You are on page 1of 26

ANALISA GAS DARAH

PENDAHULUAN
Pemeriksaan analisa gas darah adalah merupakan hal yang penting pada penderita yang dirawat di
ICU, terlebih pada penderita yang mengalami gangguan pernapasan.
Pemeriksaan analisa gas darah dipakai untuk menilai :
1. Respirasi yaitu pertukaran gas antara udara dan paru serta antara darah dan jaringan.
2. Pemeriksaan gas darah juga untuk membantu mendiagnosa dan mengobati hypoxia,
kegagalan pernapasan.
3. Menentukan pemasangan ventilator juga menggambarkan hasil terakhir berbagai tindakan
suportif yang dilakukan, jadi dipakai untuk menilai pengobatan dan keseimbangan asam basa.
Pada tulisan berikut ini akan dibicarakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan gas darah, termasuk di dalamnya persiapan pengambilan darah para pengambilan
perawatan darah sebelum dikirim ke laboratorium dan persiapan alat-alatnya.
DARAH ARTERI :
Setiap contoh darah arteri sama dengan darah yang keluar dari ventrikel kiri karena itu darah
arteri paling baik untuk menilai effesiensi paru mempertukarkan O2 dan CO2. darah arteri
merupakan contoh darah standar untuk pemeriksaan gas darah. Darah adalah jaringan hidup yang
terus memakai oxygen dan menghasilkan CO2 sungguhpun darah itu sudah dikeluarkan dari
tubuh dan berada di dalam spuit.
DARAH VENA.
Darah vena dipengaruhi oleh effesiensi sirkulasi dan kebutuhan metabolik sel, darah vena dan
peripher tidak dapat dipakai untuk menilai oxygenasi, karena pengambilan oxygen oleh berbagai
organ tidak sama, Otak, Jantung, Otot rangka mengambil oxygen lebih banyak dibanding dengan
ginjal dan usus.
TEMPAT PENGAMBILAN DARAH ARTERI :
Pungsi arteri bisa menyebabkan spasme pembuluh darah, pembekuan di dalam lumen dan
terbentuknya hematoma di sekitar arteri. Semua ini dapat mengurangi atau menghambat sama
sekali aliran darah ke oragan yang biasa diperdarahi oleh arteri itu. Dipilih juga arteri dikelilingi
oleh otot, tendon dan lemah yaitu jaringan yang kurang sensitif terhadap rasa nyeri. Juga dipilih
arteri yang tidak berdekatan dengan vena.
1. Arteri Radialis : memenuhi kriteria diatas paling aman dipakai untuk pungsi arteri tempat ini
merupakan pilihan pertama, kecuali terdapat bekas beberapa tusukan atau adanya gangguan
sirkulasi pada arteri radialis. Arteri ini berdekatan dengan vena besar dan bila periosteum
tulang tidak tertusuk, prosedur ini relatif tidak nyeri.
2. Arteri Brakhialis : adalah pilihan kedua apabila arteri radialis tidak dapat dipakai.
3. Arteri Femoralis : Sebagai pilihan ketiga, arteri ini terletak lebih dalam dibawah kulit,
berdekatan dengan vena besar dan syaraf. Bila terdapat obstruksi berbahaya bagi seluruh
tungkai bawah.
Arteri femoralis disukai hanya karena pembuluh darahnya besar dan mudah dipungsi.
Hendaklah selalu diingat, komplikasi serius dari pada fungsi arteri biasanya melibatkan arteri
femoralis. Arteri femoralis merupakan pilihan terakhir untuk pungsi arteri.
Persiapan alat-alatnya :
- 1 bh spuit 2 cc yang disposible dengan penutupnya dari gabus, kalau ada spuit luer yang 5 cc.

1 bh jarum No.22 untuk spuit luer.


1 lembar kain kasa steril.
2 bh kapas alkohol yang telah dicampur yodium.
Plester dan gunting plester.
Etiket penderita.
Cairan antiseptik.
Obat local anestesi bila perlu.
1 bh spuit 2 cc dengan jarumnya.
1 flc heparin 1000 unit per cc.
1 kantong plastik yang berisi es bila pemeriksaan atau laboratorium jauh.

Lebih baik dipakai spuit gelas (luer). Karena pergeseran antara silinder dengan dinding spuit
sedikit sekali.
Spuit gelas bisa terisi darah oleh tekanan arteri saja.
Selain itu pulpasi arteri bisa terlihat, sehingga lebih menyakinkan bahwa yang keluar betul-betul
darah arteri.
Warna darah tidak selalu merupakan petunjuk yang paling baik dari darah arteri . Penderita
penyakit paru kronik dengan nilai P O2 rendah , darahnya berwarna lebih gelap daripada normal.
Spuit plastik dapat dipakai untuk mengambil darah arteri , asal dijaga sewaktu mengisap darah ,
silinder jangan ditarik terlalu kuat dan tekanan negatif jangan terlalu besar supaya gelembung
udara tidak masuk ke dalam spuit.
Spuit harus dibilas dengan antikoagulansia untuk mencegah pembekuan darah , yang paling baik
adalah ialah heparin , jangan terlalu banyak memakai heparin karena bisa mempengaruhi pH ( pH
sodium heparin 7. 00 ) . Cukuplah spuit dibilas dengan heparin , Kemudian heparin dikeluarkan
semua,sehingga didalam jarum dan kepala spuit masih tertinggal sekitar 0, 15 0,2 ml sodium
heparin.
Sebelum menusuk arteri radialis , perlu perlu diketahui lebih dahulu kolateral arteri ulnaris
dengan percobaan ALLEN TEST . Caranya sebagai berikut : Tangan dikepal dengan kuat supaya
darah sebanyak mungkin keluar , sehingga telapak tangan berwarna putih , tekan arteri radialis
dan arteri ulnaris , kemudian tangan dibuka , lepaskan tangan pada arteri ulnaris . Dalam 15 detik
telapak tangan harus berwarna kemerahan kembali karena terisi darah .
Ini berarti arteri arteri ulnaris saja dapat mengalirkan darah keseluruh tangan .
Bila percobaan ALLEN TEST Negative , arteri radialis tidak boleh dipakai untuk pungsi arteri;
Cara melakukan pungsi arteri:
1. Pasien diberitahu tujuan dilakukan penusukan pada arteri .
2. Pilih daerah yang akan ditusuk.
3. a. Posisi tangan penderita pada arteri radialis , luruskan tangan sambil meraba
pulsasi arteri . Bila perlu tangan diganjal atau ditinggikan dengan bantal , arteri
harus teraba untuk memastikan lokalisasinya.
Jangan menusukan jarum bila lokalisasinya belum tahu, Mintalah bantuan
seseorang untuk memegang tangan penderita dengan pegangan bersalaman .
b. Pada arteri brachialis , posisi tangan sama dengan diatas.
c. Pada arteri femoralis, pasien diletakkan posisi flat.
4. Posisi jarum pada arteri radialis + 30O 45O karena dangkal.
Posisi jarum pada arteri Brakhialis + 45O 60O .
Posisi jarum pada arteri Femoralis + 90O - - tegak lurus.

5. Bila perlu dipakai obat anestesi, gunakan spuit 1 cc dan disuntikkan secara intra
cutan sebanyak 0,2 0,3 cc.
6. Setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik, ambil spuit yang sudah diheparinisasi, harus
diperhatikan heparin jangan terlalu banyak karena dapat mempengaruhi pH, cukup sebanyak
0,1 cc dan udara yang ada dalam spuit dikeluarkan. Lalu jarum ditusukkan kepada arteri yang
telah ditentukan dengan pasti pulsasi arteri.
7. Hisap darah sebanyak 1 cc.
8. Waktu jarum dicabut, pemompa dari spuit tetap dipegang untuk mencegah terhisapnya udara,
waktu jarum sudah keluar dari kulit.
9. Sesudah jarum dicabut, tempat tusukan harus ditekan dengan kain kasa atau kapas steril
kering selama 2 5 menit untuk mencegah terbentuknya hematoma.
10. Segera gelembung udara dikeluarkan, sputi dipasang dan dibalik keatas, udara di dalam spuit
dibuang habis tanpa menghisap terlebih dahulu udara dari luar.
11. Tutuplah ujung jarum segera dengan menusukkan pada gabus atau karet. Gelembung udara di
dalam spuit akan mengadakan keseimbangan dengan darah dan akan mempengaruhi CO2 dan
O2. makin besar gelembung udara, tentu saja makin besar kesalahannya. Bila contoh darah
banyak mengandung udara sebaiknya diganti saja.
12. Beri etiket yang mencantumkan nama penderita, jam dan tanggal pengambilan, presentasi
oxygen dan suhu penderita.
13. Masukkan darah dalam lemari es atau tempat yang sudah ada esnya, apabila perjalanan
kelaboratorium agak jauh atau pemeriksaan tidak segera dilakukan setelah darah diambil.
14. darah yang disimpan lebih dari 3 jam walaupun di dalam lemari es tidak dapat dipakai lagi,
karena hasilnya tidak akan tepat.
Komplikasi
- Hematoma.
- Spasme Arteri.
- Clotting intra luminal.
- Infeksi lokal
- Perdarahan
- Thrombosis.
- Emboli karena lepasnya thrombus.
Pemeriksaan laboratorium
Didalam laboratorium moderen, yang diukur langsung ialah pH, PCO2, PO2 dan Hb.
Konsentrasi asam karbonat dapat dihitung dengan mengalikan PCO2 dengan koefesien
kelarutannya 0,03.
Selanjutnya konsentrasi ion bikarbonat dapat dihitung berdasarkan rumus :
PH = 6,1 + log (HC03) atau pH = 6,1 + log (HCO 3)
( H2CO3)
0,03 X PC02
Disamping itu dihitung juga secara otomatis : TC02, BE, BB, SAT, SBC, SBE.
TC02 = Total plasma ialah jumlah CO2 yang bebas dan yang terikat di dalam plasma.
BE

= Base excess ialah jumlah kelebihan ion bikarbonat plasma dalam meq/1 diatas
buffer normal.

