You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Meningkatnya usia lanjut berdampak pada peningkatan populasi lanjut usia. Di
indonesia sendiri populasi lansia tahun 2010 sekitar 23.992.000 jiwa (9,77%) dan
pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 28.000.000 jiwa (11,3%) (Komnas Lansia,
2010). Hal ini berakibat pula pada fasilitas pelayanan kesehatan yang perlu
ditingkatkan karena adanya kemunduran fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi pada
lansia.
Perubahan fisik yang terjadi adalah pada sistem saraf pusat yaitu pada
penurunan neuron, gangguan aliran darah, akumulasi lipofusin, penurunan berat
massa otak, penurunan fungsi sinaps, perubahan neurotransmiter, penurunan glukosa
dan oksigen (miller, 2012). Perubahan saraf pusat lain lain dapat menyebabkan
kemunduran kemampuan sensorik dan menunjukan penurunan kecepatan respon.
Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia di masyarakat akan memperkuat resiko
terhadap paparan dengan bibit penyakit, termasuk diabetes melitus.
Lansia termasuk kelompok yang sangat beresiko (population risk) terdap
terjadinya penyakit diabetes melitus. Karena population risk meliputi kelompokkelompok tertentu di komunitas atau masyarakat yang mengalami keterbatasan fisik,
sosial, ekonomi dan gaya hidup atau pengalaman hidup sebagai penyebab terjadinya
masalah kesehatan.
Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang tidak bisa
disembuhkan tetapi bisa dikurangi dan di kontrol kadar gula daranya. Menurut WHO
(2008), diabetes melitus merupakan keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, dan mempunyai
karakteristik hiperglikemia tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Diabetes melitus terbagi atas dua yaitu diabetes melitus tipe I jika pangkreas
hanya menghasilkan sedikit atau sama sekali tidak menghasilkan insulin sehingga
penderita selamanya tergantung insulin dari luar, biasanya terjadi pada usia 30
tahun.diabetes melitus tipe II adalah keadaan pangkreas tetap menghasilkan insulin,
kadang lebih tinggi dari normal tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya.
Biasa terjadi pada usia diatas 30 tahun karena kadar gula darah cenderung meningkat
secara ringan tapi progresif setelah usia 50 tahun terutama pada orang yang tidak aktif
dan mengalami obesitas.
1

Indonesia sendiri menempati urutan ke-4 terbesar jumlah penderita diabetes


melitus di dunia. Pada tahun 2006 jumlah diabetesi di indonesia diperkirakan 14 juta
orang, baru 50 % yang sadar mengidapnya dan diantaranya baru sekitar 30 % yang
datang nerobat teratur (WHO, 2008). Kesadaran lansia sendiri maupun keluarga dan
masyarakat dalam mengantisipasi akibat yang ditimbulkan sangat diperlukan untuk
menekan angka kejadia diabetes melitus termasukjuga di indonesia.
Proses menua lansia danfaktor resiko lainnya akan menyebabkan terjadinya
diabetes melitus. Faktor resiko diabetes melitus di masyarakat meliputi foktor yang
diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
meliputi berat badan berlebih, obesitas, gula darah tinggi, tekanan darah tinggi,
kurang aktifitas, gaya hidup, dan rokok. Gula darah yang tinggi dan tidak dikelola
dengan baik dapat menyebabkan kerusakan saraf, masalah ginjal, mata, penyakit
jantung, dan stroke. Hal-hal yang dapat meningkatkan gula darah dapat berupa
makanan dengan karbohidrat yang lebih banyak dari biasanya, kurangnya aktifitas
fisik, infeksi atau penyakit lain, perubahan hormon, misalnya selama menstruasi, dan
stres. Sala satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai gula darah tinggi adalah
dengan pemeriksaan gula dara puasa (GDP). Seseorang dikatakan menderita diabetes
apabila kadar GDP>126 mg/dl (Perkeni, 2012).
Komplikasi diabetes melitus dapat muncul secara akut yaitu timbul secara
mendadak. Dua komplikasi akut yang paling sering terjadi adalah reaksi hipoglikemia
dan koma diabetikum. Komplikasi yang lain muncul secara kronik adalah timbul
secara perlahan dan kadang tidak diketahui tetapi berakhir dengan menjadi makin
berat dan membahayakan. Komplikasi ini meliputi, makrovaskuler, mikrovaskuler,
diabetik retinopati, nephropaty, ulkus kaki diabetes, neuropaty atau kerusakan saraf.
Menurut Buchman 2009, komplikasi yang paling sering terjadi yaitu terjadinya
perubahan patologis pada ektremitas bawah yang disebut dengan kaki diabetik atau
diabetic foot. Dalam kondisi ini keadaan kaki diabetik, yang terjadi adalah kelainan
seperti neuropati, perubahan struktural, tonjolan kulit kalus, perubahan kulit dan kuku,
luka pada kaki, infeksi pada kelainan pembuluh darah.
Sala satu pengobatan yang dapat dilakukan ketika sudah terjadi komplikasi
hanyalah dengan cara mengontrol kadar gula darah semaksimal mungkin untuk
mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk, karena neuropathy akan terus
berlangsung seiring perjalanan penyakit diabetes melitus yang diderita. Perawatan
kaki merupakan upaya pencegahan primer terjadinya luka pada kaki diabetes dengan
gejala awal adalah kesemutan atau baal yang akan menurunkan rasa sensivitas pada
2

