You are on page 1of 121

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI ANTIFERTILITAS EKSTRAK ETANOL 70% BIJI


JARAK PAGAR (Jatropha curcas L. ) PADA TIKUS
JANTAN GALUR Sprague Dawley SECARA IN VIVO

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi

WIDYA DWI ARINI


NIM : 108102000056

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
NOVEMBER 2012

ii

iii

iv

ABSTRAK

Nama
: Widya Dwi Arini
Program Studi : Farmasi
Judul
: Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In
Vivo

Penelitian ini dilakukan untuk menguji efek antifertilitas ekstrak etanol 70% biji
jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan. Ekstrak diberikan secara oral
sekali sehari dalam 48 hari. Sampel terdiri dari 20 ekor tikus jantan galur Sprague
Dawley yang dibagi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol (Na CMC 1%),
kelompok perlakuan I (5mg/kg BB), II (25 mg/kg BB), dan III (50 mg/kg BB).
Kemudian hasil dianalisis dengan menggunakan analisis One Way ANOVA dan
dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dengan dosis 5 mg/kg BB,
25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB memberikan penurunan yang bermakna terhadap
konsentrasi spermatozoa, bobot testis, dan diameter tubulus seminiferus
dibandingkan dengan kontrol (p 0,05). Jumlah spermatosit pakiten dan jumlah
sel Sertoli dihitung pada seluruh tahapan dan jumlah spermatosit pakiten per
jumlah sel Sertoli masing-masing dihitung dalam tahap II,VII dan XII dari siklus
epitel seminiferus. Hasil menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dosis 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB,
yaitu terjadi penurunan jumlah spermatosit pakiten pada kelompok perlakuan (p
0,05). Terjadi penurunan jumlah sel Sertoli secara bermakna pada dosis 5 mg/kg
BB dan 25 mg/kg BB. Dari beberapa hasil pengamatan tersebut, disimpulkan
bahwa ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dapat mempengaruhi spermatogenesis
tikus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai bahan
kontrasepsi pria.

Kata kunci : Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.), berat testis, konsentrasi
spermatozoa, diameter tubulus seminiferus, spermatosit pakiten.

v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Nama
: Widya Dwi Arini
Program Studi : Farmasi
Judul
: Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In
Vivo
This study was aimed to find out anti-fertility effects of 70% ethanolic extract of
Jatropha curcas seeds of male rats. The extract was given orally once a day for 48
days. The sample consisted of 20 Sprague Dawley male rats that were divided
four groups: control group (CMC Na 1%), treatment I (5 mg/Kg BW), II (25
mg/Kg BW), and III (50 mg/Kg BW). The result of experiment was analyzed by
using One Way ANOVA and by Multiple Comparisons test. The results showed
that 70% ethanolic extract of Jatropha curcas seed in dosage 5 mg/Kg BW, 25
mg/Kg BW, and 50 mg/Kg BW resulted significant decrease to sperm
concentration, testis weight, and diameter of seminiferous tubules compared with
control (p 0,05). The number of pachytene spermatocytes and Sertoli cells were
counted in all stages and number of pachytene spermatocytes per Sertoli cells
were counted in stages II,VII and XII of the cycle of the seminiferous epithelium.
The results showed significant difference between the control and the treatment
dosage 25 mg/Kg BW and treament 50 mg/Kg BW groups. There were decreased
the number of pachyten spermatocytes in treatment groups (p 0,05). A decline in
the number of Sertoli cells was significantly in dosage 5 mg/kg BW and 25 mg/kg
BW. This concluded that the 70% ethanolic extract of Jatropha curcas seed
influenced the spermatogenesis of rat. It is hoped that the results of this study can
be used to develop a male contraceptive method.

Key Words: Jatropha curcas seeds, testis weight, sperm concentration, diameter
of seminiferous tubules, sperm concentration, pachytene spematocytes.

vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.
Skripsi yang berjudul Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara
In Vivodisusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari ada
beberapa pihak yang sangat memberikan kontribusi kepada penulis. Maka, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
sebagai pembimbing, terima kasih atas arahan, bimbingan dan kesabaran
dalam meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membimbing
penulis selama ini.
2. Drs. Umar Mansur M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Azrifitria, M.Si, Apt sebagai pembimbing, terimakasih telah banyak
memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama
menyusun skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
5. Kedua orang tua, yang telah memberikan dorongan, semangat, dan
pengertiannya bagi penulis baik secara moril dan materiil.
6. Seluruh kakak-kakak laboran yang telah membantu penulis selama
penelitian di kampus.
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Enrico S. Caesar, penyemangat yang selalu mendoakan, mengisi warnawarni kehidupan, setia dan selalu sabar mendengar keluh kesah penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Teman seperjuangan sepenelitian Rr.Alvira Widjaya, terima kasih atas
bantuan, motivasi, dan kebersamaannya selama penelitian.
9. Sahabat-sahabat tersayang yang selalu ada (Vira, Sivia, Septi, Ade, Indah,
Pura) yang tak henti memberikan doa, semangat, masukan untuk
kelancaran penyusunan skripsi.
10. Teman-teman Alcoolique ( Dian, Dwinur, Ayu, dll ) dan Beta Laktam yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan doa,
dukungan, dan persaudaraan selama ini untuk penulis.
11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah
membantu penyelesaian skripsi.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran
pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki kemampuan penulis.

Jakarta,

November 2012

Penulis

viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................


HALAMAN PERSYARATAN ORISINALITAS ......................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
ABSTRAK .....................................................................................................
ABSTRACT ...................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................
1.4. Hipotesis .....................................................................................
1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
2.1. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) ..................................................
2.1.1 Sejarah dan Sinonim .........................................................
2.1.2 Klasifikasi .........................................................................
2.1.3 Morfologi ..........................................................................
2.1.4 Kandungan Bahan Aktif ..................................................
2.1.5 Kegunaan ..........................................................................
2.2.Simplisia dan Ekstrak .....................................................................
2.2.1. Simplisia ...........................................................................
2.2.2. Ekstrak ..............................................................................
2.3.Ekstraksi ........................................................................................
2.3.1. Cara dingin .......................................................................
2.3.1.1. Maserasi ...............................................................
2.3.1.2. Perkolasi ..............................................................
2.3.2. Cara Panas ........................................................................
2.3.2.1. Refluks .................................................................
2.3.2.2. Soxhlet .................................................................
2.3.2.3. Digesti ..................................................................
2.3.2.4. Infus .....................................................................
2.3.2.5. Dekok...................................................................

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xiii
xiv
xvi
1
1
4
4
4
5
6
6
6
7
7
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
11
11
12
12
12

x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.3. Destilasi uap .....................................................................


2.3.4. Cara Ekstraksi lainnya ......................................................
2.3.4.1. Ekstraksi berkesinambungan ...............................
2.3.4.2. Super kritikal kabondioksida ...............................
2.3.4.3. Ekstraksi ultrasonik .............................................
2.3.4.4. Ekstraksi energi listrik .........................................
2.4. Tinjauan Hewan Percobaan............................................................
2.4.1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) .....................
2.4.2. Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) .........................
2.5. Sistem Reproduksi Jantan ..............................................................
2.5.1. Produksi Sperma ..............................................................
2.5.2. Spermatogenesis Pada Tikus ............................................
2.5.3. Peran Hormon Pada Spermatogenesis ..............................
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................
3.2. Alat dan Bahan ...............................................................................
3.2.1. Hewan Uji .........................................................................
3.2.2. Bahan Uji ..........................................................................
3.2.3. Bahan Kimia .....................................................................
3.2.4. Alat ..................................................................................
3.3.Rancangan Penelitian ......................................................................
3.4.Kegiatan Penelitian ..........................................................................
3.4.1. Pemeriksaan Simplisia ......................................................
3.4.2. Penyiapan Simplisia .........................................................
3.4.3. Pembuatan Ekstrak ...........................................................
3.4.4. Penapisan Fitokimia .........................................................
3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik ..............
3.4.5.1. Identitas ekstrak ...................................................
3.4.5.2. Organoleptik ........................................................
3.4.5.3. Susut pengeringan................................................
3.4.5.4. Kadar abu .............................................................
3.4.6. Persiapan Hewan Uji ........................................................
3.4.7. Pemberian Perlakuan ........................................................
3.4.8. Pembuatan Preparat ..........................................................
3.4.9. Pengukuran Parameter Uji ................................................
3.4.9.1. Pengukuran Bobot Testis .....................................
3.4.9.2. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa ................
3.4.9.3. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ........
3.4.9.4. Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit
PakitenTerhadap Jumlah Sel Sertoli ...................
3.5. Analisis Data...................................................................................

12
12
12
13
13
13
13
13
14
15
18
19
21
24
24
24
24
24
24
24
25
26
26
26
26
27
29
29
29
29
30
30
31
31
31
31
31
33
33
34

xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................


4.1. Hasil Penelitian ...............................................................................
4.1.1. Ekstraksi ...........................................................................
4.1.2. Penapisan Fitokimia .........................................................
4.1.3. Parameter Standar .............................................................
4.1.4. Pengukuran Berat Badan Tikus ........................................
4.1.5. Pengukuran Bobot Testis ..................................................
4.1.6. Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .............................
4.1.7. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus .....................
4.1.8. Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten
Terhadap Jumlah Sel Sertoli .............................................
4.2. Pembahasan ...................................................................................
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
5.1.Kesimpulan .......................................................................................
5.2.Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................

35
35
35
35
35
36
36
38
39
40
43
54
54
54
55
63

xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1. Data Biologis Tikus ..................................................... ........................


3.1. Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak yang Dihitung... .......
3.2. Cara Pengenceran ................................................................... .............
3.3. Rumus Konsentrasi Spermatozoa.................................................. .......
4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak etanol 70 % Biji Jarak Pagar ........
4.2. Parameter Standar Simplisia dan Ekstrak .............................................
4.3. Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ......................................
4.4. Rata-rata Bobot Testis Tikus ................................................................
4.5. Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tikus ...........................................
4.6. Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus .............................................
4.7. Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli .............
4.8. Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten ..................................................
4.9. Rata-rata Jumlah Sel Sertoli ................................................................

15
32
32
33
35
35
36
37
38
39
40
41
42

xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8
16
18
20
22
36

Bunga, buah dan biji Jatropha curcas L ...........................................


Anatomi sistem reproduksi tikus jantan ............................................
Spermatozoa tikus.......................................................... ...................
Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus .........................
Poros hipotalamus hipofisis gonad ..............................................
Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok .............................
Grafik hasil rata-rata bobot testis setelah pemberian ekstrak
etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari .......................................
8. Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa (juta/mL) setelah
pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari .........
9. Grafik hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah
pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari .........
10. Grafik hasil rata-rata perbandingan jumlah spermatosit pakiten
terhadap jumlah sel Sertoli setelah pemberian ekstrak etanol 70%
biji jarak pagar selama 48 hari ..........................................................
11. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten setelah
pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari .........
12. Grafik hasil rata-rata jumlah sel Sertoli setelah pemberian ekstrak
etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari .......................................
13. Biji jarak pagar ..................................................................................
14. Serbuk simplisia biji jarak pagar .......................................................
15. Tikus putih jantan galur Sprague Dawley .........................................
16. Etanol 70% ........................................................................................
17. Ekstrak kental etanol 70% biji jarak pagar........................................
18. Larutan Na CMC 1%.........................................................................
19. Ekstrak yang telah disuspensikan dalam Na CMC 1% .....................
20. Larutan George ..................................................................................
21. Larutan NaCl fisiologis .....................................................................
22. Alat pencekok oral ............................................................................
23. Seperangkat alat bedah ......................................................................
24. Timbangan berat badan hewan uji (Ohauss) .....................................
25. Vacum rotary evaporator (Eyela) ......................................................
26. Oven (Memmert) ...............................................................................
27. Tanur (Thermo Scientific).................................................................
28. Timbangan analitik (AND GH-202...................................................
29. Freeze dry (Eyela FDU 1200))..........................................................
30. Mikropipet ukuran 10-20 L.............................................................
31. Mikropipet ukuran 200 L ................................................................
32. Haemositometer Improved Neubeur .................................................
33. Mikroskop optik (Motic BA310) ......................................................
34. Penimbangan serbuk simplisia biji jarak pagar .................................
35. Maserasi serbuk simplisia biji jarak pagar dengan etanol 70% ........

37
38
39

40
42
42
65
65
65
65
65
65
65
65
65
65
65
65
66
66
66
66
66
66
66
66
66
67
67

xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

36. Penyaringan maserat .........................................................................


37. Pemekatan maserat ............................................................................
38. Proses freeze dry ekstrak cair etanol 70% biji jarak pagar ................
39. Pembuatan larutan Na CMC 1% .......................................................
40. Pemberian makan hewan uji ad libitum ............................................
41. Pemberian minum hewan uji ad libitum ...........................................
42. Penimbangan berat badan hewan uji .................................................
43. Pemberian ekstrak secara oral menggunakan alat pencekok oral .....
44. Pembiusan hewan uji .........................................................................
45. Pembedahan hewan uji ......................................................................
46. Pengeluran cairan sperma dari kauda epididimis dengan bantuan
cairan NaCl ........................................................................................
47. Pencucian organ testis dengan larutan NaCl fisiologis .....................
48. Epididimis .........................................................................................
49. Organ testis dan epididimis ...............................................................
50. Penimbangan organ testis ..................................................................
51. Pengawetan organ testis ....................................................................
52. Pengambilan cairan spermatozoa ......................................................
53. Pengenceran spermatozoa dengan larutan George ............................
54. Spermatozoa pada kamar haemositometer ........................................
55. Pengamatan spermatozoa di bawah mikroskop dengan perbesaran
400x ...................................................................................................
56. Kontrol,tahap II, Perbesaran 400x.....................................................
57. Kontrol,tahap VII, Perbesaran 400x ..................................................
58. Kontrol,tahap XII, Perbesaran 400x ..................................................
59. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB),
tahap II, Perbesaran 400x ..................................................................
60. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB),
tahap VII, Perbesaran 400x` ..............................................................
61. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB),
tahap XII, Perbesaran 400x ...............................................................
62. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),
tahap II, Perbesaran 400x ..................................................................
63. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),
tahap VII, Perbesaran 400x ...............................................................
64. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),
tahap XII, Perbesaran 400x ...............................................................
65. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),
Perbesaran 400x ................................................................................
66. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),
tahap II, Perbesaran 400x ..................................................................
67. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),
tahap VII, Perbesaran 400x ...............................................................
68. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),
tahap XII, Perbesaran 400x ...............................................................
69. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),
Perbesaran 400x ................................................................................

67
67
67
67
67
67
67
67
67
67
68
68
68
68
68
68
68
68
68
68
100
100
100
101
101
101
102
102
102
103
104
104
104
105

xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.

Hasil Determinasi Tanaman .............................................................


Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar ....
Gambar Bahan dan Alat Penelitian ...................................................
Gambar Kegiatan Penelitian Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol
70% Biji Jarak Pagar ........................................................................
5. Pemeriksaan Parameter Ekstrak .......................................................
6. Alur penelitian ..................................................................................
7. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Biji Jarak .........................................
8. Berat Badan Tikus Jantan..................................................................
9. Hasil Pengukuran Bobot Testis ........................................................
10. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ...................................
11. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ............................
12. Hasil Perhitungan Jumlah Spermatozoa Pakiten per Jumlah Sel
Sertoli ................................................................................................
13. Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten ................................
14. Hasil Perhitungan Jumlah Sel Sertoli ................................................
15. Analisis Data Bobot Testis ................................................................
16. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa ..........................................
17. Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus ..................................
18. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli. ..
19. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten .......................................
20. Analisis Data Jumlah Sel Sertoli .......................................................
21. Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Kontrol .......................
22. Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak
Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB) .....................................
23. Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak
Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB) ....................................
24. Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak
Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB) ....................................

63
64
65
67
69
70
71
72
74
75
76
77
78
79
80
83
86
89
94
97
100
101
102
104

xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1.

LATAR BELAKANG
Masalah kependudukan tetap menjadi isu yang sangat penting dan

mendesak, utamanya yang berkaitan dengan aspek pengendalian kuantitas


penduduk, peningkatan kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk,
jika dikaitkan dengan potensi ancaman ledakan penduduk kedepan. Saat ini
penduduk dunia telah mencapai 7 milyar jiwa atau bertambah 1 milyar jiwa
hanya dalam waktu 10 tahun (pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia sekitar 6
milyar). Berdasarkan hasil sensus 2010, penduduk Indonesia bertambah 32,5 juta
jiwa, dan rata-rata pertumbuhan 1,49 persen. Apabila laju pertambahan
penduduk masih 1,49 persen seperti sekarang, maka jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2045 menjadi 450 juta jiwa. Hal ini berarti, 1 dari 20 penduduk dunia
adalah orang Indonesia (BKKBN, 2012). Proyeksi tersebut kemungkinan tidak
akan banyak berubah jika pengelolaan program Keluarga Berencana (KB)
dilaksanakan dengan optimal. Namun jumlah tersebut sangat mungkin
meningkat, apabila intensitas dan frekuensi pengelolaan program KB menurun.
Di Indonesia, program pembangunan nasional KB mempunyai arti yang
sangat penting dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia sejahtera disamping
program pendidikan dan kesehatan. Peserta KB di Indonesia masih didominasi
oleh perempuan. Pemerintah dengan berbagai sumber daya yang ada telah
berupaya untuk meningkatkan kesertaan pria dalam ber-KB, namun hasilnya
belum seperti yang diharapkan (BKKBN, 2008). Bentuk partisipasi pria dalam
ber-KB adalah menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan,
seperti kondom, vasektomi, serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami
(metode sanggama terputus dan metode pantang berkala) (Bhakti Ekarini, 2008).
Kontrasepsi untuk pria yang dianggap sudah mantap adalah kondom dan
vasektomi. Namun penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi menimbulkan
keluhan psikologik, sedangkan vasektomi walaupun merupakan kontrasepsi yang
dapat diandalkan, bersifat aman, efektif dan mudah, sangat baik untuk pasangan
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang tidak menginginkan anak lagi, tetapi banyak tidak disukai pria, karena
mereka beranggapan bahwa dengan vasektomi akan menghilangkan keperkasaan
mereka. Oleh karena itu, para pakar berusaha untuk mencarikan cara yang aman
untuk para pria tetapi tidak akan merasa dihilangkan sifat keperkasaannya. Salah
satu cara adalah beralih ke tanaman (Hartini, 2011). Pada beberapa dekade
terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan
keamanan kontrasepsi pria. Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat
jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia
(tidak adanya sperma didalam semen) (BKKBN, 2006).
Untuk saat sekarang masyarakat lebih memilih alternatif menggunakan
obat tradisional karena dianggap relatif lebih murah, efisien dan lebih aman dari
efek samping dibandingkan dengan obat sintetik (Andria, 2012). Hal ini
mengingat bahwa di Indonesia kaya akan sumber daya tanaman obat, sehingga
mempunyai peluang untuk memperoleh kontrasepsi pria yang berasal dari
tanaman.
Di Indonesia, terdapat beberapa jenis tanaman yang telah diteliti efeknya
terhadap organ reproduksi jantan. Beberapa tanaman tersebut adalah ekstrak
metanol batang manggarsih dimana selama 35 hari mampu menyebabkan
penurunan jumlah spermatosit sekunder dan jumlah spermatozoa mencit namun
tidak mampu menyebabkan penurunan berat testis, diameter tubulus seminiferus
testis, jumlah spermatosit primer, dan jumlah spermatid (Ulimaz, 2010). Dari
penelitian Yurnadi dkk (2002) diketahui bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya
selama 20 hari pada berbagai dosis terhadap tikus belum dapat menurunkan
konsentrasi spermatozoa vas deferen, akan tetapi dapat menurunkan populasi sel
spermatogonium A dan spermatosit primer preleptoten. Selain itu, pada tanaman
Momordica charantia L. dengan pemberian selama 20 hari memberikan hasil
penurunan pada jumlah spermatozoa dan pada 40 hari memberikan hasil
penurunan jumlah spermatozoa yang lebih banyak. Namun, pada pemberian
Momordica charantia L. selama 60 hari tidak memberikan perubahan yang
bermakna (Saptogino, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Salah satu tanaman tradisional yang diharapkan dapat menjadi