BB

= Buffer Base ialah seluruh An ion yang terdapat di dalam darah termasuk

didalamnya bikarbonat di dalam plasma dan di dalam sel darah merah, hemoglobin,
protein plasma, fosfat di dalam plasma dan sel darah merah.
SAT

= Saturasi oksigen ialah jumlah oksigen yang terkait, pada hemoglobin dengan
yang dapat terikat pada hemoglobin. Jadi Content/Capasity %.

SBC

= Standart Bikarbonat ialah konsentrasi ion bikarbonat di dalam plasma pada


keadaan PCO2 40 mmHg, PO2 100mm Hg dan temperatur 370C.

SBE

= Standart Base Excess ialah Base excess in vivo (didalam) dihitung BE pada
kadar hemoglobin 6 gr%.

PENAFSIRAN ANALISA GAS DARAH


Penafsiran Analisa gas darah dilakukan dalam 3 tahap
Tahap
I.
Penilaian keadaan ventilasi.
Tahap
II.
Penilaian keadaan hipoksemia
Tahap
III.
Penilaian oksigenisasi jaringan.
Tahap I. Penilaian keadaan ventilasi
Keadaan ventilasi dibagi dalam 3 golongan.
A. Hiper ventilasi alveolar, bilamana PCO2 kurang daripada 30 mmHg.
B. Ventilasi alveolar normal, bilamana PCO2 antara 30 50 mmHg.
C. Ventilatory Failure bilamana PCO2 lebih dari pada 50 mmHg.
Bilamana penggolongan ventilasi diatas dikaitkan dengan pH, kita dapat mengetahui apakah
persoalan yang kita hadapi, persoalan respirasi atau persoalan metabolic.
A. Hiperventilasi Alveolar (PCO2 kurang 30 mmHg) dan pH.
1. Hiper ventilasi Alveolar akut, kompensasi ginjal belum terjadi. Perlu bahan pH sekunder
terhadap perubahan ventilasi, disebut juga Alkalosis Respiratorik.
2. pH antara 7,40 7,50
Hiper Ventilasi Alveolar khronik kompensasi ginjal sudah terjadi yaitu merendahnya
HCO3 plasma, untuk mengimbangi turunnya H2CO3 sehingga pH juga turun perubahan
Ventilasi ini sudah berlangsung lama atau lebih dari 24 jam.
3. pH antara 7,30 7,40.
Asidosis metabolic dengan kompensasi penuh.
Primer terdapat asidosis metabolic. Sistem respirasi melakukan hiper ventilasi
mengeluarkan CO2 lebih banyak sehingga pH naik ke arah normal.
4. pH kurang dari pada 7,30.
Asidosis Metabolik dengan kompensasi sebagian Primer terhadap asidosis metabolik
yang berat sekali, sistem respirasi tidak mampu melakukan kompensasi sempurna.
B. Ventilasi Alveolar normal (PC02 antara 30 50 mmHg) dan pH.
1. pH kurang 7,30.
Asidosis metabolik, sistem respirasi belum melakukan kompensasi.
2. pH antara 7,30 7,50.

Keadaan asam basa dan ventilasi normal = normal Balance.


3. pH antara 7,30 7,40
Alkalosis metabolic sistim Respirasi belum melakukan kompensasi.
C. Ventilatory Failure (PCO2 lebih dari 50 mmHg) dan pH.
1. pH kurang dari pada 7,30.
Ventilatory Failure akut atau asidosis respiratory akut.
Perubahan sistim respiratory akut, ginjal belum melakukan kompensasi.
2. pH antara 7,30 7,50.
Ventilatory Failure Chronic.
Kelainan ventilasi sudah berlangsung lama, ginjal sudah melakukan kompensasi.
3. pH lebih dari pada 7,50.
Metabolik alkalosis dengan kompensasi sebagian.
Sistim ventilasi melakukan kompensasi dengan hipo ventilasi.
Tahap II. Penilaian keadaan hipoksemia.
Keterangan langsung yang diperoleh dari pada PCO2 hanyalah terdapat atau tidak
terdapatnya hipoksemia. Nilai normal PCO2 ialah 80 100 mmHg.
Bila PaO2 antara 60 80 mmHg disebut hipoksemia ringan.
Antara 40 60 mmHg disebut hipoksemia sedang.
Kurang dari 40 mmHg disebut hipoksemia berat.
Terdapatnya hipoksemia tidak selalu berarti terdapat juga hipoksemia jaringan.
Tahap III. Penilaian oksigenisasi jaringan.
Tidak ada pemeriksaan langsung yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa hipoksia jaringan.
Untuk mendapatkan penilaian oksigenisasi jaringan dilakukan penilaian kerja jantung, perfusi
perifer dan mekanisme pengangkutan oksigen oleh darah. Penilaian fungsi jantung dan
perfusi perifer diperoleh dari pemeriksaan klinik seperti nilai warna kulit, denyut nadi,
pengisian kapiler, mengukur tekanan darah, ECG, keseimbangan elektrolit dan produksi
urine.
A. Asidosisi Metabolik.
Orang dewasa menghasilkan 50 s/d 100 meg/1 asam/hari dalam bentuk H2SO4 dan berbagai
asam organic lainnya. Ginjal, mengekreasi asam yang dihasilkan ini dan secara simultan
mensintesa kembali HCO3 yang hilang dalam proses dapar. Dapat terjadi suatu
hipobikarbonatteemia yang merupakan tanda utama dari suatu asidosis metabolik, dimana
terjadi peninggian jumlah asam akibat berkurangnya basa karena :
1. Kelebihan produksi asam.
Peningkatan sintesa asam seperti pada asidosis keton atau asidosis laktat dapat melebihi
kapasitas dapar tubuh dan ginjal untuk absorpsi dan ekresi H +.
2. Hilangnya cadangan dapar.
HCO3 yang terbuang percuma melalui ginjal / usus menyebabkan hipokarbonatemia dan
asidosis metabolik.
3. Kurangnya sekresi asam.
Dapat terjadi pada penyakit ginjal khronik dimana ginjal gagal mengekresikan asam yang
diproduksi secara normal.
Konsentrasi HCO 3 serum turun dan diganti olehanion lain seperti fosfat, sulfat dan anion
organic lainnya.