kaki. Sala satu tindakan yang harus dilakukan dalam perawatan kaki untuk
mengetahui adanya kelainan kaki secara dini dengan melakukan senam kaki yang
baik dan menjaga kebersihan kaki. Dilihat dari sudut pandang ilmu kesehatan, tidak
diragukan lagi bahwa olah raga atau latihan fisik apabila dilakukan dengan cara yang
benar akan menguntngkan bagi kesehatan dan kekuatan pada umumnya. Sala satu
olahraga yang dianjurkan terutama pada penderita diabetes melitus usia lanjut adalah
senam kaki.
Senam kaki diabetes merupakan sala satu terapi yang diberikan oleh seorang
perawat kepada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes. Senam ini bertujuan
untuk melancarkan peredaran darah yang terganggu karena senam kaki diabetes dapat
membantu memperkuat otot-otot kaki. Senam kaki diabetes ini juga bertujuan untuk
memperbaiki sirkulasi darah sehinngah nutrisi ke jaringan lebih lancar, memperkuat
otot-otot kecil, otot betis, dan otot paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi
yang sering dialami oleh penderita diabetes. (setiawan, 2010).
Senam kaki dianjurkan untuk penderita diabetes yang mengalami gangguan
sirkulasi darah dan neuropathy di kaki, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi dan
kemampuan tubuh penderita. Gerakan dalam senam kaki diabetes seperti yang
disampaikan dalam 3rd National Diabetes Educatiors Training Camp tahun 2005
dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah di kaki. Pengendalian faktor resiko
diabetes melitus melalui modifikasi gaya hidup sebagian besar hanya dilakukan
dengan mengurangi makanan yang manis-manis. Selain tu para penderita penyakit
diabetes melitus cenderung untuk memeriksakan kesehatannya, jika ada keluhan
1.2

peningkatan kadar gula darah. (Fatma, 2010)


Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh senam kaki terhadap penurunan kadar gula pada lansia
dengan diabetes melitus tipe II.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah
pada lansia dengan diabetes melitus tipe II

1.3

Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk rumah sakit
dan perawat yang ada tentang pengaruh senam kaki terhadap sensivitas kaki dan
penurunan gula dara pada lansia dengan diabetes melitus tipe II
2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sala satu sumber bacaan penelitian dan pengembangan selanjutnya di


bidaang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan keperawatan medikal
bedah.
3. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pengaruh senam
kaki terhadap sensivitas kaki dan penurunan kadar gula dara pada lansia dengan
diabetes melitus tipe II.

BAB II
EVIDANCE BASED NURSING PRSCTICE
A. Seven Steps of The IOWA Model
Proses memperkenalkan praktek evidance based dengan model IOWA berfokus
pada organisasi dan kolaborasi menggabungkan perilaku dan penggunaan penelitian,
bersama dengan jenis evidance based lain. Sejak tahun 1994 terus dirujuk dalam artikel
jurnal keperawatan dan banyak digunakan dalam program penelitian klinis. Model ini
memungkinkan kita untuk fokus pada pengetahuan dan pemicu masalah pengetahuan,
yang menyebabkan perawat untuk mempertanyakan praktik keperawatan saat ini dan
apakah perawatan dapat ditingkatkan melalui penggunaan temuan penelitian saat ini.
Berikut ini adalah skema tujuh langkah dari model IOWA yaitu :

1. Selection of a topic (pemilihan Topik)


Dalam memilih topik untuk praktek berbasis evidance based, bebrapa faktor
perlu dipertimbangkan. Hal ini dapat dilihat dari priorotas dan besarnya masalah,
aplikasi untuk semua area praktek, kontribusi yang diberikan untuk peningkatan
pelayanan keperawatan, ketersediaan data dan bukti untuk menunjang masalah yang
ada, serta kedisiplinan dari peneliti sendiri.
Sala satu pengobatan yang dapat dilakukan ketika sudah terjadi komplikasi
hanyalah dengan cara mengontrol kadar gula darah semaksimal mungkin untuk
mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk, karena neuropathy akan terus
berlangsung seiring perjalanan penyakit diabetes melitus yang diderita. Perawatan
kaki merupakan upaya pencegahan primer terjadinya luka pada kaki diabetes dengan
gejala awal adalah kesemutan atau baal yang akan menurunkan rasa sensivitas pada
kaki. Sala satu tindakan yang harus dilakukan dalam perawatan kaki untuk
mengetahui adanya kelainan kaki secara dini dengan melakukan senam kaki yang
baik dan menjaga kebersihan kaki. Dilihat dari sudut pandang ilmu kesehatan, tidak
diragukan lagi bahwa olah raga atau latihan fisik apabila dilakukan dengan cara yang
benar akan menguntngkan bagi kesehatan dan kekuatan pada umumnya. Sala satu
olahraga yang dianjurkan terutama pada penderita diabetes melitus usia lanjut adalah
senam kaki.
5

