You are on page 1of 18

REFRESHING

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


SYOK DALAM KEBIDANAN

Disusun oleh:
Monica Dea Rosana
2012730063
Pembimbing :
dr. Rusmaniah Sp.OG
STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN & KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Syok atau renjatan dapat merupakan keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan
tersebar luas pada kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur-unsur gizi lainnya secara
efektif ke berbagai jaringan.
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke sel-sel
tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang progresif, gangguan
fungsi organ dan akhirnya kematian penderita.
Syok tidak terjadi dalam waktu lebih lama dengan tanda klinis penurunan tekanan darah,
dingin, kulit pucat, penurunan kardiac output, tergantung dari penyebab syok itu sendiri. Syok
yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu syok hipovolemik,
kardiogenik, syok obstruksi dengan manifestasi klinis sesuai dengan derajat syok yang terjadi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI SYOK
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat
organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan
tindakan segera dan intensif (BPPPKMN, 2010).
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah kedalam jaringan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme (Sarwono, 2012).
Penyebab syok dalam kebidanan terbanyak adalah perdarahan, lalu neurogenik,
kardiogenik, endotoksik, anafilaktik dan penyebab syok lain seperti emboli air ketuban.
Gejala klinis pada umumnya sama yaitu tekanan darah turun, nadi cepat lemah, pucat
keringat dingin, sianosis jari, sesak, penglihatan kabur, gelisah dan oligouri.
Sifat khas syok dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan, syok dibagi menjadi 3
tahapan yaitu :
a. Tahap nonprogresif (disebut juga tahap kompensasi). Pada tahap ini mekanisme kompensasi
sirkulasi yang normal pada akhirnya akan menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu
terapi dari luar.
b. Tahap progresif. Pada tahap ini, tanpa terapi, syok menjadi semakin buruk sampai timbul
kematian.
c. Tahap irreversibel. Ketika syok telah jauh berkembang sedemikan rupa sehingga semua bentuk
terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong pasien, meskipun pada saat itu, orang tersebut
masih hidup.
B. ETIOLOGI
Syok obstetrik dapat disebabkan oleh berbaga hal, diantaranya adalah :
Syok Hemoragik
Syok Neurogenik
Syok Kardiogenik
Syok Endotoksik/Septik
Syok Anafilaktik
Penyebab lainnya: Emboli air ketuban, udara atau trombus, komplikasi anastesi
(sindroma Mendelshon) dan kombinasi seperti pada abortus inkomplit (hemoragik dan
endotoksin) dan kehamilan ektopik terganggu dan ruptura uteri (hemoragik dan
neurogenik)

C. JENIS-JENIS SYOK
1. Syok Hemorargik
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat perdarahan pada:
a. Kehamilan muda, misalnya: Abortus, Kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas (mola
hidatidosa).
b. Perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri.
c. Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir.

1)

2)

3)

4)

1.
2.
3.
4.
5.

Adapun syok hemoragik terbagi atas fase-fase berikut :


Fase Syok
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap perdarahan 500-1000 ml pada waktu
persalinan tanpa bahaya oleh karena daya adaptasi fisiologik kardiovaskuler dan hematologik
selama kehamilan. Jika perdarahan terus berlanjut, akan timbul fase-fase syok sebagai berikut.
Fase Kompensasi
Rangsangan/refleks simpatis: Respons pertama terhadap kehilangan darah adalah vasokontriksi
pembuluh darah perifer untuk mempertahankan pasokan darah ke organ vital.
Gejala klinik : pucat, takikardia, takipnea.
Fase Dekompensasi
Perdarahan lebih dari 1000 mlpada pasien normal atau kurang karena faktor-faktor yang ada.
Gejala klinik : sesuai gejala klinik syok diatas.
Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki keadaan dengan cepat tanpa
meninggalkan efek samping.
Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian
Penanganan perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan hipoksia jaringan yang lama dan
kematian jaringan dengan akibat berikut ini.
Asidosis metabolik : disebabkan metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen.
Dilatasi arteriol : akibat penumpukan hasil metabolisme selanjutnya menyebabkan penumpukan
dan stagnasi darah di kapilar dan keluarnya cairan ke dalam jaringa ekstravaskular.
Koagulasi intravaskular yang luar (DIC) disebabkan lepasnya tromboplastin dari jaringan yang
rusak.
Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner.
Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat lagi dan jika
penyembuhan (recovery) dari fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal
dan/atau hipofise akan timbul.

