You are on page 1of 46

TUGAS ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA TBK DAN


ENTITAS ANAK
KODE SAHAM : LSIP
INDUSTRI : PERTANIAN

OLEH :
GINA AULIA
1410522068
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS
OKTOBER 2016

BAB I
ANALISIS INDUSTRI

1) Informasi Mengenai Industri Pertanian


Industri pertanian atau sering disebut dengan Agroindustri adalah kegiatan yang
memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, serta merancang dan menyediakan
peralatan dan jasa untuk kegiatan tersebut.
Pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981) yaitu perusahaan
yang memproses bahan nabati (berasal dari tanaman) atau hewani (dihasilkan oleh hewan).
Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik
atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi.
Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun
sebagai produk bahan baku industri lainnya. Agroindustri merupakan bagian dari kompleks
industri pertanian mulai dari produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau
transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen.
Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interlasi) produksi,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi
produk pertanian.
Dari pandangan para pakar sosial ekonomi, agroindustri merupakan bagian dari lima
subsistem agribisnis yang disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan
peralatan, usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan pembinaan.
Dengan demikian Agroindustri mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP),
Industri Peralatan Dan Mesin Pertanian (IPMP) dan IndustriJasa Sektor Pertanian (IJSP).
Industri Hasil Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa bagian
sebagai berikut :

IPHP Tanaman Pangan, termasuk di dalamnya adalah bahan pangan kaya karbohidrat,
palawija dan tanaman hortikultura.

IPHP
Tanaman Perkebunan,
meliputi tebu, kopi, teh, karet,kelapa, kelapa
sawit,tembakau cengkeh, kakao, vanili, kayu manis dan lain-lain.

IPHP Tanaman Hasil Hutan, mencakup produk kayu olahan dan non kayu seperti
damar, rotan, tengkawang dan hasil ikutan lainnya.

IPHP Perikanan, meliputi pengolahan dan penyimpanan ikan dan hasil laut segar,
pengalengan dan pengolahan, serta hasil samping ikan dan laut.

IPHP Peternakan, mencakup pengolahan daging segar, susu, kulit, dan hasil samping
lainnya.

Industri Peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP) dibagi menjadi dua kegiatan sebagai berikut :

IPMP Budidaya Pertanian, yang mencakup alat dan mesin pengolahan lahan (cangkul,
bajak, traktor dan lain sebagainya).

IPMP Pengolahan, yang meliputi alat dan mesin pengolahan berbagai komoditas
pertanian, misalnya mesin perontok gabah, mesin penggilingan padi, mesin pengering
dan lain sebagainya.

Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP) dibagi menjadi tiga kegiatan sebagai berikut :
1. IJSP Perdagangan, yang mencakup kegiatan pengangkutan, pengemasan serta
penyimpanan baik bahan baku maupun produk hasil industri pengolahan pertanian.
2. IJSP Konsultasi, meliputi kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengawasan mutu serta
evaluasi dan penilaian proyek.
3. IJSP Komunikasi, menyangkut teknologi perangkat lunak yang melibatkan
penggunaan komputer serta alat komunikasi modern lainya.
Dengan pertanian sebagai pusatnya, agroindustri merupakan sebuah sektor ekonomi yang
meliputi semua perusahaan, agen dan institusi yang menyediakan segala kebutuhan pertanian
dan mengambil komoditas dari pertanian untuk diolah dan didistribusikan kepada konsumen.
Nilai strategis agroindustri terletak pada posisinya sebagai jembatan yang menghubungkan
antar sektor pertanian pada kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir. Dengan
pengembangan agroindustri secara cepat dan baik, dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja,
pendapatan petani, volume ekspor dan devisa, pangsa pasar domestik dan internasional, nilai
tukar produk hasil pertanian dan penyediaan bahan baku industri.
2) Kondisi Industri Pertanian Saat Ini
Kondisi pertanian di Indonesia kini terasa cukup memprihatinkan. Di mana Indonesia yang
dikenal sebagai negara agraris (negara yang maju pertaniannya), sekarang malah mengimpor
makanan pokoknya dari negara lain. Bukan hanya beras tetapi hasil pertanian lain pun
mengalami nasib yang demikian.
Indonesia adalah negara produsen beras ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi
Indonesia terhadap produksi beras dunia kira-kira sebesar 8,5% (51 juta ton). Produksi beras
Indonesia yang begitu tinggi tersebut belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya. Dilihat
dari semua aspek, kondisi Indonesia sendiri masih banyak kekurangan. Kekurangan tersebut
bukan semata berasal dari pemerintahannya saja tetapi penduduknya juga.

Faktor-faktor yang menyebabkan pemerintah Indonesia harus mengimpor beras dan hasil
pertanian lainnya diantaranya yaitu akibat meningkatnya jumlah penduduk yang tidak
terkendali,meskipun sudah ada program Keluarga Berencana dari pemerintah,namun tetap saja
kenaikan jumlah penduduk ini cukup tinggi. Dengan banyaknya penduduk, maka makanan
pokok yang dibutuhkan juga begitu banyak, sehingga hasil pertanian dalam negeri tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan penduduknya.
Selain itu faktor cuaca juga menentukan seberapa banyak hasil panen dalam bertani. Cuaca
yang tidak menentu, seperti pergeseran musim hujan dan musim kemarau menyebabkan petani
kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, dengan benih
beserta pupuk yang digunakan sehingga tanaman yang ditanam mengalami pertumbuhan yang
tidak wajar dan mengakibatkan gagal panen. Peristiwa ini sering terjadi di hampir setiap
daerah di Indonesia dan membuat petani yang miskin semakin miskin karena kegagalan panen
tersebut. Diharapkan pemerintah juga memperhatikan nasib para petani yang sama
memprihatinkannya dengan kondisi pertaniannya. Semestinya adanya penyuluhan dan
pembekalan pengetahuan tentang pertanian kepada petani itu perlu dilakukan. Seperti
bagaimana cara bertanam yang bersahabat dengan alam dan menggunakan teknologi sehingga
bertani memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan kerugiannya, namun
teknologinya pun yang tidak membahayakan alam. Dan itu berlaku untuk kita semuanya, yaitu
mengambil keuntungan tanpa merusak alam. Sehingga keserasian dan keseimbangan alam pun
terjaga, dan kita bisa hidup sejahtera, serta memberikan jaminan hidup kepada para petani.
Masih ada beberapa faktor lagi yang membuat Indonesia harus mengimpor beberapa hasil
pertanian, seperti lahan pertanian yang semakin sempit. Kemajuan teknologi dan merabaknya
industri di Indonesia membuat pertanian yang menggunakan metode sederhana ini semakin
memudar keberadaanya. Persawahan yang membentang luas di tiap daerah kini mulai terkikis
tergantikan pabrik-pabrik yang mungkin kurang bersahabat dengan alam. Semestinya ada
pembatasan pendirian industri, agar laju perkembangan industri dan pertanian berjalan dengan
seimbang. Sehingga penggunaan barang industri dan hasil pertanian cukup untuk
memakmurkan rakyat.
3) Isu-isu Penting yang Pernah Terjadi di Industri Pertanian dan Dipublikasikan.
a.

Penyelundupan

Di tengah kerja keras petani, persoalan penyelundupan telah menghancurkan usaha


mereka. Kasus harga gula yang jatuh hingga Rp 2.600 per kilogram, padahal biaya produksi
Rp 3.100 per kilogram pada tahun 2002 menjadi bukti bahwa petani dibiarkan menghadapi
produk ilegal. Kasus penyelundupan beras yang semula selalu dibantah oleh pejabat
pemerintah yang ternyata banyak terjadi, menyebabkan petani padi di berbagai daerah tidak
bisa lagi menikmati harga dasar sebesar Rp 1.725 per kilogram gabah kering giling seperti
yang ditentukan pemerintah.

Tidak perlu menunggu 100 hari untuk menuntaskan kasus ini. Dua kasus, yaitu
penyelundupan 73.000 ton gula pada tahun 2004 dan penyelundupan beras sebanyak 60.000
ton, bisa diselesaikan kurang dari 100 hari. Bila dua kasus ini dituntaskan dengan menangkap
seluruh pelaku, ini menjadi sinyal positif bagi petani. Tanpa banyak mengeluarkan anggaran,
penuntasan kasus ini akan meningkatkan gairah petani dalam memproduksi sejumlah
komoditas pertanian. Penuntasan kasus ini juga menjadi tolak ukur sejauh mana penindakan
penyelundupan di negeri ini. Bila didiamkan, penyelundup akan kebal. Akibatnya,
penyelundupan akan lebih marak lagi. Belajar dari pemerintahan yang lalu, penuntasan kasus
ini sangat membutuhkan koordinasi di antara anggota kabinet, mulai dari Menteri Keuangan
yang membawahi Bea dan Cukai, kepolisian, hingga kejaksaan.
b. Konversi lahan
Pertumbuhan penduduk yang cepat diikuti dengan kebutuhan perumahan menjadikan
lahan-lahan pertanian menciut di berbagai daerah. Lahan petani yang sempit makin
terfragmentasi akibat kebutuhan perumahan dan lahan industri. Di sisi lain, daya tarik sektor
pertanian yang terus menurun menjadikan petani cenderung melepas kepemilikan lahannya.
Petani lebih memilih bekerja di sektor informal dibandingkan dengan bertahan di sektor
pertanian. Pelepasan kepemilikan lahan itu cenderung diikuti dengan alih fungsi lahan.
Beberapa waktu yang lalu pemerintah telah memberi perhatian pada masalah ini. Salah satu
yang penting dan diperlukan dalam masalah ini adalah data kecepatan konversi lahan per
tahun. Dari data ini bisa diperkirakan dampak-dampak konversi itu.
Bukan hanya itu, kebijakan pemerintah lainnya juga bisa terarah, seperti kebijakan
pembangunan perumahan dan kebijakan pembangunan jalan raya. Selama ini perumahan dan
jalan raya mudah sekali mengambil lahan pertanian kelas satu atau yang beririgasi teknis.
Masalah konversi lahan juga bisa teratasi bila pemerintah daerah sangat ketat dalam hal
penataan ruang. Pemerintah daerah harus tegas melarang pembangunan perumahan dan
industri yang hendak menggunakan lahan di kawasan pertanian.
c. Penyakit hewan
Masalah peternakan kadang disepelekan. Dengan perkembangan perdagangan dunia yang
diikuti dengan makin meningkatnya lalu lintas produk pertanian antarnegara, masalah
penyakit hewan makin perlu dicermati. Ketegasan pemerintah dan pengetahuan yang
mencukupi mengenai masalah perdagangan internasional diperlukan dalam menghambat
masuknya berbagai jenis penyakit hewan dari luar negeri. Wabah penyakit mulut dan kuku, flu
burung, dan penyakit sapi gila di beberapa negara cukup menjadi pelajaran yang berharga bagi
kita bahwa penyakit itu telah menghancurkan pertanian sejumlah negara. Ketegasan
pemerintah untuk menolak berbagai produk pertanian yang diduga membawa penyakit sangat
diperlukan karena Indonesia merupakan satu di antara lima negara di dunia yang bebas
penyakit mulut dan kuku serta sapi gila. Keraguan pemerintah kadang menjadi bulan-bulanan
sejumlah oknum pengusaha untuk memaksakan produk itu tetap masuk.

Kerugian yang sangat besar dialami oleh sejumlah negara Eropa karena diserang penyakit
itu. Di masa mendatang berbagai penyakit baru sangat mungkin akan muncul. Lembaga
karantina yang kuat sangat dibutuhkan. Dari berbagai perbincangan dengan sejumlah petugas
karantina di lapangan diketahui jumlah tenaga dan alat masih jauh dari cukup. Akan tetapi,
kekurangan itu masih bisa diatasi dengan ketegasan dari pemerintah yang menolak produk
tersebut. Petugas karantina di lapangan bisa berdiri tegak dan percaya diri bila tidak ada
kongkalikong antara oknum pengusaha dan pejabat pemerintah.
d. Produk impor
Berbagai produk pertanian impor telah masuk ke negeri ini. Sangat diperlukan sikap dan
pandangan pemerintah mengenai produk-produk ini. Sikap dan pandangan ini akan memberi
visi yang jelas bagi dunia usaha, peneliti, dan Departemen Pertanian dalam menjalankan
kegiatan.
Isu-isu produk impor sangat sensitif bagi petani. Akan tetapi, melarangnya secara total
juga akan mempersulit diplomasi perdagangan internasional. Serangan balik akan diterima
jika tidak berhati-hati dalam melakukan pelarangan. Apa pun yang diputuskan harus memberi
gambaran yang jelas bagi semua pihak yang disertai dengan berbagai keuntungan dan
risikonya. Keberanian pemerintah untuk membuat keputusan sangat diperlukan. Contoh yang
jelas adalah dikeluarkannya kebijakan pengaturan impor gula dan penutupan impor beras yang
dilakukan Depperindag beberapa waktu yang lalu.
Semula kebijakan itu dikhawatirkan akan dipermasalahkan oleh Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO), tetapi ternyata hingga sekarang tidak ada anggota WTO yang
mempermasalahkan langkah berani pemerintah itu. Di sisi lain harus disadari oleh semua
pihak, beberapa produk pertanian untuk sementara memang harus diimpor karena keterbatasan
kita. Kajian-kajian yang mendalam untuk sejumlah komoditas, seperti impor sapi, impor gula,
impor jagung, impor kedelai, impor buah-buahan, harus dilakukan.
e. Kekeringan
Isu sensitif lainnya di sektor pertanian adalah kekeringan. Di kalangan media massa, isu
kekeringan kerap kali menjadi isu yang seksi sehingga begitu muncul kekeringan di suatu
daerah gampang sekali diangkat menjadi isu yang besar. Padahal, kerap kali isu kekeringan
hanyalah isu lokal. Meski demikian, pemerintah harus melihat kenyataan rusaknya lingkungan
di daerah tangkapan air sedemikian parah telah menjadikan kekeringan makin parah, hingga
tanpa penyimpangan iklim pun kekeringan sudah sangat parah. Lihat saja kekeringan tahun
lalu di atas 400.000 hektar dengan lahan puso sekitar 100.000 hektar, padahal pada waktu itu
tidak terjadi penyimpangan.
Pemerintah tidak perlu menutup-nutupi kasus kekeringan. Cara-cara lama menutupi
sebuah kasus dengan tujuan menenangkan rakyat tidak perlu lagi dilakukan. Keterbukaan
dalam kasus ini yang diikuti dengan sejumlah upaya yang akan dilakukan pemerintah akan