Senam kaki diabetes merupakan sala satu terapi yang diberikan oleh seorang
perawat kepada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes. Senam ini bertujuan
untuk melancarkan peredaran darah yang terganggu karena senam kaki diabetes
dapat membantu memperkuat otot-otot kaki. Senam kaki diabetes ini juga bertujuan
untuk memperbaiki sirkulasi darah sehinngah nutrisi ke jaringan lebih lancar,
memperkuat otot-otot kecil, otot betis, dan otot paha, serta mengatasi keterbatasan
gerak sendi yang sering dialami oleh penderita diabetes.
Senam kaki dianjurkan untuk penderita diabetes yang mengalami gangguan
sirkulasi darah dan neuropathy di kaki, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi dan
kemampuan tubuh penderita. Gerakan dalam senam kaki diabetes seperti yang
disampaikan dalam 3rd National Diabetes Educatiors Training Camp tahun 2005
dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah di kaki. Pengendalian faktor resiko
diabetes melitus melalui modifikasi gaya hidup sebagian besar hanya dilakukan
dengan mengurangi makanan yang manis-manis. Selain tu para penderita penyakit
diabetes melitus cenderung untuk memeriksakan kesehatannya, jika ada keluhan
peningkatan kadar gula darah.
Sebagai kesimpulan topik utama pada intervensi berbasis Evidance based
Practice yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
perawat dalam mengangani penurunan kadar gula darah adalah Pengaruh Senam
kaki terhadap penurunan kadar gula pada lansia dengan diabetes melitus tipe II.
2. Foming a Team (Membentuk sebuh Tim)
Tim yang dibentuk dalam penelitian ini bertanggung jawab untuk
pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Komposisi tim harus diarahkan oleh
topik yang dipilih dan mencakup semua pemangku kepentingan. Proses mengubah
area praktek yang spesifik akan dibantu oleh anggota staff yang lain, yang dapat
memberikan masukan dan dukungan dan dapat mendiskusikan kepraktisan penerapan
pedoman. Pendekatan bottom-up untuk menerapkan praktik berbasis evidance based
sangat penting sebagai perubahan lebih berhasil bila diprakarsai oleh praktisi garis
depan,bukan dipaksakan oleh menajemen. Dukungan staf juga sangat penting. Staf
junior membutuhkan dukungan dari staf senior untuk melakukan perubahan. Tanpa
sumber daya yang diperlukan dan keterlibatan manajerial, sehingga tim tidak akan
merasa bahwa mereka memiliki wewenang untuk mengubah perawatan atau
dukungan dari organisasi mereka untuk melaksanakan perubahan dalam praktek.
Untuk mengembangkan praktik berbasis evidance pada tingkat unit, tim harus
menyusun kebijakan tertulis, prosedur dan pedoman yang berbasis evidance. Interaksi
6

harus dilakukan antara penyedia perawatan langsung organisasi dan menajemen


seperti menejer perawat,untuk mendukung perubahan ini. Sebagai faktor sosial dan
organisasi mengganggu penerapan hasil penelitian,mereka harus diidentifikasi dan
ditangani sebelum pengembangan praktek berbasis evidance atau aplikasi dari inisiatif
praktik berbasis evidance untuk praktek daerah lain dalam organisasi. Faktor-faktor
yang diidentifikasi dalam literatur meliputi beban kerja, dukungan dari manajemen
dan rekan, tingkat pendidikan, pengalaman penelitian, kurangnya paparan penelitian,
kurangnya pelatihan digunakan penelitian, preferensi untuk praktek kebijaksanaan
daripada bukti penelitian, ketersediaan waktu, aksesibilitas ke penelitian, juara untuk
membantu upaya, dukungan organisasi untuk menggunakan dan melakukan
penelitian. Perawat atau manajemen mungkin menganggap kinerja tugas sebagai
penggunaan yang lebih dibenarkan waktu dari mencari bukti untuk tindakan atau
merancang pedoman untuk praktek yang ada.
Adapun susunan anggota tim dalam pelaksanaan intervensi berbasis Evidance
Based Practice yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
dalam menangani pengaruh senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah pada
lansia dengan diabetes melitus tipe II.

