You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai banyak
kekayaan alam yang melimpah baik yang dapat diperbaharui (renewable
resources) maupun yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources).
Kekayaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti sumberdaya
mineral, batubara, dan sumberdaya geologi lainnya memberikan kontribusi
penting bagi perekonomian Indonesia, terutama bagi daerah-daerah yang secara
geologi wilayah memiliki komoditi mineral yang melimpah seperti tembaga,
emas, perak, batubara, timah, nikel. Sumberdaya mineral yang melimpah ini di
sebagian wilayah berhasil dieksplorasi terutama daerah-daerah yang memiliki
kandungan yang tinggi.
Indonesia merupakan salah satu daerah yang banyak mengalami proses
tektonik dimana peran pergerakan lempeng eurasia dan lempeng indo-australia
yang sangat aktif mengakibatkan banyaknya cekungan-cekungan sedimen
terbentuk, pada cekungan-cekungan sedimen ini banyak terbentuk bahan energi
fosil salah satunya batubara. Batubara yang berada di Indonesia dan bersifat
ekonomis terdapat pada cekungan sedimen berumur tersier dimana proses tektonik
lanjutan dan proses pengendapan yang berada di sekitar cekugan sedimen tersebut
dapat membentuk jenis-jenis batubara yang terbagi berdasarkan kualitas. Dalam
dunia energi batubara dinilai sebagai bahan bakar alternatif dari industri yang

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

sangat penting dalam kehidupan dan pembangunan karena banyak digunakan oleh
industri maupun tenaga pembangkit listrik. Pemanfaatan energi alternatif berupa
batubara sekarang ini mengalami suatu penurunan, dimana para pengusaha
industri yang menggunakan bahan bakar batubara hanya akan menggunakan
batubara high calori. Di Indonesia sendiri batubara banyak sekali yang tersebar
dimana batubara tersebut berjenis low caloric - high caloric. Penyebaran batubara
ini dikarenakan Indonesia banyak terbentuk cekungan sedimen akibat aktifnya
pergerakan lempeng yang diakibatkan pergerakan lempeng Eurasia dari utara ke
selatan dan pergerakan lempeng Indo-Australia dari selatan ke utara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam makalah ini masalah yang
akan diangkat yaitu tentang bagaimana endapan dan cadangan batubara yang ada
di Indonesia dan di Sulawesi Tenggara
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu agar dapat mengetahui
bagaimana endapan dan cadangan batubara yang ada di Indonesia dan di Sulawesi
Tenggara.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu agar pembaca maupun penulis
dapat mengetahui tentang sebaran batubara di Indonesia dan di Sulawesi
Tenggara, sehingga kedepannya potensi-potensi sumber daya alam yang ada di
Indonesia dapat diolah dengan baik sesuai dengan semestinya.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

BAB II
TI NJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Batubara
Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk
dari sisa tumbuhan yang terhumifikasi, berwarna cokelat sampai hitam yang
selanjutnya terkena proses fisika, dan kimia yang berlangsung selama jutaan
tahun, sehingga mengakibatkan pengayaan kandungan karbonnya (Wolf, 1984 ).
Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70%
berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan
termasuk inherent moisture.
Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen.
Batubara adalah salah satu sumber energi yang penting bagi dunia, yang
digunakan untuk membangkitkan listrik hampir 40% daerah diseluruh dunia.
Batubara merupakan sumber energi yang mengalami pertumbuhan yang paling
cepat di dunia di beberapa tahun belakangan ini, lebih cepat daripada gas, minyak,
nuklir, air dan sumber daya pengganti.
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi
lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruhEndapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh


tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang
bervariasi.
Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan
kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur
memberikan rumus formula empiris seperti C 137H97O9NS untuk bituminus dan
C240H90O4NS untuk antrasit.

