Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ii
iii
iv
ABSTRAK
Nama
: Widya Dwi Arini
Program Studi : Farmasi
Judul
: Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In
Vivo
Penelitian ini dilakukan untuk menguji efek antifertilitas ekstrak etanol 70% biji
jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan. Ekstrak diberikan secara oral
sekali sehari dalam 48 hari. Sampel terdiri dari 20 ekor tikus jantan galur Sprague
Dawley yang dibagi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol (Na CMC 1%),
kelompok perlakuan I (5mg/kg BB), II (25 mg/kg BB), dan III (50 mg/kg BB).
Kemudian hasil dianalisis dengan menggunakan analisis One Way ANOVA dan
dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dengan dosis 5 mg/kg BB,
25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB memberikan penurunan yang bermakna terhadap
konsentrasi spermatozoa, bobot testis, dan diameter tubulus seminiferus
dibandingkan dengan kontrol (p 0,05). Jumlah spermatosit pakiten dan jumlah
sel Sertoli dihitung pada seluruh tahapan dan jumlah spermatosit pakiten per
jumlah sel Sertoli masing-masing dihitung dalam tahap II,VII dan XII dari siklus
epitel seminiferus. Hasil menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dosis 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB,
yaitu terjadi penurunan jumlah spermatosit pakiten pada kelompok perlakuan (p
0,05). Terjadi penurunan jumlah sel Sertoli secara bermakna pada dosis 5 mg/kg
BB dan 25 mg/kg BB. Dari beberapa hasil pengamatan tersebut, disimpulkan
bahwa ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dapat mempengaruhi spermatogenesis
tikus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai bahan
kontrasepsi pria.
Kata kunci : Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.), berat testis, konsentrasi
spermatozoa, diameter tubulus seminiferus, spermatosit pakiten.
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Nama
: Widya Dwi Arini
Program Studi : Farmasi
Judul
: Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In
Vivo
This study was aimed to find out anti-fertility effects of 70% ethanolic extract of
Jatropha curcas seeds of male rats. The extract was given orally once a day for 48
days. The sample consisted of 20 Sprague Dawley male rats that were divided
four groups: control group (CMC Na 1%), treatment I (5 mg/Kg BW), II (25
mg/Kg BW), and III (50 mg/Kg BW). The result of experiment was analyzed by
using One Way ANOVA and by Multiple Comparisons test. The results showed
that 70% ethanolic extract of Jatropha curcas seed in dosage 5 mg/Kg BW, 25
mg/Kg BW, and 50 mg/Kg BW resulted significant decrease to sperm
concentration, testis weight, and diameter of seminiferous tubules compared with
control (p 0,05). The number of pachytene spermatocytes and Sertoli cells were
counted in all stages and number of pachytene spermatocytes per Sertoli cells
were counted in stages II,VII and XII of the cycle of the seminiferous epithelium.
The results showed significant difference between the control and the treatment
dosage 25 mg/Kg BW and treament 50 mg/Kg BW groups. There were decreased
the number of pachyten spermatocytes in treatment groups (p 0,05). A decline in
the number of Sertoli cells was significantly in dosage 5 mg/kg BW and 25 mg/kg
BW. This concluded that the 70% ethanolic extract of Jatropha curcas seed
influenced the spermatogenesis of rat. It is hoped that the results of this study can
be used to develop a male contraceptive method.
Key Words: Jatropha curcas seeds, testis weight, sperm concentration, diameter
of seminiferous tubules, sperm concentration, pachytene spematocytes.
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
7. Enrico S. Caesar, penyemangat yang selalu mendoakan, mengisi warnawarni kehidupan, setia dan selalu sabar mendengar keluh kesah penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Teman seperjuangan sepenelitian Rr.Alvira Widjaya, terima kasih atas
bantuan, motivasi, dan kebersamaannya selama penelitian.
