You are on page 1of 35

INFO DEMAM "KLINIK DEMAM

ONLINE"
Advertisements

Informasi, Edukasi dan Konsultasi Online Masalah Demam pada Anak, Remaja dan Dewasa

Menu Utama
skip to content

home

artikel favorit

konsultasi online

parenting

professional

klinik favorit

klinik khusus

tentang kami

DEMAM BERDARAH ATAU DEMAM TIFUS


Mei 5, 2009 by Dokter Anak Indonesia in demam tifus, dengue-DBD.

Dr Widodo judarwanto pediatrician


DEMAM BERDARAH DENGUE SERINGKALI DIANGGAP SEBAGAI DEMAM TIFUS KARENA
o

TERKECOH OLEH HASIL WIDAL, KARENA PENDERITA


DBD PADA KELOMPOK ORANG TERTENTU SERINGKALI
NILAI

WIDALNYA

TINGGI.

SERINGKALI

DIANGGAP

PENYAKIT TERSEBUT KEDUANYA TERJADI BERSAMAAN

TETAPI SEBUAH PENELITIAN MENUNJUKKAN BAHWA


PENDERITA DBD DENGAN HASIL WIDAL YANG TINGGI
SEBAGIAN BESAR HASIL KULTUR DARAH SALMONELA
NEGATIF (GOLD STANDARD DAN DIAGNOSIS PASTI
TIFUS).
o

DBD JUGA SERING MENGALAMI GANGGUAN SALURAN


CERNA SEPERTI NYERI PERUT , MUNTAH, DIARE

PENYAKIT DEMAM DENGUE SERINGKALI DIANGGAP


SEPERTI TIFUS KARENA HASIL TROMBOSIT TURUN

TIDAK TERLALU JAUH TETAPI HASIL WIDALNYA TINGGI


CIRI KHAS YANG DAPAT DIBEDAKAN ADALAH KARAKTERISTIK PERJALAN DEMAMNYA:
o

DEMAM BERDARAH DENGUE ATAU DEMAM DENGUE :


DEMAM MENDADAK TINGGI HARI I-III (DI ATAS 38,5
C), SAAT HARI KE III TURUN ATAU HARI KE 4-5 NAIK
TAPI TIDAK TERLALU TINGGI (DI BAWAH 38,5 c) (POLA
PENURUNAN ANAK TANGGA , DBD POLA PELANA
KUDA)

DEMAM

TIFUS :

PADA

HARI

I-II

TIDAK

TERLALU

TINGGI TETAPI HARI KE 3 5 SEMAKIN TINGGI (DI


ATAS 38,5 C) (POLA KENAIKKAN ANAK TANGGA)
ILUSTRASI KASUS
o

Seringkali didapatkan bahwa penderita demam berdarah


awalnya

didiagnosis

penanganannya. Atau

tifus

sehingga

terlambat

dalam

penderita demam dengue yang

ringan seringkali juga divonis sebagai gejala tifus. Benarkah


seseorang dapat mengidap 2 infeksi yang bersamaan.
o

Pengalaman tersebut di atas tampaknya cukup sering


terjadi di Indonesia. Banyak terjadi overdiagnosis penyakit

tifus artinya didiagnosis penyakit tifus tetapi belum tentu


benar mengalami penyakit tifus. Hal ini terjadi karena
pemeriksaan widal yang sering dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis penyakit tifus ternyata sensitifitas
dan spesifitasnya tidak tinggi. Atau kesalahan interpretasi
hasil laboratorium sering terjadi, seringkali widal H naik
padahal widal H bukan petujuk tifus.
LATAR BELAKANG
o

Demam tifus dan demam berdarah masih merupakan


masalah kesehatan yang penting di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Gambaran klinis demam tifus dan
demam berdarahpada awalnya n seringkali tidak spesifik
terutama pada anak sehingga dalam penegakan diagnosis
diperlukan

konfirmasi

pemeriksaan

laboratorium.

Pemeriksaan penunjang ini meliputi pemeriksaan darah tepi,


isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara
molekuler.
o

Keluhan dan gejala Demam Tifus dan Demam berdarah


tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan
sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai
banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit
Demam Tifus berupa demam berkepanjangan, gangguan
fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.

Berbagai metode diagnostik baru untuk pengganti uji Widal


dan kultur darah sebagai metode konvensional masih
kontroversial dan memerlukan penelitian lebih lanjut.

Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan


dan terjangkau harganya untuk negara berkembang dengan

sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji


TUBEX, Typhidot-M dan dipstik mungkin dapat mulai
dirintis penggunaannya di Indonesia
o

Benarkah penderita DBD daya tahan tubuhnya menurun


kemudian terinfeksi penyakit tifus ?