Klasifikasi Perdarahan
Kela Jumlah Perdarahan
s
I
15% (Ringan)
II

20-25% (sedang)

III

30-35% (Berat)

IV

40-45% (sangat berat)

Gejala Klinik
Tekana darah dan nadi normal
Tes Tilt (+)
Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian darah kapiler lambat
Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel

Derajat Syok
Berat ringannya Syok menurut Tambunan Karmel:
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, otot rangka dan
tulang. Kesadaran tidak terganggu, produksi urine normal atau hanya sedikit menurun, asidosis
metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun ( hati, usus, ginjal, dan lainnya ).
Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti lemak, kulit, dan otot.
Oliguria bisa terjadi dan asidosi metabolik, akan tetapi kesadaran relative masih baik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital.
Pada syok lanjut terjadi vasokonstriksi disemua pembuluh darah lain. Terjjadi oliguria dan
asidisis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung ( EKG Abnormal, curah
jantung menurun ).
2. Syok Neorogenik
Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh kehamilan ektopik
yang terganggu, solusio plasenta, persalinan dengan forceps atau persalinan letak sungsang di

mana pembukaan serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar, firasat/tindakan crede, ruptura
uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan uterus yang terlalu cepat (pecah ketuban pada
polihidramnion), dan penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan tibatiba tumor ovarium yang sangat besar.
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah
secara mendadak di seluruh tubuh, sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh tampung (cappacitance vessel).
Disebabkan oleh gangguan susuna saraf simpatik, yang menyebabkan dilatasi arteriola. Dan
kenaikan kapasitas vaskuler. Tekanan darah sistolik biasanya akan turun hingga di bawah 80
sampai 90 mmHg walaupun curah jantung normal atau menigkat. Pingsan yang biasa
merupakan contoh syok neurogenik sementara. Kerusakan medua spinalis servikalis merupakan
sebab tersering syok neurogenik traumatik.
Trauma pada otak sendiri hampir tak pernah menyebabkan syok. Kenyataannya ia hampir
selalu menimbulkan kenaikan tekanan darah. Biasanya trauma kepala parah meningkatkan
tekanan intrakranial dan mengurangi perfusi serebral. Secara reflektorik ia merangsang pusat
vasomotor untuk meningkatkan vasokontraksi perifer dan meningkatkan tekanan darah. Pada
tahap kematian otak yang sangat lanjut, bisa terjadi hipotensi karena disfungsi pusat vasomotor
dalam medula oblongata, tetapi hanya terjadi di setelah pernapasan spontan berhenti.
Penatalaksanaan Syok Neurogenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan
efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat,
penggunaanendotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat
250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor
kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin

Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya
hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan
tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi
sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi).
Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot
uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat
dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai
hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat
membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.

3. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan arteri sistolik < 80
mmHg, indeks jantung berkurang dibawah 1,8 L/ Menit/ m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri
meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya, pengeluaran urine kurang dari 20 ml/jam,
ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih miokard infark ventrikel kiri, yang menyebabkan
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan pompa ventrikel kiri. Penyebab
lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas miokard setelah henti jantung dan
pembedahan jantung yang lama.
Bentuk lain bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut, biasanya
disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan yang berat pada curah
jantung forward dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik
4. Syok Endotoksik/septik
a. Pengertian
Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh lepasnya
toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram negative. Sering dijumpai pada abortus
septik, korioamnionitis, dan infeksi pasca persalinan (Sarwono, 2008).
Syok septik adalah keadaan kolapsnya sirkulasi yang disertai dengan diseminasi
intravaskular bakteri atau produknya.

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
c.

d.

