You are on page 1of 22

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

REFERAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

Maret 2016

POLYMYOSITIS

OLEH :
Wa Ode Ilfah Rahma Y, S.Ked
K1A2 11 042

SUPERVISOR
dr. Sri Muryati., M.Kes., Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
1

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama

: Wa Ode Ilfah Rahma Y

Nim

: K1A2 11 042

Judul Referat

: Polymyositis

Telah menyelesaikan pembacaan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian ilmu penyakit saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada hari
Jumat 11 Maret 2016.

Kendari, 11 Maret 2016


Pembimbing

dr. Sri Muryati., M.Kes., Sp.S

POLYMYOSITIS
Wa Ode Ilfah Rahma Y, Sri Muryati

I.

DEFINISI
Polymyositis (PM) adalah penyakit idiopatik subakut atau kronis
yang penyebab nya tidak diketahui yang ditandai dengan kelemahan simetris
dari otot tungkai dan badan bagian proksimal. Penyakit ini memiliki onset
bertahap dan progresif selama periode beberapa minggu atau bulan. Penyakit
ini menyebabkan kekuatan otot menurun biasanya mempengaruhi otot-otot
proksimal. Polymyositis kelompok penyakit autoimun dimana sel-sel darah

putih, sel-sel radang secara spontan menyerang otot 1-3.


II.
EPIDEMIOLOGI
Idiopatik inflamasi myopati merupakan penyakit yang jarang terjadi,
insiden di Amerika Serikat sekitar 0,5 8,4 kasus per 1000.000 populasi.
Polymyositis di Amerika Serikat lebih banyak ditemukan dalam populasi
kulit hitam, dengan insiden polymyositis 5:1 dermatomyositis 3:1.
Polymyositis jarang ditemukan pada orang-orang Jepang. Polymyositis dan
dermatomyositis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan
rasio 2: 1, sedangkan inclusion body myositis dua kali lebih sering terjadi
pada pria. Polymyositis biasanya mempengaruhi orang dewasa umur > 20
tahun, terutama mereka yang berusia 45- 60 tahun. Polymyositis jarang
menyerang anak-anak.. Dermatomiositis juga merupakan penyakit pada
orang dewasa, namun dapat di jumpai pada anak-anak usia 5-14 tahun.
Inclusion body myositis 80 % yang lebih tua dari 50 tahun di awal. 4
III.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
3

Otot skelet merupakan organ kontraktil yang berfungsi untuk


pergerakan. Sebagian besar otot skelet berhubungan dengan tulang melalui
tendon. Otot skelet terdiri dari sel-sel otot yang berbentuk serabut (fiber)
dengan struktur tertentu. Kumpulan serabut otot disebut fasikula (fascicle),
dan setiap serabut di dalam fasikula dipersarafi oleh neuron motor yang
berbeda. Secara fungsional serabut otot dikelompokan kedalam uni motor
yang terdiri dari lower motor neuron yang berasal dari kornu anterior
medulla spinalis dan serabut otot yang dipersarafinya. Semua serabut otot
dalam unit motor adalah dari jenis yang sama 5.
Berdasarkan metabolisme dan responnya terhadap rangsangan,
serabut otot dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu
Serabut otot tipe 1 (slow twitch oxydative) memiliki respon terhadap
rangsangan listrik lebih lambat, intensitas kontraksi moderat dan tahan
lelah terhadap rangsangan berulang. Serabut tipe 1 ini memiliki sejumlah
besar mitokondria dan banyak mengandung lemak.
Serabut otot tipe 2a (fast twitch oxidative glycilytic fiber) merupakan
jenis antara serabut tipe 1 dan tipe 2a.
Serabut otot tipe 2b (fast twitch glycolytic fibers) mempunyai respon
terhadap rangsangan listrik lebih cepat dengan intensitas kontraksi yang
kuat, tetapi cepat lelah. Dalam serabut ini banyak terdapat miofosforilase
dan mioadenilat deaminase serta glikogen 5.
Karakteristik setiap serabut otot biasanya terjadi dalam masa
pertumbuhan dan selanjutnya dipelihara melalui interaksi antara neuron
motor dengan otot yang dipersarafinya. Distribusi dan spesifitas serabut
otot dapat dipengaruhi oleh reinervasi, latihan fisik dan proses penyakit.
4

