You are on page 1of 28

Long Case

KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL OD
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Imam Arief Winarta
Lia Mahdi Agustiani
Shelvia Chalista
Frandi Wirajaya

04084821517026
04084821517035
04084821517032
04084821517027

Pembimbing:
dr. Rusdianto, SpM(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
1

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Long Case
Konjungtivitis Bakterial OD
Oleh:

Imam Arief Winarta


Lia Mahdi Agustiani
Shelvia Chalista
Frandi Wirajaya

04084821517026
04084821517035
04084821517032
04084821517027

Long Case ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 Februari 2016 s.d 21 Maret 2016

Palembang,

Maret 2016

dr. Rusdianto, SpM(K)

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
BAB II STATUS PASIEN.........................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................6
2.1 Definisi...................................................................................................6
2.2 Anatomi dan fisiologi.............................................................................6
2.3 Patofisiologi...........................................................................................9
2.4 Etiologi.................................................................................................10
2.5 Pemeriksaan Laboratorium..................................................................15
2.6 Diagnosis..............................................................................................15
2.7 Penatalaksaan.......................................................................................15
2.8 Prognosis..............................................................................................16
2.9 Konjungtivitis bakterial........................................................................16
BAB III ANALISIS MASALAH ...........................................................23
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung
musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.1,2
Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan faktor
lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme perlindungan permukaan
mata yang penting. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi,
mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata
ke duktus air mata. Air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan
antibody (IgG dan IgA). Agen infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme
pertahanan normal dan memicu reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis
konjungtivitis. 1,2,3
Konjungtivitis bakteri biasanya bersifat akut. Gejala klinisnya seperti mata merah,
terasa menganjal pada mata, sekret dan rasa gatal pada mata tidak begitu menonjol. Sekret
yang terbentuk pada konjungtivitis bakterial biasanya mukopurulen berwarna putih
kekuningan, derajatnya ringan sampai sedang. Sign yang lain dapat ditemukan seperti papil
konjungtiva, kemosis, nodul preaurikula biasanya tidak ada, tetapi pada kasus yang
disebabkan oleh gonore bisa muncul.
Diagnosis konjungtivitis bakterialis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang yang mendukung. Anamnesis yang teliti mengenai keluhan
utama dan riwayat terdahulu disertai adanya gejala klinis yang sesuai biasanya sudah dapat
mengarahkan pada diagnosis konjungtivitis bakterialis. Pemeriksaan sitologi maupun biakan
dari kerokan konjungtiva maupun sekret dapat membantu membedakan agen penyebab
konjungtivitis. Konjungtivitis bakterialis harus dibedakan dengan penyebab mata merah
yang lain seperti konjungtivitis oleh virus, dan alergi atau episkleritis, skleritis.

BAB II
STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Status
Suku Bangsa

: IA
: 28 Tahun
: Perempuan
: Jl. Bangka C1 No 3 Palembang
: Ibu Rumah Tangga
: Islam
: Menikah
: Indonesia

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Pasien mengeluh mata kanan merah sejak 8 hari yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 8 hari yang lalu, pasien mengeluh mata kanan merah disertai mata sering
berair, kotoran mata (+) warna putih kekuningan, terutama dirasakan pada pagi hari saat
bangun tidur, penglihatan kabur (-), rasa mengganjal pada mata (+), mata terasa gatal
(+), perih (-). Karena terasa gatal pasien sering mengucek-ngucek mata, demam (-),
nyeri tenggorok (-), pasien belum berobat.
Sejak 3 hari yang lalu pasein mengeluh mata kanannya semakin merah, disertai
rasa menganjal, keluhan penglihatan kabur (-), keluhan mata berair (+), kotoran mata
(+) warna putih kekuningan, terutama dirasakan pada pagi hari saat bangun tidur, mata
terasa gatal (+). Pasien kemudian menetesi matanya dengan obat tetes mata yang
dibelinya dari apotek, tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien lalu datang berobat ke poli
mata RSKMM Palembang.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat alergi disangkal
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat kemasukkan benda asing ke mata disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga ada, yaitu anak dan ibu pasien.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu
: 36,7 C
Status Oftalmologikus
Okuli Dekstra
2

Okuli Sinistra

Visus

6/6

6/6

TIO

N+0

N+0

KBM
*GBM

Ortoforia
0

Segmen Anterior
Palpebra
Konjungtiva

0
0

edema
Injeksi konjungtiva (+), sekret

Tenang
Tenang

(+) putih kekuningan, papil

IV.