b. Etiologi
Syok septik dapat terjadi karena infeksi bakteri gram positif, virus, atau jamur. Kebanyakan
syok septik karena bakteri gram negative : Escherichia coli, pseudomonas aeroginos, bacterioid,
klebsiella species, dan serratia. Escherichia coli, pseudomonas aeroginos, bacterioid yang
mengeluarkan endotoksin adalah fosfo-lipo-polisakarida yang lepas dari dinding sel yang
mengalami lisis. Gambaran yang sama juga terjadi karena eksotoksin dari streptokokus beta
hemolitik, anaerob, dan klostridia.
Syok septik dalam obstetric dapat disebabkan oleh hal hal berikut :
Abortus septik
Ketuban pecah yang lama / korioamnionitis
Infeksi pascapersalinan : manipulasi dan instrumentasi
Trauma
Sisa plasenta
Sepsis puerperalis
Pielonefritis akuta
Patogenesis
Mikroorganisme mengeluarkan endotoksin yang dapat mengaktifkan system komplemen
dan sitoksin, mengawali reaksi inflamasi. Kejadian ini berhubungan dengan DIC yang ekstensif
karena antiplasmin tidak dapat mengatasinya. Sepsis menyebabkan vasodilatasi, tahanan perifer
pembuluh darah menurun., dan hipotensi. Selanjutnya distribusi aliran darah kurang / jelek
sehingga perfusi darah ke organ tidka adekuat menyebabkan kerusakan jaringan multi organ dan
kematian. Mediator inflamasi meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari
pembuluh darah, khusus pada parenkim paru akan menyebabkan edema pulmonum.
Selama sepsis produksi surfaktan pneumosit akan terganggu yang menyebabkan alveolus
kolaps dan mengakibatkan hipoksemia berat yang disebut acute respiratory distreaa syndrome
(ARDS).
Endotoksin lepas karena meningkatnya permiabilitas lisosomal dan sitotoksik. Selanjutnya
dalam beberapa menit dapat terjaid stimulasi medulla adrenal dan saraf simpatis serta kontriksi
arteriol dan venul. Selanjutnya menyebabkan asidosis local yang dpaat menyebabkan dilatasi
anteriol, tetapi kontriksi venul jika berlanjut terus mengakibatkan pembendungan darah kapiler ,
perdarahan karena pembendungan pada gaster, hati, ginjal dan paru.
Faktor Resiko
Ketuban pecah yang lama, sisa konsepsi yang tidak keluar dan instrumentasi saluran
urogenital merupakan faktor resiko yang lain untuk terjadinya sepsis. Syok septik akan
menunjukkan gejala-gejala seperti menggigil, hipotensi, gangguan mental, takikardia, takipnea,

dan kulit merah. Bila syok tambah berat, akan terjadi kulit dingin dan basah, bradikardia dan
sianosis.
Penggunaan mifeprison intravaginal pada abortus medicinalis dapat menyebabkan syok
septik yang fulminant dan letal disebabkan infeksi clostridium sordeli pada endometrium, suatu
bakteri gram positif dan mengeluarkan toksin.
Mifeprison mempengaruhi pengeluaran dan fungsi kortisol dan sitokin dengan jalan
menduduki (blocking) reseptor progesterone dan glukokortikoid . Kegagalan pengeluaran
kortisol dan sitokin akan menghambat mekanisme pertahanan tubuh yang dibutuhkan untuk
menghambat penyebaran infeksi C sordeli dalam endometrium. Pelepasan eksotoksin dan
endotoksin dari C sordeli akan mempercepat terjadi nya syok septik yang letal.
e. Gejala Klinis
Syok septik (endotoksik) terjadi dalam 2 fase utama yaitu fase refersibel dan fase irrifersibel,
Sedamgkan fase refersibel terdiri atas fase panas dan fase dingin. Fase panas disertai dengan
gejala-gejala hipotensi, takikardi, pireksia dan menggigil. Kulit kelihatan merah dan panas.
Pasien biasa nya masih sadar dan leukositosis terjadi dalam beberapa jam.
Pada fase dingin dijumpai gejala dan tanda-tanda kulit dingin dan mengeriput, sianosis,
purpura,/jaundice, penurunan kesadaran yang progresis dan koma
Selanjutnya bila syok berlanjut terus pasien akan jatuh kedalam fase irrefersibel dimana
terjadi hipoksia sel yang berkepanjangan yang menyebabkan gejala asidosis metabolic, gagal
ginjal akut, gagal jantung, edeme pulmonum, gagal adrenal dan kematian.
5. Syok Anafilaktik
Anafilaksis adalah, respon alergi berpotensi mengancam nyawa serius yang ditandai
dengan pembengkakan, gatal-gatal, penurunan tekanan darah, dan pelebaran pembuluh darah.
Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh mengeluarkan antibodi spesifik allergan
(imunoglobulin E/IgE) yang mendorong reaksi berlebihan terhadap suatu zat yang biasanya tidak
berbahaya, seperti makanan, obat.
a.