Kompensasi Pernapasan :
Turunnya konsentrasi HCO3 serum menurunkan ratio HCO3 / H2CO3, sehingga nilai pH
turun. Pengasaman cairan extrasel mempengaruhi pusat pernapasan untuk mengeluarkan CO2
dengan hiperventilasi untuk mengembalikan pH kearah normal, tetapi tidak akan tercapai.
Dari suatu hipokarbonatemia dapat diharapkan nilai tertentu dari PCO2 dan pH. Bila nilai
PCO2 diluar dari batas nilai yang diharapkan, maka dapat diperkirakan adanya kelainan
primer dari nilai yang diharapkan.
Efek dari Asidosis metabolik.
Turunnya pH merangsang pelepasan epineprin. Hal ini mungkin disebabkan oleh stres yang
menyeluruh dan mungkin merupakan efek hemodinamik dari suatu keasaman. Hiperkalemia
mungkin timbul sebagai komplikasi asidosis anorganik, tetapi pada asidosis organic
umumnya tidak terjadi hiperkalemia.
Pada suatu asidosis metabolic yang khronik metabolisme calsium berubah karena :
- Bertambahnya mobilisasi Ca dari tulang.
- Berkurangnya afinitas dengan protein sehingga meningkatkan filtrasi glomerulus
terhadap Ca.
- Berkurangnya reabsorbsi oleh tubulus.
Perubahan hemodinamik merupakan suatu yang mengancam jiwa dan terapi ditujukan untuk
mencegah komplikasi ini. Asidosis secara langsung memperburuk kontraksi miokard tetapi
hal ini diimbangi oleh efek inotro positif akibat pelepasan epineprin, akan tetapi dibawah pH
7,2 efek mioinhibisi dari asam menjadi dominan dan sewaktu waktu dapat terjadi kegagalan
miocard.
Terapi
Secara umum diperlukan basa untuk mengganti kekurangan basa yang terjadi, NaHCO3
merupakan pilihan utama, dapat juga dipakai Na laktat atau asetat pada keadaan2 tertentu.
Preparat di atas diberikan secara parenteral, untuk peroral dapat digunakan campuran Na dan
K sitrat.
T a n d a2
- Dyspnoe
- Penurunan kesadaran, rasa ngantuk, sakit kepala dan kadang disertai coma.
- Pada pemeriksaan laboratorium terdapat :
PH menurun, SBC menurun, BE menurun, HCO3 menurun.
- Nyeri abdomen.
B. Alkalosis Metabolik
Hiperbikarbonatemia meupakan tanda dari Alkalosis metabolik.
Rasio HCO3 / H2CO3 akan meningkat sehingga nilai pH naik. Pendekatan teraupetik untuk
penderita alkalosis ini memerlukan pengertian tentang faktor2 yang menyebabkan
meningkatnya retensi HC03 oleh ginjal (bertambahnya basa berkurangnya asam dan relatif
terjadi peninggian dari bikarbonat).
Kompensasi Pernafasan
Keadaan basa akan merangsang kemoreseptor dibatang otak untuk mendepresi Ventilasi
alveolar (dalam usaha menahan CO2 tubuh) dan menyebabkan hipoksia ringan dan
hiperkapnia yang sebanding dengan derajat hiperbikarbonatemia.
Kompensasi Pernafasan

Keadaan basa akan merangsang kemoreseptor dibatang otak untuk mendepresi Ventilasi
alveolar (dalam usaha menahan CO2 tubuh) dan menyebabkan hipoksia ringan dan
hiperkapnia yang sebanding dengan derajat hiperbikarbonatemia.
Naiknya PCO2 menandakan kompensasi pernafasan yang berusaha mengembalikan pH
kearah normal, tetapi tidak akan pernah tercapai.
Penyebabnya
Alkalosis metabolik dapat terjadi karena :
1. Hilangnya HCI dalam jumlah besar dari tubuh akibat muntah pengisapan lambung (fistel
lambung), dan pemakaian di uretika yang berlebiihan.
2. Penggunaan antasid dalam jumlah banyak dan waktu yang lama.
3. Banyaknya ion K+ yang hilang karena diare, muntah pada penyakit sirosis hati.
4. Gangguan fungsi tubulus ginjal akibat hiperkalsemia.
5. Pada fase diuresis dai suatu kegagalan ginjal akut.
6. Kompensasi dari suatu asidosis respiratorik.
Tanda2-nya
- Nafasa lambat dan dangkal
- Lemas, sakit, rasa mual
- Gejala definisiensi K+ .
- Pada pemeriksaan analisa gas darah :
PH
= Meninggi
HCO3 = juga meninggi.
Efek Alkalogis metabolik.
Afinitas protein terhadap calsium bertambah sehingga kadarnya dalam serum berkurang.
Alkalosis menginduksi pelepasan asetilkolin. Kedua hal ini mengakibatkan meningkatnya
aktifitas neuromuskuler.
Penderita yang alkalotik berada dalam resiko besar, untuk timbulnya aritmia spontan tertutama
dalam stress fisik seperti anesthesia dan pembedahan. Akibat lain ialah meningkatnya afinitas Hb
terhadap O2. Reabsorbsi ginjal terhadap calsium tinggi sedangkan terhadap K rendah.

Terapi .
Tujuan pengobatan ialah mengoreksi / menghilangkan penyebab yang menyebabkan timbulnya
alkalosis metabolik. Bila sebabnya muntah atau penghisapan lambung diberikan infus cairan yang
mengandung NaCI dan KCL sejumlah yang sama dengan volume cairan lambung yang penting.
Bila disebabkab hipokalemia diberikan terapi dengan preparat KCL yang jumlahnya disesuaikan
dengan jumlah total difisit K.
C. Asidosis Respiratorik.
Asidosis respiratorik ditandai dengan meningkatnya PCO2 di atas 45 mm Hg. Ratio HC03 /
H2CO3 menurun sehingga pH turun. Beratnya asidemia dapar dari sel dan ginjal yang dapat
meringankan perubahan pH darah arteri.
Peningkatan yang cepat dari PCO2 tidak segera diikuti oleh turunnya pH karena mekanisme
dapar intra extrasel yang segera timbul beberapa menit sesudah hiperkapnia akut dan
memindahkan sejumlah besar ion H dan segera terjadi peningkatan HCO3 serum.

Pada asidosis respiratorik akut HCO3 naik I meq untuk setiap 10 mmHg kenaikan PC02. Hal
ini akibat langsung dari naiknya ekskresi asam, terutama dalam bentuk ammonium dan akibat
sintesa HCO3 oleh ginjal. Pada keadaan khronik HCO3 naik 3,5 meq / I. Untuk setiap 10
mmHg kenaikan PCO2. (terjadi peninggian dari carbonat dalam darah karena tidak keluarnya
CO2 dari paru-paru). Serum HCO3 yang tinggi dengan pH yang asidemia ringan menunjukan
proses kronik sedang pH yang dalam usaha mengarahkan pH menuju normal. Respons
kompensasi terhadap alkalosis respiratorik terdapat 2 fase :
1. Dapar sel dan jaringan dengan mengadakan H + untuk komsumsi HCO3 ekstra sel.
Respons yang segera ini meringankan perubahan pH. Pada keadaan akut ini HCO3 serum
turun 2,5 meq untuk tiap 10 mmHg turunnya PCO2.
2. Pada keadaan kronik kompensasi terhadap hiperventilasi dan hipokapnia yang menetap
diselenggarakan oleh ginjal. Dalam beberapa hari terjadi retensi dari asam-asam yang
diproduksi, dan bikarbonat diekresi melalui urine, sehingga kadarnya dapat mencapai 12
16 meq / I. Umumnya hipokapnia kronik di ikuti turunnya kadar HC03 5 meq tiap 10
mmHg turunnya PCO2.
Gangguan asam basa dimana respons kompensasi dapat mengembalikan pH menjadi normal
adalah alkalosis respiratorik kronik.
Besarnya perubahan pH dan nilai HCO3 serum membantu untuk penentuan akut / kroniknya
proses hiperventilasi :
Tanda2-nya :
Umumnya gejala dan tanda ditemukan pada keadaan akut dan berhubungan dengan alkalemia
misal : kepala terasa ringan, nausea vometus tetani nafas dalam dan cepat.
Sebab2-nya :
1. Kelainan SSP akibat ensefalopati metabolic, infesik otak, CVA, hipoksemia, sepsis gram
negatif, kehamilan stress emosionil, hysteris, panas tinggi.
2. Kelainan paru seperti : pneumonia, asma, emboli paru, penyakit paru yang dini dan
kegagalan jantung kongestif.

Terapi
Pada penderita tanpa gejala (pH dibawah 7,55), terapi ditujukan pada kelainan primer yang
menyebabkan hipokarbia dan tidak ditujukan terhadap perubahan pH. Penderita dengan
gejala memerlukan perhatikan terhadap alkalemia. Tindakan pertama dapat menggunakan
Simple Rebrething Device untuk kenaikan PCO2.
Dapat juga menderita bernafas dengan campuran gas O2, 95% dan CO2 5%. Tindakan ini
memerlukan pengawasan ketat. Pada keadaan yang berat dimana alkalemia dapat mengancam
kehidupan seperti pada Aritmia Jantung, dapat dipertimbangkan tindakan 2 yang ekstrim
seperti : - penggunaan Asetosalmida
(Diamox)
- Penggunaan HCL /NaH4CI secara
(IV).
- Mengambil alih pernafasan pasien
dengan
pemakaian
ventilator
mekanik.

RUMUS PEMBERIAN BICNAT PADA ASIDOSIS.


X = 1/3 X BB X BE
Misal. BB = 60 kg BE = - 10.
Jadi X = 1/3 x BB x BE.
X = 1/3 x 60 x 10.
X = 20 x 10
X = 200

X = Bicnat yang dibutuhkan.

Jadi Bicnat yang dibuthkan = 200 meq.