B. Proses Pembentukan Batubara


Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama dari
cellulose. Proses pembentukan batubara atau coalification yang dibantu oleh
factor fisika, kimia alam akan mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumine
dan antrasite. Gas-gas yang terbentuk selama proses pembentukan batubara akan
masuk ke dalam celah-celah vein batulempung dan ini sangat berbahaya. Gas
metan yang sudah terakumulasi di dalan celah vein, terlebih-lebih apabila terjadi
kenaikan temperature, karena tidak dapat keluar, sewaktu-waktu dapat meledak
dan terjadi kebakaran. Oleh karena itu, mengatahui bentuk deposit batubara dapat
menentukan cara penambangan yang akan dipilih dan juga meningkatkan
keselamatan kerja.
Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon
(Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung
antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan
tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal).
Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan secara continue selama
jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara
bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi
batubara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus
berlangsung sampai batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam
sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam
kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung

hingga

membentuk

antrasit.Maturitas

organik

sebenarnya

menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk


batubara, dalam proses pembatubaraan.
Sementara itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan
meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Disebabkan tingkat
pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu
batubara, batubara bermutu rendah yaitu batubara dengan tingkat pembatubaraan
rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi
yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban
(moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan
energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin
keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu,
kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat,
sehingga kandungan energinya juga semakin besar.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

Tempat Terbentuknya Batubara


Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara
termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah
tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi
dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi
pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi
serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan
terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu,
karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field)
dan lapisannya (coal seam).

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

Gambar 1. Proses Terbentuknya Batubara


Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon
(Carboniferous Period) --dikenal sebagai zaman batubara pertama-- yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap
endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses awalnya, endapan
tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi
batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara
muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Setelah mendapat
pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka
batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga
membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung


hingga membentuk antrasit.
Dalam

proses

pembatubaraan,

maturitas

organik

sebenarnya

menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk


batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing --masing unsur yang
terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.

Contoh Analisis Batubara (daf based)


Dalam

pembentukan

batubara,

semakin

tinggi

tingkat

pembatubaraan,maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan


oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan tingkat
pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah-- seperti lignite dan
sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna
suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan
kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin
tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya
akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga


semakin besar.
Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara, dikenal dua macam
teori yaitu :
Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan
demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengetahui proses
transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
coalification. Jenis batubara yang terebentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative
kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan
batubara Muara Enir Sumatera Selatan.
Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadinya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan
berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati di angkut oleh media
air dan berakumulasi disuatu tempat, tertutupoleh batuan sedimen dan mengalami
proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran tidak luas, tetapi di jumapi dibeberapa tempat, kualitas kurang baik
karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama
proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan dilapangan batubara delta


Mahakam Purba Kalimantan Timur.
Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembentukan Batubara
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu:
umur, suhu dan tekanan. Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu,
tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batubara yaitu
sebagai berikut:

Posisi geotektonik

Adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gayagaya tektonik lempeng dalam pembentukan batubara merupakan faktor
yang dominan akan mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan
pengendapan dan kecepatan penurunan cekungan Pada fase akhir, posisi
geotektonik mempengaruhi proses metamorfosa organik dan struktur
lapangan batubara melalui masa sejarah setelah pengendapan akhir.

Topografi (morfologi)

Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat


penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara
tersebut terbentuk.
Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

10

Iklim

Kelembaban mengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang


sesuai tergantung posisi geografi dan dipengaruhi oleh posisi geotektonik
Tropis dan subtropis sesuai untuk pertumbuhan yang optimal hutan rawa
tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7-9 tahun dengan ketinggian
pohon mencapai 30 m. Sedang iklim yanng lebih dingin ketinggian pohon
hanya mencapai 5-6 meter dalam waktu yang sama.

Penurunan cekungan

Penurunan cekungan dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik jika


penurunan dan pengendapan gambut seimbang maka akan dihasilkan
endapan batubara yang tebal. Pergantian transgresi dan regresi
mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapannya. Menyebabkan
adanya infiltrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari
batubara yang terbentuk.

Umur geologi

Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan


tumbuhan Makin tua umur suatu batuan akan memiliki kemungkinan
makin dalam penimbunan yang terjadi hingga mampu terbentuk batubara
bermutu tinggi

Tumbuh-tumbuhan

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

11

Unsur utama pembentuk batubara dengan lingkngan tertentu dan


sebagai faktor penentu tipe batubara, evolusi kehidupan menciptakan
kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi

Dekomposisi

Merupakan bagian dari tansformasi biokimia material organik yang


merupakan titik awal seluruh alterasi.

