You are on page 1of 13

BAB VI

AGENT OF DEVELOPMENT: AKTOR SEBAGAI KATALIS


PEMBANGUNAN
6.1 Pemerintah sebagai Unsur State
Negara dalam makna umum sebagai pengejawantahan kelembagaan sesuai

konsep trias politika, yaitu legislatif (pembuatan kebijakan), eksekutif (pelaksana


kebijakan), dan yudikatif (penegak kebijakan atau lembaga peradilan). Ketiga
lembaga ini bukan hanya terbagi pembagian kekuasaan tetapi juga pemisahan
kewenangan. Pada sektor pemerintahan peran dan fungsinya pemerintahan adalah
sebagai berikut:
(1) Menjadi mekanisme pengendali adalah organisasi birokrasi mulai dari
level pusat sampai kedesa;
(2) Pengambilan keputusan adalah para administrator yang dikelilingi para elit
ahli;
(3) Dalam memberikan layanan berdasarkan pada aturan-aturan birokrasi
6.2 Privat sebagai Unsur Market
Secara sederhana privat sektor dapat dimaknai sebagai pelaku dunia usaha,
baik yang bersifat perorangan ataupun lembaga berbadan hukum (korporasi
usaha) dengan tujuan mengoptimalkan profit ( keuntungan usaha).
Fungsi dan peran sektor privat adalah sebagai berikut :
(1) Mekanisme pengendali layanan publik mengandalkan sektor pasar;
(2) Pengambilan keputusan dilakukan oleh individu,para penabung dan
investor;
(3) Pedoman perilaku adalah kecocokan harga;
(4) Modus operasi pelayanan dilakukan perorangan.
6.3 NGO sebagai Unsur Masyarakat
Secara konstektual, kehidupan dan lingkungan tata kepemerintahan yang
demokratis merupakan energi pendorong sekaligus merupakan tuas pengungkit
1

terciptanya tatanan masyarakat sipil yang semakin demokratis pula yang ditandai
dengan tumbuh dan berkembangnya lembaga grassroots. Lembaga grassroots
adalah asosiasi masyarakat sipil yang dibentuk atas dasar kesukarelaan,
persamaan latar belakang dan persamaan tujuan pada skala lokal dan domain
spesifik di kalangan masyarakat akar rumput (tumbuh dari lapisan bawah).
Secara umum lembaga grassroots ini mencakup keragaman ruang, aktor,
dan bentuk kelembagaan dengan variasi tingkat formalitas, otonomi dan
kekuasaannya masing-masing. Arena lembaga grassroots seringkali diwujudkan
dalam bentuk organisasi-organisasi seperti lembaga-lembaga amal, organisasi
pembangunan

non-pemerintahan,

kelompok

komunitas,

organisasi

kaum

perempuan, organisasi berbasis iman. Singkatnya, semua lembaga atau organisasi


diluar konteks state organization dan privat organization dapat kekelompokan
kedalam lembaga grassroots.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) adalah sebuah organisasi yang
didirikan oleh perorangan ataupun sekolompok orang yang secara sukarela yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiataannya. Organisasi ini dalam terjemahan
harfiahnya dari Bahasa inggris yaitu non governmental organization (NGO)
dikenal sebagai Organisasi non pemerintahan. Ciri-ciri organisasi non
pemerintahan ini yaitu: 1) bukan bagian dari pemerintah, 2) tidak bertujuan
mendapat keuntungan, 3) dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum.
Berdasarkan UU N0.16 tahun 2001 tentang yayasan, maka secara umum
organisasi non pemerintahan di Indonesia berbentuk yayasan.
Terdapat perbedaan antara Non Government Organization (NGO) dan
Grassroots Organization (GRO). Non Government Organization (NGO)
merupakan organisasi yang jaringannya sampai ketingkat internasional. Karena
itu, stukturnya jelas mulai tingkat internasional sampai ketingkat individual.
Sedangkan Grassroot Organization (GRO) atau organisasi akar rumput adalah
suatu organisasi yang tumbuh dari bawah. Ia tidak terstuktur sampai ketingkat

internasional. Bahkan tidak jarang, GRO ini tumbuh dengan tingkatan lokal
belaka.
Dengan demikian, sebagai agent of deveploment, maka peranan negara
sangat komplementer dengan mekanisme pasar (privat) maupun organisasi non
pemerintahan. Ketiga agen itu sama-sama diperlukan didalam proses transformasi
sosial ekonomi masyarakat.