Ringkasan :
- Pada Asidosis Metabolik terapi umumnya memerlukan tambahan basa untuk mengoreksi
defisit basa yang terjadi, pemberian basa harus hati 2 dan mulai bila pH turun dibawah
7,2.
- Pada Alkalosis Metabolik tujuan terapi adalah menghilangkan penyebab timbulnya
gangguan misal ; penggantian cairan lambung karena muntah / penghisapan lambung
atau pemberian KCL, bila sebabnya adalah Hipokalemia.
- Pada Asidosis Respiratorik, terapi ditujukan untuk menghilangkan faktor pencetus dan
mengembalikan ventilasi alveolar. Pada keaddan akut tindakan aktif seperti intubasi ETT
dan bantuan pernafasan harus segera dilakukan tanpa menunggu gejala memberat. Pada
keadaan kronik tindakan konservasi lebih dulu dipilih.
- Pada Alkalosis Respiratorik, kronik, mekanisme kompensasi yang terjadi dapat
mengembalikan pH menjadi normal. Pada penderita dengan gejala perlu koreksi terhadap
pH dan pada keadaan yang mengancam jiwa perlu tindakan yang lebih aktif seperti
penggunaan Asetanolamida, pemberian HCL intravena atau penggunaan Ventilator
Mekanik.
Sistim dapar kimia yang utama di tubuh ialah, sistim dapar bikarbonat (merupakan bagian
yang terbesar), fosfat, protein, dan hemoglobin. Pusat pernafasan di batang otak dipengaruhi
olej PCO2 dan pH darah, sedangkan kemoreseptor diarkus aorta dan sinus, karotikus akan
mempengaruhi frekwensi dan dalamnya pernafasan akibat hipoksemia., perubahan pH dan
muatan CO2 di dalam darah. Ginjal berperanan penting pada homeostasis asam basa dengan
cara reabsorpsion bikarbonat dan asidifikasi garam dapar dan ekresi BH4 + ..
Mekanisme kompensasi yang terjadi akibat gangguan asam basa mempunyai batas tertentu,
bila batas2 ini terlambat berarti ada gangguan lain yang menyertai (mixed acid base
disturbances).
PATOFISIOLOGI ELEKTROLIT DAN GAS DARAH.
Bagian Patologi Klinik FKUI / RSCM, Jakarta.
Pendahuluan
Proses homeostasis elektrolit, air dan gas darah (asam basa) amat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Gangguan pada yang satu akan menimbulkan perubahan pada yang lainnya pula.
Pada tulisan ini akan dibahas beberapa aspek dari patofisiologi elektrolit, air dan asam-basa
secara yang disederhanakan. Tujuannya untuk memudahkan peserta simpusium mengikuti
ceramah mengenai penatalaksanaan klinis.
Gas Darah (Asam Basa).

Gangguan keseimbangan asam-basa dapat beruapa asidosis dan / atau alkalosis. Menurut
kausanya dibedakan menjadi respiratorik dan metabolic. Batas pH darah dimana manusia dapat
bertahan hidup adalah 6.80 7.80. bila ada gangguan pH maka badan berusaha mengatasinya
dengan mekanisme kompensasi agar pH darah tetap dalam batas normal. Bila berhasil maka
disebut terkompensasi penuh. Bila kurang berhasil maka disebut terkompensasi sebagian pH
lebih 7.45 disebut alkalemia.
Mekanisme kompensasi yang pertama bekerja, hampir segera adalah sistim dapar asam karbonatbikarbonat (AKB) diikuti oleh eritrosit lalu paru-paru. Ginjal bekerja lebih lambat memerlukan
waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
Bila tercapai keadaan dimana HCO3 tetap 20x H2CO3 maka pH akan kembali menjadi 7,40.
Asidosis respiratorik disebabkan primer oleh penumpukan CO2 atau asam karbonat, biasanya
karena penurunan ventilasi alveoli. Dapat terjadi sistim dapar plasma dan eritrosit. Kausanya
mungkin suatu sumbatan jalan napas (benda asing, edema glottis), aspirasi cairan kedalam paruparu, penyakit paru akut (edema paru, pneumotoraks), trauma dada, parese akut dari otot
pernapasan (poliomyelitis, poliradikulitis), cardiac arrest, gangguan pusat pernapasan (trauma,
perdarahan, trombosis), obat depresan pusat (opiat, barbiturat).
Sistim dapar asam karbonat-bikarbonat (AKB) menurunkan CO2 dan meningkatkan bikarbonat
dari eritrosit dikeluarkan bikarbonat.
Laboratorik didapatkan pCO2 , pH
, Base excess (BE) darah ringan, standard bicarbonate
(st.Basic) , riangan, bikarbonat
ringan, CO2 total
riangan, hiperkalemia, chloride shift ke
dalam eritosit, 2,3 DPG eritosit , konsumsi O2 dan produksi CO2 juga.
Asidosis respiratorik kronis misalnya penyakit paru kronis (tuberculosis lanjut, silicosis,
bronchitis kronis dengan emfisema), kifoskoliosis, atrofi atot sekuele poliomyelitis.
Mekanisme kompensasi ginjal sempat bekerja mengeluarkan H + dan menahan HCO3 BE juga
dalam cairan ekstraseluler, st.Bic .
1. Asidosis metabolik :
1.1. Mekanisme :
- Retensi asam yang terikat.
- Kehilangan alkali yaitu HCO3 menurun atau CO2 total menurun.
1.2. Respon Kompensasi :
- Hyperventilasi dengan akibat PCO2 menurun.
1.3. Asidosis Metabolik Klinis :
a. Asidosis Hiperchloremik :
- Terminim NH4CI.
- Diare berat (kehilangan HCO3).
b. Asidosis dengan penimbunan an anion yang tidak terukur :
- Uremia.
- Ketoasidosis diabetika.
- Asidosis asam laktat.
- Keracunan.salisilat
- Methanol.
- Paraldehyde.
- Ethylene glycol.

10

1.4. Diagnosa asidosis metabolik :


- Penurunan pH.
- Penurunan CO2 total (HCO3).
- PCO2 akan menurun karena kompensasi respirasi dimana penurunannya sangat
menyolok (PCO2 = 10 15 mm /Hg / kurang) sedangkan penurunan PCO2 pada
alkalosis respiratoris jarang (25 mm Hg).
1.5. Terapi :
Asidosis akut : pH (7,2. jumlah NaHCO3 :
BBx 0,4 selisih HCO3 (HCO3 diinginkan HCO3 terukur).
Biasanya diberikan sebanyak 50% dahulu.
1.6. Komplikasi terapi :
a. Hipokalemi fatal : penggantian kalium jangan dilakukan asidosis teratasi dan
turunnya kalium dibuktikan.
b. Kelebihan beban voluma dan kadang-kadang hipertensi ini disebabkan pemberian
garam natrium.
c. Edema paru akut.
d. Tetani oleh karena penurunan kadar Ca ++ bila pemberian alkali secara cepat atau
berlebihan terapi : pemberian garam calsium tapi garam Ca tidak boleh diberikan
dalam botol infus bersama bikarbonat karena dapat timbul palpasi.
2. Asidosis Asam Laktat :
2.1. Mekanisme :
- Hiperventilasi.
- Kerja fisik yang berat.
- Pemberian epineprin ketiganya ini tidak perlu pengobatan.
- Hipoxia jaringan yang terjadi pada cardiogenik shok dan septik.
- Hipoxemia berat.
- D.M. yang tidak terkendalikan.
- Pemberian phenformin terutama pada os dengan renal insuff.
- Minum ethanol berlebihan.
- Infeksi bakteril.
- Pancreatitis.
- Leukemia.
2.2. Diagnosa : adanya asidosis metabolic diatas os biasanya :
- Stupor / coma.
- Hiperpnea.
Rasio laktat pyruvat sering jadi 10 atu lebih besar.
Kadar laktat pyruvat harus diukur.
Terapinya :
- Umumnya tidak memuaskan.
- Lebih 90% penderita meninggal.
- NaHCO3 diberikan parenteral dalam dosis besar 200-400 MEQ selama dalam
beberapa jam pertama.
- Hemodialisa untuk mengeluarkan laktat.
- Jika hipotensi dilakukan peritoneal dialisa.
3. Asidosis Respiratoir :

11

3.1.
3.2.

Penyebab : exresi CO2 oleh paru tidak mencukupi dengan akibat kenaikan PCO2
dan H2CO3.
Etiologi :
a. Penyakit SPP dengan penekanan respirasi masal :
- Stroke.
- Tumor.
- Encephalitis.
- Tranquilizer berlebihan.
- Narkotika.
b. Gangguan neuromuscular :
- Myastenia gravis.
- Syndroma gullian barre.
- Tetanus.
c. Trauma dan pembedahan terutama thorax dan Abdomen.
d. Penyakit paru-paru akut :
- Edema pulmonum.
- Asthma.
- Emboli pulmenum.
e. Penyakit paru khronik :
- COPD.
- Bronchospasme.
- Sedativa berlebihan.
- Pemberian o2 konsentrasi tinggi.