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama
Indrawan Manitu
Johan Berwulo
Stevanus Maman
Rufina Hurai
Novita Elizabet
Matius Heli

Alokasi Waktu
10 jam/minggu
5 jam/minggu
5 jam/minggu
5 jam/minggu
5 jam/minggu
5 jam/minggu

Uraian Tugas
Ketua peneliti
Anggota Peneliti
Anggota Peneliti
Anggota Peneliti
Anggota Peneliti
Anggota Peneliti

Tabel 1 : Anggota Tim, Alokasi waktu, dan Uraian Tugas


No
1.

Nama
Indrawan Manitu

Deskripsi Tugas
Pengembangan
dan

Job Description
portofolio Ketua peneliti

mengevaluasinya

kembali
Melakukan

perbandingan

antara portofolio yang baru


2.

Johan Berwulo

3.

Stevanus Maman

dengan portofolio lama


Membuat standarisasi metode Anggota Peneliti
Membuat framework system
Publikasi
pada
jurnal Anggota Peneliti
7

4.

5.

Rufina Hurai

Novita Elizabet

internasional
Evaluasi intervensi
Studi
literature

metode Anggota Peneliti

interveni yang ada


Sosialisasi intervensi
Analisa data
Anggota Peneliti
Perancangan perangkat keras,
penggunaan
mendukung

server

untuk

infrastruktur

yang ada.
Tabel 2 : Job description anggota tim
3. Evidance Retrieval (Pengambilan Evidance)
Langkah pengambilan evidance dari formasi tim dan pemilihan topik, sesi
brainstorming harus diadakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber yang tersedia
dan istilah kunci untuk memandu mencari bukti. Bukti harus diambil melalui data
base elektronik seperti CINAHL, Medline, Cochrane, Web of Science and Blackwell
Synergy. Sumber-sumber lain dari bukti seperti Intitut Nasional kesehatan dan
Clinical Exellence (NICE) dan peningkatan kualitas dan kemitraan inovasi harus
dikonsultasikan berkaitan dengan standar perawatan yang relevan sesuai pedoman.
Sala satu bukti yang dipakai untuk menginformasikan praktik klinis adalah
dengan menggunakan format PICOT. Format PICOT menyediakan kerangka yang
efisien untuk pencarian database elektronik, yang dirancang untuk memperlancar
artikel agar lebih relevan untuk menentukan pertanyaan klinis. Menggunakan skenario
kasus kasus adalah respon tercepat untuk tim.sebagai contoh cara untuk membingkai
pertanyaan apakah penggunaan tim tersebut dapat menghasilkan hasil yang positif.
Adapun sumber pendukung Evidance Based Practice yang sesuai dengan
pengaruh senam kaki untuk penurunan kadar gula darah pada lansia dengan diabetes
melitus tipe II adalah :
a. The Effects of Aerobic Exercise Training on Psychosocial Aspects of Men with
Type 2 Diabetes Mellitus.
b. Neuropathy and Poorly Controlled Diabetes Increase the Rate of Surgical Site
Infection After Foot and Ankle Surgery
c. Self-Care Associated with Home Exercises in Patients with Type 2 Diabetes
Mellitus
4. Grading the evidence (Mengurutkan evidance)
Langkah dari mengurutkan evidance untuk kelas evidance adalah tim akan
menangani bidang-bidang kualitas penelitian individu dan kekuatan tubuh bukti
8

keseluruhan. Ada kecenderungan untuk mengklasifikasikan peneletian sebagai


kuantitatif atau kualitatif. Data kualitatif dikumpulkan dalam rangka untuk
memperoleh pemahaman tentang fenomena dari perspektif subjektif. Fokusnya adalah
pada deskripsi, pemahaman, dan pemberdayaan. Teori ini dikembangkan berdasarkan
penalaran induktif, dan didasarkan pada realitas seperti yang dirasakan dan dialami
oleh peserta yang terlibat. Sebaliknya, data kuatitatif didasarkan pada proses
pemotongan,pengujian hipotesis, dan metode obyektif dalam rangka untuk
mengontrol fenomena dengan fokus pada pengujian teori dan prediksi.

a. Grading the evidence (mengurutkan evidence)


The Effects of Aerobic Exercise Training on Psychosocial Aspects of Men
with Type 2 Diabetes Mellitus.
Neuropathy and Poorly Controlled Diabetes Increase the Rate of Surgical
Site Infection After Foot and Ankle Surger
Self-Care Associated with Home Exercises in Patients with Type 2 Diabetes
Mellitus
b. Analisa PICOT sesuai Grading EBP
The Effects of Aerobic Exercise Training on Psychosocial Aspects of Men
with Type 2 Diabetes Mellitus.
Peneliti :
Mohammad Ali Sardar,Vahdat Boghrabadi, Mahdi Sohrabi, Reza Aminzadeh
& Mehrdad Jalalian
Tahun :
2014
Populasi :