9. Sahabat-sahabat tersayang yang selalu ada (Vira, Sivia, Septi, Ade, Indah,
Pura) yang tak henti memberikan doa, semangat, masukan untuk
kelancaran penyusunan skripsi.
10. Teman-teman Alcoolique ( Dian, Dwinur, Ayu, dll ) dan Beta Laktam yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan doa,
dukungan, dan persaudaraan selama ini untuk penulis.
11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah
membantu penyelesaian skripsi.
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran
pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki kemampuan penulis.
Jakarta,
November 2012
Penulis
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xiii
xiv
xvi
1
1
4
4
4
5
6
6
6
7
7
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
11
11
12
12
12
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
12
12
13
13
13
13
13
14
15
18
19
21
24
24
24
24
24
24
24
25
26
26
26
26
27
29
29
29
29
30
30
31
31
31
31
31
33
33
34
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
35
35
35
35
36
36
38
39
40
43
54
54
54
55
63
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
15
32
32
33
35
35
36
37
38
39
40
41
42
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8
16
18
20
22
36
37
38
39
40
42
42
65
65
65
65
65
65
65
65
65
65
65
65
66
66
66
66
66
66
66
66
66
67
67
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
67
67
67
67
67
67
67
67
67
68
68
68
68
68
68
68
68
68
68
100
100
100
101
101
101
102
102
102
103
104
104
104
105
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
63
64
65
67
69
70
71
72
74
75
76
77
78
79
80
83
86
89
94
97
100
101
102
104
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1.
LATAR BELAKANG
Masalah kependudukan tetap menjadi isu yang sangat penting dan
yang tidak menginginkan anak lagi, tetapi banyak tidak disukai pria, karena
mereka beranggapan bahwa dengan vasektomi akan menghilangkan keperkasaan
mereka. Oleh karena itu, para pakar berusaha untuk mencarikan cara yang aman
untuk para pria tetapi tidak akan merasa dihilangkan sifat keperkasaannya. Salah
satu cara adalah beralih ke tanaman (Hartini, 2011). Pada beberapa dekade
terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan
keamanan kontrasepsi pria. Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat
jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia
(tidak adanya sperma didalam semen) (BKKBN, 2006).
Untuk saat sekarang masyarakat lebih memilih alternatif menggunakan
obat tradisional karena dianggap relatif lebih murah, efisien dan lebih aman dari
efek samping dibandingkan dengan obat sintetik (Andria, 2012). Hal ini
mengingat bahwa di Indonesia kaya akan sumber daya tanaman obat, sehingga
mempunyai peluang untuk memperoleh kontrasepsi pria yang berasal dari
tanaman.
Di Indonesia, terdapat beberapa jenis tanaman yang telah diteliti efeknya
terhadap organ reproduksi jantan. Beberapa tanaman tersebut adalah ekstrak
metanol batang manggarsih dimana selama 35 hari mampu menyebabkan
penurunan jumlah spermatosit sekunder dan jumlah spermatozoa mencit namun
tidak mampu menyebabkan penurunan berat testis, diameter tubulus seminiferus
testis, jumlah spermatosit primer, dan jumlah spermatid (Ulimaz, 2010). Dari
penelitian Yurnadi dkk (2002) diketahui bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya
selama 20 hari pada berbagai dosis terhadap tikus belum dapat menurunkan
konsentrasi spermatozoa vas deferen, akan tetapi dapat menurunkan populasi sel
spermatogonium A dan spermatosit primer preleptoten. Selain itu, pada tanaman
Momordica charantia L. dengan pemberian selama 20 hari memberikan hasil
penurunan pada jumlah spermatozoa dan pada 40 hari memberikan hasil
penurunan jumlah spermatozoa yang lebih banyak. Namun, pada pemberian
Momordica charantia L. selama 60 hari tidak memberikan perubahan yang
bermakna (Saptogino, 2010).
1. 2.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah adalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
Sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa biji jarak
pagar (Jatropha curcas L.) mempunyai efek antifertilitas pada tikus jantan.