menenangkan petani dan masyarakat. Jaminan pasokan pangan perlu dikedepankan karena
sering terjadi isu kekeringan dimanfaatkan oleh spekulan untuk menimbun ataupun
mengimpor secara besar-besaran sejumlah produk pertanian. Di sisi lain, keterbukaan soal
kekeringan sedini mungkin akan menumbuhkan inovasi di kalangan petani. Di banyak daerah
sudah terbukti petani secara swadaya akan berusaha mengurangi dampak kekeringan, seperti
mengusahakan pompa dan mempercepat penanaman.
f. Bioteknologi
Isu bioteknologi, lebih tepatnya isu produk transgenik, dalam bidang pertanian akan makin
muncul ke permukaan. Kasus kapas transgenik beberapa waktu lalu telah menjadikan isu
produk transgenik menjadi sangat sensitif dan melenceng. Kesalahan-kesalahan prosedur yang
disertai dugaan suap telah membuat perdebatan terkait produk-produk transgenik menjadi
tidak produktif.
Pemerintah perlu membuka kembali kasus kapas transgenik ini untuk memperlihatkan
kepada publik tentang persoalan yang sebenarnya. Apalagi perusahaan yang mengembangkan
kapas itu telah melaporkan adanya sejumlah dugaan suap dan penyalahgunaan dana dalam
kasus itu. Ini diperlukan agar perdebatan produk transgenik menjadi perdebatan yang sehat,
yaitu perdebatan mengenai kemungkinan untung dan ruginya. Sebagian besar lembaga
swadaya masyarakat menolak introduksi produk ini. Di sisi lain, akibat persoalan pangan telah
menjadikan sejumlah negara membuka terhadap produk ini. Paling tidak China dan Thailand
telah memperbolehkan pengembangan produk ini. Untuk itulah transparansi dan ketegasan
sikap dari pemerintah diperlukan dalam membuat pilihan kebijakan menyangkut produk
transgenik.
g. Isu lainnya
Berbagai isu lainnya masih akan mewarnai sektor pertanian pada beberapa tahun
mendatang. Isu perdagangan internasional dan perjuangan di forum dunia menjadi salah satu
kunci penting bagi perlindungan sektor pertanian. Banyak negara mengambil pilihan
melindungi petani dalam negeri daripada membiarkannya masuk pasar bebas.
Persoalan harga dasar gabah, kelangkaan pupuk, banjir, tekanan produk impor juga masih
akan menjadi persoalan bagi petani. Sengketa perdagangan internasional terkait produk
pertanian juga bisa muncul. Kurangnya ketertarikan tenaga kerja muda di sektor pertanian pun
mulai muncul. Generasi muda cenderung meninggalkan sektor pertanian, untuk itu mekanisasi
pertanian perlu menjadi alternatif pemecahan.
4) Analisis Lingkungan Usaha
Industri pertanian merupakan salah satu andalan dalam perekonomian
Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada tahun 2014 kontribusi
sektor ini mencapai 14,33% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi
sektor ini menempati urutan ketiga, setelah sektor industri pengolahan (23,71%) dan

sektor perdagangan, hotel dan restoran (14,60%). Kalau dirinci lebih lanjut,
per subsektor pertanian, maka kontribusi subsektor perkebunan berada di urutan
ketiga terbesar (1,91%), di bawah tanaman bahan makanan (6,62%) dan perikanan
(3,37%) terhadap perekonomian nasional. Nilai produksi subsektor tanaman bahan
makanan merupakan yang paling tinggi, sementara yang paling rendah adalah
subsektor kehutanan (Gambar 1). Walaupun demikian, produksi perkebunan
terus tumbuh dalam periode 20112014 dengan pertumbuhan tertinggi tahun 2012
(6,22%). Dibanding subsektor lainnya, pertumbuhan produksi perkebunan merupakan
yang tertinggi, bahkan berada di atas ratarata sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan. Namun, pada dua tahun terakhir pertumbuhan sektor perkebunan cenderung
melambat. Sementara pertumbuhan subsektor kehutanan terus menurun.
Gambar 1. Perkembangan Produksi Pertanian Agregat 20102014

Sumber: LMFEBUI diolah dari BPS, 2015

Indonesia memiliki beberapa komoditi perkebunan yang menjadi andalan seperti


kelapa sawit, karet, dan teh sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 1. Data tersebut
menunjukkan, luas areal teh mengalami penurunan dalam 3 tahun terakhir, sementara
luas areal karet dan kelapa sawit terus meningkat. Berdasarkan data, terjadi penurunan
luas area lahan perkebunan teh dalam tiga tahun terakhir, dari 122 ribu Ha menjadi
121 ribu Ha ini menyebabkan penurunan produksi teh dari 150 ribu ton di tahun 2011,
menjadi 143 ribu ton di tahun 2014. Sementara dari sisi produktivitas, hasil teh
dan sawit mengalami penurunan secara agregat. Walaupun produktivitas sawit
sempat mengalami kenaikan dalam periode 20102012, namun dalam dua tahun
terakhir produktivitasnya mengalami penurunan yang cukup signifikan. Produktivitas
teh agregat juga menurun dari 1.553 Kg/Ha di tahun 2010 menjadi 1.464 Kg/Ha di
tahun 2014. Ada fenomena menarik
untuk2011
komoditas2012
karet, volume
produksinya
2010
2013
2014
fluktiatif,
meskipun
luas
area
terus
bertambah.
Luas Areal (Ha)
Karet
3,445,41 3,456,12 3,506,20 3,555,94 3,616,69
5122,898
8123,938
1122,206 Komoditas
6122,035
4121,034
Tabel
1.
Perkembangan
Luas
Area, Produksi,
dan Produktivitas
Perkebunan
Teh
Kelapa Sawit
8,385,39 8,992,82 Tahun
9,572,71 10,465,0 10,956,2
Deskripsi
4
4
5
20
31
Produksi (ton)
Karet
2,734,85 2,990,18 3,012,25 3,237,43 3,153,18
4156,604 4150,776 4145,575 3145,460 6143,751
Teh
Kelapa Sawit
21,958,1 23,096,5 26,015,5 27,782,0 29,344,4
20
41
18
04
79
Produktivitas/
Yeild
(Kg/Ha)
Karet
986
1,071
1,073
1,083
1,053
Teh
1,553
1,477
1,467
1,465
1,464
Kelapa Sawit
3,595
3,526
3,722
3,536
3,568

Sumber: LMFEUI diolah dari Statistik Pertanian, 2015

Tabel 2. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan 2010


2014
Deskripsi
Volume Ekspor
Karet
The
Kelapa Sawit
Nilai Ekspor (ribu
Karet
The
Kelapa Sawit

Tahun
2012
2,420,716 2,638,382 2,444,438 2,701,995 2,623,425
87,101
75,450
70,071
70,840
66,399
16,291,85 16,436,20 18,845,02 20,577,97 22,892,22
7,470,112 11,969,05 7,861,378 6,906,952 4,741,489
178,549
166,717
156,741
157,498
134,584
13,468,96 17,261,24 17,602,16 15,838,85 17,464,75
6
8
8
0
4

Sumber: LMFEUI diolah dari Statistik Pertanian, 2015

Ketiga komoditas tersebut juga menjadi andalan ekspor perkebunan


Indonesia menjadi primadona di pasar internasional. Pangsa pasar ekspor ketiganya
yang relatif cukup besar dibandingkan dengan hasil perkebunan lainnya.
Perkembangan
volume
dan
nilai ekspor beberapa komoditas perkebunan,
sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Data tersebut menunjukkan, ada penurunan volume
ekspor teh secara agregat. Volume ekspor karet mengalami kenaikan secara agregat,
walaupun terjadi penurunan pada tahun 2014. Hal di antara lain disebabkan oleh
penurunan harga kedua jenis komoditas tersebut di pasar internasional. Sedangkan
untuk komoditas kelapa sawit, terlihat volume ekspor terus meningkat dari tahun ke
tahun. Volume ekspor kelapa sawit mengalami kenikan setiap tahun dengan
peningkatan cukup besar dalam tiga tahun terakhir.
Sejalan dengan fluktuasi perkembangan harga komoditas di pasar internasional,
perkembangan nilai ekspor ketiga komoditas tersebut mengalami fluktuasi yang
agak berbeda dengan perkembangan volume ekspornya. Kendati volume ekspor karet
meningkat secara agregat dalam periode 20102014, justeru nilai ekspornya
mengalami penurunan secara agregat. Pada tahun 2011 nilai ekspor karet meningkat
cukup tinggi, kendati peningkatan volume ekspornya relatif sedikit. Sejak 2012, nilai
ekspor karet terus menurun sampai 2014. Nilai ekspor teh mengalami penurunan
secara agregat dalam periode 20102014, sejalan dengan penurunan volume ekspor.
Sementara nilai ekspor sawit meningkat secara agregat, walapun sempat terjadi
penurunan pada tahun 2013.
Perkembangan ekspor komoditas umumnya dipengaruhi oleh fluktuasi harga

internasional. Tabel 3 menggambarkan pergerakan harga komoditas di internasional


dari tahun 20092013. Data tersebut menunjukkan, dari 2009 sampai 2011
harga ketiga komoditas terus meningkat setiap tahun, sementara sejak tahun 2012
harga ketiga jenis komoditas menurun dengan penurunan cukup tinggi pada tahun
2013. Penurunan harga yang cukup signifkan terjadi pada komoditas kelapa
sawit dan karet.
Prospek Industri Perkebunan di Indonesia
(Kekuatan dan Kelemahan)
Dalam beberapa tahun tahun ke depan, sektor usaha perkebunan (pertanian)
diproyeksikan akan tumbuh stagnan di kisaran 45,5%. Hal ini antara lain disebabkan
kecenderungan penurunan harga komoditas perkebunan dalam beberapa tahun
terakhir, serta ancaman perubahan iklim global. Walapun demikian, bisnis perkebunan
di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah mengingat beberapa kecenderungan
perkembangan industri di dunia saat ini, yaitu, pengembangan energi terbarukan,
pengembangan teknologi berbasis alami, ekowosata, pelestarian lingkungan hidup,
dan spesialisasi pengembangan industri bebasis wilayah.
Pertama, tuntutan masyarakat akan praktek industri yang ramah lingkungan
akan memaksa hampir semua industri untuk mengoptimalkan emisi gas buang yang
dihasilkan dari proses bisnis perusahaan, mulai dari infrastruktur produksi, rantai pasokan,
hingga distribusi produk akhir ke tangan konsumen.
Kedua, sejalan dengan pengembangan energy terbarukan ini, maka
perkembangan teknologi ke depan akan terpusat pada teknologi berbasis alami seperti
bioteknologi, bioelektronik, nanoteknologi, dan penciptaan material baru. Setiap
kemunculan teknologi baru akan membawa paradigma bisnis dan praktek
manajemen yang juga baru. Mungkin juga akan muncul industri lingkungan hidup,
seperti layanan penanganan polusi atau perbaikan lingkungan yang rusak sebagai
akibat dari proses produksi masal dan globalisasi bisnis yang berlangsung saat ini.
Ketiga, trend pengelolaan bisnis perkebunan akan bergeser filosofinya dengan
memandang penting ekosistem sebagai penyedia berbagai jasa bagi umat
manusia. Misalnya, area perkebunan akan dipandang sebagai aset yang berguna untuk
pengendalian air, klimatologi, habitat berbagai species, dan sarana rekreasi.
Kelima, perkembangan industri secara global ke depan akan cenderung
mengarah kepada spesialisasi. China, dengan pasokan tenaga kerja murahnya yang
berlimpah, ke depan akan menjadi pusat fabrikasi atau manufaktur barangbarang
komoditas. Sementara India, akan menjadi pusat produksi jasa atau layanan administratif.
Negaranegara dengan sumber daya alam melimpah seperti Amerika Latin dan Russia
berpotensi untuk menjadi pusat industri kimia, metalurgi, pertanian dan kehutanan.
Indonesia termasuk dalam kelompok ini. Sedangkan Eropa Timur akan menjadi pusat
fasilitas manufaktur berat untuk Eropa Barat. Meksiko yang akan menjadi pusat fasilitas
manufaktur berat untuk Amerika Serikat. Negaranegara maju seperti Amerika Serikat,
Uni Eropa, dan Jepang nantinya akan terdorong untuk berkonsentrasi sebagai
penghasil produk/jasa untuk setiap industri, mereka akan memproduksi barang/jasa
yang paling terdiferensiasi, kompleks, dan tentu saja berharga mahal.

