You are on page 1of 9

Part 1

Atap asrama menjadi saksi bisu ketidakmasukakalan manusia dalam melawan gaya gravitasi.
Belasan arau mungkin puluhan murid yang mendiami asrama itu terbang bersama dengan berbagai
cara yang berbeda.

Baik dengan sapu layaknya seorang gadis penyihir dalam dongeng anak-anak. Atau gaya sihir
lain yang terlihat lebih modern karena menggunakan sebuah papan besar yang keren dan
mengedarainya layaknya sebuah skate board.

Tapi, para penerbang itu bukanlah keseluruhan dari penghuni asrma. Tak semua penyihir di
tempat itu dapat terbang bebas mengarugi angkasa. Sebagaian memang belum menemukan bakat
mereka dalam berpetualang di langit. Sebagian dari mereka juga tak memiliki dasar yang cukup untuk
terbang karena konsep sihir yang mereka kuasai memang tak memiliki satupun prosedur yang dapat
mengangkatnya dari tanah; seperti Rama dan Hanuman.

Di sekolah ini, berbagai macam kekuatan sihir dikumpulkan menjadi satu dalam satu kelas.
Sihir-sihir yang memang terpengaruh oleh kebudayan dan kepercayaan yang telah tertanam dengan
lama memang tak dapat lepas dari unsur sejarah ataupun mitos.

Dalam kebudayaan jawa yang menjadi dasar dari seluruh sihir mereka berdua. Manusia tak
dapat terbang kecuali menunggangi sebuah naga agung atau membuat sebuah kontrak dengan
makhluk dunia lain yang memiliki banyak nama dan sebutan.

Mereka tak menguasai kedua kompetensi untuk terbang itu sehingga terpaksa mereka berjalan
kaki menempuh perjalanan jauh ke sebuah gua besar dimana mereka akan melakukan ujian praktik di
lapangan secara langsung.

Rasa iri dan kesal mereka lontarkan setiap kali melangkahkan kaki dan saat para penyhir lain
terbang melintas tepat di atas kepala mereka.

Ahhhh~ lelahnya... aku juga ingin terbang seperti mereka! keluh Hanuman.

aku juga begitwuuhhh~ Rama juga terlihat lelah.

Ransel besar menempel di belakangnya. Isi dari ransel yang penuh sesak memubuat beban
semakin berat. Sapu lidi, tikar, cuka, dan berbagai barang yang aneh dan tak jelas mengisi ransel
mereka berdua.

Setelah perjalanan yang cukup panjang; akhirnya mereka sampai di tempat ujian.

Seorang wanita tua dengan topi penyihir besar dan sapu berdiri menanti para murid yang baru
datang dan terlihat layaknya nenek sihir yang sering diceritakan dalam dongeng.

Tubuh rama berputar 360 derajat untuk mencari seseorang.

Rama!! panggil seorang gadis.

Shinta... apa kau sudah lama menunggu?

Tidak kok, aku juga baru datang.


eh eh eh.... apa-apaan ini! potong Hanuman, apa kau akan mengajak Shinta ke dalam
kelompok ini, Rama?

Tentu saja bukan... dengan kemam

Ahhh~ kejam sekali kau itu! tak bisakah kau memikirkan perasaanku sebagi jomblo! keluh
kesal Hanuman, dengan adanya kalian berdua... aku bisa benar-benar menjadi setan loh!

Aa-apa yang kau katakan Hanuman!? Shinta mengelak, me-memangnya kami memiliki
hubungan seperti itu... bukankah kita semua disini hanyalah teman?

*TEMAN~*

Jantung Rama seketika sakit seakan tertembak peluru bersamaan dengan suara petir
mengerikan yang memperparah keadaannya. Ia memegang dada kirinya seakan terkena serangan
jantung.

Rama kau kenapa? tanya Shinta.

Ta-tak apa-apa kok... tak usah kau pikirkan.

Eh~ teman... teman... te..man... Hanuman menggoda Rama.

Diam kau kera putih!! Rama kesal.

Apa yang kau katakan!!! Hanuman membalas kekesalan.

Ujian akan segera dilakukan... segeralah bersiap di tempat kalian masing-masing.

Suara guru saat itu memecah pertengkaran. Mereka bertiga memindah fokus dan mulai
berkonsentrasi kepada ujian. Sesuai yang telah diinstruksikan jauh-jau hari; mereka bersiap di tempat
yang telah ditentukan.