antifertilitas adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Tanaman jarak pagar
memilki nilai pengobatan yang besar. Ekstrak tanaman dapat digunakan untuk
mengobati alergi, luka bakar, peradangan, kusta, leucoderma, kudis dan cacar
(Sachdeva et al., 2012). Penggunaan obat tradisional untuk ekstrak dari biji jarak
pagar diantaranya sebagai pencahar, abortivum, antipiretik, antihelmentik, serta
pengobatan gout dan gonorrhea (Barceloux, 2008). Menurut Ejelonu et al.,
(2010), hasil skrining fitokimia dari biji jarak pagar positif mengandung
terpenoid, alkaloid, cardenolid, dan steroid.
Secara empiris, beberapa negara seperti, Kamboja, Vietnam dan India
telah menggunakan biji jarak sebagai bahan yang dapat menyebabkan aborsi. Di
negara Sudan Selatan, biji jarak juga digunakan sebagai bahan kontrasepsi oral
(Cambie and Brewis, 1999). Penelitian dari Goonasekera et al., (1995)
menyatakan bahwa pemberian buah jarak pagar secara oral dengan ekstrak yang
berbeda (metanol, petroleum eter dan diklorometana) pada tikus hamil untuk
beberapa periode waktu menunjukkan sifat aborsi. Berdasarkan hasil survey
berbagai tanaman di India, buah dan biji Jatropha curcas L. menunjukkan
aktivitas antifertilitas (Pokharkar et al., 2010). Secara ilmiah, dilaporkan bahwa
dengan pemberian ekstrak etanol biji jarak pagar diberikan secara oral
mempunyai aktivitas antifertilitas pada tikus betina (Ahirwar et al., 2010). Di
samping itu, buah dari tanaman jarak pagar juga mampu menurunkan motilitas
dan jumlah sperma serta memiliki aktivitas sebagai abortivum (Shweta et al.,
2011).
Penelitian tentang tanaman jarak pagar berpotensi sebagai antifertilitas
secara tradisional belum banyak diteliti di Indonesia. Selain itu, penggunaan biji
jarak pagar pada sistem reproduksi pria belum dilaporkan. Oleh karena itu,
penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antifertilitas dari ekstrak etanol 70%
biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada fungsi reproduksi tikus jantan ditinjau
dari konsentrasi sperma, berat testis, ukuran diameter tubulus seminiferus testis,
serta jumlah spermatosit pakiten dan sel Sertoli.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. 2.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah adalah

sebagai berikut :
1.

Sampai saat ini penggunaan kontrasepsi pria masih kondom dan


vasektomi, belum ada antifertilitas yang penggunaannya secara oral.

2.

Belum banyak tumbuhan di Indonesia yang diteliti sebagai obat


antifertilitas.

3.

Sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa biji jarak
pagar (Jatropha curcas L.) mempunyai efek antifertilitas pada tikus jantan.

1. 3.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian uji antifertilitas ekstrak etanol 70% biji jarak

pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo
sebagai berikut :
1.

Untuk menguji pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha
curcas L.) terhadap konsentrasi spermatozoa dan bobot testis tikus jantan
galur Sprague Dawley secara in vivo.

2.

Untuk menguji pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha
curcas L.) terhadap tahapan spermatogenesis dan diameter tubulus
seminiferus pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

1. 4.

HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian uji antifertilitas ekstrak etanol 70% biji jarak

pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo
sebagai berikut :
1.

Pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat
menurunkan konsentrasi spermatozoa dan bobot testis tikus jantan galur
Sprague Dawley secara in vivo.

2.

Pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat
mengganggu tahapan spermatogenesis dan mempunyai efek terhadap
berkurangnya diameter tubulus seminiferus dan pada tikus jantan galur
Sprague Dawley secara in vivo.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. 5.

MANFAAT PENELITIAN
Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang manfaat biji

jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai obat antispermatogenik dan


memberikan informasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu reproduksi
yang kemudian dapat digunakan sebagai obat kontrasepsi alami.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

2.1.1.

Sejarah dan Sinonim


Genus Jatropha memiliki 175 spesies, dari jumlah ini lima spesies

tumbuh di Indonesia, yaitu J. curcas L. dan J. gossypiifolia yang sudah


digunakan sebagai tanaman obat sedangkan J. integerrima Jacq., J. multifida dan
J. podagrica Hook. digunakan sebagai tanaman hias (Heller, 1996).
Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa
penajajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah oleh pemerintah Jepang
untuk membudidayakan tanaman jarak. Oleh karenanya, dalam waktu singkat
tanaman jarak menyebar cukup luas, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Wilayah Jawa Tengah meliputi daerah Semarang serta Solo dan sekitarnya.
Sementara, wilayah Jawa Timur meliputi Madiun, Lamongan, Besuki, dan
Malang. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman jarak meluas sampai di
Kawasan Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, dan sebagainya.
Jadi, nama-nama lokal untuk jarak pagar dapat ditemukan di daerah-daerah
(Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Meskipun banyak terdapat di Indonesia,
tanaman jarak pagar bukan berasal dari Indonesia. Tanaman ini berasal dari
Meksiko dan Amerika Tengah, tetapi tumbuh di sebagian besar negara tropis.
Tanaman ini tumbuh di Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tenggara, India,
dan Afrika (Heller, 1996).
Jatropha berasal dari kata Yunani, iatrs yang berarti medis dan troph
yang berarti makanan (Bartoli, 2008). Di Indonesia, jarak pagar juga dikenal
dengan nama jarak kosta, jarak paer, atau jarak wolanda. Nama tanaman jarak
pagar dengan daerahnya antara lain: physic nut, purging nut (English);
pourghre, pignon dInde (French); purgeernoot (Dutch); Purgiernu, Brechnu
(German); purgueira (Portuguese); fagiola dIndia (Italian); dand barr, habel
meluk (Arab);bagbherenda, jangliarandi, safed arand (Hindi); kadam (Nepal); yulu-tzu (Chinese); sabudam (Thailand); tbang-bkod (the Philippines); bagani
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Cte dIvoire); kpoti (Togo); tabanani (Senegal); mupuluka (Angola); butuje


(Nigeria) (Heller, 1996).
2.1.2.

Klasifikasi
Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. Dalam

sistematika

(taksonomi)

tumbuhan,

kedudukan

tanaman

jarak

pagar

diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Trachebionta (tumbuhan vascular)


Superdivision : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

2.1.3.

Division

: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Class

: Magnoliopsida (Dicotyledonae)

Subclass

: Rosidae

Order

: Euphorbiales

Family

: Euphorbiaceae

Genus

: Jatropha L.

Species

: Jatropha curcas L. (Bartoli, 2008).

Morfologi
Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai

umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1,5-5 meter.
Percabangannya tidak teratur, bulat dan tebal. Kulit batang berwarna keabuabuan atau kemerah-merahan. Apabila ditoreh, batang mengeluarkan getah
seperti latex berwarna putih atau kekuning-kuningan (Nurcholis dan Sumarsih,
2007).
Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai 6-16 cm dan lebar 5-15 cm.
Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung, bersudut
atau berlekuk 3-5 dan tepi daun gundul. Warna daun hijau atau hijau muda.
Bunga jarak pagar mulai muncul saat tanaman mulai berumur 3-4 bulan.
Pembungaan umunya terjadi pada musim kemarau. Walaupun demikian, pada
musim hujan juga dapat berbunga. Bunga terdiri atas bunga jantan dan bunga
betina. Dalam setiap malai terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga betina

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bertangkai tebal dan berambut seperti sarang laba-laba. Ukurannya lebih besar
daripada bunga jantan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Bjji yang sudah tua berbentuk bulat panjang. Ukuran panjang rata-rata
18 mm (berkisar antara 11-30 mm) dan lebar rata-rata 10 mm (berkisar antara 711 mm). Biji jarak bercangkang tipis. Kulit atau cangkang biji yang sudah tua
bagian luar berwarna hitam kotor dan setelah kering penuh retak-retak kecil. Jika
belum tua, warna biji lebih cerah atau kecokelat-cokelatan dengan permukaan
halus. Jika kulit buah telah kering, biji dapat terlepas sendiri dari buah. Biji
matang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning
(Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Buah jarak pagar banyak dihasilkan pada musim kering pada saat jumlah
daun berkurang karena banyak yang kering atau gugur. Sekitar 2-3 bulan setelah
pemupukan, pada umumnya tanaman dewasa sudah berbuah. Buah tersusun
dalam tandan buah. Setiap tandan berisi 10 buah atau lebih. Bentuk buah
membulat, berukuran panjang 2-3 cm. Permukaan buah rata (halus). Apabila
buah mengering dan kemudian pecah menurut ruang, dalam setiap buah terdapat
3 biji (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Gambar 1. Bunga, buah dan biji Jatropha curcas L. (Chong, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.4.

Kandungan Bahan Aktif


Kandungan kimia dalam biji jarak pagar adalah senyawa seperti

flavonoid, viteksin, isoviteksin (Aregheore et al., 2003), beta-sitosterol, Jatropha


factor C-1, Jatropha factor C-2, dan curcin (Mastiholimath, 2008). Terdapat juga
beberapa senyawa yang terkandung dalam biji jarak seperti saponin, tripsin
inhibitor, amilase inhibitor (Punsuvona et al., 2012).
Setiap 100 g biji mengandung 6,6 g H2O, 18,2 g protein, 3,8 g lemak,
33,5 g total karbohidrat, 15,15 g serat dan 4,5 g abu. Biji dilaporkan juga
mengandung glukosa, fruktosa, galaktosa, asam oleat, asam linoleat, asam
miristat, asam palmitat, asam stearat, protein, minyak, dan curcin (Mahmud,
2007). Senyawa toksik dalam biji jarak pagar adalah lektin dan phorbolester.
Senyawa lektin maupun phorbolester dapat terdegradasi sehingga toksisitasnya
berkurang bahkan hilang, yaitu dengan pemanasan dan dengan reaksi kimia
(Muliani, 2011).
2.1.5.

Kegunaan
Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji, daun dan kulit kayu,

segar atau sebagai rebusan digunakan dalam pengobatan tradisional. Minyak dari
biji memiliki tindakan pencahar yang kuat dan juga banyak digunakan untuk
penyakit kulit dan untuk meredakan rasa sakit seperti yang disebabkan oleh
rematik. Getah yang keluar dari batang digunakan untuk menghentikan
pendarahan dari luka. Rebusan dari daun digunakan untuk batuk dan sebagai
antiseptik setelah kelahiran (Heller, 1996). Lateks memiliki sifat antibiotik
terhadap beberapa bakteri ; diterapkan langsung pada luka dan dapat digunakan
sebagai antiseptik seperti pada ruam, luka bakar, dan infeksi kulit (Bartoli, 2008).
Dengan menggunakan ekstrak dari biji jarak pagar dapat mengobati
penyakit seperti hernia, kanker, gonorhoea. Hal ini yang pernah dicoba oleh
penduduk di Colombia untuk mengobati penyakit kelamin. Di Mesir, biji
digunakan untuk pengobatan arthritis, gout dan jaundice. Biji tanaman ini juga
telah digunakan secara tradisional untuk pengobatan banyak penyakit termasuk
luka bakar, kejang, demam dan peradangan (Prasad et al., 2012). Beberapa
negara seperti, Kamboja, Vietnam dan India telah menggunakan biji jarak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10

sebagai agensia aborsi, sedangkan di Sudan telah menggunakan biji jarak sebagai
agensia kontrasepsi (Cambie and Brewis, 1999).
2.2.

Simplisia dan Ekstrak

2.2.1.

Simplisia
Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan

ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk. Dalam buku Materia Medika
lndonesia ditetapkan definisi bahwa simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000).
Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia
pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh,
bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang
secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes
RI, 2000).
2.2.2.

Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ada beberapa jenis ekstrak yakni : ekstrak cair, ekstrak kental dan
ekstrak kering. Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang
mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan
lain pada masing-masing monografi tiap mL ekstrak mengandung senyawa aktif
dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih
bisa dituang biasanya kadar air lebih 30%. Ekstrak kental jika memilki kadar air
antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5%
(Saifudin dkk, 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11

2.3.

Ekstraksi

2.3.1.

Cara dingin

2.3.1.1.

Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur


ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan rnaserat
pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
2.3.1.2.

Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur


ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengernbangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoreh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1- 5 kali bahan (Depkes RI,
2000).
2.3.2
2.3.2.1.

Cara panas
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna (Depkes RI, 2000).
2.3.2.2.

Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12

2.3.2.3.

Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC (Depkes RI, 2000).
2.3.2.4.

Infus
lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)
selama waktu tertentu (15 - 20 menit) (Depkes RI, 2000).
2.3.2.5.

Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>300C) dan

temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).


2.3.3.

Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak

atisiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air darl ketel
secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Depkes
RI, 2000).
Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang
mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau
sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut
terdestilasi (Depkes RI, 2000).
2.3.4.
2.3.4.1.

Cara ekstraksi lainnya


Ekstraksi berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan pelarut yang

berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan


beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13

dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa
bejana ekstraksi (Depkes RI, 2000).
2.3.4.2.

Super kritikal karbondioksida


Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia, dan

umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan


temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk
melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut
dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah
sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak (Depkes RI, 2000).
2.3.4.3.

Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses

ekstrak dengan prinsip rneningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan


gelembung spontan sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase.
Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses
ultrasonikasi (Depkes RI, 2000).
2.3.4.4.

Ekstraksi energi listrik


Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet

serta "electric-discharges" yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan


hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan
gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik (Depkes RI, 2000).
2.4.

Tinjauan Hewan Percobaan

2.4.1.

Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)


Menurut Krinke (2000), klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus)

adalah sebagai berikut:


Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Subphylum : Vertebrata
Class

: Mammalia

Order

: Rodentia

Family

: Muridae

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14

2.4.2.

Genus

: Rattus

Species

: norvegicus

Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)


Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu
dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding
dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan
juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya
2-3 tahun dengan lama produksi 1 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika
Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus
liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman,
dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan
laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam
kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar
sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus
laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada
umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g,
tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur
yang paling besar diantara galur yang lain (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.
Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan
Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague-Dawley dengan ciriciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada
badannya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi
oleh peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis
outbred tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan
utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data
biologis tikus sebagai berikut :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

15

Tabel 2.1. Data biologis tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).


Lama hidup
Lama produksi ekonomis
Lama bunting
Umur dewasa
Umur dikawinkan
Siklus kelamin
Siklus estrus (berahi)
Lama estrus
Perkawinan
Ovulasi
Fertilisasi
Implantasi
Berat dewasa
Suhu (rektal)
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan Darah
Konsumsi oksigen
Sel darah merah
Sel darah putih
SGPT
SGOT
Kromosom
Aktivitas
Konsumsi makanan
Konsumsi minuman

2.5.

2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun


1 tahun
20-22 hari
40-60 hari
10 minggu (jantan dan betina)
Poliestrus
4-5 hari
9-20 jam
Pada waktu estrus
8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan
7-10 jam sesudah kawin
5-6 hari sesudah fertilisasi
300-400 g jantan; 250-300 g betina
36-39oC (rata-rata 37,5oC)
65-115/menit, turun menjadi 50 dengan
anestesi, naik sampai 150 dalam stress
330-480/menit, turun menjadi 250 dengan
anestesi, naik sampai 550 dalam stress
90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi
80 sistol, 55 diastol dengan anestesi
1,29-2,68 mL/g/jam
7,2-9,6 x 106/mm3
5,0-13 0 x 103/mm3
17,5-30,2 IU/liter
45,7-80,8 IU/liter
2n=42
nokturnal (malam)
12-20 g/hari (dewasa)
20-45 mL/hari (dewasa)

Sistem Reproduksi Tikus Jantan


Sistem reproduksi tikus jantan terdiri atas testis dan skrotum, epididimis,

duktus

deferens,

kelenjar

aksesori

(kelenjar

vesikulosa,

prostat

dan

bulbouretralis), uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini
berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

16

epididimis, suatu duktus konvolusi bergelung untuk membuat epididimis, suatu


organ yang terletak pada permukaan posterior testis (Fawcett, 2002).
Dari epididimis, duktus deferen yang lurus panjang naik dari skrotum
dan melalui aknalis inguinalis masuk ke dalam pelvis, tempat duktus ini berlanjut
dengan duktus ejakulatorius, suatu segmen terminal dari system duktus yang
membuka ke arah uretra prostatic. Berhubungan dengan sistem duktus adalah
tiga kelenjar asesorius, vesikula seminalis, prostat, dan kelenjar bulboureta.
Spermatozoa dari epididimis, bersama dengan hasil sekretorius kelenjar ini,
merupakan semen yang dikeluarkan melalui uretra penis (Fawcett, 2002).

Gambar 2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Suckow, 2006).


Pada

hewan

yang

melakukan

fertilisasi

secara

interna

organ

reproduksinya dilengkapi dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ


yang berfungsi menyalurkan spermatozoa dari organisme jantan ke betina.
Peranan hewan jantan dalam hal reproduksi terutama adalah memproduksi
spermatozoa dan sejumlah kecil cairan untuk memungkinkan sel spermatozoa
masuk menuju rahim (William, 2005).
Ketiga kelenjar asesorius mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa.
Vesikula seminalis merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17

kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang


merupakan sumber makanan bagi sperma. Kelenjar Cowper (kelenjar
bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju urethra.
Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat terletak
di pelvis, tepatnya di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan rektum.
Fungsi dari kelenjar prostat adalah memproduksi cairan prostat yang
mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang merupakan komponen utama
dari semen yang bersifat basa (William, 2005).
Testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan
produksi andogen. Oleh sebab itu, maka testis dapat juga dikatakan sebagai
kelenjar ganda karena secara fungsional bersifat endokrin dan juga eksokrin.
Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig yang menghasilkan androgen, terutama
testosteron. Fungsi eksokrin terletak pada epitelium seminiferus yang
menghasilkan spermatozoa (Fawcett, 2002).
Spermatogenesis terjadi di dalam suatu struktur yang disebut tubulus
seminiferus. Tubulus ini berlekuk-lekuk dalam lobul yang semua duktusnya
kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididimis. Produksi
androgen terjadi di dalam kantung dari sel khusus yang terdapat di daerah
interstitial antara tubulus. Tubulus seminferus dilapisi oleh epitelium bertingkat
yang sangat kompleks yang mengandung sel spermatogenik dan sel-sel yang
menunjang. Sel-sel penunjang berjenis tunggal disebut dengan sel Sertoli
(Heffner & Schust, 2005).
Tubulus seminiferus di kelilingi oleh membran basal. Di dekat membran
basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang
mengandung spermatozoa yang sedang berkembang di sepanjang tubulus disebut
epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis,
spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Di antara
spermatosit terdapat sel Sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural
untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli memfagosit
sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini merupakan satu-satunya sel
nongerminal dalam epitel seminiferus. Semua sel Sertoli berhubungan dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

18

membran basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang
berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki jari-jari sitoplasma yang
besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu
waktu (Heffner & Schust, 2005).
Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen
menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal
pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu, sel Sertoli juga
menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di
dalam kantong dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di daerah interstitial
antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2005).
2.5.1.