Pembagian syok anafilaksis


Anafilaksis dapat terjadi sebagai respon terhadap alergen apapun. Penyebab umum termasuk:
1) Alergi obat
2) Alergi makanan seperti kacang-kacangan, kerang (udang, lobster), produk
susu, putih telur, dan biji wijen
3) Serangga gigitan / sengatan seperti sengatan lebah

b.

Gejala syok anafilaktik


Anafilaksis dapat dimulai dengan gatal parah mata atau wajah dan, dalam beberapa menit,
kemajuan gejala yang lebih serius. Gejala awal sakit perut, kram, muntah, diare, gatal-

gatal,dan angioedema.
Gejala
berkembang
dengan
cepat, sering dalam
beberapa
metik atau menit: nyeri perut, sesak nafas, kecemasan, dada sesak, batuk, diare, kesulitan
menelan, pusing, gatal, hidung tersumbat, mual atau muntah, kulit kemerah, pembengkakan
wajah, mata atau lidah, tidak sadar.
c.

Komplikasi syok anafilaktik


Anafilaksis adalah gangguan parah yang bisa mengancam hidup tanpa pengobatan yang
tepat. Namun, gejala biasanya membaik dengan terapi yang tepat, sehingga sangat penting untuk
bertindak segera. Sedangkan komplikasidari syok anafilaktik antara lain:
Airway penyumbatan, henti jantung (tidak ada detak jantung efektif), pernapasan (tidak
bernapas) dan syok.

6. Emboli Air Ketuban


a. Definisi
Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi dalam
kehamilan.
Kondisi ini amat jarang 1 : 8000 - 1 : 30.000 dan sampai saat ini mortalitas maternal dalam
waktu 30 menit mencapai angka 85%. Meskipun telah diadakan perbaikan sarana ICU dan
pemahaman mengenai hal hal yang dapat menurunkan mortalitas, kejadian ini masih tetap
merupakan penyebab kematian ke III di Negara Berkembang
b. Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang
fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang
selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
1) Kegagalan perfusi secara masif
2) Bronchospasme
3) Renjatan
Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat adanya antigen janin
yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.
c. Faktor resiko
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar terjadi pada
saat inparu (70%) , pasca persalinan (11%) dan setelah Sectio Caesar (19%)
Faktor resiko :
1. Multipara
2. Solusio plasenta
3. IUFD
4. Partus presipitatus
5. Suction curettahge

6. Terminasi kehamilan
7. Trauma abdomen
8. Versi luar
9. Amniosentesis
d. Gambaran Klinik
Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli air ketuban harus
pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba mengalami kolaps.
Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi, namun umumnya gejala
dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan berakhir atau menjelang akhir
persalinan, pasien batuk batuk, sesak, terengah engah dan kadang cardiac arrest
e. Diagnosis
Diagnosa pasti dibuat postmortem dan dijumpai adanya epitel skaumosa janin dalam
vaskularisasi paru.
Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan adanya epitel skuamosa dalam
bronchus atau sampel darah yang berasal dari ventrikel kanan.
Pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratoris untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosa emboli air ketuban, diagnosa adalah secara klinis dan per eksklusionum.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif.
Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC
Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan umum
ibu stabil.
X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan
ventrikel kanan.
Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)
Terapi tambahan :
1. Resusitasi cairan
2. Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
3. Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
4. Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
5. Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
6. Segera rawat di ICU

g. Prognosis
Mortalitas perinatal kira kira 65% dan sebagian besar yang selamat baik ibu maupun anak akan
mengalami skualae neurologi yang parah.