3.3. Terapi asidosisi respiratoir :


a. Tanpa komplikasi perbaiki ventilasi :
- Berikan campuran 02 yang sesuai.
- Hilangkan sumbatan jalan napas seperti bronchos pasme dan secret.
- Berikan ventilasi mekanis jika tekanan gas darah cukup tinggi tidak tercapai
dengan tindakan di atas.
- Atasi shok, dekomp congestif, anema berat dan keadaan lain yang menyertai.
- Cari dan atasi penyebab kegagalan respirasi.
b. Alkali (HCO3 Na) jarang diperlukan kecuali terdapat asidosis metabolic oleh
karena pH yang rendah malah merupakan stimulasi untuk terjadinya ventilasi pada
hiperkapnia kronis.
4. Alkalosis Metabolik :
4.1. Mekanisme :
a. Kehilangan asam, misal :
- Muntah-muntah.
- Penghisapan nasogastrik.
- Diare (sangat jarang).
b. Cus hing s Disesase.
c. Hiperaldosterinisme.
d. Makan / minum alkali banyak.
e. Corticosteroid / diuretika dalam waktu lama.
f. Kekurangan kalium yang terjadi bila ada penimbunan Na + yang hebat disertai
kekurangan CI.
4.2. Diagnosa : CO2 total (HCO3) meninggi pada salah satu keadaan diatas. PH dan PCO2
juga meninggi. (N 22 26).
4.3. Terapi : pemberian asam oral / parenteral bila alkalosis berat.

12

5. Alkalosisi Respiratoir.
5.1. Mekanisme :
a. Hiperventilasi karena :
- Psikogenik.
- Keadaan hipermetabolisme, seperti : demam, thyroxcosis, delerium tremens.
b. Bakteremia gram negative.
c. Hiperventilasi oleh karena alat ventilator mekanikter utama pada asidosis
respiratorik yang yang terkompensir.
d. Alkalosis respiratoir berbagai tingkat :
- Kehamilan.
- Cirrhosis.
- Kelainan jantung.
- SSP.
e. Keracunan salisilat tapi mendadak dapat diikuti asidosis metabolic terutama pada
anak.
f. Akibat asidosis metabolik diperbaiki dengan cepat seperti pada ARF yang
diperitonial dialisa karena ada asidosis intracerebral paradok yakni pH perifer
sudah normal tapi pH dalam jaringan otak lebih lambat berubah dimana asidosis
intracerebral paradox ini akan menyebabkan penurunan PCO2 atau
mempertahankan tetap rendah.
5.2. Diagnosa :
Harus dipikirkan bila masa mau pingsan paresthesia, tetani, syncope pada penderita
dengan gangguan2 yang merupakan predisposisi timbulnya alkalosis respiratoir.
5.3. Therapi :
a. Tidak memerlukan pengobatan.
b. Perbaiki gangguan yang mendasarinya.
c. Tetani / syncope oleh karena hiperventilasi dengan maksud menaikan PCO2. jika
hiperventilasi diperbaiki atau diakhiri mendadak dengan penyesuaian kembali alat
respirator mekanik / rebreathing dapat terjadi asidosis (kenaikan PCO2 disertai
penurunan HCO3).
d. Walau ginjal normal akan memperbaiki buffer namun pada keadaan tertentu
(jarang) pemberian alkali mungkin diperlukan untuk perbaikan lebih cepat.
e. Bila timbul hiperventilasi terus menerus seperti pada gangguan SPP yaitu asidosis
cerebral paradox maka dianjurkan pemakaian alat pernapasan yang berisi CO2.
6. Gangguan Asam Basa Campuran :
a. Alkalosis Respiratorik dan Metabolik :
Misal : pH
= 7,61
PCO2 = 32.
HCO3 = 31 (CO2 total meninggi).
b. Asidosis Metabolik dan respiratorik :
Misal : pH
= 7,09
PCO2 = 53.
HCO3 = 15,7.
7. Skema Gangguan Asam Basa :
HCO3

13

PCO2

pH

Asidosis Metabolik
Asidosis Respiratoir
Alkalosis Metabolik
Alkalosis Respiratoir
PEMASANGAN C.W.P. DAN PERAWATANNYA
C.V.P. adalah kependekan dari : Central Venous Pressure.
Tekanan pembuluh Vena Central.
Yang dimaksud dengan C.V.P. ialah :
Memasukkan kateter dari vena tepi, sehingga ujungnya berada dalam atrium kanan atau di
muara vena yang tidak mengandung kelep seperti diantara vena cava superior dan vena cava
inferior.
CARA MEMASUKAN DENGAN JALAN :
1. Cara pungsi.
2. Cara vena seksi.
DAERAH-DAERAH YG DAPAT DIPASANG KATETHER ADALAH SBB, :
1. Daerah vena Cubiti.
2. Daerah vena Femoral.
3. Daerah Vena Supra clavicular
4. Daerah Vena Infra clavicular
5. Daerah vena leher atau Jugularis.
Disini dibicarakan pemasangan CVP didaerah infra clavicular atau subclavicular. Mengapa
kita tidak melakukan di daerah lain : sebab di daerah lain sukar melakukannya dan sering
gagal dan mempunyai komplikasi yang lebih banyak dan mesti menoreh / membuat luka.
Keuntungan2 pemasangan di daerah ini sbb :
1. Mudah melaksanakannya karena diameter vena tersebut cukup besar 2 cm dan selalu
terbuka.
2. Fiksasinya tidak sulit.
3. Enak bagi penderita karena pergerakan jadi bebas / tidak perlu pakai spalk.
4. Tidak mengganggu perawatan rutin .
5. Dapat dibiarkan 5 hari tanpa resiko penyulit malah sampai 2 minngu bila tidak ada gejala
gejala infeksi atau lain lain sebagainya .
KEGUNAAN DARI PEMASANGAN CVP sbb :
1. Untuk mengetahui tekanan vena sentral yang gunanya untuk pemberian cairan yang
banyak atau sedikit pada penderita yang ada kelainan jantung , ginjal untuk balance
cairan .

14

2. Untuk memberikan kalori tinggi secara parenteral ( Infus ) yang biasanya cairan nya
bersifat hipertonik misalnya :
- Glucosa 10 20 %
- Aminofusin 600 1000
- Intralipid
3. Untuk pengambilan contoh darah yang sering dilakukan berkali kali dalam waktu yang
singkat.
4. Untuk memberikan obat obat secara intravena pada keadaan yang sangat darurat seperti
:
a. Status convulsi misal pada penderita tetanus.
b. Status asthmatikus.
c. Cardiak arrest.
d. Plebotomi pada kegagalan jantung pengeluaran darah dari atrium , decompensasi
cordis.
5. Memberikan cairan dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat karena vena
vena tepi susah didapat karena collaps atau orangnya gemik.
Persiapan alat-alat untuk pemasangan CVP ialah :
I. Alat-alat CVP sendiri terdiri dari :
1. Satu manometer.
2. Kathetrer CVP.
3. Three way stopcock.
4. Apuit 20 cc.
5. 2 bh infus set.
II. Alat-alat lainnya :
1. Duk bolong.
2. Jodium / alcohol.
3. Kain kasa steril secukupnya.
4. Lidokain / novokain.
5. Spuit 5 cc.
6. Plester dan gunting perband.
7. Water pass.
8. Tiang infus.
9. Sarung tangan steril
10. Cairan NaCI.
Macam-macam CVP yang dapat kita ketahui sbb :
1. Drum catheter buatan ABBOTH.
2. Bard I Cath (Bard I International).
Pada umumnya cara kerjanya sama dengan sifat catheter ini adalah Radiopaqui artinya bila
diadakan photo rontgen katheter itu dapat terlihat jelas.
Selesai pemasangan CVP kita akan mengadakan photo thorax untuk mengetahui dengan jelas
apakah pasti katheter itu sudah tepat letaknya atau dalamnya.
Dapat ke ventrikel kanan.
Bila terlalu dalam kita harus menariknya sedikit-sedikit sampai terdapat undulasi yang sesuai
dengan irama pernapasan.
CARA PEMASANGAN C.V.P. :

15

1.

2.
3.
4.

5.
6.

7.

Dengan sarung tangan steril di daerah clavicula dibersihkan dengan jodium 5 % /


bethadin dan alcohol 70 %.
Ditutup dengan memakai kain berlobang ( Duk bolong ).
Tepat dibawah clavicula ditengah tengah dilakukan anesthesia local .
Sebelum dipasang secara kasar diukur kira kira berapa jauh kateter yang harus
dimasukan
Spuit 20 cc diisi dengan NaCl steril disambungkan kejarumnya.
Ditusukkan bagian bawah , tengah clavicular sedekat mungkin dengan
tulangnya,diarahkan pada batas atas sendi sterno clavicular dengan sudut hadap 45 0
Jarum dimasukkan kira kira 3 4 CM kemudian diisap.
Bila darah belum keluar didorong lagi sampai darah terisap dengan mudah dan bebas.

