You are on page 1of 7

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) : PEMBANGUNAN

PLAZA MULIA
1. PENDAHULUAN
Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia belum memiliki arah
yangjelas, hal ini dapat dilihat dari kurangnya komitmen pemimpin dan
masyarakat bangsa ini untuk menjaga kelestarian dan keberlangsungan
lingkungan hidup.
Padahal telah kita ketahui Lingkungan hidup sebagai suatu sistem yang
terdiri

dari

lingkungan

sosial

(sociosystem),

lingkungan

buatan

(technosystem) dan lingkungan alam (ecosystem) dimana ketiga subsistem


ini saling berinteraksi (saling mempengaruhi). Ketahanan masing-masing
subsistem ini dapat meningkatkan kondisi seimbang dan ketahanan
lingkungan hidup, dimana kondisi ini akan memberikan jaminan
keberlangsungan lingkungan hidup demi peningkatan kualitas hidup setiap
makhluk hidup di dalamnya. Ketika salah satu subsistem di atas menjadi
superior dan berkeinginan untuk mengalahkan atau menguasai yang lain
maka di sanalah akan terjadi ketidakseimbangan.
Pada era sekarang ini sangat marak kita lihat dimana-mana pendirian
bangunan, resah memang kita sebagai warga masyarakat ketika kita
melihat

akan

banyaknya

bangunan

salah

satunya

mall,

yang

pembangunannya sudah mulai kita lihat, alat-alat berat sudah dipasang


mulai kita lihat berkeliaran kendaraan berat yang memang terkadang
membuat kita miris. percaya gak percaya pembangunan dikota Samarinda
akan terus berlanjut dan akan membawa berbagai perubahan-perubahan
terhadap lingkungan, baik positif maupun negatif (Kornelius, 2008).
Untuk mengurangi dampak negatif maka diperlukanlah izin mengenai
Analisi Mengenai Dampak Lingkungan. Suatu Mall tidak akan berjalan
apabila tidak ada mempunyai izin AMDAL mendirikan bangunan
tersebut.Hal ini dilakukan untuk mengkaji mengenai dampak besar dan
penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup. Dan diperlukan bagi proses

pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan


tersebut (Anonim,2009).
2. PEMBAHASAN
Salah satu penentu tingginya tingkat derajat kesehatan masyarakat adalah
adanya pembangunan yang dapat berkembang seperti dua mata pisau. Di
satu sisi perkembangan tersebut dapat menguntungkan masyarakat dengan
segala kemudahan yang ditawarkan. Sedangkan di sisi yang lain dapat
membuat dampak yang dapat membuat kerusakan lingkungan semakin
parah.
Hal ini juga terjadi pada pembangunan Plaza Mulia, salah satu shopping
centre yang tengah dibangun di tengah Kota Samarinda. Dampak yang
dapat terjadi tersebut dapat dianalisis melalui Analisis Mengenai Dampak
Kesehatan Lingkungan.
Analaisis Mengenai Dampak Lingkungan Pembangunan Plaza Mulia
Samarinda dapat diuraikan dalam beberapa simpul yang berdasar pada
paradigma kesehatan lingkungan, yaitu :
a. Simpul A
Plaza Mulia adalah salah satu mall di Samarinda, Kalimantan Timur.
Lokasinya sangat strategis yakni di Jl.Bhayangkara dan dekat dengan
Hotel Mesra International, Bank Mandiri, Pertamina, Stadion Segiri
,Balaikota Samarinda, dan kantor instansi Pemprov Kalimantan Timur.
Plaza Mulia berdiri di atas tanah seluas 11.355 meter persegi dengan
luas bagunan 46.755.23 meter persegi, dibangun sejak 2007 oleh
Developer PT Selyca Mulia dengan HM Syahrun HS atau akrab disapa
Haji Alung sebagai owner business. Seluruh bangunan telah rampung
dengan memiliki 5 lantai dan 134 unit toko. Hingga saat ini 95 persen
tempat sudah tersewa.
Plaza Mulia juga menyediakan areal parkir berkapasitas 1.000 unit
kendaraan. Lahan parkir yang disediakan dengan sistem spiral
(melingkar) sehingga tidak menimbulkan kemacetan pada saat
pengunjung membludak.
b. Simpul B

Merupakan faktor faktor yang merupakan pendukung sehingga simpul


A dapat berdamapak terhadap kesehatan masyarakat. Dan untuk
pembangunan plaza mulia, dapat diliha factor-faktor pendukungnya
sebagai berikut :
1. Faktor pembangunan gedung
Lokasi penempatan Daerah Plaza mulia sangat berdekatan dengan
instasi publik lainnya. Hal ini menyebabkan meningkatnya potensi
kepadatan di daerah ini, seperti balai kota, POM Bensin, Gedung
Kopri, Bank Mandiri dan Hotel mesra sehingga dapat meningkatkan
kemacetan di kota samarinda dan meningkatkan stress bagi
masyarakat. Letak Plaza Mulia yang berada di dekat POM bensin
(SPBU) dapat meningkatkan resiko terjadinya kebakaran dan
potensi bahaya lainnya dll.
Kawasan lahan yang digunakan sebagai plaza mulia sebelumnya
adalah berupa ruang terbuka hijau yaitu area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam. Namun kemudian mengikuti pembangunan
kota yang semakin pesat dirubah menjadi area pebelanjaan berupa
Plaza Mulia.
2. Faktor lingkungan abiotik
a. Fisik
Kebisingan
Proses

pembangunan

plaza

mulia

membuat

tingkat

kebisingan di daerah Jl.Bhayangkara meningkat. Hal ini di


karenakan

peralatan

yang

digunakan

selama

proses

pembangunan. Kebisingan juga terjadi karena meningkatnya


jumlah pengunjung yang mendatangi Plaza Mulia, walaupun
pembangunan belum rampung sepenuhnya. Kendaraan yang
digunakan oleh pengunjung tersebut membuat tingkat
kemacetan meningkat dan memicu terjadinya kebisingan.