BAB VII

ASPEK ATAU DIMENSI PENTING DALAM ADMINISTRASI


PEMBANGUNAN
7.1 Aspek Spasial (Ruang) dalam Administrasi Pembangunan
Pembangunan suatu bangsa yang jumlah penduduknya besar dan wilayah
yang luas pada dasarnya dilakukan melalui 3 pendekatan, yaitu pendekatan
makro, sektoral, dan regional. Ketiga pendekatan tersebut mempunyai implikasi
atau hubungan administratif yang berbeda, sesuai dengan lingkup dan
kewenangan masing-masing dalam rangka penyelenggaraan negara dan
pembangunan. Dari sisi inilah dimensi ruang dan daerah menjadi penting artinya
administrasi pembangunan dan administrasi pembangunan daerah menjadi
penting dalam rangka pembangunan nasional.
Menurut Heaphy (1971), pertimbangan dimensi ruang dan daerah dalam
administrasi pembangunan memiliki berbagai cara pandang atau pendekatan,
yaitu:
(1) Bahwa dimensi ruang dan daerah dalam perencanaan pembangunan adalah
perencanaan pembangunan bagi suatu kota, daerah, ataupun wilayah.
Pendekatan ini memandang kota, daerah, dan wilayah sebagai entity, bebas
yang pengembangannya tidak terikat dengan kota, daerah atau wilayah lain,
sehingga penekanan perencanaanya mengikuti pola yang lepas atau mandiri
(independent).
(2) Melihat bahwa pembanguan di daerah merupakan bagian dari pembangunan
nasional, perencanaan pembangunan daerah, merupakan pola perencanaan
pada suatu jurisdiksi ruang atau wilayah tertentu yang dapat digunakan
sebagai bagian dari pola pengambangan nasional.
(3) Adalah cara pandang yang melihat bahwa perencanaan pembangunan daerah
merupakan instrumen bagi penentuan alokasi sumber daya pembangunan dan
lokasi kegiatan di daerah yang telah direncanakan secara terpusat yang
berguna untuk mencagah terjadinya kesenjangan ekonomi antar daerah.

Ada beberapa aspek dari dimensi ruang dan daerah yang berkaitan dengan
administrasi pembangunan daerah:
a. Regionalisasi atau perwilayahan, sebagai bagian dari upaya mengatasi aspek
ruang dalam pembangunan, memberikan keuntungan dalam mempertajam
fokus dalam lingkup ruang yang jauh lebih kecil dalam suatu negara.
b. Ruang akan tercermin dalam penataan ruang. Tata ruang pada hakekatnya
merupakan

lingkungan

fisik

yang

mempunyai

hubungan

organisatoris/fungsional antara berbagai macam obyek dan manusia yang


terpisah dalam ruang-ruang (Raport,1980). Menurut Wetzling (1978), tata
ruang merupakan jabatan dari suatu produk perencanaan fisik. Foley (1970),
konsepsi tata ruang tidak hanya menyangkut wawasan spesial, tetapi
menyangkut pula aspek-aspek non-spasial maupun a-spasial. Pengelolaan
ruang dalam dimensi administratif adalah upaya untuk mengoptimalkan
sumberdaya untuk pembangunan (kartasasmita, 1995).
c. Otonomi daerah, prinsip otonomi diterapkan guna menjaga agar tidak terjadi
konflik antar daerah dan untuk meletakan kewenangan pada masyarakat dalam
menentukan nasib sendiri sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat. Melalui
otonomi diharapkan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah menjadi lebih efektif. Dimensi administratif yang berkaitan dengan
otinomi adalah desentralisasi. Desentralisasi dicerminkan oleh pendelegasian
penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan kepada pemerintah
daerah serta kewajiban dan hak mengurus daerah sendiri.
d. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, salah satu karakteristik
administrasi modern adalah bahwa pengambilan keputusan dilakukan sedapatdapatnya pada tingkat yang paling bawah (grass-root level). Dimana
masyarakat dan aparatur pemerintah bersama-sama menjadi stakeholder dalam
perumusan, implementasi, dan evaluasi dari setiap pembangunan.
e. Sebagai implikasi dari dimensi administrasi dalam pembangunan daerah yang
dikaitkan dengan kemajemukan