1. 3.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian uji antifertilitas ekstrak etanol 70% biji jarak
pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo
sebagai berikut :
1.
Untuk menguji pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha
curcas L.) terhadap konsentrasi spermatozoa dan bobot testis tikus jantan
galur Sprague Dawley secara in vivo.
2.
Untuk menguji pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha
curcas L.) terhadap tahapan spermatogenesis dan diameter tubulus
seminiferus pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.
1. 4.
HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian uji antifertilitas ekstrak etanol 70% biji jarak
pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo
sebagai berikut :
1.
Pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat
menurunkan konsentrasi spermatozoa dan bobot testis tikus jantan galur
Sprague Dawley secara in vivo.
2.
Pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat
mengganggu tahapan spermatogenesis dan mempunyai efek terhadap
berkurangnya diameter tubulus seminiferus dan pada tikus jantan galur
Sprague Dawley secara in vivo.
1. 5.
MANFAAT PENELITIAN
Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang manfaat biji
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1.
Klasifikasi
Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. Dalam
sistematika
(taksonomi)
tumbuhan,
kedudukan
tanaman
jarak
pagar
: Plantae
2.1.3.
Division
Class
: Magnoliopsida (Dicotyledonae)
Subclass
: Rosidae
Order
: Euphorbiales
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha L.
Species
Morfologi
Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai
umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1,5-5 meter.
Percabangannya tidak teratur, bulat dan tebal. Kulit batang berwarna keabuabuan atau kemerah-merahan. Apabila ditoreh, batang mengeluarkan getah
seperti latex berwarna putih atau kekuning-kuningan (Nurcholis dan Sumarsih,
2007).
Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai 6-16 cm dan lebar 5-15 cm.
Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung, bersudut
atau berlekuk 3-5 dan tepi daun gundul. Warna daun hijau atau hijau muda.
Bunga jarak pagar mulai muncul saat tanaman mulai berumur 3-4 bulan.
Pembungaan umunya terjadi pada musim kemarau. Walaupun demikian, pada
musim hujan juga dapat berbunga. Bunga terdiri atas bunga jantan dan bunga
betina. Dalam setiap malai terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga betina
bertangkai tebal dan berambut seperti sarang laba-laba. Ukurannya lebih besar
daripada bunga jantan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Bjji yang sudah tua berbentuk bulat panjang. Ukuran panjang rata-rata
18 mm (berkisar antara 11-30 mm) dan lebar rata-rata 10 mm (berkisar antara 711 mm). Biji jarak bercangkang tipis. Kulit atau cangkang biji yang sudah tua
bagian luar berwarna hitam kotor dan setelah kering penuh retak-retak kecil. Jika
belum tua, warna biji lebih cerah atau kecokelat-cokelatan dengan permukaan
halus. Jika kulit buah telah kering, biji dapat terlepas sendiri dari buah. Biji
matang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning
(Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Buah jarak pagar banyak dihasilkan pada musim kering pada saat jumlah
daun berkurang karena banyak yang kering atau gugur. Sekitar 2-3 bulan setelah
pemupukan, pada umumnya tanaman dewasa sudah berbuah. Buah tersusun
dalam tandan buah. Setiap tandan berisi 10 buah atau lebih. Bentuk buah
membulat, berukuran panjang 2-3 cm. Permukaan buah rata (halus). Apabila
buah mengering dan kemudian pecah menurut ruang, dalam setiap buah terdapat
3 biji (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
2.1.4.
Kegunaan
Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji, daun dan kulit kayu,
segar atau sebagai rebusan digunakan dalam pengobatan tradisional. Minyak dari
biji memiliki tindakan pencahar yang kuat dan juga banyak digunakan untuk
penyakit kulit dan untuk meredakan rasa sakit seperti yang disebabkan oleh
rematik. Getah yang keluar dari batang digunakan untuk menghentikan
pendarahan dari luka. Rebusan dari daun digunakan untuk batuk dan sebagai
antiseptik setelah kelahiran (Heller, 1996). Lateks memiliki sifat antibiotik
terhadap beberapa bakteri ; diterapkan langsung pada luka dan dapat digunakan
sebagai antiseptik seperti pada ruam, luka bakar, dan infeksi kulit (Bartoli, 2008).
