Professional Documents
Culture Documents
I.
pencelupan.
Mengidentifikasi jenis zat warna dispersi yang berikatan dengan serat
suasana
larutan
(pH)
terhadap
hasil
proses
heatsetting
serta
variasi
suhu
(metoda thermosol).
Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi zat antimigrasi dan suhu
termofiksasi pada proses pencelupan polyester dengan zat warna
disperse sistim kontinyu (metoda thermosol) terhadap kerataan dan
II.
ketuaan warna.
Teori Dasar
2.1. Serat Poliester
Serat yang menjadi bahan kain pada proses pencelupan kali ini merupakan jenis
serat sintetik. Serat sintetik pada umumnya tidak memiliki gugus reaktif yang
mampu memberikan daya penyerapan terhadap air (hidrofob). Hal ini membuat
kain dari serat sintetik sangat sukar untuk dicelup dengan zat warna yang umum
digunakan untuk serat alam, dimana zat warna tersebut bersifat larut atau dapat
dilarutkan dalam air. Pernyataan diatas berlaku pula pada serat polyester yang
menjadi bahan kain proses, dimana serat ini bersifat hidrofob dan sangat
kompak susunan molekulnya, sehingga cara pencelupan yang konvensional
tidak dapat diterapkan.
Poliester dibuat dari reaksi antara senyawa asam tereftalat dengan etilena glikol.
Berikut ini skema pembuatan serat tersebut :
sebagai bahan baku yang membuat sifat polyester memiliki titik didih
yang lebih tinggi. Sedangkan penggunaan etilena glikol, dapat membentuk ester
menjadi lebih kuat karena suhu reaksi yang lebih tinggi. Proses polimerisasi
asam tereftalat dan etilena glikol ini dilakukan dalam kondisi suhu tinggi dan
hampa udara. Serat polyester ini memiliki kristalinitas yang tinggi dan tidak
memiliki gugus yang aktif sehingga sangat sukar ditembus oleh molekul yang
berukuran besar atau tidak bereaksi dengan zat warna anion maupun kation.
Struktur fisika serat polyester ini pada penampang melintangnya berbentuk
bulat. Bentuk seperti ini memberikan pantulan cahaya yang diberikan lebih
sempurna dan membuat warna hasil celupan terlihat lebih brilian (mengkilap)
khususnya untuk warna muda. Sifat elastisitasnya sangat baik seperti serat
termoplastik lainnya, sehingga dalam keadaan normal, kain dari polyester
memiliki ketahanan kusut yang sangat baik. Karena titik lelehnya yang sangat
tinggi, maka kain dari polyester inipun cukup tahan terhadap sinar matahari
langsung, dan tidak mudah menguning bila disimpan dalam waktu yang cukup
lama.
Sifat kimia dalam hal ketahanan terhadap zat kimia cukup tahan terhadap
oksidator, asam lemah meskipun dalam suhu tinggi, asam kuat dingin serta basa
lemah, akan tetapi permukaan polyester dapat terkikis (weight reduce) oleh basa
kuat seperti kostik. Warna alami polyester berwarna kuning gading sehingga
terkadang diperlukan pula pengelantangan. Meskipun begitu, umumnya
polyester hasil proses pemasakan berwarna putih sehingga hasil celupan
biasanya memiliki warna yang brilian khususnya untuk warna muda.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa polyester ini sukar dicelup dengan
zat warna konvensional dikarenakan sifatnya yang hidrofob, dimana tidak
menyerap air karena tidak memiliki gugus reaktif. Maka untuk mewarnainya
hanya dapat digunakan zat warna disperse pada suhu tinggi (diatas 900C).
Dikarenakan sifat ketahanannya yang lebih tahan terhadap asam daripada
larutan basa, maka proses pencelupannya sebaiknya dilakukan pada suasana
sedikit asam untuk menghindari kerusakan pada serat.
Sifat-sifat polyester :
Elastisitas
Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehingga dalam keadaaan normal
kain poliester tahan terhadap kekusutan. Apabila benang poliester ditarik dan
kemudian dilepaskan, pemulihan terjadi dalam satu menit adalah sebagai berikut
:
Penarikan 2%pemulihan 97%
Penarikan 4%pemulihan 90%
Moisture Regain
Pada kondisi standar yaitu RH 65 2% dan suhu 20C 1% moisture regain
serat poliester hanya 0,4% sedangkan pada RH 100% moisture regain mencapai
0,6-0,8%
Berat Jenis
Berat jenis poliester adalah 1,38 g/cm3
Titik leleh
Serat poliester meleleh pada suhu 250C
Sifat Kimia
Serat poliester tahan terhadap oksidator, alkohol, keton, dan sabun, tapi larut
dalam meta-kresol panas, asam trifluoroasetat-orto-khlorofenol.
Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik.
Kelarutannnya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi
atau partikel-partikel yang hanya melayang dalam air. Zat warna dispersi mulamula digunakan untuk mewarnai serat selulosa. Kemudian dikembangkan lagi,
sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat buatan lainnya yang lebih
hidrofob dari serat selulosa asetat, seperti serat poliester, poliamida, dan
poliakrilat.
Zat warna dispersi merupakan zat warna yang terdispersi dalam air dengan
bantuan zat pendispersi. Adapun sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah
sebagai berikut :
Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel 0,5-2).
Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 80C.
Golongan A
Zat warna dispesi golongan ini mempunyai berat molekul kecil sehingga sifat
pencelupannya baik karena mudah terdispersi dan mudah masuk ke dalam
serat, sedangkan ketahanan sublimasinya rendah yaitu tersublim penuh
dengan suhu 100C. pada umumnya zat warna dispersi golongan ini digunakan
untuk mencelup serat rayon asetat dan poliamida, tetapi juga digunakan untuk
mencelup poliester pada suhu 100C tanpa penambahan zat pengemban.
Golongan B
Zat warna dispersi golongan ini memiliki sifat pencelupan yang baik dengan
ketahanan sublimasi cukup, yaitu tersublim penuh suhu 190C. sangan baik
untuk pencelupan poliester, baik pencelupan poliester, baik dengan cara
carrier/pengemban pada suhu didih (100C) maupun cara pencelupan suhu
tinggi (130C).
Golongan C
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai sifat pencelupan cukup dengan
ketahanan sublimasi tinggi, yaitu tersublim penuh pada suhu 200C. bisa
digunakan untuk mencelup cara carrier, suhu tinggi ataupun cara thermosol
dengan hasil yang baik
Golongan D
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul paling besar diantara
keempat golongan lainnnya sehingga mempunyai sifat pencelupan paling jelek
karena sukar terdispersi dalam larutan dan sukar masuk kedalam serat. Akan
tetapi memiliki ketahanan sublimasi paling tinggi yaitu tersublim penuh pada
suhu 220C. zat warna ini tidak digunakan untuk pencelupan dengan zat
pengemban, namun baik sangat baik untuk cara pencelupan suhu tinggi dan
cara thermosol.
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan
serat poliester ada 2 macam yaitu :
a. Ikatan Van der Walls
Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob dan bersifat non
polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat non polar ini
ikatan fisika, yang berperan dalam terbentuknya ikatan fisika adalah ikatan van
der walls, yang terjadi berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang
berbeda. Ikatan yang besar terjadi pada ikatan van der walls pada zat warna
dispersi dan serat poliester adalah dispersi London.
b. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen dengan
atom lain yang bersifat elektronegatif. Kebanyakan zat warna dispersi tidak
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester karena zat warna dispersi
dan serat poliester bersifat nonpolar, hanya sebagian zat warna dispersi yang
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat warna dispersi
yang mempunyai donor proton seperti OH atau NH2.
Mekanisme pencelupan zat warna dispersi adalah solid solution dimana suatu
zat padat akan larut dalam zat padat lain. Dalam hal ini, zat warna merupakan
zat padat yang larut dalam serat. Mekanisme lain menjelaskan demikian : zat
warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup masuk
kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut
dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut
sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut
merupakan
timbunan
zat
warna
yang
sewaktu-waktu
akan
larut
pengemban
ialah
zat
yang
dapat
menggelembungkan
dan
selama proses.
Mudah dibilas setelah proses.
Bebas dari bau yang tidak sedap.
Tidak berbahaya dalam penggunaannya.
Fungsi utama carrier ialah menggelembungkan serat dan sebagai zat
pengemban zat warna ke dalam serat. Zat pengemban ini tidak berikatan
dengan serat, pada proses pencucian reduksi akan keluar lagi dan pori-pori
serat akan menutup sehingga zat warna tertinggal di dalam serat.
Zat pengemban menggelembungkan pori-pori serat sehingga pori-pori serat
terbuka. Kristal-kristal besar atau agregat kristal zat warna terdispersi dalam
air. Dari dispersi ini kemudian terpecah molekul-molekul zat warna yang
berada dalam medium tersebut akan melekat dipermukaan serat kemudian
berdifusi dan larut dalam serat. Ikatan antara zat warna dan serat dapat
merupakan ikatan hidrogen yang dibentuk oleh gugusan-gugusan pemberi
(donor) atom hidrogen dari zat warna dengan gugusan karbonil dari serat
disamping itu gaya-gaya Van der Waals dan interaksi dua kutub dapat pula
terjadi.