H. Mekanisme Terjadinya Syok


Syok Septik
Sering terjadi pada orang dengan gangguan imunitas dan pada usia tua. Akibat dari reaksi tubuh
melawan infeksi, bakteri mati dan mengeluarkan endotaksin melalui mekanisme yang belum
jelas mempengaruhi metabolisme sel dan merusak sel jaringan disekitarnya. Yang dirusak ini
mengeluarkan enzim usosom dan histamin. Enzim usosom masuk kedalam peredaran darah
sampai ke jaringan lain dan menyebabkan kerusakan sel lebih banyak lagi serta sebagai pemicu
dikeluarkan bradiknin. Bradiknin dan histamin menyebabkan vasodilasi pembluh darah tepi
secara masif dan meningkatakan permebilitas kapiler.
Syok Endotoksik
Mikroorganisme mengularkan endoktoksik yang dapat mengaktifkan sistem komplemen dan
sitokin, mengawali reaksi imflamasi. Sepsis menyebabkan vasodilatasi, tahanan perifer
pembuluh darah menurun, dan hipotensi. Selanjutnya di distribusi aliran darah kurang sehingga
perfusi darah ke organ tidak adekuat menyebabkan kerusakan jaringan multi organ dan kematian.
Mediator inflamasi meningkatkan permeabilitas kapilar sehingga cairan keluar dari pembuluh
darah, khusus pada parenkim paru akan menyebabkan odema pulmonum. Selama sepsis produksi
surfaktan pneomosit akan terganggu yang menyebabkan alveolus kolaps dan menyebabkan
hipoksemia berat yang disebut Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS).
Endotoksik lepas karena meningkatnya permeabilitas lisosomal dan sitotoksik. Selanjutnya
dalam beberapa menit dapat terjadi stimulasi medula adrenal dan saraf simpatis serta kontriksi
arteriol dan venul. Selanjutnya menyebabkan asidosis lokal yang dapat menyebabkan dilatasi
arteriol, tetapi kontriksi venul dan jika berlanjut terus mengakibatkan pembendungan darah
kapiler, perdarahan karena pembendungan pada gaster, hati, ginjal, dan paru.
I.

Diagnosis
Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui
tubuh. Ada kegagalan sistem peredaran darah untuk mempertahankan aliran darah yang memadai
sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi ke organ vital terhambat. Kondisi ini juga mengganggu
ginjal sehingga membatasi pembuangan llimbah dari tubuh (Nomenklatur Kebidanan).

J. Tanda dan Gejala


1) Nadi cepat dan lemah (110 x/menit atau lebih).
2) Tekanan darah yang rendah (sistolik <90 mmHg).
Tanda dan gejala lain dari syok:
1) Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut).

2)
3)
4)
5)

Keringat atau kulit terasa dingin dan lembab.


Pernapasan yang cepat (30 x/menit atau lebih).
Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran.
Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml/jam).

K. Komplikasi
Komplikasi akibat dari penanganan yang tidak adekuat dapat menyebabkan asidosis
metabolik akibat metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen. Hipoksia atau
iskemia yang lama pada hipofise dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofise dan gagal
ginjal akut. Koagulasi intravaskular yang luas disebabkan oleh lepasnya tromboplastin dari
jaringan yang rusak. Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner dalam fase ini
kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat lagi dan jika
penyembuhan (recorvery) fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal atau
hipofise akan timbul.
L.
1)
a.
b.
c.
2)

Prinsip Dasar Penanganan Syok


Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan khusus untuk:
Menstabilkan kondisi pasien,
Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
Mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.

M. Penanganan Awal Syok


a. MINTALAH BANTUAN. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawatdarurat.
b. Lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas
bebas.
c. Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh).
d. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan resiko terjadinya aspirasi jika
ia muntah dan untuk memastikan jalan napasnya terbuka.
e. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan teralalu panas karena hal ini akan menambah
sirkulasi perifernya dan mengurangi alliran darah ke organ vitalnya.
f. Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung.
N. Penanganan Khusus
a. Mulailah infus intravena (lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan umum ibu dan harus
dipastikan bahwa jalan napas bebas jika memungkinkan) dengan menggunakan kanul atau jarum
terbesar). Darah diambil sebelum pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan

d.
e.

uji kecocokkan, pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan


darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostatis dan
uji pembekuan.
Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi lakukan venous cut-down.
Pantau terus tanda-tanda vital setiap 15 menit dan darah yang hilang. Apabila kondisi pasien
membaik, hati-hati agar tidak berlebihan memberi cairan. Napas pendek dan pipi bengkak
merupakan tanda kemungkinan kelebihan pemberian cairan.
Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan jumlah urin yang keluar.
Berikan oksigen dengan kecepatan 68 liter/menit dengan sungkup atau kanula hidung.

a.
b.
c.
d.

Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan adalah :
Tekanan darah mulai naik , sistolik mencapai 100 mmHg
Denyut jantung stabil
Kondisi mental pasien membaik , ekspresi ketakutan berkurang
Produksi urin bertambah .Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4jam atau 30 ml/jam .

b.
c.

O. Terapi obat-obatan
a. Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah.
b. Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV pelan-pelan. Cara kerjanya masih
kontroversial, dapat menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja jantung dan
meningkatkan perfusi jaringan.
c. Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
d. Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal.
Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama
Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5% IV infuse pelan-pelan.

a.

b.
c.
d.
e.

