You are on page 1of 10

Advokasi Dan KIE Pengaruhi Keberhasilan KB Di

Masyarakat
Mei 20, 2011 - Medan

Medan ( Berita ) : Di era orde baru, Advokasi sering menjadi alat yang cukup ampuh buat para
pegiat/aktivis LSM untuk menekan pemerintah. Bahkan Advokasi sering diartikan juga untuk
mencapai tujuan-tujuan dengan cara yang lebih radikal, atau lebih dikenal dengan istilah
revolusioner.

Namun dalam perkembangannya, istilah Advokasi tidaklah seseram seperti yang dibayangkan.
Advokasi lebih diartikan dengan upaya-upaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah agar
selaras dengan tujuan-tujuan dari kelompok masyarakat yang ingin diperjuangkan.

Dalam hubungannya dengan Kesehatan Reproduksi, strategi Advokasi digunakan untuk


mempengaruhi kebija-kan-kebijakan yang berpengaruh langsung kepada masyarakat, khususnya
para remaja.

Istilah advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat
pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi global pendidikan atau
promosi kesehatan.

WHO merumuskan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan secara efektif
menggunakan 3 strategi pokok, yaitu Advokasi, Social support, Empowerment. Advokasi
diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh
terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan.

Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi adalah para pemimpin atau pengambil kebija-kan
(policy makers) atau pem-buat keputusan (decision makers) baik di institusi pemerintah maupun
swasta.

Dalam advokasi, peran komunikasi sangat penting, sehingga komunikasi dalam rangka advokasi
kesehatan memerlukan kiat khusus agar komunikasi efektif. Prinsip dasar Advokasi tidak hanya
sekedar melakukan lobby politik, tetapi mencakup kegiatan persuasif, memberikan semangat dan
bahkan sampai memberikan pressure atau tekanan kepada para pemimpin institusi.

Komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan sangat penting untuk mendukung
atau mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, misalnya
untuk pembahasan kenaikan anggaran kesehatan, contoh konkrit pencanangan Indonesia Sehat
2010 oleh presiden. Untuk meningkatkan komitmen ini sangat dibutuhkan advokasi yang baik.
Sementara itu, Advokasi di bidang kependudukan yang dilakoni oleh Badan Kependudukan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang merupakan hal penting dari program KB.
Keduanya merupakan bagian dari cara untuk memasyarakatkan gagasan-gagasan tentang KB, di
satu sisi serta upaya untuk menjaring partisipasi dan peran serta masyarakat dalam program KB.

Adapun Advokasi dan KIE ini, agar program KB dapat terwujud, diterima dan didukung oleh
semua pihak. Maka advokasi dan KIE KB harus diperkuat dengan menggunakan berbagai cara,
baik Advokasi KIE langsung melalui pertemuan individu atau kelompok maupun advokasi KIE
tidak langsung melalui penggunaan berbagai media seperti media cetak dan elektronik.

Seperti dalam amanah Ren-cana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 bahwa
untuk membangun kualitas SDM yang berkualitas, berkarakter dan mempunyai daya saing
tinggi, salah satu focus prioritas pembangunan bidangnya adalah melalui pengendalian penduduk
yang difokuskan pada revitalisasi program KB, penyerasian data dan informasi kependudukan
dari berbagai sumber seperti sen-sus ataupun data registrasi vital.

Demikian dikatakan Kepala Seksi Advokasi, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) BKKBN
Sumut, Drs Anthony S.Sos. Dikatakan Toni, tujuan utama dari kegiatan Advokasi dan KIE ini
adalah untuk mendorong terjadinya proses peru-bahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku
masyarakat terhadap program KB.

Dari awalnya tidak tahu menjadi tahu, dari sikap menjauhi menjadi dekat, dari tidak mendukung
menjadi mendukung, hingga akhirnya masyarakat secara sadar dan penuh tanggung jawab ikut
berpartisipasi secara aktif mendu-kung KB.