Sejarah sesudah pengendapan

Sejarah cekungan tergantung pada posisi geotektonikterjadi proses


geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut
bertanggung jawab terhadap pembentukan struktur cekungan batubara
baik berupa sesar, lipatan, intrusi dan lainnya.

Struktur cekugan pembentuk

Karena gaya tektonik menghasilkan lapisan batubara dengan


bentuk-bentuk tertentu.

Metamorfosis organik

Selama proses ini terjadi pengurangan kandungan air, oksigen dan


zat terbang (CO2, CO, CH4 dll)
Lingkungan Pengendapan

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

12

Pembentukan batubara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi lingkungan,


dan kondisi geologi regional sekitarnya. Distribusi lateral, ketebalan, komposisi,
dan kualitas batubara banyak dipengaruhi oleh lingkungan pengendapannya.
Lingkungan pengendapan terestrial akan menghasilkan gambut yang tidak
tergganggu, dan tumbuh secara insitu. Batubara yang terendapkan pada
lingkungan telmatis ( terestrial ), dan limnik ( subakuatik ) sulit untuk dibedakan,
karena pada hutan rawa biasanya terdapat bagian yang berada di bawah air.
Batubara yang terndapkan pada lingkungan payau ( marine ) dicirikan oleh
kandungan abu, sulfur, dan nitrogen yang tinggi, selain itu juga banyak
mengandung detrital fosil moluska laut. Bakteri sulfur mempunyai peran dalam
gambut, yaitu mengurangi sulfat menjadi sulfur, sehingga memungkinkan
terbentuknya pirit/ markasit yang akan menurunkan kualitas batubara.
Temperatur permukaan gambut memegang peran yang amat besar untuk
proses dekomposisi primer. Pada iklim yang hangat, dan basah, bakteri hidup
dengan baik, sehingga proses kimia dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan lingkungan sedimenternya, C.F.K. Diessel, 1992 membagi
tempat terakumulasi rawa gambut menjadi empat bagian, yaitu :
-

Braid Plain
Merupakan dataran aluvial yang terdapat diantara pegunungan, dimana
terendapkan sedimen berukuran kasar ( > 2 mm ). Batubara yang terbentuk pada
daerah ini merupakan hasil diagenesa gambut ombrogenik yang mempunyai
sebaran lateral terbatas, dengan ketebalan rata rata 1,5 m.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

13

Kandungan abu, sulfur total, dan vitrinite umumnya rendah, sementara


pada daerah tropis, kandungan vitrinite-nya tinggi. Pada bagian tengah lahan
gambut, umumnya kaya akan maseral internite ( 28 % ), karena suplai nutrisi
yang terbatas.
Kandungan internite yang besar menyebabkan nilai Tissue Preservation
Index ( TPI ) nya relatif tinggi, sekaligus menunjukkan bahwa tumbuhan asalnya
didominasi oleh tumbuhan berkayu. Sementara nilai Gelification Index ( GI ) yang
rendah, dan warna batubara yang buram dapat menunjukkan bahwa secara
periodik permukaan gambut mengalami kekeringan, dan proses oksidasi.
Kandungan abu kadang ditemukan cukup tinggi ( 20 % ), kemungkinan berasal
dari banjir musiman, dan intrusi air tanah.
-

Alluvial Valley & Upper Delta Plain


Kedua lingkungan ini sulit dibedakan karena adanya kesamaan litofasies,
dan sifat batubara yang terbentuk, sehingga pembahasannya dapat disatukan.
Lingkungan ini merupakan transisi dari lembah, dan dataran aluvial dengan
dataran delta, umunya melalui sungai berstadium dewasa yang memiliki banyak
meander. Lapisan batubara di sini umumnya memiliki ketebalan bervariasi, dan
endapan sedimennya terutama terdiri atas perselingan batupasir, dan lanau /
lempung.
Gambut dapat terakumulasi pada berbagai morfologi, seperti rawa,
dataran, cekungan banjir, dll. Permukaan gambut cenderung basah, dan jarang
mengalami periode kemarau, sehingga menghasilkan endapan batubara yang
mengkilap dengan nilai TPI, dan GI yang tinggi, serta didominasi oleh maseral