Strategi Pengembangan Industri Perkebunan di Indonesia (Peluang


Tantangan)

dan

Pertama, melihat pengalaman bisnis dan kinerja perusahaan perkebunan di


Indonesia hingga saat ini masih berfokus pada bisnis inti yang terdiri dari
penyediaan hasil/panen tanaman, plantation management yang terkait dengan
pengelolaan waktu tanam dan tebang serta pemeliharaan dan aktivitas penghijauan
kembali. Sementara, pengembangan diversifikasi lebih mengarah kepada forward
integration dengan pembangunan industri hilir (consumer products) dan
pariwisata. Untuk itu Perusahaan Perkebunan ke depan harus lebih mengembangkan
usahanya mengikuti arah pengembangan yang selama ini dilakukan hanya dalam fokus
yang lebih jelas dan skala yang lebih besar. Intinya bisnis yang dijalankan harus
dapat mencakup seluruh kegiatan rantai pasokan.
Kedua, perusahaan perkebunan harus aktif memperhatikan dan mengelola
lahan secara berkelanjutan (sustainable) dan ramah lingkungan mengingat
areal kebun merupakan pemasok komoditi utama perusahaan, dan yang terpenting
trend ke depan akan mengarah pada praktek dimana konsumen akan memberikan
harga terbaik bagi produk yang dipercaya dihasilkan dari praktek yang ramah
lingkungan. Karena, dengan menjaga lahan secara berkesinambungan
akan
membantu perusahaan dapat bertahan dan berkembang dalam jangka panjang.
Perusahaan perkebunan harus dapat bergerak lebih luas menjadi sebuah
perusahaan yang mampu memberikan layanan lengkap termasuk dapat melaksanakan
berbagai kegiatan bernilai tambah terutama yang berhubungan dengan logistik
komoditi hingga hasil olahannya. Diharapkan perusahaan perkebunan juga dapat
memperluas kegiatannya tidak hanya memperdagangkan komoditas hasil panen atau
olahan saja tapi juga bioenergi dan solusi lingkungan sehingga sumbangan dari bisnis
masa depan ini terhadap penghasilan perusahaan diharapkan juga semakin meningkat
dalam jangka paanjang.
5) Nama-nama Perusahaan yang Berada di Industri Pertanian

Jumlah perusahaan yang berada di industri pertanian yang tercantum dalam Bursa Efek
Indonesia ada 16 perusahaan.

Berikut adalah nama-nama perusahaan yang berada di Industri pertanian :

No.

Kode

Nama perusahaan

Tanggal
pencatatan

1.

IDX: AALI

Astra Agro Lestari

09 Desember 1997

2.

IDX: BISI

BISI International

28 Mei 2007

3.

IDX: BTEK

Bumi Teknokultura Unggul

14 Mei 2004

4.

IDX: BWPT

BW Plantation

27 Oktober 2009

5.

IDX: CPRO

Central Proteinaprima

28 November 2006

6.

IDX: DSFI

Dharma Samudera Fishing Industries 24 Maret 2000

7.

IDX: GZCO

Gozco Plantations

15 Mei 2008

8.

IDX: IIKP

Inti Kapuas Arowana

20 Oktober 2002

9.

IDX: JAWA

Jaya Agra Wattie

30 Mei 2011

10.

IDX: LSIP

PP London Sumatra Indonesia

05 Juli 1996

11.

IDX: SGRO

Sampoerna Agro

18 Juni 2007

12.

IDX: SIMP

Salim Ivomas Pratama

09 Juni 2011

13.

IDX: SMAR

SMART

20 November 1992

14.

IDX: SSMS

Sawit Sumbermas Sarana

12 Desember 2013

15.

IDX: TBLA

Tunas Baru Lampung

14 Februari 2000

16.

IDX: UNSP

Bakrie Sumatera Plantations

06 Maret 1990

BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
PT, PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk,

A. Profil Perusahaan
Nama lengkap: PT, PP London Sumatra Indonesia Tbk,
Alamat Hukum
Ariobimo Sentral 12th Floor,Jl, Hr, Rasuna Said Blok X-2 Kav,5
Jakarta; Jakarta;
Kode Pos: 12950
Tel: +62-21-8065Fax: +62-21-8065Email: @londonsumatra.com
Website: http://www.londonsumatra.com
Status: Tercatat
Formulir Hukum: Public Limited Company
Status operasional: Operasional
EMISid: 1611686
ISIN: ID1000082407
Tanggal Pendirian: 1963
Kegiatan Utama : Pertanian Tanaman Lainnya Pekebunan Kelapa Sawit
Produk Utama : Kelapa sawit, karet, kakao, dan teh,
B. Struktur Organisasi

President Commissioner
Commissioner
Commissioner
Commissioner
Independent Commissioner
Independent Commissioner

Komisaris
Moleonoto (Paulus Moleonoto)
Axton Salim
Werianty Setiawan
Hendra Widjaja
Edy Sugito
Monang SilalLSIP
Direktur

President Director
Vice President Director I
Vice President Director II
Director
Director

Benny (Benny Tjoeng)


Tan Agustinus Dermawan
Tio Eddy Hariyanto
Mark Julian Wakeford
Joefly Joesoef Bahroeny
KOMITE AUDIT
Monang SilalLSIP
(Independent Commissioner)
Hendra Susanto
Dr, Timotius, Ak

Chairman
Members

Chairman
Members

KOMITE NOMINASI & REMUNERASI


Monang SilalLSIP
Moleonoto (Paulus Moleonoto)
Melia Setiawati

VP Agronomy North Sumatera


VP Agronomy South Sumatera
VP Processing
Area Agronomy Serdang
Area Agronomy Lima Puluh
Area Agronomy Muba
Area Agronomy Cengal
Area Agronomy Lahat
Area Agronomy Muara Rumpit
Area Agronomy Bingin Teluk
Area Agronomy Java Sulawesi
Area Agronomy Kalimantan
Area Agronomy Plasma
Area Engineering A
Area Engineering B
Area Engineering C
Area Engineering D
Area Engineering E

Accounting & Taxation


Block Management
Corporate Secretary & Legal Affairs
Engineering
Enterprise Risk Management &
System Procedure

OPERASI
H,M, Syarif Rafinda
Sular Pramu Nissiyoko
Midian Sitorus
H,M, Syarif Rafinda
Esron Sitanggang
Sular Pramu Nissiyoko
Eko Anshari
M, Topan Ketaren
Sular Pramu Nissiyoko
Baktiono
Indra Purnama
Win Alamsyah
Syaiful Fitri
Julianton Marbun
Peribadi Karo Karo
Yose Rizal
Kirjan
Efis Syafrijul Pulungan
FUNGSI KORPORAT
Yenni Marlina
Benny Yusuf Setiawan
Endah R, Madnawidjaja
CYO Sorongan
Vicki M, Vicencio
Tony Thamrin

Financial Control
General Services, Environment & CSR
Human Resources
Information Technology Services
Internal Audit
Investor Relations
Operations Administration
Procurement
Research & Development
Sales
Treasury
Business Development

Muhammad Waras
F, Haryo Subyarto
Rafii Nyomin
Rogers H, Wirawan
Andre Benas
Ukur Kami Surbakti
Jimmy Bunawan
Yayan Juhyana, Noto Edi Prabowo
and Lashot P, Sidabutar
Harrijanto Kusumo
Widya P, Hartanto
Mercy Nuh

C. Pemegang Saham
Nama Pemegang Saham

Saham Ditempatkan
dan Disetor Penuh

PT Salim Ivomas Pratama Tbk


Indofood Agri Resources, Ltd,
Direksi & Komisaris
Publik (dengan kepemilikan di bawah 5%)
Sub Jumlah
Saham Treasuri
Jumlah

4,058,425,010
7,570,300
2,753,968,655
6,819,963,965
2,900,000
6,822,863,965

Persentase
Kepemilikan
59,5%
0,1%
0,0%
40,4%
100,0%

D. Anak Perusahaan
Nama

Bidang Usaha

Jumlah
Aset

Persentase
Kepemilika
n

PT Multi Agro Kencana


Prima

Agriculture Plantation

46,470,000

80,00

Lonsum Singapore Pte,, Ltd,

Perdagangan dan
Pendistribusian Barang

2,779,000

100,00

PT Multi Agro Kencana


Prima

Agriculture Plantation

46,470,000

80,00

Lonsum Singapore Pte,, Ltd,

Perdagangan dan
Pendistribusian Barang

2,779,000

100,00

E. Wilayah Perkebunan
No,
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46

Nama Perkebunan
Dolok
Gunung Malayu
Rombong Sialang
Sibulan
Bah Bulian
Bah Lias
Sei Rumbiya
Begerpang
Sei Merah
Bungara
Turangie
Pulo Rambong
Bukit Hijau
Belani Elok
Batu Cemerlang
Ketapat Bening
Sei Kepayang
Gunung Bais
Riam Indah
Sei Lakitan
Mentari Kulim
Kelingi Lestari
Sei Gemang
Terawas Indah
Tulung Gelam
Kubu Pakaran
Bebah Permata
Tirta Agung
Budi Tirta
Suka Damai
Sei Punjung
Suka Bangun
Bangun Harjo
Arta Kencana
Kencana Sari
Kertasarie
Treblasala
Isuy Makmur
Pahu Makmur
Kedang Makmur
Jelau Makmur
Seniung Makmur
Tanjung Makmur
Balombissie
Palang Isang
Pungkol

Kabupaten
Batubara
Asahan
Serdang Berdagai
Serdang Berdagai
Simalungun
Simalungun
Labuhan Batu Selatan
Deli Serdang
Deli Serdang
Langkat
Langkat
Langkat
Musi Rawas Utara
Musi Rawas Utara
Musi Rawas Utara
Musi Rawas Utara
Musi Rawas Utara
Musi Rawas
Musi Rawas Utara
Musi Rawas & Musi Rawas Utara
Musi Rawas Utara
Musi Rawas
Musi Rawas Utara
Musi Rawas
Ogan Komering Ilir
Ogan Komering Ilir
Ogan Komering Ilir
Musi Banyuasin
Musi Banyuasin
Musi Banyuasin
Musi Banyuasin
Musi Banyuasin
Musi Banyuasin
Lahat
Lahat
Bandung
Banyuwangi
Kutai Barat
Kutai Barat
Kutai Barat
Kutai Barat
Kutai Barat
Kutai Barat
Bulukumba
Bulukumba
Minahasa

F. Kronologis Pencatatan Saham di BEI

Propinsi
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
North Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
South Sumatra
West Java
East Java
East Kalimantan
East Kalimantan
East Kalimantan
East Kalimantan
East Kalimantan
East Kalimantan
South Sulawesi
South Sulawesi
North Sulawesi

Keterangan
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm & Rubber Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm & Cocoa Estate
Oil Palm & Rubber Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Rubber Estate
Rubber Estate
Rubber Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Tea Estate
Cocoa Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Oil Palm Estate
Rubber Estate
Rubber Estate
Cocoa Estate

Tanggal

Aksi Korporasi

Jumlah Saham
Ditempatkan dan
Beredar
202,338,872

Nilai Nominal
per saham (Rp)

7 Juni 1996

Penawaran umum perdana sebesar


38,800,000 saham

16 Juni 1997

Penerbitan saham baru sebagai


konversi dari utang Perusahaan

765,709,793

500

27 Mei 2004

Saham bonus sebanyak 283,274,421


saham yang berasal dari kapitalisasi
agio saham hasil penawaran umum
saham perdana

485,613,293

500

4 Juni 2004

Penerbitan saham baru sebagai


konversi dari Surat Utang Wajib
Konversi

1,034,334,293

500

4 Agustus
2004

Penerbitan saham baru sebagai


konversi dari Surat Utang Wajib
Konversi

1,095,229,293

500

31 Oktober
2007

Penerbitan saham baru sebagai


konversi dari Surat Utang Wajib
Konversi

1,364,572,793

500

28 Januari
2011

Pemecahan nilai nominal per saham


dari Rp500 menjadi Rp100

6,822,863,965

100

6,819,963,965

100

18 Juli 2013 - Pembelian kembali saham treasuri


21 Agustus
sejumlah 2,900,000 saham
2013

500

G. Visi, Misi dan Budaya Perusahaan


Visi
Menjadi Perusahaan Agribisnis Terkemuka yang Berkelanjutan dalam hal Tanaman, Biaya,
Lingkungan (3C) yang Berbasis Penelitian dan Pengembangan
Misi
Menambah Nilai bagi Stakeholders di Bidang Agribisnis
Budaya Perusahaan
Dengan disiplin sebagai falsafah hidup;
Kami menjalankan usaha kami dengan menjunjung tinggi integritas;
Kami menghargai seluruh pemangku kepentingan;
dan secara bersama-sama membangun kesatuan untuk mencapai keunggulan
dan inovasi yang berkelanjutan

H. Sumber Pendanaan

Utang Jangka Pendek


Utang usaha yang berasal dari pembelian bahan baku, bahan pendukung dan bahan
lainnya serta penggunaan jasa yang terkait dengan aktivitas perkebunan, terdiri dari:
hutang dengan pihak ketiga serta pihar berelasi. Umur utang rata-rata berkisar antara 130 hari, 31-60 hari, 61-90 hari dan lebih dari 90 hari.

Modal Saham
Per 31 Desember 2015, total ekuitas mencapai Rp7,34 triliun dari sebesar Rp7,0 triliun
per 31 Desember 2014, dikarenakan kontribusi dari pendapatan operasi, serta selisih
kurs yang lebih tinggi.
Pada tanggal 31 Desember 2013 total ekuitas mencapai Rp6,61 triliun dibandingkan
dengan Rp6,28 triliun per tanggal 31 Desember 2012, terutama karena laba bersih
yang diperoleh sepanjang tahun 2013.

