Professional Documents
Culture Documents
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn A
Usia
: 60 tahun
Status
: menikah
Alamat
: Kp. Buluhan
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
:-
: 23 September 2016
Ruang rawat
: Markisa
: 0177306
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis
Keluhan utama
Pasien menambahkan juga bahwa ia merasa sering lemas sejak 2 mnggu sebelum masuk
rumah sakit. Ditambahkan kadang badan juga terasa ngilu-ngilu terutama sehabismelakukan
pekerjaan ringan seperti beres-beres rumah.
Batuk, pilek gangguan buang air besar dan buang air kecil diakui dalam batas normal
Pasien mengakui bahwa ia memiliki darah tinggi sejak sekitar 5 tahun sebelum masuk rumah
sakit dan diakui pasien jarang kontrol maupun minum obat darah tinggi, minum obatdarah
tinggi hanya jika kepala terasa sakit.
Pemeriksaan fisik
23-09-2016 (hari pertama rawat inap)
Keadaan umum : tampak sakit sedang/ compos mentis
Tanda-tanda vital
Pemeriksaan generalis
Kepala : Normocephali, warna rambut hitam, uban (-), lurus (+), distribusi merata (+),
rontok (-), alopesia (-), mudah dicabut (-)
2
Mata : Conjunctiva pucat (+/+), pupil isokor (+/+), diameter pupil (3/3) mm Sklera
ikterik +/+, RCTL +/+, RCL +/+.
Hidung: Nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-),
mukosa hidung hiperemis/pucat (-/-), sianosis (-/-)
Telinga: Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-), sekret (-/-), tuli (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir pucat (+), sianosis (-). Lidah kotor (-), tepi hiperemis
(-), tremor (-), karies gigi (+), gusi berdarah (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1)
Leher : JVP 5+2 cm, Tidak teraba pembesaran KGB, Tidak teraba pembesaran tiroid,
trakea tidak ada deviasi
Paru
Dextra
Inspeksi
Palpasi
Sinistra
Fremitus normal
Perkusi
Sonor
Sonor
Suara Dasar
Vesikuler
Vesikuler
Suara Tambahan
Ronchi (-)
Ronchi (-)
Wheezing (-)
Wheezing (-)
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas kanan
:
ICS V, linea parasternal dextra
3
Batas kiri
Batas atas
Auskultasi
Suara dasar
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
: BU (+) N, 3x/menit.
Palpasi
: Ascites (-)
Ekstrimitas
Superior (Dekstra/sinistra)
Inferior
(Dekstra/sinistra)
Pitting Oedem
Sianosis
-/-
-/-
Ikterik
-/-
-/-
CRT
<2s/<2s
<2s/<2s
8320 H
2.43
3.70
11.9
77.8
34.4
326.000
3600-11.000 / UL
3.80 5.20 / UL
11.7 15.50 / UL
35 47 %
80-100 FL
32 36 G/DL
150.000 440.000
SGOT
SGPT
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatinin
22
16
138
334.12
11.95
< 35
< 35
< 140
20-40 mg/ dl
0.45- 0.75 mg/dl
Natrium
Kalium
Chlorida
136
4.6
99
135-147 mEg/ dl
3.5 5.0 mEg/ dl
95-105 mEg/dl
Diagnosis
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
Tatalaksana medikamentosa
-
RL/24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
5
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
Ketocid 3 x 1
konsul dr. Septa, Sp.JP dari IGD
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
Transfusi PRC sampai Hb 8
Konsultasi dr. Nully, SpPD proHD
Follow Up
24/9/16 (hari rawat ke 2)
S
: mual berkurang
6
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 160/100 mmhg
Nadi
: 86 x / mnit
Suhu
: 36.5
Laju napas
: 26 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki +/+, mengi -/Ekstrimitas : edema +/+
A:
-
Gastropati uremicum
Anemiarenal
Ckd stg 5
HHD
CHF
Hipertensi renal
RL/24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
P:
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
Transfusi PRC sampai Hb 8
+ amlodipin 1 x 10 mg
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 160/100 mmhg
Nadi
: 86 x / mnit
Suhu
: 36.5
Laju napas
: 22 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki -/-, mengi -/Ekstrimitas : edema -/-
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
8
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
P:
Kidmin/24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
amlodipin 1 x10 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
Transfusi PRC sampai Hb 8
+ ISDN 3 x 5 mg
+ concor1 x 2.5 mg
UMU :
Input : 1000 cc
Output
: 2100 cc
Konsul dr.
