Professional Documents
Culture Documents
Identitas
Nama
: By. D.Z.A.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 26 Agustus 2014
Bangsa
: Indonesia
No. RM
: 01176160
Anamnesis
Keluhan utama:
Perut kembung sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit
Perjalanan Penyakit
Sejak + 10 hari yang lalu, penderita mengalami BAB cair 2 hari sekali,
sebanyak satu sendok makan, lendir (-), darah (-), perut belum tampak
kembung, muntah tidak ada, demam, terus menerus tapi tidak terlalu tinggi,
penderita tidak rewel, penderita tidak dibawa berobat.
6 hari SMRS perut penderita tampak semakin kembung, BAB satu kali
dalam seminggu, sebanyak satu sendok makan, lendir(-), darah(-), muntah
ada, + 5kali, sebanyak satu sendok , tidak menyemprot, warna kehijauan,
demam tidak terlalu tinggi, penderita kemudian dibawa berobat ke RS
Immanuel.
Riwayat Kehamilan dan persalinan
Anak ke 1 dari 1 anak. Lahir hidup 1.
Riwayat obstetri:
Trimester I, II, III ANC teratur di bidan
Riwayat persalinan
1
: compos mentis
Nadi
Pernapasan
: 40 x/menit
Temperatur
: 37,6oC
Berat badan
: 3200 gram
Panjang badan
: 45 cm
Kulit:
Warna sawo matang, tidak pucat, tidak sianosis, ikterik
Turgor kembali cepat
Tidak ada edema
Rambut:
Warna hitam, tersebar merata, tumbuh lebat
Kelenjar getah bening:
Tidak teraba membesar
Kepala:
Normocephal, ubun-ubun normal
Mata:
Conjunctiva tidak anemis, reflex kornea +/+, sclera ikterik, pupil bulat isokor
THT:
Tidak ada kelainan
Mulut:
Tidak ada kelainan
Leher:
Tidak ada kelainan
Dada:
Bentuk normal, simetris, retraksi (-)
Pulmo:
Tidak ada kelainan
Jantung:
Tidak ada kelainan
Abdomen:
Inspeksi: cembung, distensi (+)
Palpasi : lembut
Perkusi: timpani
Auskultasi: bising usus (+)
Alat kelamin:
Laki-laki, tidak ada kelainan
Ektremitas:
3
Pemeriksaan penunjang
Hematologi rutin (12 September 2014)
Hb
: 11,6 gr/dL
Ht
: 33%
Leukosit
: 10.400 /mm3
Trombosit
: 508.000/mm3
Bilirubin total
: 12,24 mg/dL
Bilirubin direk
: 0,84 mg/dL
Bilirubin indirek
SGOT
: 38
SGPT
: 12
Na
: 128
: 4,7
GDS
: 344
: 11,40 mg/dL
: 10,1 gr/dl
Ht
: 28,2 %
Leukosit
: 11.110 / mm3
Trombosit
: 383.000/mm3
Eritrosit
: 3,4 juta/mm3
Bilirubin total
Bilirubin direk
: 11,05 mg/dL
: 0,43 mg/dL
4
Bilirubin indirek
: 10,62 mg/dL
RESUME
Seorang bayi laki-laki usia 17 hari berat badan 3200 gram panjang
badan 45 cm datang dengan keluhan perut kembung.
Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan sejak + 10 hari yang lalu,
penderita mengalami BAB cair 2 hari sekali, sebanyak satu sendok makan,
lendir (-), darah (-), perut belum tampak kembung, muntah tidak ada,
demam, terus menerus tapi tidak terlalu tinggi, penderita tidak rewel,
penderita tidak dibawa berobat.
Sejak 6 hari SMRS perut penderita tampak semakin kembung, BAB
satu kali dalam seminggu, sebanyak satu sendok makan, lendir(-), darah(-),
muntah ada, + 5kali, sebanyak satu sendok , tidak menyemprot, warna
kehijauan, demam tidak terlalu tinggi, penderita kemudian dibawa berobat
ke RS Immanuel.