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

14

telovitrinite / humotellinite , dan secara kualitas memiliki kandungan abu, serta


sulfur yang rendah dibandingkan batubara pada lingkungan lainnya.
-

Lower Delta Plain


Lingkungan ini dibedakan dengan upper delta plain dari tingkat pengaruh
pasang air laut terhadap sedimentasi, dimana batas antara keduanya adalah daerah
batas tertinggi dari air pasang. Endapan sedimen pada lower delta plain terutama
terdiri dari batulanau, batulempung, dan serpih yang diselingi oleh batupasir
berbutir halus.
Pada saat pasang naik, air laut akan membawa nutrisi ke dalam rawa
gambut, sehingga memungkinkan pertumbuhn tumbuhan yang lebih baik, namun
disisi lain, naiknya batas pasang, maka akan terendapkan sedimen klastik halus
yang akan menjadi pengotor dalam batubara.
Disamping itu, pengaruh laut akan meningkatkan kandungan pirit dalam
batubara yang terbentuk dari reduksi sulfat yang terdapat dalam air laut. Batubara
yang terendapkan dalam lingkungan ini memiliki kandungan intertinite yang
rendah, dengan nilai GI yang tinggi. Kandungan vitrinite / huminite nya
terutama didominasi oleh detrovitrinite / humotellinite , sehingga nilai TPI nya
relatif rendah. Hal ini menunjukkan tingginya proporsi tumbuhan dengan jaringan
lunak ( soft tissued plant ), dan biodegradasi pada kondisi pH yang relatif tinggi.

Barrier Beach
Pada lingkungan ini morfologi garis pantai dikontrol oleh rasio suplai
sedimen dengan energi pantai, yaitu gelombang pasang, dan arus. Jika nilairasio

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

15

tinggi, maka akan terbentuk delta, namun jika nilai rasio rendah, maka
sedimentasi akan terdistribusi di sepanjang pantai.
Rawa gambut pada barrier beach memiliki permikaan yang relatif lebih
rendah terhadap muka air laut, sehingga seringkali terkena banjir, dan ditumbuhi
lalang alang. Gambut akan terakumulasi di suatu tempat, jika fluktuasi air
pasang tidak tinggi, sehingga timbunan material gambut tidak berpindah tempat.
Dengan demikian rawa gambut pada lingkungan ini sangat dipengaruhi regresi,
dan transgresi muka air laut.
-

Estuary
Sedimen yang terbentuk pada lingkungan ini terutama berupa perselingan
laminasi batulanau, dan batupasir halus. Batubara yang terbentuk umumnya
sangat tipis, dan tidak menerus.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

16

Gambar 2. Kondisi Lingkungan Pengendapan, dan Kondisi Akumulasi Gambut


( C.F.K. Diessel, 1992 )

Bentuk Lapisan Batubara


Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah
proses pembentukan batubara akan menentukan bentuk lapisan batubara.
Mengetahui bentuk lapisan batubara sangat menentukan dalam menghintung
cadangan dan merencanakan cara penambangannya. Beberapa bentuk lapisan batu
baru, yaitu :
a. bentuk horse back
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupnya
melengkung kea rah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan kea rah lateral lapisan
batubara kemungkinan sama ataupun menjadi lebih kecil atau menipis.
b. bentuk pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada
umumnya dasar dari lapisan natubara merupakan batuan yang plastis, misalnya
batulempung. Sedang di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh
batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur.
c. bentuk clay vein
Bentuk itu terjadi apabila di antara dua bagian deposit batubara terdapat
urat lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara
mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan
terbuka terisi oleh material lempung ataupun pasir.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

17

d. bentuk burried hill


Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk
terdapat suatu kulminasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi.
e. bentuk fault
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami
beberapa seri patahan. Keadaan ini akan mengacaukan di dalam perhitungan
cadangan, akibat adanya perpindahan perlapisan akibat pergeseran kea rah
vertical. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala
patahan harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi.
f. bentuk fold
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami
perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan akan makin
komplek. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah tersebut juga terjadi
patahan harus dilakukan dengan tingkat ketilitian yang tinggi.