Jadi pada prinsipnya, carrier ini pertama-tama bersifat sebagai pelunak
dengan jalan merusakkan struktur molekul serat untuk kemudian membawa
zat warna masuk kedalamnya. Terdapat dua jenis zat pengemban yang
umum diperdagangkan yaitu senyawa difenil (Tumescal D) dan senyawa
orto fenil fenol (Tumescal OP).
Dengan bantuan zat pengmban ini, antara carrier dengan zat warna
terbentuk gabungan, yang akan menambah kelarutan zat warna dalam
larutan. Peningkatan kelarutan ini berarti penambahan konsentrasi yang
membuat difusi zat warna terjadi. Carrier ini bersifat hidrofil dan memiliki
serat.
Kecepatan difusi zat warna dispersi mulai meningkat pada suhu tinggi
(120-130oC) dan kecepatan penyerapan serta migrasi zat warna menjadi
lebih besar sehingga akan mempercepat proses.
Pencelupan mulai lebih cepat karena kelarutan zat warna dispersi pada
suhu tinggi (120-130oC) mulai meningkat.
Beberapa keuntungan penggunaan metoda ini adalah dapat mencelup
warna tua, hemat bahan, waktu dan biaya proses, adsorbsi lebih cepat,
kerataan lebih baik, ketahanan luntur baik, penetrasi lebih baik, dan dapat
menggunakan zat warna dispersi dengan ketahanan sinar yang lebih baik
dan sukar menguap tetapi hanya terserap sedikit pada pencelupan di
bawah temperatur 100oC.
Tahap awal, yaitu pendispersian zat warna dan pemanasan larutan dari
suhu kamar ke suhu pencelupan.
Tahap fiksasi yaitu tahap zat warna berdifusi dari permukaaan serat ke
dalam serat dan mengadakan perataan. Tahap ini terjadi pada suhu yang
tertinggi pada sistem pencelupan.
melelehkan
zw,sehingga
berdifusi
kedalam
serat.Setelah
juga
Solid
Solution.Pada
umumnya
suhu
termofix
180-
atau senyawa polimer. Gugus polar atau gugus ion dan gugus non polar atau
non-ion terletak bergantian sepanjang rantai molekul. Kadang-kadang dalam
bentuk rantai pendukung dan gugus non polar dengan gugu s polar pada sisinya
sepanjang rantai molekul. Hasil penelitian Bird dkk. tentang pengaruh
penambahan zat pendispersi ke dalam larutan celup, hasilnya ternyata
rnenunjukkan bahwa zat warna dispersi dapat dibuat larut dalam medium air.
Namun demikian perlu diperhatikan bahwa sampai titik tertentu tingkat
pencelupan dapat ditingkatkan dengan. penambahan zat pendispersi, tetapi bila
penambahan berlebihan maka kelarutan zat warna menjadi besar dan tingkat
penyerapan zat warna menjadi rendah.
2.5. Pencucian Reduksi
Setelah dilakukan pencelupan, maka kain harus dicuci reduksi. Proses cuci
reduksi (Reduction Clearing) menggunakan kasutik soda dan natrium hidrosulfit
yang akan menghasilkan gas hidrogen untuk mereduksi sisa zat warna yang
tidak mewarnai serat dan menghilangkan sisa zat proses lainnya. Reaksinya
sebagai berikut :
NaOH + 2 Na2S204
2 H2O
Na2SO4 + 6 Hn
Pemakaian kaustik soda ini hanya untuk mengaktifkan natrium hidrosulfit agar
menghasilkan gas hidrogen. Kaustik soda tidak boleh terlalu banyak karena ia
dapat menghidrolisa permukaan serat poliester dan menyebabkan serat ini
terkikis, seperti pada proses penurunan berat, yang reaksinya sebagai berikut :
Setelah cuci reduksi, bahan selanjutnya dicuci bersih dengan deterjen.
Tujuannya untuk menghilangkan hasil proses cuci reduksi yaitu garam natrium
sulfat (Na2SO4).
III.
IV.