Tanda Vital
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
Pernapasan
: 40 x/menit
Temperatur
: 37,6oC
Berat badan
: 3200 gram
Panjang badan
: 45 cm
Pemeriksaan Fisik
Kulit
Rambut
Kepala
Mata
ikterik
THT
Mulut
Leher
Dada
Pulmo
Jantung
Abdomen
+
Alat kelamin
Ektremitas
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi rutin (12 September 2014)
Hb
: 11,6 gr/dL
Ht
: 33%
Leukosit
: 10.400 /mm3
Trombosit
: 508.000/mm3
Bilirubin total
: 12,24 mg/dL
Bilirubin direk
: 0,84 mg/dL
Bilirubin indirek
SGOT
: 38
SGPT
: 12
Na
: 128
: 4,7
GDS
: 344
: 11,40 mg/dL
: 10,1 gr/dl
Ht
: 28,2 %
Leukosit
: 11.110 / mm3
7
Trombosit
: 383.000/mm3
Eritrosit
: 3,4 juta/mm3
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
: 11,05 mg/dL
: 0,43 mg/dL
: 10,62 mg/dL
GDS (07.00)
: 27
GDS (14.00)
: 77
Diagnosis
Differential Diagnosis
: Hirschsprungs disease
Diagnosis tambahan
Status gizi
: baik
Penatalaksanaan
a.
Nonmedikamentosa:
NGT
Colostomy (tanggal 15 September 2014)
Infus Dextrose 40% 5 ml stat.
Fototerapi
b.
Medikamentosa:
Metronidazole 500 mg. 1,5 mg tiap 12 jam
Ceftriaxone 100 mg. tiap 12 jam
Ranitidine 40 mg. 0,1 cc 3 x/hari
Norages 0,2 cc/8jam
Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
HIRSCHSPRUNGS DISEASE
Definisi
Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel
ganglion di pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissners).
Insidensi
Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko
tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang
mempunyai
riwayat
keluarga
Penyakit
hirschprung
dan
pada
pasien
hirschsprung.
Laporan
insidensi
tersebut
bervariasi
sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan
360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih
sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah.
Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada
colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat
keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan
mengalami long segment aganglionosis.
Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel
saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel
ganglion selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi
keproksimal.
Anatomi dan fisiologi colon
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan
inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi,
sedangkan
1/3
bagian
proksimal
terletak
dirongga
abdomen
dan
10
bagian
yang
normal
akan
mengalami
dilatasi
di
bagian
proximal
hipoganglionosis.
segmen
Area
dari
tersebut
bagian
dapat
aganglion
juga
terdapat
merupakan
area
terisolasi.
12
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat
kecil dari rectum.
Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil
dari colon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar
colon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan
rectum dan kadang sebagian usus kecil.
Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi
pada
neonatus.
Gejala
konstipasi
yang
sering
ditemukan
adalah
tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau minggu awal kelahiran
maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung klasik
ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal intestinal dan
dilatasi pada bagian proksimal intestinal.
Gejala klinik:
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis.
Tidak keluarnya mekonium padsa 24 jam pertama kehidupan merupakan
tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang
baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.
Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami
kesulitan
makan,
distensi
abdomen
yang
kronis
dan
ada
riwayat
riwayat
konstipasi,
kembung
berat
dan
perut
seperti
tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat
terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu
kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur sphincter
ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong.
14
E 1,
infeksi
oleh Clostridium
pada
semua
anak
dengan enterocolisis
necrotican.
utama
pada
penyakit
hirschprung
adalah
dengan
pemeriksaan:
1. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal
rectum
memberikan
gambaran
seperti
kaliber/peluru
kecil
jika
dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis
konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil
dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah
zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat
dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam
dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik.
Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos
abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang
berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding
intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema.
Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel
ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang
tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi
sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen , sering seluruh
colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon
mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang
paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus
dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal
sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua
neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil
atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.
2. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit
hirschsprung,
gejala
yang
ditemukan
adalah
kegagalan
relaksasi
hingga
yang
aganglionik.