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah 53 pria yang memiliki
DM tipe 2 untuk durasi rata-rata penyakit selama 3 5 tahun.
Intervensi :
Peserta dikelompokan secara acak menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen menggunakan pengacakan sederhana.
Penelitian ini menggunakan metode blind tunggal untuk membuat kualitas
yakni etika pengobatan dan penelitian. Kedua kelompok cocok untuk usia,
berat badan, riwayat penyakit, lemak tubuh, dan tingkat HbA1c. Penelitian
ini disetujui oleh komite moral dari Mashhad University of Medical Science.
Sebelum tes dilakukan, peserta mengisi kuesioner kesehatan umum (GHQ28) dengan Chronbach ini koefisien alpha (r = 70%). Kelompok eksperimen
berpartisipasi dalam kursus pelatihan latihan aerobik tiga kali seminggu
selama delapan minggu. Setiap sesi pada sepeda (ADA 2004, 2010)
berlangsung selama 45 sampai 60 menit, rata-rata, dengan peserta 60-70%
dari denyut jantung maksimal mereka. Selain mengontrol detak jantung
mereka, penelitian ini menggunakan Skala Borg (Borg, 1982) untuk menilai
tingkat peserta dari tenaga dirasakan (RPE) untuk digunakan dalam
mengendalikan intensitas latihan olahraga aerobik, serta istirahat yang aktif.
Kelompok kontrol tidak berpartisipasi dalam setiap kegiatan latihan untuk
periode delapan minggu. Kelompok kontrol disarankan untuk menggunakan
diet rutin mereka dan latihan sehari-hari dan obat rutin seperti sebelumnya.
Ketika periode delapan minggu latihan aerobik selesai, kedua kelompok
berpartisipasi dalam tes berikutnya. Statistik inferensial, seperti t-test dalam
bentuk sampel independen, yaitu, tes Kolmogorof-Smrirnov tentang
normalitas pengamatan dan Cronbach Koefisien Alpha, yang digunakan
untuk menentukan keandalan alat ukur. Tingkat signifikansi setara dengan p
<0,05 digunakan dalam penelitian ini.
Comparation :
53 pria yang memiliki tipe 2 diabetes mellitus untuk durasi rata-rata penyakit
selama 3 5 tahun dipilih dan diklasifikasikan secara acak dalam percobaan
(27 pasien) dan kelompok kontrol (26 pasien).
Outcame :
Delapan minggu pelatihan olahraga aerobik memiliki efek yang signifikan
pada kesehatan mental (p = 0,002), sub skala dari gejala fisik (p = 0,006),
dan kecemasan dan insomnia (p = 0,001). Tidak ada efek signifikan pada sub
skala yang berhubungan dengan gangguan fungsi sosial (p = 0,117) dan
10

depresi (p = 0,657). Pelatihan latihan aerobik dapat dianggap sebagai


program yang sesuai untuk meningkatkan kesehatan pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2, dan juga dapat meningkatkan kesehatan mental mereka.
Time :
2012 2014
Neuropathy and Poorly Controlled Diabetes Increase the Rate of Surgical
Site Infection After Foot and Ankle Surgery
Peneliti :
Dane K. Wukich, MD, Brandon E. Crim, DPM, Robert G. Frykberg, DPM,
MPH, Bedda L. Rosario, PhD.
Tahun :
2014
Populasi :
Jumlah peserta dalam penelitian ini adalah 2.060 pasien
Intervention :
Penelitian prospektif ini dirancang untuk mengevaluasi frekuensi infeksi
pada pasien yang diobati dengan kaki dan operasi pergelangan kaki.
Hipotesis penelitian ini adalah bahwa pasien dengan komplikasi diabetes
pada peningkatan risiko untuk infeksi dibandingkan dengan pasien tanpa
diabetes dan pasien dengan diabetes yang tidak memiliki komplikasi
diabetes. Tujuan lain adalah untuk membandingkan hubungan neuropati
dengan infeksi situs bedah pada pasien nondiabetes dan diabetes. Metode:
Dua ribu enam puluh kasus bedah berturut-turut dievaluasi. Kelompok 1
termasuk pasien nondiabetes tanpa neuropati, kelompok 2 termasuk pasien
nondiabetes dengan neuropati, kelompok 3 termasuk pasien dengan diabetes
tetapi tidak ada komplikasi diabetes, dan kelompok 4 termasuk pasien
dengan diabetes yang memiliki setidaknya satu komplikasi dari diabetes.
Comparation :
a. Nondiabetes Pasien tanpa Neuropati: 1.536 pasien
b. Nondiabetes Pasien dengan Neuropati: 201 pasien
c. Pasien Diabetes tanpa Komplikasi: 100 pasien
d. Pasien Diabetes dengan komplikasi: 223 pasien

Outcame :
11

Grafik yang menggambarkan angka infeksi di seluruh kelompok pasien.