Setiap serabut otot terdiri dari dari sel multinuclear yang dikelilingi oleh
membrane plasma yang disebut sarkolema. Serabut otot mengandung
protein kontraktil yang disebut miofilamen yang terdiri dari aktin, myosin,
troponin, dan tropomiosin. Miofilamen terendam dalam dalam sitoplasma
yang disebut sarkoplasma, terdapat diantara serabut otot dan dikelilingi
oleh reticulum sarkoplasmik dijalankan melalui suatu lubang dan saluran
yang disebut system t-tubule5.
Kontraksi otot dimulai dari adanya suatu potensial aksi berjalan
disepanjang sebuah saraf motorik sampai ke ujungnya pada serabut otot.
Disetiap ujung, saraf mensekresi subtansi neurotransmitter yaitu
asetilkolin dalam jumlah sedikit. Asetilkolin bekerja pada area stempat
pada membran serabut otot untuk membuka banyak kanal gerbang
asetilkolin melalui molekul-molekul protein yang terapung pada
membran. Terbukanya kanal gerbang asetilkolon memungkinkan sejumlah
besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membrane serabut otot.
Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membrane.
Potensial aksi akan berjalan disepanjang membrane serabut otot dengan
cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membrane
serabut saraf. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran
otot, dan banyak aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat
serabut otot. Disini potensial aksi menyebabkan reticulum sarkoplasma
melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di dalam
reticulum ini. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara
filament aktin dan miosin, yang menyebabkan kedua filament tersebut
5

bergeser satu sama lain dan menghasilkan proses kontraksi. Setelah


kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam reticulum
sarkoplasma oleh pompa membrane Ca++, dan ion-ion ini tetap disimpan
dalam reticulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi,
pengeluaran ion kalsium dari myofibril akan menyebabkan kontraksi otot
IV.

berhenti.6
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Polymyositis merupakan sindrom imun sekunder yang berkaitan
dengan kerusakan imunitas seluler yang paling sering dikaitkan dengan
penyakit autoimun sistemik lainnya. Ini mungkin karena berbagai
penyebab yang terjadi seperti infeksi virus, keganasan, atau gangguan
jaringan ikat. Sampai saat ini, tidak ada penyebab pasti dari polymyositis
yang telah diisolasi oleh peneliti ilmiah. Sementara agen yang memicu
awal tetap tidak diketahui, kemungkinan infeksi tertentu seperti virus
atau trauma otot. Ada banyak penyakit menular yang diduga memicu
penyakit, terutama Coxsackie virus B1, HIV, T-lymphotropic virus
manusia 1(HTLV-1), hepatitis B dan C, influenza, echovirus, dan
adenovirus.1,4.
Banyak obat-obatan juga dapat menyebabkan miopati, seperti
hidroxicloroquine dan colchicine. Pada biopsi otot menunjukan
inflamasi kronik pada danpolymyositis. Obat-obatan seperti Dpenicillamine, hydralazine, procainamide, phenytoin, dan ACE inhibitor
mempunya hubungan dengan tipe inflamasi miopati. Inflamasi otot yang
berat dapat juga menyebabkan rhabdomyolysis.4
6

Penyakit polymyositis diduga berhubungan dengan sistem imun


tubuh. Adanya cedera otot yang diperantarai oleh virus atau
mikrovaskuler

menyebabkan

pelepasan

dari

autoantigen

otot.

Autoantigen otot ini kemudian disampaikan pada limfosit T oleh


makrofag dalam otot. Aktifasi T limfosit ini menyebabkan proliferasi
dan pelepasan sitokin seperti interferon gamma dan interleukin 2.
Interferon gamma menyebabkan aktifasi makrofag lagi dan pelepasan
mediator inflamasi seperti IL-1 dan TNF alfa. Sitokin kemudian
menyebabkan ekspresi yang menyimpang dari histokompabilitas
kompleks mayor (MHC) molekul kelas I dan lidan adhesi molekul pada
sel otot. Keruskan serat otot terjadi ketika CD8+ limfosit (sitotoksik)
bertemu dengan antigen bersama dengan MCH molekul kelas I pada sel
otot. Makrofag kemudian menyebabkan kerusakan otot, baik langsung
V.

maupun secara tidak langsung melalui pengeluaran sitokin.


MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang utama adalah kelemahan otot yang dapat
mengenai sebagian atau semua otot skelet, timbul akut atau subakut.
Paling sering mengenai otot proksimal gelang bahu dan gelang panggul,
kadang-kadang dapat juga mengenai otot lain, sehingga menimbulkan
kesulitan mengangkat kepala, berjalan lurus, dan sebagainya. Gejala
utamanya adalah kelemahan otot ekstremitas bagian proksimal. Otototot yang terkena semuanya nyeri, pegal, atau sengal. Otot-otot larings
juga bisa terkena. Kesulitan menelan menyebabkan ancaman aspirasi
yang dapat mengancam jiwa. Pada kasus berat semua otot skelet dapat
7

terkena, sehingga pasien terpaksa tinggal ditempat tidur karena tidak


dapat bergerak. Otot dapat membengkak, keras dan kaku. Sehubungan
dengan itu perlu dilakukakn penilaian kekuatan otot-otot untuk
mendiagnosis dan penatalaksanaan selanjutnya. Refleks tendon pada
umumnya menurun5,8.

Gambar 1. Otot yang terkena pada polymyositis


Gejala sistemik dapat berupa badan lemah, demam, malaise,
anoreksia, dan berat badan menurun5.
Pada kulit akan tampak ruam heliotrope, yaitu ruam ungu
kemerahan agak bersisik yang dapat ditemukan di daerah periorbital,
malar, dahi, dan lipatan nasolabialis. Selain itu dapat ditemukan papul
gottron yaitu papul-papul ungu kemerahan pada daerah interfalang jarijari. Di daerah dada dan leher dapat ditemukan ruam kemerahn yang
berkonfluens yang disebut V-sign rash, sedangkan didaerah bahu dan
proksimal lengan dapat ditemukan ruam kemerahan yang disebut Shawlsign rash. Pada kuku dapat ditemukan eritema periungual, pertumbuhan
kutikular daan dilatasi lengkung kapiler. Pada sendi dapat ditemukan
sinovitis subakut yang mungkin menyerupai gambaran arthritis
rheumatoid5.
8

Gambar 2. Manifestasi klinis polymyositis


Pada paru dapat ditemukan fibrosis paru dan pneumonia
interstitialis, sedangkan pada saluran cerna dapat ditemukan disfagia dan
VI.

enterovaskulitis 5.
DIAGNOSIS
Diagnosis polymyositis pada hakekatnya merupakan diagnosis
klinis, yang didasarkan adanya kelemahan otot skelet proksimal yang
diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium yang sesuai.
Kriteria diagnosis Polymyositis menurut Bohan dan Peter :

1. Kelemahan simetris otot gelang bahu dan panggul dan otot fleksor
anterior leher yang progresif berminggu-minggu sampai berbulanbulan dengan atau tanpa disfagia atau keterlibatan otot pernafasan
2. Keterlibatan histologik otot skelet menunjukan tanda-tanda nekrosis
pada serabut otot tipe1 dan 2, fagositosis, regenerasi dengan
basofilia, inti sarkolema yang besar dengan anak inti yang prominen,
atrofi perivaskular, ukuran serabut otot yang bervariasi dan eksudat
inflamatorik.
3. Peningkatan kadar enzim otot skelet dalam serum (CK, aldolase,
SGOT, SGPT, dan LDH).
4. Gambaran elektromiografi menunjukan triad unit motor yang
pendek, kecil, polifasik, fibrilasi, gelombang positif yang iritabilitas
insensional, dan bizarre high-frequency discharge.
5. Gambaran dermatologic yang spesifik yang meliputi diskolorisasi
helitrop pada kelopak mata disertai edema periorbital, dermatitis
eritematoskuama pada dorsum manus terutama pada daerah MCP
dan PIP (Gottrons sign), dam keterlibatan lutut, siku, maleolus
,medial, muka leher dan badan bagian atas5,9.