Kornea
BMD
Iris
Pupil
Lensa

(+)
Jernih
Sedang
Gambaran baik
Bulat, sentral, RC (+), 3mm
Jernih

Jernih
Sedang
Gambaran baik
Bulat, sentral, RC (+), 3mm
Jernih

Segmen posterior
Refleks fundus
Papil

(+)
Tidak dilakukan

(+)
Tidak dilakukan

Makula

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Retina

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan gram-KOH
Kultur dan resistensi antibiotik

V.

VI.
VII.

Diagnosis Banding
- Konjungtivitis Bakterial OD
- Konjungtivitis Viral OD
- Konjungtivitis alergi OD
Diagnosis Kerja
Konjungtivitis bakterial OD
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
KIE
3

- Jaga kebersihan mata, kotoran mata dibersihkan dengan tissue sekali pakai
- Jaga kebersihan tangan dan jangan mengucek mata
- Jangan menggunakan handuk/lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya,
karena penyakit ini adalah penyakit menular.
Farmakologi:
Gentamisin ED 6 x gtt 1 OD
Artificial tears ED 6 x gtt 1 OD
VIII. Prognosis
ODS
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad functionam
: bonam

Lampiran

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata dalam bentuk akut maupun kronis yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi, toksik, iritasi. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hiperemi ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental1,2..
3.2 Anatomi dan Fisiologi
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak
pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata
terutama kornea6

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva dan Palpebra

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:


1

Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan


dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva. 6
5

Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar


2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan

konjungtiva sesungguhnya.
Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada
kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar

tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.


c Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan
konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan
episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada
pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi
berlanjut seperti yang ada pada kornea.

konjungtiva bulbar sangat tipis.

Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang


dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di
dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu
komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi
3

nutrisi bagi kornea.6


Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva
bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior,
lateral, dan medial forniks. 6
Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder

bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Stroma
konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa
(profundal). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum germativum.6

Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva


Sumber: Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 4th
edition. New Delhi: New Age International(P) Limited; 2007

Struktur histologis dari konjungtiva6. Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:


a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel silindris
dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan superfisial sel
silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis) epitelium
stratified skuamous
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini
paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang
setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada
bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler. 6
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada
lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut

struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf
konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar. 6
Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:
1. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada apda tarsal konjungtiva) dan
kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi mukus
yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva. 6
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah: 6
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). Dan
b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).6
Suplai arterial konjungtiva:
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade
arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri
siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose
dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea. 6
3.3 Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan konjungtiva
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan Konjungtiva terutama oleh
karena adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi untuk melarutkan kotorankotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis
ke meatus nasi inferior.5
Di samping itu tear film juga mengandung beta lysin, lysozym, IgA, IgG yang
berfungsi untung menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada mikroorganisme
patogeen yang mampu menembus pertahanan tersebut hingga terjadi infeksi konjungtiva
yang disebut konjungtivitis.5
3.4 Etiologi4
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :
a. infeksi oleh virus atau bakteri.
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.
8

3.5

Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:7

1. Hiperemia. Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah konjungtival,
yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke
limbus.

Hiperemia

tampak

pada

semua

bentuk

konjungtivitis.

Tetapi,

penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia, lokasi mereka, dan


ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa. Seseorang juga dapat
membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis atau keratitis berdasar pada
injeksinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi: 11,12

Injeksi konjungtiva(merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak bersama

dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke arah limbus).


Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed pada tepi

limbus).
Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan tidak

bergerak pada episklera di dekat limbus).