Produksi Sperma
Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL,

tidak berbeda signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 106/mL. Tubulus
seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni 347 + 5 m vs 262 + 9 m ,
tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis dibanding manusia (1,4 + 1
m vs 15,9 + 3,4 m). Epitel seminiferus tikus mengandung 40% lebih sel
spermatogenik dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus
manusia (Ilyas, 2007).
Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies
mamalia lainnya, termasuk manusia dan hewan domestik lainnya. Kepala sperma
pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya
(Krinke, 2000).

Gambar 3. Spermatozoa tikus (Rouge, 2004).


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

19

2.5.2.

Spermatogenesis Pada Tikus


Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis

pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel
Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat
kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa
pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka
mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah
sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa (Krinke,
2000).
Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis
melalui

suatu

perkembangan

yang

komplek

yang

disebut

dengan

spermatogenesis. Spermatogenesis memerlukan suatu seri komplek dimana


spermatozoa dihasilkan melalui tahap mitosis, meiosis, dan diferensiasi sel untuk
menjadi spermatozoa matang. Perubahan morfologi dari spermatid menjadi
spermatozoa

disebut

dengan

spermiogenesis.

Selanjutnya

spermatozoa

dilepaskan ke dalam lumen tubulus. Proses pelepasan tersebut dikenal dengan


proses spermiasi (Ilyas, 2007).
Spermatogonium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis:
tipe A, tipe intermediet dan tipe B. Tipe spermatogonia A ini dibagi lagi menjadi
tipe AO (disebut juga sel induk) dan tipe Al-A4. Tipe spermatogonium AO tetap
pada membran basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk
membelah menjadi dua sel anak, salah satunya menjadi spermatogonium A1,
yang seterusnya lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang
lainnya sebagai sel induk. Pada tikus, spermatogonium A1 kemudian memiliki
enam pembelahan mitosis, dan kemudian mereka menjadi spermatosit
preleptotene. Kemudian spermatosit dalam fase meiosis, di mana berkembang
menjadi leptotene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder di
komponen adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferus. Selama fase
meiosis, setiap spermatosit membelah menjadi empat spermatid haploid, yang
kemudian menjadi: spermatid fase golgi (1 3), terdapatnya granul akrosom;
fase cap (4 7), adanya head cap pada granul akrosom yang membesar dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

20

menutupi 1/3 bagian nukleus; fase akrosom (8 14), nukleus dan head cap
memanjang; fase maturasi (15 18) nukleusnya menjadi lebih pendek dan
sitoplasma terkondensasi di sepanjang ekor yang telah mulai memanjang; hingga
dihasilkannya spermatozoa (19) yang dilepaskan ke lumen dengan ekor
menghadap ke lumen (Krinke, 2000).

Gambar 4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari kiri bawah
searah jarum jam. A, tipe spermatogonium A; In , spermatogonium tipe
intermediet; B, tipe spermatogonium B; R, spermatosit primer resting; L,
spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; P(I), P(VII), P (XII),
spermatosit pachytene awal, pertengahan dan akhir. Angka romawi
menunjukkan tahap di mana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit
sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis.Tabel di tengah memberikan komposisi
sellular dari tahapan siklus pada epitel seminiferus (l-XIV). M superscript
mengindikasikan terjadinya mitosis. Diadaptasi dari Clermont dengan sedikit
modifikasi (1962). (Krinke, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

21

Dari gambar diatas terlihat pada stage II tampak spermatid yang telah
berekor yaitu spermatid yang telah mengalami maturasi. Sedangkan spermatozoa
hanya ditemukan pada stage VII dan pada stage XII tidak ditemukannya lagi
spermatid yang matur (tidak berekor).
Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus
seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang
tubulus menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima
generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus
dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik
lainnya biasanya menunjukkan pola mosaik di beberapa tahap. Pada tikus,
dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap.
Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk
spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap
spermatogenesis (Krinke, 2000).
2.5.3.

Peran Hormon Pada Spermatogenesis


Proses

spermatogenesis

dipengaruhi

oleh

hormon-hormon

yang

dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testis


memproduksi sejumlah hormon jantan yang kesemuanya disebut androgen. Yang
paling poten dari androgen adalah testosteron. Fungsi testosteron adalah
merangsang

pendewasaan

spermatozoa

yang

terbentuk

dalam

tubulus

seminiferus, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori dan merangsang


pertumbuhan sifat jantan (Partodihardjo, 1980).
Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang
epididimis dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol
pertumbuhan

dan

fungsi

vesikula

seminalis

serta

kelenjar

prostat.

Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah pengaruh hormon-hormon


yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi
pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel di bawah pengaruh FSH.
Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah
peranan LH dan testosteron. Tanpa testosteron spermatozoa tidak dapat mencapai
pendewasaan yang baik (Partodihardjo, 1980).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

22

Gambar 5. Poros hipotalamus hipofisis gonad. Di adaptasi dari WHO (World


Health Organization) 2002. (Ankley and Johnson, 2004).

Spermatogenesis dimulai pada saat pubertas karena adanya peningkatan


sekresi gonadotropin (FSH dan LH) dari hipofisis anterior. FSH dianggap
hormon penting untuk induksi spermatogenesis dan merangsang secara langsung
pada tubulus seminiferus, karena spermatogenesis lengkap pada tikus
hypophysectomise dipulihkan oleh pemberian FSH dalam kombinasi dengan LH
dan testosteron. Di sisi lain, efek spermatogenesis dari LH, kadang-kadang
disebut Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH) pada pria, karena tindakan
androgenik pada sel-sel Leydig di interstitial, dianggap dimediasi oleh androgen,
setidaknya pada tikus. Dalam konteks ini, sekresi LH juga merangsang sintesis
testosteron di sel Leydig pada testis (Krinke, 2000).
Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel Sertoli,
karena hormon peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan
spermatid melintasi sawar darah testis, yang terbentuk selama 16 - 19 hari setelah
kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melewati sawar darah
testis dengan difusi (dan mungkin juga oleh beberapa sistem transportasi). Telah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

23

dilaporkan bahwa tingkat testosteron pada tikus dewasa di dalam cairan


interstisial (lebih dari 50 ng/mL) jauh lebih tinggi dibanding pada testis (sekitar
30ng/mL) maupun cairan vena perifer (kurang dari 10 ng/mL), menunjukkan aksi
parakrin atau autokrin dari testosteron pada spermatogenesis di testis. Adanya
reseptor androgen pada sel germinal masih kontroversial, sementara ini reseptor
tersebut telah ditemukan dalam sel Leydig, sel peritubular, sel Sertoli dan lapisan
otot pembuluh darah pada sebagian arteri dalam testis tikus (Krinke, 2000).
Salah satu peran untuk sel Sertoli adalah produksi androgen yang
mengikat protein, dimana dirangsang oleh FSH dan testosteron. Ini juga telah
menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang tidak diketahui yang
dikeluarkan dari sel Sertoli, sebagai respon untuk merangsang FSH dan
testosteron, mungkin berkaitan dengan spermatogenesis (Krinke, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini berlangsung dalam waktu 6 bulan, terhitung dari bulan Mei

2012 sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium


Product Natural Analysis dan di Laboratorium Farmakologi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2.
3.2.1.

Alat dan Bahan


Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

jantan galur Sprague-Dawley, sehat, fertil, berumur 9 minggu dengan berat 250350 gram yang diperoleh dari Badan Pengawasan Obat Makanan.
3.2.2.

Bahan Uji
Bahan uji yang akan digunakan adalah biji dari tanaman jarak pagar

(Jatropha curcas L.) diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar Balitri Sukabumi.
Sebelum dilakukan penelitian, tanaman di determinasi terlebih dahulu di
Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.
3.2.3.

Bahan Kimia
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus

berupa pellet, aquades, larutan NaCl fisiologis, Na CMC, alkohol 70%, 80%, dan
96% , etanol 70% dan 95%, ammoniak 1 % dan 25 %, larutan HCl, kloroform,
pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH,
FeCl3, eter, petroleum eter, larutan Hematoksilin, larutan Bouin (asam pikrat,
formaldehid 4%, asam asetat), larutan xilol, larutan Eosin, larutan George,
paraffin.
3.2.4.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : labu erlenmeyer,

gelas ukur, ayakan mesh 40, timbangan analitik (AND GH-202), mortir, tabung
reaksi, cawan penguap, hot plate, corong,

kertas saring, batang pengaduk,

24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

25

perangkat rotary evaporator vacuum (Eyela), oven (Memmert), tanur (Thermo


Scientific), freeze dry (Eyela FD 1200), botol sampel, kandang hewan, tempat
makan dan minum tikus, timbangan hewan (Ohauss), alat pencekok oral (sonde),
beaker glass, obyek glass, kertas saring, Hemositometer Improved Neubeur, pipet
tetes, mikro pipet (Eppendorf Research plus), seperangkat alat bedah, dan
mikroskop optik (Motic BA310).
3.3.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan penelitian

yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan beberapa


kondisi perlakuan.
Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing
terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley (WHO, 2000).
Perlakuan yang digunakan adalah kontrol (tanpa perlakuan) dan tikus yang diberi
ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan 3 dosis yang berbeda. Acuan
dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahirwar et al.,
(2010). Perhitungan dosis dapat dilihat pada lampiran 7. Perlakuan yang
digunakan terdiri dari:
1. Kelompok I : Kelompok pembanding tanpa perlakuan sebanyak 5 ekor tikus
diberi pembawa (Na CMC 1%) sebanyak 1 mL serta makan dan minum.
2. Kelompok II : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi
suspensi ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan dosis rendah
yaitu 5 mg/kg BB, makan dan minum.
3. Kelompok III : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor

tikus yang diberi

suspensi ekstrak jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan dosis sedang yaitu
25 mg/kg BB, makan dan minum.
4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi
suspensi ekstrak jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan dosis tinggi yaitu 50
mg/kg BB, makan dan minum.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

26

3.4.

Kegiatan Penelitian

3.4.1.

Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)


Sebelum dilakukan penelitian, biji jarak pagar terlebih dahulu di

determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian BiologiLIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.
3.4.2.

Penyiapan Simplisia
Biji jarak pagar yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 8,15 %

diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar Balitri Sukabumi. Sebanyak 1,5 kg biji
jarak pagar yang telah dikeringkan kemudian dirajang atau diblender. Kemudian
dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 sehingga
dihasilkan serbuk simplisia sebanyak 674 gram. Serbuk simplisia disimpan
dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
3.4.3.

Pembuatan Ekstrak
Pada pembuatan ekstrak biji jarak pagar digunakan metode ekstraksi cara

dingin dengan maserasi dan menggunakan etanol 70% sebagai pelarut.


Serbuk simplisa sebanyak 674 gram ditimbang kemudian dimaserasi
dengan pelarut etanol 70% hingga sampel terendam. Pelarut diganti setiap 3 hari
sekali. Jumlah pelarut etanol 70% yang digunakan sebanyak 5400 mL. Hasil
maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi ini diulang hingga
dihasilkan maserat yang berwarna pucat (lebih bening daripada maserat awal).
Total maserat yang diperoleh yaitu sebanyak 4350 mL, kemudian dipekatkan
dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak sebanyak
128,8437 gram.
Namun, ekstrak yang dihasilkan belum cukup kental sehingga ekstrak
kemudian di freeze dry hingga dihasilkan ekstrak yang lebih kental sebanyak
46,6285 gram. Ekstrak yang dihasilkan selanjutnya disimpan dan digunakan
untuk perlakuan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

27

3.4.4.

Penapisan Fitokimia
Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan

golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol 70% biji jarak pagar seperti alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, dan steroid/terpenoid.
1. Identifikasi Golongan Alkaloid
Metoda Culvernor-Fitzgerald
Gerus 2-4 g material tumbuhan yang telah bersih potong-potong masukan
kedalam mortar dan tambahkan kloroform secukupnya dan pasir bersih,
kemudian digerus. Tambahkan 10 mL kloroform amoniakal diaduk rata.
Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan cara memerasnya pakai kain
kasa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian tambahkan 0.5 mL I M asam sulfat
dan kocok baik-baik, biarkan beberapa saat. Pipet lapisan atas yang jemih
kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff"s
dan tabung lainnya pereaksi Mayer's (2-3 tetes). Reaksi positif apabila
menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi Drogendorff's
dan endapan putih dengan pereaksi Mayer's. Catatan hasil sebagai berikut:
(+)

sedikit keruh

(++) sangat keruh


(+++) terjadi endapan (Chairul, 2003).
2. Identifikasi Golongan Flavonoid
Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 %, saring dan
keringkan diatas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan dengan
pencucian heksana beberapa kali sehingga warna pigmen hilang atau larutan
heksana tidak berwarna lagi. Panaskan residu yang bebas lemak diatas penangas
air untuk memindah sisa heksana. Tambahkan residu dengan 20 mL etanol dan
pindahkan masing-masing 10 mL kedalam 2 tabung reaksi. Masing-masing
tabung reaksi ditambahkan 0.5 mL asam klorida pekat dan dilakukan uji dengan
pereaksi Wilstatter (Chairul, 2003).
Pereaksi Wilstatter
Salah satu tabung reaksi yang telah berisikan asam klorida pekat ditambahkan
3-4 butir logam magnesium (Mg). Amati perubahan warna yang terjadi dalam 10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

28

menit. Apabila terbentuk warna, diencerkan dengan air secukupnya dan


tambahkan 1 mL oktil alkohol. Kocok kuat-kuat dan biarkan dan amati
perubahan wama pada masing-masing lapisan pelarut. Apabila terjadi
pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi positif terhadap
flavonoida (Chairul, 2003).
3. Identifikasi Golongan Saponin
Uji busa/buih (The Froth Test)
Buat 10 mL ekstrak etanol 80 % dari material tumbuhan (lebih kurang 2 g)
dan masukkan kedalam tabung reaksi yang mempunyai ukuran. Masing-masing
tabung tambahkan 10 mL air, tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik dan
biarkan selama 30 min. Apabila busa/ buih yang terjadi lebih besar 3 cm dari
permukaan larutan setelah 30 min, berarti material tumbuhan mengandung positif
saponin. Untuk material tumbuhan yang menghasilkan sedikit busa/buih,
tambahkan sedikit larutan Na2CO3. Kondisi busa/buih tetap stabil dan keras
menunjukkan adanya asam-asam lemak bebas (Chairul, 2003).
4. Identifikasi Golongan Tanin dan Polifenol
Pembuatan ekstrak
Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 %, saring dan
keringkan diatas penangas air. Residu ekstrak larutkan dengan 20 mL air panas,
tambahkan ekstrak 5 tetes larutan NaCI. Bagi ekstrak kedalam 2 tabung reaksi,
satu tabung digunakan sebagai kontrol dan lainnya untuk uji ferri klorida (FeC13)
(Chairul, 2003).
LIB gelatin
Salah satu tabung reaksi ditambahkan 3 tetes larutan gelatin dan amati
endapan protein yang terjadi dan bandingkan dengan kontrol (Chairul, 2003).
Pereaksi ferri klorida (FeCl3)
Tabung reaksi lainnya ditambahkan 3 tetes pereaksi ferri klorida (FeC13),
dimana tanin terhidrolisa memberikan wama biru atau biru-hitam, sedangkan
kondensasi tanin menberikan warna biru-hijau dan bandingkan dengan kontrol
(Chairul, 2003).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29

5. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid


Pada uji dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard, adanya steroid
menunjukkan warna biru-kehijauan sedangkan triterpenoid menunjukkan warna
merah, merah muda, atau ungu. Namun sebagai catatan saat pekerja di lapangan
menguji baik secara langsung pada simplisia maupun pada ekstrak terdapat
variansi warna yang dihasilkan, tergantung pada cara bagaimana test tersebut
dilakukan (Fransworth, 1996).
3.4.5.

Parameter Spesifik dan Non Spesifik (Depkes RI, 2000).

3.4.5.1. Identitas Ekstrak


Deskripsi tata nama :

Nama ekstrak.

Nama latin tumbuhan (sistematika botani).

Bagian tumbuhan yang digunakan.

Nama Indonesia tumbuhan.

3.4.5.2. Organoleptik
Penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa
sebagai berikut :

Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair.

Warna

: kuning, coklat, dll.

Bau

: aromatik, tidak berbau, dll.

Rasa

: pahit, manis, kelat, dll.

3.4.5.3. Susut Pengeringan


Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan
dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum
ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol
hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika
ekstrak yang diuji berupa esktrak kental, ratakan dengan batang pengaduk.
Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan
pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30

dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika
ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silica
pengering yang telah ditimbang secara seksama setelah dikeringkan dan
disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silica tersebut secara
rata dengan esktrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu
penetapan hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000).
3.4.5.4. Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
secara seksama dimasukkan ke dalam krus slilikat yang telah dipijarkan dan
ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang.
Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui
kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap,
timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 2000).
3.4.6.

Persiapan Hewan Uji


Sebelum percobaan, dilakukan uji fertilitas pada tikus putih jantan

dengan cara mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu (umur siap
dikawinkan) yang akan digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus
betina. Kemudian di amati apakah terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika
terjadi kehamilan maka menunjukkan bahwa tikus jantan yang akan digunakan
sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil.
Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang,
sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada
kondisi laboratorium, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang
baru. Selama proses adaptasi, diberi makan dan minum standar ad libitum,
dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Tikus
yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama aklimatisasi
tidak mengalami perubahan lebih dari 10% dan secara visual menunjukkan
perilaku yang normal.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

31

3.4.7.

Pemberian Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague-

Dawley yang diberikan 4 perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan


terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar yang
diperoleh disuspensikan dalam pembawa (Na CMC 1%) dengan dosis yang telah
ditentukan, diberikan secara oral (Ahirwar et al., 2010). Pemberian ekstrak
diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari
sesuai dengan siklus spermatogenesis (Krinke, 2000).
3.4.8.

Pembuatan preparat
Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil

organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian
kauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis
diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat.
Pembuatan sediaan mikroanatomi testis dilakukan di Laboratorium
Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat
dilakukan dengan cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin,
kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya
ditanamkan dalam parafin wax. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 5 m
dan dilakukan pewarnaan dengan hematoksiklin eosin. (Yotarlai et al., 2011).
3.4.9.

Pengukuran Parameter Uji

3.4.9.1. Pengukuran Bobot Testis


Dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan menggunakan
timbangan analitik. Kemudian hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan
dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol.
3.4.9.2. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa
Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil
spermatozoa pada kauda epididimis. Kemudian epididimis di plurut dalam wadah
yang berisi NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 500 L. Spermatozoa dimasukkan
kedalam bilik hitung Neubauer (Haemositometer) sampai kamar Neubauer terisi
rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

32

Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan


jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.1).
Tabel 3.1 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung
No.
1
2
3

Jumlah spermatozoa dalam


1 kotak
> 40
15 40
< 15
Dari jumlah spermatozoa yang

Pengenceran

Kotak yg
dihitung

50 kali
5
20 kali
10
10 kali
25
diketahui, maka dilakukan pengenceran

spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007).