DEMAM TIFUS
o

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik


yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai
secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi

yang

buruk

serta

standar

higiene

industri

pengolahan makanan yang masih rendah.


o

Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus


menjadi masalah kesehatan penting di negara berkembang
meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis pasti.
Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara
klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis
demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena
tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan
gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak,
terutama pada minggu pertama sakit. Hal ini menunjukkan
perlunya

pemeriksaan

penunjang

laboratorium

untuk

konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid.


o

Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan


untuk mencari cara yang cepat, mudah dilakukan dan

murah biayanya dengan sensitivitas dan spesifisitas yang


tinggi.

Hal

ini

penting

untuk

membantu

usaha

penatalaksanaan penderita secara menyeluruh yang juga


meliputi

penegakan

diagnosis

sedini

mungkin

dimana

pemberian terapi yang sesuai secara dini akan dapat


menurunkan

ketidaknyamanan

penderita,

insidensi

terjadinya komplikasi yang berat dan kematian serta


memungkinkan usaha kontrol penyebaran penyakit melalui
identifikasi karier.
METODE DIAGNOSIS
o

Penegakan
manifestasi

diagnosis
klinis

demam

yang

tifoid

diperkuat

didasarkan
oleh

pada

pemeriksaan

laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan


berbagai penelitian yang menggunakan berbagai metode
diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha
penatalaksanaan

penderita

demam

tifoid

secara

menyeluruh.
MANIFESTASI KLINIS
o

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak


khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis
demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan
sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa
panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai
dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik
panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau
timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus
atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis
berdasarkan gambaran klinisnya saja.

Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting


yang timbul pada semua penderita demam tifoid. Demam
dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh
karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi.
Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi
pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria,
menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun
demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan
pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai
demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi
lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan
menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang
mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik
atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan
apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran

peritonitis akibat perforasi usus.


PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENUNJANG
o

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan


diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu
:

pemeriksaan

darah

tepi;

pemeriksaan

bakteriologis

dengan isolasi dan biakan kuman; uji serologis; dan


pemeriksaan kuman secara molekuler.
IDENTIFIKASI
KUMAN
MELALUI
ISOLASI
/
BIAKAN
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari
darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan
patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang
pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan
demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil biakan meliputi jumlah darah yang diambil; perbandingan volume darah dari media empedu;
dan waktu pengambilan darah.
IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI UJI SEROLOGIS

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan


diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik
terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi
antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji
serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam
tabung tanpa antikoagulan.4 Beberapa uji serologis yang
dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : uji Widal;
tes TUBEX; metode enzyme immunoassay (EIA), metode
enzyme-linked

immunosorbent

assay

(ELISA),dan

pemeriksaan dipstik.
o

Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan


mempunyai nilai penting dalam proses diagnostik demam
tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang
luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen
spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen,
jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk
melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang digunakan
dalam

uji

(poliklonal

atau

monoklonal)

dan

waktu

pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam


perjalanan penyakit).
o

Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin


digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah
memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum
penderita yang telah mengalami pengenceran berbedabeda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang
ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi

aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan


aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.
o

Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan


uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji
hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam
prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan
teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk
konfirmasi

hasil

dari

uji

hapusan.

Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi


kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit)
dengan

menggunakan

partikel

yang

berwarna

untuk

meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan


menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang
hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini
sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya
mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi
antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
o

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes


TUBEX

ini,

beberapa

penelitian

pendahuluan

menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan


spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal.
o

Metode Enzyme Immunoassay Dot didasarkan pada metode


untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap
antigen OMP 50

kD S.

typhi.

Deteksi

terhadap

IgM

menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut


sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan
demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah

endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid


yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik
akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut,
konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M yang
merupakan

modifikasi

dari

metode

Typhidot

telah

dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan


pengikatan

kompetitif

dan

memungkinkan

pengikatan

antigen terhadap Ig M spesifik.4


o

Uji

dot

EIA

tidak

mengadakan

reaksi

silang

dengan

salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal.


Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal,
sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif
yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal
positif.2,8

Dikatakan

bahwa

Typhidot-M

ini

dapat

menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan


kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut
yang cepat dan akurat.
o

Beberapa

keuntungan

sensitivitas

dan

kemungkinan

metode

spesifisitas

untuk

ini

yang

terjadinya

adalah
tinggi

reaksi

memberikan
dengan

silang

kecil

dengan

penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen


dan membran nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan
alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di
tempat

yang

hanya

mempunyai

fasilitas

kesehatan

sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman.


Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran
lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok

dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu


4C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah
penerimaan serum pasien.
o

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai


untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen
LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan
antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering
dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam
spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.
Pemeriksaan

terhadap

antigen

Vi

urine

ini

masih

memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya


cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu
pertama

sesudah

panas

timbul,

namun

juga

perlu

diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus dengan


Brucellosis.
o

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di


Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik
terhadap antigen LPS

S.

typhi

dengan

menggunakan

membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi


sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human
immobilized

sebagai

reagen

kontrol.

Pemeriksaan

ini

menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak


memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di
tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang
lengkap.
Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat
diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada

penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan


hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan
antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan
kultur secara luas.
o

Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat


adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri
S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat
atau

amplifikasi

DNA

dengan

cara

polymerase

chain

reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik


untuk S. typhi.
o

Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode


PCR ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil
positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan
secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang
bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin
dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu
dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis
yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen
klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan
sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam

laboratorium penelitian.
DEMAM BERDARAH DENGUE
Salah satu varian klinik infeksi virus dengue, yang ditandai oleh gejala panas 2- 7 hari dan pada saat
panas turun disertai/disusul dengan gangguan hemostatik dan kebocoran plasma (plasma leakage).
GEJALA KLINIS

1. Demam
Timbul mendadak, berlangsung 2-7 hari

Disertai dengan tidak mau bermain (not doing well), nafsu makan menghilang, mual ,
dan tidak jarang disertai muntah.

Kadang kurva suhu berbentuk pelana (sadle-back fever)

Suhu turun mendadak, kemudian penderita merasa/tampak membaik dan muncul


nafsu makan.

1.

Nyeri

Nyeri kepala

Nyeri belakang mata (retro orbital)

Nyeri otot (myalgia)

Nyeri sendi (arthralgia)

1. Ruam
Pada awal sakit dapat timbul kemerahan (flushing) pada kulit penderita

Pada periode penyembuhan dapat muncul confalescence rash, berupa morbilli like
rash yang lokasinya di ekstremitas bawah (shoe like appearance) dan di ekstremitas atas
(handglove like appearance)

1.

Manifestasi perdarahan

tidak selalu ada

Dapat berupa tourniquet test yang positip, petekiae, epistaksis, perdarahan gusi dan
dapat terjadi perdarahan masif berupa hematemesis/melena yang sampai membutuhkan transfusi
darah.

1.

Dapat dijumpai gejala gastro intestinal, berupa nyeri perut,


muntah, sulit BAB, diare dan gejala saluran napas atas

berupa batuk serta pilek yang ringan


Manifestasi klinis infeksi virus dengue
Spektru
m Klinis

Manifestasi Klinis

DD

Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih


manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia,
manifestasi perdarahan, dan leukopenia.
Dapat disertai trombositopenia.
Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis
membaik.

DBD

Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri

kepala, nyeri retroorbita, mialgia dan nyeri perut.


Uji torniquet positif.
Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.
Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih :
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena,
hematuri.
Hepatomegali.
Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau
perembesan ke rongga peritoneal.
Trombositopenia.
Hemokonsentrasi.
Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan
penyakit dapat berkembang menjadi syok
Keterangan:
o

Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan perdarahan


terutama perdarahan GIT lebih dominan pada DBD.

Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi


peningkatan
perembesan

permeabilitas

kapiler

plasma

sehingga

yang

terjadi

mengakibatkan

haemokonsentrasi, hipovolemia dan syok.


o

Uji torniquet positif : terdapat 10 20 atau lebih petekiae


dalam diameter 2,8 cm (1 inchi).

Diagnosis

Diagnosis DD ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan


pemeriksaan penunjang sesuai tabel 1, dan tidak ditemukan
adanya tanda-tanda perembesan plasma (hemokonsentrasi,
hipovolemia, dan syok).

Sedangkan diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria


diagnosis WHO sebagai berikut:
o

Kriteria klinis
o

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas,


berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

Terdapat
torniquet

manifestasi
positif,

perdarahan
petekiae,

uji

ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,


dan atau melena.

Hepatomegali.

Syok

Kriteri laboratoris
o

Trombositopenia (trombosit =100.000 mm3)

Hemokonsentrasi
=20%

(peningkatan

menurut

standar

hematokrit

umur

dan

jenis

kelamin)
TES WIDAL YANG SERING MENGACAUKAN
o

Di

Indonesia

pemeriksaan

widal

sebagai

pemeriksaan

penunjang untuk menegakkan diagnosis tifus paling sering


digunakan.