Pasien dengan diabetes berat memiliki tingkat signifikan lebih tinggi dari
infeksi dari pasien tanpa diabetes atau neuropati (OR: 7,25 [95% CI: 4,0113,08]) dan pasien dengan diabetes tanpa komplikasi (OR: 3,72 [95% CI:
1,09-12,69] ). Tingkat infeksi pada pasien dengan diabetes yang rumit tidak
secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada pasien nondiabetes dengan
neuropati (1,54 [95% CI: 0,77-3,07]). Pasien dengan neuropati nondiabetes
memiliki tingkat signifikan lebih tinggi dari infeksi dari pasien tanpa diabetes
atau neuropati (OR: 4,72 [95% CI: 2,40-9,28]) tetapi tidak menunjukkan
tingkat signifikan infeksi lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan
diabetes tanpa komplikasi (2.42 [95% CI: 0,68-8,63]). Tingkat infeksi pada
pasien dengan diabetes tanpa komplikasi tidak berbeda secara signifikan dari
pada pasien nondiabetes tanpa neuropati (OR: 1,95 [0,58-6,58).
Time :
2014

Self-Care Associated with Home Exercises in Patients with Type 2 Diabetes


Mellitus
Peneliti :
Denise H. Iunes, Carme lia B. J. Rocha, Natha lia C. S. Borges, Caroline
O.Marcon, Vale ria M. Pereira, Leonardo C. Carvalho
Tahun :
2014

Populasi :
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 97 pasien DM tipe 2
12

Intervention :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memverifikasi pedoman perawatan
diri yang dilakukan dirumah secara bersama-sama dengan mengubah
pergelangan kaki dan kaki plantar tekanan dan keselarasan pada pasien
dengan DM tipe 2. Faktor kesehatan yang dianalisa adalah sensivitas dan
sirkulasi aspek, peringkat rasio, dan neuropatu gejala skor, pergelangan kaki
dan keselarasan kaki, tekanan plantar, dan stabilisasi postural. Kriteria inklusi
adalah: diagnosis klinis pasien dengan DM tipe 2 untuk lebih dari 5 tahun,
penggunaan obat oral hipoglikemik dan / atau insulin dan kinerja pemantauan
medis rutin. Kriteria eksklusi adalah: Individu dengan tipe 2 DM dengan
risiko yang sangat tinggi yaitu, orang-orang dengan ulkus dan / atau amputasi
sebelumnya, diagnosis klinis hemiplegi, paraplegy, atau penyakit Parkinson;
amputasi anggota tubuh; riwayat alkohol atau penyalahgunaan narkoba;
herniated disc; kusta; arthritis parah yang mencegah cepat berjalan;
demensia; cacat intelektual; dan gangguan kejiwaan lainnya. Pertama
Kriteria yang ditetapkan karena akan mengambil perubahan distribusi berat
pada anggota tubuh bagian bawah dan tiga kriteria terakhir karena bisa
mengganggu pemahaman pedoman untuk latihan dan perawatan diri.
Comparation :
Penelitian ini tidak memakai kelompok kontrol
Outcame :
Pedoman perawatan diri dan latihan mengubah kaki depan keselarasan
(kanan Foot-Initial vs Akhir, p50.04; Left Foot, P, 0,01), pusat perpindahan
berlaku di mediolateral (kanan Foot - Initial vs Akhir, p50.02; Left Foot, P,
0,01), dan anterior-posterior (kaki kanan - Initial vs Akhir, p50.01) arah, dan
tubuh keseimbangan (Initial vs Akhir, p50.02). Tidak ada perubahan di sisa
dinilai parameter. Perawatan diri berhubungan dengan pedoman untuk latihan
di rumah untuk tungkai bawah pada pasien dengan DM tipe 2 yang efektif
dalam menjaga dan meningkatkan keselarasan kaki, stabilitas mediolateral
dan pencegahan komplikasi.
Time :
2014
5. Develophing an EBP Standard (mengembangkan standar EBP)
Langkah yang digunakan untuk mengembangkan praktek standar berbasis
evidance setelah kritik dari literature, maka anggota tim datang secara bersama-sama
13

untuk mengatur rekomendasi latihan. Jenis dan kekuatan bukti yang digunakan dalam
praktek harus kjelas dan berbasis dikosentrasi studi direplikasi. Desain studi dan
rekomendasi yang dibuat harus didasarkan pada manfaat dan identifikasi dan resiko
yang timbul pada pasien. Ini menetapkan standar pedoman praktek, penilaian,
tindakan, dan pengobatan yang diperlukan. Ini akan didasarkan pada keputusan
kelompok, mempertimbangkan relevansi untuk praktek, kelayakan, ketepatan,
kemaknaan, dan efektivitas untuk latihan. Untuk mendukung praktik berbasis
evidance, maka pedoman harus dirancang untuk kelompok pasien, masalah
pemeriksaan kesehatan harus ditangani, dan kebijakan serta pedoman prosedural
dirancang untuk menyoroti frekuensi dan daerah skrining. Praktik yang berbasis bukti
idealnya