adalah dimungkinkannya keragaman dan

kebijakan (policy diversity). Kebijakan yang bersifat nasional harus luwes


(flexible), harus memahami karakteristik daerah dalam mempertimbangkan

potensi pembangunan daerah, terutama kebijakan sarana dan prasarana untuk


merangsang perekonomian daerah.
7.2 Aspek Kebijakan Publik dalam Administrasi Pembangunan
a. Pengertian kebijakan publik
Menurut Dye (1995), kebijakan publik adalah apa saja yang dilakukan
atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Dimana kebijakan merupakan upaya untuk
memahami apa yang dilakukan atau tidak oleh pemerintah mengenai suatu
masalah, apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhi, apa pengaruh dan
dampak dari kebijakan publik tersebut. Analisis kebijakan merupakan upaya
menghasilkan dan mentranformasikan informasi yang dibutuhkan untuk suatu
kebijakan, dengan menggunakan berbagai metode penelitian dan pembahasan
dalam suatu kondisi tertentu untuk menyelesasikan masalah (Dunn, 1981).
Dengan berkembangnya studi analisis kebijakan dan proses kebijakan itu sendiri,
maka peranan administrasi negara telah dievaluasi dalam kaitannya dengan
kebijakan

publik

(Rosenbloon

et

al,

1994).

Menurut

Caiden

(1991)

menformulasikan bahwa kebijakan publik adalah produk administrasi negara


sebagai alat untuk mempengaruhi kinerja pemerintah dalam pengemban amanat
untuk kepentingan publik.
b. Metode Pendekatan
Ada beberapa metode pendekatan dalam analisis kebijakan menurut
Stokey dan Zeckhauser, (1978) yaitu; pendekatan deskriptif vs preskriptif, dan
pendekatan deterministik vs probablistik dilihat dari derajat kepastiannya.
Menurut Dunn (1981) pendekatan lainnya ada yang bersifat empirik, evaluatif,
dan normatif. Dye menunjukkan ada sembilan model untuk memahami dan
menjelaskan kebijakan publik, yaitu model institusional, proses, kelompok, elite,
rasional, inkremental, teori permainan (game theory), pilihan publik (publik
choice), dan sistem. Pembuatan kebijakan pada umumnya adalah suatu proses
yang dilakukan melalui tahap tahap tertentu, proses tersebut dikenali sebagai
berikut;

pengenalan

masalah,

penetapan

agenda,

perumusan

kebijakan,

pengukuhan (legitimatsi), pelaksanaan, dan evaluasi (Dye, 1995). Jones

menguraikan lebih rinci, meliputi 11 tahapan yaitu, pemahaman, penghitungan


(aggregation), pengorganisasian, perwakilan, penetapan agenda, perumusan,
pengukuhan, pendanaan, pelaksanaan, evaluasi, penyesuain atau penyelesaian.
c. Kebijakan Publik dan Pembangunan
Kebijakan publik dapat dilihat dari mengapa dan bagaimana ( how and
why), yang memahami bekerjanya kebijakan publik tanpa terkait dengan isinya,
dan apa (what), yang memberi perhatian pada subtansi kebijakan publik dan
mencari pemecahan atas masalah yang dihadapi melalui kebijakan publik. Di
Negara bekembang kebijakan pembangunan menjadi pokok subtansi (policy
content) kebijakan publik. Adanya sistem administrasi negara yang mampu
menyelenggarakan