Mulut gua setinggi lima belas meter dengan lebar lebih dari tiga puluh meter menyamvbut
mereka layaknya ular raksasa yang membuka mulutnya dengan lebar.

Temukan beberapa item di dalam gua ini... setiap item yang kalian dapat akan menentukan
nilai kalian. Ujar Guru pengajar.

Hitungan mundur bergumam dalam hati setiap murid. Panjatan doa diserukan walaupun tanpa
suara yang terdengar. Harapan akan keberhasilan telah mereka genggam sebelum masuk dalam ujian
yang sebenarnya.

...UJIAN DIMULAI...

Part 2

Obor menyala di tangan kanan Rama. Api penerangan nampak tenang tanpa gangguan karena
tak ada sedikitpun angin yang berhembus.

Entah sudah seberapa jauh atau sudah seberapa dalam mereka terjatuh. Tapi, mereka sama
sekali belum menemukan item yang dimaksud.
Di dalam gua seperti ini. mungkin terseimpan banyak harta karun layaknya game RPG dan
mungkin saja itu adalah item yang dimaksud. Tapi, disetiap game RPG pasti akan ada monster yang
menanti dan mereka saat ini masih bisa menarik nafas lega karena belum mendapat satupun
hambatan.

Suara bising terdengar jauh dari kegelapan di belakang mereka. Konstruksi dalam gua yang
seperti lorong labirin membuat mereka khawatir.

Makhluk apa yang akan menyerang?

Hal itu jelas tergambar di wajah siapapun yang masuk dalam gua ini.

Suara bising semakin mendekat bersama suara dari reruntuhan gua yang semakin
memperparah suasana.

<<Tintir>>

Tulisan aksara jawa yang ditulis dengan cahaya di udara berubah menjadi nyala api kecil yang
dapat digunakan sebagai penerangan. Cahaya Tintir itu dilemparkan oleh Rama jauh ke ke kegelapan
untuk melihat kondisi tempat itu.

Sihir yang Rama gunakan merupakan sihir yang memanfaatkan aksara jawa sebagai
medianya.

Aksara ditulis dengan ujung jari teunjuk yang memancarkan sedikit cahaya dan akan berbekas
di udara hingga proses selesai. Penulisan dari mantra sihir yang sebenarnya hanyalah nama suatu
benda pada bahasa jawa atupun kalimat yang dapat direalisasikan dituliskan tanpa menggunakan
Adeg-adeg dan Pada Lungsi. Sejatinya Adeg-adeg dan Pada Lungsi dibuat untuk menahan kekuatan
sihir pada aksara jawa yang mungkin saja dapat aktif tanpa sengaja.

Cahaya Tintir yang dilemparkan Rama memecah keelapan. Suara bising dari belakang
akhirnya terlihatdan menapakkan kerumunan kelelawar yang terbang ke arah mereka.

Wah gawat!!!

Kawanan kelelawar yang terbang secara bersama-sama seakan memenuhi seluruh sudut
lorong itu. Hanoman memeriksa tasnya untuk mencari seuatu yang dapat ia gunakan untuk melawan
mereka dan Shinta yang ketakutan hanya bisa memeluk Rama.

Tak bisakah kalian untuk tak bermesraan dahulu! Hanoman kesal.

Mau bagaimana lagi... yang lebih penting Hanu, cepatlah atasi kelelawar-kelelawar itu.

Tch... menyebalkan.

<<Aja adol cuka bengi-bengi. Mengko bakal ngrusak tangga teparo>>

Hanuman mengeluarkan cuka yang ia ambil dari dalam tasnya. Membuka tutup botolnya dan
melemparkannya kedepan hingga menumpahi seluruh lantai. Tapi, sebelum ia melemparkan cuka itu;
ia sedikit bergumam membaca mantra dengan lirih.

<<Wewaler>>
Sebuah sihir yang didasari oleh larangan atau pamali dalam kebudayaan jawa.

Ada sebuah larangan yang menyatakan bahwa seseorang dilarang memperjual belikan cuka di
malam hari karena akan membawa dampak buruk dalam suatu hubungan.

Hal ini memang ada benarnya. Tapi kenyataan sesungguhnya yang mendasari larangan ini
adalah kekuatan dari cukaitu sendiri. Malam merupakan saat gelap dan kadang dapat mengurangi
konsentrasi seseorang. Dikhawatirkan, saat konsentrasi seseorang menurun; cuka ini akan tumpah dan
bau yang ditimbulkan pasti cukup menganggu.