C. Klasifikasi Batubara
Mutu setiap batubara akan ditentukan oleh faktor suhu, tekanan, serta lama waktu
pembentukan. Semua faktor tersebut, kemudian dikenal dengan istilah maturitas
organik. Semakin tinggi maturitas organiknya, maka semakin bagus mutu
batubara yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka
kita dapat mengidentifikasikan batubara menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Batubara dengan mutu rendah.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

18

Batubara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang tinggi,


serta kandungan karbon dan energi yang rendah. Biasanya batubara pada
golongan ini memiliki tekstur yang lembut, mudah rapuh, serta berwarna suram
seperti tanah. Jenis batubara pada golongan ini diantaranya lignite (batubara
muda) dan sub-bitumen.
2. Batubara dengan mutu tinggi.
Batubara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang rendah,
serta kandungan karbon dan energi yang tinggi. Biasanya batubara pada golongan
ini memiliki tekstur yang keras, materi kuat, serta berwarna hitam cemerlang.
Jenis

batubara

pada

golongan

ini

diantaranya

bitumen

dan

antrasit.

Pembahasan masing-masing jenis batubara dapat diuraikan sebagai berikut:

Gambar 3. Jenis-jenis Batubara


1. Lignite, disebut juga batubara muda. Merupakan tingkat terendah dari
batubara, berupa batubara yang sangat lunak dan mengandung air 70% dari
beratnya. Batubara ini berwarna hitam, sangat rapuh dan seringkali menunjukkan
struktur serat kayu. Nilai kalor rendah karena kandungan air yang sangat banyak
(30-75 %), kandungan karbon sangat sedikit (60-68&), kandungan abu dan sulfur
yang banyak (52.5-62.5). Batubara jenis ini dijual secara eksklusif sebagai bahan

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

19

bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Lignite dijumpai pada kondisi
yang masih muda, berkisar Cretaceous sampai Tersier.

Gambar 4. Batubara Lignit


2. Sub-Bituminous: karakteristiknya berada di antara batubara lignite dan
bituminous, terutama digunakan sebagai bahan bakar untuk PLTU. Subbituminous coal mengandung sedikit carbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang tidak efisien

Gambar 5. Batubara Sub-Bituminous


3. Bituminous: batubara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat,
terkadang cokelat tua. Bituminous coal mengandung 68 - 86% karbon dari
beratnya dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk
PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber
tenaga dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu karbon
berbentuk padat.
Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

20

Gambar 6. Batubara Bituminous


4. Antrasit: peringkat teratas batubara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas
ruangan di rumah dan perkantoran. Batubara antrasit berbentuk padat (dense),
batu-keras dengan warna jet-black berkilauan (luster) metalik dengan struktur
kristal dan konkoidal pecah mengandung antara 86% - 98% karbon dari beratnya,
9,3% abu, dan 3,6% bahan volatile. Antarasit terbakar lambat, dengan batasan
nyala api biru (pale blue flame) dengan sedikit sekali asap. Antrasit terbentuk pada
akhir Karbon oleh pergerakan bumi yang menyebabkan pemanasan dan tekanan
tinggi yang merubah material berkarbon seperti yang terdapat saat ini.

Gambar 7. Batubara Antrasit


Batubara menurut waktu pembentukannya di Indonesia terdapat mulai
skala waktu Tersier sampai Recent. Pembagiannya dapat dijelaskan sebagai
berkut:

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

21

1. Batubara paleogen, merupakan batubara yang terbentuk pada cekungan


intranmontain, contohnya yang terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara
serta Sulawesi Selatan.
2. Batubara neogen, yakni batubara yang terbentuk pada cekungan
foreland, contohnya terdapat di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
3. Batubara delta, yakni endapan batubara yang terdapat di hampir seluruh
Kalimantan Timur
Brown Coal vs Hard Coal menurut SNI 1998
1. Batubara coklat (Brown coal)
Batubara coklat (Brown coal) adalah jenis batubara yang paling rendah
peringkatnya, bersifat lunak, mudah diremas, mengandung kadar air yang tinggi
(10-70%), terdiri atas batubara coklat muda lunak (soft brown coal) dan batubara
lignitik atau batubara cokelat keras (lignitik atau hard brown coal) yang
memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalorinya < 5700 kal/gr (dry mineral matter
free).
2. Batubara keras (Hard coal)
Batubara keras (Hard coal) adalah semua jenis batubara yangperingkatnya
lebih tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kompak,
mengandung kadar air yang relatif rendah, umumnya struktur kayunya tidak
tampak lagi, relative tahan terhadap kerusakan fisik pada saat penanganan
(coalhandling). Nilai kalorinya > 5700 kal/gr (dry mineral matter free).

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

22

BAB III
PEMBAHASAN

A. Endapan Batubara di Indonesia


Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau
Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut
dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah,
kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20
juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong
kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah
sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi
dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem
dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan
menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen.
Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan
sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

23

Gambar 8. Cekungan Batubara di Indonesia


Endapan batubara Eosen

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai


sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di
Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari
sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera.
Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan
berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang
terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang
disebabkan

terutama

oleh

gerak

penunjaman

Lempeng

Indo-Australia.

Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama


fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.
Karakteristik batubara eosen umumnya sangat masif, berwarna hitam,
kilap gelas, jenis batubara bituminous, hingga sub-bituminous, dengan kadar

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

24

kalori sangat tinggi. Batubara Eosen sering tersingkap baik, berupa lapisan dan
membentuk seam.

Batubara eosen dicirikan sebagai :


-

Ketebalan bervariasi, dan memiliki banyak lapisan;

Berkadar sulfur, dan abu tinggi;

Penyebaran terbatas;

Pengendapan bersamaan dengan aktivitas tektonik;

Berkaitan dengan busur volkanik;

Hampir seluruhnya autochtonous.


Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batubara terjadi sekitar

Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas
hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi
pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin). Berbeda
dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara di mana endapan fluvial
kemudian ditutupi oleh lapisan batubara yang terjadi pada dataran pantai yang
kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur
Eosen Atas.
Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan
berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito
(Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

25

Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera


Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).

Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara


Eosen di Indonesia.

Endapan batubara Miosen

Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada


Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi
transgresi marin pada kawasan yang luas di mana terendapkan sedimen marin
klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan
Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

26

kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan


maupun Sumatera. Endapan batubara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di
Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito
(Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batubara Miosen
juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Endapan Miosen merupakan endapan batubara yang terjadi pasca fase
regresi. Kondisi regresi dicirikan oleh mudurnya laut yang lambat, dan
pendangkalan pengendapan dari laut dalam ke laut dangkal, rawa rawa, delta,
hingga daratan. Penutupan fase pengendapan batubara miosen, adalah
ditemukannya endapan tuff pada lapisan berumur pleistosen.
Endapan

batubara

miosen

banyak

terjadi

pada

cekungan

foreland/backdeep, dan delta. Endapan batubara miosen merupakan endapan


batubara khas formasi regresif. Contoh endapan batubara miosen di Indonesia
adalah Cekungan Sumatera Selatan, dan Sumatera Tengah, dimana kedua
cekungan ini terjadi setelah fase regresif dengan pengendapan dari laut dalam, laut
dangkal, hingga lingkungan delta yang ditutupi endapan rawa. Batubara Miosen
sebagian besar berupa lignit, sangat lunak, kadar air tinggi, kadar debu rendah,
dan kadar kalori rendah. Batubara miosen umumnya menunjukkan bentuk lapisan
yang kurang baik dalam singkapan, dikarenakan kadar air dalam batubara tinggi,
tekanan kompaksi rendah, serta lapisan lempung seringkali terdapat dalam lapisan
batubara tersebut.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

27

Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan


dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di
Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang
rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara Miosen ini tergolong subbituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT
Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batubara Miosen di
beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan
Prima (PT KPC), endapan batubara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan
Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian
selatan.

Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan


batubara Miosen di Indonesia.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

28

B. Cadangan Batubara di Indonesia

Ga
mbar 9. Cadangan Batubara di Indonesia
Seperti yang kita tahu, batubara merupakan penggerak energi diseluruh
dunia. Negara-negara yang sekarang maju, dulu menggunakan batubara sebagai

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

29

bahan bakar energinya. Bahan bakar revolusi industri di Eropa pada abat 19
adalah batubara. Penggerak pabrik-pabrik di Amerika, Afrika dan China adalah
Batubara. Batubara mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan
industri di dunia.
Ini adalah tabel perbandingan cadangan batubara dan produksi batubara di
dunia dan Indonesia.

2004
Cadanga

Produks

2005
Cadanga

Produks

2006
Cadanga

909064

2766

909064

2917

909064

3080

4968

81

4968

90

4968

120

Produksi

Dunia
Indonesi
a

Indonesia tentu saja mempunyai energi batubara yang berlimpah. Di setiap


pulau Indonesia, mempunyai cadangan batubara, karena letak geologis Indonesia.
Batubara Indonesia secara lebih spesifik digambarkan dalam tabel cadangan
batubara Indonesia.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

30

Dalam data tabel diatas dapat disimpulkan sumberdaya batubara Indonesia


mencapai 61.366 juta ton dan cadangannya mencapai 6769 juta ton. Ini
merupakan suatu keuntungan lebih karena kita memiliki cadangan energi yang
berlimpah
Perkembangan produksi batubara telah menunjukan peningkatan yang
cukup pesat, dengan kenaikan produksi rata-rata mencapai 15.68% pertahun.
Perkembangan produksi batubara nasional ini tidak terlepas dari permintaan
dalam negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap
tahunnya. Sebagian besar produksi tersebut untu memenuhi permintaan luar
negeri, yaitu rata-rata 72.11% dan sisanya 27.89% untuk memenuhi permintaan
dalam negeri.
Ini merupakan hal yang kontradiktif dan ironis. Cadangan batubara
Indonesia hanya 0.5% dari cadangan dunia, namun produksi Indonesia menempati
posisi ke-6 produsen dengan jumlah produksi mencapai 246 juta juta ton, setelah

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

31

china (2.760 juta ton), USA (1.007 juta ton), India (490 juta ton), Australia (325
juta ton) dan Rusia (247 juta ton).
Indonesia juga merupakan peringkat ke-2 terbesar di dunia sebagai
eksportir sejumlah (203 juta ton). Posisi pertama ditempati Australia (252 juta
ton), China sebagai produsen batubara terbesar dunia, hanya menempati peringkat
ke-7 sebagai eksportir (47 juta ton).
Secara matematika kasar, bila Indonesia mempunyai cadangan batubara
sebesar 6769 juta ton pertahun dan produksinya mencapai 246 juta ton pertahun
berarti batubara Indonesia akan habis sekitar 27 tahun lagi. Ini bila dilakuakan
tanpa eksplorasi dan produksi batubara tidak naik.

C. Endapan Batubara di Sulawesi Tenggara


Sektor pertambangan provinsi Sulawesi Tenggara cukup potensial dan
menjadi perhatian investor nasional maupun asing yang bergerak di bidang
pertambangan. Sulawesi Tenggara memiliki kandungan tambang yang sangat
potensial dan telah banyak perusahaan yang telah melakukan eksplorasi utamanya
kabupaten Buton, Konawe, Konawe Utara, dan kabupaten lain di Sulawesi
Tenggara. Hal ini membuktikan bahwa Sulawesi Tenggara memilki potensi
pertambangan

yang

dapat

diandalkan,

namun

belum

dioptimalkan

pemanfaatannya.

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

32

Potensi batubara di Sulawesi Tenggara terdapat di Kabupaten Kolaka yaitu


di kecamatan Watubangga.