pembangunan

menjadi

persyaratan

bagi

berhasilnya

pembangunan. Berarti pula administrasi negara yang mampu menghasilkan


kebijakan-kebijakan publik yang baik, yang dapat menghindari kebijakan yang
buruk, dan mendorong kepentingan umum, merupakan tantangan yang besar bagi
Negara yang sedang membangun (Grindle dan Thomas, 1991). Oleh karena itu,
pengetahuan mengenai kebijakan publik dan berbagai aspek perlu dipahami dalam
konteks administrasi pembangunan. Yang paling penting adalah mempelajari dan
memahami kondisi lingkungan kebijakan publik di negara berkembang, yang
berbeda dengan di negara yang maju dan mempengaruhi kebijakan, berfungsinya
administrasi pembangunan di negara berkembang, serta proses penetapan
kebijakan publik untuk pembangunan (kartasasmita, 1995).

BAB VIII
PEMBANGUNAN PERTANIAN
8.1 Realitas Sosial Ketidakberdayaan Petani
Kompleksitas masalah yang dihadapi petani di berbagai negara Asia dan
Afrika Utara kurang lebih menunjukan hal yang sama. Disatu sisi petani
dihadapkan pada persoalan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya seperti
sandang, pangan, papan dan lain-lain (keperluan seremonial , pendidikan ,
kesehatan dan tuntutan-tuntutan lain); dan disisi lain petani harus tunduk pada

keharusan-keharusan yang dipaksakan pihak lain, terutama para penguasa dan


pedagang. Padahal untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya saja, sebagian
besar petani sudah mengalami kesulitan karena lahan pertanian yang semakin
sempit.
Walaupun sumbangan sektor pertanian dalam Produk Dornestik Bruto
(PDB) dan juga pertumbuhannya terlihat semakin menurun dari tahun ke tahun,
namun justru peranannya semakin penting dalam perekonomian Indonesia.
Berdasarkan harga yang berlaku, proporsi sektor pertanian terhadap PDB pada
tahun 1994 adalah 17,44%. Angka ini menunjukan penurunan apabila
dibandingkan denga tahun 1988 yaitu sebesar 24,12%.
Dengan peran sektor pertanian yang penting tersebut, produktivitas sektor
ini perlu ditingkatkan. Ironisnya, secara obyektif ada beberapa variabel yang
mempengaruhi ketidakberdayaan petani sehingga menghambat produktivitas
sektor pertanian. Variabel keterbatasan tanah garapan( paradigm tanah/lahan),
produksi, latar belakang pendidikan petani , dan intervensi institusi merupakan 4
faktor utama yang menjadikan ketidakberdayaan tersebut.

1. Keterbatasan Tanah/Lahan
Penggunaan tanah yang paling luas adalah untuk sektor pertanian yang
meliputi penggunaan untuk pertanian tanaman pangan, tanaman keras, kehutanan
maupun untuk ladang penggebalaan dan perikanan.
2. Keterbatasan Masukan dan Produksi
Swasembada beras tahun 1984 merupakan sukses besar yang pernah dicapai
Indonesia, meskipun untuk kebanggaan tersebut segala resiko telah ditempuh.