Saat ini program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang telah
diundangkan dalam Undang-Undang No. 52 tahun 2009 ten-tang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Ke-luarga, meghadapi tantangan yang semakin berat dan peru-bahan strategi
yang semakin berkembang, dimana pembangunan Kependudukan di Indonesia telah diletakkan
dalam konteks pembangunan SDM yang mencakup pem-bangunan manusia sebagai Subjek
(human capital) dan mencakup siklus dari manusia itu sendiri (life cycle approach).

Hasil Sensus Penduduk 2010, Indonesia menduduki peringkat ke empat setelah Cina, Indian dan
Amerika dengan kuantitas 237,6 juta jiwa, yang berarti lebih tinggi dari angka proyeksi para ahli
kependudukan yang memberi target 235 juta jiwa. Bila yang menjadi target Advokasi KIE
tersebut dapat dicapai, maka keberhasilan pelaksanaan program KB di masyarakat telah berada
di depan mata.
Apalagi bila masyarakat telah berani berkorban secara mandiri demi terwujudnya keluarga-
keluarga yang berada dalam lingkungannya menjadi keluarga kecil yang bahagia dan sejah-tera,
ujarnya.

Memperhatikan perjalanan panjang pelaksanaan program KB yang dimulai dari tahun 1970
sampai saat ini, Toni menjelaskan, mengalami pasang surut dimana program KB pernah
mencapai puncak kejayaannya di tahun 1990an, kemudian semenjak diberlakukannya otonomi
daerah tahun 2000 hingga 2006 program KB melemah dan semua infrastruktur KB berantakan,
baru setelah tahun 2007 dengan diberlakukannya PP 38 dan 41 tentang kewenangan dan
perumpunan organisasi pemerintah.

Dimana program KB sudah menjadi kewenangan dan tang-gung jawab daerah dan kelem-bagaan
KB telah diatur dalam PP 41 menjadi lembaga utuh atau merger dengan Pemberda-yaan
Perempuan maka program KB mulai menggeliat kembali dan pada tahun 2008 Presiden RI
Susilo Bambang Yudhoyono mengintruksikan untuk Revitalisasi Program KB, secara ber-tahap
program KB mendapat perhatian dari pemerintah ditandai dengan kembali adanya rekruitmen
Penyu-luh KB.

Namun dalam perjalanannya, program KB tidak mung-kin berjalan baik bila hanya ditangani
oleh pemerintah saja tanpa dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, ula-ma, organisasi
profesi, lembaga swadaya masyarakat, bahkan pemuda dan remaja pada umumnya. Tidak dapat
dikesampingkan pula peran kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dan pelaku seni yang
selama ini tidak bosan-bosannya menyuarakan KB di masyarakat. Mereka adalah ujung tombak
KB yang sebenarnya di masyarakat, manakala intensitas Advokasi KIE para Penyuluh KB di
lapangan mengalami penurunan.

Seiring dengan diberlakukannya visi dan misi baru program KB yakni Seluruh Keluarga Ikut
KB dan mewu-judkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, tuntutan advokasi dan KIE KB yang
makin intensif merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar. Sasarannya tidak hanya
masyara-kat, tetapi juga lintas sektor dan para pengambil kebijakan di tingkat kabupaten/kota,
kecamatan hingga desa.

Mereka harus dipahamkan betul tentang apa itu KB, man-faat dan hasil-hasil yang ingin dicapai
sekaligus program dan kegiatan riil yang dilakukan untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Dengan Advokasi dan KIE yang intensif, kita dapat berharap semua stakeholder KB akan
memberikan kontribusi peran yang signifikan yang secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan KB dimasyarakat.

Kondisi saat ini yang diha-rapkan yaitu, program KKB menjadi bagian penting pembangunan
nasional. dukungan politis dan operasional stake-holder, berjalannya mekanisme KIE program
KKB di lini lapangan, serta dapat dimanfaatkannya media masa dengan baik dan efektif dalam
penyam-paian informasi program KKB, paparnya.

Sebagai Individu yang ber-tugas melakukan advokasi pada dirinya harus punya pemahaman
bahwa bangsa yang besar ini mempunyai cita-cita yang sangat luhur yaitu memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita luhur
tersebut dimulai dari pembentukan karakter keluarga, karena keluarga merupakan wahana utama
dan pertama dalam pembentukan karakter bangsa.