Pencelupan
Pencucian Reduksi
Pengeringan
Heat Setting
4.1.2. Pencelupan Poliester menggunakan Metoda HT/HP
Evaluasi
Pembuatan larutan celup den persiapan bahan
Pembuatan larutan celup den persiapan bahan (heat sett 1900C,2 menit
Ketuaan Warna
Kerataan Warna
Pencelupan
Padding (WPU 60%)
Pencucian Reduksi
Pre Drying (1000C x 2 menit
Pencucian Sabun
Thermofiksasi (2000C 2200C, 1-2 menit)
Pengeringan
4.1.3. Pencelupan Poliester menggunakan
Metoda Thermosol
Pencucian reduksi
Evaluasi
Pencucian sabun
Ketuaan Warna
Kerataan Warna
Pengeringan
Evaluasi
R/C
Asam asetat
carrier
70oC
30
15
10
15
10
130oC
Zat perata
Zat pendispersi
R/C
Asam asetat
70oC
kain
30
10
15
10
Pre Drying
110oC/ 1,5 mnt
Thermofiksasi
200oC/ 1mnt
Drying
100oC/ 1mnt
4.3. Resep
4.3.1. Pencelupan Poliester menggunakan Metoda Carrier
Rendam peras
WPU 50%
Cuci reduksi
Cuci sabun
Variasi
Resep
1
Carrier (ml/L)
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
40
40
Vlot
1: 20
Waktu (menit)
30
30
1
1
1
1
0,5
5
1 : 30
1
100C
2
1
2
1
0,5
5
1 : 30
1
100C
3
1
3
1
0,5
5
1 : 30
1
100C
4
1
4
1
0,5
5
1 : 30
1
100C
I
1
0
pH 5
3
1:20
60 menit
1000C
Sampel
II
III
1
1
0,5
1
pH 5
pH 5
3
3
1:20
1:20
60 menit
60 menit
0
100 C
1000C
Resep
Variasi
IV
1
1,5
pH 5
3
1:20
60 menit
1000C
0,5
Asam asetat
0,5
0,5
0,5
Vlot
1:20
Suhu/waktu
1300C/30 menit
I
1
1
pH 5
0,5
1
0
1:20
30 menit
Suhu
1300C
Sampel
II
III
1
1
1
1
pH 5
pH 5
0,5
0,5
1
1
1
2
1:20
1:20
30
30
menit
menit
1300C
1300C
IV
1
1
pH 5
0,5
1
3
1:20
30
menit
1300C
I
1
1
pH 3
0,5
1
0
1:20
30
menit
1300C
II
1
1
pH 4
0,5
1
1
1:20
30
menit
1300C
Sampel
III
IV
1
1
1
1
pH 5
pH 6
0,5
0,5
1
1
2
3
1:20
1:20
30
30
menit
menit
1300C
1300C
V
1
1
pH7
0,5
1
3
1:20
30
menit
1300C
II
III
IV
pencelupan
ZW Dispersi
1% (tipe
1%(tipe
1%(tipe
2%(tipe
2%(tipe
Zat perata
A)
0,5 ml/L
B)
0,5 ml/L
C)
0,5 ml/L
B)
0,5 ml/L
C)
0,5 ml/L
Zat pendispersi
0,5 g/L
0,5 g/L
0,5 g/L
0,5 g/L
0,5 g/L
Asam asetat
pH 5
pH 5
pH 5
pH 5
pH 5
Zat anti
0,5 ml/L
0,5 ml/L
0,5 ml/L
0,5 ml/L
0,5 ml/L
creasemark
Vlot
1:20
1:20
1:20
1:20
1:20
Waktu
30
30
30
30
30
Suhu
1300C
1300C
1300C
1300C
1300C
1
20
2
5
5
60
100C
200C
2
2
20
2
5
5
60
100C
220C
2
3
20
2
5
5
60
100C
200C
2
Sampel
4
20
2
5
5
60
100C
220C
2
17
5
pH 5
60%
1000C, 2
menit
2000C
17
5
pH 5
60%
1000C, 2
menit
2200C
17
5
pH 5
5
60%
1000C, 2
menit
2000C
17
5
pH 5
5
60%
1000C, 2
menit
2200C
pengeringan awal.
Na2S2O4
: menghulangkan zat warna yang tidak terfiksasi dipermukaan
Data Pengamatan
5.1. Pencelupan Poliester Metoda Carrier
a. Pencelupan Poliester Metoda Carrier Variasi 1
Resep
Pencelupan
Hasil
Pencelupan
Ketuaan
Kerataan
Tanpa carrier,
waktu 30 menit
Carrier 1 ml/L,
waktu 40 menit
b.