Tabel 3.2. Cara pengenceran
No. Pengenceran

Pembuatan pengenceran

a. 980 L larutan George + 20 L spermatozoa

50 kali

b. 2.450 L larutan George + 50 L spermatozoa


2

20 kali

950 L larutan George + 50 L spermatozoa

10 kali

a. 900 L larutan George + 100 L spermatozoa


b. 450 L larutan George + 50 L spermatozoa

Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan (hanya salah satu yang dipilih).
Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa
dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara
pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa
sesuai rumus di bawah ini (Ilyas, 2007).
= 10.000

25

Keterangan : n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000


merupakan volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran
yang dilakukan. Angka 25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam
kamar hitung Neubauer sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang
dihitung pada saat pengamatan. vNaCl merupakan volume NaCl (mL) fisiologis
yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda
epididimis. Perhitungan konsentrasi spermatozoa (Juta/mL) dapat terlihat dari
tabel berikut :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33

Tabel 3.3. Rumus Konsentrasi Spermatozoa


No. Jumlah kotak yang dihitung

Rumus konsentrasi spermatozoa

n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5

10

n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,5

25

n x 10.000 x 10 x 1 x 0,5

3.4.9.3. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus


Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 100 kali (10x10), kemudian difoto. Pengukuran diameter dilakukan
pada 100 tubulus seminiferus yang dipotong bundar dan dipilih secara acak.
3.4.9.4. Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap
Jumlah Sel Sertoli
Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 400 kali (10x40). Perhitungan dilakukan pada 20 tubulus seminiferus
yang dipilih secara acak (Yotarlai et al., 2011). Analisis kuantitatif dilakukan
dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten, jumlah sel Sertoli dan jumlah
spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli per tubulus. Perhitungan dilakukan
hanya pada tubulus seminiferus yang mengalami spermatogenesis tahap II, VII
dan XII (Vachrajani, 2005). Menurut Azrifitria (2012), ciri-ciri khas masingmasing dari tiap tahapan spermatogenesis sebagai berikut :
- Tahapan I-VI : membran menuju lumen terdapat spermatogonium, fase
transisi, pakiten dan spermatid fase golgi (1-3) dan cap (4-7) serta spermatid
fase maturasi (15 dan 19).
- Tahapan VII-VIII : spermatogonium ,pakiten, spermatid (round spermatid, cap
2/3 dari inti sel) dan spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah
ke lumen.
- Tahapan IX-XI : terdapat spermatogonium, pakiten dan spermatid fase 9, 10,
11 dengan head cap dan nucleus mulai memanjang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

34

- Tahapan XII-XIV : spermatogonium, pakiten dan diakinesis, spermatid fase


akrosom (12 14) terlihat nukleus memanjang dan akrosom 2/3 dari
sitoplasma.
3.5.

Analisis Data
Hasil percobaan yang diperoleh diolah dengan menggunakan program

pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas,
uji parametrik (one-way ANOVA), atau uji non parametrik (Kruskal Wallis). Jika
hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang
signifikan (p 0,05) maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan Uji
Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference ).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.

HASIL PENELITIAN

4.1.1.

Ekstraksi
Sebanyak 674 gram serbuk biji jarak pagar (Jatropha curcas L.)

dimaserasi dengan pelarut etanol 70% sebanyak 5400 mL sampai larutan


mendekati tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh sebanyak 4350 mL kemudian
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan didapatkan ekstrak sejumlah
128,8437 gram. Namun, ekstrak yang dihasilkan belum cukup kental sehingga
ekstrak kemudian di freeze dry hingga diperoleh ekstrak yang lebih kental
sebanyak 46,6285 gram. Rendemen yang didapatkan ialah 6,92%.
4.1.2.

Penapisan fitokimia
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak

terdapat beberapa golongan senyawa. Hasil dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
Golongan Senyawa
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tannin
Steroid/Triterpenoid

Hasil penapisan
Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
+
+
+

Keterangan : (+) memberikan hasil positif, (-)memberikan hasil negatif

4.1.3.

Parameter Standar
Parameter standar yang dilakukan terhadap ekstrak dapat dilihat pada

tabel berikut :
Tabel 4.2. Parameter standar ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
Parameter
Identitas Ekstrak

Organoleptik

Kadar abu
Susut pengeringan
Rendemen

Hasil Pada Ekstrak


- Nama latin tumbuhan : Jatropha curcas L.
- Bagian tumbuhan yang digunakan : Biji
- Nama Indonesia tumbuhan : Jarak Pagar
Bentuk : kental
Warna : cokelat
Bau
: khas
10,08 %
0,88 %
6,92 %
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

36

4.1.4.

Pengukuran Berat Badan Tikus


Hasil pengukuran berat badan tikus baik pada kelompok yang tidak

mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.3. Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok
Tanggal

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

30 Juni 2012
6 Juli 2012
11 Juli 2012
16 Juli 2012
21 Juli 2012
26 Juli 2012
31 Juli 2012
5 Agustus 2012
10 Agustus 2012
15 Agustus 2012
20 Agustus 2012

Berat Badan (Gram)

No.

Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok


(Gram)
I
II
III
IV
328,5
272,24
290,14
308,5
325,2
272,22
284,1
296,3
324,8
27,2
276,4
289,4
325
280,06
275,5
293,8
327,2
281,36
283,8
288,6
329,3
288,8
289,62
310
331,9
295
294,6
308,6
336,16
299,3
293,8
313,2
339,26
306,42
310,4
325,8
344,14
314,5
325,54
332,9
354,66
320,32
329,74
340,84

Rata-rata Berat Badan


400
350
300
250
200
150
100
50
0

Kontrol
Rendah
Sedang
Tinggi

Tanggal Penimbangan

Gambar 6. Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok

4.1.4.

Pengukuran Bobot Testis


Hasil pengukuran bobot testis tikus baik pada kelompok yang tidak

mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat
pada tabel berikut :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

37

Tabel 4.4. Rata-rata bobot testis tikus


No.

Kelompok

Rata-rata Bobot Testis (Gram)


Tiap Kelompok SD

1.

Kontrol

2,0139 0,8685

2.

Dosis rendah (5 mg/kg BB)

1,8683 0,2275

Rata-rata bobot testis


(gram)

3.
Dosis sedang (25 mg/kg BB)
1,7303 0,0135*
4.
Dosis tinggi (50 mg/kg BB )
1,7230 0,1781*
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna
terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95 %

Rata-rata Bobot Testis


2.5
2
1.5
1
0.5
0

2.0139

1.8683

1.7303

1.723
Rata-rata bobot testis
(gram)

0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )

Gambar 7. Grafik hasil rata-rata bobot testis (gram) setelah pemberian


ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari.
Data rata-rata bobot testis diperoleh dengan menimbang sepasang testis
dari 20 ekor tikus jantan. Data rata-rata bobot testis tikus yang telah diperoleh
selanjutnya dilakukan uji persyaratan. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
menunjukkan bahwa data bobot testis terdistribusi normal (p 0,05). Setelah
dilakukan uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Namun, berbeda
hal dengan uji normalitas, hasil uji homogenitas menghasilkan data tidak
homogen (p 0,05). Data rata-rata bobot testis kemudian diuji dengan
menggunakan statistika

non parametrik Kruskal Wallis karena syarat

homogenitasnya belum terpenuhi. Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikan


0,021 (p 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang
diperoleh menunjukkan bobot testis pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi
berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05), sedangkan dosis rendah
tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p
0,05).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

38

4.1.5.

Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa


Hasil perhitungan pengukuran konsentrasi spermatozoa pada tiap

kelompok dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 4.5. Rata-rata konsentrasi spermatozoa tikus
No.

Kelompok

Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa


Tiap Kelompok (Juta/mL) SD

1.

Kontrol

71,88 13,31

2.

Dosis rendah (5 mg/kg BB)

48,75 3,95*

3.

Dosis sedang (25 mg/kg BB)

46,38 9,22*

4.

Dosis tinggi (50 mg/kg BB)

43,00 13,24*

Keterangan : Angka yang diikuti tanda* menunjukkan berbeda bermakna


terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95 %

Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa


Rata-rata konsentrasi
spermatozoa
( juta/mL)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

72
48.75

46.375

43

Rata-rata
Konsentrasi
spermatozoa

0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )

Gambar 8. Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa setelah pemberian


ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari.
Data yang telah diperoleh dilakukan uji normalitas dan homogenitas.
Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene konsentrasi
spermatozoa menunjukkan bahwa data konsentrasi sperma terdistribusi normal (p
0,05) dan homogen (p 0,05). Data konsentrasi sperma selanjutnya diuji
menggunakan statistika parametric one way ANOVA (untuk data yang
terdistribusi normal (p 0,05) dan homogen (p 0,05)). Hasil uji ANOVA yang
dilakukan terhadap rata-rata konsentrasi spermatozoa menunjukkan nilai
signifikan 0,002 (p 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

39

yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan secara bermakna antara


kelompok kontrol dengan kelompok yang mendapat perlakuan (p 0,05).
4.1.5. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus
Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus tikus baik pada kelompok
yang tidak mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6. Rata-rata diameter tubulus seminiferus tikus
No.

Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus


Kelompok

Tiap Kelompok (m) SD


Perbesaran 100 x

1.

Kontrol

178,67 3,35

2.

Dosis rendah (5 mg/kg BB)

161,61 11,35*

3.

Dosis sedang (25 mg/kg BB)

169,84 7,25

4.

Dosis tinggi (50 mg/kg BB )

160,38 11,11*

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna


terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95%.

Rata-rata diameter tubulus


seminiferus (m)

Rata-rata diameter tubulus seminiferus (m)


200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

178.67

161.61

169.84

160.38

Rata-rata diameter
tubulus seminiferus
(m)
0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )

Gambar 9. Grafik hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah


pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari.
Dari hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas
Levene, data diameter tubulus seminiferus dapat dikatakan berdistribusi normal
dan berdistribusi homogen karena dilihat dari nilai signifikan masing-masing
telah terpenuhi (p 0,05). Data diameter tubulus selanjutnya diuji menggunakan
statistika parametrik one way ANOVA (untuk data yang terdistribusi normal (p
0,05) dan homogen (p 0,05). Hasil uji ANOVA yang dilakukan terhadap data
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40

diameter tubulus menunjukkan nilai signifikan 0,017 (p 0,05). Kemudian


dilanjutkan dengan uji BNT. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada
kelompok perlakuan dosis rendah (5mg/kg BB) dan dosis tinggi (50 mg/kg BB)
memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05),
sedangkan dosis sedang (25 mg/kg BB) tidak adanya perbedaan bermakna antara
dosis tersebut dengan kontrol (p 0,05).
4.1.6. Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap
Jumlah Sel Sertoli
Hasil perhitungan perbandingan jumlah spermatosit pakiten terhadap
jumlah sel Sertoli baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan dan pada
kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.7. Rata-rata jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli
Kelompok

Tahapan Spermatogenesis Dalam Tubulus Seminiferus

Rata-rata jumlah pakiten per


jumlah sel sertoli

Tahap II
Tahap VII
Tahap XII
Kontrol
4,55 1,03
5,89 1,83
6,09 1,48
Dosis rendah
6,6 0,77*
7,43 1,09
7,83 0,82*
Dosis sedang
5,44 0,94
6,18 1,62
6,70 1,35
Dosis tinggi
3,67 0,43
4,62 0,46
4,66 0,75
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna
terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95%.

10
8
6
4

Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten per


Jumlah Sel Sertoli
7.83
6.09
5.89
4.5

7.43
6.6

6.7
6.18
5.44

5
4.62
3.67

Stage II
Stage VII
Stage XII

0
0

25

50

Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB)

Gambar 10. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel
Sertoli setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
selama 48 hari.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

41

Data diperoleh dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten per


jumlah sel Sertoli di berbagai tahapan spermatogenesis dalam tubulus
seminiferus yaitu tahap II, VII, dan XII. Data yang telah diperoleh dilakukan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene. Data jumlah
spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli di setiap tahap dapat dikatakan
berdistribusi normal dan berdistribusi homogen karena dilihat dari nilai
signifikan masing-masing telah terpenuhi (p 0,05). Selanjutnya diuji
menggunakan statistika parametrik one way ANOVA. Hasil uji ANOVA yang
dilakukan terhadap rata-rata jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli
pada tahap II, VII dan XII menunjukkan nilai signifikan masing-masing 0,000 ,
0,029 dan 0,004 (p 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT. Data yang
diperoleh menunjukkan bahwa jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli
di tahap II dan tahap XII pada kelompok perlakuan dosis rendah (5mg/kg BB)
memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05)
sedangkan pada dosis sedang (25 mg/kg BB) dan dosis tinggi (50 mg/kg BB)
tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontol (p 0,05).
Selain itu, data jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli di tahap VII
menunjukkan tidak adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok yang
mendapat perlakuan dengan kelompok kontrol (p 0,05).

Tabel 4.8. Rata-rata jumlah spermatosit pakiten


No.

Kelompok

Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten


Tiap Kelompok SD

1.

Kontrol

54,52 4,96

2.

Dosis rendah (5 mg/kg BB)

50,87 3,33

3.

Dosis sedang (25 mg/kg BB)

43,27 5,76*

4.

Dosis tinggi (50 mg/kg BB )

44,11 5,35*

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna


terhadap kelompok kontrol (p 0,05) pada taraf kepercayaan 95%.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

42

Rata-rata jumlah
spermatosit pakiten

Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten


80
70
60
50
40
30
20
10
0

54.52

50.87

43.27

44.11

Rata-rata Jumlah
Spermatosit Pakiten
0

25

50

Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )

Gambar 11. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten setelah


pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari.
Data diperoleh dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten dari 20
tubulus

seminiferus

secara

acak

yang

mengalami

berbagai

tahapan

spermatogenesis (tahap II,VII, dan XII). Hasil uji normalitas KolmogorovSmirnov dan homogenitas Levene menunjukkan bahwa data jumlah spermatosit
pakiten terdistribusi normal (p 0,05) dan homogen (p 0,05). Kemudian
selanjutnya diuji menggunakan statistika parametrik one way ANOVA. Hasil uji
ANOVA yang dilakukan terhadap data jumlah spermatosit pakiten menunjukkan
nilai signifikan 0,006 (p 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana
data yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan bermakna jumlah
spermatosit pakiten pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi dengan kontrol
(p 0,05), sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara
dosis tersebut dengan kontrol (p 0,05).
Tabel 4.9. Rata-rata jumlah sel Sertoli
No.

Kelompok

Rata-rata Jumlah Sel Sertoli Tiap


Kelompok SD

1.

Kontrol

11,18 1,74

2.

Dosis rendah (5 mg/kg BB)

7,25 0,49*

3.

Dosis sedang (25 mg/kg BB)

7,80 1,09*

4.

Dosis tinggi (50 mg/kg BB )

11,15 0,73

Keterangan :Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna


terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

43

Rata-rata jumlah sel sertoli

Rata-rata Jumlah Sel Sertoli


15.00
12.00

11.18

11.15
7.25

9.00

7.80

6.00
Rata-rata jumlah
sel sertoli

3.00
0.00
0

25

50

Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )

Gambar 12. Grafik hasil rata-rata jumlah sel Sertoli setelah pemberian ekstrak
etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari.
Data diperoleh dengan menghitung jumlah sel Sertoli dari 20 tubulus
seminiferus secara acak yang mengalami berbagai tahapan spermatogenesis
(tahap II,VII, dan XII). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan
bahwa data jumlah sel Sertoli terdistribusi normal (p 0,05). Setelah dilakukan
uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Namun, berbeda hal dengan
uji normalitas, hasil uji homogenitas menghasilkan data tidak homogen (p
0,05). Data rata-rata jumlah sel Sertoli kemudian diuji dengan menggunakan
statistika non parametrik Kruskal Wallis karena syarat homogenitasnya belum
terpenuhi. Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikan 0,002 (p 0,05).
Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang diperoleh
menunjukkan jumlah sel Sertoli pada kelompok dosis rendah dan dosis sedang
berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05), sedangkan dosis tinggi
tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p
0,05).
4.2. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, aktivitas anti fertilitas dievaluasi didasarkan pada
pengaruh ekstrak terhadap konsentrasi spermatozoa, efek terhadap berat organ
dan pemeriksaan histologi. Suatu bahan antifertilitas dapat bersifat sitotoksik atau
bersifat hormonal dalam memberikan pengaruhnya. Bila bersifat sitotoksik maka
pengaruhnya langsung terhadap sel kelamin, dan bila bersifat hormonal maka
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

44

bekerja pada organ yang responsif terhadap hormon yang berkaitan (Rusmiati,
2007).
Jarak pagar merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan sudah
dikenal sebagai tanaman obat. Bagian tanaman jarak pagar antara lain : buah,
biji, daun, akar dan batang. Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji,
daun dan kulit kayu, segar atau sebagai rebusan biasanya digunakan dalam
pengobatan tradisional. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah biji jarak pagar yang diperoleh dari Kebun Jarak Pagar Balitri, Sukabumi.
Sebelum dilakukan penelitian, bahan uji dilakukan determinasi untuk
memastikan kebenaran jenis tanaman bahwa tanaman yang digunakan adalah
benar Jatropha curcas L. dari famili Euphorbiaceae.
Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar diperoleh dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol 70%. Maserasi dilakukan dengan cara merendam
serbuk biji jarak pagar dengan pelarut etanol 70% selama beberapa hari pada
temperatur kamar. Maserasi dipilih karena baik untuk senyawa-senyawa yang
tidak tahan terhadap panas dan memiliki beberapa keuntungan seperti : peralatan
yang sederhana dan proses pengerjaannya yang mudah. Penggunaan etanol 70%
sebagai pelarut didasarkan pada sifatnya yang semi polar sehingga diharapkan
dapat menarik kandungan senyawa yang bersifat polar dan non polar. Selain itu,
pemilihan konsentrasi 70% dikarenakan bahan uji yang digunakan merupakan
simplisia kering sehingga adanya kandungan air pada etanol 70% mempermudah
penarikan senyawa pada proses ekstraksi. Setelah dilakukan maserasi, filtrat yang
didapat diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan tujuan untuk
menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kental. Jika ekstrak yang
didapatkan belum cukup kental, maka ekstrak kemudian di freeze dry hingga
dihasilkan ekstrak yang lebih kental atau kering.
Dari 674 gram serbuk biji jarak pagar diperoleh 46,6285 gram ekstrak
kental etanol 70% biji jarak pagar. Rendemen yang diperoleh 6,92%.
Pemeriksaan parameter non spesifik lainnya seperti susut pengeringan dan kadar
abu juga dilakukan. Tujuan dari pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk
mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama proses pengeringan dan tujuan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

45

dari pemeriksaan kadar abu adalah untuk mengetahui kandungan mineral yang
berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil
yang diperoleh untuk susut pengeringan dan kadar abu ekstrak etanol 70% biji
jarak pagar masing-masing adalah 0,88% dan 10,08%. Kemudian terhadap
ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dilakukan penapisan fitokimia. Hasilnya
diketahui bahwa pada ekstrak etanol 70% biji jarak pagar terkandung alkaloid,
steroid, dan saponin.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor tikus
jantan galur Sprague Dawley berusia 9 minggu. Tikus yang digunakan
merupakan tikus yang sehat dan fertil dengan bobot tikus yaitu memiliki bobot
sekitar 250-350 gram. Pemilihan galur Sprague Dawley dikarenakan mayoritas
penelitian mengenai reproduksi pada tikus menggunakan galur ini. Galur ini juga
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi ditandai dengan jumlah sperma dalam
epididimis lebih banyak dibandingkan galur lain (Wilkinson et al., 2000).
Tikus dibagi menjadi 4 kelompok diantaranya kelompok kontrol dan 3
kelompok perlakuan dengan dosis masing-masing 5 mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan
50 mg/kgBB. Setiap kelompok tikus jantan ditempatkan pada kandang yang
berbeda dengan kepadatan kandang masing-masing 5 ekor. Jumlah tikus yang
digunakan pada tiap kelompok penelitian adalah lima ekor hal ini sesuai dengan
Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines
(WHO, 2000) yaitu untuk hewan pengerat masing masing kelompok perlakuan
harus terdiri dari setidaknya lima ekor. Hewan uji kemudian diaklimatisasi
selama 1 minggu agar dapat menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang
baru. Selama aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang
berat badannya. Adanya peningkatan berat badan menunjukkan bahwa tikus telah
mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan.
Setelah aklimatisasi, masing-masing tikus diberikan perlakuan dengan
ekstrak etanol 70% biji jarak pagar secara oral dengan menggunakan alat
penyekok oral (sonde). Periode ini dilakukan selama 48 hari. Sebelum perlakuan,
tikus ditimbang terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan dosis ekstrak etanol
biji jarak pagar yang akan diberikan. Sediaan bahan uji dibuat dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

46

mensuspensikan ekstrak dengan Na CMC konsentrasi 1%. Na CMC digunakan


sebagai pembawa karena ekstrak etanol 70% biji jarak pagar memiliki kelarutan
yang baik dalam Na CMC.
Pada hari k-49, tikus di korbankan dengan cara dibius dengan eter. Dari
hasil penelitian ini diperoleh data dari beberapa parameter,yaitu : berat testis,
konsenstrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus serta analisis kuantitatif
tubulus seminiferus. Data dari beberapa parameter tersebut yang telah diperoleh
selanjutnya dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan selanjutnya dilakukan
uji one way ANOVA atau uji Kruskal Wallis dan uji BNT (LSD). Sebagai data
tambahan, data berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji normalitas dan
homogenitas maupun uji ANOVA.
Data berat badan menunjukkan perkembangan berat badan kelompok
tikus kontrol dan kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol biji jarak pagar
dimana

keduanya

mengalami

kenaikan

berat

badan

tiap

minggunya.