Debu

Tingkat paparan debu juga semakin meningkat karena bahan


bangunan yang digunakan selama proses pembangunan plaza
mulia. Hal juga diperparah dengan jumlah kendaraan yang
berlalu lalang di daerah jl. Bhayangkara, sehingga beresiko
meningkatkan jumlah debu yang berterbangan, sehingga
terjadi peningkatan emisi di udara.
Pembangunan Plaza Mulia menggunakan lahan yang
sebelumnya merupakan kawasan hijau di tengah kota.
Kawasan ini berfungsi sebagai sumber oksigen di kota
Samarinda, namun karena pembangunan ini, kawasan
tersebut menjadi hilang dan tidak ada lagi yang dapat
mereduksi pencemaran udara di Kota Samarinda.Hal ini
merupakan pemicu pencemaran udara selama proyek Plaza
Mulia ini berlangsung dan setelah proyek selesai hingga
sekarang paparan debu kian meningkat.

Kimia
Dari aspek kimia dampak yang dapat terjadi dari kegiatan
pembangunan Plaza Mulia adalah Zat-zat yang terkandung
dalam emisi gas yang berasal dari kendaraan dapat beresiko
meningkatkan efek rumah kaca. Selain itu, asap kendaraan
bermotor juga mengandung berbagai zat yang dapat
mmbahayakan bagi kesehatan manusia. Semakin banyak
kendaraan yang datang ke plaza mulia, maka tingkat
pencemaran udara pada bagian luar plaza mulia juga akan
semakin meningkat, sehinnga resiko orang terpapar juga akan
meningkat.

3. Lingkungan biotik
Penggunaan wilayah hutan kota menjadi Plaza mulia dapat
membuat perubahan luas wilayah hutan menjadi semakin sedikit
dan tentunya juga merubah siklus hidup vector penyakit yang hidup
di hutan kota tersebut sehingga membuat para vector berpindah
tempat hidup dan dapat membahayakan bagi masyarakat.
4. Lingkungan sosial

Dengan dibangunnya plaza mulia, maka tingkat pergerakan lalu


lintas yang terjadi di wilayah jalan bhayangkara juga akan
meninggkat. Kemungkinan hal yang akan terjadi adalah tingkat
kemacetan yang juga akan meningkat. Jika hal ini benar-benar
terjadi, maka banyak hal yang akan merasa dirugikan.
c. Simpul C
Merupakan hal-hal yang dilakukan oleh manusia sehingga nantinya
akan memunculkan dampak yang berpengaruh pada masyarakat
samarinda yang berkunjung ke plaza mulia, antara lain :
Menghirup udara tercemar
Makanan terkontaminasi
Resiko terpapar kebisingan
Interaksi dengan vektor
d. Simpul D
Dampak yang akan terjadi pada masyarkat terutama dilihat dari segi
kesehatan :
Banjir
Penyakit malaria
ISPA
Dampak psikologis
3. REKOMENDASI
Mall tersebut tidak mungkin dirombak habis karena memerlukan biaya
yang cukup banyak terutama pada pembangunannya. Untuk menanggani
permasalahan yang ada dapat dilakukan dengan melihat dari beberapa
faktor :
1. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang menggangu yang apabila intensitasnya
tinggi akan membawa dampak yang buruk terhadap kesehatan. Untuk
meredakan kebisingan yang terjadi di sekitar mal Plaza Mulia dapat
ditanggulangi dengan menanam pohon karena pohon dapat meredam
suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang
dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara
ialah yang mempunyai tajuk yang tebal
2. Debu
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang
dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Untuk

menanggani masalah tersebut dengan menanam pohon. Partikel padat


yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan
oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya
mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan
menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan sebagian akan
terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang
berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi
terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang
menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting.
3. Asap kendaraan bermotor
Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo dan Sigit
(1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia
macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus) dan pala (Mirystica
fragrans), asam landi (Pithecelobiumdulce), johar (Cassia siamea),
mempunyai kemampuan yang sedang tinggi dalam menurunkan
kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini :
glodogan (Polyalthea longifolia) keben (Barringtonia asiatica) dan
tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya
terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap
pencemar udara.
4. Banjir
Pembuatan sumur resapan merupakan salah satu bentuk implementasi
dari Konsep drainase ramah lingkungan (Drainase Modern). Konsep
dari drainase ramah lingkungan adalah : mengurangi jumah aliran
permukaan (surface run off) dengan cara memaksimalkan penyerapan
air kedalam tanah dan kolam kolam tampungan air seperti situ,
danau, kolam buatan, dll. Sistem drainase yang sudah ada sebelumnya
harus diperbesar dengan menyesuaikan debit air yang ada.
5. Perketat pembangunan perumahan
Dalam pemberian pembangunan perumahan kepada developer, wajib
mensyaratkan untuk menyisakan 30% dari luas kawasannya untuk
tetap sebagai Ruang Terbuka Hijau, dimana separuhnya harus
diperuntukkan bagi pepohonan. Demikian pula dalam jalan-jalan,
wajib untuk ditanami pepohonan. Selain itu, untuk setiap bangunan

yang dibangun, wajib memiliki sumur resapan (ataupun bio-pori)


dengan volume dan jumlah yang disesuaikan dengan luasan atap
bangunan.Dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) wajib
menambahkan prasyarat untuk membuat sumur resapan (ataupun biopori) dengan volume dan jumlah yang disesuaikan dengan luasan atap
bangunan, pada setiap IMB yang akan diberikan.

You might also like