Pencelupan
Poliester
Metoda Proses
Evaluasi
Ketuaan
Kerataan
(Carier 1 ml/L)
(Carier 2 ml/L)
(Carier 3 ml/L)
(Carier 4 ml/L)
Ketuaan
Kerataan
Hasil pencelupan
Hasil
Pencelupan
Cuci reduksi
Kain
Hasil Celupan
Cuci Biasa
Ketuaan
Warna
Kerataan
Warna
Konsentrasi
zat warna
4%
Konsentrasi
zat warna
6%
Konsentrasi
zat warna
8%
Konsentrasi
9%
b. Pencelupan Poliester Metoda HT/HP Variasi 2
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
(anticreasmark 0
(zanticreasmark
(anticreasmark
(anticreasmark
mL/l)
1 mL/l)
2 mL/l)
3 mL/l)
Hasil
pencelupa
n
Kerataan
Hasil
pencelupa
n
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Sampel 5
pH3
pH4
pH5
pH6
pH7
Ketuaan
Sampel 2
1% ZW Tipe A
1% ZW Tipe B
Sampel 3
Sampel 4
1% ZW Tipe C
2% ZW Tipe B
Sampel 5
2% ZW Tipe
C
Hasil
pencelupa
n
Ketuaan
Hasil pencelupan
K/S
Kerataan
1/1900C, 1
2/2000C,1
3/2100C,1
4/2200C,1
Thermosol
Metoda Proses
Evaluasi
Ketuaan
Kerataan
Ketuaan
Kerataan
Hasil pencelupan
VI.
KeteranganK/S:
5= Sangat Tua
4= Tua
3= Cukup
2= Muda
1=Sangat Muda
Keterangan Kerataan:
1= Sangat rata
2= Rata
3= Cukup
4= Belang
5= Sangat belang
Diskusi
Pencelupan poliester menggunakan zat warna dispersi dilakukan dengan tiga
metoda, yaitu metoda carrier, metoda HT/HP, dan metoda thermosol. Pada
pencelupan menggunakan metoda carrier dilakukan dengan 3 variasi pencelupan,
yaitu dengan memvariasi carrier dan waktu, memvariasikan konsentrasi zat
pengemban, dan memvariasikan konsentrasi zat pendiispersi.
Pada hasil pencelupan metoda carrier dengan variasi pertama, kain 1 dan 2
dicelup dengan waktu yang sama, tetapi letak perbedaannya pada pemberian carrier
dalam larutan celup. Kain 1 dengan resep pencelupan tanpa carrier menghasilkan
kain dengan intensitas warna yang sama dengan kain 2, namun kain 2 tampak lebih
cerah. Kecerahan tersebut dipengaruhi oleh pemberian carrier pada resep
pencelupan kain kedua sebanyak 0,5ml/L, sehingga warna lebih mudah terdifusi
didalam serat. Kain pertama tidak menggunakan carrier sehingga lebih suram. Telah
disebutkan diatas, bahwa fungsi carrier itu sendiri sebagai zat yang membantu
pelarutan zat warna, sedangkan ada kain pertama carrier tidak digunakan sehingga
zat warna tidak begitu larut dan warna yang dihasilkan menjadi lebih tua. Kemudian
perbedaan lain terdapat pada perbedaan pemberian konsentrasi carrier, yaitu pada
kain 3 dan 4 memiliki waktu celupan yang sama yaitu 40 menit, tetapi hasilnya
berbeda. Kain 3 lebih tua dibandingkan kain 4, hal tersebut dapat disebabkan oleh
pemberian konsentrasi carrier sebanyak 0,5 ml/L, sedangkan kain 4 carrier yang
diberikan sebanyak 1 ml/L. Konsentrasi carrier yang lebih banyak menyebabkan
pelarutan zat warna yang lebih banyak, sehingga zat warna lebih stabil dalam air.
Selanjutnya untuk kain 2 dan 3 memiliki persamaan dalam pemberian konsentrasi
carrier pada larutan celup, tetapi menghasilkan kain yang berbeda ketuaan
warnanya. Kain 3 menjadi loebih cerah dibandingkan kain 2. Hal tersebut disebabkan
oleh lamanya waktu pencelupan. Kain 3 waktu celupnya lebih lama, yaitu 40 menit
sedangkan kain ketiga waktu celupnya 30 menit. Waktu celup cukup mempengaruhi
pada hasil celupan, karena waktu celupan yang lama menyebabkan pori-pori
seratnya menggembung sehingga warnanya menjadi lebih muda.