Metode
ini
biasanya
harus
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan
dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:
Obstruksi mekanik
Meconium ileus
Simple
Incarcerated hernia
Jejunoileal atresia
Colonic atresia
Intestinal duplication
Intussusception
NEC
Obstruksi fungsional
Sepsis
Intracranial hemorrhage
Hypothyroidism
Adrenal hemorrhage
Hypermagnesemia
Hypokalemia
Tatalaksana
Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung dari
diagnosis yang tepat dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk
melakukan Pulltrough ketika diagnosis ditegakkan tergantung dari kondisi
anak dan respon dari terapi awal.. Decompresi kolon dengan pipa besar,
diikuti dengan washout serial, dan meninggalkan kateter pada rektum harus
dilakukan. Antibiotik spektrum luas diberikan, dan mengkoreksi hemodinamik
dengan cairan intravena. Pada anak dengan keadaan yang buruk, perlu
dilakukan colostomy
Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan
pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini
termasuk
kolostomi
pada
neonatus,
diikuti
dengan
operasi pull-
through definitif setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan
yang dapat digunakan, untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan
termasuk menentukan lokasi dari usus di mana zona transisi antara usus
ganglionik dan aganglionik, reseksi bagian yang aganglionik dari usus dan
melakukan anastomosis dari daerah ganglionik ke anus atau bantalan
mukosa rektum.
Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat
dilakukan secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini
mengikuti prinsip terapi yang sama seperti pada prosedur bertingkat
melindungi pasien dari prosedur pembedahan tambahan. Banyak dokter
bedah melakukan diseksi intra abdominal menggunakan laparoskop. Cara ini
terutama
banyak
pada
periode
neonatus
yang
dapat
menyediakan
visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak dengan distensi usus yang
signifikan
adalah
penting
untuk
dilakukannya
periode
dekompresi
18
menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through. Pada
anak-anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi
dilakukan dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum
dilakukan prosedur pull-through. Namun, harus ditekankan, tidak ada batas
umur pada prosedur pull-through.
Dari
ketiga
dilakukan
pada
penyakit
syaraf
parasimpatis
yang
menempel
pada
rektum.
Untuk
yang
sel
ganglion
terdeteksi.
Dihindari
dilakukannya
pull-
19
yang ahli. Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon
total dimana ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through.
Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit
hirschsprung:
Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen
kemudian dilakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy
seromuskuler.
Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode:
1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas
sphincter ani interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada
perineum
2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian
yang
ganglionik
ditarik
ke
bagian
belakang
ujung
daerah
20
IKTERUS NEONATORUM
Definisi
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit, mukosa membran, sklera atau organ lain oleh
karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum (> 2mg/dl). Ikterus secara klinis akan tampak
pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl.
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin
berasal
dari
pemecahan
protein
yang
mengandung
heme
di
sistem
retikuloendotelial. Bayi baru lahir memproduksi bilirubin 6-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang
dewasa sekitar 3-4mg/kgBB/hari.
21
ikterus itu adalah patologis. Masalahnya ialah apakah konsentrasi bilirubin tersebut mengganggu,
merusak atau tidak. Bila tidak menimbulkan patologi itulah yang disebut ikterus fisiologis.
Ikterus dapat diklasifikasikan menjadi ikterus fisiologis dan ikterus patologis berdasarkan
waktu timbulnya ikterus, pemeriksaan klinik, dan peningkatan kadar bilirubin.
Ikterus Fisiologis
1
Terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi aterm nilai puncak 6-8 mg/dL, biasanya
tercapai pada hari ke 3-5. pada bayi prematur nilainya 10-12 mg/dL bahkan sampai 15
mg/dL.
2.
Ikterus Patologis
Ikterus diduga patologis apabila:
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Peningkatan atau akumulasi bilirubin serum lebih dari 5 mg/dl/24jam.
3.
Kadar bilirubin total serum lebih dari 17 mg/dl pada bayi yang mendapat ASI.
4. Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi
kurang bulan.
5. Kadar bilirubin direk lebih dari 2 mg/dl.
Perbedaan bilirubin direk dan indirek
Bilirubin unconjugated bebas sedikit ditemukan dalam darah, apabila kadarnya tinggi di
dalam darah kemungkinan terdapat overproduksi, kelainan konjugasi di hati, dan terdapatnya
substansi yang mengganggu ikatan bilirubin-albumin, yaitu sulfonamid, asam lemak panjang dari
ASI, salisilat, zat kontras, dan zat-zat lain yang berikatan dengan albumin. Bersama albumin,
bilirubin ini ditransport melalui darah ke dalam hepar. Bilirubin masuk ke dalam hepatosit
melalui permukaan sinusoid. Pada proses ini albumin akan dilepas oleh bilirubin sehingga
albumin tetap di dalam darah. Proses ini berlangsung sangat cepat. Gangguan pada proses ini
akan menyebabkan hiperbilirubinemia unconjugated.
