Professional Documents
Culture Documents
KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL OD
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang
Oleh:
Imam Arief Winarta
Lia Mahdi Agustiani
Shelvia Chalista
Frandi Wirajaya
04084821517026
04084821517035
04084821517032
04084821517027
Pembimbing:
dr. Rusdianto, SpM(K)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Long Case
Konjungtivitis Bakterial OD
Oleh:
04084821517026
04084821517035
04084821517032
04084821517027
Long Case ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 Februari 2016 s.d 21 Maret 2016
Palembang,
Maret 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
BAB II STATUS PASIEN.........................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................6
2.1 Definisi...................................................................................................6
2.2 Anatomi dan fisiologi.............................................................................6
2.3 Patofisiologi...........................................................................................9
2.4 Etiologi.................................................................................................10
2.5 Pemeriksaan Laboratorium..................................................................15
2.6 Diagnosis..............................................................................................15
2.7 Penatalaksaan.......................................................................................15
2.8 Prognosis..............................................................................................16
2.9 Konjungtivitis bakterial........................................................................16
BAB III ANALISIS MASALAH ...........................................................23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung
musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.1,2
Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan faktor
lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme perlindungan permukaan
mata yang penting. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi,
mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata
ke duktus air mata. Air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan
antibody (IgG dan IgA). Agen infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme
pertahanan normal dan memicu reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis
konjungtivitis. 1,2,3
Konjungtivitis bakteri biasanya bersifat akut. Gejala klinisnya seperti mata merah,
terasa menganjal pada mata, sekret dan rasa gatal pada mata tidak begitu menonjol. Sekret
yang terbentuk pada konjungtivitis bakterial biasanya mukopurulen berwarna putih
kekuningan, derajatnya ringan sampai sedang. Sign yang lain dapat ditemukan seperti papil
konjungtiva, kemosis, nodul preaurikula biasanya tidak ada, tetapi pada kasus yang
disebabkan oleh gonore bisa muncul.
Diagnosis konjungtivitis bakterialis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang yang mendukung. Anamnesis yang teliti mengenai keluhan
utama dan riwayat terdahulu disertai adanya gejala klinis yang sesuai biasanya sudah dapat
mengarahkan pada diagnosis konjungtivitis bakterialis. Pemeriksaan sitologi maupun biakan
dari kerokan konjungtiva maupun sekret dapat membantu membedakan agen penyebab
konjungtivitis. Konjungtivitis bakterialis harus dibedakan dengan penyebab mata merah
yang lain seperti konjungtivitis oleh virus, dan alergi atau episkleritis, skleritis.
BAB II
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Status
Suku Bangsa
: IA
: 28 Tahun
: Perempuan
: Jl. Bangka C1 No 3 Palembang
: Ibu Rumah Tangga
: Islam
: Menikah
: Indonesia
ANAMNESIS
Keluhan Utama: Pasien mengeluh mata kanan merah sejak 8 hari yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 8 hari yang lalu, pasien mengeluh mata kanan merah disertai mata sering
berair, kotoran mata (+) warna putih kekuningan, terutama dirasakan pada pagi hari saat
bangun tidur, penglihatan kabur (-), rasa mengganjal pada mata (+), mata terasa gatal
(+), perih (-). Karena terasa gatal pasien sering mengucek-ngucek mata, demam (-),
nyeri tenggorok (-), pasien belum berobat.
Sejak 3 hari yang lalu pasein mengeluh mata kanannya semakin merah, disertai
rasa menganjal, keluhan penglihatan kabur (-), keluhan mata berair (+), kotoran mata
(+) warna putih kekuningan, terutama dirasakan pada pagi hari saat bangun tidur, mata
terasa gatal (+). Pasien kemudian menetesi matanya dengan obat tetes mata yang
dibelinya dari apotek, tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien lalu datang berobat ke poli
mata RSKMM Palembang.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat alergi disangkal
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat kemasukkan benda asing ke mata disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga ada, yaitu anak dan ibu pasien.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu
: 36,7 C
Status Oftalmologikus
Okuli Dekstra
2
Okuli Sinistra
Visus
6/6
6/6
TIO
N+0
N+0
KBM
*GBM
Ortoforia
0
Segmen Anterior
Palpebra
Konjungtiva
0
0
edema
Injeksi konjungtiva (+), sekret
Tenang
Tenang
IV.