Hasil selanjutnya yaitu pada pencelupan metoda carrier menggunakan variasi
konsentrasi zat pengemban yaitu sebanyak 1ml/L ; 2ml/L ; 3ml/L dan 4ml/L. Terlihat
hasil bahan celupan yang diperoleh memiliki tingkat ketuaan (arah) warna yang
berbeda. Disini terlihat bahwa arah warna akan semakin muda seiring dengan
banyaknya carrier yang ditambahkan pada proses pencelupan. Hal ini menunjukan
bahwa kondisi optimum carrier terdapat pada konsentrasi 1 ml/L. Seperti yang telah
dijelaskan bahwa pengaruh carier ini dapat menggembungkan pori-pori serat maka
apabila konsentrasi dari carrier itu berlebih maka pori-pori serat akan terbuka lebih
besar, maka migrasi zat warna tidak terkendali. Zat warna yang semula telah
berdisfusi ke dalam serat akan keluar kembali dan bermigrasi kelarutan. Selain itu
zat pengemban (carrier) dapat meningkatkan kelarutan zat warna, maka apabila
penggunaan carrier terlalu banyak zat warna akan lebih stabil didalam larutan
dibandingkan didalam bahan/serat sehingga akan memperkecil difusi zat warnanya
dan zat warna akan kesulitan masuk dalam serat. Akibat penggunaan zat
pengemban/carrier yang melebihi kondisi optimum maka warna hasil pencelupan
akan lebih muda.
Kemudian variasi selanjutnya yaitu konsentrasi zat pendispersi pada larutan
celup. Salah satu sifat dari zat warna disperse yaitu tidak dapat larut dalam air, maka
dibutuhkan atau dibuat system terdispersi dengan mediator zat pendispersi. Pada
dasarnya zat warna dispersi dapat terdispersi meskipun hanya sedikit sekali, akan
tetapi dengan ditambahkan zat pendispersi dapat membuat zat warna lebih larut
(terdispersi) secara sempurna. Pada praktikum ini dilakukan variasi zat pendispersi,
tanpa memvariasikan resep lainnya. Dilihat dari hasil pencelupannya, kain 1 dengan
tanpa penambahan zat pendispersi ternyata hasinya tidak begitu merata. Terlihat dari
adanya bintik-bintik putih, dan sedikit gumpalan dalam permukaan kain. Ini
diseabkan dari zat warna yang tidak terdispersi secara sempurna atau tidak secara
homogeny dalam larutan. Untuk kain 2, 3, dan 4 dengan ditambahkan zat
pendispersi yang berbeda-beda, membuat hasil pencelupan lebih tersebar sempurna
dan zat warna tidak beragregasi sehingga tetap terdispersi secara homogeny
didalam larutan. Dengan penambahan zat pendispersi 1 mL/L hasil pencelupan
terlihat lebih optimal dari ketuaan warna dan kerataannya dibandingkan dengan
sampel-sampel lainnya. Seperti pada kain 4 dengan konsentrasi zat pendispersi 1,5
mL ketuaan warnanya terlihat lebih muda dikarenakan zat warna terlalu stabil
didalam air, sehingga meskipun hasilnya rata tetapi ketuaan warnanya menjadi tidak
begitu baik.
Metoda pencelupan selanjutnya yaitu metoda HT/HP dengan variasi
pencelupan yang dilakukan yaitu memvariasikan konsentrasi zat warna, konsentrasi
zat anti-crease mark, konsentrasi suasana larutan dan mengidentifikasi tipe zat
warna dispersi berdasarkan hasil celupannya.
Pada hasil celupan dengan variasi konsentrasi zat warna ditujukan demi
mendapatkan warna hitam yang paling sempurna. Kain 1 dengan konsentrasi zat
warna 4 ml/L menghasilkan warna hitam yang sangat muda dibandingkan dengan
kain yang lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan pemberian konsentrasi zat
warna pada larutan celupnya. Jadi, telah terbukti bahwa semakin besar konsentrasi
zat warna menyebabkan warna yang dihasilkan semankin tua. Kain 2 dengan
konsentrasi zat warna 6ml/L menghasilkan warna yang sedikit lebih tua bila
dibandingkan kain 1, begitupun dengan kain 3. Namun, perbedaan antara kain 3 dan
4 tidak terlalu jauh ketuaan warnanya karena konsentrasi yang diberikan hanya 1
ml/L. Pada saat proses pencucian, kain dibagi menjadi dua. Sebagian kain dicuci
reduksi dan yang lainnya dicuci biasa. Metoda pencucian cukup berpengaruh. Hasil
pencucian reduksi membuat warnanya menjadi lebih muda dibandingkan cuci biasa.
Perbedaan tersebut disebabkan karena zat warna yang tidak terfiksasi dan masih
menempel di permukaan direduksi oleh natrium Hidrosulfit.