I. Sekilas Mengenai Perusahaan


PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (Perusahaan) didirikan di
Republik Indonesia berdasarkan Akta Notaris Raden Kadiman No. 93 tanggal 18 Desember
1962 yang diubah dengan Akta No. 20 tanggal 9 September 1963. Akta pendirian ini disahkan
oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. J.A5/121/20
tanggal 14 September 1963 dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 81
tanggal 8 Oktober 1963, Tambahan No. 531.
Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir
berdasarkan Akta Notaris Dr. Irawan Soerodjo, S.H., M.Si., No. 203 tanggal 28 Januari 2011
mengenai pemecahan nilai nominal per saham dari sebesar Rp500 (angka penuh) menjadi
Rp100 (angka penuh) dan perubahan modal dasar dari 1.600.000.000 saham menjadi
8.000.000.000 saham sehubungan dengan pemecahan nilai nominal saham tersebut. Perubahan
ini telah diterima oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam
Surat No. AHUAH. 01.10-03211 tanggal 31 Januari 2011 dan telah didaftarkan dalam Daftar
Perseroan No. AHU- 0008187.AH.01.09 Tahun 2011 tanggal 31 Januari 2011.
Berdasarkan Akta Notaris Pahala Sutrisno Amijoyo Tampubolon, S,H,. M,Kn,. No, 18
tanggal 24 Mei 2013, pemegang saham Perusahaan menyetujui perubahan status Perusahaan
dari perusahaan dengan fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi perusahaan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Perusahaan memulai operasi komersialnya pada tahun 1963 dan bergerak di bidang usaha
perkebunan yang berlokasi di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan dengan lahan yang ditanami seluas 114,107 hektar pada
tanggal 31 Desember 2015 (2014: 112,490 hektar) (tidak diaudit). Produk utama adalah
minyak kelapa sawit dan karet, serta kakao, teh, dan benih dalam kuantitas yang lebih kecil.

Perusahaan berdomisili di Jakarta dengan kantor-kantor cabang operasional berlokasi di


Medan, Palembang, Makassar, Surabaya, dan Samarinda. Kantor pusat Perusahaan beralamat
di Prudential Tower Lantai 15, Jl. Jend. Sudirman Kav. 79, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Di samping mengelola perkebunannya sendiri, Perusahaan juga mengembangkan
perkebunan di atas tanah yang dimiliki petani kecil setempat (perkebunan plasma) sesuai
dengan pola perkebunan inti-plasma yang dipilih pada saat Perusahaan melakukan ekspansi
perkebunan.
BAB III
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PT, PP LONDON SUMATRA
INDONESIA Tbk,
1. PERBANDINGAN NILAI ASSET DAN HUTANG + MODAL SENDIRI
TAHUN
2011
2012
2013
2014
2015
TOTAL

PERBANDINGAN DALAM RUPIAH


ASSET
6,791,859
7,551,796
8,038,783
8,713,074
8,848,792
39,944,304

UTANG
952,435
1,272,083
1,645,893
1,710,342
1,510,814
7,091,567

DA
N

PERBANDINGAN DALAM ANGKA

MODAL

ASSET

5,839,424
6,279,713
6,392,890
7,002,732
7,337,978
32,852,737

100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%

UTANG
14,02%
16,84%
20,47%
19,63%
17,07%
17,75%

DA
N

MODAL
85,98%
83,16%
79,53%
80,37%
82,93%
82,25%

Jika dilihat dari hasil perbandingan yang didapat antara asset dan hutang + modal
selama 5 tahun berturut-turut, dapat disimpulkan bahwa untuk membiayai asset-asset yang
dimiliki oleh perusahaan, PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk, lebih banyak dibiayai
dengan modal sendiri dengan total perbandingan hutang (17,75%) dan modal (82,25%). Hal
ini dikarenakan tidak adanya hutang dengan pihak bank, perusahaan hanya memiliki hutang
dengan pihak ketiga maupun dengan pihak berelasi yang masa pembayarannya lebih singkat.
Struktur modal yang optimal yaitu struktur modal yang dapat meminimumkan biaya
modal rata-rata dan memaksimumkan nilai perusahaan (Riyanto, 1990:226), struktur modal
adalah susunan atau perbandingan antara modal sendiri dan pinjaman jangka panjang, jadi
struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.
LSIP tidak menggunakan pinjaman bank gunanya agar mengurangi beban, sehingga
laba perusahaan naik dan pembagian dividen kepada pemegang sahampun akan lebih besar.
Pendanaan yang lebih banyak di penuhi oleh modal sendiri dilakukan untuk manajemen risiko
perusahaan terlebih lagi dalam menghadapi manajemen permodalannya. Tujuan Perusahaan
dalam mengelola permodalan adalah untuk menjaga kelangsungan usaha sehingga dapat
memberikan hasil kepada pemegang saham dan manfaat kepada pemegang kepentingan
lainnya, dan memelihara struktur permodalan yang optimum.
Menurut saya, LSIP menggunakan Teori Pecking Order, theory menyatakan bahwa
Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah,
dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang
berlimpah, Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal.
Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan

dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p,458459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau
pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari
laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali
mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya,
turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham
preferen, dan yang terakhir saham biasa.
c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah
pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan
tersebut untung atau rugi.
d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden
yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka
perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order
theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan
urut-urutan pendanaan.
Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan
dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan
mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai
tingkat hutang yang kecil.
2. ANALISIS MODAL KERJA BERSIH
TAHUN
2011
2012
2013
2014
2015

KETERANGAN
Asset Lancar

Utang Lancar

2,567,657
2,593,816
1,999,126
1,863,506
1,268,557

531,326
792,482
802,905
746,520
571,162

MODAL KERJA
2,036,331
1,801,334
1,196,221
1,116,986
697,395

Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar memungkinkan
perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan,
misalnya dapat menutup kerugian dan mengatasi keadaan krisis atau darurat tanpa
membahayakan keadaan keuangan perusahaan.
Dari table diatas, dapat kita ketahui bahwa LSIP dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya, karena nilai asset lancar lebih besar dibandingkan nilai utang lancarnya. Namun
modal kerja menurun tiap tahun, seiring dengan penurunan total asset lancer.
3. PERBANDINGAN PENJUALAN BERSIH, EBIT, DAN EAT
TAHUN

PERBANDINGAN DALAM RUPIAH

PERBANDINGAN DALAM ANGKA

2011

Penjualan bersih
4,686,457

Laba usaha
2,003,976

Laba bersih
1,701,513

Penjualan bersih
100.00%

2012

4,211,578

1,323,973

1,122,575

100.00%

Laba usaha
42.76%
31.44%

Laba bersih
36.31%
26.65%

2013
2014

4,133,679
4,726,539

1,025,649
1,257,498

788,003
923,552

100.00%
100.00%

24.81%
26.61%

19.06%
19.54%

2015

4,189,615

835,906

689,704

100.00%

19.95%

16.46%

TOTAL

21,947,868

6,447,002

5,225,347

100.00%

29.37%

23.81%

Terlihat dari data diatas, selisish perbandingan antara penjualan bersih, EBIT, dan EAT
cukup jauh. Hal ini dikarenakan beban pokok penjualan dan beban opeasional terlalu
besar, sehingga margin labanya kecil. Untuk memaksimalkan laba, perusahaan dapan
mengurangi biayanya, dengan cara memangkas biaya yang tidak terlalu pentig, sehingga
margin laba perusahaan akan lebih baik dan tentunya dapat menarik minat investor dan
menghasilkan keuntungan yang lebih bagi para investor.
4. ANALISIS RASIO DAN TREND
A. Rasio Likuiditas

Rasio Lancar (Current Ratio)


Mengukur kemampuan perusahaan dalam membiayai kewajiban lancar dengan
menggunakan aktiva lancar,
CURRENT
RATIO

2011
4,83

2012
3,27

2013
2,49

2014
2,50

2015
2,22

ANALISIS TREND
MEMBURUK

2011

= 4,83. Pada tahun 2011, Rp 1 hutang lancar dijamin oleh Rp 4,83 aktiva lancar.

2012

= 3,27. Pada tahun 2012, Rp 1 hutang lancar dijamin oleh Rp 3,27 aktiva lancar.
Current Ratio dari tahun sebelumnya menurun sebesar Rp 1,56

2013

= 2,49 Pada tahun 2013, Rp 1 hutang lancar dijamin oleh Rp 2,49 aktiva lancar. CR
pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar Rp 0,78

2014

= 2,50. Pada tahun 2014, Rp 1 hutang lancar dijamin oleh Rp 2,50 aktiva lancar. CR
pada tahun 2014 mengalami peningkatan Rp 0,01

2015

= 2,22. Pada tahun 2015, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 2,22 aktiva lancar. CR pada
tahun 2015 mengalami penurunan Rp 0,28.

Current Ratio mengalami penurunan, hal ini terjadi mungkin karena terjadi penurunan
harga hasil perebunan dunia dibawah perkiraan sebelumnya bahkan mencapai level terendah.
Dari tabel diatas kita dapat melihat bahwa kinerja perusahaan dalam mengelola aktiva
lancar untuk menjamin kewajiban lancar tidak baik. Terjadi penurunan yang setiap tahunnya,
dan kenaikan hanya 0,01. Trend dari current ratio perusahaan adalah buruk.

Rasio Cepat (Acid Test Ratio/Quick Ratio)

Menunjukkan kemampuan aktiva lancar (minus persediaan) dalam membiayai kewajiban


lancar.

2011

2012

2013

2014

2015

QUICK RATIO
4.14

2.46

2.02

1.99

1.52

ANALISIS TREND
MEMBURUK

2011

= 4,14. Tahun 2011, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 2,22 Aktiva Lancar- Persediaan
Jadi Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 4,14.

2012

= 2,46. Tahun 2012, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 2,46. Aktiva Lancar- Persediaan.
Jadi Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 2,46. QR
pada tahun 2012 mengalami penurunan Rp 1,68.

2013

= 2,02. Tahun 2013, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 2,02 Aktiva Lancar- Persediaan.
Jadi Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 2,02. QR
pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar Rp 0,43.

2014

= 1,99. Tahun 2014, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 1,99 Aktiva Lancar- Persediaan.
Jadi Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 1,99. QR
pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar Rp 0,04.

2015

= 1,52. Tahun 2011, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 1,52 Aktiva Lancar- Persediaan
Jadi Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 1,52. QR
pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar Rp 0,46

Dari tabel quick ratio diatas kita dapat melihat bahwa kinerja perusahaan dalam
mengelola (aktiva lancar-persediaan) untuk menjamin kewajiban lancar tidak bagus. Karena
pada terjadi penurunan yang cukup signifikan. Trend dari quick ratio perusahaan adalah buruk.

Rasio Kas (Cash Ratio)

Menunjukkan kemampuan kas dan surat berharga dalam membiayai kewajiban lancer.
2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

CASH RATIO
3.88

2011

2.27

1.75

1.82

1.29

MEMBURUK

= 3,88. Tahun 2011, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 3,88 oleh kas dan surat berharga.
Jadi Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 3,88.

2012 = 2,27. Tahun 2012, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 2,27 kas dan surat berharga. Jadi
Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 2,27. CR pada
tahun 2012 mengalami penurunan Rp 1,61.
2013

= 1,75. Tahun 2013, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 1,75 kas dan surat berharga. Jadi
Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 1,75. CR pada
tahun 2013 mengalami penurunan Rp 0,52.

2014

= 1,82. Tahun 2014, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 1,82 kas dan surat berharga. Jadi
Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 1,82. CR pada
tahun 2014 mengalami kenaikan Rp 0,07.

2015

=1,29. Tahun 2015, Rp 1 hutang lancar dijamin Rp 1,29 kas dan surat berharga. Jadi
Rp, 1 utang lancar dijamin oleh utang lancar-persediaan sebesar Rp 1,29. CR pada
tahun 2015 mengalami penurunan Rp 0,53.

Dari tabel cash diatas kita dapat melihat bahwa kinerja perusahaan dalam mengelola kas
dan setara kasnya untuk menjamin kewajiban lancar perusahaan menurun. Pada tahun 2014
memang terjadi peningkatan, tetapi pada tahun 2015 mengalami penurunan yang cukup tajam.
Trend dari cash ratio perusahaan adalah buruk.

B. Rasio Aktivitas
Perputaran Piutang (ARTO)
Yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menggunakan/
mengelola asetnya dengan efisien/optimal
2011

2012

2013

2014

2015

ARTO
46.28

80.79

35.39

55.88

37.31

ANALISIS TREND
BERFLUKTUATI
F

2011

=46,28 kali. Pada tahun 2011, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang
usaha dalam satu tahun adalah sebanyak 46 kali. Kemampuan perusahaan sangat baik
karena dana yang tertanam dipiutang perputarannya cepat.

2012

=80,79 kali. Pada tahun 2012, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang
usaha dalam satu tahun adalah sebanyak 81 kali. Kemampuan perusahaan sangat baik
karena dana yang tertanam dipiutang perputarannya cepat.

2013

=35,39 kali. Pada tahun 2013, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang
usaha dalam satu tahun adalah sebanyak 35 kali. Kemampuan perusahaan sangat baik
karena dana yang tertanam dipiutang perputarannya cepat.

2014

=55,88 kali. Pada tahun 2014, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang
usaha dalam satu tahun adalah sebanyak 56 kali. Kemampuan perusahaan sangat baik
karena dana yang tertanam dipiutang perputarannya cepat.

2015

=37,31 kali. Pada tahun 2015, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang
usaha dalam satu tahun adalah sebanyak 37 kali. Kemampuan perusahaan sangat baik
karena dana yang tertanam dipiutang perputarannya cepat.

Dari tabel perputaran piutang usaha diatas kita dapat melihat bahwa kinerja perusahaan
dalam mengelola piutang perusahaan berfluktuatif. Namun jangka waktu perputaran piutang
cukup bagus. Jika dirata-ratakan, perputaran piutang berkisar 51 kali dalam setahun atau
piutang dapat diterima dalam jangka waktu 7 hari. Hal ini berarti resiko perusahaan karena
dana yang tertanam pada piutang usaha tidak terlalu lama.

Rata-Rata Umur Piutang (ACP)


Menunjukkan jangka waktu penjualan kredit perusahaan
Semakin lama jangka waktunya, semakin besar dana tertanam dalam piutang

2011

2012

2013

2014

2015

ACP
7.78

4.46

10.17

6.44

9.65

ANALISIS TREND
BERFLUKTUATI
F

2011

= 8 hari. Pada tahun 2011, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang usaha
dalam satu tahun adalah selama 7 hari sekali. Kemampuan perusahaan dalam
memutarkan piutang termasuk baik karena tidak perlu waktu yang lama dalam
mengelola piutangnya.

