You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Toksikologi merupakan ilmu atau pemahaman tentang pengaruh berbagai
macam zat-zat kimia yang merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup.
Toksikologi menurut para ahli kimia merupakan ilmu yang bersangkut paut
dengan berbagai macam efek dan mekanisme kerja yang dapat merugikan dari
agen kimia terhadap binatang dan manusia. sehingga untuk mempelajarinya harus
dibekali dengan ilmu-ilmu yang lain. (Nelwan, 2010.)
Sesungguhnya toksikologi merupakan perpaduan berbagai ilmu. Dasar
pembagian ruang lingkup pokok kajian toksikologi adalah cara pemejanan dan
pokok atau masalah yang dikaji. Cara pemejanan dibagi atas pemejanan yang
disengaja dan pemejanan yang tidak disengaja, sedangkan pokok masalah yang
dikaji dibedakan berdasarkan bidang yang dikaji dalam toksikologi secara
umum,diantaranya :
a.
b.
c.
d.

Toksikologi Lingkungan
Toksikologi Forensik
Toksikologi Farmakokinetik
Toksikologi Klinik

Toksikologi terbagi kedalam 3 bagian menurut sumbernya,yaitu :


a. Toksikologi bersumber dari tumbuhan
b. Toksikologi bersumber dari hewan
c. Pestisida
Mekanisme toksik masuk kedalam tubuh manusia terdiri dari berbagai macam
cara,diantaranya :
a.
b.
c.
d.
e.

Tertelan
Topikal (melalui kulit)
Inhalasi
Injeksi
Topikal (melalui mata)

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan identiifikasi?
2) Apa yang dimaksud dengan Isolasi?

3)
4)
5)
6)

Apa yang dimaksud dengan Ekstrasi?


Apa saja jenis-jenis Ekstraksi?
Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan In vitro?
Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan in vivo?

1.3 Tujuan
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Untuk mengetahui pengertian identiifikasi


Untuk mengetahui pengertian Isolasi
Untuk mengetahui pengertian Ekstrasi
Untuk mengetahui jenis-jenis Ekstraksi
Untuk mengetahui pengertian pemeriksaan In vitro
Untuk mengetahui pengertian pemeriksaan in vivo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Identifikasi
Beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi zat beracun dan
karsinogenik adalah melalui struktur kimia. Harus diakui bahwa sangat sulit untuk
memastikan apakah suatu senyawa kimia bersifat racun, karsinogenik atau bahkan

tidak memberika efek. Ada pedoman umum yang dibuat melalui pengelompokan
zat kimia sebagai berikut :
1. Senyawa Beracun Akut
Yaitu hampir semua senyawa halogen beracun seperti brom,klor, flor dan
iodium. Senyawa sianida dan nitril (golongan CN) bersifat racun aktif seperti
hydrogen sianida, hydrogen sulfide, dan nitrogen dioksida bersifat racun akut.
2. Senyawa Beracun Kronis
Yaitu hampir semua logam berat seperti arsen, cadmium, merkuri diketahui
bersifat racun kronis. Golongan senyawa lain seperti vynil klorida, dan
asbestos bersifat racun kronis.
3. Senyawa Karsinogen
Yaitu hampir semua senyawa alkil seperti alfa-halo-eter, sulfonat, epoksida,
elektrofil alkena dan alkuna, semua senyawa organohalogen, hidrazin, Nnitroso, amina aromatic, hidrokarbon aromatic, dan banyak senyawa alamiah.
2.2 Isolasi
Isolasi adalah suatu usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang
bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni.
Tumbuhan mengandung ribuan senyawa sebagai metabolit primer dan metabolit
sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami mengisolasi senyawa
metabolit sekunder, karena dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kandungan senyawa dari tumbuhan untuk isolasi dapat diarahkan pada
suatu senyawa yang lebih dominan dan salah satu usaha isolasi senyawa tertentu
maka dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada
isolasi tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar
dan sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.
(Harborne, 1987)
2.3 Ektraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif

terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam
mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen
kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara
panas dengan cara refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin
dengan cara maserasi, perkolasi dan alat soxhlet.
2.3.1

Jenis- Jenis Ektraksi

a. Ekstraksi secara soxhletasi


Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan.
Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa
samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun
untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai
sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses
sirkulasi. Demikian seterusnyasampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia
tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon.

b. Ekstraksi secara perkolasi


Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan
derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan
penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam.

Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan


cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran
dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap
terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan
selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya.
c. Ekstraksi secara maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan
derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75
bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil
diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi
kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak
berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada
tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan.
d. Ekstraksi secara refluks
Ekstraksi

dengan

cara

ini

pada

dasarnya

adalah

ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan


penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin
tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap,
uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan
kembalimenyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya.
Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4
jam.

e. Ekstraksi secara penyulingan


Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi
pada tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi

kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, maka penyari


dilakukan dengan penyulingan.
2.4 Pemeriksaan In Vitro
Pada prinsipnya pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang
dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup.
Penelitian in vitro mensyaratkan adanya kontak antara bahan atau suatu
komponen bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu sistem biologik. Proses
kontak dapat terjadi secara langsung, dalam arti bahan langsung berkontak dengan
dengan sistem sel tanpa adanya barier atau dengan menggunakan barier.
Pemeriksaan in vitro dapat digunakan untuk mengetahui sitotoksisitas atau
pertumbuhan sel, metabolisme set fungsi sel. Bisa pula pemeriksaan in vitro untuk
mengetahui pengaruh suatu bahan terhadap genetik set. Ada beberapa keuntungan
daripemeriksaan

in

vitro

dibandingkan

dengan

jenis

pemeriksaan

biokompatibilitas lainnya, adalah sebagai berikut:


a. Membutuhkan waktu yang relatif singkat.
b. Membutuhkan biaya yang relatif sedikit.
c. Dapat dilakukan standarisasi.
d. Bisa dilakukan kontrol.
Sebaliknya, kerugian dari pemeriksaan in vitro adalah, karena tidak adanya
relevansinya dengan kegunaannya secara in vivo di kemudian hari. Selain itu,
kerugian lainnya adalah tidak adanya mekanisme inflamasi dalam kondisi in vitro.
Hal yang penting diketahui adalah bahwa dari hasil pemeriksaan in vitro saja
jarang bisa untuk mengetahui biokompatibilitas suatu bahan.
Pada pemeriksaan in vitro terdapat dua macam sel yang biasa digunakan yaitu sel
primer clan sel kontinyu. Kedua sel tersebut mempunyai peran penting dalam
melakukan pemeriksaan in vitro.
a. Sel primer : adalah sel yang langsung diambil dari organisme hidup untuk
kemudian langsung dibiakkan dalam kultur. Sel jenis primer akan tumbuh
hanya untuk waktu yang terbatas, tetapi mempunyai keuntungan bahwa

masih tetap mempertahankan sifat sel pada kondisi in vivo. Merupakan


jenis sel yang sering digunakan untuk melakukan pemeriksaan
sitotoksisitas.
b. Sel kontinyu : adalah jenis sel primer yang ditransformasikan untuk dapat
ditumbuhkan dalam kultur. Karena dilakukan transformasi, maka jenis sel
ini tidak lagi mempertahankan semua sifat sel pada kondisi in vivo.

2.5 Pemeriksaan In Vivo


Pemeriksaan in vivo untuk uji biokompatibilitas biasanya menggunakan
binatang mamalia seperti tikus, kelinci, marmot atau kera. Pemeriksaan in vivo
dengan menggunakan binatang cobs menimbulkan banyak interaksi yang sifatnya
kompleks dalam menimbulkan terjadinya respon biologik. Sebagai contoh, suatu
respon imun akan terjadi pada sistem tubuh hewan, hal mana pasti akan sukar
terlihat pada sistem biakan sel. Oleh karena itu, respon biologik pada pemeriksaan
in vivo secara umum lebih relevan dibandingkan dengan pemeriksaan in vitro.
Beberapa pemeiksaan in vivo yang biasa dilakukan, yaitu :
a. Pemeriksaan iritasi.
Untuk mengetahui apakah suatu material dapat menimbulkan inflamasi
pada mukosa atau pada kulit. Metode yang dilakukan biasanya dengan
menggunakan kelompok kontrol dan perlakuan, bahan dikontakkan pada
mukosa mulut hamster atau marmot.
Selang beberapa minggu, baik kontrol maupun perlakuan diperiksa.
Hewan coba dibunuh untuk dibuat sediaan histologis, untuk selanjutnya
dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya inflamasi.
b. Pemeriksaan implan
Untuk mengevaluasi bahan yang dikontakkan dengan tulang atau jaringan
subkutan.
Biasanya bahan dikontakkan antara satu sampai sebelas minggu. Pada
waktu yang telah ditentukan, respon jaringan dapat dievaluasi dengan
pemeriksaan histologik, biokimiawi atau imunohistokimiawi.