Meskipun

ternyata

pemeriksaan

ini

sering

menimbulkan kerancuan dan mengakibatkan kesalahan


diagnosis. Dalam penelitian penulis didapatkan infeksi virus
yang sering menjadi penyebab demam pada anak dan
orang dewasa ternyata juga terjadi peningkatan hasil widal
yang tinggi pada minggu pertama.
o

Interpretasi

dari

uji

Widal

ini

harus

memperhatikan

beberapa faktor antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium


penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status
gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi;
gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah
endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta
reagen yang digunakan.9,13
o

Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan


spesifisitas
membatasi

serta sulitnya melakukan interpretasi hasil


penggunaannya

dalam

penatalaksanaan

penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang


positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita
demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah
digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih
diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum
ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point).
Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan
titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi
dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan
didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anakanak sehat.
o

Dalam penelitian kecil yang dilakukan terhadap 29


anak didapatkan hasil widal yang tinggi pada hari ke
tiga hingga ke lima antara 1/320 hingga 1/1280.
Setelah dilakukan follow up dalam waktu demam
pada minggu ke dua hasil widal tersebut menurun
bahkan sebagian kasus menjadi negatif. Padahal
seharusnya pada penderita tifus nilai widal tersebut
seharusnya semakin meningkat pada minggu ke dua.
Dalam follow up pada minggu ke dua ternyata hasil
nilai widal menghilang atau jauh menurun. Padahal
seharusnya akan pada penderita tifus seharusnya
malahan semakin meningkat. Karakteristik penderita
adalah usia 8 bulan hingga 5 tahun, dengan rata-rata
usia 2,6 tahun. Jenis kelamin laki-laki 41% dan
perempuan 59%. Semua penderita menunjukkan hasil
kultur darah gall degatif dan semua penderita tidak

diberikan antibiotika dan mengalami self limiting


disease

atau

penyembuhan

sendiri.

Hal

ini

menunjukkan bahwa penyebab infeksi pada kasus


tersebut adalah infeksi virus.
o

Yang menarik dalam kasus tersebut 10 penderita


(34%) sebelumnya mengalami diagnosis penyakit
tifus sebanyak 2-4 kali dalam setahun. Sebagian
besar penderita atau sekitar 89% pada kelompok ini
adalah kelompok anak yang sering mengalami infeksi
berulang saluran napas. Dan sebagian besar lainnya
atau

sekitar

86%

adalah

penderita

alergi.

Penelitian lain yang dilakukan penulis pada 44 kasus


penderita demam beradarah, didapatkan 12 (27%)
anak didapatkan hasil widal O berkisar antara 240360 dan 15 (34%) anak didapatkan hasil widal O
1/120. Semua penderita tersebut menunjukkan hasil
kultar darah gall negatif dan tidak diberikan terapi
antibiotika membaik.
o

Pada kelompok tersebut ternyata penderita yang


pernah di imunisasi tifus hanya sekitar 10%. Hal ini
yang

menggugurkan

pendapat

bahwa

penyebab

Widal tinggi karena imunisasi tifus,


o

Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada


infeksi

virus

pada

penderita

tertentu

terutama

penderita alergi dapat meningkatkan nilai Widal.


Banyak penderita alergi pada anak yang mengalami
peningkatan

hasil

widal

dalam

saat

mengalami

infeksi

virus

tampak

menarik

untuk

dilakukan

penelitian lebih jauh. Diduga mekanisme hipersensitif


atau proses auto imun yang sering terganggu pada
penderita alergi dapat ikut meningkatkan hasil widal.
Dengan adanya penemuan awal tersebut tampaknya
sangat berlawanan dengan pendapat yang banyak
dianut

sekarang

bahwa

peningkatan

hasil

widal

terjadi karena Indonesia merupakan daerah endemis


tifus. Fenomena ini perlu dilakukan penelitian lebih
jauh

khusus

dalam

hal

biomolekuler

dan

imunopatofisiologi.
o

Banyak akibat atau konsekuensi nyang ditimbulkan


bila terjadi overdiagnosis tifus.
o

Penderita harus mengkonsumsi antibiotika jangka


panjang padahal infeksi yang terjadi adalah infeksi
virus.

Konsekuensi lain yang diterima adalah penderita


seringkali harus dilakukan rawat inap di rumah sakit.
Hal lain yang terjadi seringkali penderita seperti ini
mengalami diagnosis tifus berulang kali. Semua
kondisi

tersebut

peningkatan

biaya

diatas

akhirnya

berobat

yang

berakibat

sangat

besar

padahal seharusnya tidak terjadi. Belum lagi akbat


efek samping pemberian obat antibiotika jangka
panjang yang seharusnya tidak diberikan.