3. Keterbatasan Pendidikan Petani


Usaha memberdayakan masyarakat petani berlahan sempit hingga saat ini
masih mengalami beberapa kendala yang antara lain disebabkan oleh tingkat
pendidikan petani yang sebagian besar masih rendah.
8.2 Strategi Pemberdayaan Petani
Melihat kondisi ketidakberdayaan petani secara ekonomi yang diperberat
oleh rendahnya pendidikan mereka maupun adanya intervensi dari luar, maka
usaha-usaha untuk memberdayakan kelompok masyarakat ini mendesak untuk
dilakukan. Tanpa mengurangi arti penting usaha-usaha lain untuk mengatasi
masalah petani, di bawah ini merupakan pemikiran untuk meberdayakan
kelompok petani berlahan sempit dan tak berlahan.
1. Transmigrasi
Bagi kelompok petani berlahan sempit dan yang tidak berlahan di Jawa,
apabila tetap ingin bertahan di bidang pertanian, transmigrasi ke luar Jawa
merupakan usaha yang logis dalam memperoleh areal pertanian yang memadai
sebagai faktor produksinya.
2. Peningkatan Pendidikan
Peningkatan pendidikan merupakan salah satu upaya pemberdayaan penduduk
pedesaan perlu segera dilakukan. Usaha pemerataan untuk memperoleh
pendidikan yang tercermin pada kebijakan wajib belajar sampai sembilan tahun
perlu diberi bobot lebih konkrit dalam melihat fenomena situasi pedesaan saat ini.
Di sini peranan guru dalam memberikan gambaran sektor modern akan membantu
pemahaman anak didik tentang kehidupan diluar sektor pertanian. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan di perkotaan secara relatif mampu
mengatasi masalah fasilitas pendidikan dengan mengikutsertakan peranan orang
tua murid dalam hal pendanaan, maka giliran pendidikan di pedesaan perlu
mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu, peranan pemerintah dalam

investasi pendidikan di pedesaan menjadi strategis. Hal ini berkaitan dengan


banyaknya studi yang menyimpulkan bahwa petani yang berpendidikan
mempunyai output yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak
berpendidikan (Hendytio, 1994).
3. Mengefektifkan Kelembagaan
Strategi terakhir untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat petani
miskin adalah melalui pengaktifan kelembagaan. Lembaga yang selama ini
bercitra kurang baik karena penyelewengan yang dilakukan pengurusnya, perlu
mendapatkan pengawasan yang semakin ketat.

BAB IX
STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM
PEMBANGUNAN
9.1 Arah Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat
Makna Pembayaran
Konsep empowerment (pemberdayaan) yang dipelopori oleh Friedmann
(1992), dipicu adanya dua premis mayor yakni kegagalan dan harapan.
Kegagalan, dikarenakan

gagalnya

model

pembangunan

ekonomi

dalam

menanggulangi kemiskinan dan lingkungan. Konsep empowerment merupakan

10

hasil proses tingkat ideologis maupun praktis. Pertanyaan-pertanyaan berikut


Fiedmann (1982) akan memperjelas konsep empowerment :
1. Prinsip apa yang mengarahkan negara dalam hal penanganan kelompok
minoritas?
2. Haruskah pendekatan pendayagunan memfokuskan pada indivdu dan
kemampuan kompetifnya untuk maju atau pada keluarga dan aksesnya menuju
dasar kekuasaan (kekuatan sosial)?
3. Rangsangan apa yang dapat mendorong komunitas mengorganisir dan
memanfaatkan rangsangan dirinya sendiri?
4. Apa peran komunitas, negara, dan organisasi

LSM

dalam

proses

pengembangan diri yang terorganisasi?


5. Bagaimana rasa identitas teritorial dapat diperkuat?
6. Bagaimana koproduksi hidup dan kehidupan diorganisir di antara keluarga
yang diperlemah?
7. Model perencanaan apa yang sesuai dengan pemberdayaan keluarga dan
masyarakat?

9.2 Pemberdayaan Individu


Pemberdayaan individu adalah pemberdayaan keluarga dan setiap
anggota keluarga pemberdayaan individu dan keluarga, adalah upaya menciptakan
suatu lingkungan yang mampu membangkitkan dirinya meraih/mengakses
sumber-sumber daya sosial dan ekonomi bagi pengembangan dan kemajuan
kehidupannya.
9.3 Pemberdayaan Ikatan Antar Individu/Kelompok
Pada hakekatnya individu dengan individu lainya diikat oleh ikatan yang
disebut keluarga. Demikian pula antara keluarga satu dengan keluarga yang lain
diikat oleh ikatan tetangga, begitu seterusnya sampai pada tingkatan yang lebih
tinggi. Tantangan utama didalam pemberdayaan ini adalah bagaimana
memberdayakan sumberdaya: waktu, keterampil, moral yang dimiliki oleh