Pemeriksaan implan juga dapat dilakukan untuk mengetahui kemungkinan


terjadinya inflamasi kronis atau pembentukan tumor. Pada pemeriksaan ini
material dikontakkan untuk waktu yang lebih lama, yaitu antara satu
sampai dengan dua tahun.
2.6 Identifikasi dan Isolasi Keracunan
Cara :
1. Uji warna secara kualitatif
2. Kromatografi Lapis Tipis
3. Dengan proses pengabuan
4. Dengan ekstraksi dengan pelarut organik.
I.

Arsen

a. Kualitatif
1. Spot test (uji warna)
Untuk metal & metaloid
Pereaksi : Ammonium sulfida
(+) Arsen kuning
(+) Tembaga hitam
2. Uji Reinsch
Pereaksi : - HCl pekat
-

HCl encer 2 mol/L

Kawat tembaga 2-3 cm

Asam nitrat 500 ml/L aquadest

Cara :
Kawat tembaga terlebih dahulu dibersihkan dengan asam nitrat
(dicelupkan), sehingga permukaan kawat tersebut menjadi cerah, dibilas
dengan aquadest, ditambahkan 10 ml HCl pekat dan 20 ml larutan
uji/sampel, dipanaskan di atas penanas air yang mendidih, ditambahkan

HCl encer agar volumenya tetap, setelah beberapa menit hentikan


pemanasan, tunggu sampai dingin, kawat tersebut dicuci dengan aquadest,
warna yang terjadi tembaga tersebut menjadi hitam kusam.
b. Kuantitatif
Menggunakan generator Arsen/Gutzeit termodifikasi.
Pereaksi : -

Dietilditiokarbamat dalam piridin (5 gr/L)

Larutan Pb asetat dalam aquadest (200 gr/L)

Larutan Timah klorida (5 gr/L) HCl encer

HCl pekat

KI padat

Seng granul

Cara :
-

Dibuat larutan standar Arsen sebagai pembanding

Generator arsen harus bersih (bilas dengan aceton), keringkan

Glasswol dibasahi dengan Pb asetat dan dikeringkan pada suhu kamar,


diletakan di ujung tabung.

Dimasukkan 3 ml Dietilditokarbamat di dalam rangka seperti ular.

Dalam erlenmeyer 2 gr KI + 50 ml sampel, diaduk.

Ditambahkan 2 ml timah klorida + 10 ml HCl pekat, aduk dengan


batang pengaduk.

Sambil diaduk, masukkan 10 gr seng granul.

Segera ditutup rangkaian atasnya.

Dibiarkan selama 45 menit

Lepas

rangkaiannya,

spektrofotometer.
II.

Sianida

a. Kualitatif
Pereaksi : -

NaOH 100 gr/L

ukur

absorban/konsentrasinya

dengan

Larutan Ferrosulfat 100 gr/L

HCl encer 100 ml/L


Aquadest harus dididihkan terlebih dahulu

Cara :
1 ml sampel + 2 ml NaOH + 2 ml Ferrosulfat hingga terjadi endapan.
Untuk melarutkannya ditambahkan HCl secukupnya (jika sudah larut
hentikan penambahan HCl).
(+) Sianida = biru
b. Kuantitatif
Pereaksi : -

NaOH 0,1 ml/L

Larutan Kloramin T 2,5 gr/L

Larutan Natrium Hidrogen Ortofosfat 1 mol/L

Piridin Asam barbiturat 6 gr + 6 mlHCl pekat diencerkan


dengan piridin 30 ml, setelah tercampur volumenya
dicukupkan dengan aquadest sampai 100 ml.

Asam sulfat 1 mol/L.

Cara :
-

Dibuat larutan standar

Mikrodifusi terbuat dari kaca (Conway)

Disiapkan beberapa cawan Conway, masing-masing I (blanko), II


(sampel), berikutnya standar.

Tambahkan pereaksi, blanko 2 ml aquadest + 0,5 ml asam sulfat.

Tiap cawan ditambahkan 2 ml NaOH

Didiamkan, setelah itu digoyang-goyangkan.

NaOH tadi dipipet 1 ml, dipindahkan ke tabung reaksi + 2 ml fosfat +


1 ml kloramin T + 3 ml piridin barbiturat.

Didiamkan 10 menit hingga terbentuk warna biru.

III.

Borat (Na Borax, Dinatrium tetraborat)


Untuk pengawet kayu, insektisida, tetes mata, obat kumur.
a. Kualitatif
Pereaksi : -

Dosis

ketumbar dalam metanol (10 gr/L)

asam klorida (1 mol/L)

ammonium hidroksida (4 mol/L)

: -

kualitatif = 50 ppm

kuantitatif = 20 ppm

dosis yang membahayakan = 3,9 gr

Cara :
-

gunting kertas saring 1 x 5 cm. Perubahan yang terjadi pada kertas


saring tersebut menunjukkan adanya Borax.