menggunakan

pendekatan

berpusat

pada

pasien,

yang

ketika

diimplementasikan sangat individual. Praktek yang gagal dalam mempertimbangkan


preferensi pasien tidak berdasarkan evidance, sehingga pendekatan kemitraan
diperlukan untuk memperhitungkan pasien otonomi, pilihan dan preferensi untuk
diekpresikan.
a. Kontra indikasi senam kaki
Pasien yang mengalami gangguan funsi fisiologis seperti dispnea dan nyeri
dada.
Pasien yang mengalami depresi, khawatir atau cemas.
b. Indikasi pelaksanaan senam kaki
Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita Diabetes mellitus dengan
tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus sebagai tindakan pencegahan dini.
c. Langkah-langkah pelaksanaan senam kaki
Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita Diabetes mellitus dengan
tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus sebagai tindakan pencegahan dini.
1. Perawat cuci tangan terlebih dahulu
2. Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk dengan tegak
diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai. Dapat juga dilakukan dalam
posisi berbaring dengan meluruskan kaki.
3. Meletakan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu
dibengkokan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali. Pada
posisi tidur, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokan
kembali ke bawah seperti cakar ayam selama 10 kali.
4. Meletakan tumit sala satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki
lainnya, jari-jari kaki diletakan dilantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas.
14

Dilakukan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak
10 kali. Pada posisi tidur,menggerakan jari dan tumit kaki secara bergantian
antara kaki kiri dan kaki kanan sebanyak 10 kali.
5. Tumit kaki diletakan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat
gerakan memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
Pada posisi tidur, kaki lurus ke atas dan buat gerakan memutar dengan
pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kaki.
6. Jari-jari kaki diletakan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar
dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur
kaki harus diangkat sedikit agar dapat melakukan gerakan memutar pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
7. Luruskan sala satu kaki dan angkat,putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan
pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian.
6. Implemention the EBP (pelaksanaan EBP)
Untuk pelaksanaan EBP yang harus diperhatikan adalah aspek-aspek seperti
kebijakan

tertulis,prosedur,dan

pedoman

yang

perlu

berbasis

bukti

untuk

dipertimbangkan. Perlu ada interaksi langsung antara penyedia layanan langsung,


organisasi dan peran kepemimpinan untuk mendukung perubahan ini. Bukti juga
perlu disebarkan dan harus fokus pada kekuatan dan dirasakan manfaatnya, termasuk
cara dimana itu harus dikomunikasiskan. Halini dapat dicapai melalui pelayanan
pendidikan,audit dan umpan balik yang diberikan oleh anggota tim. Faktor sosialdan
organisasi dapat mempengaruhi pelaksanaan dan perlu ada dukungan dan nilai
ditempatkan pada integrasi bukti dalam praktek dan aplikasi temuan penelitian.
Pelaksanaan EBP dalam keperawatan yaitu:
1. Mengakui status atau arah praktik dan yakin bahwwa pemberian perawatan
berdasarkan fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan.
2. Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung
pemberian perawatan berdasarkan fakta
3. Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
4. Praktek berdasarkan fakta penting dalam perawatan kesehatan
5. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktik,
penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
6. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan dikuti dengan evaluasi yang
berkelanjutan.
7. Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi
pada klien dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam
tindakan yang diharapkan perawat memperhatikan etnik, jenis kelamin, usia,
kultur dan status kesehatan.
15

7. Evaluation (evaluasi)
Evaluasi ini penting untuk melihat nilai dan kontribusi bukti dalam praktek.
Sala satu dasar dari data sebelum pelaksanaan akan menguntungkan, karena akan
menunjukan bagaimana bukti telah berkontribusi dalam perawatan pasien. Audit atau
umpan balik melalui proses pelaksanaan harus dilakukan dan keberhasilan tidak akan
tercapai tanpa dukungan dari para pemimpin dari satu organisasi. Evaluasi akan
menyoroti dampak program namun konsistensi hanya dapat dinilai terhadap
perubahan yang sebenarnya terjadi dan memiliki efek yang diinginkan.
Adapun hasil yang diharapkan dari penelitian yang menggunakan pendekatan
IOWA adalah signifikan antara pengaruh senam kaki terhadap penurunan kadar gula
darah pada lansia dengan diabetes melitus tipe II atau dengan nilai P value = 0,01.

BAB III
PEMBAHASAN
Dalam tugas ini dijelaskan ada tujuh langkah atau tahapan IOWA pada praktik perawat
yang berbasis bukti yaitu a) pemilihan topik, b) pembentukan tim, c) pengambilan bukti atau
fakta, d) mengurutkan secara prioritas sumber yang ada, e) mengembangkan standar EBP itu
sendiri, f) pelaksanaan EBP, h) melakukan evaluasi terhadap EBP. Selain tujuh langkah
pengambilan keputusan dalam perawatan kesehatan berubah secara dramatis, dan perawat
diharapkan untuk membuat pilihan berdasarkan bukti terbaik yang tersedia dan terus menerus
maninjau mereka sebagai bukti baru.
Sala satu kritik utama dalam praktek berbasis bukti ini adalah kurangnya bukti yang
meyakinkan. Sementara hal ini dianggap sebagai penghalang untuk melanjutkan penelitian.