2012

= 4 hari. Pada tahun 2012, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang usaha
dalam satu tahun adalah selama 4 hari sekali. Tahun ini mengalami peningkatan
karena perusahaan lebih cepat 3 hari dari tahun sebelumnya.

2013

=10 hari. Pada tahun 2013, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang usaha
dalam satu tahun adalah selama 10 hari sekali. Tahun ini mengalami penurunan,
namun masih pada waktu yang tidak terlalu lama. karena perusahaan lebih cepat 4
hari dari tahun sebelumnya.

2014

= 6 hari. Pada tahun 2014, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang usaha
dalam satu tahun adalah selama 6 hari sekali. Tahun ini mengalami peningkatan

2015

=10 hari. Pada tahun 2012, kemampuan perusahaan dalam memutarkan piutang usaha
dalam satu tahun adalah selama 10 hari sekali. Tahun ini mengalami penurunan,
namun masih pada waktu yang tidak terlalu lama.

Dari tabel ACP diatas kita dapat melihat bahwa rata-rata umur piutang perusahaan
trendnya berfluktuatif, namun rata-rata umur piutang ini singkat karena pengembalian piutang
terlama hanya 10 hari sehingga dalam pengembalian piutang tidak membutuhkan waktu yang
lama.

Perputaran Persediaan (ITO)


Menunjukkan kemampuan persediaan menghasilkan penjualan
Semakin besar perputaran, semakin efektif perusahaan
persediaannya.
2011

2012

2013

2014

2015

mengelola

ANALISIS TREND

ITO
12.73

6.52

11.04

12.43

10.52

MEMBAIK

2011

= 13 kali. Pada tahun 2011, kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan


untuk menghasilkan pendapatan dalam satu tahun adalah sebanyak 13 kali.

2012

= 7 kali. Pada tahun 2012, kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan yaitu
sebanyak 7 kali. Kemampuan perusahaan menurun mungkin karena masalah nilai jual
sawit yang dipengaruhi nilai mata uang.

2013

= 11 kali. Pada tahun 2013, kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan


yaitu sebanyak 11 kali. Terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya mungkin dikarenakan
harga / nilai mata uang yang sudah mulai naik.

2014

= 12 kali. Pada tahun 2014, kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan


yaitu sebanyak 12 kali. Terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya mungkin dikarenakan
harga / nilai mata uang yang sudah mulai stabil.

2015

= 11 kali. Pada tahun 2015, kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan


yaitu sebanyak 11 kali. Kemampuan perusahaan menurun mungkin karena masalah
nilai jual sawit yang dipengaruhi nilai mata uang.

Dari tabel ITO diatas kita dapat melihat bahwa rata-rata perputaran persediaan
perusahaan trendnya membaik. Ini artinya perusahaan sudah mulai optimal dalam mengelola
persediaan.

Umur Persediaan (ADI)


2011

2012

2013

2014

2015

ADI
28.29

55.22

32.61

28.97

34.24

ANALISIS TREND
BERFLUKTUATI
F

2011

= 28 hari. Pada tahun 2011, kemampuan perusahaan dalam mengelola umur persediaan
yaitu 28 hari. Kemampuan perusahaan baik karena diperlukan waktu 28 hari untuk
menjadikan persediaan menjadi kas.

2012

= 55 hari. Pada tahun 2012, kemampuan perusahaan dalam mengelola umur


persediaan yaitu 55 hari. Kemampuan perusahaan menurun dari tahun sebelumnya
karena diperlukan waktu 55 hari untuk menjadikan persediaan menjadi kas.

2013

= 33 hari. Pada tahun 2013, kemampuan perusahaan dalam mengelola umur


persediaan yaitu 33 hari. Kemampuan perusahaan membaik dari tahun sebelumnya
karena diperlukan waktu 33 hari untuk menjadikan persediaan menjadi kas.

2014

= 29 hari. Pada tahun 2014, kemampuan perusahaan dalam mengelola umur


persediaan yaitu 29 hari. Kemampuan perusahaan membaik dari tahun sebelumnya
karena diperlukan waktu 29 hari untuk menjadikan persediaan menjadi kas.

2015

= 34 hari. Pada tahun 2015, kemampuan perusahaan dalam mengelola umur


persediaan yaitu 34 hari. Kemampuan perusahaan menurun dari tahun sebelumnya
karena diperlukan waktu 34 hari untuk menjadikan persediaan menjadi kas.
Dari tabel ADIdiatas kita dapat trendnya berfluktuatif.

Perputaran aktiva tetap (FATO)


Menunjukkan kemampuan aktiva tetap perusahaan menghasilkan penjualan
Semakin tinggi angka perputaran, semakin efektif perusahaan mengelola
asetnya.
2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

FATO
1.11

0.85

0.68

0.69

0.55

MEMBURUK

2011

= 1,11 kali. Pada tahun 2011, kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva tetaap
untuk menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 1,11 kali.
Kemampuan perusahaan sangat buruk karena hanya sedikit pendapatan yang
diperoleh dari aktiva tetap.

2011

= 0,85 kali. Pada tahun 2012, kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva tetaap
untuk menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,85 kali.
Kemampuan perusahaan masih sangat buruk karena hanya sedikit pendapatan yang
diperoleh dari aktiva tetap.

2012

= 0,68 kali. Pada tahun 2013, kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva tetaap
untuk menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,68 kali.
Kemampuan perusahaan masih sangat buruk karena hanya sedikit pendapatan yang
diperoleh dari aktiva tetap.

2014

= 0,69 kali. Pada tahun 2014, kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva tetaap
untuk menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,69 kali. Meskipun
mengalami peningkatan, kemampuan perusahaan masih sangat buruk karena hanya
sedikit pendapatan yang diperoleh dari aktiva tetap.

2015 = 0,55 kali. Pada tahun 2015, kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva tetaap
untuk menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,55 kali. Kemampuan
perusahaan masih sangat buruk karena hanya sedikit pendapatan yang diperoleh dari
aktiva tetap.
Dari tabel FATO diatas kita dapat melihat trendnya memburuk.

Perputaran total aktiva (TATO)


Menunjukkan kemampuan total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan.
Semakin tinggi angka perputaran total aktiva, semakin efektif perusahaan
mengelola asetnya.
2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

TATO
0.69

0.56

0.51

0.54

0.47

MEMBURUK

2011

=0,69 kali. Pada tahun 2011, kemampuan perusahaan dalam mengelola total untuk
menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,69 kali. Kemampuan
perusahaan tidak baik karena kurang dari 1.

2012

=0,56 kali. Pada tahun 2012, kemampuan perusahaan dalam mengelola total untuk
menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,56 kali. Kemampuan
perusahaan tidak baik karena kurang dari 1.

2013

=0,51 kali. Pada tahun 2013, kemampuan perusahaan dalam mengelola total untuk
menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,51 kali. Kemampuan
perusahaan tidak baik karena kurang dari 1.

2014

=0,54 kali. Pada tahun 2014, kemampuan perusahaan dalam mengelola total untuk
menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,54 kali. Kemampuan
perusahaan tidak baik karena kurang dari 1.

2015

=0,47 kali. Pada tahun 2015, kemampuan perusahaan dalam mengelola total untuk
menghasilkan pendapatan dalam satu tahun yaitu sebanyak 0,47 kali. Kemampuan
perusahaan tidak baik karena kurang dari 1.
Dari tabel TATO diatas kita dapat melihat bahwa trendnya memburuk.

C. Rasio Solvabilitas
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan
yang total hutangnya lebih besar dibandingkan dengan total asetnya.

Rasio hutang (Debt Ratio)


Mengukur sumber pembiayaan yang berasal dari luar (modal asing) dalam
membiayai kegiatan investasi (aktiva)
Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan hutang yang tinggi.
Penggunaan hutang yang tinggi akan meningkatkan profitabilitas dan resiko.
2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

DR
0.14

0.17

0.20

0.20

0.17

MEMBAIK

2011

= 14 %. Pada tahun 2011 sumber dana perusahaan didanai oleh hutang sebanyak 14
%. Total hutang perusahaan sangat kecil dari total aset sehingga perusahaan dapat
dikatakan solvabel. Namun disisilain manfaat pajak yang diperoleh perusahaan tidak
terlalu besar.

2012

= 17 %. Pada tahun 2012 sumber dana perusahaan didanai oleh hutang sebanyak 17
%. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Total hutang
perusahaan sangat kecil dari total aset sehingga perusahaan dapat dikatakan solvabel.
Namun di sisi lain manfaat pajak yang diperoleh perusahaan tidak terlalu besar.

2013

= 20 %. Pada tahun 2013 sumber dana perusahaan didanai oleh hutang sebanyak 20
%. Jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Total hutang perusahaan
sangat kecil dari total aset sehingga perusahaan dapat dikatakan solvabel. Namun di
sisi lain manfaat pajak yang diperoleh perusahaan tidak terlalu besar.

2014

= 20 %. Pada tahun 2014 sumber dana perusahaan didanai oleh hutang sebanyak 20
%. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Total hutang perusahaan
sangat kecil dari total aset sehingga perusahaan dapat dikatakan solvabel. Namun di
sisi lain manfaat pajak yang diperoleh perusahaan tidak terlalu besar,

2015

= 17 %. Pada tahun 2015 sumber dana perusahaan didanai oleh hutang sebanyak 17
%. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Total hutang perusahaan
sangat kecil dari total aset sehingga perusahaan dapat dikatakan solvable
Dari tabel DR diatas kita dapat melihat bahwa trendnya membaik.

Rasio Ekuitas (EQ)


2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

EQ
0.86

0.83

0.80

0.80

0.83

BERFLUKTUATIF

Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan laju rasio ekuitas berfluktuatif namun tidak
terlalu signifikan. Hal ini menujukan kondisi keuangan yang baik, walaupun &sempat
mengalami penurunan pada tahun 2013. Peningkatan jumlah ekuitas diiringi dengan
peningkatan aset yang seimbang.

Rasio Hutang Dibandingkan Modal Sendiri (DER)


Mengukur perbandingan hutang dengan modal sendiri dalam membiayai kegiatan
investasi

2011
DER

2012
0.2
0

0.
16

2013
0.2
6

2014
0.2
4

2015
0.2
1

ANALISIS TREND
BERFLUKTUATI
F

2011

= 16 %. Pada tahun 2011 perbandingan antara hutang dengan modal dalam


membiayai investasi adalah sebesar 6,94%.

2012

= 20 %. Pada tahun 2012 perbandingan antara hutang dengan modal dalam


membiayai investasi adalah sebesar 20 %. Jumlah ini mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya.

2013

= 26 %. Pada tahun 2013 perbandingan antara hutang dengan modal dalam


membiayai investasi adalah sebesar 26 %. Jumlah ini mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya.

2014

= 24 %. Pada tahun 2014 perbandingan antara hutang dengan modal dalam


membiayai investasi adalah sebesar 24 % Jumlah ini mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya.

2015

= 21 %. Pada tahun 2015 perbandingan antara hutang dengan modal dalam


membiayai investasi adalah sebesar 21 %. Jumlah ini mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya.
Dari tabel DER diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya berfluktuatif.

TIE Ratio dan Fixed Charge Leverage Ratio (FCC)

RASIO

RATARATA

TAHUN

RUMUS
2011

2012

2013

2014

2015

RASIO

EBIT
TIE RATIO
FIXED
CHARGE
LEVERAGE
RATIO (FCC)

BUNGA

STABIL

EBIT + BUNGA
BUNGA + B. SEWA

TIE dan FCC tidak dapat ditentukan karena tidak ada beban bunga di PT. PP London Sumatra
Indonesia Tbk. Utang diperoleh dari pihak berelasi dan pihak ketiga, sehngga tidak
menimbulkan bunga (jika meminjam ke bank).

D. Rasio Profitabilitas
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan,
aset, dan modal saham tertentu.

ANALISIS
TREND

Gross Profit Margin (GPM)


2011

2012

2013

2014

2015

GPM
0.50

0.40

0.30

0.32

0.27

ANALISIS
TREND
MEMBURUK

STABIL

2011

= 50 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba kotor dalam tahun 2011


adalah sebesar 50%.

2012

= 40 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba kotor dalam tahun 2012


adalah sebesar 40 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.

2013

= 30 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba kotor dalam tahun 2013


adalah sebesar 30 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.

2014

= 32 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba kotor dalam tahun 2014


adalah sebesar 32 %. Jumlah ini membaik dari tahun sebelumnya.

2015

= 27 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba kotor dalam tahun 2015


adalah sebesar 27 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.

Dari tabel GMP diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya memburuk.

Operating Profit Margin (OPM)


Digunakan untuk mengukur kemampuan pendapatan menghasilkan laba operasi.
2011

2012

2013

2014

ANALISIS
TREND

2015

OPM
0.43

0.33

0.25

0.27

0.20

MEMBURUK

2011

= 43 %. Kemampuan pendapatan dalam menghasilkan laba operasi dalam tahun 2011 adalah
sebesar 43 %.

2012

= 33 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba operasi dalam tahun 2012 adalah
sebesar 33 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.

2012

= 25 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba operasi dalam tahun 2013 adalah
sebesar 25 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.

2014

= 27 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba operasi dalam tahun 2014 adalah
sebesar 27 %. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya.

2015

= 20 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba operasi dalam tahun 2015 adalah
sebesar 20 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.

Dari tabel OPM diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya memburuk

Net Profit Margin (NPM)


2011

2012

2013

2014

2015

NPM
0.36

0.27

0.19

0.20

0.16

ANALISIS
TREND
MEMBURUK

2011 = 36 %. Kemampuan pendapatan dalam menghasilkan laba bersih dalam tahun 2011
adalah sebesar 36 %.
2012 = 27 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dalam tahun 2012
adalah sebesar 27 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.