VII.

DIAGNOSIS BANDING
Tabel 1. Diagnosis Banding3

Kriteria

Polymyos Dermatomyo
itis

Pola

Onset

sitis

Onset

Necrotizi

Inclusion

ng

Body

Autoimun

Myositis

Myositis
subakut, Onset akut Onset lambat,
10

kelema

subakut,

kelemahan

atau subakut, kelemahan

han

kelemahan

simetris

otot

simetris

proksimal,

bagian

terdapat

ruam proksimal,

dan

proksimal,

pada

kulit, sering

atrofi

orang

mengenai semua memberat

dewasa

usia

bagian kelemahan
bagian

pada

dari
proksimal
pada

M.Quadricep

orang s,

dewasa

distal,

lengan,

kelemahan
pada

otot

wajah,
mengenai
Kadar
Creatini

usia 50 tahun
Tinggi (pada Tinggi (50 kali Sangat tinggi Norimal atau
fase

awal dari nilai normal)

(bisa >50 kali sedikit

bisa 50 kali

nilai normal miningkat

Kinase

nilai normal,

pada

fase

awal)

kronis

fase dan bisa 10


kali dari nilai

10 kali nilai

normal

normal )

Electro

Myopati unit Myopati

myogra

(aktif

phy
Biopsi
otot

unit Myopati unit Myopati unit

dan (aktif dan kronis)

(aktif )

(aktif

kronis)

kronis)

Sel-sel CD8+ Inflamasi


menyerang

perivaskular,

pada Tersebarnya
serabut

Sel-sel CD8+

otot menyerang

serabut otot perimisial,

yang

serabut

yang

mengalami

yang

adanya

dan

sehat, perifasicular,

nekrosis serat otot nekrosis

otot
sehat,

adanya
11

eksprei MHC wedge-like,


kelas I

atrofi

antigen,

perifasicular

dengan

eksprei MHC

dari makrofag,

kelas I

tidak

antigen,

tidak

ditemukan

adanya

ditemukan

CD8+

vakuola, ada

vakuola,

deposit

distrofi

adanya

amiloid

inflamasi

deposit

congophilic

dan vakuola, dan

komplemen
MRI

Menunjukan

Menunjukan

pada kapiler.
Menunjukan

Menunjukan

inflamasi

inflamasi aktif

inflamasi

keterlibatan

aktif

otot

aktif

yang

selektif,

dan

sulit
dibedakan
atrofi

dari

peradangan
kronik
Tabel diatas menunjukan bahwa diagnosis banding dari polymyositis
terdiri dari dermatomyositis, necrotizing autoimun myositis, dan inclusion
body myositis. Berdasarkan onset dapat dibedakan polymyositis dan
dermatomyositis memiliki onset subakut, sedangan pada necrotizing
autoimun myositis onset akut, dan inclusion body myositis onset kronik.
Pola kelemahan otot pada ke empat penyakit tersebut sama yaitu kelemahan
pada otot proksimal dan simetris. Namun pada dermatomyositis biasa ada
manifestasi dari kulit seperti ruam, dan pada inclusion body myositis selain
12

kelemahan otot proksimal disertai dengan otot distal, terdapat atrofi pada
otot,dan bisa mengenai otot wajah.3
Pemeriksaan laboratorim yaitu Creatinin Kinase untuk masingmasing

memiliki

interpretasi

berbeda.