22
Bilirubin terkonjugasi yang terbentuk akan disekresikan melalui sinusoid, melalui traktus
biliaris interna (canaliculi biliaris, duktulus biliaris, duktus biliaris), duktus biliaris eksterna
(duktus biliaris, ductus systicus), kantung empedu, duktus biliaris eksterna (duktus systicus,
duktus choledochus) dan ke duodenum. Kelainan yang terjadi pada proses ini akan menyebabkan
hiperbilirubinemi conjugated.
Perbedaan Bilirubin direk dan indirek
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1.
23
Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang
mudah melekat ke sel otak.
4.
dari
setiap
200
bayi
aterm,
yang
menyusu,
kembali
hiperbilirubinemia
dengan
kadar
tinggi,
seperti
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi
terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma
atau infeksi.
Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari.
Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kirakira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah
satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan
mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan
jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan
tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing
tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya.
1.
100
2.
Pusat-leher
150
3.
Pusat-paha
200
4.
Lengan + tungkai
250
5.
Tangan + kaki
> 250
26
Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam
hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi
tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko
kehamilan
dan
persalinan
juga
berperan
dalam
diagnosis
dini
lain).
Infeksi
intra
uterin
seperti
rubela,
penyakit
sitomegali,
27
perdarahan
tertutup,
kelainan
morfologi
eritrosit
(misalnya
hiperbilirubinemia
neonatus.
Ikterus
nonhemolitik
familial
kelahiran
atau
sesudahnya,
terutama
pada
bayi
prematur.
28
Ikterus
yang
permulaannya
ditemukan
setelah
minggu
pertama
dan
sediaan
apus
adanya
adanya
hemolisis
akibat
nonimunologik.
Jika
terdapat
29
diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin direk normal,
maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik atau patologik.
Penatalaksanaan
I. Menentukan kemungkinan penyebab
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan
pemeriksaan
yang
banyak
dan
mahal,
sehingga
dibutuhkan
suatu
ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu :
A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :
- Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadangkadang bakteri).
- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu :
- Kadar bilirubin serum berkala
-
Uji coombs
- Polisitemia
- Hemolisis
perdarahan
tertutup
(perdarahan
subaponeurosis,
lainnya
yang
berkaitan
dengan
kemungkinan
penyebab.
Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis
sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar
patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kernicterus.
Ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu :
1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.
2. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
3. Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari.
4. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik,
infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui.
6. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada
masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin,
oksitosin dan lain-lain.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
6. Pemberian makanan yang dini.
7. Pencegahan infeksi.
Mengatasi hiperbilirubinemia
Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital.
Obat ini bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat
32
ini tidak
begitu efektif
dan
karena
albumin
akan
mempercepat
keluarnya
bilirubin
dari
33
Pengobatan umum
Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan
perawatan yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu
pemberian
makanan yang dini dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi kamar
bersalin dan bangsal bayi yang baik.
Tindak lanjut
Bahaya hiperbilirubinemia yaitu kernicterus. Oleh karena itu terhadap
bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai
berikut :
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa
Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek
telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin
menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris
ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah
beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat
ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia.
Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada
stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan
pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan
hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia
dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan
motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.
34
Daftar Pustaka
1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON TEXTBOOK
of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 2113-2114
2. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprungs Disease in: Ashcraft Pediatric
Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468
3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in: Schwartzs
PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New York. Page 1496-1498
4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In:
Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640
5. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of The
Gastrointestinal Tract In: Caffeys Pediatric Diagnostic Imaging 10thedition. ElsevierMosby. Philadelphia. Page 148-153
6.
Abdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. 2002. Ikterus Neonatorum.
Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 64-84.
7.
Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New Yorkl. 17th
edition. Saunders. 596-598.
8.
Garna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 97-103
35