Terjadi keterlambatan penanganan diagnosis DBD


karemna

keterlambatan

penanganan

karena

keterlambatan atau kesalahan diagnosis


PERBEDAAN DEMAM TIFUS DAN DEMAM KARENA DEMAM BERDARAH DENGUE
o

DEMAM TIFUS SERINGKALI BILA TIDAK CERMAT SULIT


DIBEDAKAN DENGAN DEMAM KARENA DBD, TETAPI
KALAU MELIHAT POLA DEMAMNYA RELATIF MUDAH
DIBEDAKAN

DEMAM KARENA VDBD : 1-2 HARI AWAL MENDADAK


SANGAT

TINGGI,

KEMUDIAN

PADA

HARI

KETIGA

TURUN, HARI KE 4-5 NAIK TAPI TIDAK SETINGGI HARI


1-2 (POLA PENURUNAN ANAK TANGGA , DBD POLA
PELANA KUDA)
o

DEMAM KARENA TIFUS : DEMAM AWALNYA TIDAK


TERLALU TINGGI, TETAPI HARI KE 4-5 BERIKUTNYA
SEMAKIN

TINGGI

DAN

SEMAKIN

TINGGI

(POLA

KENAIKKAN ANAK TANGGA)


SIGN IMMITATOR :
gejala tifus juga mirip beberapa penyakit lainnya, beberapa gejala yang sering
mengecoh sehingga membuat overdiagnosis tifus sering terjadi. BEBERAPA GEJALA DAN
TANDA UMUM YANG BUKAN HANYA ADA PENYAKIT TIFUS :
o

LIDAH KOTOR, pada anak dengan sensitif saluran


cerna ATAU GANGGUAN FUNGSI SALURAN CERNA
(PENDERITA

ALERGI/GER

yang

sebelumnya

dalam

keadaan sehatpun juga sering mengalami gangguan


lidah putih dan kotor) ternyata bila demam juga
menimbulkan gangguan warna putih pada lidah,
hanya saja pada tifus lidah putih sangat tebal dengan
tepi kemerahan
GANGGUAN PENCERNAAN :

NYERI PERUT, MUNTAH, DIARE, SULIT BAB. Pada anak


dengan sebelumnya punya riwayat sensitif saluran
cerna atau gangguan fungsi saluran cerna (alergi,
GER, nyeri perut berulang, konstipasi berulang dll)
Ternyata pada saat demam gangguan saluran cerna
ini juga seringkali timbul

DEMAM MALAM HARI, pada anak tertentu ternyata


juga mempunyai pola demam terjadi pada malam hari
bila terkena infeksi. Hal ini sering terjadi pada
penderita alergi. Mungkin karena pengaruh hormon
sirkadial, hal ini juga yang menjelkaskan kenapa

gejala alergi lebih berat pada malam hari


Benarkah penderita DBD daya tahan tubuhnya menurun kemudian terinfeksi penyakit tifus ?

Beberapa dokter mengatakan bahwa hal itu bisa saja terjadi


karena penderita DBD daya tahan tubuhnya turun kemudian
terserang penyakit tifus.

Secara teoritis hal itu bisa saja terjadi, tetapi kalaupun ada
kemungkinan untuk terjadi sangat jarang.

Teori di atas

dibantah karena masa inkubasi Demam tifoid adalah 5-7


hari, jadi asusmsi yang terjadi adalah infeksi itu terjadi
bebarengan saat sebelum sakit, bukan saat sakit DBD.
o

Jadi pendapat bahwa daya tahan penderita DBD turun terus


akan terjadi infeksi tifus seharusnya terjadi seminggu

setelah sakit DBD.


KONDISI DAN KEADAAN YANG HARUS DIWASPADAI PADA PENDERITA YANG SERING
MENGALAMI OVER DIAGNOSIS TIFUS
Terdapat beberapa kondisi dan keadaan yang harus diwaspadai pada penderita penderita yang
telah divonis tifus yang dapat berakibat over diagnosis tifus. Dalam penelitian tersebut di atas
terdapat beberapa karakteristik penderita yang sering mengalami overdiagnosis tifus,
diantaranya adalah :

Penderita demam berdarah

Hasil pemeriksaan widal yang sangat tinggi pada hari


ke 3-5 saat demam.

Dalam lingkungan satu rumah terdapat penderita


demam tinggi dalam waktu yang hampir bersamaan
(dalam waktu kurang dari 3-5 hari).

Penderita divonis gejala tifus atau tifus ringan

Demam disertai gejala batuk dan pilek pada awal


penyakit

Penderita yang sering mengalami infeksi berulang


(sering demam, batuk dan pilek)

Penderita alergi (batuk lama, pilek lama, sinusitis,


asma) yang disertai GER (gastrooesephageal refluks)
atau sering muntah.