2013 = 19 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dalam tahun 2013
adalah sebesar 19 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.
2014 = 20 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dalam tahun 2014
adalah sebesar 20 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.
2015 = 16 %. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dalam tahun 2015
adalah sebesar 15 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.
Dari tabel NPM diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya memburuk
Net Profit Margin yang menurun menunjukkan tidak efisiensinya perusahaan dalam
mengeluarkan biaya-biaya dalam kegiatan operasinya.

Return On Asset (ROA/ROI)

Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba (EAT) dari aktiva yang digunakan.
2011

2012

2013

2014

ANALISIS
TREND

2015

ROA / ROI
0.25

0.15

0.10

0.11

0.08

MEMBURUK

2011

= 25 %. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba (EAT) dari aktiva yang digunakan


pada tahun 2011 adalah sebesar 25 %.

2012

= 15 %. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba (EAT) dari aktiva yang digunakan


pada tahun 2012 adalah sebesar 15 %. Jumlah ini mengalami penuruanan dari tahun
sebelumnya.

2013

= 10 %. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba (EAT) dari aktiva yang digunakan


pada tahun 2013 adalah sebesar 10 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.

2014

= 11 %. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba (EAT) dari aktiva yang digunakan


pada tahun 2013 adalah 11 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya. Jumlah ini
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

2015 = 8 %. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba (EAT) dari aktiva yang digunakan
pada tahun 2015 adalah sebesar 8 %. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya.
Dari tabel ROA diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya memburuk

Return On Equity (ROE)

Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia untuk pemegang


saham dan mengukur pengembalian atas investasi pemegang saham.
2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

EQ
0.29

0.18

0.12

0.13

0.09

MEMBURUK

2011 = 29 %. kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia untuk pemegang


saham pada tahun 2011 adalah sebesar 29%.

2012 = 18 %. kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia untuk pemegang


saham pada tahun 2012 adalah sebesar 18%. Jumlah ini mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya.
2013 = 12 %. kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia untuk pemegang
saham tahun 2013 adalah sebesar 12 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.
2014 = 13 %. kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia untuk pemegang
saham pada tahun 2014 adalah 13 %. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya.
2015 = 9 %. kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia untuk pemegang saham
pada tahun 2015 adalah sebesar 9 %. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya.
Dari tabel ROE diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya memburuk
E. Market Ratio

Earning Per Share (EPS)

Melihat laba bersih yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar.
2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

EPS
249.38

164.53

115.49

135.36

101.09

MEMBURUK

2011 = Pada tahun 2011 laba bersih yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 249,38
2012 = Pada tahun 2012 laba bersih yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 164,53. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
2013 = pada tahun 2013 laba bersih yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 115,49. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
2014 = pada tahun 2014 laba bersih yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp. 135,36. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
2015 = pada tahun 2015 laba bersih yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 101,09. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Dari tabel EPS diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya memburuk

Devident Per Share (DPS)

Melihat dividen yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar.
2011

2012

2013

2014

2015

0.00010

0.00007

0.00005

0.00005

ANALISIS TREND

DPS
0.00006

MEMBURUK

2011 = pada tahun 2011 dividen yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 0.00006

2012 = pada tahun 2011 dividen yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 0.00010. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
2013 = pada tahun 2012 dividen yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 0.00007. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
2014 = pada tahun 2013 dividen yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 0.00005. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
2015 = pada tahun 2014 l dividen yang dihasilkan per lembar saham biasa yang beredar
adalah Rp 0.00005. Jumlah ini sama dengan tahun sebelumnya.
Dari tabel DPS diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya memburuk

Basic Earning Power


2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

BEP
0.30

0.18

0.13

0.14

0.09

MEMBURUK

Basic Earning Power dari perusahaan semakin memburuk dimana pada tahun 2011 ke
tahun 2015 naik yaitu selalu menurun. Penurunan yang sangat signifikan terjadi pada tahun
2012 yaitu 12%. Jika dirata-ratakan, Basic Earning Power dalam 5 tahun terakhir adalah 17 %.
Ini menunjukkan bahwa Total Asset sebesar 17% dari Volume EBIT. Hal ini baik karena lebih
dari 10%.

Price Earning Ratio (PER)


2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

PER
9.02

13.98

16.71

13.96

13.06

BERFLUKTUATIF

2011 = Pada tahun 2011 Price Earning Ratio yang dihasilkan adalah 9,02.
2012 = Pada tahun 2012 Price Earning Ratio yang dihasilkan adalah 13,98. Jumlah ini
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
2013 = Pada tahun 2013 Price Earning Ratio yang dihasilkan adalah 16,71. Jumlah ini
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
2014 = pada tahun 2014 Price Earning Ratio yang dihasilkan adalah 13,96. Jumlah ini
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
2015 = pada tahun 2015 Price Earning Ratio yang dihasilkan adalah 13,06. Jumlah ini
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Dari tabel PER diatas kita dapat melihat bahwa ratan trendnya berfluktuatif.

Divident Pay Out Ratio (DPR)


2011

2012

2013

2014

2015

0.00000

0.00000

0.00000

0.00000

ANALISIS TREND

DPY
0.00000

STABIL

Divident Pay Out Ratio dari perusahaan LSIP sangat kecill, kurang dari 1%. Hal ini berarti
LSIP mempunyai tingkat pertumbuhan sebesar sangat kecil atau dengan pembayaran dividen
0,00000.

Market To Book Ratio


2011

2012

2013

2014

2015

ANALISIS TREND

MBR
22.50

23.00

19.30

18.90

13.20

MEMBURUK

Market To Book Ratio dari perusahaan LSIP memiliki trend yang memburuk dimana
pada tahun 2011 ke tahun 2012 naik yaitu 0,5, Tahun 2013 ke tahun 2015 mengalami
penurunan. Jika dirata-ratakan, Market To Book Ratio LSIP dalam 5 tahun terakhir adalah
19,38, Hal ini berarti mengukur seberapa besar harga saham LSIP yang ada di pasar
dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. Dalam hal ini perbandingannya sebesar 19,38.

Divident Yield
2011

2012

2013

2014

2015

0.00000

0.00000

0.00000

0.00000

ANALISIS TREND

DPY
0.00000

STABIL

Divident Yield dari perusahaan LSIP memiliki trend yang stabil dimana dari tahun 2011 ke
tahun 2015 nilai Divident Yield Ratio hanya kisaran 0,00000. Hal ini berarti, imbal hasil
(Return) investasi pada saham LSIP sangat kecil, hanya 0,000%
5. Analisis Du Pont
Tahun 2011
Perusahaan LSIP memperoleh Rp 0,36 atas setiap rupiah penjualan dan perputaran
aktiva adalah 0,69 kali selama tahun 2011. Oleh karena itu, perusahaan LSIP
memperoleh pengembalian atas aktiva sebesar 25% dan pengembalian equity
sebesar 29 %
Tahun 2012
Perusahaan LSIP memperoleh Rp0,27 atas setiap rupiah penjualan dan perputaran
aktiva adalah 0,56 kali selama tahun 2012. Oleh karena itu, perusahaan LSIP
memperoleh pengembalian atas aktiva sebesar 15 % dan pengembalian equity
sebesar 18 %,
Tahun 2013
Perusahaan LSIP memperoleh Rp0,19 atas setiap rupiah penjualan dan perputaran
aktiva adalah 0,51 kali selama tahun 2013. Oleh karena itu, perusahaan LSIP
memperoleh pengembalian atas aktiva sebesar 10 % dan pengembalian equity
sebesar 12 %.
Tahun 2014
Perusahaan LSIP memperoleh Rp0,20 atas setiap rupiah penjualan dan perputaran
aktiva adalah 0,54 kali selama tahun 2014. Oleh karena itu, perusahaan LSIP

memperoleh pengembalian atas aktiva sebesar 11 % dan pengembalian equity


sebesar 13 %.
Tahun 2015
Perusahaan LSIP memperoleh Rp0,16 atas setiap rupiah penjualan dan perputaran
aktiva adalah 0,47 kali selama tahun 2015. Oleh karena itu, perusahaan LSIP
memperoleh pengembalian atas aktiva sebesar 8 % dan pengembalian equity
sebesar 9 %.

6. Analisis Common Size


Neraca
Dari analisis common size posisi neraca, dapat diketahui bahwa persentasi terbesar
dari Total Asset yang dimiliki oleh perusahaan berasal dari kas dan setara kas
(2011), asset tetap (2011-2015), persediaan (2012). Sedangkan persentasi terkecil
dari total asset yang dimiliki perusahaan adalah piutang usaha pihak berelasi (20112012), uang muka pemasok (2011), pajak dibayar dimuka (2015), asset keuangan
lancar lainnya (2013), piutang usaha pihak berelasi (2014), biaya dibayar dimuka
(2012).
Dari analisis common size posisi neraca, dapat diketahui bahwa persentasi terbesar
dari Total Passiva yang dimiliki oleh perusahaan adalah saldo laba yang belum
ditentukan penggunaanya (2011-2015). Sedangkan persentasi terkecil dari total
passiva yang dimiliki perusahaan adalah selisih Selisih kurs atas penjabaran akunakun kegiatan usaha luar negeri (2011-2015),
Laba rugi
Dari analisis common size posisi laba rugi, dapat diketahui bahwa persentasi
terbesar dari Penjualan (2011-2015) perusahaan. Diluar penjualan yang memiliki
presentasi terbesar adalah beban pokok penjualan (2011-201). Sedangkan
persentasi terkecil dari Penjualan yang dimiliki oleh perusahaan adalah
pendapatan operasi lain (2011), selisih kurs atas penjabaran akun akun kegiatan
usaha luar negeri (2014).
7. ANALISIS INDEX
Neraca
Dari analisis index posisi neraca dengan tahun dasar tahun 2011, dapat diketahui
bahwa persentase terbesar pada tahun 2012 adalah pajak dibayar dimuka dan yang
terkecil adalah biaya yang masih harus dibayar. Sedangkan pada tahun 2013
persentase terbesar adalah akun pajak dibayar dimuka dan akun dengan persentase
terkecil adalah liabilitas pajak tangguhan. Pada tahun 2014, persentase terbesar
adalah piutang lain-lain pihak berelasi dan yang terkecil adalah liabilitas pajak
tangguhan. Pada tahun 2015, persentase terbesar terdapat pada akun piutang lainlain pihak berelasi dan persentase terkecil pada akun kepentingan nonpengendali.
Laba Rugi
Dari analisis index posisi laba rugi dengan tahun dasar tahun 2011, dapat diketahui
bahwa persentase terbesar pada tahun 2012-2015 adalah bagian atas rugi entitas

asosiasi dan persentase terkecil terdapat pada akun Beban pajak penghasilan, neto.
8. ANALISIS ARUS KAS
Dalam analisis arus kas dua tahun terakhir yaitu tahun 2014 dan 2013, didapatkan
kesimpulan bahwa kas mengalami penurunan sebesar Rp 619.418 dan dari analisis
tersebut juga dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan dana sumber dana lebih
besar dari sumber dana.
9. ANALISIS LEVERAGE

DOL (Degree Of Operating Leverage)


Pengaruh penjualan terhadap laba operasi setiap tahunnya mengalami fluktuasi
yaitu pada tahun 2012 adalah sebesar 3,35 kali. Pada tahun 2013 naik signifikan
menjadi 12,18 kali. Pada tahun 2014 mengalami penurunan signifikan sehingga
DOL menjadi 1,58 dan pada tahun 2015 juga naik menjadi 2,95.
Dengan adanya penurunan angka DOL, maka ini berdampak baik bagi perusahaan
karena semakin rendah DOL maka semakin rendah pula risiko bisnis perusahaan,
DFL (Degree Of Financial Leverage)
Pengaruh penjualan terhadap Earning Per Share (EPS) setiap tahunnya cendrung
mengalami penurunan yaitu pada tahun 2012 adalah sebesar 1,00 kali. Pada tahun
2013 naik menjadi 1,32 kali dan pada tahun 2014 mengalami penurunan sehingga
DFL menjadi 0,76 dan angka ini sama dengan DFL tahun 2015 yaitu 0,76.
Dengan adanya penurunan angka DFL, maka ini berdampak baik bagi perusahaan
karena semakin rendah DFL maka semakin rendah pula risiko finansial perusahaan.
DCL (Degree Of Combine Leverage)
Pada DCL, kita menilai bagaimana risiko total perusahaan yaitu risiko bisnis dan
risiko financial. Pada kondisi ini, PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk
mempunyai risiko total yang rendah karena nilai DCL yang cenderung turun karena
pada tahun 2013 dari kenaikan DFL yang signifikan perusahaan dapat
mengatasinya sehingga DFL pasa tahun 2015 menjasi 2,23 kali.