Kemudian hasil celupan dengan variasi konsentrasi zat anti crease mark ini
cukup berpengaruh terhadap kerattaan/tidak terjadi efek belang pada kain karena
fungsi dari zat anti crease itu sendiri ialah mencegah terjadinya efek belang/tidak rata
akibat lipatan-lipatan yang terjadi pada kain ternyata setelah dilakukan praktikum
dengan variasi konsentrasi zat anti creasemark sebanyak 0ml/l,1ml/l,2ml/l,3ml/l
berturut-turut hasilnya hampir sama , efek lipatan sangat kecil, bahkan tidak ada. Hal
ini disebabkan karena daya migrasi zat itu sendiri sudah baik dan tekstur kainya pun
lebih
tipis,
sehingga
memiliki
sedikit
resiko
lipatan
yang
menyebabkan
warna kuning yang berbeda dari kain yang lain. Hal tersebut terjadi karena poliester
akan tersublimasi pada suhu 1300C , dimana pada kondisi tersebut sebagian zat
warna menguap dan tidak terserap kedalam kain. Pada tipe B baiknya menggunakan
metoda carrier namun dengan metoda HT/HP pun juga baik, warna yang dihasilkan
lebih suram karena dari segi ukuran molekulnya yang cukup besar dibandingkan tipe
A. Kemudian pada zat warna tipe C memiliki ukuran molekul yang besar sehingga
warna yang dihasilkan lebih suram dibandingkan dengan zat warna lainnya dan tipe
ini sangat cocol untuk digunakan HT/HP. Dari hasil praktikum di dapat kain 1 dengan
zat warna tipe A sebanyak 1% warna yang dihasilkan sangat muda, kain 2 dengan
zat warna tipe B sebanyak 1% hasilnya muda, kain ke 3 dengan zat warna tipe C 1%
cukup, kain ke 4 dengan zat warna tipe A dengan konsentrasi 2% tua dan yang
terakhir percobaan kain 5 dengan zat warna tipe C sebanyak 2% sangat tua. Dari
hasil celup tersebut dapat dibandingkan bahwa segi konsentrasi larutan zat
warnanya, pada tipe A dan C dengan konsentrasi 1 % dapat terlihat beda
dibandingkan dengan konsentrasi zat warna yang lebih tinggi, dan jika dibandingkan
yaitu tipe A dan tipe C, ukuran mokekul tipe c sangat besar sehingga kemampuan
agregasi zat warnanya tinggi apalagi dengan bantuan suhu tinggi dan tekanan yang
tinggi pula, akan mengakibatkan zat warna atau molekul zat warna mudah untuk
berdekatan dan mudah untuk berikatan dengan serat dengan seiring kenaikan suhu,
bebeda dengan ukuran molekul yang kecil suhu yang tinggi mengakibatkan gerakan
molekul tinggi atau cepat dalam larutan zat warna sehingga resiko tidak rata atau
hasil muda akan terjadi.
Pencelupan pada poliester yang terakhir dilakukan dengan menggunakan
variasi suhu thermofiksasi, pengaruh variasi heat setting, dan pengaruh variasi
konsentrasi zat anti migrasi.
Pada hasil celupan dengan memvriasikan suhu thermofiksi digunakan zat
warna disperse yellow green , sehingga menghasilkan warna kuning kehijauan. Kain
1 dengan suhu thermofiksasi yang rendah (1900C) menghasilkan ketuaan warna
yang paling muda diantara lainnya. Suhu yang paling rendah menyebabkan fiksasi
zat warna tidak terlalu banyak. Kain 2 dengan suhu thermofiksasi (200 0C)
menghasilkan kain yang lebih tua dibandingkan dengan kain 1, begitu pun dengan
kain 3. Kain 3 pun memiliki ketuaan warna yang lebih tua dibandingkan dengan dua
kain sebelumnya. Kain 4 juga menghasilkan warna yang paling tua dibandingkan
kain yang lainnya. Sehingga, dari percobaan ini terbukti bahwa suhu thermofiksasi
yang tinggi dapat membuka pori-pori serat dan zat warna yang terfiksasi pun menjadi
semakin banyak.
Kemudian pada hasil celupan dengan variasi heat setting tentunya memberikan hasil
celupan yang berbeda pula. Berdasarkan hasil pencelupan poliester dengan zat
warna dispersi system kontinyu (thermosol) menggunakan variasi suhu termofiksasi.
Didapatkan hasil optimum yaitu pada kain 2 menggunakan suhu termofiksasi 220C
dengan proses dilakukan proses heat setting. Pada bahan yang tidak melewati
proses heat setting dalam mencapai kerataan warna menjadi sangat sulit dibanding
bahan yang telah melewati proses heat setting, hal ini terjadi karena stabilitas
dimensi dan daya serap bahan yang telah melewati proses heat setting menjadi lebih
meningkat maka adsorpsi zat warna akan menjadi lebih baik dan migrasi zat warna
pun lebih tinggi. Untuk suhu termofiksasi, pada suhu 220C mengakibatkan
meningkatnya ketuaan warna dibanding suhu 210C, ini terjadi karena semakin
banyak pula zat warna dispersi yang tersublim dan berubah fasa dari solid menjadi
fasa uap. Sehingga zat warna dapat teradsorpsi secara optimum kedalam serat
poliester.