Atas dasar inilah Hanuman menggunakan Sihir Wewalernya. Dengan menunjukkan


kemampuan sesungguhnya dari sebuah cuka. Kelelawar itupun terbang sambil menghindari aroma
dari cuka yang cukup mengganggu. Sehingga, merekapun aman dari tubrukan para kelelawar yang
luar biasa banyak itu.

Sekarang sudah aman. Ungkap lega Hanuman.

Syukurlah kalau begitu.

Orang yang Cuma bermesraan lebih baik diam saja.

Masalah buat loe, dasar jones!

Eh~ apakah sikap itu pantas ditunjukkan kepada orang yang telah menyelamatkanmu?

Sihir yang kau gunakan itu adalah sihir yang mudah, siapapun pasti dapat melakukannya.

Dasar kau!!

Sudahlah sudahlah kalian! Lebih baik kita melanjutkan perjalanan kita.

Setelah menunjukkan muka yang sama-sama kesal. Hanuman dan Rama membuang muka
secara bersamaan.

Part 3

Jauh lebih dalam dari tempat sebelumnya. Hawa dingin semakin terasa di setiap langkahnya.

Mereka bertiga terus mencari item yang cukup bernilai. Tapi, sampai saat ini mereka belum
menemukan apapun.

Tak lama kemudian, mereka keluar dari lorong panjang dan mendapati dirinya berada di
sebuah tempat yang begitu luas.

Kristal-kristal misterius yang tertancap di dinding dan langit-langitnya memancarkan cahaya


yang cukup untuk dapat melihat dengan jelas.

Wah ~ indahnya~ mata Shinta dipenuhi kekaguman.

Luar biasa!!!

Mereka bertiga merasa tankjub dengan keindahan yang mereka lihat saat ini. mulut mereka
menganga dalam waktu yang lama melihat seluruh kristal dengan berbagai warna.
Mungkinkah... kita dapat membawa kristal-kristal ini sebagai item kita.

Kau benar Rama... jika kita membawa semua kristal ini pasti nilai kita akan naik dengan
cepat. Hanuman setuju.

Tu-tunggu kalian berdua... tapi, kita tak tahu apakah kristal-kristal ini berharga atau tidak.
Jika kristal ini tak ada harganya; mungkin nilai yang kita dapat juga tak kan terlalu tinggi.

Kau benar Shinta... aku tak berpikir sampai disitu. Tapi, selain kristal-kristal ini, adakah
seseuatu yang mungkin terlihat lebih berharga.

Ada teriak Hanuman.

Sebuah peti kayu berlapis emas terlihat berkilauan jauh di depan mata mereka.
Pemandangannya sama seperti saat memanikan sebuah game RPG dan menemukan sebuah harta.

Baiklah ayo kita segera kesana! ajak Rama dengan semangat.

Tunggu Rama, kita harus

Sebuah getaran kuat seketika muncul setelah Rama berlari. Getarannya cukup kuat hingga
membuat langit-langit runtuh dan menjatuhkan Hanuman.

Shinta awas!!

Melihat reruntuhan yang hampir menjatuhi Shinta. Tubuh Rama seakan bergerak tanpa
memperdulikan kesadaran; ia melempar tubuhnya dengan seluruh kekuatannya hingga dapat
menggapai Shinta.

Ia berhasil mendorong tubuh Shinta sehingga dia tak terkena reruntuhan. Tapi, reruntuhan itu
menimpa kaki kiri Rama hingga membuatnya kesakitan.

Rama kau...

Jangan khawatir Shinta... ini bukanlah apa-apa!

Ta-tapi...

Kalian berdua tidak apa-apakan? Sepertinya ki

Sebuah sosok besar yang tersembunyi dibalik kabut debu reruntuhan memotong perkataan
Hanuman. Rasa terkejut sekaligus takut membuatnya berhenti bicara.

Hanuman, apa yang terjadi? tanya Shinta.

Sepertinya kita akan menghadapi masalah yang cukup besar.

Debu-debu telah menyingkir secara perlahan. Sosok misterius yang terlihat seperti siluet kini
menampakkan rupa yang sebenarnya.

