You are on page 1of 12

Demam Tifoid

Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di indonesia. Penyakit ini


termasuk penyakit yang menular. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang
mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada
tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per
10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai
dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu dari 19.596
menjadi 26.606 kasus.
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di
daerah urban ditemukan 760-810 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan
erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan
pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruh kematian di
Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen
Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit
dengan mortalitas tertinggi.

Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan yang terkontaminasu kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila

Demam tifoid masa lalu atau vaksinasi. 7.) faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium,
akibat aglutinasi silang, dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna diagnostik
untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan saja, hanya berlaku
setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium setempat.

Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
1.) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif.
2.) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara
bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman;
3.) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah
pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat
negatif.;
4.) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin
meningkat.

TUBEX test
Dengan hasil sensitivity and specificity yang lebih tinggi. Mendeteksi IgM langsung
terhadap lipopolisakarida Salmonella typhi 09. Dengan hasil sensitivity and specificity yang
lebih tinggi.

Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai
dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi
yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine)
secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA
yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis,
yaitu double antibody sandwich ELISA

Tatalaksana demam tifoid

Pengobatan
Sampai saat ini dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
Istirahat dan perawatan , dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu
diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan
tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan


mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet merupakan
hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan, karena makanan yang kurang
akan mennurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan semakin lama. Penderita demam tifoid diberi diet bubur saring,
kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang
perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk

pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan
dengan aman pada pasien demam tifoid.

Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran


kuman. Adalah sebagai berikut:
Obat

Dosis

Keterangan

Kloramfenikol

4x500 mg/hari
peroral, intravena

Diberikan s/d 7
hari bebas panas

Tiamfenikol

4x500 mg

Komplikasi
hematologi lebih
rendah

Kotrimoksazol

2x2 tab

Diberikan selama
2 minggu

(1 tab
mengandung
sulfametoksazol
400 mg dan 80
mg trimetoprim)
Ampisilin dan
Amoksisilin

50-150 mg/kgBB

Digunakan selama
2 minggu

Sefalosporin
generasi ketiga
(seftriakson)

3-4 gram dalam


dekstrosa 100cc

Diberikan selama
jam perinfus
sekali sehari.
Diberikan selama
3-5 hari.

2x400 mg/hari

Selama 14 hari

2x500 mg/hari

Selama 6 hari

2x400 mg/hari

Selama 7 hari

400 mg/hari

Selama 7 hari

400 mg/hari

Selama 7 hari

Gol.
Fluorokuinolon:
Norfloksasin
Siprofloksasin
Ofloksasin
Pefloksasin
Fleroksasin

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang
merupakan florokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik
florokuinolon yang dikembangkan kemudian.

Kombinasi Obat Antimikroba


Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja
antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik., yang pernah
terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella.
Kortikosteroid. Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau
demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3x5 mg.

Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil


Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester 3 kehamilan karena dikhawatirkan
dapat terjadi partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada
neonatus.
Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan karena kemungkinan
efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Pada
kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan.
Demikian juga obat golongan fluorokuinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh
digunakan. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.

Tatalaksana Komplikasi Demam Tifoid


Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang
dapat terjadi:

Komplikasi intestinal

Perdarahan intestinal

Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk
tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka
menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.
Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi.
Gangguan koagulasi darah (KID) juga dapat menyebabkan perdarahan.
Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam dengan faktor hemostatis dalam batas normal. Angka
mortalitas cukup tinggi jika ditangani telambat yaitu 10-32 %, bahkan hingga 80 %.
Bila transfusi tidak dapat mengimbangi perdarahan, tindakan bedah perlu
dipertimbangkan.

Perforasi Usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat terjadi pada minggu pertama.
Selain gejala umum pada tifoid, pasien juga mengeluhnyeri perut yang hebat terutama
di kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai
dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50 % penderita dan pekak hati
kadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda lainnya
adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan
pergeseran ke kiri juga dapat menyokong perforasi.
Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada
rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka dapat menunjang adanya
perforasi. Beberapa faktor lainnya adalah usia biasanya 20-30 tahun, lama demam,
obatan, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan
ampisilin
intravena.
Untuk
kontaminasi
usus
dapat
diberikan
gentamisin/metronidazole. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, pasien
dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah diberikan jika terdapat
perdarahan intestinal.

Komplikasi Ekstra-Intestinal
Komplikasi hematologik
Berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan protrombin time,
peningkatan partial thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation product
sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID). Pada KID dekompensata dapat
diberikan transfusi darah, subtitusi trombosit/faktor-faktor koagulasi bahkan heparin.

Hepatitis Tifosa
Pada hepatitis yang disebabkan oleh tifoid, kenaikan enzim transaminase tidak
relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh
karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem
imun yang kurang. Komplikasi hepatoensefalopati, namun jarang.

Pankreatitis Tifosa
Jarang terjadi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta USG/CT Scan dapat
membantu diagnostik dengan akurat.
Penatalaksanaan diberikan antibiotika intravena seperti seftriakson atau kuinolon.

Miokarditis
Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa
keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik.
Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan EKG yang menetap disertai
aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Miokarditis sering menyebabkan kematian.
Biasanya dijumpai pada pada pasien yang sakit berat, keadaan akut, dan fulminan.