8.

Kemudian spuit dilepaskan dari jarumnya dan jateter dimasukkan lewat lubang jarum
sampai kira kira ditempat diukur.
Bila dianggap cukup masuk jarum ditarik dan dilindungi dengan pelindung plastik dan
selanjutnya disambung dengan set infus dan ditutup dengan kain kassa steril dan sedikit
salep antibiotik dan difiksasi dengan baik.

Proses ini semua biasanya dilakukan oleh Dokter dalam hal ini perawat membantu dokter :
1. Memasang manometer pada tiang infus .
2. Memasang cairan infus yang dikehendaki dan bila CVP sudah terpasang perawat akan
melakukan fiksasi CVP tersebut dengan plester sebaik baiknya supaya tidak terlepas
dalam melakukan perasat perasat perawatan misalnya dalam hal ini :
a. Fisioterapy
b. Memiringkan pasien kekiri atau kekanan.
Setelah selesai pemasangan CVP pertama tama kita mengukur ) point tersebut dengan
mengukur dari setinggi letak jantung (daerah axilaris) kedaerah manometer dengan water
pass baru kita tentukan titik nolnya.
Bila sudah cairan kita naikan dengan memutar three way stop cock kearah vertikan
selanjutnya cairan akan naik. Kita tunggu beberapa menit dimana nanti undulasi berhenti
disitu batas terakhirnya.
Bila titik nolnya di nol dan batas cairan diangka 7 maka CVP kita katakana + 7 Cm H2O.
Bagaimana posisi penderita pada waktu pemasangan CVP.

16

PERAWATAN TRAKHEOSTOMI
Trakheostomi adalah insisi daerah leher kedalam trachea, dilakukan dengan

17

TERAPI ZAT ASAM


Pendahuluan
Oksigen adalah dasar pengobatan pasien-pasien dengan kegagalan pernapasan mendadak
(KPM0. Metabolisme aerobik memerlukan pengangkutan oksigen kejaringan yang adekwat,
untuk menghasilkan tekanan oksigen serendah rendahnya 5 mmHg di mitekhondria untuk
tetap aerobik, yaitu suatu metabolisme dengan energi tinggi. Untuk ini diperlukan tekanan
tinggi oksigen darah arteri (Pa O2 ) minimal 25 mmHg (saturasi oksigen 40%) seandainya
Hemoglobin dan Cardiac output normal.
Mengingat efek-efek yang merugikan dari hipoksemia terhadap siroulasi, susunan saraf pusat
dan fungsi sel, oleh sebab itu sebelum P a O2 yang adekwat harus lebih tinggi dari 50 mmHg
(saturasi lebih 80%), bilamana sirculasi adekwat.
Pemberian oksigen pada KPM memerlukan pengetahuan yang cukup mengenai pengangkutan
oksigen ke jaringan, ketepatan pemberian dan pengawasan yang baik sehingga pengangkutan
oksigen ke jaringan tetap adekwat tanpa efek samping karena kelebihan atau kurang tepatnya
pemberian.
Hipoksia adalah suatu keadaan yang serius dan harus segera diperbaiki.
Pada sebagian besar pasien yang lama berbaring ditempat tidur sering terjadi Hipoksia ringan,
yang tidak diobati karena pasien sudah membiasakan diri dengan keadaan tersebut dengan
melalukan kompensasi.
Hipoksia dikompensir dengan 2 cara :
1. Menaikan cardiac output dan menambah ventilasi yang akan menaikan pengangkutan
oksigen.
Bertambahnya ventilasi tidak efesien karena :
a. Efeknya sedikit terhadap hipoksemia yang disebabkan oleh true phisiologi shunting
atau karena venous oxygen content yang menurun.
b. Dengan bertambahnya kerja pernapasan maka kebutuhan oksigen akan bertambah
sehingga akan menghilangkan keuntungan dari pertambahan jumlah oksigen Alveoler
(Pa O2 ).
Meningkatkan konsentrasi oksigen udara inspirasi dengan terapi oksigen adalah suatu
cara yang efesien untuk meninggikan tekanan oksigen Alveoler.
2. Organ-organ vital harus mempunyai kepastian yang cukup untuk terjadinya vasodilatasi
local, dan yang terpenting adalah vasodilatasi koroner Hipoksemia :
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana P a O2 kurang dari 80 mmHg, kecuali : - bayi
baru lahir yang normal : 40 60 mmHg,
- Usia diatas 60 tahun dikurangi 1 mmHg / tahun.
- Usia diatas 60 tahun dikurangi 1 mmHg / tahun.
Hipoksemia ringan : Pa O2 kurang dari 80 mmHg (udara kamar).
Hipoksemia sedang : Pa O2 kurang dari 60 mmHg (udara kamar).
Hipoksemia berat : Pa O2 kurang dari 40 mmHg (udara kamar).
Hipoksia adalah gejala dari KPK, disamping hiperkarbia, Hipertensi dan Dispenea. Hipoksia
tampak sebagai sianosis, walaupun sianosis bukan selalu merupakan petunjuk adanya

18

oksigenisasi darah yang baik. Pada pasien dapat terjadi hipoksemia berat tanpa sianosis, dan
walaupun cardiac out put meninggi sebagai kompensasinya terjadi juga hipoksia jaringan.
Bila terjadi hipoksia miokardium menyebabkan hopotensi dan aritmia. Hipoksemia yang
tidak dikompensir akan menyebabkan bradikardia bukan takhikardia.
Pa O2 yang rendah akan merangsang pusat pernapasan melalui khemoreseptor sehingga
terjadi hiperventilasi. Hal ini terjadi pada hipoksemia berat, sedangkan pada yang ringan
peninggian ventilasi tidak bermakna.
Hipoksemia akan merangsang aktivitas simpatetik melalui khemoreceptor dan
mungkin kepusat vasomotor yang mengakibatkan bertambahnya denyut jantung sehingga
cardiac output meninggi . Bertambahnya aktivitas simpatetik akan menyebabkan
vasokontriksi sehinggga resistensi perifer meninggi dan bersama sama dengan meningginya
cardiac output , maka tekanan darah agak sedikit meninggi . Hipertensi dan tachicardi adalah
merupakan gejala gejala awal dari hipoksemia .
Penyebab hipoksemia:
1. Menurunnya Pa O2 : a.Hipoventilasi
b.Bernapas dengan O2 kurang dari 21%.
c.Alveoli dengan ventilasi yang kurang.
2. Bertambah True Intrapulmonary Shunting.
3. Menurunnya jumlah oksigen vena sentral :
a. Meningkatnya metabolisme.
b. Berkurangnya cardiac output.
c. Berkurangnya jumlah oksigen arteri (hipoksemia, anemia dan bergesernya Hb O 2
disociation curve ke kana).
Bila hipoksemia dan Asidosis terjadi bersama-sama, maka dapat dipastikan adanya hipoksia
jaringan.
KEGAGALAN PERNAPASAN MENDADAK :
Pada orang dewasa definisi KPM adalah suatu keadaan dimana P a O2 lebih rendah dari nilai
normal pada usia pasien tersebut (tanpa adanya shunt intracardial kanan ke kiri), atau P a O2
lebih tinggi dari 50 mmHg (yang akan disebabkan oleh kompensasi respiratorik dari
metabolic alkalema).
Sedangkan pada bayi baru lahir, definisi KPH adalah kegagalan mendadak dari sistem
pernapasan untuk mempertahankan pengambilan oksigen yang adekwat yaitu : P a O2 kurang
dari mmHg dan Pa OC2 lebih dari 50 mmHg.
Analisa gas darah yang abnormal dan perinsip terapi oksigen pada kegagalan pernapasan
yang disebabkan oleh eksaserbasi akut dari penyakit paru-paru obsetktif kronik yang hebat
dan hipoksemian kronik adalah tidak sama dengan pasien dengan KPM dimana hanya sedikit
atau tanpa penyakit paru-paru sebelumnya. Pengobatan pasien dengan penyakit paru-paru
obsturktif keronis (Cheronic Obstroctive Pulmenary Dibsase = COPD) adalah pemberian
ventilasi buatan yang selamat mungkin untuk mendapatkan keuntungan tetapi oksigen
terkontrol. Bagaimanapun juga kita tidak boleh melupakan bahwa COPD, walaupun tidak
berat adalah merupakan faktor pembantu untuk terjadinya komplikasi paru-paru akut setelah
trauma / bedah.
TUJUAN TERAPI OKSIGEN :
1. Mengobati hipoksemia untuk menjamin oksigenisasi jaringan yang adekwat terutama
jantung dan otak.