Kertas saring tersebut dicelupkan dalam pereaksi pertama 1 gr/L,


dibiarkan mengering pada suhu kamar.

1 ml HCl ditambahkan ke dalam 1 ml sampel, homogenkan.

Masukkan kertas saring tersebut hingga kertas saring tersebut berubah


warna merah kecoklatan.

Kertas saring diangkat dan dikeringkan.kemudian tetesi dengan


ammonium hidroksida

(+) Borax = hitam kehijauan


b. Kuantitatif
Pereaksi : IV.

asam karminat dalam asam sulfat pekat


ammonium sulfat
Pestisida

Yang perlu diperhatikan adalah masa peyimpanan

Bahan
Darah dan urine
Jaringan
Hasil pertanian

Tempat
Lemari es
Freezer
Freezer

OK
14 hari
2 bulan

Kadar air

1 bulan

Kadar air

2 minggu

OF
7 hari
7 hari
7 hari

Karbamat
segera
segera
segera

Cara :
I.

5 gram sampel dibungkus dengan alumunium foil, masukkan ke


dalam beker gelas.

Ditambahkan 10 gram pasir.

Kemudian ditambahkan 10 gram Na.sulfat (anhidrat), diaduk sampai


terbentuk granula.

Ditambah petrolium eter 50 ml.

Dihangatkan di penanas air 400C, sambil diaduk sampai mendidih.

Saring dengan kertas saring, masukkan ke beker gelas (sebelumnya


beker gelas harus ditimbang).

Bilas dengan petrolium eter 2 x 50 ml, saring lagi.

Yang tidak larut dibilas lagi dengan petrolium eter 50 ml, letakkan
lagi di penanas air, kemudian diuapkan sampai kering.

II.

Masukkan dalam desiktor sampai sesuai suhu kamar, dan ditimbang.

lemak diambil, dimasukkan dalam corong pisah dengan cara


menambahkan petrolium eter 10-15 ml.

Ditambah Asetonitril jenuh (100 ml petrolium eter + 200 ml


asetonitril, kocok kuat-kuat dengan corong pisah 30 detik).

Lapisan atas petrolium eter, jika petrolium eter tidak jernih harus
dikocok lagi.

Dikocok 1 menit, lapisan bawah dipindahkan ke corong pisah, tapi


sebelumnya corong yang lain tersebut diisi aquadest sebanyak 650
ml.

Ditambah lagi dengan NaCl jenuh, kocok lagi.

Tambahkan petrolium eter 100 ml, kocok lagi 5 menit.

Lapisan bawah ditampung, lapisan atas diekstrak 3x dengan


asetonitril.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Toksikologi merupakan ilmu atau pemahaman tentang pengaruh berbagai
macam zat-zat kimia yang merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup.
Toksikologi menurut para ahli kimia merupakan ilmu yang bersangkut paut
dengan berbagai macam efek dan mekanisme kerja yang dapat merugikan dari
agen kimia terhadap binatang dan manusia. sehingga untuk mempelajarinya harus
dibekali dengan ilmu-ilmu yang lain. (Nelwan, 2010.)
Isolasi adalah suatu usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang
bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni.
Tumbuhan mengandung ribuan senyawa sebagai metabolit primer dan metabolit
sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami mengisolasi senyawa
metabolit sekunder, karena dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Pada prinsipnya pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang


dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup.
Penelitian in vitro mensyaratkan adanya kontak antara bahan atau suatu
komponen bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu sistem biologik.
Pemeriksaan in vivo untuk uji biokompatibilitas biasanya menggunakan
binatang mamalia seperti tikus, kelinci, marmot atau kera. Pemeriksaan in vivo
dengan menggunakan binatang cobs menimbulkan banyak interaksi yang sifatnya
kompleks dalam menimbulkan terjadinya respon biologik
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari Dosen Pembimbing serta
teman-teman sekalian sangat kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan
dalam pembuatan makalah ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA
http://chrizcreatedkojong25.blogspot.co.id/2013/02/toksikologi-dasarbeginning.html Diakses pada Selasa, 5 April 2016 pukul 18.45 WIB
http://klikbbm.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-isolasi-dan-ekstraksi.html
Diakses pada selasa Selasa, 5 April 2016 pukul 17.30 WIB

You might also like