Penderita tifus berulang atau penderita yang divonis


tifus lebih dari sekali

Peningkatan nilai widal H, (widal H bukan merupakan


petanda infeksi tifus)

o Penderita berusia kurang dari 2 tahun


Bila penderita mengalami hal tersebut maka sebaiknya harus cermat dalam menerima
diagnosis tifus. Penyakit demam yang disebabkan karena penderita DBD atau infeksi
virus lainnya disertai kondisi tersebut di atas sering mengalami terjadi peningkatan
nilai widal, padahal tidak mengalami infeksi tifus. Diagnosis tifus ditegakkan bukan
hanya berdasarkan hasil laboratorium.
BAGAIMANA MENYIKAPINYA
o

Dalam menanganani kasus demam hari 13 yang sangat


tinggi, sebaiknya yang paling awal dipikirkan apakah
demam berdarah atau bukan ? Bukan sebaliknya tifus atau
bukan ? Bila demam berdarah disingkirkan dan demam
masih sangat tinggi di atas (38,5 C) saat hari ke 4-5 boleh
saja dipikikrkan penyakitb yang lain termasuk tifus.

Mengingat akurasi pemeriksaan widal tidak tinggi dan sering


mengakibatkan

bias

dengan

penyakit

lainnya

maka

masyarakat dan klinisi harus cermat dalam menyikapinya.


Dalam penegakaan diagnosis demam tifus diperlukan data
yang

lengkap

dan

jelas

meliputi

riwayat

perjalanan

penyakit, tanda dan gejala klinis serta hasilmpemeriksaan


laboratorium. Selanjutnya untuk memastikan diagnosis kerja
diperlukan interpretasi klinis yang cermat dan mendalam
dianatara

ketiga

faktor

tersebut.

Bukan

sekedar

mengandalkan hasil laboratorium tanpa memperhatikan


kondisi klinis penderita.
o

Mengingat seringnya kerancuan yang diakibatkan oleh


pemeriksaan widal, maka sebaiknya pemeriksan widal
dilakukan pada penderita saat minggu ke dua demam bukan
saat minggu pertama. Penting harus diketahui bahwa tinggi
rendahnya nilai widal bukan merupakan ganbaran berat
ringannya penyakit tifus.

Dokter sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam


masalah overdiagnosis ini sebaiknya harus lebih mawas
diri.

Berbagai

berdasarkan

tindakan

kemampuan

medis

yang

profesional

dilakukan

harus

khususnya

dalam

menginterpretasi hasil laboratorium. Kepentingan kesehatan


penderita harus diutamakan di atas segalanya. Tindakan
medis dilakukan bukan karena pertimbangan kepentingan
lainnya. Pendidikan dokter berkelanjutan dan komunikasi
dengan pakar tampaknya merupakan salah satu sarana
untuk

meningkatkan

profesionalitas

dokter

khususnya

dalam mengurangi kesenjangan pemahaman klinis yang


sering terjadi.
o

Orangtua

penderita

sebagai

penerima

layanan

medis

berhak mengetahui informasi penyakit penderita secara


lengkap

dan

jelas.

Pengetahuan

dan

pemahaman

masyarakat dalam masalah ini dapat mengurangi kejadian


overdiagnosis tifus yang masih banyak terjadi. Bila dalam
keadaan seperti di atas penderita masih divonis demam
tifus perlu mendiskusikan dengan baik dan menanyakan
lebih jauh terhadap dokter yang merawat.
o

Bila

meragukan

dapat

dilakukan

pemeriksaan

widal

seminggu kemudian, bila terjadi peningkatan nilai widal


sebanyak 4 kali menunjukkan konfirmasi diagnosis. Bila
menurun,

tetap

atau peningkatan tidak terlalu

tinggi

dibandingkan nilai widal sebelumnya maka diagnosis tifus


patut diragukan.
o

Kalau perlu diusulkan untuk melakukan pemeriksaan


kultur darah gall untuk memastikan diagnosis tifus.
Bila

masih

meragukan

terutama

penderita

yang

berulangkali divonis tifus sebaiknya melakukan second


opinion atau pendapat kedua dengan dokter lainnya.
o

Perlu

dilakukan

penelitian

lebih

jauh

tentang

fenomena demam berdarah dan demam tifus ini


secara lebih mendalam
KEPUSTAKAAN
o

Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM,


Jenson HB, Eds. Nelson Textbook of Pediatrics, edisi 16.
Philadelphia : WB Saunders, 2000:842-

8.Tumbelaka AR, Retnosari S. Imunodiagnosis Demam Tifoid.


Dalam

Kumpulan

Naskah

Pendidikan

Kedokteran

Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Jakarta : BP FKUI,


2001:65-73.
o

Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document :


The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever.
World Health Organization, 2003;7-18.

Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002;347(22):177082.