Seekor dragon dengan sisik tebal berkilau layaknya sebuah baju zirah perak yang kuat.
Matanya tajam dengan pandangan seekor makhluk pembunuh sejati. Mulutnya tertutup rapat namun
taring-taring tajamnya nampak begitu panjang.
Kepakan sayapnya yang kuat seketika membersihkan debu-debu dengan singkat. Hembusan
angin yang ia ciptakan membuat mereka bertiga terkejut dan rambut mereka beterbangan karena
kepakan yang begitu kuat.

Rama menyingkirkan reruntuhan gua yang menimpa kakinya. Reruntuhan itu tak seberapa
besar sehingga ia bisa menyingkirkannya dengan mudah. Tapi, reruntuhan itu berhasil mebuatnya
pincang sedikit.

Shinta memberikan tangannya untuk membantu Rama berdiri. Dengan bertumpu pada tubuh
Shinya; Rama melihat sosok besar yang ada di depan matanya.

Lorong tempat mereka masuk kini telah tertutup oleh reruntuhan. Tak ada tempat kembali;
hanya bisa melawan. Tapi, melihat fisik dari dragon itu, mereka suda takut dibuatnya.

<<Sewu Panah Geni>>

Aksara jawa yang diciptakan Hanuman berubah menjadi ratusan anak panah dengan cahaya
api yang menyala-nyala di ujungnya. Ia mengangkat tangannya untuk menahan ratusan anak panah
itu. dengan melemparkan tangannya ke depan; serangan yang menggunakan ratusan panah api itu
melesat dengan cepat ke arah dragon.

Serangan itu tak berguna; sisik tebal dragon mematahkan anak panah layaknya lidi yang
lapuk. Dengan erangan yang begitu kuat; dragon itu membalas dengan semburan api dari mulutnya.

Biarkan aku membantumu! Ucap Rama.

<<Aja turu kemulan klasa. Mengko bisa digulung segara>>

Rama melemparkan tikar tepat ke depan mereka seakan ingin menggunakannya sebagai
tameng. Setelah selesai menggumamkan mantra; tikar itu berubah menjadi air dan bergerak dengan
kuat layaknya ombak.

Sebuah larangan menyatakan bahwa seseorang dapat tergulung ombak laut jika tidur berselut
tikar. Hal ini disebabkan oleh sifat tikar yang merupakan medium pemanggilan air.

Air yang muncul ditabrak oleh semburan api yang panas. Bersatunya dua elemen itu
menimbulkan uap hangat yang menjadi kabut. Semburan api dan air yang muncul terlihat seimbag;
jadi mereka bertiga aman dari semburan api itu karena telah diredam oleh tameng air yang dibuat
Rama.

<<Wedhus Gembel>>

Shinta menuliskan sebuah mantra baru setelah serangan yang dilancarkan dragon itu selesai.
Wedhus Gembel yang dimaksud saat ini bukanlah suatu jenis hewan melainkan debu panas yang biasa
muncul bersama erupsi gunung berapi.

Debu tebal nan panas itu menerjang tubuh besar dragon. Tapi, tak lama setelah dragon
tenggelam dalam debu vulkanis itu; sebuah kepakan kuat berhasil menyingirkannya dan dengan cepat
mendinginkannya.

Apa...! serangan itu bahkan tak melukai tubuhnya! teriak Shinta tak percaya.

Sepertinya tak ada pilihan lain. Gumam Hanuman.


Hanuman mengambil cemilan yang ia bawa di dalam kantonya. Membaringkan tubuhnya dan
memiringkannya sedikit. Lalu ia memakan cemilan itu.

Hei Hanu... apa yang sedang ka

<<Aja mangan karo turu. Mengko dadi Ula>>

Seketika saja tubuh Hanuman berubah menjadi ular besar dan panjang. Warna tubuhnya hitam
dan terlihat begitu menyeramkan dengan ukuran besarnya.

Aku akan menahan dragon itu... pikirkanlah cara untuk mengalahkannya. Ucap Hanuman.

Aku mengerti, tapi... Rama menelan ludahnya, kenapa kera sepertimu berubah menjadi
ular... gak nyambung banget tahu... setidaknya jadilah ular putih agar sedikit nyambung dengan
namamu itu!

Hahhh~ diam kau atau aku telan kau hidup-hidup.

Hanuman merayap dengan cepat menuju dragon itu dan melingkupnya dengan tubuh ularnya
yang begitu panjang.

Dragon itu melawan dengan baik sehingga Hanuman kesulitan. Cengramannya sempat gagal
saat dragon itu mengepakkan kedua sayapnya dengan kuat. Hanuman menggigit salah satu sayapnya
dan mengunci setiap organ gerak dan leher panjangnya.