Pada

polymyositis

dan

dermatomyositis kadar Creatinin Kinase meningkat 50 kali dari nilai normal


dan fase kronis sampai pada 10 kali nilai normal. Pada necrotizing autoimun
myositis kadar Creatinin Kinase sangat tinggi bisa mencapai > 50 kali nilai
normal. Pada inclusion body myositis kadar Creatinin Kinase dapat normal
atau sedikit meningkat dan hanya bisa mencapai 10 kali nilai normal. 3
Pada

pemeriksaan

Electromyogram

ke

empat

penyakit

ini

memberikan gambaran yang sama yaitu miopati unit pada fase aktif dan
kronis. 3
Pemeriksaan biopsi otot pada polymyositis tampak sel-sel CD 8+
menyerang serabut otot yang sehat dan terdapat ekspresi MHC kelas 1,
distrofi inflamasi dan tidak ditemukan vakuola. Dermatomyositis tampak
inflamasi pada perivaskular, perimisial, perifasicular, nekrosis serat otot
wedge-like, atrofi dari perifasicular. Necrotizing autoimun myositis tidak
ditemukan CD8+ dan vakuola, namun terdapat gambaran nekrosis dari
serabut otot dan deposit komplemen pada kapiler. Inclusion body myositis
tampak adanya vakuola dan deposit amiloid congophilic.3

13

Gambaran MRI pada polymyositis, dermatomyositis dan necrotizing


autoimun myositis adalah sama karena menunujkan inflamasi aktif, hanya
pada inclusion body myositis menunjukan peradangan kronik. 3
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Pemeriksaan

laboratorium

sangat

membantu

untuk

mendiagnosis abnormalitas dari enzim otot pada serum pasien


polymyositis. Pada hasil laboratorium ditemukan Creatinin Kinase
tinggi biasanya 5-10 kali dari nilai normal.
Phosphokinase

(CPK)

menunjukan

Enzim Creatinin

kerusakan

otot

yang

menyebabkan sel otot untuk membuka dan menumpahkan isinya ke


dalam aliran darah. Karena sebagian besar CPK ada pada otot,
peningkatan jumlah enzim ini di darah menunjukkan bahwa
kerusakan otot telah terjadi. Selain CPK, kadar SGOT, SGPT dan
aldolase dapat meningkat, demikian juga laju endap darah dan CReaktif protein. Didalam urin juga didapatkan peningkatan kadar
miogloin dan kretinin1,10.
B. Electromyogram (EMG)
EMG digunakan untuk mengukur aktivitas otot dan untuk
memberikan petunjuk dimana penyebab kelemahan otot atau
kelumpuhan, masalah otot seperti otot berkedut, mati rasa,
kesemutan, atau nyeri, dan kerusakan saraf atau cedera. EMG

14

berguna dalam diagnosis PM. Pada EMG ditemukan fibrilasi spontan


dan potensial polifasik serta berjangka pendek menunjukan adanya
aktifasi insersional. Studi conductions saraf biasanya normal1,10.
C. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pencitraan otot menggunakan tes radiologi seperti Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dapat menunjukkan daerah peradangan
otot, pembengkakan, atau jaringan parut. MRI biasa digunakan untuk
menentukan lokasi dari biopsi otot. Pada polymyositis awal, tampak
gambaran otot yang homogen pada MRI. Pada inflamasi aktif terjadi
peningkatan sinyal dengan gadolinium atau T2. Pada inflamasi
kronis, otot dapat diganti dengan jaringan lemak dan otot mengalami
atrofi1,10.

Gambar 3. MRI menunjukan peningkatan signal pada musculus


Quadricep bilateral dan adanya miositis inflamasi 4

D. Biopsi Otot
Biopsi otot adalah salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
myositis dan gangguan otot lainnya. Biopsi otot digunakan untuk

15

mengkonfirmasi

adanya

peradangan

otot

yang

khas

dari

polymyositis. Biopsi otot melalui prosedur pembedahan dimana


jaringan otot diambil untuk analisis oleh seorang ahli patologi,
spesialis dalam memeriksa jaringan di bawah mikroskop. Otot sering
digunakan untuk biopsi termasuk otot paha bagian depan, otot bisep,
otot lengan, dan otot bahu. Hasilnya dapat menunjukkan gambaran
nekrosis fokal serabut otot dengan garis-garis serat lintang otot
menghilang disertai inti sarkolema yang lebih gelap. Jaringan
nekrosis di infiltrasi dan mungkin difagositosis oleh sel-sel radang
akut dan kronik. Juga tampak infiltrasi sel-sel radang kedaerah
perivaskular, kadang-kadang tampak gambaran vaskulitis. Sel-sel
limfosit tampak menginfiltrasi secara difus ke daerah-daerah diantara
serabut otot1,10.