Dengan menggunakan ekstrak dari biji jarak pagar dapat mengobati
penyakit seperti hernia, kanker, gonorhoea. Hal ini yang pernah dicoba oleh
penduduk di Colombia untuk mengobati penyakit kelamin. Di Mesir, biji
digunakan untuk pengobatan arthritis, gout dan jaundice. Biji tanaman ini juga
telah digunakan secara tradisional untuk pengobatan banyak penyakit termasuk
luka bakar, kejang, demam dan peradangan (Prasad et al., 2012). Beberapa
negara seperti, Kamboja, Vietnam dan India telah menggunakan biji jarak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
sebagai agensia aborsi, sedangkan di Sudan telah menggunakan biji jarak sebagai
agensia kontrasepsi (Cambie and Brewis, 1999).
2.2.
2.2.1.
Simplisia
Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan
ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk. Dalam buku Materia Medika
lndonesia ditetapkan definisi bahwa simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000).
Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia
pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh,
bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang
secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes
RI, 2000).
2.2.2.
Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ada beberapa jenis ekstrak yakni : ekstrak cair, ekstrak kental dan
ekstrak kering. Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang
mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan
lain pada masing-masing monografi tiap mL ekstrak mengandung senyawa aktif
dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih
bisa dituang biasanya kadar air lebih 30%. Ekstrak kental jika memilki kadar air
antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5%
(Saifudin dkk, 2011).
11
2.3.
Ekstraksi
2.3.1.
Cara dingin
2.3.1.1.
Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
Cara panas
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna (Depkes RI, 2000).
2.3.2.2.
Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
12
2.3.2.3.
Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC (Depkes RI, 2000).
2.3.2.4.
Infus
lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)
selama waktu tertentu (15 - 20 menit) (Depkes RI, 2000).
2.3.2.5.
Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>300C) dan
Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atisiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air darl ketel
secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Depkes
RI, 2000).
Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang
mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau
sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut
terdestilasi (Depkes RI, 2000).
2.3.4.
2.3.4.1.
13
dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa
bejana ekstraksi (Depkes RI, 2000).
2.3.4.2.
Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses
2.4.1.
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class
: Mammalia
Order
: Rodentia
Family
: Muridae
14
2.4.2.
Genus
: Rattus
Species
: norvegicus
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu
dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding
dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan
juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya
2-3 tahun dengan lama produksi 1 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika
Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus
liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman,
dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan
laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam
kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar
sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus
laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada
umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g,
tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur
yang paling besar diantara galur yang lain (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.
Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan
Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague-Dawley dengan ciriciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada
badannya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi
oleh peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis
outbred tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan
utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data
biologis tikus sebagai berikut :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
2.5.
duktus
deferens,
kelenjar
aksesori
(kelenjar
vesikulosa,
prostat
dan
bulbouretralis), uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini
berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus
16
hewan
yang
melakukan
fertilisasi
secara
interna
organ
17
18
membran basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang
berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki jari-jari sitoplasma yang
besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu
waktu (Heffner & Schust, 2005).
Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen
menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal
pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu, sel Sertoli juga
menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di
dalam kantong dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di daerah interstitial
antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2005).
2.5.1.
Produksi Sperma
Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL,
tidak berbeda signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 106/mL. Tubulus
seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni 347 + 5 m vs 262 + 9 m ,
tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis dibanding manusia (1,4 + 1
m vs 15,9 + 3,4 m). Epitel seminiferus tikus mengandung 40% lebih sel
spermatogenik dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus
manusia (Ilyas, 2007).
Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies
mamalia lainnya, termasuk manusia dan hewan domestik lainnya. Kepala sperma
pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya
(Krinke, 2000).
19
2.5.2.
pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel
Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat
kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa
pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka
mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah
sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa (Krinke,
2000).
Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis
melalui
suatu
perkembangan
yang
komplek
yang
disebut
dengan
disebut
dengan
spermiogenesis.
Selanjutnya
spermatozoa
20
menutupi 1/3 bagian nukleus; fase akrosom (8 14), nukleus dan head cap
memanjang; fase maturasi (15 18) nukleusnya menjadi lebih pendek dan
sitoplasma terkondensasi di sepanjang ekor yang telah mulai memanjang; hingga
dihasilkannya spermatozoa (19) yang dilepaskan ke lumen dengan ekor
menghadap ke lumen (Krinke, 2000).
Gambar 4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari kiri bawah
searah jarum jam. A, tipe spermatogonium A; In , spermatogonium tipe
intermediet; B, tipe spermatogonium B; R, spermatosit primer resting; L,
spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; P(I), P(VII), P (XII),
spermatosit pachytene awal, pertengahan dan akhir. Angka romawi
menunjukkan tahap di mana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit
sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis.Tabel di tengah memberikan komposisi
sellular dari tahapan siklus pada epitel seminiferus (l-XIV). M superscript
mengindikasikan terjadinya mitosis. Diadaptasi dari Clermont dengan sedikit
modifikasi (1962). (Krinke, 2000).
21
Dari gambar diatas terlihat pada stage II tampak spermatid yang telah
berekor yaitu spermatid yang telah mengalami maturasi. Sedangkan spermatozoa
hanya ditemukan pada stage VII dan pada stage XII tidak ditemukannya lagi
spermatid yang matur (tidak berekor).
Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus
seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang
tubulus menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima
generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus
dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik
lainnya biasanya menunjukkan pola mosaik di beberapa tahap. Pada tikus,
dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap.
Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk
spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap
spermatogenesis (Krinke, 2000).
2.5.3.
spermatogenesis
dipengaruhi
oleh
hormon-hormon
yang
pendewasaan
spermatozoa
yang
terbentuk
dalam
tubulus
dan
fungsi
vesikula
seminalis
serta
kelenjar
prostat.
22
23
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.
jantan galur Sprague-Dawley, sehat, fertil, berumur 9 minggu dengan berat 250350 gram yang diperoleh dari Badan Pengawasan Obat Makanan.
3.2.2.
Bahan Uji
Bahan uji yang akan digunakan adalah biji dari tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas L.) diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar Balitri Sukabumi.
Sebelum dilakukan penelitian, tanaman di determinasi terlebih dahulu di
Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.
3.2.3.
Bahan Kimia
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus
berupa pellet, aquades, larutan NaCl fisiologis, Na CMC, alkohol 70%, 80%, dan
96% , etanol 70% dan 95%, ammoniak 1 % dan 25 %, larutan HCl, kloroform,
pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH,
FeCl3, eter, petroleum eter, larutan Hematoksilin, larutan Bouin (asam pikrat,
formaldehid 4%, asam asetat), larutan xilol, larutan Eosin, larutan George,
paraffin.
3.2.4.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : labu erlenmeyer,
gelas ukur, ayakan mesh 40, timbangan analitik (AND GH-202), mortir, tabung
reaksi, cawan penguap, hot plate, corong,
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan penelitian
suspensi ekstrak jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan dosis sedang yaitu
25 mg/kg BB, makan dan minum.
4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi
suspensi ekstrak jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan dosis tinggi yaitu 50
mg/kg BB, makan dan minum.
26
3.4.
Kegiatan Penelitian
3.4.1.
determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian BiologiLIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.
3.4.2.