Cepatlah kalian berdua!

Rama berpikir dengan keras dan Shinta hanya bisa berdiri sembari menahan tubuh Rama
sembari melihat Hanuman dengan khawatir.

Shinta aku punya ide!

Apa? Bagaimana? Apakah kau punya cara untuk mengalakkan makhluk itu?

Tolong kumpulkan semua sapu lidi yang kita bawa kesini!

Shinta menjatuhkan tubuh Rama dan mengumpukan semua sapu lidi yang mereka bawa.
Ramaduduk bersila di tanah dengan tumpukan sapu lidi di depannya.

Dengan keadaan saat ini, tak mungkin jika aku menyerangnya secara langsung. Jadi,
mungkin ini langkah terbaik yang dapat aku lakukan

Rama melepas ikatan sapu lidi dan menumpuk semua lidi yang telah tercerai berai. Lalu, ia
memejamkan matanya sembari membaca mantra.

<<Aja nggebok nganggo sapu. Marai umur cindhak>>

Sebuah larangan menyebutkan bahwa memukul seseorang dengan sapu lidi dapat membuat
umur memendek. Hal ini didasari oleh kekuatan tersembunyi dari para lidi yang dapat mengurangi
umur. Dengan dasar itu juga, Rama menggunakan lidi-lidi itu sebagai sebuah senjata.

Ia mengubah lidi-lidi itu menjadi bentuk cahaya kecil dan panjang. Ratusan cahaya lidi telah
terbentuk dan melayang di udara karena kehendak Rama. Ia meluncurkannya dengan hati-hari agar
tak mengenai Hanuman.
Ratusan lidi itu berhasil mengenai dragon. Tapi, dragon itu masih terlihat cukup sehat
walaupun sudah tertancap ratusan lidi yang mungkin sudah mengurangi umurnya hingga ratusan
tahun.

Mustahil... seberapa panjang umur makhluk itu sebenarnya... ia benar-benar seperti makhluk
abadi... gumam Rama tak percaya.

Dragom itu mengepakkan sayap kirinya dengan kuat tanda tak senang dengan serangan yang
dilancarkan Rama. Usaha keras yang dilakukan dragon itu membuat cengkraman Hanuman melemah.

Aku... sudah tak bisa menahannya lebih lama lagi. Kata Hanuman.

Bagaiaman ini!!! tak adakah sesuatu yang dapat mengalahkannya!!? Dengan kekuatanku saat
ini... bisakah aku membunuh makhluk itu?!! aku... aku... aku...! bukan, mungkin jika aku saja
memang mustahil... tapi dengan Shinta, aku..

Seketika itu juga Rama memaksakan kakinya untuk berdiri dan mengenggam tangan Shinta
yang hangat.

Tu..nggu Rama, apa yang kau lakukan?

Kita bisa mengalahkannya!

Mengalahkannya. Shinta berpikir sejenak, tapi bagaiamana?

Dengan kekuatan Tembang Asmarandana... aku yakin, kita bisa mengalahkan makhluk itu.

Ta-tapi, menggunakan Tembang Macapat itu tidaklah mudah. Apalagi Tembang


Asmarandana yang mewakili rasa cintapasangan yang menembangkan tembang ini harus benar-
benar serasi untuk dapat mengaktuvkannya. Jika tidak, pasti akan gagal!

Jangan khawatir! Apakah kau meragukan perasaan di antara kita berdua?

Bu-bukan seperti itu... a-aku hanya kurang yakin dapat menggunakan sihir seperti itu.

Tenanglah, aku yakin... dengan ikatan yang kita miliki saat ini. sihir ini pasti berhasil!

Shinta menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan ringan untuk melepas
keraguan.

Baiklah mari kita coba.

<<Tembang Macapat : Asmarandana>>

[Author Note : Please isi dengan tembang dan liriknya juga...]

Lirik-lirik dari perwudan perasaan mereka membentuk suatu cahaya terang yang
memancarkan kekuatan yang luar biasa. Cahay itu memadat dan berubah menjadi busur panah besar
dengan anak panah yang memiki ujung berbentuk hati.

Shinta memegang busur panah besar itu dan Rama menarik anak panah dangang segenap
kekuatannya. Setelah selesai mengarahkan; Shinta menggunakan tangan yang lain untuk mengenggam
ujung belakang anak panah bersama Rama.
Mari kita lakukan bersama.

You might also like