Pang T. Typhoid Fever : A Continuing Problem. Dalam : Pang


T, Koh CL, Puthucheary SD, Eds. Typhoid Fever : Strategies
for the 90s. Singapore : World Scientific, 1992:1-2.

Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam : Strickland GT, Ed.


Hunters Textbook of Pediatrics, edisi 7. Philadelphia : WB
Saunders, 1991:344-58.

WHO. Dengue Hemorrhagic Fever : diagnosis, treatment,


prevention and control. Geneva, 1997.

WHO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue


hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi, 1999.

Halstead S.B. Dengue. In : Warren S.K, Mahmoud A.A.F eds.


Tropical and geographical medicine, 2nd ed New York Mc
Graw-Hill Information Services Co., 1990; 675-85.

Innis B.L Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever In :


Porterfield J.S. ed Kass Handbook Of Infectious Diseases
Exotic Viral Infections 1st ed Chapman & Hall Medical London
1995; 103-46.

Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ. Current trends in


the management of typhoid fever. MJAFI 2003;59:130-5.
Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M. One-step 2minute test to detect typhoid-specific antibodies based on
particle

separation

in

tubes.

Clin

Microbiol

1998;36(8):2271-8.
o

Purwaningsih S,

Handojo I,

Prihatini,

Probohoesodo Y.

Diagnostic value of dot-enzyme-immunoassay test to detect


outer membrane protein antigen in sera of patients with
typhoid fever. Southeast Asian J Trop Med Public Health
2001;32(3):507-12. [Abstract]
o

Hatta M, Goris MG. Simple dipstick assay for the detection of


Salmonella typhi-specific IgM antibodies and the evolution of
the immune response in patients with typhoid fever. Am J
Trop Med Hyg 2002;66(4):416-21. [Abstract]

Pang

T.

Molecular

biology

as

diagnostic

tool

in

Salmonellosis. Dalam : Sarasombath S, Senawong S, Eds.


Second Asia-Pacific symposium on typhoid fever and other
Salmonellosis. Thailand : SEAMEO Regional Tropical Medicine
and Public Health Network, 1995:213-6.
o

Massi MN, Shirakawa T, Gotoh A, Bishnu A, Hatta M,


Kawabata M. Rapid diagnosis of typhoid fever by PCR assay
using one pair of primers from flagellin gene of Salmonella
typhi. J Infect Chemother 2003;9(3):233-7.

www.infodemam.com

PROVIDED BY: KLINIK ANAK ONLINE SUPPORTED BY: GROW UP CLINIC


JAKARTAYUDHASMARA FOUNDATION GROW UP CLINIC I JL TAMAN BENDUNGAN
ASAHAN 5 BENDUNGAN HILIR JAKARTA PUSAT 10210, PHONE (021) 5703646
08131592-2012 GROW UP CLINIC II MENTENG SQUARE JL MATRAMAN 30

JAKARTA PUSAT 10430, PHONE (021) 29614252 08131592-2012 08131592-2013


EMAIL : JUDARWANTO@GMAIL.COM HTTP://GROWUPCLINIC.COM FACEBOOK HTTP://W
WW.FACEBOOK.COM/GROWUPCLINIC TWITTER:
@GROWUPCLINIC PROFESSIONAL
HEALTHCARE PROVIDER GROW UP CLINIC DR NARULITA DEWI SPKFR, PHYSICAL
MEDICINE & REHABILITATION CURRICULUM VITAE HP 085777227790 PIN BB
235CF967 CLINICAL EDITOR IN CHIEF : DR WIDODO JUDARWANTO,
PEDIATRICIAN EMAIL : JUDARWANTO@GMAIL.COM MOBILE PHONE O8567805533 PIN
BBM
76211048
KOMUNIKASI
DAN
KONSULTASI
ONLINE
:
TWITTER @WIDOJUDARWANTO FACEBOOK DR WIDODO
JUDARWANTO,
PEDIATRICIAN KOMUNIKASI DAN KONSULTASI ONLINE ALERGI ANAK : ALLERGY
CLINIC ONLINE KOMUNIKASI DAN KONSULTASI ONLINE SULIT MAKAN DAN
GANGGUAN BERAT BADAN : PICKY EATERS CLINIC KOMUNIKASI PROFESIONAL
PEDIATRIC: INDONESIA PEDIATRICIAN ONLINE
GROW UP CLINIC JAKARTA FOCUS AND INTEREST
ON: *** ALLERGY CLINIC ONLINE*** PICKY EATERS AND
GROWUP CLINIC FOR CHILDREN, TEEN AND ADULT (KLINIK
KHUSUS
GANGGUAN
SULIT
MAKAN
DAN
GANGGUAN
KENAIKKAN
BERAT
BADAN)*** CHILDREN
FOOT
CLINIC *** PHYSICAL
MEDICINE
AND
REHABILITATION
CLINIC *** ORAL
MOTOR
DISORDERS
AND
SPEECH
CLINIC *** CHILDREN SLEEP CLINIC *** PAIN MANAGEMENT
CLINIC JAKARTA *** AUTISM CLINIC *** CHILDREN BEHAVIOUR
CLINIC *** MOTORIC & SENSORY PROCESSING DISORDERS
CLINIC *** NICU