Pencelupan metoda thermosol terakhir dilakukan dengan memvariasikan zat
anti migrasi yang dimasukan kedalam larutan celup dan suhu thermofiksasi agar bisa
membandingkan pengaruhnya terhadap ketuaan dan kerataan. Pada praktikum kali
ini, sebelum dilakukan pencelupan, semua kain dilakukan proses heat setting terlebih
dahulu pada suhu 1900C. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan stabilitas
dimensi kain, sehingga saat pencelupan, zat warna yang terserap lebih rata dan tua.
Fungsi dari zat anti migrasi adalah mencegah migrasi saat proses pengeringan awal,
sehingga hasil pencelupan dengan penambahan zat anti migrasi, kain tampak lebih
rata. Berbeda halnya dengan kain tanpa penambahan zat anti migrasi. Hasil
pencelupan jelas tampak sedikit tidak rata, ini disebabkan adanya proses migrasi zat
warna yang tak terkontrol. Perbandingan suhu thermofiksasi 2000C dan 2200C,
memiliki ketuaan warna yang bervariasi. Sampel dengan suhu termofiksasi 220 0C,
warna yang dihasilkan lebih tua. Hal ini disebabkan adanya proses sublimasi zat
warna yang kondisinya pekat. Jadi semakin tinggi suhu termofiksasinya, maka zat
warna yang masuk akan semakin banyak. Dalam hal ini kain 2 dengan tanpa
penambahan zat anti migrasi dan suhu 2200C, ketuaan warnanya tidak lebih baik dari
kain yang ditambahkan zat anti migrasi dan menggunakan suhu 2000C. Hal ini
disebabkan karena penambahan zat anti migrasi membuat zat warna menjadi lebih
optimum jika dibandingkan dengan tanpa penambahan zat anti migrasi, sehingga
kerataan dan ketuaan lebih baik. Ini berarti penambahan zat anti migrasi dan suhu
thermofiksasi berpengaruh pada kerataan dn ketuaan warna.
Berdasarkan hasil dari ketiga percobaan diatas, metoda thermosol sangat
baik digunakan untuk pencelupan dengan skala produksi yang tinggi, karena selain
prosesnya yang cepat, metoda thermosol ini juga sangat efisien karena pada
prosesnya sangat menghemat air. Sedangkan unttuk produksi skala kecil sebaiknya
menggunakan metoda HT/HP, karena pada dasarnya poliester merupakan zat warna
yang kuat pada suhu tinggi. Pemberian suhu dan tekanan yang tinggi dapat
membuat pori-pori mengembang dan zat warna yang masuk akan banyak, selain itu,
hasil ketuaan warna dapat diatur dengan memperlambat kenaikan suhu, sedangkan
metoda carrier warna yang dihasilkannya tidak dapat diatur.Selain itu metoda HT/HP
menghasilkan kain dengan ketahanan luntur yang baik, akibat dari proses difusi zat
warna yang baik.
Namun, dibalik semua kelebihan metoda tersebut tetap saja terdapat
kekurangannya. Seperti pada metoda thermosol, meski dapat lebih efisien namun
proses persiapannya lama, dan memerlukan investasi mesin yang cukup mahal.
Sedangkan metoda HT/HP itu tidak hemat energi karena menggunakan suhu tinggi
selama 45 menit, dan banyaknya limbah yang dihasilkan mengingat penggunaan zat
pembantunya yang sangat beragam.
VII.
Kesimpulan
Berdasarkan semua data yang diperoleh, tentunya memiliki kelebihan dan
hasil celupan.
Pada pencelupan metoda thermosol faktor yang berpengaruh terhadap hasil
celupan adalah penggunaan suhu thermofiksasi, perlakuan proses heat
setting, dan pemberian konsentrasi zat anti migrasi.
Daftar Pustaka
1.
co.,LTD.
2.
Superakhawat08.wordpress.com (13 oktober 2013, 08.05 WIB.).
3. Agus Taufik, 2006, EFEK KONSENTRASI ZAT PENGEMBAN TERHADAP
KETUAAN WARNA PADA PENCELUPAN SERAT POLIESTER DENGAN ZAT
WARNA DISPERSI, Yogyakarta.
4. M.Ichwan, 2012, Pedoman Praktikum teknologi Pencelupan, Bandung.
Kelompok
:3
(12020053)
Florentina Metamia
(12020062)
M. Riza Subagja
(12020063)
Puput Nuraini
(12020072)
Dosen
3 -K3