10. Laporan Keuangan Proforma


a. Laporan Laba Rugi
Dengan menggunakan common size pada tahun akhir, diperoleh proyeksi laba rugi
pada tahun 2015 seperti lampiran table yang tertera di halaman belakang. Dari
hasil proyeksi didapatkan kecenderungan bahwa setiap akun mengalami
penurunan. Hal ini sangat baik jika ingin mengurangi beban karena dengan
penurunan beban-beban memungkinkan perusahaan mencapai laba yang lebih
besar, namun penjualan harus dinaikkan agar mendapat laba optimum.
b. Neraca
Dengan menggunakan common size pada tahun akhir, diperoleh proyeksi neraca
pada tahun 2016 seperti table yang tertera di halaman belakang, Dari hasil proyeksi
didapatkan kecenderungan bahwa setiap akun mengalami kenaikan. Hal ini
mencerminkan bahwa kinerja perusahaan lumayan baik

BAB IV
PEMBAHASAN
1. ANALISIS KINERJA
A. Berdasarkan Annual Report Resmi Perusahaan
Dipublikasikan dalam laporan keuangan konsolidasi untuk tahun 2015, kinerja PT. PP
London Sumatra Indonesia dipengaruhi oleh kondisi yang penuh tantangan ini. Lonsum
menutup tahun 2015 dengan penurunan penjualan bersih sebesar 11,4%, dari Rp4,73 triliun
tahun 2014 menjadi Rp4,19 triliun tahun 2015. Kinerja ini berada di bawah perkiraan target
pertumbuhan,terutama akibat lemahnya harga komoditas. Namun demikian, berhasil meraih
peningkatan volume penjualan untuk semua tanaman utama, terutama produk sawit, yang
membantu mengimbangi dampak negatif dari penurunan harga komoditas.
Akibatnya, laba bersih yang dapat diatribusikan pada pemilik entitas induk mencapai
sebesar Rp623,3 miliar, dengan marjin laba barsih sebesar 14,9% atau laba sebesar Rp91 per
saham. Walaupun lebih rendah dari perkiraan yang diharapkan, perusahaan yakin bahwa
pencapaian ini akan membaik seiring pulihnya kondisi pasar ke depan.
Produksi TBS ini meraih peningkatan 4,1% mencapai sebesar 1.396.565 ton tahun 2015
dari sebesar 1.341.239 ton di tahun sebelumnya, didukung oleh peningkatan hasil panen serta
penambahan lahan kelapa sawit yang baru menghasilkan, terutama yang berada di area
Sumatera Selatan. Hasil panen TBS inti juga meningkat dari 17,5 ton per hektar tahun 2014
menjadi 17,8 ton per hektar tahun 2015.
Sejalan dengan peningkatan TBS yang diproses, produksi CPO juga tumbuh sebesar 7,4%,
dari 443.123 ton di tahun 2014 menjadi 475.708 ton di akhir tahun 2015. Produksi inti sawit
juga meningkat, mencapai sebesar 123.417 ton di tahun 2015 atau tumbuh 13,0% dari
pencapaian tahun 2014 sebesar 109.220 ton. Tingkat rendemen minyak sawit (OER) sedikit
menurun mencapai 22,9% dari sebesar 23,2%, namun tingkat rendemen inti sawit tetap stabil
di level 6,0%.
Penjualan benih bibit kelapa sawit meraih pertumbuhan sebesar 46,9% didukung
peningkatan permintaan, dari sekitar 6 juta benih bibit tahun 2014 menjadi lebih dari 9 juta
benih bibit tahun 2015.
Lonsum fokus pada pengendalian biaya di tengah kondisi operasi eksternal yang tidak
menentu, hal ini termasuk diberlakukannya inisiatif untuk memperlambat laju aktifitas
pengembangan dan penanaman baru secara besar-besaran. Lonsum memanfaatkan kesempatan
dari pelambatan ini untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas operasi internal, melalui
tinjauan secara konstan yang dapat membantu Lonsum memanfaatkan kesempatan untuk
berinovasi.

Di tahun 2015, Lonsum menambah beberapa inisiatif yang diharapkan dapat


meningkatkan operasional Lonsum ke depan. Salah satu inisiatif dilaksanakan oleh SumBio
sebagai pusat penelitian Lonsum. Sepanjang 2015, SumBio telah berhasil membudidayakan
dua varian baru materi benih bibit kelapa sawit dengan hasil panen lebih baik, serta toleransi
tertentu terhadap penyakit. Varian-varian tersebut akan akan mulai digunakan untuk
penanaman baru kami, sebelum dipasarkan secara komersial.
Kemajuan berarti juga diraih dalam pemanfaatan teknologi pengamatan (surveillance)
terkini untuk merekam dan mengelola data operasional secara akurat guna mendukung proses
pengambilan keputusan yang efektif dan responsif. Pencapaian ini mendukung Lonsum dalam
mempertahankan posisinya sebagai produsen berbiaya rendah.
Pusat penelitian kami SumBio akan tetap memimpin kegiatan penelitian dan
pengembangan Lonsum guna meraih peningkatan. Pelaksanaan praktek agronomi terbaik juga
merupakan prioritas Lonsum agar dapat terus meraih hasil terbaik dan meningkatkan efisiensi
pengelolaan biaya.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan fokus penting sebagai landasan
bagi pertumbuhan. Program pelatihan terus berlanjut guna meningkatkan kompetensi SDM,
yang digabungkan dengan upaya menciptakan lingkungan kerja mendukung yang
menawarkan kesempatan pengembangan karir yang menarik guna mendorong karyawan untuk
mencapai potensi maksimalnya.
Lonsum tetap berkomitmen menjadi perusahaan perkebunan terdepan dalam praktek
perkebunan yang berlekanjutan. Sejak meraih sertifikasi RSPO yang pertama tahun 2009,
Lonsum terus meraih tambahan sertifikasi RSPO dan ISPO. Di tahun 2015, Lonsum
memproduksi total sebanyak 240.000 ton CPO yang tersertifikasi RSPO, meningkat dari
195.000 ton di tahun sebelumnya. Dengan pencapaian ini, kami percaya dapat meraih lebih
banyak sertifikasi RSPO dan ISPO bagi area perkebunan dan pabrik kami ke depan.
Selain itu, sebagai anggota aktif Cocoa Sustainability Partnership, perusahaan juga akan
terus mendorong pengembangan kakao yang berkelanjutan di Indonesia. Di bidang tata kelola
perusahaan, Lonsum senantiasa mempertahankan komitmennya pada praktek tata kelola
perusahaan dan tanggung jawabnya sebagai warga korporasi yang baik. Lonsum meyakini
pentingnya ke dua bidang ini untuk menjamin keberlanjutan jangka panjang Perseroan.
Lonsum telah membangun kebijakan, struktur, serta standar prosedur operasional yang
mendukung guna memastikan bahwa perusahaan dapat meraih standar transparansi dan
akuntabilitas yang tertinggi bagi para pemangku kepentingan. Untuk itu, seluruh kebijakan
dan prosedur dimonitor secara mendalam guna menjamin kepatuhannya kepada semua
regulasi terkait yang diterbitkan oleh Pemerintah dan berbagai otoritas lainnya.
Perusahaan juga meyakini bahwa komitmen sosial kami telah menjadi faktor pendorong
untuk aktif berpartisipasi dalam membangun masyarakat yang lebih baik di sekitar
perusahaan. Sebagai bagian dari tanggung jawab sosial Perseroan, Lonsum senantiasa
melaksanakan berbagai kegiatan sosial dan pengembangan masyarakat dengan tujuan
memberdayakan masyarakat untuk mencapai hidup yang lebih baik.

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2015 menerima pengunduran diri
Bapak Moleonoto (Paulus Moleonoto) sebagai Wakil Direktur Utama I dan Bapak Tjhie The
Fie (Thomas Tjhie) sebagai Direktur Perseroan dengan diiringi apresiasi dan ucapan terima
kasih atas kontribusinya yang berarti bagi Lonsum. RUPST 2015 juga menyetujui
pengangkatan Bapak Tan Agustinus Dermawan sebagai Wakil Direktur Utama I yang baru,
untuk periode yang dimulai pada akhir RUPST 2015 hingga penutupan RUPST 2016.
Lonsum meyakini prospek pemulihan pemulihan makroekonomi di tahun 2016, dengan
tetap mencermati kemungkinan kebijakan pengetatan moneter di Amerika Serikat serta
berlanjutnya perlambatan di Tiongkok yang akan berdampak pada harga-harga komoditas.
Kami akan terus berupaya meraih efisiensi dan efektivitas operasional guna mempertahankan
keunggulan bersaing.
B. Analisis Kinerja Perusahaan dan Industry
JENIS
RASIO
KEUANG
AN

BAGIANBAGIAN
DARI
RASIO
CURRENT
RATIO

RASIO
LIKUIDI
TAS

QUICK
RATIO
CASH
RATIO

TAHUN
2011

2012

2013

2014

2015

RATA
RATA

PERUSAH
AAN

4.83

3.27

2.49

2.50

2.22

3.06

INDUSTRI

2.37

37.78

1.37

1.31

1.40

8.85

4.14

2.46

2.02

1.99

1.52

2.43

1.85

27.18

1.01

0.96

0.93

6.39

3.88

2.27

1.75

1.82

1.29

2.20

1.51

9.42

0.65

0.65

0.57

2.56

PERUSAH
AAN
INDUSTRI
PERUSAH
AAN
INDUSTRI

ANALISIS
INDUSTR
I
BURUK

BURUK

BURUK

Dari rasio likuiditas, diketahui bahwa kemampuan perusahaan melunasi utang jangka
pendeknya masih lebih rendah daripada industry, yang dapat dilihat dari perbandingan ratatrata rasio lukuiditas perusahaan dan industry. Hal ini dikarenakan peningkatan yang
signifikan pada tahun 2012.
JENIS
RASIO
KEUANG
AN

RASIO
AKTIVIT
AS

BAGIANBAGIAN
DARI
RASIO
PERPUTAR
AN
PIUTANG
(ARTO)
RATA-RATA
UMUR
PIUTANG
(ACP)
PERPUTAR
AN
PERSEDIA
AN (ITO)

TAHUN
2011

2012

2013

2014

2015

RATARATA

PERUSAH
AAN

46.28

80.79

35.39

55.88

37.31

51.13

INDUSTRI

17.61

25.20

20.08

30.90

34.55

25.67

PERUSAH
AAN

7.78

4.46

10.17

6.44

9.65

7.70

INDUSTRI

30.45

22.15

24.30

12.44

14.63

20.79

PERUSAH
AAN

12.73

6.52

11.04

12.43

10.52

10.65

INDUSTRI

7.17

9.60

8.41

6.97

9.32

8.29

UMUR
PERSEDIA
AN (ADI)

PERUSAH
AAN

28.29

55.22

32.61

28.97

34.24

35.86

INDUSTRI

54.59

39.75

47.45

52.42

40.40

46.92

PERPUTAR
AN AKTIVA

PERUSAH
AAN

1.11

0.85

0.68

0.69

0.55

0.78

ANALISIS
INDUSTRI
BAIK

BURUK

BAIK

BURUK
BURUK

TETAP
(FATO)
PERPUTAR
AN TOTAL
AKTIVA
(TATO)

INDUSTRI

0.88

1.15

1.02

1.27

1.47

1.16

PERUSAH
AAN

0.69

0.56

0.51

0.54

0.47

0.56

INDUSTRI

0.47

0.62

0.54

0.63

0.74

0.60

BURUK

Dari rasio aktivitas, diketahui bahwa kemampuan perusahaan mengelola perputaran


piutang dan perputaran persediaan lebih baik daripada industry yang dapat dilihat dari
perbandingan rata-rata rasio aktvitas perusahaan dan industry. Rata-rata umur piutang, umur
persediaan, perputaran aktiva tetap, dan perputaran total aktiva rasionya lebih rendah dari
industry. Ini artinya kinerja perusahaan dalam mengatasi piutang masih harus ditingkatkan lagi
begitu juga dengan umur persediaannya.
JENIS
RASIO
KEUANGA
N

BAGIANBAGIAN
DARI
RASIO
DEBT
RATIO
EQUITY
RATIO

RASIO
SOLVABILI
TAS

DEBT TO
EQUITY
RATIO
TIE
RATIO
FIXED
CHARGE
LEVERAG
E RATIO
(FCC)

TAHUN

PERUSAH
AAN
INDUSTRI
PERUSAH
AAN
INDUSTRI
PERUSAH
AAN
INDUSTRI
PERUSAH
AAN
INDUSTRI
PERUSAH
AAN

2011

2012

2013

2014

2015

RATARATA

0.14

0.17

0.20

0.20

0.17

0.18

1.77

1.68

1.74

1.68

1.52

1.68

0.86

0.83

0.80

0.80

0.83

0.82

0.79

0.79

0.80

0.80

0.79

0.79

0.16

0.20

0.26

0.24

0.21

0.21

0.77

0.71

1.02

0.84

0.85

0.84

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

1.18

0.33

0.44

-0.05

4.59

1.30

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

2.19

1.74

1.47

2.59

5.09

2.62

ANALISIS
INDUSTRI
BURUK

BAIK

BURUK

BURUK

BURUK
INDUSTRI

Dari rasio solvabilitas, diketahui bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi


kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. lebih baik daripada industry
karena nilai utang perusahaan lebih kecil daripada industri.
JENIS
RASIO
KEUANGA
N
RASIO
PROFITAB
I-LITAS

BAGIANBAGIAN
DARI
RASIO
GROSS
PROFIT
MARGIN
(GPM)
OPERATI
NG
PROFIT
MARGIN
(OPM)
NET
PROFIT
MARGIN
(NPM)

TAHUN
2011

2012

2013

2014

2015

RATARATA

PERUSAH
AAN

0.50

0.40

0.30

0.32

0.27

0.36

INDUSTRI

0.00

0.55

0.60

0.64

0.73

0.50

PERUSAH
AAN

0.43

0.33

0.25

0.27

0.20

0.29

INDUSTRI

0.00

0.81

0.67

0.55

0.36

0.48

0.36

0.27

0.19

0.20

0.16

0.24

0.08

0.11

0.08

0.14

0.20

0.12

ANALISIS
INDUSTRI
BURUK

BURUK
PERUSAH
AAN
INDUSTRI

BAIK

RETURN
ON
ASSET
(ROA/ROI
)
RETURN
ON
EQUITY
(ROE)

PERUSAH
AAN

0.25

0.15

0.10

0.11

0.08

0.14

INDUSTRI

0.04

0.07

0.04

0.08

0.15

0.08

PERUSAH
AAN

0.29

0.18

0.12

0.13

0.09

0.16

INDUSTRI

0.06

0.12

0.06

0.13

0.23

0.12

BAIK

BAIK

Dari rasio profitabilitas, diketahui bahwa kemampuan perusahaan menghasilkan


keuntungan pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham lebih baik daripada industry rasionya
lebih kecil daripada industri. Perusahaan harus mengurangi bebannya agar bisa setara dengan
industry.

