberian jagung dengan cara digiling dapat
menimbulkan diare sehingga dianjurkan untuk dimasak terlebih dahulu,
agar kecernaannya meningkat. Pemasakan yang umum dilakukan adalah
dengan cara ekstrusi menggunakan mesin ekstruder, baik cara kering
maupun basah. Jagung yang dimasak dengan ekstruder akan menghasilkan
produk seperti jagung berondong yang matang.
Kadar Air
Jagung umumnya dipanen pada saat kandungan airnya tinggi, sampai 30%.
Jika jagung yang sudah dipanen langsung dikeringkan, baik dengan sinar
matahari maupun oven, maka kadar air dapat langsung berkurang.
Pengeringan jagung hingga berkadar air 14% penting artinya agar jagung
dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan. Dalam kondisi cuaca tidak
menguntungkan, petani menjual jagung dalam kondisi basah (kadar air 16-
20%) ke pabrik pakan. Pabrik pakan akan mengeringkan lebih lanjut dengan
mesin pengering. Apabila tidak mempunyai mesin pengering, pabrik tidak
akan membeli jagung basah. Kadar air yang tinggi juga menurunkan nilai
gizi jagung, karena setiap 1% kenaikan kadar air dapat mengencerkan (dilute)
kandungan gizi sekitar 1%.
Mikotoksin
Jagung mudah ditumbuhi cendawan bila kadar airnya lebih dari 14% atau
aw = 0,62. Cendawan akan lebih mudah tumbuh kalau jagung basah
disimpan di ruangan yang panas dan lembab. Apabila cendawan yang
tumbuh menghasilkan racun maka racun tersebut berpengaruh buruk
terhadap ternak. Beberapa jenis racun cendawan atau mikotoksin ditemu-
kan pada jagung, termasuk aflatoksin, T-2 toksin, zealarenon, dan DON.
Racun aflatoksin hampir selalu dijumpai pada jagung di Indonesia dengan
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 435
kadar bervariasi antara 20-2.000 ppb (Tangendjaja dan Rachmawati 2006).
Racun ini dapat menimbulkan kanker hati pada ternak terutama itik yang
sangat sensitif terhadap racun aflatoksin dan menekan kekebalan tubuh
sehingga dapat menurunkan produksi.
Kotoran: semua bahan yang lewat saringan no. 6 dan bahan lain yang
tertahan di atas saringan no. 12.
Sumber: Soyatech (2001), 1 bushel = 25,42 kg.
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 437
kedelai. Jika kandungan lisin jagung dapat ditingkatkan maka penambahan
lisin dari luar menjadi lebih sedikit. Jagung dengan kandungan lisin tinggi
ternyata memiliki kemampuan produksi yang relatif lebih rendah dibanding
jagung hibrida. Karena itu, pendapatan dari usahatani jagung berkadar lisin
tinggi juga lebih rendah. Peningkatan harga jagung berkadar lisin tinggi tidak
cukup untuk mengkompensasi hasil yang rendah (drag yield). Di samping
itu, perkembangan teknologi produksi lisin murni melalui fermentasi
mengakibatkan harga lisin turun. Pembuat pakan akan memilih lisin murni
karena biaya ransum lebih murah. Di beberapa daerah di Amerika Serikat,
penanaman jagung berkadar lisin tinggi masih memungkinkan bagi petani
jagung yang juga memelihara ternak babi sehingga akan mengurangi
penggunaan kedelai dalam pakan.
Percobaan 1
Bobot badan awal (lb) 44,0 44,1 44,1
Bobot akhir (Ib) 252,4 251,8 257,5
Konsumsi pakan (Ib/hari) 4,85 b 5,10 a 4,95 b
Pertambahan Bobot badan (Ib/hari) 1,88 1,87 1,92
Konversi pakan 2,58 b 2,72 a 2,58 b
Percobaan II
Bobot badan awal (Ib) 73,6 78,9 77,8
Bobot badan akhir (Ib) 242,0 245,4 250,3
Pertambahan Bobot badan (Ib/hari) 1,88 1,84 1,91
Konversi pakan 2,99 a 3,28 b 2,95 a
Angka sebaris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata P<0,05.