Pertumbuhan yang baik merupakan suatu proses pertambahan massa, sehingga


hewan mengalami pertambahan bobot badan, pertambahan tinggi, pertambahan
panjang atau pertambahan kandungan kimiawi tubuhnya. Kenaikan berat badan
yang terjadi baik pada tikus kontrol maupun tikus yang mendapat perlakuan
ekstrak etanol biji jarak pagar kemungkinan dikarenakan konsumsi pakan harian
yang diberikan memenuhi syarat untuk terjadinya pertumbuhan. Pertumbuhan
berjalan normal apabila makanan yang diberikan mengandung nutrisi dalam
kualitas dan kuantitas yang baik. Apabila seekor hewan kekurangan nutrisi atau
mengalami defisiensi suatu zat makanan maka laju pertumbuhan hewan tersebut
akan terhambat (Muliani, 2011). Dengan demikian, pemberian ekstrak etanol biji
jarak pagar tidak berpengaruh terhadap penurunan berat badan pada semua
kelompok perlakuan.
Produksi spermatozoa tidak akan terjadi jika alat kelamin jantan tidak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan
alat kelamin jantan baik alat kelamin primer yang berupa testis maupun alat
kelamin sekunder berupa saluran-saluran reproduksi (Partodihardjo, 1980). Testis
berukuran normal memiliki hubungan positif dengan potensi substansi fungsional
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

47

(tubulus seminiferus) yang terkandung di dalam testis. Fungsi reproduksi testis


adalah berupa produksi spermatozoa yang dihasilkan oleh bagian tubulus
seminiferus dari testis. Berat dan ukuran testis dapat digunakan sebagai indikator
kuantitatif produksi spermatozoa.
Pemberian ekstrak etanol biji jarak pagar dengan dosis 5 mg/kgBB, 25
mg/kgBB dan 50 mg/kgBB selama 48 hari menyebabkan terjadinya penurunan
berat testis. Penurunan berat testis tersebut mengindikasikan konsentrasi
spermatozoa dalam testis berkurang. Pernyataan tersebut diperjelas dari data
konsentrasi sperma yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi
sperma sejalan dengan meningkatnya dosis. Penurunan

rata-rata berat testis

kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol kemungkinan


terjadi karena adanya senyawa saponin dan curcin yang terkandung dalam biji
jarak. Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dkk (2005) menyatakan bahwa
dengan pemberian saponin yang diisolasi dari Albizia lebbeck pada tikus jantan
memberikan penurunan bobot testis yang bermakna. Menurut Bernhoft (2010),
saponin menunjukkan efek antineoplastik. Di samping itu, curcin yang
dimurnikan dari biji Jatropha curcas dapat digunakan sebagai agen pembunuh
sel dan memiliki aktivitas antitumor (Luo M J et al., 2006).
Aktivitas sebagai antikanker terjadi karena adanya hambatan dalam
proliferasi sel (perkembangan sel) serta mekanisme apoptosis (kematian sel yang
terprogram) (Su X et al., 2011). Spermatogenesis merupakan proses diferensiasi
sel germinal yang dapat dibagi menjadi tiga fase utama : proliferasi
spermatogonium, meiosis dan spermiogenesis (Wu J et al., 2011).
Dengan demikian, senyawa-senyawa yang terkandung dalam biji jarak
yang bersifat antiproliferatif tersebut diduga dapat menyebabkan penghambatan
spermatogenesis dan juga menyebabkan kematian sel spermatogenik sehingga
terjadi penurunan jumlah sel-sel spermatogenik. Terganggunya spermatogenesis
juga dapat menyebabkan atrofi testis. Jadi, jika testis mengalami penurunan berat
maka dapat diperkirakan menurunnya berat testis merupakan indikator awal
terjadinya gangguan pada testis serta kapasitas produksi spermatozoa hewan
jantan pun berkurang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

48

Selain berat testis, konsentrasi sperma dihitung untuk mengetahui


pengaruh ekstrak etanol biji jarak pagar terhadap konsentrasi sperma tikus.
Jumlah sperma adalah salah satu pengujian yang paling sensitif untuk
spermatogenesis dan sangat terkait dengan fertilitas (El-Kashoury, 2009).
Spermatozoa yang diamati dalam penelitian ini adalah spermatozoa yang berasal
dari kauda epididimis. Epididimis merupakan saluran panjang yang menempel
pada testis dari atas sampai bawah yang berada pada bagian belakang testis.
Epididimis terdiri dari tiga bagian : kaput epididimis yang membesar di ujung
proksimal pada testis ; korpus epididimis dan berkembang secara distal ke dalam
duktus deferens. Alasan pemilihan bagian kauda epididimis adalah karena tempat
pematangan spermatozoa sebelum siap diejakulasikan keluar tubuh adalah di
kauda epididimis (Suckow, 2006). Sehingga dipediksikan bahwa spermatozoa
yang telah matang terkonsentrasi paling banyak terdapat di kauda epididimis.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ketiga dosis ekstrak
etanol biji jarak pagar secara oral selama 48 hari memberikan penurunan yang
bermakna terhadap konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan. Semakin besar
dosis ekstrak yang diberikan, makin besar pula pengaruhnya terhadap penurunan
konsentrasi.
Dari penelitian sebelumnya disebutkan bahwa ekstrak etanol biji jarak
pagar mempunyai aktivitas antifertilitas pada tikus betina dimana dilaporkan
adanya aktivitas minimum dari steroid (Ahirwar et al., 2010). Kandungan kimia
dalam biji jarak pagar adalah senyawa seperti viteksin, isoviteksin (Aregheore et
al., 2003), beta-sitosterol dan curcin (Mastiholimath, 2008), saponin (Punsuvona
et al., 2012). Seperti diketahui bahwa senyawa beta-sitosterol termasuk dalam
golongan senyawa sterol tumbuhan. Senyawa sterol merupakan turunan dari
senyawa steroid (Widiyani, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Widiyani (2006) menggunakan ekstrak
akar som jawa yang juga mengandung bahan aktif beta-sitosterol menyebabkan
penurunan jumlah sel spermatogenik. Efek antifertilitas dari beta-sitosterol
menghasilkan penurunan konsentrasi sperma yang bermakna (Malini and
Vanithakumari, 1991). Senyawa beta-sitosterol diduga dapat menyebabkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

49

gangguan secara hormonal dimana dengan konsumsi senyawa fitosterol berlebih


menyebabkan peningkatan kadar testosteron plasma (Nieminen et al., 2003).
Senyawa beta-sitosterol memiliki struktur dasar siklopentana perhidrofenantrena
yang juga dimiliki oleh steroid. Suatu bahan dapat bekerja sebagai hormon
karena mengandung zat yang susunan molekulnya mirip hormon. Dengan
demikian diduga beta-sitosterol juga bersifat seperti testosteron (Widiyani, 2006).
Senyawa beta-sitosterol yang terkandung dalam biji jarak pagar diduga
dapat meningkatkan kadar testosteron pada hewan uji. Walaupun testosteron
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penghidupan sexual dari
pejantan dan tanpa testosteron spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan
yang baik. Namun, testosteron mempunyai mekanisme umpan balik negatif
terhadap gonadotropin (FSH dan LH) jika testosteron diberikan dalam jumlah
yang tinggi (Partodihardjo,1980).
LH dan FSH dari hipofisa anterior memegang peranan penting dalam
mengatur proses biologi reproduksi pada hewan jantan. FSH merangsang proses
spermatogenesis dan LH yang sering disebut ICSH (Interstitial Cell Stimulating
Hormone), merangsang pertumbuhan dan metabolisme sel-sel Leydig, untuk
memproduksi hormon testosteron. Jumlah sperma dan kadar testosteron
dipertahankan konstan oleh mekanisme umpan balik. Jika mekanisme umpan
balik negatif terjadi maka kadar FSH dan LH dalam peredaran darah menurun
dan akibat selanjutnya adalah proses spermatogenesis terhenti dan jumlah
spermatozoa dihasilkan akan menurun (Partodihardjo, 1980). Terjadinya
penghambatan LH menyebabkan sekresi testosteron oleh sel Leydig ikut
terhambat. Penurunan produksi androgen oleh sel Leydig merupakan pemicu
apoptosis sel germinal. Terhambatnya FSH berpengaruh langsung terhadap sel
Sertoli dalam tubulus seminiferus karena hormon ini berperan dalam
meningkatkan laju proliferasi sel Sertoli, mengakibatkan terpacunya adenyl
cyclase di dalam sel Sertoli yang berperan dalam meningkatkan produksi cyclic
AMP, serta memacu produksi androgen binding protein (ABP) di dalam tubulus
semeniferus.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

50

Jumlah sel germinal didukung oleh sel Sertoli dan biasanya sangat
berkorelasi dengan efisiensi spermatogenesis. Perbedaan jumlah sel Sertoli dapat
dipengaruhi oleh perbedaan ukuran testis antar spesies dan galur pada hewan
percobaan (Sharpe et al., 2003). Sel Sertoli memiliki fungsi untuk memelihara
sel-sel germinal dan secara konstan dan sel ini diperlukan untuk mencegah
kematian sel-sel germinal karena apoptosis (Boekelheide et al., 2000). Sel ini
juga sangat rentan terhadap kerusakan (Lohiya et al., 2002). Di samping itu,
adanya kerusakan pada sel Sertoli mengakibatkan degenerasi dan hambatan
pematangan sel-sel germinal termasuk spermatosit dan spermatid.
Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa jumlah spermatosit pakiten dan
jumlah sel Sertoli mengalami pengurangan yang bermakna pada kelompok
perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Spermatosit sangat sensitif terhadap
pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah profase meiosis
pertama khususnya pada tahap pakiten, yaitu pada saat terjadinya pindah silang
antara kromosom yang homolog. Pada tahap ini, inti serta sitoplasma tumbuh
menjadi sel terbesar di antara lapisan sel spermatogenik. Penurunan jumlah
spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit
yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Telah diketahui
bahwa spermatid merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan spermatid
akan berefek langsung pada spermatozoa yang dihasilkan.
Terjadinya penurunan jumlah sel Sertoli mengindikasikan kegagalan
fungsi sel Sertoli untuk melindungi sel-sel germinal terhadap apoptosis.
Kerusakan sel Sertoli dapat menyebabkan apoptosis sel germinal yang berlebihan
karena penurunan faktor pendukung kelangsungan hidup (mungkin terjadi karena
kekurangan hormon), peningkatan sinyal pro-apoptosis atau keduanya dimana
proses spermatogenesis yang optimal memerlukan keseimbangan yang tepat dari
faktor-faktor tersebut (Boekelheide et al., 2000). Ketidakmampuan sel Sertoli
untuk melindungi sel germinal (spermatosit dan spermatid) terhadap apoptosis
mungkin juga terkait dengan perubahan proses pematangan sel Sertoli
(Benbrahim et al., 2008). Menurut Sharpe dkk (2003), berkurangnya sel germinal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

51

pada manusia dan hewan bukan merupakan akibat dari kegagalan pematangan sel
Sertoli.
Kerusakan sel Sertoli akan memberi kontribusi bagi terganggunya proses
spermatogenesis dimana jika fungsi sel Sertoli terganggu, maka sekresi androgen
binding protein (ABP), suplai nutrisi, growth factors, laktat, tranferin juga
terganggu

karena

zat-zat

tersebut

sangat

dibutuhkan

dalam

proses

spermatogenesis (Lohiya, et al., 2002; Niederberger, et al., 2004). Proses


spermatogenesis

yang

tidak

dapat

berlangsung

secara

optimal

akan

mempengaruhi produksi sel-sel germinal.


Pada spermatogenesis hewan mamalia, rasio sel germinal terhadap sel
Sertoli relatif konstan dan pengamatan dalam rasio ini merupakan syarat yang
penting (Boekelheide et al., 2000). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan
analisis rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli.
Perbandingan dengan sel sertoli itu sendiri adalah sebagai faktor koreksi dari
jumlah sel pakiten per tubulus seminiferus (Vachrajani, 2005). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dosis 5
mg/kg BB dan 25 mg/kg BB tidak ada penurunan rasio jumlah spermatosit
pakiten terhadap jumlah sel Sertoli dalam setiap tahapan, sedangkan pada dosis
50 mg/kg BB dapat menurunkan rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap
jumlah sel Sertoli dalam setiap tahapan, walaupun penurunan tersebut tidak juga
bermakna. Walaupun pemberian ketiga dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
secara oral selama 48 hari belum memberikan penurunan yang bermakna
terhadap rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel Sertoli yang
dihasilkan, namun tidak konstannya rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap
jumlah sel Sertoli yang dihasilkan dalam setiap tahapan spermatogenesis
menunjukkan terganggunya proses spermatogenesis.
Perubahan histopatologi dalam testis dapat dijadikan dasar dari
perubahan histologi fungsi spermatogenesis terutama dalam tubulus seminiferus.
Pengukuran diameter tubulus seminiferus merupakan penentu utama dari berat
testis (Munson et al., 1996) dan juga dapat digunakan untuk memprediksi
produksi sperma (Krishnalingam et al., 1982).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

52

Pada penelitian ini, pengamatan histopatologi testis menunjukkan bahwa


nilai rata-rata diameter tubulus seminiferus pada kelompok perlakuan lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
pengaruh yang bermakna dari pemberian ketiga dosis ekstrak etanol biji jarak
pagar yang dapat menghambat pertumbuhan epitel seminiferus dan akibatnya
terjadi penurunan diameter tubulus.
Senyawa beta sitosterol yang terkandung dalam biji jarak tersebut
kemungkinan juga mempengaruhi diameter tubulus seminiferus. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Nema dkk (2011), bahwa pengaruh fraksi beta
sitosterol dari Ocimum gratissimum menghasilkan efek penurunan diameter
tubulus

seminiferus

secara

bermakna.

Berkurangnya

diameter

tubulus

seminiferus mencerminkan adanya hambatan spermatogenesis (Kovacevic et al.,


2006) dan juga kemungkinan disebabkan banyaknya sel germinal yang
mengalami apoptosis. Dalam epitel seminiferus, apoptosis dapat terjadi secara
spontan atau sebagai respons terhadap beberapa faktor-faktor seperti agen
kemoterapi, suhu tinggi dan hormonal (Costa and Silva, 2006).
Mikroanatomi tubulus seminiferus yang normal akan menunjukkan
asosiasi

sel

spermatogenik

tersusun

berlapis

sesuai

dengan

tingkat

perkembangannya dari membran basalis menuju ke arah lumen tubulus yakni


spermatogonia, spermatosit, dan spermatid. Lumen tampak terisi penuh oleh
spermatozoa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tubulus seminiferus
kelompok kontrol menunjukkan spermatogenesis normal yang menggambarkan
semua sel germinal, yaitu : spermatogonia, spermatosit primer (non-pakiten dan
pakiten) dan spermatid (bulat dan memanjang) dalam epitel seminiferus. Selain
itu, tubulus tersusun atas sel-sel spermatogenik yang tersusun kompak dan padat.
Selain dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa, berat testis, dan
diameter tubulus seminiferus, pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar juga
dapat menghambat spermatogenesis. Hambatan tersebut dapat dilihat dari
struktur histologis tubulus seminiferus pada kelompok perlakuan dimana
menunjukkan lapisan sel spermatogenik tidak teratur dan sel-sel tersusun lebih
jarang. Struktur tubulus seminiferus tikus pada kelompok perlakuan dosis 25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

53

mg/kg BB dan dosis 50 mg/kg BB menunjukkan terjadinya kerusakan. Hal ini


terlihat beberapa tubulus yang mengalami nekrosis tubular, lumen tampak
kosong karena tidak mengandung populasi semua sel germinal maupun sel
Sertoli. Tingkatan dosis ekstrak etanol biji jarak pagar ini ternyata mempengaruhi
tingkat kerusakan dari tubulus seminiferus tersebut.
Parameter jumlah sperma yang dihasilkan testis tidak cukup untuk
mendiagnosa fertil atau infertil. Oleh karena itu, konsentrasi pengembangan
sebaiknya ditekankan pada morfologi dan motilitas sperma. Meskipun jumlah
spermatozoa banyak sekali tetapi jika sperma tersebut tidak motil maka
pembuahan tidak akan pernah terjadi. Sebaliknya dengan jumlah spermatozoa
yang sedikit tetapi memiliki morfologi dan kecepatan yang normal maka masih
bisa fertil.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut :


1. Lama pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar pada dosis 5 mg/kg BB,
25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB selama 48 hari pada tikus jantan dapat
menurunkan konsentrasi spermatozoa, bobot testis, dan diameter tubulus
seminiferus secara bermakna jika dibandingkan dengan kontrol. Makin besar
dosis yang diberikan, makin besar pula pengaruhnya terhadap penurunan
konsentrasi, bobot testis dan diameter tubulus seminiferus.
2. Pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari dapat
mempengaruhi proses spermatogenesis yang diindikasikan dengan penurunan
jumlah spermatosit pakiten yang bermakna pada kelompok perlakuan dosis
25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB, penurunan jumlah sel Sertoli yang bermakna
pada kelompok perlakuan dosis 5 mg/kg BB dan 25 mg/kg BB, serta terlihat
adanya kerusakan ringan maupun berat pada tubulus seminiferus.
3. Dari beberapa hasil pengamatan di atas, dapat disimpulkan bahwa biji jarak
pagar dapat menyebabkan infertilitas sehingga dapat dikembangkan sebagai
bahan dasar obat kontrasepsi tradisional pria.
5.2.

Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol 70%

biji jarak pagar terhadap morfologi spermatozoa yang dikaitkan dengan


motilitas spermatozoa.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang sama untuk
mengetahui pengaruh ekstrak etanol 70 % biji jarak pagar terhadap kadar
hormonal (FSH, LH, dan testosteron dalam serum darah).
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa untuk
mengetahui struktur senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
antifertilitas.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA
Ahirwar, D., Ahirwar, B., and Kharya, M.D. 2010. Effect of Ethanolic Extract of
Jatropha curcas Seeds on Estrus Cycle of Female Albino Rats. Der
Pharmacia Lettre, 2(6): 146-150.
Andria, Y. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica
(L) urban) Terhadap Kadar Hormon Estradiol dan Kadar Hormon
Progesteron Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina. Tesis. Progam
Studi Ilmu Biomedik.
Ankley, G.T., and Johnson, R.D. 2004. Small Fish Models for Identifying and
Assessing the Effects of Endocrine-disrupting Chemicals. ILAR
Journal ; 45 (4) : 469-83.
Aregheore, E.M., Becker, K., Makkar, H.P.S. 2003. Detoxification of a toxic
variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and
preliminary nutritional evaluation with rats. S. Pac. J. Nat. Sci., 21,
50-56.
Azrifitria, 2012. Formulasi Mikroemulsi Kombinasi Testosteron Undekanoat dan
Medroksi Progesteron Asetat Untuk Kontrasepsi Pria Serta Profil
Farmakokinetik dan Farmakodinamik Pada Tikus Jantan Strain
Sprague Dawley. Disertasi. Program Pasca Sarjana. FKUI
Barceloux, D.G. 2008. Medical Toxicology of Natural Substances: Foods, Fungi,
Medicinal Herbs, Plants, and Venomous Animals. New Jersey : John
Wiley & Sons, Inc.
Bartoli. 2008. Physic nut (Jatropha curcas) cultivation in Honduras Handbook.
Hounduras : Agricultural Communication Center of the Honduran
Foundation for Agricultural Research (FHIA). Hal : 6-7, 13.
Benbrahim, T.L., Siddeek, B., Bozec, A., Tronchon, V., Florin, A., Friry, C.,
Tabone, E., Mauduit, C., Benahmed, M. 2008. Alterations of Sertoli
cell activity in the long-term testicular germ cell death process
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

56

induced by fetal androgen disruption. Journal of Endocrinology 196


(1) : 21- 31.
Bernhoft, A. 2010. Bioactive compounds in plants benefits and risks for man
and animals. Proceedings from a symposium held at The Norwegian
Academy of Science and Letters. Oslo.
Bhakti Ekarini, S.M. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pascasarjana Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi &
Kebijakan Kesehatan Minat Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak.
Universitas Diponegoro. Semarang.
BKKBN. 2006. Perkembangan Teknologi Kontrasepsi Pria Terkini. Available at:
http://gemapria.bkkbn.go.id/article-detail.php?artid=22 Diakses pada
tanggal : 5 April 2012.
BKKBN.

2008.

KB

sebagai

suatu

kebutuhan.

Available

at:

http://gemapria.bkkbn.go.id/article-detail.php?artid=96 Diakses pada


tanggal : 5 April 2012.
BKKBN. 2012. Kepala BKKBN Berharap, Melalui Konsolidasi Bidang 2012,
Temukan Ide Tuntaskan Masalah Kependudukan dan KB. Available
at:

http://www.bkkbn.go.id/berita/Pages/Kepala-BKKBN-Berharap,-

Melalui-Konsolidasi-Bidang-2012,-Temukan-Ide-Tuntaskan-MasalahKependudukan-dan-KB.aspx Diakses pada tanggal : 5 April 2012.


Boekelheide K, Fleming, S.L., Johnson, K.J., Patel, S.R., Schoenfeld, H.A. 2000.
Role of Sertoli cells in injury-associated testicular germ cell
apoptosis. Proc Soc Exp Biol Med ; 225 (2) : 105-15.
Cambie, R. C and A. A. Brewis. 1999. Anti Fertility Plants of the Pacific.
Australia : CSIRO. Hal: 85.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

57

Chairul. 2003. Identifikasi Cepat Bahan Bioaktif Tumbuhan di Lapangan. Berita


Biologi. 6 : 4, 624-626.
Chong, C. 2009. Jatropha curcas L.: Development of a new oil crop for biofuel.
Japan : The Institute of Energy Economics.
Costa, D.S., Silva, J.F.S. 2006. Wild Boars (Sus scrofa scrofa) Seminiferous
Tubules Morphometry. ISSN 1516-8913 Vol.49, n. 5 : pp. 739-745.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hal : 3-5, 10-12.
Ejelonu, B.C., Oderinde, R.A., and. Balogun, S.A. 2010. The Chemical and
Biological Properties of Jatropha curcas and Mucuna solan Seed and
Seed Oil. Libyan Agriculture Research Center Journal Internation 1
(4) : 263-268.
El-Kashoury, A.A. 2009. Influence of Subchronic Exposure of Profenofos on
Biochemical Markers and Microelements in Testicular Tissue of Rats.
Journal of American : 5(1), 19-28.
Fawcett, D.W. 2002. Buku Ajar Histologi Bloom & Fawcetr. 12th ed Trans
Tambayong J. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Hal : 687.
Fransworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Science, 55: 3,259.
Goonasekera, M.M., Gunawardana, V.K., Jaysena, K., Mohammad, S.G.,
Balasubramaniam, S. 1995. Pregnancy terminating effect of Jatropha
curcas in rats. J Ethnopharmacol, 47, 117-123.
Gupta, R.S., Chaudhary, R., Yadav, R.K., Verma, S.K., Dobhal, M.P. 2005.
Effect of Saponins of Albizia lebbeck (L.) Benth bark on the
reproductive system of male albino rats. J Ethnopharmacol ; 96 (12):31-6.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

58

Hartini. 2011. Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava.L)
Terhadap Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih
Jantan (Rattus norvegicus). Tesis. Progam Studi Ilmu Biomedik.
Heffner, L.J., Schust, D.J. 2005. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi 2. Jakarta:
Erlangga. Hal : 26-27
Heller, J. 1996. Physic Nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and
used undertilized and neglected crops 1. Rome : Institut of Plant
Genetic and Crop Plant Research. Gatersleben/IPGRI.Hal : 9, 18.
Hess, R.A. 1999. Spermatogenesis, Overview. Encyclopedia of Reproduction
VOLUME 4. Urbona : Academic Press.
Ilyas, S. 2007. Azoospermia dan Pemulihannya Melaui Regulasi Apoptosis Sel
Spermatogenik Tikus (Rattus sp) Pada Penyuntikan Kombinasi TU &
MPA. Disertasi. Program doktor Ilmu Biomedik FKUI.
Kovacevic, K., Budefeld, T., Majdic. 2006. Reduced Seminiferous Tubule
Diameter in Mice Neonatally Exposed To Perfume. Slov Vet Res : 43
(4): 177-83.
Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal :
150-152.
Krishnalingam V, Ladds PW, Entwistle KW, Holroyd RG. 1982. Quantitative
macroscopic and histological study of testicular hypoplasia in Bos
indicus strain bulls. Res Vet Sci.(2):131-9.
Lohiya, N.K., Manivannan, B., Mishra, P.K., Pathak, N., Sriram, S., Bhande, S.,
Panneerdoss, S. 2002. Chloroform extract of Carica papaya seeds
induces long-term reversible azoospermia in langur monkey. Asian
Journal Andrology ; 4 (1) : 17-26.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

59

Luo, M.J., Yang, X.Y., Liu, W.X., Xu, Y., Huang,, P., Yan, F., Chen, F. 2006.
Expression, purification and anti-tumor activity of curcin. Acta
Biochim Biophys Sin (Shanghai) ; 38 (9) :663-8.
Mahmud, Z. 2007. Infotek Jarak Pagar. Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Malini, Vanithakumari. 1991. Antifertility effects of beta-sitosterol in male albino
rats. Journal of Ethnopharmacology, 35(2):149-153.
Mark, D.B, Mark, A.D, Smith, C.M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah
Pendekatan Klinis. Jakarta : EGC. Hal : 717.
Mastiholimath, V.K. 2008. Development and Evaluation of Polyherbal
Formulations For Antidiabetic And Antihypertensve Activities. Thesis.
Rajiv Gandhi University of Health Science. India.
Muliani, H. 2011. Pertumbuhan Mencit (Mus musculus L) Setelah Pemberian
Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas) White Mouse (Mus musculus L)
Growth Exposed to Barbados Nuts Seed. BIOMA, Vol. 13, No. 2,
Hal. 73-79.
Munson, L., Brown, J.L., Bush, M., Packer, C. 1996. Genetic Diversity Afects
Testicular Morphology in Fres Ranging Lions of The Serengeti Plains
and Ngorongoro Crater. Journal of Reproduction and Fertility 108,
11-15.
Nema, R. K., Yuvaraj, Ramanathan, L., Sripriya. 2011. Effect of sitosterol
fraction of Ocimum gratissimum on reproductive parameters of male
rats. Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research Issue
3 (Vol. 1).
Niederberger, C.S., Shubhada, S., Kim, S.J., Lamb, D.J. 1993. Paracrine factors
and the regulation of spermatogenesis. World J Urol 11 : 120-128.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

60

Nieminen , P., Mustonen, A.M., Seppa, P.L., Karkkainen, V., Rauhamaa, H.M.,
Kukkonen J.V.K. 2003. Phytosterols Affect Endocrinology and
Metabolism of the Field Vole (Microtus agrestis). Experimental
Biology and Medicine, 228:188-193.
Nurcholis, M., Sumarsih. S. 2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel.
Yogyakarta : KANISIUS. Hal : 15, 18-21.
Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara. Hal : 114.
Pokharkar, R.D., Saraswat, R.K., and Kotkar, S. 2010. Survey of Plants Having
Antifertility Activity From Western Ghat Area of Maharashtra State.
Journal of Herbal Medicine and Toxicology 4 (2) 71-75.
Prasad, D.M.R., Izam, A., and Khan, M.R. 2012. Jatropha curcas: Plant of
medical benefits. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 6(14), pp.
2691-2699.
Punsuvona, V., Nokkaew, R., Karnasuta, S. 2012. Determination of toxic phorbol
esters in biofertilizer produced with Jatropha curcas seed cake.
Science Asia 38 : 223-225.
Rouge,

M.

2004.

Sperm

Morphology.

Available

at:

http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/reprod/semeneval/mo
rph.html. Diakses pada tanggal : 5 Juni 2012.
Rusmiarti. 2007. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L)
Terhadap Viabilitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus L).
BIOSCIENTIAE Volume 4, Nomor 2, Hal.63-70.
Sachdeva, K., Garg, P., Singhal, M., Srivastava, B. 2012. Pharmacological
evaluation of Jatropha curcas L. extract for Anti-diarrhoeal Activity.
Research in Pharmacy 2(2) : 01-07.
Saifudin, A., Rahayu, V., Teruna H.Y. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal : 5.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

61

Saptogino, R.A. 2010. Pengaruh Lama Pemberian Momordica charantia L.


Terhadap Jumlah Spermatozoa Pada Tikus BALB/C Dewasa Jantan.
Program Pendidikan Sarjana Kedokteran. Fakultas Kedokteran.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Sharpe, R.M., Kinnell, C.M., Kivlin, C., Fisher, J.S. 2003. Proliferation and
functional maturation of Sertoli cells, and their relevance to disorders
of testis function in adulthood. Reproduction 125, 769784.
Shweta, G., Chetna, R., Jinkal, S., Nancy, S., Hitesh, J. 2011. Herbal Plants
Used

as

Contraceptives.

International

Journal

of

Current

Pharmaceutical Review and Research Volume 2, Issue 1.


Siburian, J., Ningsih, A. Efek Pemberian Ekstrak Akar Pasak Bumi (Eurycoma
longifolia Jack) Terhadap Fertilitas Mencit (Mus musculus L.) Jantan.
Jurusan Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Jambi.
Smith, Mangkoewijoyo ,S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Edisi 1. : Jakarta: UI Press. Hal :
37-39.
Su X, Xu C, Li Y, Gao X, Lou Y. 2011. Antitumor Activity of Polysaccharides
and Saponin Extracted from Sea Cucumber. J Clin Cell Immunol
2:105.
Suckow, M. A., Steven H. W., Craig L. F. 2006. The Laboratory Rat Second
Edition. USA: American College of Laboratory Animal Medicine
Series.
Ulimaz, A. 2010. Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol Batang Manggarsih
(Parameria

laevigata)

Pada

Struktur

Mikroanatomi

Tubulus

Seminiferus Testis Mencit (Mus musculus) Galur Swiss. Skripsi


Program Studi S-1 Biologi.Fakultas Biologi dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Lambung Mangkurat.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

62

Vachrajani, K.D. 2005. Damage to late pachytene spermatocytes in responsible


for subsequent inhibition. Journal of Cell and Tissue Research Vol. 5
(1) 309-311.
Widiyani, T. 2006. Efek Antifertilitas Ekstrak Akar Som Jawa (Talinum
paniculatum Gaertn) Pada Mencit Jantan. Bul. Penel. Kesehatan,
Vol.34, No.3 : 119-128.
Wilkinson, J.M., Halley, S., Towers, P.A. 2000. Comparison of male reproductive
parameters in three rat strains : Dark Agouti, Sprague-Dawley and
Wistar. Australia : Laboratory Animals Ltd. Laboratory Animals 34,
70-75.
William, O. R. 2005. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals
Third Edition. USA : Baltimore, Maryland. Male Reproduction
chapter 13 hal 379-399.
World Health Organization. 2000. General Guidelines for Methodologies on
Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva : World
Health Organization.
Wu J., Bao J., Wang Li., Hu1 Y., Xu C. 2011. MicroRNA-184 downregulates
nuclear

receptor

corepressor

in

mouse

spermatogenesis.

Department of Histology & Embryology. Shanghai Jiaotong


University School of Medicine.China.
Yotarlai, S., Chaisuksunt, V., Saenphet, K., Sudwan, P. 2011. Effects of
Boesenbergia rotunda juice on sperm qualities in male rats. Journal of
medicinal plants research. 5 (16) : 3861-3867.
Yurnadi, Sari, P., Pujianto, D.A., Soeradi, O. 2002. Pengaruh Penyuntikan
Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Konsentrasi
Spermatozoa dan Keadaan Sel Spermatogenik Tikus Jantan (Rattus
norvegicus L.). Artikel Ilmiah. Lembaga Penelitian Universitas
Indonesia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman

63

Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar
Penapisan
ekstrak

Hasil uji penapisan

Keterangan gambar
(a) Sebelum diberi pereaksi.
(b) (+) Alkaloid: memberikan
warna kuning jingga setelah
diberikan pereaksi Dragendorff
(c) (+) Alkaloid: menghasilkan
larutan sedikit keruh setelah
diberikan pereaksi Mayer.

Alkaloid

(a)

(b)

(c)
(a) Sebelum dilakukan
pengocokan.
(b) (+) Saponin: menghasilkan
busa/buih yang stabil setelah
dikocok kuat-kuat.

Saponin

(a)

(b)
(a) Sebelum diberi pereaksi.
(b) (+) Steroid: memberikan warna
kehijauan setelah diberikan
pereaksi
Liebermann

Burchard.

Steroid
(a)

(b)
(a) Sebelum diberi pereaksi.
(b) (-)Flavonoid: tidak memberikan
perubahan warna pada masing
masing lapisan pelarut setelah
diberikan pereaksi Wilstatter.

Flavonoid

(a)

(b)
(a) Sebelum diberi pereaksi.
(b) (-) Tanin: tidak memberikan
warna biru, biru kehitaman
maupun biru kehijauan setelah
diberikan pereaksi FeCl3.

Tanin

(a)

(b)
64

Lampiran 3. Gambar Bahan dan Alat Penelitian

Gambar 13. Biji jarak pagar

Gambar 14. Serbuk


simplisia biji jarak pagar

Gambar 15. Tikus putih


jantan galur Sprague
Dawley

Gambar 16. Etanol 70%

Gambar 17. Ekstrak etanol


70% biji jarak pagar

Gambar 18.Larutan Na
CMC 1%

Gambar 19. Ekstrak yang


telah disuspensikan dalam Na
CMC 1%. Dari kiri ke kanan
dosis rendah, sedang, tinggi.

Gambar 20. Larutan


George

Gambar 21. Larutan NaCL


fisiologis

Gambar 22. Alat pencekok


oral

Gambar 23. Seperangkat


alat bedah

Gambar 24. Timbangan


berat badan hewan uji
(Ohauss)

65

(lanjutan)

Gambar 25.Vacum rotary


evaporator (Eyela)

Gambar 26. Oven


(Memmert)

Gambar 27. Tanur


(Thermo Scientific)

Gambar 28. Timbangan


analitik (AND GH-202)

Gambar 29. Freeze dry


(Eyela FDU 1200)

Gambar 30. Mikropipet


ukuran 10-20 l

Gambar 31. Mikropipet


ukuran 200 l

Gambar 32.
Haemositometer Improved
Neubeur

Gambar 33. Mikroskop


optik (Motic BA310)

66

Lampiran 4. Kegiatan Penelitian Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak
Pagar

Gambar 34. Penimbangan


serbuk simplisia biji jarak
pagar

Gambar 35. Maserasi


serbuk simplisia biji jarak
pagar dengan etanol 70%

Gambar 36. Penyaringan


maserat

Gambar 37. Pemekatan


maserat

Gambar 38. Proses freeze


dry ekstrak etanol 70% biji
jarak pagar

Gambar 39. Pembuatan


lar.NaCMC 1%

Gambar 40. Pemberian


makan hewan uji ad libitum

Gambar 41. Pemberian


minum hewan uji ad libitum

Gambar 42.
Penimbangan berat badan
hewan uji

Gambar 43. Pemberian


ekstrak secara oral

Gambar 44. Pembiusan


hewan uji

Gambar 45. Pembedahan


hewan uji

67

(lanjutan)

Gambar 46. Pengeluran


cairan sperma dari kauda
epididimis dengan bantuan
cairan NaCl fisiologis

Gambar 47. Pencucian


organ testis dengan larutan
NaCl fisiologis

Gambar 48. Epididimis

Gambar 49. Organ testis dan


epididimis

Gambar 50. Penimbangan


organ testis

Gambar 51. Pengawetan


organ testis di dalam
larutan buffer netral
formalin

Gambar 52. Pengambilan


cairan spermatozoa

Gambar 53. Pengenceran


spermatozoa dengan larutan
George

Gambar 54. Spermatozoa


pada kamar
haemositometer

Gambar 55. Pengamatan


dibawah mikroskop dengan
perbesaran 400x
68

Lampiran 5. Pemeriksaan Parameter Ekstrak


1. Perhitungan Rendemen
Berat serbuk simplisia yang diekstraksi = 674 g
Berat ekstrak kental yang di dapat
% Rendemen

= 46,6285 g

Berat ekstrak kental yang di dapat


Berat serbuk simplisia yang diekstraksi

46,6285 g
674 g

x 100%

x 100%

= 6,92 %
2. Susut Pengeringan
Berat botol kosong

= 15,1407 gram

Berat ekstrak

= 1,1379 gram

Berat botol kosong+ekstrak sebelum dikeringkan (W0) = 16,2786 gram


Berat botol kosong + ekstrak setelah dikeringkan (W1) = 16,1352gram
% Susut Pengeringan

= W0 W1

X 100%

Wo
= 16,2786 16,1352

X 100%

16,2786
= 0,88 %
3. Penetapan Kadar Abu
Bobot cawan : 25,2044 g
Bobot sampel : 2,0636 g
Bobot akhir : 25,4126 g
% Kadar abu

bobot akhir bobot cawan


bobot sampel

25,4126 25,2044
2,0636

X 100 %

10,08 %

69

X 100 %

Lampiran 6. Alur Penelitian

biji jarak pagar ( Jatropha


curcas L.)
determinasi
biji dikeringkan
dihaluskan
menggunakan
blender
serbuk simplisia biji jarak
pagar
penapisan fitokimia
parameter non
spesifik
maserasi dengan etanol
70%

hewan uji : tikus jantan galur


Sprague-Dawley

ekstrak cair
dipekatkan dengan
rotary evaporator

tikus diaklimatisasi selama 1


minggu

ekstrak kental
penapisan fitokimia
parameter spesifik &
non spesifik
pemberian ekstrak pada
tikus secara peroral
selama 48 hari

Hewan uji dikelompokkan


secara acak berdasarkan
perlakuan (@dosis 5 ekor):
- dosis tinggi (50 mg/kg BB)
- dosis sedang (25 mg/kg BB)
- dosis rendah ( 5 mg/kg BB)
pada hari ke 49 tikus dikorbankan
dan diambil organ reproduksinya

cauda epididimis

pengukuran
konsentrasi
spermatozoa

testis
dihitung bobot
testis
pengukuran diameter
tubulus seminiferus

70

dibuat preparat
histologi
pengamatan tahapan
spermatogenesis

Lampiran 7. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Biji Jarak Pagar


Untuk perhitungan dosis uji ekstrak biji jarak pagar digunakan rumus sebagai
berikut :
Dosis ( mg kg BB ) x Berat Badan ( kg )
VAO =
Konsentrasi (mg mL)
I.