BAGIA
NBAGIA
N DARI
RASIO
EARNI
NG PER
SHARE
(EPS)
DEVIDE
NT PER
SHARE
(DPS)
BASIC
EARNI
NG
POWER
PRICE
EARNI
NG
RATIO
(PER)
DIVIDE
NT PAY
OUT
RATIO
(DPR)
DIVIDE
NT
YIELD

JENIS
RASIO
KEUANG
AN

RASIO
PASAR

TAHUN
2011

2012

2013

2014

2015

RATARATA

PERUSAH
AAN

249.38

164.53

115.49

135.36

101.09

153.17

INDUSTRI

34.71

54.31

437.78

53.51

83.72

132.81

PERUSAH
AAN

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

INDUSTRI

-5.73

-2.76

-2.48

-4.60

-6.60

-4.43

PERUSAH
AAN

0.30

0.18

0.13

0.14

0.09

0.17

INDUSTRI

0.07

0.11

0.08

0.12

0.19

0.11

PERUSAH
AAN

9.02

13.98

16.71

13.96

13.06

13.35

INDUSTRI

38760.
95

2551274
.01

4987198
.94

3368190
.99

2022370
.17

2593559
.01

PERUSAH
AAN

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

INDUSTRI

0.50

0.02

0.17

0.06

0.02

0.15

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

-0.04

-0.02

-0.02

-0.04

-0.05

-0.03

ANALISIS
INDUSTR
I
BAIK

BAIK

BAIK

BAIK
PERUSAH
AAN
INDUSTRI

Dari rasio pasar, diketahui bahwa kemampuan perusahaan menigkatkan keuntungan per
lembar saham lebih besar daripada industri. Dalam pembagian deviden, perusahaan lebih baik
daripada Industri yang artinya pembagian deviden yang besar dapat menarik investor maupun
meningkatkan loyalitas investor.

BURUK

Dampak Perhitungan Rasio Terhadap Risiko dan Return

Variabel current ratio memiliki pengaruh yang positif dan signifikan


terhadap return saham. Hal ini mengindikasikan bahwa pemodal

BAIK

akan memperoleh return yang lebih tinggi jika kemampuan


perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin
tinggi.
Variabel return on asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap
return. Teori dan pendapat Mogdiliani dan Miller (MM) yang
menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power
dari asset perusahaan. Hasil yang positif menunjukkan bahwa
semakin tinggi earnings power semakin efisien perputaran aset dan
atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh oleh perusahaan.
Hal ini berdampak pada peningkatan nilai perusahaan yang
tentunya dapat mempengaruhi return saham satu tahun ke depan.
Variabel debt to equity rasio menunjukkan hasil yang hasilnya positif,
tetapi tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa rasio utang
tidak menyebabkan perubahan return saham satu tahun ke depan.
Hal ini tidak konsisten dengan penelitian Natarsyah yang
menyatakan bahwa DTE berpengaruh positif dan signifikan
terhadap harga saham. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
oleh perbedaan sampel dan variabel dependen yang digunakan.
Kemungkinan hasil akan berbeda jika digunakan untuk
memprediksi return dua atau tiga tahun ke depan.
Variabel total asset turn over menunjukkan hasil yang negatif dan
tidak signifikan. Tuasikal pada perusahaan pemanufakturan dan
nonpemanufakturan. Ia menemukan bahwa rasio aktivitas tidak
bermanfaat untuk memprediksi return satu tahun ke depan.

Kondisi Ekonomi Makro Saat Ini

Optimisme Perekonomian Indonesia 2016


Mengawali tahun 2016, Indonesia harus mampu membangun optimisme untuk
menghadapi setiap situasi ekonomi, baik global maupun domestik. Namun, kondisi ini harus
tetap diwaspadai karena mengingat kondisi ekonomi global yang lebih rentan dengan krisis
karena mudah berubah-ubah.
Berkaca dari tahun lalu, pengaruh terbesar bagi ekonomi Indonesia di 2016 bisa jadi
antara lain, yaitu pertama perlambatan ekonomi Tiongkok dan kedua masih rendahnya harga
minyak. Bahasan pertama adalah pengaruh Tiongkok ke Indonesia. Sebagai mitra dagang
terbesar Indonesia, perlambatan di Tiongkok berarti memberi pengaruh pada kegiatan ekspor.
Perlu dicatat, ekonomi dunia juga mendapat pengaruh yang sama atas perlambatan ini.
Melihat hal ini, tentunya pola ekspor Indonesia pun harus mulai diubah, dari barang mentah
menjadi barang jadi/ barang konsumsi.
Kedua, terkait harga minyak. Secara otomatis, minyak menjadi referensi harga bagi
komditas lain, dimana nilai minyak yang rendah berimbas pada harga komoditas yang rendah.
Indonesia sendiri mulai berusaha untuk mengurangi ketergantungan kepada komoditas pada
2015 lalu. Di dalam negeri, harga minyak ini mengganggu ide pengembangan energi
terbarukan karena harganya menjadi lebih murah untuk dikonsumsi.

Hal ketiga ialah, Kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat juga pasti
berpengaruh pada kondisi ekonomi dalam negeri, khususnya sektor keuangan. Hal ini tentunya
harus kita antisipasi sehingga sektor keuangan Indonesia tetap dalam kondisi stabil.
Pemerintah berkomitmen untuk melakukan koordinasi agar dapat menjaga
fundamental ekonomi baik makro, moneter, maupun fiskal. Salah satu hal yang penting adalah
bagaimana mengoptimalkan belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) karena
ini menjadi salah satu faktor penyokong pertumbuhan tahun 2016. Di sisi lain, penyerapan
juga mulai digenjot mulai dari awal tahun, dimana proses lelang telah diizinkan untuk
dilakukan sejak November 2015. Pada Januari 2016, beberapa proyek pekerjaan infrastruktur
telah dimulai, antara lain pada Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Perhubungan. Tahun ini,
pemerintah mengupayakan adanya penyerapan yang lebih merata, dimana distribusi
penyerapannya juga akan terlihat di semester I.
Yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana cara untuk melakukan optimalisasi
pajak, agar Pekerjaan Rumah dari tahun sebelumnya, dapat dijawab. Melihat masih sangat
besarnya potensi pajak Indonesia, salah satu hal yang perlu dicermati adalah penerimaan yang
bersumber dari Wajib Pajak Orang Pribadi. Angka terkini mengenai rasio pajak tersebut masih
sangat kecil dibanding potensinya. Menteri Keuangan telah menugaskan Direktur Jenderal
Pajak, untuk benar-benar serius menggali Wajib Pajak Orang Pribadi pada tahun ini, ditambah
juga untuk tetap menggali Wajib Pajak Badan dan menjaga Pajak Pertambahan Nilai tidak
terjadi kebocoran. Ini diharapkan dapat menjaga harapan dalam penerimaan pajak.
Pemerintah berkomitmen untuk menjalankan APBN 2016 dengan lebih baik, baik dari
sisi penerimaan, belanja, maupun pembiayaan. Lebih lanjut, pemerintah juga berharap APBN
yang lebih baik dapat memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, sehingga
kinerja perekonomian Indonesia 2016 menjadi lebih baik dari 2015.
Pendapat dan harapan para Pelaku Ekonomi untuk mewujudkan fundamental ekonomi
Indonesia di 2016 baik dari sisi makro, moneter, maupun fiskal.
Mengawali tahun 2016, para pelaku ekonomi Indonesia juga menunjukkan optimisme
yang sejalan dengan pemerintah. Mereka meyakini bahwa perekonomian Indonesia tahun
2016 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Ketua Focus Group Pembiayaan Pembangunan dan Perbankan ISEI Destry
Damayanti, optimisme ini dapat terlihat dari beberapa leading indicator, seperti business
tendency index dan consumer confidence index, yang menunjukkan perbaikan. Jadi saya
sangat confidence, 2016 ekonomi kita akan mulai baik, dan peran pemerintah sebagai agent of
development akan sangat menentukan di 2016, katanya saat wawancara terkait optimisme
2016 baru-baru ini.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Rosan P. Roeslani juga
menyebutkan bahwa dunia usaha juga mulai merasakan optimisme di 2016. Karena dari
paket kebijakan pemerintah dan pencapaian-pencapaian yang ada, kita merasakan bahwa 2016
ini jauh lebih baik dari 2015, yang memang merupakan tahun yang penuh tantangan,
jelasnya.
Dengan optimisme ini, pertumbuhan 2016 diperkirakan akan lebih tinggi dari 5 persen,
seperti yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari
Kuncoro. Salah satu perkembangan dari Kuartal III adalah mulai stabilnya nilai rupiah, dan
itu mendorong kembali orang melakukan pengeluaran, katanya. Dengan ini, angka konsumsi
beranjak pulih, sehingga pertumbuhan tahun 2016 diperkirakan akan lebih tinggi dari 5
persen. (Sumber : kemenkeu.go.id)
Dari informasi yang dilansir oleh Kementrian Keuangan diatas, dengan adanya
optimisme dari pemerintah berarti sudah ada gambaran yang baik mengenai perekonomian di
tahun 2016. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang meningkat memungkinkan
peningkatan daya beli masyarakat. Yang perlu diperhatikan harga minyak yang dapat
mempengaruhi biaya dan nilai jual, serta fluktuasi nilai tukar karena ini berdampak pada harga
hasil perkebunan, yang berdampak langsung nilai penjualan dan laba yang akan diperoleh
perusahaan.

Peluang / Prospek Investasi

Menurut saya, jika ingin berinvestasi padaperusahaan ini merupakan piulihan yang tepat
karena dilihat dari rasio pasar, diketahui bahwa kemampuan perusahaan menigkatkan keuntungan
per lembar saham lebih besar daripada industri. Begitu pula dalam pembagian deviden,

perusahaan lebih baik daripada Industri yang artinya pembagian deviden yang besar dapat
menarik investor maupun meningkatkan loyalitas investor.

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.

KESIMPULAN
Berdasarkan Analisis Rasio terutama Rasio Likuiditas dan Rasio Solvabilitas didapatkan
kesimpulan bahwa PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk mampu dalam membiayai utang
jangka pendek dan jangka panjangnya baik dengan menggunakan aktiva lancarnya
maupun dengan laba yang dihasilkan pertahunnya.
Sedangkan berdasarkan Analisis Rasio Profitabilitas dan Aktivitas didapatkan kesimpulan
bahwa kinerja dari PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk cenderung berfluktuatif dan
memburuk, terutama pada perputaran total aktiva rata-rata hanya berputar sebanyak 0,56
kali dalam setahun.
Pada Rasio Profitabilitas dan Rasio Pasar, dapat ditarik kesimpulan bahwa prospek dari
PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk di masa mendatang di prediksikan akan
memberikan kerugian bagi peruahaan karena dapat dilihat dari ketahanan perusahaan
dalam menghadapi kondisi ekonomi sulit saat ini yang kurang baik dimana tetap bisa
menghasilkan laba yang cukup meskipun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya

2.

REKOMENDASI
a. Manajemen

Bagi pihak manajemen, sebaiknya yang perlu diperbaiki adalah kinerja dalam
persediaannya karena dilihat dari perputaran total aktiva, serta mengurangi beban
operasional sehingga didapatkan keuntungan yang maksimal.
b. Investor
Bagi calon investor, dapat disarankan untuk membeli saham PT. PP London Sumatra
Indonesia Tbk ini dan usahakan tetap menahan atau tetap dalam posisi Hold.
c. Kreditur
Bagi para calon kreditur maupun yang sudah menjadi kreditur PT. PP London Sumatra
Indonesia Tbk jangka pendek dan jangka panjang tidak perlu khawatir dengan
terjadinya risiko kredit macet. Hal ini dikarenakan PT. PP London Sumatra Indonesia
Tbk mampu dalam membiayai utang jangka pendek dan jangka panjangnya baik
dengan menggunakan aktiva lancarnya maupun dengan laba yang dihasilkan
pertahunnya.
d. Pemerintah
Dari segi ekonomi, pemerintah memiliki peran penting dalam nilai mata uang dan
penetapan bunga. Diharapkan pemerintah dapat dapat melakukan kebijakan keuangan
yang dapat memberikan keuntungan bagi sector perekonomian.

DAFTAR PUSTAKA
Wild, John, K.R. Subramanyam, dan Robert F. Halsey. 2005. Analisis Laporan Keuangan.
Edisi Delapan, Buku Dua. Alih Bahasa: Yanivi dan Nurwahyu. Jakarta: Salemba Empat
Munawir. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Keempat, Cetakan Ketigabelas.
Yogyakarta : LIBERTY.
http://www.londonsumatra.com
http://ariefmuliadi30,blogspot,co,id/2014/05/analisis-modal-kerja-dan-analisis-rasio,html
http://setiawanzenegger10,blogspot,co,id/2011/06/teori-struktur-modal,html
eprints.undip.ac.id/46356/1/02_HUSEIN.pd

http://www.kemenkeu.go.id/Wide/optimisme-perekonomian-indonesia-2016

LAMPIRAN
1. ICMD PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA TBK.
2. LAPORAN KEUANGAN NERACA, LABA RUGI DAN ARUS KAS PT. PP
LONDON SUMATRA INDONESIA TBK.
3. HASIL PEROLEHAN ANALISIS ASSET DAN HUTANG + MODAL
4. HASIL PEROLEHAN ANALISIS RASIO DAN TREN
5. HASIL PEROLEHAN ANALISIS DU PONT
6. HASIL PEROLEHAN ANALISIS COMMON SIZE
7. HASIL PEROLEHAN ANALISIS INDEX
8. HASIL PEROLEHAN ANALISISARUS KAS
9. HASIL PEROLEHAN ANALISIS LEVERAGE
10. HASIL PEROLEHAN ANALISIS PROFORMA

You might also like