Sumber: Optimum (1999).
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 439
Tabel 11. Penampilan ayam broiler yang diberi jagung transgenik (Bt).
Jagung Bt
Tanaman jagung mudah diserang hama, serangan tidak hanya menurunkan
produksi tetapi juga merusak biji jagung sehingga mudah pula ditumbuhi
cendawan. Baru-baru ini dikenal jagung jenis baru yang disebut jagung Bt,
singkatan dari Bacillus thuringiensis, suatu bakteri yang terdapat dalam
tanah yang mempunyai gen pembawa sifat yang dapat mematikan serangga.
Bakteri ini mengeluarkan senyawa kimia yang dapat mematikan serangga
apabila dimakan. Para ahli bioteknologi tanaman di Amerika Serikat telah
memindahkan gen dari bakteri tersebut ke dalam tanaman jagung, sehingga
dihasilkan jenis jagung yang tahan terhadap serangan hama. Jagung jenis
ini tidak hanya mampu berproduksi lebih tinggi, tetapi juga mengandung
mikotoksin yang rendah karena biji jagung tidak banyak diserang hama
dan lebih tahan terhadap cendawan. Di samping itu, penggunaan insektisida
juga dapat ditekan, sehingga mengurangi pencemaran lingkungan.
Pada saat proses penggilingan kering, kulit ari jagung juga dapat dipisah-
kan, termasuk fraksi lainnya, baik berupa kotoran halus maupun sebagian
lembaga dan endosperma. Hasil samping ini disebut juga tumpi yang mem-
punyai kandungan serat kasar relatif tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk
pakan ternak ruminansia.
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 441
Tabel 12. Komposisi kimia dan nilai gizi homini dan DDGS.
Kadar air - -
Protein 11,9 -
Lemak 4,2 -
Serat
Kasar 6,7 -
Neutral detergent 21,1 -
Abu 2,7 -
NFE 71,1 -
TDN (total digestible nutrient) 83,1 -
Asam linoleat 3,3 -
Xantofil (mg/kg) 4,0 -
Energi metabolis, kkal/kg (DM)
Unggas 3,218 2,667
Babi 3,567 3,032
Ruminan
NEm 2,270 2,180
NEg 1,570 1,500
NEL 1,880 1,970
Mineral (DM)
Kalium (%) 0,82 1,61
Fosfor (%) 0,65 0,83
Magnesium (%) 0,26 0,20
Khlorida (%) 0,10 -
Kalsium (%) 0,03 0,22
Sulfur (%) 0,12 0,32
Natrium (%) 0,01 0,27
Besi (mg/kg) 87 276
Seng (mg/kg) 49 86
Mangan (mg/kg) 14 26
Tembaga (mg/kg) 3 61
Selenium (mg/kg) 0,11 0,42
Kobalt (mg/kg) 0,06 011
Asam amino (%)
Arginin 0,62 1,22
Alanin 1,90
Sistin 0,20 0,56
Glisin 0,44 0,61
Histidin 0,31 0,74
Isoleusin 0,40 1,11
Leusin 1,09 2,76
Lisin 0,42 0,67
Metionin 0,20 0,53
Fenilalanin 0,48 1,44
Serin - 1,73
Tr e o n i n 0,44 1,01
Triptofan 0,13 0,27
Tirosin 0,44 0,89
Va l i n 0,58 1,43
Asam aspartat - 1,70
Asam glutamat - 4,20
Prolin - 2,80
Jagung
Pembersihan
enzim alfa amilase
Pencairan
Penggilingan Campuran adonan
(Liquefaction)
CO2
Distilasi
Pemasakan
Yeast dan
Fermentasi Glucoamylase
Enzim
whole stillage
Sentrifus Penguapan
Etanol tetes encer
padatan kasar
Pengering
berputar
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 443
Proses fermentasi adalah proses perubahan pati jagung menjadi etanol
dan CO 2 , sehingga komponen bahan lainnya seperti protein, lemak, serat,
dan mineral akan diperoleh kembali sebagai hasil samping DDGS. Oleh
karena itu, kandungan protein, lemak, dan serat DDGS lebih tinggi dibanding
jagung asalnya. Kandungan protein DDGS 30% (bahan kering), tetapi
kandungan lisin dan triptofan relatif rendah, karena jagung memang
mengandung asam amino yang rendah. Lemak yang tinggi dalam DDGS
memberikan kontribusi terhadap energi metabolis ternak, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pakan monogastrik.