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Lensa
(+)
Jernih
Sedang
Gambaran baik
Bulat, sentral, RC (+), 3mm
Jernih
Jernih
Sedang
Gambaran baik
Bulat, sentral, RC (+), 3mm
Jernih
Segmen posterior
Refleks fundus
Papil
(+)
Tidak dilakukan
(+)
Tidak dilakukan
Makula
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Retina
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan gram-KOH
Kultur dan resistensi antibiotik
V.
VI.
VII.
Diagnosis Banding
- Konjungtivitis Bakterial OD
- Konjungtivitis Viral OD
- Konjungtivitis alergi OD
Diagnosis Kerja
Konjungtivitis bakterial OD
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
KIE
3
- Jaga kebersihan mata, kotoran mata dibersihkan dengan tissue sekali pakai
- Jaga kebersihan tangan dan jangan mengucek mata
- Jangan menggunakan handuk/lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya,
karena penyakit ini adalah penyakit menular.
Farmakologi:
Gentamisin ED 6 x gtt 1 OD
Artificial tears ED 6 x gtt 1 OD
VIII. Prognosis
ODS
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad functionam
: bonam
Lampiran
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata dalam bentuk akut maupun kronis yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi, toksik, iritasi. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hiperemi ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental1,2..
3.2 Anatomi dan Fisiologi
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak
pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata
terutama kornea6
konjungtiva sesungguhnya.
Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada
kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar
bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Stroma
konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa
(profundal). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum germativum.6
struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf
konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar. 6
Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:
1. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada apda tarsal konjungtiva) dan
kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi mukus
yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva. 6
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah: 6
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). Dan
b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).6
Suplai arterial konjungtiva:
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade
arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri
siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose
dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea. 6
3.3 Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan konjungtiva
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan Konjungtiva terutama oleh
karena adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi untuk melarutkan kotorankotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis
ke meatus nasi inferior.5
Di samping itu tear film juga mengandung beta lysin, lysozym, IgA, IgG yang
berfungsi untung menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada mikroorganisme
patogeen yang mampu menembus pertahanan tersebut hingga terjadi infeksi konjungtiva
yang disebut konjungtivitis.5
3.4 Etiologi4
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :
a. infeksi oleh virus atau bakteri.
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.
8
3.5
1. Hiperemia. Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah konjungtival,
yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke
limbus.
Hiperemia
tampak
pada
semua
bentuk
konjungtivitis.
Tetapi,
limbus).
Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan tidak
dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul
CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.
2.Discharge ( sekret ). Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.11
3.Chemosis ( edema conjunctiva ). Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada
konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut
atau konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral.
Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun
jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross. 12
7.Hipertrofi papiler. Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh
darah yang membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang
menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada
kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh
jaringan granulasi atau jaringan ikat.12 Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva
biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan
papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau
klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan karakteristik
dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior, menandakan
keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas
terhadap
lensa
kontak;
pada
tarsal
inferior,
gejala
tersebut
menandakan
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus,
terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik. 12
11
12
berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak leukosit
polimorfonuklear. 1
10.Formasi pannus. Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan
Bowman dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi terjadinya
invasi pembuluh darah.11,14
11. Granuloma. Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat
merah dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma
jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul bersamaan
dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular pada kelainan
seperti sindroma okuloglandular Parinaud.