Dosis rendah ( 5 mg/kg BB)

VAO =
1 ml =

II.

Dosis ( mg kg BB ) x Berat Badan


Konsentrasi

kg

(mg mL )

5 mg x 0,25
Konsentrasi

(mg mL )

Konsentrasi

= 1,25 mg/mL

Dibuat 5 ml

= 5 mLx 1,25 mg
= 6,25 mg/5 mL

Dosis sedang ( 25 mg/kg BB )


kg BB ) x Berat Badan
VAO= Dosis( mg
Konsentrasi (mg mL)

1 ml =

kg

25 mg x 0,275
Konsentrasi

(mg mL )

Konsentrasi

= 6, 875 mg/mL

Dibuat 5 ml

= 5 mL x 6,875 mg
= 34,375 mg/5 mL

III.

Dosis tinggi ( 50 mg/kg BB )

VAO =

Dosis ( mg kg BB ) x Berat Badan

1 ml =

Konsentrasi

(mg mL )

50 mg x 0,3
Konsentrasi

(mg mL )

Konsentrasi

= 15 mg/mL

Dibuat 5 ml

= 5 mL x 15 mg
= 75 mg/5 mL
71

kg

Lampiran 8. Berat Badan Tikus Jantan


No.

Tanggal

Hewan Uji

1.

30 Juni 2012

2.

6 Juli 2012

3.

11 Juli 2012

4.

16 Juli 2012

5.

21 Juli 2012

6.

26 Juli 2012

7.

31 Juli 2012

Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5

Berat Badan Tikus per Kelompok


( Gram )
I
II
III
IV
326
260
280
305
326,5
270
287
305
326
275
288
309
333
278
295,7
310
331
278,2
300
313,5
326
263
276
287,8
325
267,3
283
291
324
284
283,5
303
330
269,2
288
303
321
277,6
296
296,7
325
270
270
280
325
260
275
278
320
290
277
300
334
275
270
304
320
281
290
285
320
273
268
270
315
265
280
273
325
300
270
312
334
278,3
275,5
314
321
284
284
300
324
274
278
272
320
266
293
283
318
300
275
300
333
278,8
288
300
323
288
285
288
330
274
280
286
320
280
300,6
297
330
315
277
330
336,5
290
300,5
333
330
285
290
304
340
275
287
284
320,5
296
305
295
333
316
278
300
338
300
305
334
328
288
298
300
72

(lanjutan)

8.

5 Agustus 2012

9.

10 Agustus 2012

10.

15 Agustus 2012

11.

20 Agustus 2012

Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5

354
318
343
335,8
330
358
320,3
344
339
335
360,6
323,5
349
341,6
346
370
334
352,3
353,5
363,5

73

287
303,5
315
295
296
290
309
322,3
297,8
313
303
320
334
304
311,5
305
330
342
308,6
316

275
310
278
306
300
297,5
326
311,8
327,7
289
312,8
344
333,3
337,6
300
318,3
345,4
340,2
344
300,8

293
301
335
337
300
303
324
345
348
309
316
331
352,2
352,8
312,5
329
338,6
353,5
364,5
318,6

Lampiran 9. Hasil Pengukuran Bobot Testis


No

Kelompok

Hewan

Bobot Testis

Uji

1.

2.

3.

4.

Rata-rata

Rata-rata Bobot

Bobot Testis

Testis Tiap
Kelompok SD

Kanan

Kiri

TiapTikus

Tikus 1

1,9722

1,9877

1,9825

Tikus 2

1,9279

2,0619

1,9949

Tikus 3

1,9501

2,0405

1,9253

Tikus 4

1,8815

2,0857

1,9836

Tikus 5

2,1596

2,2059

2,1828

Dosis rendah

Tikus 1

1,7948

1,8414

1,8181

(5 mg/kgBB)

Tikus 2

1,7917

1,8311

1,8114

Tikus 3

2,0877

2,1052

2,0965

Tikus 4

1,9502

2,1981

2,0742

Tikus 5

1,5044

1,5784

1,5414

Dosis sedang

Tikus 1

1,5666

1,8899

1,7283

(25 mg/kgBB)

Tikus 2

1,727

1,7721

1,7496

Tikus 3

1,7038

1,7415

1,7227

Tikus 4

1,6452

1,8280

1,7366

Tikus 5

1,6391

1,7898

1,7145

Dosis tinggi

Tikus 1

1,7967

1,8882

1,8425

(50 mg/kgBB)

Tikus 2

1,7189

1,7525

1,7357

Tikus 3

1,4214

1,4191

1,4203

Tikus 4

1,6956

1,8093

1,7525

Tikus 5

1,84

1,8887

1,8644

Kontrol

74

2,0139 0,8685

1,8683 0,2275

1,7303 0,0135

1,7230 0,1781

Lampiran 10. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa


No

Kelompok

Hewan

Jumlah

Konsentrasi

Rata-rata

Rata-rata

Uji

spermatozoa

Spermatozoa

Konsentrasi

Konsentrasi

dalam 10

(Juta/mL)

Tiap Tikus

Tiap

(Juta/mL)

Kelompok

kotak (ekor)
Kanan

Kiri

Kanan

(Juta/mL)

Kiri

SD
1.

2.

3.

4.

Kontrol

Tikus1

19

108

23,75

135

79,375

Tikus 2

61

83

76,25

103,75

90

Tikus 3

48

41

60

51,25

55,625

Tikus 4

87

25

108,75

31,25

70

Tikus 5

61

42

76,25

52,50

64,375

Dosis rendah

Tikus 1

34

41

42,5

51,25

46,875

(5mg/kgBB)

Tikus 2

65

10

81,25

45,625

Tikus 3

26

50

32,50

62,50

47,5

Tikus 4

47

30

58,75

37,50

48,125

Tikus 5

65

24

81,25

30

55,625

Dosis sedang

Tikus 1

57

43

71,25

53,75

62,5

(25mg/kgBB)

Tikus 2

42

10

52,50

31,25

Tikus 3

41

31

51,25

38,75

45

Tikus 4

42

31

52,50

38,75

45,625

Tikus 5

66

10

82,50

12,50

47,50

Dosis tinggi

Tikus 1

37

43

46,25

53,75

50

(50mg/kgBB)

Tikus 2

41

25

51,25

31,25

41,25

Tikus 3

42

39

52,5

48,75

50,625

Tikus 4

37

47

46,25

58,75

52,50

Tikus 5

17

16

21,25

20

20,625

75

71,88 13,31

48,75 3,95

46,38 9,22

43 13,24

Lampiran 11. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus


No.

Kelompok

1.

Kontrol

2.

3.

4.

Dosis rendah
(5 mg/kg BB)

Dosis sedang
(25 mg/kgBB)

Dosis tinggi
(50 mg/kgBB)

Hewan Uji

Rata-rata Diameter
Tubulus Seminiferus
Tiap Tikus (m)
Perbesaran 100 x

Tikus 1

175,92

Tikus 2

179,56

Tikus 3

180,89

Tikus 4

174,50

Tikus 5

182,46

Tikus 1

178,85

Tikus 2

152,96

Tikus 3

150,72

Tikus 4

159,45

Tikus 5

166,07

Tikus 1

171,49

Tikus 2

169,56

Tikus 3

161,54

Tikus 4

165,70

Tikus 5

180,87

Tikus 1

160,60

Tikus 2

145,55

Tikus 3

172,47

Tikus 4

169,53

Tikus 5

153,76

76

Rata-rata Diameter Tubulus


Seminiferus Tiap Kelompok
(m) SD
Perbesaran 100 x

178,67 3,35

161,61 11,35

169,84 7,25

160,38 11,11

Lampiran 12. Hasil Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten


Terhadap Jumlah Sel Sertoli
No.

1.

2,

3,

4,

Kelompok

Kontrol

Dosis rendah
(5 mg/kg BB)

Dosis sedang
(25 mg/kgBB)

Dosis tinggi
(50 mg/kgBB)

Hewan
Uji

Rata-rata Jumlah
Spermatosit Pakiten per
Jumlah Sel Sertoli

Tikus 1

Tahap
II
5,57

Tahap
VII
5,57

Tahap
XII
6,45

Tikus 2

5,30

5,30

8,29

Tikus 3

3,30

3,30

3,85

Tikus 4

3,61

3,61

4,26

Tikus 5

4,96

4,96

6,60

Tikus 1

6,99

6,99

9,29

Tikus 2

7,66

7,66

6,87

Tikus 3

5,60

5,60

7,05

Tikus 4

6,25

6,25

7,43

Tikus 5

6,49

6,49

6,50

Tikus 1

4,90

4,90

7,23

Tikus 2

6,80

6,80

5,21

Tikus 3

4,50

4,50

8,08

Tikus 4

6,00

6,00

6,42

Tikus 5

5,00

5,00

4,00

Tikus 1

4,22

4,22

4,66

Tikus 2

3,82

3,82

3,79

Tikus 3

3,61

3,61

3,79

Tikus 4

3,65

3,65

5,05

Tikus 5

3,03

3,03

4,60

77

Rata-rata Jumlah
Spermatosit Pakiten
per Jumlah Sel Sertoli
Tiap Kelompok SD
Tahap Tahap Tahap
II
VII
XII

4,55
1,03

5,89
1,83

6,09
1,48

6,6
0,77

7,43
1,09

7,83
0,82

5,44
0,94

6,18
1,62

6,70
1,35

3,67
0,43

4,62
0,46

4,66
0,75

Lampiran 13. Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten


No.

Kelompok

1.

Kontrol

2,

3,

4,

Dosis rendah
(5 mg/kg BB)

Dosis sedang
(25 mg/kgBB)

Dosis tinggi
(50 mg/kgBB)

Hewan Uji

Rata-rata
Jumlah Spermatosit
Pakiten Tiap Tikus

Tikus 1

57,45

Tikus 2

56,75

Tikus 3

49,70

Tikus 4

48,80

Tikus 5

59,90

Tikus 1

52,50

Tikus 2

50,45

Tikus 3

55,45

Tikus 4

49,35

Tikus 5

46,60

Tikus 1

34,85

Tikus 2

47,20

Tikus 3

45,75

Tikus 4

39,90

Tikus 5

48,65

Tikus 1

38,75

Tikus 2

47,60

Tikus 3

45,20

Tikus 4

50,50

Tikus 5

38,50

78

Rata-rata Jumlah
Spermatosit Pakiten Tiap
Kelompok SD

54,52 4,97

50,87 3,32

43,27 5,76

44,11 5,35

Lampiran 14. Hasil Perhitungan Jumlah Sel Sertoli


No.

Kelompok

1.

Kontrol

2,

3,

4,

Dosis rendah
(5 mg/kg BB)

Dosis sedang
(25 mg/kgBB)

Dosis tinggi
(50 mg/kgBB)

Hewan Uji

Rata-rata
Jumlah Sel Sertoli
Tiap Tikus

Tikus 1

9.8

Tikus 2

9,45

Tikus 3

12,6

Tikus 4

13,4

Tikus 5

10.65

Tikus 1

7,55

Tikus 2

6,75

Tikus 3

6,9

Tikus 4

7,95

Tikus 5

7,1

Tikus 1

9,3

Tikus 2

8,65

Tikus 3

7,0

Tikus 4

6,95

Tikus 5

7,11

Tikus 1

10,85

Tikus 2

11,1

Tikus 3

12,35

Tikus 4

11,1

Tikus 5

10,35

Rata-rata Jumlah Sel


Sertoli Tiap Kelompok SD

11,18 1,74

7,25 0,49

7,80 1,09

11,15 0,73

79

Lampiran 15. Analisis Data Bobot Testis


1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Bobot Testis
a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data bobot testis tikus.
Hipotesis : Ho : Data bobot testis terdistribusi normal.
Ha : Data bobot testis tidak terdistribusi normal.
Pengambilan Keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Bobot Testis
N

20

Normal Parameters

Most Extreme Differences

Mean

1.837390

Std, Deviation

.1882958

Absolute

.157

Positive

.124

Negative

-,157

Kolmogorov-Smirnov Z

.702

Asymp, Sig, (2-tailed)

.708

a. Test distribution is Normal

Keputusan : Uji normalitas bobot testis seluruh kelompok teridistribusi


normal (p 0,05).
b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data bobot testis tikus homogen atau tidak.
Hipotesis : Ho : Data bobot testis homogen.
Ha : Data bobot testis tidak homogen.
Pengambilan keputusan :
o

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic

df1

df2

Sig.

3.325

16

.046

80

(lanjutan)

Keputusan : Uji homogenitas bobot testis seluruh kelompok tidak homogen


(p 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis
karena syarat belum terpenuhi.
2. Uji Kruskal Wallis terhadap bobot testis kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data bobot testis tikus.
Hipotesis : Ho : Data bobot testis tidak berbeda secara bermakna.
Ha : Data bobot testis berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ha ditolak.
Test Statistics
Bobot Testis
Chi-Square

9.766

Df

Asymp. Sig.

.021

Keputusan: Data bobot testis berbeda secara bermakna (p 0,05).


3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap bobot testis kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk menentukan data bobot testis kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
bobot testis kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data bobot testis tidak berbeda secara bermakna.
Ho : Data bobot testis berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

81

(lanjutan)

Multiple Comparisons
LSD
Mean

95% Confidence Interval

Difference
(I) kelompok

(J) kelompok

Kontrol

dosis rendah

.1595000

.0955140

.114

-.042981

.361981

dosis sedang

.2974800*

.0955140

.007

.094999

.499961

dosis tinggi

.3047400*

.0955140

.006

.102259

.507221

Kontrol

-.1595000

.0955140

.114

-.361981

.042981

dosis sedang

.1379800

.0955140

.168

-.064501

.340461

dosis tinggi

.1452400

.0955140

.148

-.057241

.347721

-.2974800*

.0955140

.007

-.499961

-.094999

dosis rendah

-.1379800

.0955140

.168

-.340461

.064501

dosis tinggi

.0072600

.0955140

.940

-.195221

.209741

-.3047400*

.0955140

.006

-.507221

-.102259

dosis rendah

-.1452400

.0955140

.148

-.347721

.057241

dosis sedang

-.0072600

.0955140

.940

-.209741

.195221

dosis rendah

dosis sedang

dosis tinggi

Kontrol

Kontrol

(I-J)

Std. Error

Sig.

Lower Bound Upper Bound

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Bobot testis pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi berbeda
bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05), sedangkan dosis
rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut
dengan kontrol (p 0,05).

82

Lampiran 16. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa


1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Konsentrasi Spermatozoa
a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data konsentrasi spermatozoa tikus.
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak terdistribusi normal.
Pengambilan Keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Konsentrasi spermatozoa
N

20

Normal Parametersa

Mean

52.80000

Std. Deviation
Most Extreme Differences

15.096150

Absolute

.176

Positive

.176

Negative

-.153

Kolmogorov-Smirnov Z

.786

Asymp. Sig. (2-tailed)

.567

Test distribution is Normal.

Keputusan : Uji normalitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok


teridistribusi normal (p 0,05).
b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi spermatozoa homogen atau tidak.
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa homogen.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak homogen.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

83

(lanjutan)

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic

df1

df2

Sig.

1.614

16

.226

Keputusan : Uji homogenitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok


homogen (p 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji
ANOVA.
2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap konsentrasi spermatozoa
kelompok hewan uji.
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi
spermatozoa.
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoatidak berbeda secara bermakna.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
ANOVA
Sum of Squares

Df

Mean Square

Sig.

Between Groups

2517.994

839.331

7.411

.002

Within Groups

1811.988

16

113.249

Total

4329.981

19

Keputusan : Konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna, sehingga


pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD.
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap konsentrasi spermatozoa kelompok
hewan uji
Tujuan : Untuk menentukan data konsentrasi spermatozoa kelompok mana
yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
konsentrasi spermatozoa kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
84

(lanjutan)

Multiple Comparisons
LSD
95% Confidence Interval

Mean Difference
(I) kelompok
Kontrol

dosis rendah

dosis sedang

dosis tinggi

(J) kelompok

(I-J)

Std. Error

Sig.

Lower Bound

Upper Bound

dosis rendah

23.125000*

6.730504

.003

8.85697

37.39303

dosis sedang

24.300000*

6.730504

.002

10.03197

38.56803

dosis tinggi

28.875000*

6.730504

.001

14.60697

43.14303

Kontrol

-23.125000*

6.730504

.003

-37.39303

-8.85697

dosis sedang

1.175000

6.730504

.864

-13.09303

15.44303

dosis tinggi

5.750000

6.730504

.406

-8.51803

20.01803

-24.300000*

6.730504

.002

-38.56803

-10.03197

dosis rendah

-1.175000

6.730504

.864

-15.44303

13.09303

dosis tinggi

4.575000

6.730504

.506

-9.69303

18.84303

-28.875000*

6.730504

.001

-43.14303

-14.60697

dosis rendah

-5.750000

6.730504

.406

-20.01803

8.51803

dosis tinggi

-4.575000

6.730504

.506

-18.84303

9.69303

Kontrol

Kontrol

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok perlakuan berbeda secara


bermakna dengan kontrol (p 0,05), namun tidak ada perbedaan
bermakna antar kelompok perlakuan.