Injeksi komposit(sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus
yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis
bakterial, dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik. Hiperemia
tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti angin, matahari,
asap, dan sebagainya, tetapi mungkin juda didapatkan pada penyakit terkait dengan
instabilitas vaskuler(contoh, acne rosacea). 12

Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva

dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul
CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

2.Discharge ( sekret ). Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.11
3.Chemosis ( edema conjunctiva ). Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada
konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut
atau konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral.
Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun
jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross. 12

Gambar 4. Kemosis pada mata


Sumber:
http://www.eyedoctom.com/eyedoctom/EyeInfo/Images/Chemosis2.jpg

4.Epifora (pengeluaran berlebih air mata). Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation)


harus dapat dibedakan dari eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi
sebagai reaksi dari badan asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi
toksik. Juga dapat berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal.
Transudasi ringan juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah
aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan
disertai dengan sekresi mukus menandakan keratokonjungtivitis sika. 12
5.Pseudoptosis. Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya
infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra
superior. 12
6.Hipertrofi folikel. Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat
dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan
mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua
kasus konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa
kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh
medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks inferior
dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika diketemukan
10

terletak pada tarsus(terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis


klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal). 12
.

Gambar 5. gambaran klinis dari folikel


Dikutip dari James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: Lecture Notes on Ophthalmology. 9 th
edition. India: Blackwell Publishing; 2003

7.Hipertrofi papiler. Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh
darah yang membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang
menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada
kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh
jaringan granulasi atau jaringan ikat.12 Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva
biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan
papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau
klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan karakteristik
dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior, menandakan
keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas
terhadap

lensa

kontak;

pada

tarsal

inferior,

gejala

tersebut

menandakan

keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus,
terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik. 12

11

Gambar 6. gambaran klinis hipertrofi papiler


Dikutip dari www.onjoph.com

8.Membran dan pseudomembran. Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat


atau konjungtivitis toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik.
Bentukan ini terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat
diangkat dengan mudah baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya
merupakan koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan dengan
perdarahan saat diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang melibatkan
seluruh epitel. 11

Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat


Dikutip dari http://www.rootatlas.com/wordpress/wp-content/uploads/2007/08/pseudomembrane-eye.jpg

9.Phylctenules. Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap


toxin yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya
terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah. Ketika

12

berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak leukosit
polimorfonuklear. 1
10.Formasi pannus. Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan
Bowman dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi terjadinya
invasi pembuluh darah.11,14

Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis


Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th edition. hal. 63-81

11. Granuloma. Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat
merah dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma
jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul bersamaan
dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular pada kelainan
seperti sindroma okuloglandular Parinaud.

Gambar 9. Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-81

12. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari regio mata berjalan
menuju nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang
membengkak mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik
dari konjungtivitis viral. 12
3.6

Pemeriksaan Laboratorium5

13

Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel
radang

polimorfonuklear,sel-sel

morfonuklear,juga

bakteri

atau

jamur

pnyebab

konjungtivitis dapat diidentifikasi dari pengecatan ini. Pada konjungtivitis yang


disebabkan oleh alergi pada pengecatan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
3.7

Diagnosis5
Diagnosis

konjungtiva

ditegakkan

berdasarkan

pemeriksaan

klinis

dan

pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan klinis didapatkan adanya hiperemi


konjungtiva,sekret atau getah

mata,edema konjungtiva. Pemeriksaan laboratorium

ditemukannya kuman-kuman atau mikroorganisme dalam sediaan langsung dari kerokan


konjungtiva,juga sel radang polimorfonuklear atau sel-sel radang mononuklear. Pada
konjungtivitis karena jamur ditemukan adanya hyfe, sedangkan pada konjungtivitis
karena alergi ditemukan sel-sel eosinofil.
3.8

Penatalaksanaan5
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua penyebab

konjungtivitis bakteri akut adalah streptococcus pneumoni dan Haemophyllus aegypticus.