Gambar 10. Peta sebaran Batubara di Kolaka Utara


Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Kolaka, Ishak Nurdin, membenarkan adanya temuan batubara di
Kecamatan Watubangga. Hanya saja, temuan batubara tersebut masih dalam
penelitian mendalam di sebuah laboratorium. Namun menurutnya, potensi
batubara yang ditemukan diperkirakan mengandung kadar sekitar 600 kalori.
Perkiraan deposit sekitar 2000 hekter, katanya kemarin di ruang kerjanya.
Menurutnya, dalam data geologi Kabupaten kolaka, potensi batubara tidak pernah
ada, tapi potensi tersebut tiba-tiba muncul.
Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

33

Berdasarkan hasil penyelidikan, batubara

yang dijumpai di DAS

Watunohu Dusun Lametusa desa Parutallang Kecamatan Ngapa Kab Kolaka Utara
merupakan jenis batubara linnit, dengan luas sebaran daerah penyelidikan 500
Ha dengan ketebalan rata-rata 1.2 m. Cadangan diperkirakan 9.000.000 ton. Hasil
analisa laboratorium, nilai kalorinya berkisar antara 4.1704.987, sehingga
batubara ini dapat dipergunakan untuk pembakaran kalori tingkat rendah hingga
sedang.
Potensi batubara lain selain di Kolaka Utara, juga ditemukan di Kolaka
Timur. Endapan batubara yang ditemukan di Kolaka Timur ini diduga masih
tergolong dalam batubara jenis lignit. Luas sebaran daerahnya dan juga
cadangannya belum diketahui secara pasti, karena belum dilakukan eksplorasi
secara rinci. Namun di tempat ini sudah kerap dilakukan kegiatan fieldtrip
batubara oleh mahasiswa jurusan Teknik Geologi dan Teknik Pertambangan,
Universitas Halu Oleo.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Endapan batubara di Indonesia yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau
Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut
dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah,

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

34

kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20
juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Cadangan batubara Indonesia
hanya 0.5% dari cadangan dunia, namun produksi Indonesia menempati posisi ke6 produsen dengan jumlah produksi mencapai 246 juta juta ton, setelah china
(2.760 juta ton), USA (1.007 juta ton), India (490 juta ton), Australia (325 juta
ton) dan Rusia (247 juta ton).
Potensi batubara di Sulawesi Tenggara terdapat di Kabupaten Kolaka yaitu
di kecamatan Watubangga dan di Kolaka Timur. Endapan batubara yang
ditemukan di Kolaka Utara dan Kolaka Timur ini diduga masih tergolong dalam
batubara jenis lignit. Luas sebaran daerahnya dan juga cadangannya belum
diketahui secara pasti, karena belum dilakukan eksplorasi secara rinci.

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya potensi batubara yang
ada harus dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin mengingat cadangannya
yang terus menerus semakin menipis.
DAFTAR PUSTAKA
Diessel, C.F.K. (1992). Coal-Bearing Depositional Systems. Berlin, Heidelberg,
New York, London, Paris, Tokyo, Hong Kong: Springer-Verlag.
Horkel, A. (1990). On the Plate-Tectonic Setting of the Coal Deposits of Indonesia
and the Phillippines. Vienna : sterreichische Geologische Gesellschaft,
82, 119 133.
Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

35

Matasak, Theo. (2006). Slide Kuliah Geologi Batubara ( GL 3151 ). Bandung :


Departemen Teknik Geologi, FIKTM, ITB.
Stach, E, et al. (1982). Stachs Textbook of Coal Petrology third revised and
enlarged edition. Berlin Sttutgart : Gebr. Borntraeger.
Thomas, Larry. (2013). Coal Geology second edition. New York Oxford West
Sussex : Wiley Blackwell.
https://geologidokterbumi.wordpress.com/kuliah/geologi-batubara/ (diakses pada
tanggal 7 februari 2016 pukul 12.45 WITA)
http://www.jendelaexplorasi.net/2014/01/genesa-batubara-indonesia.html (diakses
pada tanggal 7 februari 2016 pukul 13.07 WITA)
http://energitoday.com/2013/01/potensi-tambang-sulawesi-tenggara-dalamkepungan-investor/ (diakses pada tanggal 7 februari 2016 pukul 13.15
WITA)
http://tarunafadillah.com/tag/batubara/ (diakses pada tanggal 7 februari 2016
pukul 13.46 WITA)

Endapan dan Cadangan Batubara di Indonesia dan Sulawesi Tenggara

36

You might also like