11

keluarga-keluarga miskin di pedesaan kedalam domain-domain: politik, ekonomi,


sosio-kulturar.
9.4 Pemberdayaan Politik
Pemberdayaan politik dimaksudkan sebagai lawan pengabaian politik
(political exclusion). Pada praktek ekonomi yang terjadi saat ini telah ditemukan
adanya pengabaian politik dan ekonomi (economic and political exclusion) oleh
urban-metropolitan economic dan multinasional economy para miskin di
perdesaan. Ada beberapa konsep dasar yang dapat diusulkan untuk membangun
keberdayaan politik dari para miskin perdesaan ini adalah sebagai berikut :
a. Bahwa pemberdayaan politik yang dituju disini adalah terbentuknya mobilisasi
dan keseling terkaitan antara kekuatan Negara,ekonomi dan kekuatan
nasional sampai ke tingkat perdesaan.
b. Dalam peta keselingkertekaitan antara kekuatan tersebut dapat ditunjukkan
letak inti (core) dari masing-masing kekuatan tersebut.
c. Pada tingkat praksis pemberdayaan politik mengarah pada terbangunnya
kesalingtergantungan (linkage) antara keluarga-keluarga miskin diperdesaan.
9.5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat
a. Model Terbalik (Mulai dari Belakang):

Penyusunan

Program

Pembangunan Perdesaan melalui Pendekatan Proses Belajar


Salah satu pelajaran yang penting pada tahun 1970-an adalah partisipasi
efektif kaum miskin pedesaan dalam proses pembangunan lebih mudah dijabarkan
dalam dokumen-dokumen perencanaan dan bukannya tercapai dalam dunia
pelaksanaan rencana tersebut.
1) Kasus-kasus keberhasilan di asia:
Pelibatan rakyat pedesaan dalam pengembangan mereka sendiri
Keberhasilan yang lebih besar dari rata-rata yang dihasilkan
Skala kerja yang membebaskan pelaksanaan proyek dari tahap percontohan
(pilot project).
2) Kasus badan pengembangan produk susu nasional India
3) Kasus pelayana keluarga berencana berbasis desa di Muangthai

12

Ciri-ciri umum proses belajar


1) Pendekatan Cetak Biru
Pendekatan ini tidak tanggap terhadap permasalahan pembangunan pedesaan,
asumsi dan prosedurnya akan terus menerus mendominasi penyusunan program
pembangunan dan menjadi inti dari kebanyakan kursus latihan tentang
pengelolaan pembangunan. Hal ini tidak akan berubah sampai pilihan-pilihan lain
dikaji dan didukung.
2) Pendekatan proses belajar
Dalam setiap kajian, keseluruhan proses dapat dibagi menjadi tiga tahap, yang

masing-masing mempunyai persyaratan belajar yang khusus, yaitu;


Tahap 1, belajar efektif,
Tahap ke-2, belajar efisien,
Tahap ke-3, belajar mengembangkan diri.
Ketiga tahap di atas merupakan abstrasi dan penyerdehanaan dari apa yang
pada kenyataannya merupakan proses yang sangat tidak teratur dan umumnya

bersifat intiutif.
3) Pemanfaatan organisasi belajar
Dalam organisasi yang mau belajar setiap kesalahan dianggap sebagai sumber
informasi yang penting, dalam batas-batas tertentu, kesalahan dianggap tidak
terhindarkan terutama dalam tahap awal proses belajar. Dalam organisasi seperti
itu kesalahan dibahas dengan terus terang dalam suatu semangat belajar dan
dilakukan upaya penanggulangannya. Mekanisme ini menunjukan suatu
kepemimpinan organisasi yang efektif.
4) Penerapan pada birokrasi
Ada dua kerangka dalam pendekatan proses belajar yaitu:
a. Membangun sebuah program dan organisasi yang paling baru, mulai dari awal
atau bawah.
b. Dengan mencangkok proses tersebut pada organisasi yang sudah ada sehingga
mempunyai kemampuan baru untuk bekerja di pedesaan.

13

You might also like