Pada umumnya konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide
( Sulfacetamide 15%) atau antibiotik (Gentamycin 0.3% Chloramphenicol 0.5%,
Polimixin). Gentamycin dan Tobramycin sering disertai hipersensitivitas lokal.
Penggunaan Gentamycin yang tidak teratur dan adekuat menyebabkan resistensi
organisme Gram negatif.
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi Amphoterichin B 0.1%
yang efektif untuk Aspergillus dan Candida. Konjungtivitis karena virus, pengobatan
terutama ditujukan untuk mencgah terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotik.
Beberapa virus yang sering menyebabkan konjungtivitis adalah Adenovirus type 3 dan 7
yang mnyebabkan demam pharingokonjungtiva. Adenovirus 8 dan 19 menyebabkan
epidemik keratokonjungtivitis. Enterovirus 70 menyebabkan konjungtivitis hemoragi
akut. Pengobatan dengan antivirus tidak efektik. Pengobatan utama adalah suportif.
Berikan kompres hangat atau dingin, bersihkan sekret dan dapat memakai air mata
buatan. Pemberian kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin. Pengobatan

14

untuk alergi diobati dengan antihistamin ( Antazolin 0.5%,Naphazoline 0.05%)atau


kortikosteroid ( dexamethason 0.1%)
3.9 Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh sendiri.
Tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam 10-14 hari. Bila diobati sembuh dalam 1-3
hari. Konjungtivitis karena stafilokokus sering kali menjadi kronis.5
3.10

Konjungtivitis bakterial 6
Menurut penyebab terjadinya,

salah

satu bentuk

konjungtivitis

adalah

konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.


Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan
Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2
minggu jika tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari.
Konjungtivitis purulen yang disebabkan

Neisseria gonorroeae atau Neisseria

meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini.

o
o
o
o
o

Tanda dan Gejala


Iritasi mata,
Mata merah,
Sekret mata,
Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
Kadang-kadang edema palpebra
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke mata sebelahnya melalui

tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan
kuman seperti seprei, kain, dll.1,5
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan
pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan
Gram

atau

Giemsa;

pemeriksaan

ini

mengungkapkan

banyak

neutrofil

polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan


disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau
berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus

15

dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi
antibiotika spesifik dapat diteruskan.
Komplikasi dan Sekuel
o Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada
pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi
pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi
kornea dan perforasi.
o Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N
meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera

anterior, dapat timbul iritis toksik.1,3


Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen

mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan


terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika
yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical
dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium
telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara
khusus hygiene perorangan.
Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang
masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
b. Konjungtivitis Bakterial Akut
Peradangan pada konjungtiva yang

disebabkan

Oleh

Streptokokus,

Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus.3 Gambaran klinis


berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen, hiperemi konjungtiva,
edema kelopak,hipertrofi papil. Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan
dengan salah satu dari sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini
16

dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau
Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara
dini4
Diagnosis :
Hiperemi Konjungtiva
Edema kelopak dengan kornea yang jernih
Kemosis : pembengkakan konjungtiva
Mukopurulen atau Purulen
Pemeriksaan
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan segmen anterior bola mata
Sediaan langsung (swab konjungtiva

untuk

pewarnaan

garam)

untuk

mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya. 5


Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti
seprei, kain, dll.1,5
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan
pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan
Gram

atau

Giemsa;

pemeriksaan

ini

mengungkapkan

banyak

neutrofil

polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan


disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau
berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus
dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi
antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6
Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1
minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi hari
dan mempercepat penyembuhan1, 3
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika
yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical
dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium
telah diperoleh. 4,6
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
17

mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara
khusus hygiene perorangan. 1,4
Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang
masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4 Konjungtivitis bacterial menahun
mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
Pencegahan

Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudahmembersihkan

atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.


Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang

sakit.
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah
lainnya.8

c. Konjungtivitis Gonore
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen.
Gonokok/Neisseria gonorrhoea merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan
bersifat invasif, sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. 3
Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada
bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut. Sedang pada
orang dewasa didapatkan penularan dari penyakit kelamin sendiri. Masa inkubasi 12-5
hari disertai pendarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik.
Secara klinis penyakit ini dilihat dalam bentuk:
o Oftalmia Neonatorum ( bayi berusia 1-3 hari )
o Konjungtivitis gonore infantum ( usia lebih dari 10 hari )
o Konjungtivitis gonore adultorum

Gejala :

Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan


Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior,
konjungtiva bulbi merah.
18

sedangkan

Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 3,5.