Ibnu,Sp.JP
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 140/100 mmhg
Nadi
: 86 x / mnit
Suhu
: 36.5
Laju napas
: 22 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki -/-, mengi -/Ekstrimitas : edema -/-
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
P:
kidmin/24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
amlodipin 1 x10 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
Transfusi PRC sampai Hb 8
ISDN 3 x 5 mg
concor1 x 2.5 mg
pro pasang CDL (keluarga baru setuju)
10
UMU :
27/9/16 (hari rawat ke 5)
S
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 130/80 mmhg
Nadi
: 86 x / mnit
Suhu
: 36.5
Laju napas
: 22 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki -/-, mengi -/Ekstrimitas : edema -/Leukosit
Eritrosit
Hemaglobin
Hematokrit
MCV
Trombosit
16.940 H
2.43
8.3
11.9
77.8
306.000
3600-11.000 / UL
3.80 5.20 / UL
11.7 15.50 / UL
35 47 %
80-100 FL
150.000 440.000
SGOT
SGPT
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatinin
22
16
117
147.85
7.82
< 35
< 35
< 140
20-40 mg/ dl
0.45- 0.75 mg/dl
Natrium
: 136
Kalium
: 3.4
11
Chloride
: 98
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
P:
Kidmin1 ampule /24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
amlodipin 1 x10 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
Transfusi PRC sampai Hb 8
ISDN 3 x 5 mg
concor1 x 2.5 mg
post HD inisiasi I
+ cefotaxim 2 x 1gram
UMU :
28/9/16 (hari rawat ke 6)
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 130/90 mmhg
12
Nadi
: 86 x / mnit
Suhu
: 36.5
Laju napas
: 22 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki -/-, mengi -/Ekstrimitas : edema -/-
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
P:
Kidmin1 ampule /24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
amlodipin 1 x10 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
Transfusi PRC sampai Hb 8
13
ISDN 3 x 5 mg
concor1 x 2.5 mg
HD inisiasi II
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 130/90 mmhg
Nadi
: 86 x / mnit
Suhu
: 36.5
Laju napas
: 22 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki -/-, mengi -/Ekstrimitas : edema -/-
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
P:
14
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 130/90 mmhg
Nadi
: 86 x / mnit
Suhu
: 36.5
Laju napas
: 22 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki -/-, mengi -/Ekstrimitas : edema -/15
Leukosit
Eritrosit
Hemaglobin
Hematokrit
MCV
Trombosit
SGOT
SGPT
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatinin
Natrium
: 137
Kalium
: 2.5
Chloride
: 99
12.940 H
2.43
8.9
11.9
77.8
306.000
22
16
138
55.42
2.04
3600-11.000 / UL
3.80 5.20 / UL
11.7 15.50 / UL
35 47 %
80-100 FL
150.000 440.000
< 35
< 35
< 140
20-40 mg/ dl
0.45- 0.75 mg/dl
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
Hipo kalium
P:
Kidmin1 ampule /24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
amlodipin 1 x10 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
16
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 130/90 mmhg
Nadi
: 84 x / mnit
Suhu
: 37.5
Laju napas
: 20 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki -/-, mengi -/Ekstrimitas : edema -/-
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
17
Hipo kalium
P:
Kidmin1 ampule /24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
amlodipin 1 x10 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
Transfusi PRC sampai Hb 8
ISDN 3 x 5 mg
concor1 x 2.5 mg
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah
: 130/90 mmhg
Nadi
: 84 x / mnit
Suhu
: 37.5
Laju napas
: 20 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
18
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
Hipo kalium
P:
Kidmin1 ampule /24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
amlodipin 1 x10 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
ISDN 3 x 5 mg
concor1 x 2.5 mg
cefotaxim2 x1gram
: mual berkurang
Tanda-tanda vital :
19
Tekanan darah
: 130/90 mmhg
Nadi
: 82 x / mnit
Suhu
: 36.5
Laju napas
: 20 X / menit
Status generalis:
Mata : konjungtiva pucat +/+
Paru : rongki -/-, mengi -/Ekstrimitas : edema -/-
A:
Gastropati uremicum
Chronic kidneydisease stage V
Hipertensi renal
Anemia renal
Chronic heart failure
Hipertensi heart disease
Hipo kalium
P:
Kidmin1 ampule /24 jam
O2 nasal 2 3 Lpm (kalau perlu)
Furosemide 2 x 20 mg
Sohobion1 x 1 ampule
omeprazole 1 x 40 mg
ondancetron 3 x4 mg
adalat oros 1 x 30 mg
candesartan1 x 8 mg
amlodipin 1 x10 mg
Ketocid 3 x 1
Bicnat 3 x 1
CaCo3 3 x 1
B12 3 x 1
20
Asam folat 3 x 1
Opilac 3 x 2 c
ISDN 3 x 5 mg
concor1 x 2.5 mg
cefotaxim2 x 1gr
TINJAUAN PUSTAKA
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal
mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan
bahan bahan tertentu dan mengeliminasi bahan bahan yang tidak diperlukan ke dalam
urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang
dikenal sebagai neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron
terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan
fungsional berkaitan erat.
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler
berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya.
Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang
komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus
nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang
mengubahnya menjadi urin.
21
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya
dalam darah). (2)
B. KRITERIA (2)
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
22
t
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
60 89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
30 59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
15 29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)
obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit
transplantasi
D. ETIOLOGI (3)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan
23
kerusakan pada organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh
darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan
jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat
menyebabkan hipertensi.
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si ibu.
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin
renalis.
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.