Oleh karena itu salah satu focus program KB adalah untuk memberdayakan seluruh keluarga
Indonesia agar menjadi keluarga yang memiliki keta-hanan menyeluruh, kuat dan mampu
bersaing untuk melan-jutkan kelangsungan hidup bangsa. Hal ini seiring dengan cita-cita
program KB mewujud-kan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

Sebagai langkah awal, para pengelola Advokasi dan KIE perlu membekali dengan penguasaan
pengetahuan dan pemahaman bahwa manusia hidup mengimplementasikan diri sebagai wakil
Tuhan di bumi.

Hal ini mengandung mak-na bahwa manusia sebagai mahluk social harus saling mengasihi
kepada sesamanya, sehingga dalam melakukan kegiatan advokasi dan KIE harus melalui
pendekatan cinta kasih. Setiap pekerjaan mempunyai dinamika sendiri, ada yang menarik dan
menantang, dan ada kalanya terlihat berat dan mungkin membebani. Begitu pula dengan
pengelola Advokasi dan KIE, pekerjaannya menuntut untuk berhubungan dengan banyak orang
dengan latar belakang pendidikan, ekonomi dan social budaya.

Demikian juga dengan sikap, pandangan dan perilaku khalayak yang berbeda-beda terhadap
program KKB menjadi tantangan bagi pengelola Advokasi dan KIE. Beban kerja yang berat akan
terasa ringan apabila pekerjaan itu dimaknai sebagai amanah sehingga dilakukan dengan tulus
iklas yang pada akhirnya dapat mencintai pekerjaan itu sendiri, tukas Toni yang juga merang-
kap Ketua Koni Belawan.
Manajemen advokasi dan KIE menghendaki kinerja yang efektif dan efisien dalam mencapai
khalayak sasaran advokasi dan KIE, sehingga setiap individu yang berkontribusi dalam advokasi
dan KIE harus memiliki kemampuan/karakter yaitu, Sumber Daya Manusia Berkualitas,
berkomunikasi secara informative dan persua-sive, mempunyai integritas, energik atau semangat,
inisiatif yang positif, arif dan bijaksana.

KERANGKA KERJA ADVOKASI KEBIJAKAN KESEHATAN

KERANGKA KERJA ADVOKASI KEBIJAKAN KESEHATAN

A.Advokasi Kebijakan Kesehatan

Pada masa Orde Baru, advokasi merupakan kata yang sering di salah artikan
sebagai upaya menentang pemerintah, upaya makar atau anti pemerintah, bahkan
kadang di lihat sebagai upaya merongrong pemerintahan . Akibatnya, sebagian
besar masayarakat mengalami keengganan untuk melakukan upaya advokasi,
bahkan banyak NGO maupun organisasi kemasyarakatan sering menolak program-
program yang mereka lakukan di sebut tindakan advokasi.

advokasi sebenarnya bukanlah tindakan yang membahayakan, atau sebagai


tindakan makar seperti yang sering di tuduhkan pada jaman Orde Baru. Advokasi
dalam pengertian yang paling sederhana hanyalah sebuah upaya atau suatu usaha
yang sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi atau mendesak terjadinya
suatu perubahan atas kebijakan publik agar berpihak pada kepentingan
masyarakat. Dengan demikian, latar belakang advokasi yang paling mendasar
adalah mendorong perubahan agar tercipta keadilan sosial melalui penciptaan
struktur kebijakan yang berpihak kepada kepentingan seluruh rakyat.

Kemudian, bila di hubungkan dengan persoalan kesehatan, maka tujuan advokasi


kebijakan kesehatan adalah merubah atau mengontrol kebijakan publik yang
menyangkut kebijakan kesehatan agar berpihak pada kepentingan seluruh
masyarakat, termasuk masyarakat miskin.

