You are on page 1of 4

No

Materi

Isi

Judul

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJA DIAN BATU SALURAN KEMIH


PADA LAKI-LAKI

2
3

Peneliti
Tahun / Tempat

Nur Lina

Pendahuluan

Tujuan

6.

Tinjauan Pustaka

Desain

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2008 di RS Dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan
Agung Semarang
Latar belakang: Penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya disingkat BSK adalah
terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat
dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi. BSK sudah diderita manusia sejak zaman
dahulu, hal ini dibuktikan dengan diketahui adanya batu saluran kemih pada mummi
Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan faktor risiko intrinsi k dan ekstrinsik sebagai
faktor risiko
kejadian BSK pada laki-laki.
Sistem kemih terdiri dari organ pembentuk air kemih dan struktur-struktur
yang menyalurkan air kemih dari ginjal ke seluruh tubuh. Ginjal adalah sepasang
organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen, satu di setiap
sisi kolumna vertebralis sedikit di atas gar is pinggang. Setiap ginjal dialiri darah oleh
arteri renalis dan vena renalis.

Deskriptif retrospektif yang menggunakan data sekunder berupa catatan rekam medis bertujuan
untuk mengetahui gambaran hitung leukosit penderita apendisitis anak dari Bagian Bedah RSUD

Populasi dan Sampel

Arifin Achmad Profinsi Riau dari Januari 2011-Desember 2012.


Populasi pada penelitian ini adalah rekam medis anak yang didiagnosis secara klinis sebagai
apendisitis akut di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Populasi terjangkau adalah seluruh kasus
apendisitis akut pada anak yang telah diapendektomi di bagian bedah RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau yang memenuhi kriteria inklusi. Peneliti mengambil seluruh populasi terjangkau untuk

dijadikan sampel (total sampling).


Sampel penelitian
Sampel yang diambil adalah 75 rekam medis karena 41 rekam medis tidak ada laporan bahwa
9

Hasil Penelitian

pasien sudah dioperasi.


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 75 pasien apendisitis akut anak yang
telah diapendektomi dan dirawat di bagian bedah RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode
Januari 2011 sampai Desember 2012. Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa penderita
apendisitis akut anak didiagnosis paling banyak terjadi pada kelompok usia 13-18 tahun yaitu
59 orang (78,7%) dan jumlah terendah pada usia kurang dari 2 tahun sebanyak 1 orang (1,3%).
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 75 penderita apendisitis akut anak, 46 orang
(61,3%) mengalami leukositosis. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah penderita
apendisitis relatif sama antara anak laki-laki dan perempuan yaitu masing-masing sebanyak 37
(49,33%) dan 38 orang (50,67%). Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat nilai rerata hitung leukosit
meningkat seiring dengan keparahan apendisitis. Nilai rerata leukosit tertinggi ditemukan pada
apendisitis perforasi yaitu 22.000/mm dan rerata nilai leukosit terendah ditemukan pada

10

Pembahasan

apendisitis simpel yaitu 12.500/mm.


Gambaran penderita apendisitis akut anak berdasarkan usia Berdasarkan hasil penelitian (tabel 4.1)
menunjukkan bahwa gambaran penderita apendisitis akut anak berdasarkan usia didapatkan jumlah
paling tinggi pada kelompok usia 13-18 tahun yaitu 59 orang (78,7%) dan terendah pada kelompok
usia

<2 tahun hanya yaitu 1 orang. Insiden apendisitis akut anak meningkat seiring dengan

pertambahan usia dan umumnya terjadi pada anak usia pubertas. Menurut Minkes apendisitis
akut anak paling sering terjadi pada anak umur 10-17 tahun dan jarang terjadi pada bayi.

Pada penelitian ini dijumpai 1 subjek yang berusia 1 tahun dengan apendisitis perforasi dengan
keluhan utama diare. Pada bayi basis apendiks lebih lebar dan berbentuk kerucut pada ujung
distalnya sehingga

jarang menyebabkan obstruksi. Alasan yang mungkin juga mempengaruhi

rendahnya insiden apendisitis akut pada bayi adalah pemberian makanan bayi yang berbentuk
cair atau setengah padat. Walaupun demikian, pada bayi juga terdapat beberapa faktor resiko yang
dapat memicu terjadinya apendisitis yaitu infeksi saluran nafas atas (ISPA), penyebaran bakteri
melalui hematogen kemudian dapat menyebabkan hiperplasia jaringan limfoid apendiks dan infeksi
pada gastrointestinal juga dapat mempermudah terjadinya apendisitis karena letaknya yang dekat
dengan apendiks.
11

12.

Kesimpulan

Saran

Simpulan :
Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian Batu saluran
kemih adalah: Kurang minum, kebiasaan menahan buang air kemih, diet tinggi
protein, duduk lama dalam bekerja. Faktor risiko yang perlu dipertimbangkan
menjadi faktor risiko berpengaruh terhadap kejadian batu saluran kemih
berdasarkan hasil analisis bivariat adalah: Kebiasaan olahraga, obesitas, diet tinggi
serat, diet tinggi lemak.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka disaran
Masyarakat agar minum 2-2,5 liter ( 8 gelas) air setiap hari dan penting untuk
minum 250 ml sebelum tidur, masyarakat tidak membiasakan menahan buang air
kemih, tidak berlebihan mengkonsumsi protein hewani, tidak terlalu lama duduk
dalam bekerja (>4 jam sehari).
minum 2-2,5 liter (8-10 gelas) s ehari dan penting untuk minum 250 ml air
sebelum tidur, tidak membiasakan menahan Buang Air Kemih (BAK), tidak
berlebihan mengkonsumsi protein hewani, tidak duduk terus menerus selama
bekerja tetapi diselingi berdiri dan berjalan.

You might also like