E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan
riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga serta
kumpulan populasi
F. EPIDEMIOLOGI (2)
24
G. ANATOMI GINJAL(1)
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang
rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit diatas garis pinggang.
Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing masing
masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ ini berbentuk
seperti buncis. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin yang kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral
(pelvis renalis) yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua
ginjal. Lalu dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot
polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri
dan vena renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke
sebuah kandung kemih. Kandung kemih ( buli buli) yang menyimpan urin secara
temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan volumenya
disesuaikan dengan mengubah ubah status kontraktil otot polos di dindingnya.
Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui sebuah
saluran, uretra. Bagian bagian sistem kemih diluar ginjal memiliki fungsi hanya
sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar tubuh. Setelah terbentuk di ginjal,
komposisi dan volume urin tidak berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasi
sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan
ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah sebelah
luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa
segitiga segitiga bergaris garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut
medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus,
yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
25
Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus
Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya
Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam
tubuh yang mendapat darah dari kapiler
Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian kapiler
yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk
memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen
tubulus. Kapiler kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang
akhirnya mengalir ke vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan yang
terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
-
Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus
Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku liku)
atau berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan
yang difiltrasi dari kapsula bowman
Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali
ke daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
26
Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
27
H. FISIOLOGI GINJAL(1)
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik
dan ekskretorik yaitu :
(1) filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam
kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus
yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai
membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng,
memiliki lubang lubang dengan banyak pori pori besar atau fenestra, yang
membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut
dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di antara
glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural,
sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun
protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati
pori pori diatas, pori pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan
albumin dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan
sangat negatif akan menolak albumin dan pritein plasma lain, karena yang terakhir
juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya
28
tidak dapat di filtrasi dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos
untuk masuk ke kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang
mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan
memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di
dekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah
filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan
masuk ke dalam lumen kapsula bowman.
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan
darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik
kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang
ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah glomerulus
yang meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke
kapsula bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama
yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang
melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi,
penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR.
Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat
mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat
dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena
tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus.
Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan GFR.
Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal
melakukannya dengan mengubah kaliber arterial aferen, sehingga resistensi
terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat
peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh
konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam
glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan adalah
dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan sistem saraf
simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah arteri sehingga terjadi
perubahan GFR akibat refleks baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah.
29
berperan penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus.
Dari H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal
dan ansa henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi
di tubulus distal dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.
d. Reabsorpsi Klorida
30
difiltrasi
seluruhnya
di
glomerulus,
kemudian
akan
konstituen plasma yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau disekresi
tetapi tidak direabsorpsi, akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke
pelvis ginjal untuk eksresikan sebagai urin.
Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan
untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na +, Cl-, K+,
HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4= dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui
peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari metabolisme
tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat
zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah pada
makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil
masuk ke dalam tubuh
8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan
sel darah merah
32
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang
penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
I. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi
lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian
seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal
Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin
dan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. (2)
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)
-
Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik
pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi
pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik uremik
ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis
Sesak nafas
33
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik
ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH
ssehingga menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan
tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema
paru sesak nafas
-
Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada
gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan
sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik.
Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik
adalah
pernapasan
kussmaul
yang
timbul
karena
kebutuhan
untuk
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh
ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
34
Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam
darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat
membengkak, meradang dan nyeri
Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus
ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah
nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi
air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler.
Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa
kram, diare dan muntah.
Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat
yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi
dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi
tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di
dalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi
meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma
tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada
insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga
konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO 4
terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,
rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan
perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi
bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan
35
Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal
sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan
konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga
menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini
berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam,
gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan
ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria
glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul
protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas
melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia
pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat
terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke
36
J. DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
-
Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
uremik
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
37
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. (2)
GAMBARAN LABORATORIUM(2)
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS(2)
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang sudah
diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil, ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal
nafas, dan obesitas.
K. KOMPLIKASI(2)
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
-
Hiperkalemia
Asidosis metabolik
Osteodistrofi renal
L. PENATALAKSANAAN(2)
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
39
0,35
gr/kg/hr
nilai
biologi tinggi
0,6 0,8/kg/hari, termasuk < 10 g
5 -25
0,3
asam
keton
0,8/kg/hari (+1 gr protein/ < 9 g
g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan
asam
amino
(ACE
inhibitor)
disamping
bermanfaat
untuk
Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar
besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding
capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11
12 g/dl.
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i.
Mengatasi hiperfosfatemia
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal
karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di
saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam
calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi
metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan
yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
iii.
mengendalikan
42
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan
adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1 dan
tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada
ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit
ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan
akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini,
penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti
kelainan saluran cerna (nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan
kulit (urea frost dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram
otot, daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah), kelainan kardiovaskular (hipertensi,
sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun, nokturia, oligouria)
43
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap penyakit
dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan
fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi
terhadap penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2001. p. 463 503.
2. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040.
3. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
4. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
5. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 115.
44