Dalam melakukan advokasi kesehatan, warga negara harus di letakan sebagai


subjek utama dalam proses advokasi. Dan warga negara yang menjadi korban
kebijakan, sebaiknya menjadi basis gerakan untuk mendorong lahirnya kebijakan
publik yang lebih baik. Topatimasang (2001) dalam hal ini, menegaskan bahwa
advokasi adalah upaya untuk memperbaiki atau merubah suatu kebijakan publik
agar sesuai dengan kehendak atau kepentingan mereka yang mendesakkan
terjadinya perubahan tersebut.

Seperti di sebutkan diatas, advokasi sangat terkait dengan kebijakan publik. Oleh
karena itu, sebelum melakukan advokasi kesehatan, sebaiknya kita perlu
memahami apa itu kebijakan publik dan bagaimana melakukan analisa terhadap
masalah kebijakan.

Secara etimologis istilah kebijakan berasal dari bahasa yunani yaitu Polis
(negara/kota), inilah sebabnya dalam bahasa moderen digunakanlah istilah policy.
Menurut Topatimasang (2001) kebijakan publik adalah suatu kebijakan tertentu dari
pemerintah yang menyangkut kepentingan umum. Seperti UUD, UU, Kepres, Perda,
Perdes dll. sehingga analisis kebijakan publik menjadi suatu kebutuhan yang
sangat penting dalam proses advokasi, sebab melalui proses analisis, kita akan
mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk melihat dan menguji
pertimbangan apa yang mendasari para pengambil keputusan untuk membuat
kebijakan tersebut.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses analisis kebijakan,
yaitu :

Isi Hukum (content of Law) yakni uraian atau jabaran yang secara tertulis
dituangkan dalam bentuk kebijakan tersebut, contohnya perundang-
undangan, peraturan pemerintah dari tingkat pusat sampai desa yang
menyangkut aspek kesehatan. Sehingga dalam hal ini yang menjadi titik
perhatian kita adalah isi naskah atau hukum tertulis yang berlaku, dalam
konteks advokasi kesehatan, khususnya yang mengatur kesehatan. Dalam
kata lain, yang menjadi tujuan adokasi adalah isi dari kebijakan, dan sasaran
advokasi adalah pihak-pihak yang beetanggung jawab terhadap permusan isi
kebijaka, contoh kalau berupa perda berarti Gubernur atau Bupati dan DPRD.
Bila perdes berarti kepala desa dan BPD.

Tatalaksana hukum (Structure of Law) yakni semua lembaga yang akan


menjadi pelaksana dari isi hukum tersebut, dalam hal ini menyangkut
lembaga-lembaga hukum maupun birokrasi pemerintahan dan lain-lain.
Misalnya untuk konteks kesehatan, lembaga-lembaga apa yang akan
menjalankan aturan yang menyangkut aspek kesehatan, dalam hal ini, tidak
harus dinas kesehatan, bisa juga yang lain, seperti penyediaan air bersih saat
ini banyak di kerjakan Kimpraswil atau PU
Budaya Hukum (Culture of Law) yakni persepsi, pemahaman, sikap
penerimaan, praktek-praktek pelaksanaan. Dalam hal ini juga mencakup
respon masyarakat terhadap pelaksanaan isi dan tata laksana hukum
tersebut. Misalnya bagaimana sikap dan tanggapan masyarakat terhadap
pelaksanaan aturan tentang desa siaga, apakah pasif atau proaktif untuk
terlibat dalam menjalankan dan mengontrol pelaksanaan dari kebijakan desa
siaga. Oleh karena itu tujuan advokasi dan sasaran lebih pada pemberdayaan
masyarakat.

Proses advokasi tentang kesehatan dapat dijalankan melalui dua strategi, yaitu :

Strategi berdasarkan litigasi, yakni upaya advokasi yang dilakukan dengan


menggunakan pendekatan melalui proses peradilan, contohnya gugatan
pidana terhadap malpraktek. Gugatan perdata: Misalnya melalui gugatan
perwakilan (class action), dimana pihak yang menjadi pengugat adalah orang
atau kelompok yang menjadi perwakilan dari masyarakat, contohnya gugatan
terhadap pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik yang menimbulkan
lingkungan perkampungan menjadi tidak sehat dan tidak nyaman, Legal
Standing (gugatan perdata biasa dilakukan oleh NGO yang bertindak atas
nama kepentingan masyarakat), Judisial Review (permohonan kepada
mahkamah konstitusi untuk melakukan peninjauan ulang terhadap undang-
undang atau peraturan pemerintah)

Strategi Non Litigasi, yakni upaya advokasi yang tidak melalui jalur peradilan,
misalnya melalui melalui mediasi, demonstrasi, loby, negosiasi, kampanye,
dan lain-lain.