Penyiapan Simplisia
Biji jarak pagar yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 8,15 %
diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar Balitri Sukabumi. Sebanyak 1,5 kg biji
jarak pagar yang telah dikeringkan kemudian dirajang atau diblender. Kemudian
dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 sehingga
dihasilkan serbuk simplisia sebanyak 674 gram. Serbuk simplisia disimpan
dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
3.4.3.
Pembuatan Ekstrak
Pada pembuatan ekstrak biji jarak pagar digunakan metode ekstraksi cara
27
3.4.4.
Penapisan Fitokimia
Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan
golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol 70% biji jarak pagar seperti alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, dan steroid/terpenoid.
1. Identifikasi Golongan Alkaloid
Metoda Culvernor-Fitzgerald
Gerus 2-4 g material tumbuhan yang telah bersih potong-potong masukan
kedalam mortar dan tambahkan kloroform secukupnya dan pasir bersih,
kemudian digerus. Tambahkan 10 mL kloroform amoniakal diaduk rata.
Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan cara memerasnya pakai kain
kasa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian tambahkan 0.5 mL I M asam sulfat
dan kocok baik-baik, biarkan beberapa saat. Pipet lapisan atas yang jemih
kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff"s
dan tabung lainnya pereaksi Mayer's (2-3 tetes). Reaksi positif apabila
menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi Drogendorff's
dan endapan putih dengan pereaksi Mayer's. Catatan hasil sebagai berikut:
(+)
sedikit keruh
28
29
Nama ekstrak.
3.4.5.2. Organoleptik
Penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa
sebagai berikut :
Warna
Bau
Rasa
30
dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika
ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silica
pengering yang telah ditimbang secara seksama setelah dikeringkan dan
disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silica tersebut secara
rata dengan esktrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu
penetapan hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000).
3.4.5.4. Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
secara seksama dimasukkan ke dalam krus slilikat yang telah dipijarkan dan
ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang.
Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui
kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap,
timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 2000).
3.4.6.
dengan cara mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu (umur siap
dikawinkan) yang akan digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus
betina. Kemudian di amati apakah terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika
terjadi kehamilan maka menunjukkan bahwa tikus jantan yang akan digunakan
sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil.
Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang,
sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada
kondisi laboratorium, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang
baru. Selama proses adaptasi, diberi makan dan minum standar ad libitum,
dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Tikus
yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama aklimatisasi
tidak mengalami perubahan lebih dari 10% dan secara visual menunjukkan
perilaku yang normal.
31
3.4.7.
Pemberian Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague-
Pembuatan preparat
Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil
organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian
kauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis
diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat.
Pembuatan sediaan mikroanatomi testis dilakukan di Laboratorium
Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat
dilakukan dengan cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin,
kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya
ditanamkan dalam parafin wax. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 5 m
dan dilakukan pewarnaan dengan hematoksiklin eosin. (Yotarlai et al., 2011).
3.4.9.
32
Pengenceran
Kotak yg
dihitung
50 kali
5
20 kali
10
10 kali
25
diketahui, maka dilakukan pengenceran
Pembuatan pengenceran
50 kali
20 kali
10 kali
Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan (hanya salah satu yang dipilih).
Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa
dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara
pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa
sesuai rumus di bawah ini (Ilyas, 2007).
= 10.000
25
33
n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5
10
25
n x 10.000 x 10 x 1 x 0,5
34
Analisis Data
Hasil percobaan yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas,
uji parametrik (one-way ANOVA), atau uji non parametrik (Kruskal Wallis). Jika
hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang
signifikan (p 0,05) maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan Uji
Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference ).
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
HASIL PENELITIAN
4.1.1.
Ekstraksi
Sebanyak 674 gram serbuk biji jarak pagar (Jatropha curcas L.)
Penapisan fitokimia
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak
terdapat beberapa golongan senyawa. Hasil dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
Golongan Senyawa
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tannin
Steroid/Triterpenoid
Hasil penapisan
Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
+
+
+
4.1.3.