Pendarahan terjadi karena edema konjungtiva yang hebat. Hal ini akan

mengakibatkan pecahnya pembuluh darah konjungtiva.


Pembesaran kelenjar preaurikuler.

Pemeriksan dan diagnosis


Kerokan getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan Gram dan diperiksa

dibawah mikroskop. Didapatkan sel-sel polimorfonuklear dalam jumlah yang banyak.


Pengobatan
Tanpa penyulit :
Topikal : Salep mata Tetracycline HCL 1% atau Ciprofloxacin 0.3% diberikan
minimal 6kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam sekali
pada penderita dewasa dilanjutkan sampai 5 kali.Sebelumnya sekret dibersihkan

dahulu.
Sistemik : Dewasa diberikan Penicillin G 4.8 juta IU IM dalam dosis tunggal
ditambah dengan Probenecid 1 gram per oral atau Ampicilin dosis tunggal 3.5

gram per oral.


Pada neonatus dan anak-anak injeksi penicilin diberikan dengan dosis 50.000-

100.000 IU/kgBB
Dengan penyulit pada kornea:
Topikal : Ciprofloxacin 0.3% dgn cara pemberian,hari 1 : 1-2 tetes setiap 15 menit
selama 6jam selanjutnya 2 tetes setiap 30 menit, hari 2 : 2 tetes tiap 1 jam, hari 3 :
2 tetes tiap 4 jam. Obat-obatan topikal lain, Bacitracin, Vancomycin,

Chepaloridin, Gentamycin.
Dapat diberikan siklopegik (Scopolamin 0.25%) 2-3x setiap hari untuk

menghilangkan nyeri karena spasme siliar dan mencegah sinekia.


Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam ( descemetocele ) dapat dilakukan

oprasi flap konjungtiva partial conjunctivall bridge flap


Komplikasi
o Tukak kornea marginal
o Perforasi kornea

19

Diagnosis Banding Konjungtivitis Gambaran Klinis1


Tanda

Bakterial

Virus

Alergi

Toksik

Clamidia

Injeksi
Konjungtiva

Mencolok

Sedang

RinganSedang

RinganSedang

Sedang

Hemoragi

Kemosis

++

+/-

++

+/-

+/-

Eksudat

Purulen
Mukopurulen

Jarang, air

Berserabut
lengket putih

Berserabut
lengket

Pseudomembra
n

+/-

+/-

Papil

+/-

+/-

Folikel

Nodus
preaurikuler

++

+/-

Pannus

- (kecuali
vernal)