Dalam menjalankan kedua strategi ini, perlu di lakukan pengorganisasian


masyarakat, sehingga masyarakat menjadi sadar atas persoalan kebijakan yang
menimpa kehidupan mereka. Keterlibatan masyarakat harus di mulai dari proses
analisa masalah, penentuan isu strategis, perancangan taktik dan strategi, sampai
pada monitoring dan evaluasi. Contoh, advokasi terhadap pasien jamkesmas yang
di perlakukan secara diskriminatif terhadap RS. Dalam hal ini, advokasi sebaiknya
melibatkan para pasien jamkesmas dan keluarganya yang pernah mengalami
diskriminasi terhadap pelayanan di RS. Ada lagi misalnya, advokasi air bersih, di
suatu daerah yang sangat membutuhkan pipanisasi untuk penyediaan air bersih di
suatu desa miskin, maka advokasi harus melibatkan warga desa, jangan sampai
Organisasi Kader Kesehatan melakukan upaya advokasi tanpa melibatkan
masyarakat.

Dalam melakukan proses advokasi terhadap kebijakan rencana pembangunan


kesehatan sesuai mekanisme UU No 25 tahun 2004, maka Organisasi Kader
Kesehatan perlu mengunakan acuan dari beberapa kebijakan kesehatan yang sudah
ada. Misalnya kebijakan desa siaga. Dalam musrenbang desa, kebijakan desa siaga
dapat di jadikan landasan untuk memasukan prioritas program kesehatan desa.
Kemudian, dalam musrenbang Kecamatan, Organisasi Kader Kesehatan (OKK) dapat
mengunakan Tupoksi Puskemas sebagai acuan dalam merumuskan program
preventif dan promotif sebagai prioritas program untuk kesehatan di Kecamatan.
Puskesmas sebagai unit pelaksana dinas kesehatan tentunya merasa terbantu
dengan upaya yang di lakukan oleh organisasi kader kesehatan.

C. Tahap-Tahap Advokasi Kesehatan

Lakukan indentifikasi masalah kesehatan dan pilihlah satu masalah


yang akan menjadi isue strategis, kemudian lakukan analisa terhadap
masalah kebijakan tersebut, misalnya fokus isuenya adalah desa siaga,
adakan analisa, apakah masalahnya pada isi kebijakannya, pelaksanaannya
atau masyarakatnya yang memang sulit untuk berperan serta secara positif
terhadap masalahnya, Contoh Isi kebijakan sudah baik, tetapi dalam
pelaksanaan tidak di dukung oleh anggaran daerah, sedangkan banyak desa
yang masyarakatnya masih hidup dengan kemiskinan, kalau mereka harus
secara full swadaya untuk menydiakan sumber daya kesehatan, maka jelas
masyarkat tidak mampu.

Rumuskan Tujuan Advokasi. Seperti contoh 10% ADD (anggaran alaokasi


desa) dan anggaran kesehatan desa dari Kabupaten dapat di gunakan untuk
program desa siaga. Tujuan advokasi sebaiknya mengunakan beberapa
prinsip seperti realistis, bisa diukur, waktunya jelas dan mampu di lakukan
dengan sumber daya yang di miliki masyarakat.

Kumpulkan data. Advokasi harus di dukung dengan data. Pengumpulan


data langsung di lakukan masyarakat dan pihak pelaksana kebijakan, misal
dinas kesehatan. Bisa juga mengunakan data sekunder yang di peroleh dari
pihak-pihak lain, tetapi syaratnya dapat pertanggung jawabkan. Teknik
pengambilan data bisa di lakukan melalui penyebaran angket, wawancara,
FCD dll, sesuai prosedur pengambilan data.