Gambar 9. Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-81
12. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari regio mata berjalan
menuju nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang
membengkak mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik
dari konjungtivitis viral. 12
3.6
Pemeriksaan Laboratorium5
13
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel
radang
polimorfonuklear,sel-sel
morfonuklear,juga
bakteri
atau
jamur
pnyebab
Diagnosis5
Diagnosis
konjungtiva
ditegakkan
berdasarkan
pemeriksaan
klinis
dan
Penatalaksanaan5
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua penyebab
14
Konjungtivitis bakterial 6
Menurut penyebab terjadinya,
salah
satu bentuk
konjungtivitis
adalah
meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini.
o
o
o
o
o
tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan
kuman seperti seprei, kain, dll.1,5
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan
pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan
Gram
atau
Giemsa;
pemeriksaan
ini
mengungkapkan
banyak
neutrofil
15
dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi
antibiotika spesifik dapat diteruskan.
Komplikasi dan Sekuel
o Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada
pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi
pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi
kornea dan perforasi.
o Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N
meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera
disebabkan
Oleh
Streptokokus,
dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau
Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara
dini4
Diagnosis :
Hiperemi Konjungtiva
Edema kelopak dengan kornea yang jernih
Kemosis : pembengkakan konjungtiva
Mukopurulen atau Purulen
Pemeriksaan
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan segmen anterior bola mata
Sediaan langsung (swab konjungtiva
untuk
pewarnaan
garam)
untuk
atau
Giemsa;
pemeriksaan
ini
mengungkapkan
banyak
neutrofil
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara
khusus hygiene perorangan. 1,4
Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang
masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4 Konjungtivitis bacterial menahun
mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
Pencegahan
sakit.
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah
lainnya.8
c. Konjungtivitis Gonore
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen.
Gonokok/Neisseria gonorrhoea merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan
bersifat invasif, sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. 3
Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada
bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut. Sedang pada
orang dewasa didapatkan penularan dari penyakit kelamin sendiri. Masa inkubasi 12-5
hari disertai pendarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik.
Secara klinis penyakit ini dilihat dalam bentuk:
o Oftalmia Neonatorum ( bayi berusia 1-3 hari )
o Konjungtivitis gonore infantum ( usia lebih dari 10 hari )
o Konjungtivitis gonore adultorum
Gejala :
sedangkan
dahulu.
Sistemik : Dewasa diberikan Penicillin G 4.8 juta IU IM dalam dosis tunggal
ditambah dengan Probenecid 1 gram per oral atau Ampicilin dosis tunggal 3.5
100.000 IU/kgBB
Dengan penyulit pada kornea:
Topikal : Ciprofloxacin 0.3% dgn cara pemberian,hari 1 : 1-2 tetes setiap 15 menit
selama 6jam selanjutnya 2 tetes setiap 30 menit, hari 2 : 2 tetes tiap 1 jam, hari 3 :
2 tetes tiap 4 jam. Obat-obatan topikal lain, Bacitracin, Vancomycin,
Chepaloridin, Gentamycin.
Dapat diberikan siklopegik (Scopolamin 0.25%) 2-3x setiap hari untuk
19
Bakterial
Virus
Alergi
Toksik
Clamidia
Injeksi
Konjungtiva
Mencolok
Sedang
RinganSedang
RinganSedang
Sedang
Hemoragi
Kemosis
++
+/-
++
+/-
+/-
Eksudat