Klinik dan
Sitologi

Virus

Bakteri

Klamidia

Alergi

Gatal

Minim

Minim

Minim

Hebat

Hiperemia

Umum

Umum

Umum

Umum

Eksudat

Minim

Mengucur

Mengucur

Minim

Adenopati
Preurikular

Lazim

Jarang

Lazim hanya
Konjungtivitis
inklusi

Tak ada

Pewarnaan
kerokan

Monosit

Bakteri,PMN

PMN

Eosinofil

Sakit
tenggorakan,
panas yang
menyertai

Kadang-kadang

Kadang-kadang

Tak pernah

Tak pernah

20

21

BAB IV
ANALISIS MASALAH
Seorang perempuan, 28 tahun, datang ke poli mata RSKMM dengan keluhan
mata kanan merah sejak 8 hari yang lalu. Pada Anamnesis ditemukan sejak 8 hari
yang lalu, pasien mengeluh mata kanan merah disertai mata sering berair, kotoran
mata (+) warna putih kekuningan, terutama dirasakan pada pagi hari saat bangun
tidur, penglihatan kabur (-), rasa mengganjal pada mata (+), mata terasa gatal (+),
perih (-). Karena terasa gatal pasien sering mengucek-ngucek mata, demam (-), nyeri
tenggorok (-), pasien belum berobat. Sejak 3 hari yang lalu pasein mengeluh mata
kanannya semakin merah, disertai rasa menganjal, keluhan penglihatan kabur (-),
keluhan mata berair (+), kotoran mata (+) warna putih kekuningan, terutama
dirasakan pada pagi hari saat bangun tidur, mata terasa gatal (+). Pasien kemudian
menetesi matanya dengan obat tetes mata yang dibelinya dari apotek, tetapi keluhan
tidak berkurang. Pasien lalu datang berobat ke poli mata RSKMM Palembang. Pada
anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah mata kanannya merah tidak
disertai penglihatan kabur. Keluhan ini dapat disebabkan oleh konjungtivitis, skleritis,
episkleritis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium, pseudopterigium, pinguekula.
Mata merah terjadi akibat adanya pelebaran dari pembuluh darah dimata. Selain itu
pasien juga mengeluh mata sering berair, belekan warna putih kekuningan terutama
pagi hari, mata terasa menganjal, mata terasa gatal. Adanya keluhan belekan, dapat
dipikirkan

penyakit

konjungtivitis.

Konjungtivitis

adalah

peradangan

pada

konjungtiva yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, klamidia, alergi, toksik, dan
penyakit sistemik. Belekan pada konjungtivits bakterial atau klamidia yang bersifat
purulen sedangkan konjungtivitis viral biasanya bersifat cair dan berwarna putih.
Sementara itu pada konjungtivitis yang disebabkan oleh alergi biasanya sekret mata
atau belekan bersifat mukoid.
Kotoran mata atau sekret ini terbentuk sebagai respon pertahanan tubuh terhadap
adanya infeksi. Salah satu respon pertahanan tubuh pada mata akibat adanya infeksi
konjungtiva yaitu melalui sekresi air mata. Air mata mengandung tiga lapisan, yaitu lipid,
akuos, dan mucin. Lapisan akuos mempunyai kemampuan sebagai antibakterial dan antiviral.
Beberapa kandungan pada lapisan akuos yang berperan sebagai antimikroba yaitu lisozim,
laktoferin, fosfolipase A2 grup II, lipokalins, defensin, interferon dll. Kandungan interferon
berperan sebagai penghambat replikasi virus. Akibat adanya infeksi pada konjuntiva akan
22

merangsang nervus lakrimalis yang merupakan cabang nervus trigeminus untuk


mensekresikan air mata. Produksi air mata meningkat dan terbentuklah sekret mata. Kotoran
mata yang bersifat serous dan berwarna putih sering dijumpai pada konjungtivis akibat virus.
Keluhan mata terasa menganjal biasanya juga ditemui pada konjungtivis bakterial akibat
terbentuknya papil terutama pada konjungtiva tarsal superior. Papil merupakan timbunan sel
radang subkonjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh darah ditengahnya.
Bakteri penyebab konjungtivitis diantaranya streptokokus, Corynebacterium
diphtherica,

Pseudomonas,

Neisseria,

dan

hemophilus.