Obat pengurang rasa nyeri :


Dalam memilih obat pengurang rasa nyeri yang tepat harus dipertimbangkan kondisi pasien
pada saat itu, saat dan cara pemberian obat dan beberapa hal khusus yang harus diperhatikan
untuk setiap jenis obat yang dipilih .
Penderita dalam syok atau akan mengalami pembedahan segera, hanya boleh mendapat obat I.V
dan I.M .
Hindarilah sedasi berlebihan, sebab sedasi berlebihan dapat menyembunyikan gejala yang
penting untuk membuat diagnosis.
Setiap narkotika dapat menekan pernafasan yang mungkin fatal, oleh sebab itu pasien yang
mendapat narkotika harus dalam pengamatan yang ketat dan cermat.
Obat anti radang nonsteroid dan aspirin dapat menganggu pembekuan darah.

f.

a.
b.
c.
d.
e.

Kombinasi obat pengurang rasa nyeri dengan obat penenang seperti diazepam meningkatkan
resiko depresi pernafasan .
Obat analgetika yang direkomendasikan adalah :
Morfin 10 15 mg I.M. atau 15 mg I.V.
Petidin 50 100 mg I.M .
Paracetamol 500 mg / oral
Paracetamol dan kodein 30 mg / oral
Tramadol oral / I.M 50 mg / Supositoria 100 mg

Terapi Antibiotika :
Regimen Antibiotika
Reg .1
Ampisilin
sefalosporin
Gentamisin
Metrodinazol
Reg.2
Klindamisin
Gentamisin

Kerja
Dosis
atau Gr (+) aerobic dan Gr (-) 500-1000 mg/6 jam
kokus
Gr (-) basil
80 mg/8 jam
Anaerob
500 mg/8 jam
Gr(+) dan Gr(-) aerobic
600 mg/6 jam
Gr(-) aerobic
80 mg/8 jam

P. Prinsip Dasar Dalam Merujuk Kasus Gawat Darurat


Setelah kondisi pasien stabil, penanganan terhadap penyebab syok perdarahan maupun septik
harus dilakukan. Jika penyakit yang menjadi dasar penyebab syok septik tidak dapat ditangani
ditempat itu, pasien harus dirujuk kefasilitas yang lebih mampu menangani.
Hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat :
1. Stabilisasi penderita dengan :
a. Pemberian oksigen,
b. Pemberian cairan invus intravena dan transfuse darah,
c. Pemberian obat-obatan (antibiotika, analgetika dan toksoid tetanus )
2. Transportasi
3. Pasien harus didampingi oleh tenaga yang terlatih dan keluarga nya
4. Ringkasan kasus harus disertakan
5. Komunikasi dengan keluarga
6. Mortalitas

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang kedalamannya tidak sesuai
dengan perdarahan yang terjadi. Klasifikasi Syok: Syok hipovolemik, syok sepsis (endatoxin
shock), syok kardiogenik, dan syok neurogenik.
Penanganan syok terbagi dua bagian yaitu:
A. Penanganan Awal
1. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan
gawat darurat.
2. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan
napas bebas.
3. Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)
4. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko terjadinya aspirasi
jika ia muntah dan untuk memeastikan jalan napasnya terbuka.
5. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan menambah
sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
6. Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika memungkinkan
tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).
B. Penanganan Khusus
Mulailah infus intra vena. Darah diambil sebelum pemberian cairan infus untuk
pemeriksaan golongan darah dan uji kecocockan (cross match), pemeriksaan hemoglobin, dan
hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum,
kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostasis, dan uji pembekuan.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejalagejala syok, mengetahui, dan mengantisifikasi penyebab syok serta efektifitas dan efesiensi kerja
kita pada saat-saat/ menit-menit pertama penderita mengalami syok.

DAFTAR PUSTAKA

IBI, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Ruatam, 1998. Sinopsis Obstertri Edisi 2, Jakarta: EGC.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010. Asuhan Kebidanan Patologi, Jakarta: TIM
Sarwono, 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
http://patologisyok.blogspot.com/2011/07/syok-obstetrik.html
Protap Penatalaksanaan Syok Anafilaktik. Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman
Pengobatan Dasar di Puskesmas. Direktorat Jenderal Keparmasian dan Alat Kesehatan.

You might also like