Pati jagung juga dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan gula yang
dikonversikan menjadi high fructose corn syrup sebagai pemanis minuman
ringan berkarbonat. Penggunaan sirup ini sudah meluas seiring dengan
perkembangan industri minuman ringan. Dalam proses sentrifugasi untuk
memisahkan pati akan dihasilkan produk samping corn gluten meal yang
mengandung protein jagung, dapat mencapai lebih dari 60% yang berguna
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 445
Jagung
Pembersihan
Steepwater Penguapan
Tangki Steep
steepwater
Penggilingan
Pencucian
saringan
Pemisahan
sentrifugal
Pencucian
pati
untuk pakan. Pati jagung dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan
baku industri lainnya, misalnya sirup berfruktosa tinggi (bahan pemanis)
atau bahan fermentasi untuk menghasilkan vitamin, asam amino atau diolah
untuk menghasilkan turunan gula seperti sorbitol.
Hasil samping utama dari proses wet milling adalah corn gluten meal
(CGM), corn gluten feed (CGF) dan corn germ meal. Corn gluten feed
merupakan gabungan beberapa hasil samping yang kandungan seratnya
tinggi tetapi masih relatif tinggi kandungan proteinnya (>20%). Di samping
itu, hasil samping yang mempunyai kandungan air relatif tinggi adalah steep
liquor atau tetes jagung yang masuk kembali ke dalam proses penggilingan,
kecuali jika difermentasi menjadi condensed fermentative extractives.
Sumber: Loy dan Wright (2003), NRC (1994, 1998, 2001), Loy dan Miller (2002),
Weigel et al. (1997), Watson (1986).
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 447
yang mempunyai serat rendah dan protein tinggi dapat digunakan untuk
pakan unggas dan babi.
Hasil samping yang berkadar serat rendah dan protein tinggi seperti
CGM mempunyai kandungan energi metabolis yang relatif tinggi, sehingga
bermanfaat digunakan pakan ayam broiler, yang membutuhkan energi dan
protein tinggi. Meski demikian, kandungan asam amino hasil samping
industri ini, terutama lisin dan triptofan, relatif rendah dan belum dapat
memenuhi kebutuhan ayam atau babi, sehingga perlu penambahan bungkil
kedelai yang tinggi kandungan lisin dan triptofannya. Untuk melengkapi
formula pakan dapat pula ditambahkan lisin murni.
Tabel 15. Kandungan asam amino dan jagung dan hasil samping jagung proses wemilling.
Ada beberapa macam limbah tanaman jagung dan produk samping industri
berbasis jagung. Di Indonesia, dikenal istilah lokal untuk beberapa limbah
tanaman dan industri jagung.
Tebon jagung, yaitu seluruh tanaman termasuk batang, daun, dan buah
jagung muda yang dicacah dan diberikan langsung kepada ternak. Petani
yang hanya memproduksi tebon jagung biasanya bekerja sama dengan
pengusaha peternakan. Petani hanya menanam jagung sebagai hijauan
dan pada umur tertentu tanaman dipangkas dan dicacah untuk
diberikan kepada ternak. Cacahan jagung juga dibuat silase.
Jerami jagung/brangkasan, yaitu bagian batang dan daun jagung yang
dibiarkan kering di ladang dan dipanen pada saat tongkol dipetik. Jerami
jagung seperti ini umumnya dijumpai di daerah penghasil benih atau
jagung untuk keperluan industri pakan.
Kulit buah jagung, biasanya dibuang. Kulit jagung manis potensial untuk
dijadikan silase karena kadar gulanya cukup tinggi.
Tongkol jagung/janggel, yaitu bagian dari buah jagung setelah biji dipipil.
Tabel 16. Proporsi limbah pertanaman jagung, kadar protein kasar, dan nilai kecernaan
bobot keringnya.