Manifestasi neuropsikiatri/tifoid toksik


Dapat berupa delirium, dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, parkinson
rigidity/transient parkinsonism,sindrom otak akut, mioklonus generalisata,
meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis,
meningitis, polineuritis perifer,sindrom Guillain-Barre, dan psikosis.
Diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4x400 mg ditambah ampisilin 4x1 g
dan deksametason 3x5 mg.

Penatalaksanaan pada pengidap tifoid (karier)


Definisi
Adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung S.typhi setelah 1
tahun pasca demam tifoid tanpa disertai gejala klinis.
Kasus tifoid dengan kuman S.typhi masih dapat ditemukan di feses atau urin selama
2-3 bulan disebut karier pasca penyembuhan.

Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa tifoid karier sering disertai infeksi traktus
urinarius serta terdapat peningkatan resiko terjadinya karsinoma kandung empedu,
karsinoma kolorektal, karsinoma pankreas, karsinoma paru dan keganasan di organ
lain.

Diagnosis
ditemukan kuman S.typhi pada biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda
klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid. Dinyatakan
bukan tifoid karier bila telah dilakukan 6 kali pemeriksaan acak tidak ditemukan
kuman S.typhi. Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan serologi Vi.

Penatalaksanaan
Terapi antibiotik
Tanpa disertai kasus kolelitiasis
Pilihan regimen terapi selama 3 bulan
1. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari+probenesid 30 mg/kgBB/hari
2. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari+probenesid 30 mg/kgBB/hari
3. Trimetoprim-sulfametoksazol 2 tablet/2 kali/hari
Disertai kasus kolelitiasis
Kolesistektomi+regimen tsb di atas selama 28 hari, kesembuhan 80 % atau
Kolesistektomi+salah satu regimen terapi di bawah ini
1. Siprofloksasin 750 mg/2 kali/hari
2. Norfloksasin 400 mg/2 kali/hari
Disertai infeksi schistosoma haematobium pada traktus urinarius
Pengobatan pada kasus ini harus dilakukan eradikasi S.Haematobium
1. Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal atau
2. bila perlu berikan 3 dosis, interval 2 minggu. Setelah eradikasi tsb baru
diberikan regimen terapi untuk tifoid karier di atas

Pencegahan demam tifoid

Preventif dan kontrol penularan


3 strategi pokok:
1. Identifikasi dan eradikasi S.typhi
2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi
3. Proteksi pada orang yg beresiko terinfeksi
Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:
Daerah non-endemik

Sanitasi air dan kebersihan lingkungan

Penyaringan
pengelola
makanan-minuman

Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier

pembuatan/distributor/penjualan

Bila ada kejadian epidemi tifoid:


o Pencarian dan eliminasi sumber penularan
o Pemeriksaan air minum dan MCK
o Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tsb

Daerah endemik
-

Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman


yang memenuhi standar prosedur kesehatan

Minum air yang telah melaui proses pendidihan, menjauhi


makanan segar (sayur/buah)

Vaksinasi secara menyeluruh masyarakat

Vaksinasi
Indikasi vaksinasi:
1. Hendak mengunjungi daerah endemik
2. Terpapar dengan tifoid karier
3. Petugas lab/mikrobiologi keseahatan

Populasi: anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas RS, lab
kesehatan, industri makanan/minuman

Individual: pengunjung ke daerah endemik, orang yg kontak erat dengan pengidap


tifoid karier

Jenis vaksin:
-

Vaksin oral: Ty21a (vivotif Berna)

Vaksin parenteral: ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul polisakarida

Beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66 %
selama 5 tahun, laporan lain sebesar 33 % selama 3 tahun.
Dilaporkan insiden turun 53 % pada anak > 10 tahun sedangkan anak usia 5-9 tahun insiden
turun 17 %.
Vaksin parenteral non-aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak
sesefektif dibandingkan dengan ViCPS maupun Ty21a oral.

Kontraindikasi
Vaksin hidup oral ty21a dikontraindikasikan pada yang alergi atau reaksi efek samping berat,
penurunan imunitas, dan kehamilan. Bila diberikan bersamaan dengan obat anti malaria
(klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal setelah 24 jam setelah pemberian obat.
Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamid atau antimikroba
lainnya.

Efek samping
Pada vaksin Ty21a demam, sakit kepala timbul pada orang yang mendapat vaksin. Sedangkan
pada ViCPS efek samping lebih kecil yaotu demam, malaise, sakit kepala, rash, reaksi nyeri
lokal.
Efek samping terbesar pada vaksin parenteral adalah heat-phenol inactivated, yaitu demam,
nyeri kepala, reaksi nyeri lokal, edema, bahkan reaksi berat termasuk hipotensi, nyeri dada,
dan syok meskipun jarang.

Daftar Pustaka

Sudoyo, Aru W., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Interna
Publishing : Jakarta. 2006.
Assesement and comparative analysis of a rapid diagnostic test (Tubex) for the
diagnosis of typhoid fever,Ley benedikt, BMC infectious disease. 2011.Tanzania
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC404619/

You might also like