Gambar 2. Menunjukan adanya infiltrate inflamasi pada endomisial


mononuclear dan nekrosis pada serabut otot6

IX.

PENATALAKSANAAN
A. Non Farmakologi

16

Pada fase akut, pasien dianjurkan untuk istrahat tirah baring.


Gerakan pasif harus dilakukan selama masa akut untuk mencegah
kontraktur. Setelah fase akut teratasi, pasien harus melakukan latihan
aktif, baik latihan isometric maupun isotonic. Peran fisioterapi
sangat penting, tidak hanya untuk membantu melakukan tes
kekuatan otot, tetapi juga dalam membuat perencanaan program
latihan untuk penguatan otot. Latihan-latihan ini sangat penting
untuk mencegah atrofi otot dan kontraktur5.
B. Farmakologi
Kortikosteroid merupakan obat lini

pertama

untuk

polymyositis, prednisone dengan dosis 60 mg/hari sampai 2


mg/kgBB Perbaikan klinik akan terlihat pada minggu pertama
pengobatan atau bertahap dalam waktu 3-6 bulan. Evaluasi kekuatan
otot dan kadar CK harus dilakukan setiap 3 minggu sekali. Pada
minggu ke 6, keputusan dosis steroid harus ditentukan. Bila keadaan
pasien membaik, maka dosis awal steroid dipertahankan sampai
kekuatan otot dan kadar CPK kembali normal. Dosis tersebut masih
harus dipertahankan sampai 4-8 minggu kemudian, baru diturunkan
secara perlahan yaitu 10 mg/hari setiap bulan. Setelah dosis
prednisone mencapai 10mg/hari selama satu bulan, dosis diturunkan
lagi menjadi 5 mg/hari dan dipertahankan sampai 1 tahun. Bila
selama penurunan dosis steroid timbul kekambuhan, maka dosis
steroid dinaikan lagi ke dosis sebelumnya5.

17

Bila pada minggu ke 6 setelah steroid diberikan tidak


menunjukan perbaikan yang diharapkan, maka dapat ditambahkan
azatioprin dengan dosis 2-3mg/kgBB, dimulai dengan dosis 50 mg 1
kali sehari. Bila setelah 3 minggu tidak ada perbaikan, dosis
azatioprin dinaikan menjadi 100mg/hari dan dapat dinaikan lagi
sampai tercapai dosis maksimal 150mg/hari. Selama pemberian
azatioprin, harus hati-hati terhadap kemungkinan efek samping
penekanan sumsum tulang dan gangguan fungsi hati5.
Metotrexat juga dapat diberikan baik pada dewasa maupun
anak-anak, dengan dosis awal 7,5 mg/minggu dan dapat dinaikan
sampai 15 mg/minggu bila setelah 4-6 minggu tidak didapatkan
perbaikan yang diharapkan5.
Siklofosfamid dan siklosporin-A jarang diberikan pada
polymyositis walaupun dapat memberikan efek yang baik.
Siklosporin-A memberikan hasil yang baik pada polymyositis
dengan anti Jo-1 positif dan polymyositis refrakter. Dosis
siklosporin-A untuk polymyositis adalah 2,5-5 mg/kgBB/hari.
Selama pemberian siklosporin-A, tekanan darah dan fungsi ginjal
haus dimonitor secara ketat. Bila tekanan darah dan kadar kreatinin
meningkat 20% sejak awal pemberian, maka dosis siklosporin-A
harus diturunkan5.
X.