Kecernaan
Limbah jagung Kadar air Proporsi limbah Protein kasar BK in vitro
(%) (% BK) (%) (%)
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 449
Pengolahan Limbah Jagung
Di Amerika, Argentina, dan Brazil, ketersediaan limbah tanaman jagung ber-
limpah, sehingga diolah agar penyediaan pakan terjamin. Sebagian dari
limbah tersebut diproses atau disimpan dalam bentuk hay atau diawetkan
dalam bentuk silase.
Silase
Silase dapat dibuat dari seluruh bagian tanaman jagung, termasuk buah
muda (90 hari), buah yang sudah matang (100 hari), atau kulit jagung manis
(Pasaribu et al. 1995).
Bagian dari sisa panen jagung masih cukup tinggi kadar airnya. Untuk
pembuatan silase, dibutuhkan bahan dengan kadar air sekitar 60%. Oleh
sebab itu, sisa panen tanaman jagung biasanya dikeringkan selama 2-3 hari.
Dalam pembuatan silase, tanaman jagung dipotong-potong sampai kecil
(chop), lalu dimasukkan sambil dipadatkan ke dalam kantong-kantong
plastik kedap udara. Bila kondisi kedap udara tidak 100% maka bagian
permukaan silase akan ditumbuhi oleh bakteri seperti Clostridium
tyrobutyricum yang mengubah asam laktat menjadi asam butirat (Driehuis
and Giffel 2005).
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 451
Tabel 17. Komposisi kimia dan gizi tanaman, limbah tanaman, dan produk samping industri jagung.
452
Energi Protein Serat
Jenis limbah
DM TDN N E M NE G N E L PK UIP SK ADF NDF eNDF LK Abu CA P
(%) (%) (Mcal/cwt) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
DAFTAR PUSTAKA
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 453
Loy, D and K.N. Wright. 2003. Nutritional properties and feeding value of
corn and its by-products. In: White, P.J. and Johnson, L.A. (Eds.). Corn:
chemistry and technology. 2 nd ed, AACC, Minnesota, AMERIKA
SERIKAT, p. 571-604.
McCutcheon, J and D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension
Fact Sheet Ohio State University Extension. US. ANR10-02.
Neylon, J.M. and L. Kung, Jr. 2003. Effects of cutting height and maturity on
the nutritive value of corn silage for lactating cows. J Dairy Sci 86: p.
2163-2169.
Novus. 2000. Nutrient Problem for North American Feed Samples. Novus Int.
MO.
NRC (National Research Council). 1994. Nutrient Requirements of Domestic
Animals.
NRC. 1998. Nutrient Requirements of swine: 10 th rev.ed. Natl. Res. Counc.,
Natl. Acad. Press, Washington, DC.
NRC. 2001. Nutrient Requirements of dairy cattle, 7 th rev.ed. Natl. Res. Counc.,
Natl. Acad. Press, Washington, DC.
Nusio, L.G. 2005. Silage production from tropical forages. In: Silage
production and utilization. Park, R.S. and Stronge, M.D. (Eds.).
Wageningen Academic Publ., the Netherlands: p. 97-107.
Optimum. 1998. Your Link to the Future of Poultry Production. Optimum
Quality Grain Des Moines, Iowa.
Optimum. 1999. Optimum High Oil Corn. Opt Quality Grain. LLC. Iowa.
Pamungkas, D., E. Romjali, dan Y.N. Anggraeny. 2006. Peningkatan mutu
biomas jagung menunjang penyediaan pakan sapi potong sepanjang
tahun. Prosiding Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem
Integrasi Jagung-Sapi. Puslitbangnak, Pontianak, 9-10 Agustus 2006,
p. 142-148.
Pasaribu, T, B. Tangendjaja, and E. Wina. 1995. Silase kulit jagung manis (Zea
mays var saccharata) sebagai pakan domba. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. p. 170-175.
Preston, R.L., 2006. Feed Composition Tables. http://beef-mag.com/mag/
beef-feed composition/
Raboy, V, K. Young, and P. Gerbasi. 1994. Maize low phytic acid (Lpa) mutants,
Abstracts: 4 th International Congress of plant molecular Biology: Abs
No:182).
Tangendjaja dan Wina: Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan 455