Purulen
Mukopurulen
Jarang, air
Berserabut
lengket putih
Berserabut
lengket
Pseudomembra
n
+/-
+/-
Papil
+/-
+/-
Folikel
Nodus
preaurikuler
++
+/-
Pannus
- (kecuali
vernal)
Klinik dan
Sitologi
Virus
Bakteri
Klamidia
Alergi
Gatal
Minim
Minim
Minim
Hebat
Hiperemia
Umum
Umum
Umum
Umum
Eksudat
Minim
Mengucur
Mengucur
Minim
Adenopati
Preurikular
Lazim
Jarang
Lazim hanya
Konjungtivitis
inklusi
Tak ada
Pewarnaan
kerokan
Monosit
Bakteri,PMN
PMN
Eosinofil
Sakit
tenggorakan,
panas yang
menyertai
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Tak pernah
Tak pernah
20
21
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Seorang perempuan, 28 tahun, datang ke poli mata RSKMM dengan keluhan
mata kanan merah sejak 8 hari yang lalu. Pada Anamnesis ditemukan sejak 8 hari
yang lalu, pasien mengeluh mata kanan merah disertai mata sering berair, kotoran
mata (+) warna putih kekuningan, terutama dirasakan pada pagi hari saat bangun
tidur, penglihatan kabur (-), rasa mengganjal pada mata (+), mata terasa gatal (+),
perih (-). Karena terasa gatal pasien sering mengucek-ngucek mata, demam (-), nyeri
tenggorok (-), pasien belum berobat. Sejak 3 hari yang lalu pasein mengeluh mata
kanannya semakin merah, disertai rasa menganjal, keluhan penglihatan kabur (-),
keluhan mata berair (+), kotoran mata (+) warna putih kekuningan, terutama
dirasakan pada pagi hari saat bangun tidur, mata terasa gatal (+). Pasien kemudian
menetesi matanya dengan obat tetes mata yang dibelinya dari apotek, tetapi keluhan
tidak berkurang. Pasien lalu datang berobat ke poli mata RSKMM Palembang. Pada
anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah mata kanannya merah tidak
disertai penglihatan kabur. Keluhan ini dapat disebabkan oleh konjungtivitis, skleritis,
episkleritis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium, pseudopterigium, pinguekula.
Mata merah terjadi akibat adanya pelebaran dari pembuluh darah dimata. Selain itu
pasien juga mengeluh mata sering berair, belekan warna putih kekuningan terutama
pagi hari, mata terasa menganjal, mata terasa gatal. Adanya keluhan belekan, dapat
dipikirkan
penyakit
konjungtivitis.
Konjungtivitis
adalah
peradangan
pada
konjungtiva yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, klamidia, alergi, toksik, dan
penyakit sistemik. Belekan pada konjungtivits bakterial atau klamidia yang bersifat
purulen sedangkan konjungtivitis viral biasanya bersifat cair dan berwarna putih.
Sementara itu pada konjungtivitis yang disebabkan oleh alergi biasanya sekret mata
atau belekan bersifat mukoid.
Kotoran mata atau sekret ini terbentuk sebagai respon pertahanan tubuh terhadap
adanya infeksi. Salah satu respon pertahanan tubuh pada mata akibat adanya infeksi
konjungtiva yaitu melalui sekresi air mata. Air mata mengandung tiga lapisan, yaitu lipid,
akuos, dan mucin. Lapisan akuos mempunyai kemampuan sebagai antibakterial dan antiviral.
Beberapa kandungan pada lapisan akuos yang berperan sebagai antimikroba yaitu lisozim,
laktoferin, fosfolipase A2 grup II, lipokalins, defensin, interferon dll. Kandungan interferon
berperan sebagai penghambat replikasi virus. Akibat adanya infeksi pada konjuntiva akan
22
Pseudomonas,
Neisseria,
dan
hemophilus.
Namun
penyebab
bakteri
Pseudomonas dan Neisseria dapat disingkirkan karena biasanya pada kedua bakteri ini, gejala
konjungtivitis yang muncul lebih berat.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum dalam batas normal. Status oftalmologi
didapatakan VODS: 6/6, TIODS: P= N+0, KBM: ortoforia, GBM: normal, Palpebra OD
ditemukan edema, OS tidak ada, Konjungtiva OD: injeksi konjungtiva, sekret (+) putih
kekuningan, papil (+). Kornea, BMD, iris, pupil, dan lensa dalam batas normal. Segmen
posterior tidak dilakukan pemeriksaan karena pada infeksi sebaiknya tidak dilakukan
pemeriksaan segmen posterior.