Parameter Standar
Parameter standar yang dilakukan terhadap ekstrak dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.2. Parameter standar ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
Parameter
Identitas Ekstrak
Organoleptik
Kadar abu
Susut pengeringan
Rendemen
36
4.1.4.
mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.3. Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok
Tanggal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
30 Juni 2012
6 Juli 2012
11 Juli 2012
16 Juli 2012
21 Juli 2012
26 Juli 2012
31 Juli 2012
5 Agustus 2012
10 Agustus 2012
15 Agustus 2012
20 Agustus 2012
No.
Kontrol
Rendah
Sedang
Tinggi
Tanggal Penimbangan
4.1.4.
mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat
pada tabel berikut :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Kelompok
1.
Kontrol
2,0139 0,8685
2.
1,8683 0,2275
3.
Dosis sedang (25 mg/kg BB)
1,7303 0,0135*
4.
Dosis tinggi (50 mg/kg BB )
1,7230 0,1781*
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna
terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95 %
2.0139
1.8683
1.7303
1.723
Rata-rata bobot testis
(gram)
0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )
38
4.1.5.
Kelompok
1.
Kontrol
71,88 13,31
2.
48,75 3,95*
3.
46,38 9,22*
4.
43,00 13,24*
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
72
48.75
46.375
43
Rata-rata
Konsentrasi
spermatozoa
0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )
39
1.
Kontrol
178,67 3,35
2.
161,61 11,35*
3.
169,84 7,25
4.
160,38 11,11*
178.67
161.61
169.84
160.38
Rata-rata diameter
tubulus seminiferus
(m)
0
5
25
50
Dosis ekstrak etanol 70% biji jarak pagar ( mg/kg BB )
40
Tahap II
Tahap VII
Tahap XII
Kontrol
4,55 1,03
5,89 1,83
6,09 1,48
Dosis rendah
6,6 0,77*
7,43 1,09
7,83 0,82*
Dosis sedang
5,44 0,94
6,18 1,62
6,70 1,35
Dosis tinggi
3,67 0,43
4,62 0,46
4,66 0,75
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna
terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) pada taraf kepercayaan 95%.
10
8
6
4
7.43
6.6
6.7
6.18
5.44
5
4.62
3.67
Stage II
Stage VII
Stage XII
0
0
25
50
Gambar 10. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel
Sertoli setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar
selama 48 hari.
41
Kelompok
1.
Kontrol
54,52 4,96
2.
50,87 3,33
3.
43,27 5,76*
4.
44,11 5,35*
42
Rata-rata jumlah
spermatosit pakiten
54.52
50.87
43.27
44.11
Rata-rata Jumlah
Spermatosit Pakiten
0
25
50
seminiferus
secara
acak
yang
mengalami
berbagai
tahapan
spermatogenesis (tahap II,VII, dan XII). Hasil uji normalitas KolmogorovSmirnov dan homogenitas Levene menunjukkan bahwa data jumlah spermatosit
pakiten terdistribusi normal (p 0,05) dan homogen (p 0,05). Kemudian
selanjutnya diuji menggunakan statistika parametrik one way ANOVA. Hasil uji
ANOVA yang dilakukan terhadap data jumlah spermatosit pakiten menunjukkan
nilai signifikan 0,006 (p 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana
data yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan bermakna jumlah
spermatosit pakiten pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi dengan kontrol
(p 0,05), sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara
dosis tersebut dengan kontrol (p 0,05).
Tabel 4.9. Rata-rata jumlah sel Sertoli
No.
Kelompok
1.
Kontrol
11,18 1,74
2.
7,25 0,49*
3.
7,80 1,09*
4.
11,15 0,73
43
11.18
11.15
7.25
9.00
7.80
6.00
Rata-rata jumlah
sel sertoli
3.00
0.00
0
25
50
Gambar 12. Grafik hasil rata-rata jumlah sel Sertoli setelah pemberian ekstrak
etanol 70% biji jarak pagar selama 48 hari.