19

2. Meniadakan efek-efek kompensasi akibat hipoksia yaitu bertambahnya cardiac output,


hiparaktif simphatetik perifer dan hiperventilasi.
Tetapi oksigen akan mengurangi kerja pernafasan dan kerja miokardium .
Indikasi Klinis : yaitu hipoksia yang dalam klinis nampak sebagai :
1. Hipotensi yang sekunder karena hipoksia.
Perdarahan atau kegagalan jantung menimbulkan hipotensi yang kemudian menyebabkan
hipoksia jaringan. Oleh karena itu terapi oxygen selalu diberikan bila terjadi hipotensi
apapun sebabnya.
2. Hipertensi yang sering kali merupakan tanda hipeksia terutama bila terjadi mendadak.
Reaksi tubuh yang khas terhadap hipeksia adalah takhikardia dan hipertensi.
3. Takhipnoe yang berarti nafas yang cepat dan dapat dihubungkan dengan hipoventilasi
atau hiperventilasi alveolar.
4. Sianosis merupakan tanda akhir dari hipoksia dimana terapi oksigen perlu sekali
dfiberikan, meskipun sianosis local dapat terjadi pada P a O2 normal atau tinggi.
Gambaran sianosisi secara keseluruhan tidak bermakna sebagai petunjuk dari sigenisasi
arteri, oleh karena tergantung dari aliran darah ke jaringan volume darah, pengambilan
oxygen, hemoglobin dan warna kulit.
Tidak adanya sianosis tidak menyinkirkan adanya hipoksemis arrieri atau hipoksia jaringan.
Sianosis akut yang menyeluruh adalah suatu tanda yang nyata adanya hipoksis jaringan dan
memerlukan terapi oxygen segera atau peninggian cardiac output. Sedangkan sianosis
setempat menunjukan gangguan sirkulasi yang memerlukan perbaikan sirkulasi, tetapi
oxygen sebagai prophilaksis dapat diberikan.
Indikasi terapi oxygen yang lain adalah : fase akut penyakit kardiopulmer, selama dan
sesudah pembedahan, pasien yang tidak sadar, anemia berat, perdarahan hipovolemia,
asidosis.
SISTEM PEMBERIAN GAS :
A. Non rebreathing system :
Dibuat sedemikian rupa sehingga udara akspirasi hanya berkontak sedikit mungkin
dengan udara inspirasi one-way valve.
Untuk itu harus diberikan aliran gas yang cukup untuk mencapai minute volume dan Pesk
Flow Rete yang dibutuhkan dengan cara memasang resep voir inspirasi yang
memungkinkan penambahan selanjutnya gas pada saat dimana kebutuhan inspirasi
meningkat dan berada diluar kemampuan dari alat pemberi oxygen. Untuk mengatasi
kesulitan pemberian gas yang cukup maka pada sistim ini dipakai one-way valve, yang
memungkinkan udara kamar memasuki ristim bila sumber gas tidak mencukui kebutuhan
pernafasan pasien. Akan tetapi sumber gas akan mengalami pengenceran dengan udara
kamar.
Sistim ini terbagi dua :
a. High Flow System : dimana aliran gas mencukupi kebutuhan inspirasi.
b. Low Flow System : dimana aliran gas dari alat tidak mencukupi kebutuhan inspirasi,
perlu tambahan udara kamar.
B. Robreathing system :
Sistim dimana reservoir terletak pada jalur ekspirasi dan mempunyai OO 2 abaorber
sehingga udara ekspirasi dikurangi OO2 akan memasuki kembali jalur inspirasi. Sistem
ini dipakai selama anesthesia untuk mengurangi pemakaian gas anesthesia dan

20

mengurangi bahaya peledakan bila dipergunakan gas-gas anesthesia yang mudah


meledak.
CARA PEMBERIAN OKSIGEN :
Terapi oksigen diberikan dengan non-robteathing systim, konsentrasi yang dihasilkan oleh
setiap aliran oksigen tergantung dari alat yang dipakai dan pasien.
1. High Flow System :
Ventimask : memakai alat venturi, suatu sistim yang mempergunakan prinsip Bernoulli
untuk menarik udara kamar pada perbandingan yang tetap dengan aliran oksigen.
Setiap alat memberikan aliran gas total yang tinggi dengan F 1 O2 yang tetap.
Dengan alat ini dapat diberikan konsentrasi oksigen tinggi dan rendah.
Prinsip Berrnouli : tekanan gas bagian lateral akan menurun / bila kecepatan aliran gas
meninggi, jadi aliran oksigen melalui lubang yang kecil akan meninggikan kecepatan
aliran dan menghasilkan tekanan subat nospherik sesaat setelah melalui lubang tersebut
sehingga akan menarik udara kamar. Dengan merubah diameter lubang dan aliran
oksigen dapat ditentukan F1 O2-nya. Dengan sistim ini dapat menghasilkan konsentrasi O 2
24 100%. Tersedia ventimask dengan konsentrasi O2 24 40%.
Keuntungan
: a. selama sistim dipakai dengan tepat, F1 O2 stabil walaupun
bentuk pernafasan pasien berubah.
b. temperatur dan humiditas gas inspirasi terkontrol.
Kerugian
: a. alat-alat mahal harganya.
b. Bila konsentrasi O2 akan rubah, maka seluruh alat harus
diganti.
c. Secara umum kurang menyenangkan bagi penderita.
Misalnya
: a. alat venturi 40% - 10 Lt/m O2 akan menghasilkan aliran gas
total sebesar 40 Lt./m.
2. Low Flow Oxygen System :
Sebagian dari tidal volume berasal dari udara kamar menghasilkan konsentrasi O 2 dari
21% sampai 90+%.
Prinsip : tergantung dari adanya reservoir O2 dan pengenceran oleh udara kamar.
Faktor-faktor yang mempengarugi F1 O2 : - kapasitas reservoir oxygen.
- aliran oxygen (Lt/m).
- bentuk pernafasan pasien.
Sistim ini dipakai karena kebiasaan, ekonomis, alat-alat mudah tersedia lebih dikenal,
menyenangkan pasien, dan bukan dikarenakan faktor kecepatan atau kebutuhannya
pemberian oxygen.
Contoh : a. Kanula / kateter : kecepatan aliran O2 ------- F1 O2

b. Mask Oxygen

1 Lt. / m
2 Lt. / m
3 Lt. / m
6 Lt. / m

24%.
24%.
28%.
32%.

5-6 Lt/m
6-7 Lt/m
7-8 Lt/m

40%
50%
60%.

21

c. Mask + reservoir bag : 6 Lt/m


7 Lt/m
8 Lt/m
9 Lt/m
10 Lt/m

60%
70%
80%
90%
99+%

Kateter nasal cara yang sering dipakai dan murah kateter dimasukan sampai sedikit dibawah
palatum molle yang sama jarahnya antara antara ujung hidung ke tragus dari telingga, bila terlalu
dalam dapat menyebabkan perut kembung. Pemakaian jangka menyebabkan ulcerasi mukosa
hidung, oleh karena itu hanya dipakai sebentar misalnya pasca bedah. Adalah tidak mungkin
untuk mendapatkan humidifikasi yang cukup dengan aliran gas melalui pipa yang kecil, tapi hal
ini harus diusahakan. Kanula nasal lebih menyenangkan bagi penderita dan dipakai untuk waktu
yang lebih lama karena udara inspirasi akan dihumidifikasi hidung mask oksigen juga dapat
diterima oleh pasien : penambahan reservoir bag akan meninggikan konsentrasi O 2 udara
inspirasi.
Pace hood : terbuat dari plastik, diikatkan pada kepala rapat dengan dagu, menggunakan pipa
yang lebar dan dihubungkan setinggi mulut pasien, terutama untuk pemberian
O2 dengan humiditas tinggi seperti odema larynx, asma dan bronkhotos,
dimana sputum yang kental sulit dibatukkan keluar.
Oxygen tent : suatu lapisan plastik tipis yang terpasang sebagai tenda, konsentrasi akan berubah
bila kita membuka tenda untuk melakukan tindakan terhadap pasien dan
memerlukan aliran yang tinggi untuk mengembalikan kekonsentrasi semula.
Dengan cara ini tidak mempunyai kelebihan dari car-cara yang lain, malahan
bisa menutupi pandangan kita terhadap pasien bila kita memberikan terapi uap.
Head hood

suatu kotak plastik yang menutupi hanya muka penderita, biasanya bayi / anak
kecil dengan lubang diatasnya. Prinsip sama dengan hood, tapi disini kita agak
bebas memeriksa dada / abdomen dan ekstremitas pasien.