85

Lampiran 17. Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus


1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Diameter Tubulus Seminiferus
a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data diameter tubulus seminiferus.
Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus terdistribusi normal.
Ha : Data diameter tubulus seminiferus tidak terdistribusi
normal.
Pengambilan Keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Diameter tubulus seminiferus
N
Normal Parametersa
Most Extreme
Differences

20
167.6226
11.10118
.118
.094
-.118
.529
.943

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

Test distribution is normal.

Keputusan : Uji normalitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok


teridistribusi normal (p 0,05).

b. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data diameter tubulus seminiferus homogen atau
tidak.
Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus homogen.
Ha : Data diameter tubulus seminiferus tidak homogen.
Pengambilan keputusan :
o

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

86

87

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic

df1

df2

Sig.

1.882

16

.173

Keputusan : Uji homogenitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok


homogen (p 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji
ANOVA.

2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap diameter tubulus


seminiferus kelompok hewan uji.
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data diameter tubulus
seminiferus.
Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus tidak berbeda secara
bermakna.
Ha : Data diameter tubulus seminiferus berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
ANOVA
Sum of Squares

Df

Mean Square

Sig.

Between Groups

1077.079

359.026

4.543

.017

Within Groups

1264.409

16

79.026

Total

2341.488

19

Keputusan : Diameter tubulus seminiferus berbeda secara bermakna, sehingga


pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD.

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap diameter tubulus seminiferus


kelompok hewan uji.
Tujuan : Untuk menentukan data diameter tubulus kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
diameter tubulus kelompok lainnya.

87

Hipotesis : Ho :

Data diameter tubulus seminiferus tidak berbeda secara


bermakna.

Ha :

Data

diameter

tubulus

seminiferus

berbeda

secara

bermakna.
Pengambilan keputusan :
o

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

Multiple Comparisons
LSD

(I) kelompok
Kontrol

(J) kelompok
dosis rendah

17.05600

dosis sedang

8.83400

dosis tinggi

Std. Error

Sig.

Lower Bound

Upper Bound

5.62230

.008

5.1373

28.9747

5.62230

.136

-3.0847

20.7527

5.62230

.005

6.3653

30.2027

5.62230

.008

-28.9747

-5.1373

-8.22200

5.62230

.163

-20.1407

3.6967

dosis tinggi

1.22800

5.62230

.830

-10.6907

13.1467

Kontrol

-8.83400

5.62230

.136

-20.7527

3.0847

dosis rendah

8.22200

5.62230

.163

-3.6967

20.1407

dosis tinggi

9.45000

5.62230

.112

-2.4687

21.3687

5.62230

.005

-30.2027

-6.3653

Kontrol
dosis sedang

dosis sedang

95% Confidence Interval

dosis tinggi
dosis rendah

Mean
Difference
(I-J)

Kontrol

18.28400

-17.05600

-18.28400

dosis rendah

-1.22800

5.62230

.830

-13.1467

10.6907

dosis sedang

-9.45000

5.62230

.112

-21.3687

2.4687

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Diameter tubulus seminiferus pada kelompok dosis rendah dan dosis
tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05),
sedangkan dosis sedang tidak adanya perbedaan bermakna antara
dosis tersebut dengan kontrol (p 0,05).

88

Lampiran 18. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli
1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Jumlah Spermatosit Pakiten per
Jumlah Sel Sertoli.
a. Uji Normalitas dan Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data jumlah spermatosit pakiten per
jumlah Sel Sertoli.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
terdistribusi normal.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
tidak terdistribusi normal.
Pengambilan Keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
STAGE II STAGE VII STAGE XII
N

20

20

20

Mean

5.0626

6.0053

6.3198

Std. Deviation

1.34652

1.63655

1.57962

Absolute

.122

.149

.170

Positive

.122

.145

.126

Negative

-.066

-.149

-.170

Kolmogorov-Smirnov Z

.545

.667

.760

Asymp. Sig. (2-tailed)

.927

.765

.610

Normal Parameters

Most Extreme
Differences

Test distribution is normal.

Keputusan : Uji normalitas jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
seluruh kelompok pada setiap tahapan terdistribusi normal (p
0,05).

b. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel
Sertoli homogen atau tidak.

89

(lanjutan)

Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli


homogen.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
tidak homogen.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic

df1

df2

Sig.

STAGE II

2.641

16

.085

STAGE VII

2.958

16

.064

STAGE XII

2.862

16

.070

Keputusan : Uji homogenitas jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel


Sertoli seluruh kelompok pada setiap tahapan homogen (p
0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA.

2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah jumlah spermatosit pakiten per
jumlah Sel Sertoli kelompok hewan uji.
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data jumlah
spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli tidak
berbeda secara bermakna.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

90

(lanjutan)

ANOVA

STAGE II

STAGE VII

STAGE XII

Sum of Squares

Df

Mean Square

Sig.

Between Groups

23.548

7.849

11.521

.000

Within Groups

10.901

16

.681

Total

34.449

19

Between Groups

21.427

7.142

3.879

.029

Within Groups

29.461

16

1.841

Total

50.888

19

Between Groups

26.237

8.746

6.609

.004

Within Groups

21.172

16

1.323

Total

47.409

19

Keputusan : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli setiap
tahapan berbeda secara bermakna (p 0,05).

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah spermatosit pakiten per jumlah
Sel Sertoli kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk menentukan data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel
Sertoli kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara
bermakna dengan jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli tidak
berbeda secara bermakna.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli berbeda
secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

91

(lanjutan)

Multiple Comparisons
LSD
Dependent
Variable

Mean
Difference
(I) kelompok (J) kelompok
(I-J)

STAGE II

Kontrol

Std.
Error

Sig.

Lower
Bound

Upper
Bound

Dosis rendah

-2.04821* .52203

.001

-3.1549

-.9416

Dosis sedang
Dosis tinggi

-.89200 .52203
.88200 .52203

.107
.111

-1.9987
-.2247

.2147
1.9887

2.04821* .52203

.001

.9416

3.1549

1.15621 .52203
2.93021* .52203

.042
.000

.0496
1.8236

2.2629
4.0369

.89200 .52203

.107

-.2147

1.9987

-1.15621 .52203
1.77400* .52203

.042
.004

-2.2629
.6673

-.0496
2.8807

Dosis rendah Kontrol


Dosis sedang
Dosis tinggi
Dosis sedang Kontrol
Dosis rendah
Dosis tinggi
Dosis tinggi

95% Confidence Interval

-.88200 .52203

.111

-1.9887

.2247

Dosis rendah
Dosis sedang

-2.93021* .52203
-1.77400* .52203

.000
.004

-4.0369
-2.8807

-1.8236
-.6673

Dosis rendah
Dosis sedang
Dosis tinggi

-1.53700 .85821
-.29817 .85821
1.37378 .85821

.092
.733
.129

-3.3563
-2.1175
-.4455

.2823
1.5211
3.1931

Dosis rendah Kontrol


Dosis sedang
Dosis tinggi

1.53700 .85821
1.23882 .85821
2.91078* .85821

.092
.168
.004

-.2823
-.5805
1.0915

3.3563
3.0581
4.7301

Dosis sedang Kontrol


Dosis rendah
Dosis tinggi

.29817 .85821
-1.23882 .85821
1.67195 .85821

.733
.168
.069

-1.5211
-3.0581
-.1474

2.1175
.5805
3.4913

Dosis tinggi

-1.37378 .85821

.129

-3.1931

.4455

STAGE VII Kontrol

STAGE XII Kontrol

Kontrol

Kontrol
Dosis rendah
Dosis sedang

-2.91078 .85821
-1.67195 .85821

.004
.069

-4.7301
-3.4913

-1.0915
.1474

Dosis rendah

-1.74767* .72753

Dosis sedang
Dosis tinggi
Dosis rendah Kontrol
Dosis sedang
Dosis tinggi
Dosis sedang Kontrol
Dosis rendah
Dosis tinggi
Dosis tinggi Kontrol
Dosis rendah
Dosis sedang

.029

-3.2900

-.2054

.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753

.415
.067
.029
.137
.000
.415
.137
.013
.067

-2.1506
-.1146
.2054
-.4029
1.6331
-.9340
-2.6817
.4937
-2.9700

.9340
2.9700
3.2900
2.6817
4.7177
2.1506
.4029
3.5783
.1146

-3.17539* .72753
-2.03600* .72753

.000
.013

-4.7177
-3.5783

-1.6331
-.4937

-.60828
1.42772
1.74767*
1.13939
3.17539*
.60828
-1.13939
2.03600*
-1.42772

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli di tahap II dan
tahap XII pada kelompok perlakuan dosis rendah (5mg/kg BB)
92

(lanjutan)
memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol (p
0,05) sedangkan pada dosis sedang (25 mg/kg BB) dan dosis tinggi
(50 mg/kg BB) tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis
tersebut dengan kontol (p 0,05). Selain itu, data jumlah spermatosit
pakiten per jumlah Sel Sertoli di tahap VII menunjukkan tidak
adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok yang mendapat
perlakuan dengan kelompok kontrol (p 0,05).

93

Lampiran 19. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten


1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Jumlah Spermatosit Pakiten
a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data jumlah spermatosit pakiten.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten terdistribusi normal.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten tidak terdistribusi
normal.
Pengambilan Keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Spermatosit pakiten
N

20

Normal Parametersa

Most Extreme Differences

Mean

48.1925

Std. Deviation

6.61148

Absolute

.125

Positive

.114

Negative

-.125

Kolmogorov-Smirnov Z

.561

Asymp. Sig. (2-tailed)

.912

a. Test distribution is Normal.

Keputusan : Uji normalitas jumlah spermatosit pakiten seluruh kelompok


terdistribusi normal (p 0,05).
b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data jumlah spermatosit pakiten homogen atau
tidak.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten homogen.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten tidak homogen.

94

(lanjutan)

Pengambilan keputusan
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic

df1

df2

Sig.

1.273

16

.317

Keputusan: Uji homogenitas jumlah spermatosit pakiten seluruh kelompok


homogen (p 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji
ANOVA.
2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap jumlah spermatosit pakiten
kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data jumlah
spermatosit pakiten.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten tidak berbeda secara
bermakna.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
ANOVA
Sum of Squares

Df

Mean Square

Sig.

Between Groups

440.520

146.840

6.024

.006

Within Groups

390.001

16

24.375

Total

830.521

19

Keputusan : Data jumlah spermatosit pakiten berbeda secara bermakna (p


0,05).

95

(lanjutan)

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah spermatosit pakiten per sel
Sertoli kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk menentukan data jumlah spermatosit pakiten kelompok mana
yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
jumlah spermatosit pakiten kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten tidak berbeda secara
bermakna.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan
o

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

Multiple Comparisons
LSD

(I) kelompok

(J) kelompok

Mean
Difference
(I-J)

Kontrol

Dosis rendah

3.65000

Upper Bound

.260

-2.9694

10.2694

11.25000

3.12250

.002

4.6306

17.8694

Dosis tinggi

10.41000

3.12250

.004

3.7906

17.0294

Kontrol

-3.65000

3.12250

.260

-10.2694

2.9694

7.60000

3.12250

.027

.9806

14.2194

6.76000

3.12250

.046

.1406

13.3794

-11.25000 3.12250

.002

-17.8694

-4.6306

3.12250

.027

-14.2194

-.9806

Dosis tinggi

Dosis tinggi

Lower Bound

3.12250

Dosis sedang
Dosis sedang

Sig.

Dosis sedang
Dosis rendah

95% Confidence Interval


Std.
Error

Kontrol

Dosis rendah

-7.60000

Dosis tinggi

-.84000

3.12250

.791

-7.4594

5.7794

Kontrol

-10.41000 3.12250

.004

-17.0294

-3.7906

Dosis rendah

-6.76000* 3.12250

.046

-13.3794

-.1406

.791

-5.7794

7.4594

Dosis sedang

.84000

3.12250

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Jumlah spermatosit pakiten pada kelompok dosis sedang dan dosis
tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05),
sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara
dosis tersebut dengan kontrol (p 0,05).

96

Lampiran 17. Analisis Data Jumlah Sel Sertoli


1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Jumlah Sel Sertoli
a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data jumlah sel Sertoli.
Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli terdistribusi normal.
Ha : Data jumlah sel Sertoli tidak terdistribusi normal.
Pengambilan Keputusan
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sel sertoli
N
Normal Parametersa

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Most Extreme Differences

Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

20
9.3455
2.14058
.152
.152
-.113
.679
.746

a. Test distribution is Normal.

Keputusan : Uji normalitas jumlah sel Sertoli seluruh kelompok terdistribusi


normal (p 0,05).
b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data jumlah sel Sertoli homogen atau tidak.
Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli homogen.
Ha : Data jumlah sel Sertoli tidak homogen.
Pengambilan keputusan
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic

df1

df2

Sig.

6.054

16

.006

97

(lanjutan)

Keputusan : Uji homogenitas jumlah sel Sertoli seluruh kelompok tidak


homogen (p 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal
Wallis karena syarat belum terpenuhi.
2. Uji Kruskal Wallis terhadap jumlah sel Sertoli kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data jumlah sel
Sertoli.
Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli tidak berbeda secara bermakna.
Ha : Data jumlah sel Sertoli berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ha ditolak.
Test Statistics
Sel Sertoli
Chi-Square
Df
Asymp. Sig.

14.554
3
.002

Keputusan: Data jumlah sel Sertoli berbeda secara bermakna (p 0,05).

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah sel Sertoli kelompok hewan
uji
Tujuan : Untuk menentukan data jumlah sel Sertoli kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
jumlah sel Sertoli kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli tidak berbeda secara bermakna.
Ho : Data jumlah sel Sertoli berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.

98

(lanjutan)

Multiple Comparisons
LSD

(I) kelompok
Kontrol

Dosis rendah

Mean
Difference
(J) kelompok
(I-J)
Std. Error
3.93000

Dosis sedang

3.37800

Dosis tinggi

.03000

Dosis rendah

Kontrol
Dosis sedang
Dosis tinggi

Dosis sedang

Kontrol
Dosis rendah
Dosis tinggi

Dosis tinggi

Kontrol
Dosis rendah
Dosis sedang

-3.93000

-.55200

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound

Upper Bound

.70859

.000

2.4279

5.4321

.70859

.000

1.8759

4.8801

.70859

.967

-1.4721

1.5321

.70859

.000

-5.4321

-2.4279

.70859

.447

-2.0541

.9501

-3.90000

.70859

.000

-5.4021

-2.3979

-3.37800

.70859

.000

-4.8801

-1.8759

.70859

.447

-.9501

2.0541

.70859

.000

-4.8501

-1.8459

.70859

.967

-1.5321

1.4721

3.90000

.70859

.000

2.3979

5.4021

3.34800

.70859

.000

1.8459

4.8501

.55200
-3.34800

-.03000

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Jumlah sel Sertoli pada kelompok dosis rendah dan dosis sedang
berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05), sedangkan
dosis tinggi tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut
dengan kontrol (p 0,05).

99

Lampiran 21. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Kontrol


Keterangan :
Terlihat adanya sel-sel spermatogenik
(spermatogonia, spermatosit pakiten,
dan spermatid) tersusun rapat dan padat.
1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen
Gambar 56. Kontrol,tahap II, Perbesaran 400x
Keterangan :
Jumlah lapisan sel terlihat teratur dan
sel-sel spermatogenik tersusun sesuai
dengan tingkat perkembangannya dari
membran basalis menuju ke arah lumen.
1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatozoa
6. Lumen
Gambar 57. Kontrol,tahap VII, Perbesaran 400x
Keterangan :
Terlihat adanya sel spermatogenik
(spermatogonia, spermatosit pakiten,
dan spermatid) tersusun berlapis dan
teratur
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya dari membran basalis
menuju ke arah lumen.

Gambar 58. Kontrol,tahap XII, Perbesaran 400x

100

1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen

Lampiran 22. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan


Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB)
Keterangan :
Pada gambar ini terlihat sel-sel
spermatogenik
(spermatogonia,
spermatosit pakiten, dan spermatid)
masih tetap, namun bila dibandingkan
dengan kontrol, terlihat adanya
penurunan jumlah spermatid.

Gambar 59. Perlakuan Ekstrak Etanol 70%


Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap II,
Perbesaran 400x

1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen

Keterangan :
Terlihat kesan berkurangnya
spermatogonia.
1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatozoa
6. Lumen
Gambar 60. Perlakuan Ekstrak Etanol 70%
Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap VII,
Perbesaran 400x
Keterangan :
Pada gambar ini bila dibandingkan
dengan kontrol, terlihat adanya
penurunan jumlah spermatosit pakiten
dan sel-sel tersusun agak jarang.

Gambar 61. Perlakuan Ekstrak Etanol 70%


Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap XII,
Perbesaran 400x
101

1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen

Lampiran 23. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan


Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (25mg/kg BB)
Keterangan :
Terlihat sel-sel spermatogenik mulai
tersusun tidak teratur dan susunan sel
tidak rapat.
1. Membran basalis
2. Spermatogonium
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen
Gambar 62. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak
Pagar (25mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x
Keterangan :
Terlihat berkurangnya spermatosit
pakiten dibandingkan dengan kontrol
dan perlakuan dosis 5 mg/kgBB.
1. Membran basalis
2. Spermatogonium
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatozoa
6. Lumen
Gambar 63. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak
Pagar (25mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x
Keterangan :
Pada gambar ini, terlihat adanya
penurunan
jumlah
spermatosit
pakiten yang lebih banyak dan
susunan sel spermatogenik yang tidak
teratur bila dibandingkan dengan
kelompok
perlakuan
dosis
5mg/kgBB.
1. Membran basalis
2. Spermatogonium
Gambar 64. Perlakuan Ekstrak Etanol Biji Jarak Pagar 3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
(25mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x
5. Spermatid
6. Lumen
102

(lanjutan)

Keterangan :
Terlihat adanya jumlah spermatosit
pakiten yang sangat sedikit dan tidak
terbentuknya spermatid sehingga
lumen tampak kosong dan terlihat
semakin lebar.
1. Membran basalis
2. Spermatosit pakiten
3. Lumen
Gambar 65. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak
Pagar (25mg/kg BB), Perbesaran 400x

103

Lampiran 24. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan


Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB)
Keterangan :
Lumen mengandung spermatosit
pakiten dan spermatid yang lebih
sedikit sehingga lumen terlihat tidak
penuh.

Gambar 66. Perlakuan Ekstrak Etanol 70%


Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap II,
Perbesaran 400x

1. Membran basalis
2. Spermatogonium
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen
Keterangan :
Pada gambar ini terlihat adanya
penurunan jumlah sel spermatozoa
lebih banyak dibandingkan kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan
lainnya.

Gambar 67. Perlakuan Ekstrak Etanol 70%


Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap VII,
Perbesaran 400x

1. Membran basalis
2. Spermatogonium
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatozoa
6. Lumen
Keterangan :
Terlihat penurunan jumlah sel-sel
spermatogenik lebih banyak dan letak
sel-sel spermatogenik yang lebih tidak
teratur.

Gambar 68. Perlakuan Ekstrak Etanol 70%


Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap XII,
Perbesaran 400x

104

1. Membran basalis
2. Spermatogonium
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen

(lanjutan)

Keterangan :
Tubulus seminiferus memperlihatkan
kerusakan nekrosis tubular. Lumen
tampak kosong, banyaknya sel yang
hilang di dalam tubulus dan terlihat
adanya sisa-sisa nekrosis mengisi
lumen.
1. Membran basalis
2. Lumen
Gambar 69. Perlakuan Ekstrak Etanol Biji
Jarak Pagar (50 mg/kg BB), Perbesaran 400x

105

You might also like