Menetapkan sasaran advokasi. Di Indentifikasi siapa-siapa saja yang akan


terlibat dalam pengambilan kebutusan terhadap kebijakan yang sedang kita
advokasi., misalnya untuk ADD sasarannya adalah kepala desa, sedangkan
untuk anggaran kabupaten adalah kepala Dinas

Merumuskan pesan kepada sasaran advokasi. Bagaimana kita dapat


merumuskan hal-hal yang menjadi agenda advokasi dalam bentuk rumusan
pesan tertulis dengan berangkat fakta-fakta yang ada.

Menyusun strategi, dalam hal ini sebaiknya gunakan strategi non litigasi,
misalnya lobby, negosiasi, kampanye di media massa dll
Membangun jaringan atau koalisi. Usahan dalam melakukan advokasi
kita dapat membangun jejaring yang kuat, sehingga gerakan advokasi kita
akan mendapatkan dukungan dengan berbagai pihak. J aringan di sini di
harapkan juga melibatkan pihak-pihak yang menjadi sasaran advokasi kita,
sehingga advokasi dapat berjalan dengan baik dan kemungkinan besar dapat
berhasil.

Dukungan logistik untuk advokasi. Dalam melakukan advokasi, kita


butuh biaya atau logistik yang memadai, karena advokasi adalah proses yang
tidak langsung jadi dan berhasil.Oleh karena itu, perlu di buat strategi
pengalangan dana untuk melakukan advokasi

Setiap aktivitas advokasi yang kita lakukan perlu di monitoring atau


di pantau dan evaluasi, sebab strategi advokasi perlu kreatifitas dengan
memanfaatkan momentum, Tetapi catatan perubahan strategi satu terhadap
yang lain harus berangkat dari hasi monitoring dan evaluasi, sehingga tidak
terkesan reaktif.

D. Prinsip Advokasi
Dalam melakukan Advokasi ada beberapa kaidah atau prinsip Advokasi yang harus
di perhatikan (Insist, 2002) :

Mulailah dengan berbaik sangka artinya tidak semua politisi maupun


pembuat kebijakan memiliki sifat yang tidak baik, selalu saja ada diantara
mereka yang masih mempunyai integritas dan kepedulian pada rakyat, yang
menjadi catatan advokasi bukan menyerang orang tetapi lebih kepada
sistem.

Gagaskan kemenangan-kemenanagan kecil dahulu. Advokasi


merupakan sebuah pertarungan dan sebuah proses yang panjang sehingga
mulailah dengan kemenangan-kemenangan kecil, jangan terlalu berambisi
untuk merubah dalam waktu yang cepat.

Kerjakan apa yang telah direncanakan, seperti yang telah dikatakan


advakasi merupakan pekerjaan yang memerlukan waktu yang panjang maka
tetaplah setia terhadap apa yang telah direncanakan jangan mudah
terpengaruh dan berubah-ubah.

Tetap pada inti persoalan dan jadikan isu anda tetap menjadi isu
yang menarik. Perubahan-perubahan yang bergitu cepat dalam dunia politik
sehingga mempengaruhi persoalan yang sedang kita perjuangkan, oleh
karena itu kita harus tetap setia terhadap proses perjuangan untuk
memperjuangkan persoalan kita.

Bersedialah bermufakat. Dalam upaya advokasi kita harus senantiasa


bersiap dan bersedia untuk bermusyawarak dan bermufakat, hal ini bukan
berarti kita melakukan kompromi-kompromi politik yang merugikan
kepentingan kita, tetapi dengan musyawarah dan mufakat kita dapat
memperjuangkan kepentingan-kepentingan kita.
Jangan melakukan tindakan kekerasan. Di dalam proses advokasi yang
harus menjadi nilai dasar kita adalah anti kekerasan, karena kekerasan pasti
akan melahirkan kekerasan baru.

Bersikap kreatif, artinya kita mampu menciptakan strategi-strategi baru sesuai


kondisi dan lapangan yang dibutuhkan.

You might also like