16

Meskipun dasar untuk praktik berbasis bukti telah mendapatkan momentum, itu masih
tergantung dari kemampuan perawat untuk mengumpulkan dan menilai bukti yang ada.
Hasil penelitian pun dirancang dengan baik dan menyediakan sumber yang jelas.
Keterbatasan penelitian yang dilakukan menjadi jelas ketika profesi keperawatan mulai
mengadopsi model berbasis bukti. Semua pengetahuan dan informasi yang digunakan untuk
membuat keputusan dapat juga disebut sebagai bukti. Oleh karena itu perawat sebagai
peneliti harus memperhintungkan kualitas bukti ,menilai sejauh mana itu memenuhi empat
prinsip kelayakan, kepatutan, kemaknaan, dan efektivitas.

BAB IV
PENUTUP
4.1

KESIMPULAN
Peningkatan kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien sangatlah
ditentukan oleh kualitas tindakan yang dimiliki oleh perawat itu sendiri. Untuk
menghasilkan tindakan keperawatan yang terbaik harus melalui proses evidance based
practice, akan tetapi jika ingin menghasilkan tindakan keperawatan berdasarkan EBP
maka diperlukan seorang perawat yang menguasai riset keperawatan dengan bai pula.
Saat ini dunia keperawatan diindonesia sudah mulai menerapkan penelitian
yang mengguakan EBP dimana tujuan yang diharapkan untuk memperbaiki tindakan
pelayanan keperawatan. Bukan hanya perawat yang bekerja dibagian pendidikan akan
17

tetapi perawat yangbekerja dibagian pelayanan harus menguasai EBP dengan baik.
Sebab dengan keadaan dunia sekarang perkembangan penyakit dan penyebab
penyakit itu sendiri sudah sangat pesat.
Berdasarkan hasil analisa dan perhitingan uji statistik maka diharapkan
intervensi dari pengaruh senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah pada lansia
dengan diabetes melitus tipe 2 dengan menggunakan pendekatan IOWA hasilnya akan
signifikan atau senam kaki sangat berpengaruh terhadap penurunan kadar gula dara.
4.2

SARAN
1.

Bagi masyarakat
Masyarakat yang menderita penyakit Diabetes Melitus agar lebih memperhatikan
pola makan dan lebih meningkatkan latihan gerak kaki atau senam kaki yang
rutin agar kadar gula darah selalu dalam batas normal

2.

Bagi Perawat
Bagi seluruh perawat agar lebih meningkatkan pemahaman atau pengetahuan
terhadap berbagai trend dan isu keperawatan khususnya keperawatan medikal
bedah yang ada diindonesia sehingga proses pelayanan tindakan keperawatan
semakin baik.selain itu perawat juga diharapkan agar bisa menindak lanjuti trend
dan isu yang ada melalui riset sebagai dasar pengembangan evidance based
practice di lingkungan pendidikan maupun rumah sakit.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Agar lebih menambah metode-metode yang diapakai untuk melihat pengaruh
senam kaki pada penurunan kadar gula darah.
DAFTAR PUSTAKA

Beyea, S. C., & Slattery, M. J. (2006). Evidence-Based Practice in Nursing : A Guide to


Successful Implementation. HCPro, Inc, 1-18.
Dane K. Wukich, M. B., Frykberg, R. G., & Rosario, B. L. (2014). Neuropathy and Poorly
Controlled Diabetes Increase the Rate of Surgical Site Infection After Foot and Ankle
Surgery. THE JOURNAL OF BONE AND JOINT SURGERY, INCORPORATED, 832839.
Fatma. (2010). Gizi Usia Lanjut, Jakarta: Erlangga

18

Huett, A., & MacMillan, D. (2011). EVIDENCE-BASED PRACTICE. UNA Center for
Writing Excellence, 1-4.
Iunes, D. H., Rocha, C. l., Borges, N. l., & O., C. (2014). Self-Care Associated with Home
Exercises in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. PLOS ONE, 1-13.
Miller, C.A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults. Theory and Practice. (44 Edition).
Philadelphia : Lippicontt Williams and Wilkins
Perkeni, (2012). Konsesus Pengolahan Diabetes Melliyus Tipe II di Indonesia. Jakarta : PB
Perkeni
Sardar, M. A., Boghrabadi, V., Sohrabi, M., Aminzadeh, R., & Jalalian, M. (2014). The
Effects of Aerobic Exercise Training on Psychosocial Aspects of Men with Type 2
Diabetes Mellitus. Global Journal of Health Science, 196-202 vol 6.
Setiawan, (2010). Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Mellitus. Jakarta :
Penebar Swadayu.
WHO (2008). Technical Brief for Policy Maker. Geneva. Switzeland

19

You might also like