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


Sebelum era kortikosteroid polymyositis merupakan penyakit
yang berat dengan tingkat kelangsungan hidup kurang dari 40%.
18

Polymyositis pada orang dewasa sekarang memiliki prognosis yang


relatif baik dengan tingkat kelangsungan hidup lima tahun sekitar 90%.
Hanya 30-50% orang dengan polymyositis mencapai pemulihan yang
sempurna dan sebagian besar pasien memiliki masalah fungsional
persisten. Prognosis untuk polymyositis dan respon terhadap terapi
bervariasi dari sangat baik sampai memuaskan. Kebanyakan pasien
merespon baik terhadap pengobatan. Komplikasi dari pengobatan
kortikosteroid jangka panjang dapat menimbulkan osteoporosis. Pada ras
Afrika dan Amerika, usia lanjut, wanita, orang dengan penyakit paruparu interstitial, keganasan, menunda pengobatan, disfagia, disfonia
serta keterlibatan jantung dan paru-paru menunjukan prognosis yang
kurang baik.1

XI.

KESIMPULAN
Polymyositis (PM) adalah penyakit idiopatik subakut atau kronis

yang penyebab nya tidak diketahui yang ditandai dengan kelemahan simetris
dari otot tungkai dan badan bagian proksimal.
Idiopatik inflamasi myopati merupakan penyakit yang jarang terjadi,
insiden di Amerika Serikat sekitar 0,5 8,4 kasus per 1000.000 populasi.
Polymyositis di Amerika Serikat lebih banyak ditemukan dalam populasi
kulit

hitam,

dengan

insiden

polymyositis

5:1

Polymyositis

dan

dermatomyositis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan


rasio 2: 1.

Sementara agen yang memicu awal tetap tidak diketahui,

kemungkinan infeksi tertentu seperti virus, terutama Coxsackie virus B1,


19

HIV, T-lymphotropic virus manusia 1(HTLV-1), hepatitis B dan C, influenza,


echovirus, dan adenovirus. Banyak obat-obatan juga dapat menyebabkan
miopati,

seperti

hidroxicloroquine

dan

colchicines,

D-penicillamine,

hydralazine, procainamide, phenytoin, dan ACE inhibitor.


Manifestasi klinis yang utama adalah kelemahan otot yang dapat
mengenai sebagian atau semua otot skelet, timbul akut atau subakut. Paling
sering mengenai otot proksimal gelang bahu dan gelang panggul, kadangkadang dapat juga mengenai otot lain, sehingga menimbulkan kesulitan
mengangkat kepala, berjalan lurus.
Diagnosis polymysitis berdasarkan gambaran klinis, laboratorium,
histopatologis, elektromiografi, dan dermatologi. Diagnosis banding dari
polymyositis terdiri dari dermatomyositis, necrotizing autoimun myositis,
dan inclusion body myositis.
Penatalaksanaan polymyositis terdiri dari non farmakologi dan
farmakologi. Pada panalataksanaan non farmakaologi pada fase akut adalah
tirah baring dan melakukan gerakan-gerakan pasif, sedangkan setelah selesai
fase akut bias dilakukan gerakan aktif dan fisioterapi. Farmakologi yang
diberikan pada polymyositis adalah kortikosteroid yaitu prednisone,
azatioprin, metotrexat, dan sisklosporin A.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Stacey LC, Narins B. 2005. The Gale Encyclopedia of

Neurological

Disorder. Vol 2. USA.


2. Allan H, Rapper. 2005. Adam and Victors Principles of Neurology. 8th.
McGraw-Hill. New York.
3. Marinos CD.2015. Inflamatory Muscle Disease. The New England Journal
of Medicine. P1734-7
4. Polymyositis. 2015. http://emedicine.medscape.com/article/335925-overview
5. Setiyohadi BG. Miologi. Dalam ; Sudoyo AW, Setiyohadi BG, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke
V. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009.
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta.
EGC. 2007. Hal: 74-6.
7. Mumenthaler M, Mattle H. 2006. Fundamentals of Neurology an Illustrated
Guide. USA.
8. Mardjono M, Sidharta P. 2010. Neurologi Klinik Dasar. Dian Rakyat.
Jakarta.
9. Lerner AJ. 2006. Diagnostic Criteria in Neurology. Humana Press Inc. New
Jersey

21

10. Feldman EL, Rusel WGJW, Zifko UA. 2004. Atlas of Neuromuscular
Disease a Pratical Guideline. Springer-Verlag. New York.

22

You might also like