Namun

penyebab

bakteri

Pseudomonas dan Neisseria dapat disingkirkan karena biasanya pada kedua bakteri ini, gejala
konjungtivitis yang muncul lebih berat.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum dalam batas normal. Status oftalmologi
didapatakan VODS: 6/6, TIODS: P= N+0, KBM: ortoforia, GBM: normal, Palpebra OD
ditemukan edema, OS tidak ada, Konjungtiva OD: injeksi konjungtiva, sekret (+) putih
kekuningan, papil (+). Kornea, BMD, iris, pupil, dan lensa dalam batas normal. Segmen
posterior tidak dilakukan pemeriksaan karena pada infeksi sebaiknya tidak dilakukan
pemeriksaan segmen posterior.
Pada kasus ini, pasien kami diagnosis sebagai konjungtivitis Bakterialis OD. Pada
anamensis didapat keluhan mata merah menyeluruh tidak disertai penglihatan kabur, kotoran
mata (+) berwarna putih kekuningan, mata berair, mata terasa menganjal, mata terasa gatal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema pada palpebra OD, dan injeksi konjungtiva dan
papil pada konjungtiva OD. Konjungtivitis alergi dapat disingkirkan karena biasanya
ditemukan adanya riwayat alergi dan keluhan gatal yang mencolok, sementara tidak
ditemukan pada pasien ini, sedangkan konjungtivitis viral juga dapat disingkirkan, karena
biasanya kotoran mata bersifat cair selain itu juga, pada pemeriksaan fisik, pada
konjungtivitis viral ditemukan adanya folikel pada konjungtiva tarsal, sementara tidak
ditemukan pada pasien ini. Untuk diagnosis banding lainnya pada kondisi mata merah visus
normal juga dapat disingkirkan, seperti episkleritis, skleritis, pterigium, dan subkonjungtiva
bleeding, karena biasanya pada kasus-kasus tersebut ditemukan mata merah yang terlokalisir,
dan tidak ditemukan adanya sekret. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
membedakan penyebab konjungtivitis adalah pewarnaan kerokan dan eksudat. Pada
konjungtivitis viral akan dijumpai monosit, konjungtivitis bakterial akan dijumpai bakteri dan
PMN, sedangkan pada konjungtivitis alergi biasanya ditemui eosinophil dan diperlukan
pewarnaan gram untuk menentukan jenis bakteri, sehingga terapi yang diberikan lebih
adekuat, selain itu juga diperlukan pemeriksaan resistensi antibiotik, agar yang diberikan
tepat pemakaian.
23

Pada kasus ini direncanankan tatalaksana yaitu non farmakologis dan farmakologis.
Non farmakologis yaitu KIE, pasien diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan mata dan
tangan, hindari mengucek-ngucek mata, Membersihkan kotoran mata dengan tissue sekali
pakai dan jangan menggunakan handuk atau saputangan bersama-sama dengan anggota
keluarga yang lain, karena penyakit ini termasuk penyakit menular. Farmakologis yaitu
Gentamisin ed 6 x gtt 1 OD sebagai antibiotik broad spectrum. Gentamisin merupakan
antibiotik golongan aminoglikosida yang bekerja efektif terhadap kuman gram negatif dan
positif serta bersifat bakterisidal, meskipun demikian, pemakaian gentamicin eyedrops jangka
panjang memiliki efek samping yaitu toksik pada epitel kornea sehingga penggunaan
antibiotik ini diberikan dalam jangka waktu singkat, sambil menunggu hasil kultur dan
resistensi antibiotik untuk terapi definitif, dan artificial tears 6 x gtt 1 OD fungsinya untuk
memberikan rasa nyaman pada mata, membantu membersihkan debris pada mata, dan
berperan sebagai pengganti lapisan air mata musin, yang mana pada kasus konjungtivitis
banyak sel-sel goblet yang rusak, akibatnya produksi musin berkurang. Pada keadaan ini,
fungsi air mata sebagai pertahanan tubuh berkurang. Kandungan artificial tears secara
fisiologis mirip dengan air mata. Prognosis okuli dekstra et sinistra: quo ad vitam et
fungsionam adalah bonam. Akan tetapi untuk kasus tertentu, jika penyakit ini tidak tertangani
dengan tepat, kebersihan mata yang tidak dijaga dengan baik, mungkin saja dapat timbul
komplikasi, seperti keratokonjungtivitis, blefarokonjungtivitis, dan ulkus kornea.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Ilya, S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2012
3. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi, SMF Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, 2006 ,Rumah
Sakit Umum Dokter Soetomo, Surabaya.
5. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
6. PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983
9. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, dan Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P,
Whitcher JP (editors). Vaughan & Asburrys General Opthalmology. 16th edition.
McGraw-Hill Companies. USA: 2004. p108-112
10. Scott, IU. Bacterial Conjunctivitis. 2011. Available: (http://emedicine.medscape.com/
article/1191370-overview#showall, diakses tanggal 4 Maret 2015)
11. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar. 2009.
12. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis dan terapi penyakit Mata RSUP Sanglah
Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2009.

25

You might also like