Kriteria pembnerian Low Flow Oxygen System :


1. Kondisi klinis dari pasien stabil.
2. Tidal volume dalam batas normal : 300 700 ml.
3. Frekwensi pernafasan : kurang dari 25 X/menit.
4. Bentuk pernafasan : reguler dan tidak berubah rubah.
Bila salah satu kriteria diatas terpenuhi maka dipakai high flow oxygen system.
1. Ditentukan dahulu pasien yang membutuhkan terapi oxygen.
2. Sistem yang akan dipakai : High/Low system.
3. Konsentrasi oksigen : tinggi ---- F1 O2 lebih dari 60%.
rendah ---- F1 O2 kurang dari 35%.
sedang ---- F1 O2 35-60%.
Pemberian oxygen adekwat bila menghasilkan O 2 udara inspirasi yang tetap / konstan dan
konsentrasinya diketahui.
Pemberian oxygen adekwat bila menghasilkan O 2 udara inspirasi yang tetap / konstan dan
konsentrasinya diketahui.

22

Penilaian Terapi Oxygen :


Untuk menilai apakah terapi oxygen cukup adekwat dan efektif tergantung dari 2 faktor :
1. Pemeriksaan fisik dari sistem kardiopulmoner.
2. Pemeriksaan analisa gas darah arteri.
Ad. 1. Tujuan terapi oxygen adalah menghasilkan oksigenisasi jaringan yang adekwat
dengan mengurangi kerja kardiopulmoner.
Tanda-tanda vital kardiovaskuler
: tekanan darah, nadi, keadaan perfusi.
Tanda-tanda perfusi yang adekwat
: - kulit hangat dan kering.
- capillary refilli baik
- urine output cukup.
- Kesadaran : bila gelisah perfusi cerebri tidak
adekwat.
Keadaan sistim ventilasi :
Diawasi dan diukur : tidal volume. Frekwensi pernafasan dan dinilai kerja pernapasan. Bila
terapi oxygen diberikan pada saat kritis maka tidal volume harus diukur dengan tepat, tidak boleh
hanya melihat saja. Frekwensi pernafasan dihitung selama satu menit dan dilihat bentuk
pernafasan. Kerja pernafasan dilihat otot-otot pernafasan tambahan. Pada pasien yang sadar akan
mengeluh dispnoe bila otot-otot pernapasan tambahan ikut bekerja.
Ad.2. Analisa gas darah :
Dinilai sesering mungkin sesuai dengan keadaan klinis. Dinilai tidak hanya P a O2 tapi juga
keadaan ventilasi, Hb dan keadaan asam basa.
Contoh Kasus :
Seorang laki-laki 35 tahun dengan pneumonia bilateralis (penyakit paru-paru dengan shunting
dan venous admixture).
Hasil gas darah arteri pada udara kamar : pH 7.52 ; P a 02 60 dan Pa CO2 28 torr. Tanda-tanda
vital : TD 150/80, N 130 x/m dan Hb 15gr%.
Tanda-tanda fisik : berkeringat, gelisah, susah bernafas.
Diagnosa : Actute Ventilatiry Insuffisiensi + Mild Arterial Gypoxemia Terapi : 40 50% oxygen.
30 menit kemudian : pasien sudah tenang dan tidak mengeluh apa 2 lagi.
Hasil gas darah : pH 7,45, PaO2 70 & pa CO2 35 torr.
TD 120/80, N 100 X/m, RR 22X/m.
Kesimpulan : Pasien akan beraksi terhadap terapi oksigen dengan mengurangi kerja ventilasi dan
miokard sehingga PaO2 nampaknya tidak naik terlalu tinggi.
Terapi oksigen tidak hanya untuk mengobati hipoksemia tapi dilakukan untuk menghilangkan
faktor-faktor kompensasi kardiopulmoner. Dari pasien sehingga kerja ventilasi dan miokard
berkurang, sementara itu oksigenisasi jaringan dapat dipertahankan dalam batas-batas yang
normal tanpa merangsang khemorekseptor perifer ( 60 mmHg).

OKSIGEN TEKANAN TINGGI (HYPERBARIC OXYGEN) :


Terapi oksigen kadang-kadang diberikan dengan tekanan lebih dari 1 atmosfir (1 atmosfir = 760
mmHg). Oksigen bertekanan tinggi ini dipakai untuk mengobati gas gangrene, keracunan
karbonmonoksida dan masih dalam percobaan dalam penatalaksanaan kelainan vaskuler akut dan
kronik.
1. Pengobatan infeksi anerobik :

23

2.

3.
4.

5.

a. Gas gangrene (clostridium welahii) : dengan terapi oksigen pada tekanan tiga atmosfir
memberikan hasil yang baik. Diberikan selama 1 jam dengan interval waktu 6 jam
untuk selama beberapa hari. Tindakan opratip untuk membuang jaringan narkotik
dilakukan setelah terapi oksigen bertekanan tinggi dilakukan.
b. Tetanus : dikatakan bahwa terapi oksigen tekanan tinggi akan memberikan hasil yang
baik.
Keracunan Karbonmonoksida (CO) :
Daya ikat Hb CO adalah 200 X lebih besar daripada ikatan Hb-O2 .
Efek dari keracunan CC adalah hipoksia jaringan. Terapi oksigen tekanan tinggi akan
melepaskan ikatan Hb CO, diberikan dengan tekanan tinggi akan melepaskan ikatan Hb
CO, diberikan dengan tekanan 2,5 atmosfer selama 1 1 jam.
Pengobatan Infark Biokard Akut :
Terapi oksigen tekanan tinggi akan mengurangi angka kematian dan penyakit dari infark
miokard.
Radioterapi :
Sensitivasi sel terhadap radioterapi akan berkurang bila sel menjadi anoksia. Hasil
pengobatan radioterapi tumor akan lebih baik bila tekanan oksigen tinggi dari pada udara
kamar.
Pengobatan kelainan vaskuler akut dan kronik :
Pada saat ini masih diselidiki kemungkinan pemberian oksigen tekanan tinggi pada obstruksi
arteri akut. Oksigen tekanan tinggi akan menaikan tekanan oksigen jaringan setempat sebelah
distal dari obstruksi.
Hal ini memungkinkan sel tetap hidup sampai terbentuk sirkulasi kelateral.

..UMIDIFIKASI :
Gas-gas yang dipakai untuk pengobatan pasien haruslah murni, bebas dari partikel-partikel
seperti oli, debu dan bakteri. Gas-gas yang disimpan dalam silinder dan tanki dirumah sakit
adalah gas kering.
Pada saat sehat, udara mencapai trachea dan bronchi selama pernafasan diperlukan penghangatan
dan humidifikasi yang adekwat dari udara inpirasi agar fungsi mukosa tractus respiratorius tetap
normal.
Oleh karena gas-gas yang dipakai adalah gas kering, maka sebelum diberikan kepada pasien
harus ditambahkan uap air.
Cara-cara humidifikasi :
1. Standar bubble humidifier :
Oksigen yang dihasilkan oleh alat ini akan mencapai pasien dengan saturasi 21% pada suhu
tubuh (37o C). hanya dapat dipakai untuk kanula nasal atau face mask dimana humidifikasi
dilakukan dihidung dan mulut.
2. Heated water bath humidifier :
Oksigen melaui tempat air yang dipanaskan 55 O C. Humidifier pada 37 O C sewaktu mencapai
pasien cukup efesien, tapi alat ini terlalu besar, sulit membersihkannya dan memperbesar
dead space bila dipakai bersama-sama dengan respirator.
Nebulisasi :
Terdapat beberapa macam nebulizer yang tersedia (Bird, Bannet, ohio). Sejumlah besar partikel
air yang kecil-kecil dilepaskan kedalam gas inspirasi dan dibawa kedalam pasien. Dengan
nebulisasi dapat dihasilkan permukaan yang luas dari partikel air yang memungkinkan penguapan
yang sangat cepat sewaktu gas menghangat didalam jalan nafas pasien.
Nebulizer terbagi menjadi 2 golongan :

24

1. Pneumatic generator : bekerja dari sumber gas bertekanan.


a. Jet Nebulizer.
b. Hydronamic Nebulizer.
2. Electric Generator : sumber tenaga berasal dari sumber listrik.
Misal : Ultrasonic Nebulizer.
Kombinasi dari : (a) kerja jet nebulizer : (b) alat venturi oksigen dan (c) pemanas disebut allpurpose nebulizer. Dengan alat ini maka F 1 O2, jumlah air dan temperatur akan terkontrol, suatu
high-flow O2 sistem ideal.
Pemakaian hydronamic nebulizer adalah untuk terapi aerosol dengan jumlah air yang banyak.
Ultrasonic nebulizer terdiri dari (a) power unit : dimana arus listrik dirubah

3.
a.
C.

III.

25

26

You might also like