Pada kasus ini, pasien kami diagnosis sebagai konjungtivitis Bakterialis OD. Pada
anamensis didapat keluhan mata merah menyeluruh tidak disertai penglihatan kabur, kotoran
mata (+) berwarna putih kekuningan, mata berair, mata terasa menganjal, mata terasa gatal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema pada palpebra OD, dan injeksi konjungtiva dan
papil pada konjungtiva OD. Konjungtivitis alergi dapat disingkirkan karena biasanya
ditemukan adanya riwayat alergi dan keluhan gatal yang mencolok, sementara tidak
ditemukan pada pasien ini, sedangkan konjungtivitis viral juga dapat disingkirkan, karena
biasanya kotoran mata bersifat cair selain itu juga, pada pemeriksaan fisik, pada
konjungtivitis viral ditemukan adanya folikel pada konjungtiva tarsal, sementara tidak
ditemukan pada pasien ini. Untuk diagnosis banding lainnya pada kondisi mata merah visus
normal juga dapat disingkirkan, seperti episkleritis, skleritis, pterigium, dan subkonjungtiva
bleeding, karena biasanya pada kasus-kasus tersebut ditemukan mata merah yang terlokalisir,
dan tidak ditemukan adanya sekret. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
membedakan penyebab konjungtivitis adalah pewarnaan kerokan dan eksudat. Pada
konjungtivitis viral akan dijumpai monosit, konjungtivitis bakterial akan dijumpai bakteri dan
PMN, sedangkan pada konjungtivitis alergi biasanya ditemui eosinophil dan diperlukan
pewarnaan gram untuk menentukan jenis bakteri, sehingga terapi yang diberikan lebih
adekuat, selain itu juga diperlukan pemeriksaan resistensi antibiotik, agar yang diberikan
tepat pemakaian.
23
Pada kasus ini direncanankan tatalaksana yaitu non farmakologis dan farmakologis.
Non farmakologis yaitu KIE, pasien diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan mata dan
tangan, hindari mengucek-ngucek mata, Membersihkan kotoran mata dengan tissue sekali
pakai dan jangan menggunakan handuk atau saputangan bersama-sama dengan anggota
keluarga yang lain, karena penyakit ini termasuk penyakit menular. Farmakologis yaitu
Gentamisin ed 6 x gtt 1 OD sebagai antibiotik broad spectrum. Gentamisin merupakan
antibiotik golongan aminoglikosida yang bekerja efektif terhadap kuman gram negatif dan
positif serta bersifat bakterisidal, meskipun demikian, pemakaian gentamicin eyedrops jangka
panjang memiliki efek samping yaitu toksik pada epitel kornea sehingga penggunaan
antibiotik ini diberikan dalam jangka waktu singkat, sambil menunggu hasil kultur dan
resistensi antibiotik untuk terapi definitif, dan artificial tears 6 x gtt 1 OD fungsinya untuk
memberikan rasa nyaman pada mata, membantu membersihkan debris pada mata, dan
berperan sebagai pengganti lapisan air mata musin, yang mana pada kasus konjungtivitis
banyak sel-sel goblet yang rusak, akibatnya produksi musin berkurang. Pada keadaan ini,
fungsi air mata sebagai pertahanan tubuh berkurang. Kandungan artificial tears secara
fisiologis mirip dengan air mata. Prognosis okuli dekstra et sinistra: quo ad vitam et
fungsionam adalah bonam. Akan tetapi untuk kasus tertentu, jika penyakit ini tidak tertangani
dengan tepat, kebersihan mata yang tidak dijaga dengan baik, mungkin saja dapat timbul
komplikasi, seperti keratokonjungtivitis, blefarokonjungtivitis, dan ulkus kornea.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Ilya, S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2012
3. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi, SMF Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, 2006 ,Rumah
Sakit Umum Dokter Soetomo, Surabaya.
5. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
6. PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983
9. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, dan Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P,
Whitcher JP (editors). Vaughan & Asburrys General Opthalmology. 16th edition.
McGraw-Hill Companies. USA: 2004. p108-112
10. Scott, IU. Bacterial Conjunctivitis. 2011. Available: (http://emedicine.medscape.com/
article/1191370-overview#showall, diakses tanggal 4 Maret 2015)
11. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar. 2009.
12. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis dan terapi penyakit Mata RSUP Sanglah
Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2009.
25