PREMATURE
FOLLOW
UP
CLINIC *** LACTATION
AND
BREASTFEEDING
CLINIC *** SWIMMING SPA BABY & MEDICINE MASSAGE
THERAPY FOR BABY, CHILDREN AND TEEN *** WE ARE GUILTY
OF MANY ERRORS AND MANY FAULTS. BUT OUR WORST CRIME
IS ABANDONING THE CHILDREN, NEGLECTING THE FOUNTAIN
OF LIFE.
INFORMATION ON THIS WEB SITE IS PROVIDED FOR INFORMATIONAL PURPOSES ONLY
AND IS NOT A SUBSTITUTE FOR PROFESSIONAL MEDICAL ADVICE. YOU SHOULD NOT
USE THE INFORMATION ON THIS WEB SITE FOR DIAGNOSING OR TREATING A
MEDICAL OR HEALTH CONDITION. YOU SHOULD CAREFULLY READ ALL PRODUCT
PACKAGING. IF YOU HAVE OR SUSPECT YOU HAVE A MEDICAL PROBLEM, PROMPTLY
CONTACT YOUR PROFESSIONAL HEALTHCARE PROVIDER

COPYRIGHT 2015, WWW.INFODEMAM.COM INFORMATION EDUCATION NETWORK.


ALL RIGHTS RESERVED
Advertisements
Terkait

5 Penyakit Yang Mirip Dan Dikelirukan Penderita DBD

Waspadai Kesalahan Diagnosis, DBD Mirip Penyakit lainnya

DBD, AWALNYA MIRIP PENYAKIT LAINNYA


dalam "dengue-DBD"

Navigasi pos
KRITERIA ATAU INDIKASI RAWAT DAN INDIKASI PULANG PENDERITA DBD
Bacterial Infections

2 responses to DEMAM BERDARAH ATAU DEMAM TIFUS

1.

Bagus R Saputra April 9, 2014 pukul 2:13 pm Balas

journal yang mendukung di mana ya,saya kebetulan juga ingin memperdalam tentang infeksi
kombinasi antara degue fever dengan thypoid fever

The Children Indonesia September 12, 2014 pukul 1:30


pm Balas

Infeksi kombinasi anatara tifus dan demam berdarah jarang sekali terjadi. Yang sering terjadi
infeksi dengue saat diperiksa tifus seringkali terjadi hasil positif palsu padahal eharusnya tidak
mengalami penyakit tifus.

Tinggalkan Balasan

Advertisements

Cari
ARTIKEL TERKINI

5 Mekanisme Terjadinya Demam


Bakteri Gram Positif Negatif, Demam dan Penyakitnya
Demam dan Penyakit Yang Disebabkan Bakteri Gram Positif

Bakteri Gram Negatif Penyebab Demam


14 Bakteri Gram Positif Penyebab Demam
Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif Penyebab Demam
Kanker Bisa Sebabkan Demam Berkepanjangan
Penyakit Autoimun Penyebab Demam
Inilah 6 Infeksi Bakteri Penyebab Demam
20 Penyebab Demam Paling Sering Pada Anak
Fever of Unknown Origin, Demam Yang Tidak Diketahui Sebabnya
Foto Poster Demam
Demam, Batuk dan Pertusis
Kenali Gejala dan Bahaya Radang Otak Ensefalitis
Tetanus, Gejala dan Komplikasinya
KONSUTASI VIA FACEBOOK

Konsutasi Via Facebook

//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js(adsbygoogle = window.adsbygoogle ||
[]).push({});
ARTIKEL FAVORIT

mam Tifoid (Tifus)

Medis Demam Pada Anak

an 5 Obat Demam Paing Sering Pada Anak

NG TIDAK BENAR, Tes Widal positif Belum tentu tifus.

MENGANCAM JIWA

di, DBD Awalnya Didiagnosis Tifus

NGOBATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK

asi Hasil Laboratorium Saat Anak Demam

Demam Pada Anak Saat Di Rumah

car Air Pada Anak


POINT OF INTEREST
POINT OF INTEREST

KOMUNIKASI FACEBOOK

Komunikasi Facebook

Blog di WordPress.com.

Ikuti

You might also like