Data diperoleh dengan menghitung jumlah sel Sertoli dari 20 tubulus
seminiferus secara acak yang mengalami berbagai tahapan spermatogenesis
(tahap II,VII, dan XII). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan
bahwa data jumlah sel Sertoli terdistribusi normal (p 0,05). Setelah dilakukan
uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Namun, berbeda hal dengan
uji normalitas, hasil uji homogenitas menghasilkan data tidak homogen (p
0,05). Data rata-rata jumlah sel Sertoli kemudian diuji dengan menggunakan
statistika non parametrik Kruskal Wallis karena syarat homogenitasnya belum
terpenuhi. Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikan 0,002 (p 0,05).
Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang diperoleh
menunjukkan jumlah sel Sertoli pada kelompok dosis rendah dan dosis sedang
berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05), sedangkan dosis tinggi
tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p
0,05).
4.2. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, aktivitas anti fertilitas dievaluasi didasarkan pada
pengaruh ekstrak terhadap konsentrasi spermatozoa, efek terhadap berat organ
dan pemeriksaan histologi. Suatu bahan antifertilitas dapat bersifat sitotoksik atau
bersifat hormonal dalam memberikan pengaruhnya. Bila bersifat sitotoksik maka
pengaruhnya langsung terhadap sel kelamin, dan bila bersifat hormonal maka
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
bekerja pada organ yang responsif terhadap hormon yang berkaitan (Rusmiati,
2007).
Jarak pagar merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan sudah
dikenal sebagai tanaman obat. Bagian tanaman jarak pagar antara lain : buah,
biji, daun, akar dan batang. Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji,
daun dan kulit kayu, segar atau sebagai rebusan biasanya digunakan dalam
pengobatan tradisional. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah biji jarak pagar yang diperoleh dari Kebun Jarak Pagar Balitri, Sukabumi.
Sebelum dilakukan penelitian, bahan uji dilakukan determinasi untuk
memastikan kebenaran jenis tanaman bahwa tanaman yang digunakan adalah
benar Jatropha curcas L. dari famili Euphorbiaceae.
Ekstrak etanol 70% biji jarak pagar diperoleh dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol 70%. Maserasi dilakukan dengan cara merendam
serbuk biji jarak pagar dengan pelarut etanol 70% selama beberapa hari pada
temperatur kamar. Maserasi dipilih karena baik untuk senyawa-senyawa yang
tidak tahan terhadap panas dan memiliki beberapa keuntungan seperti : peralatan
yang sederhana dan proses pengerjaannya yang mudah. Penggunaan etanol 70%
sebagai pelarut didasarkan pada sifatnya yang semi polar sehingga diharapkan
dapat menarik kandungan senyawa yang bersifat polar dan non polar. Selain itu,
pemilihan konsentrasi 70% dikarenakan bahan uji yang digunakan merupakan
simplisia kering sehingga adanya kandungan air pada etanol 70% mempermudah
penarikan senyawa pada proses ekstraksi. Setelah dilakukan maserasi, filtrat yang
didapat diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan tujuan untuk
menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kental. Jika ekstrak yang
didapatkan belum cukup kental, maka ekstrak kemudian di freeze dry hingga
dihasilkan ekstrak yang lebih kental atau kering.
Dari 674 gram serbuk biji jarak pagar diperoleh 46,6285 gram ekstrak
kental etanol 70% biji jarak pagar. Rendemen yang diperoleh 6,92%.
Pemeriksaan parameter non spesifik lainnya seperti susut pengeringan dan kadar
abu juga dilakukan. Tujuan dari pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk
mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama proses pengeringan dan tujuan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
dari pemeriksaan kadar abu adalah untuk mengetahui kandungan mineral yang
berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil
yang diperoleh untuk susut pengeringan dan kadar abu ekstrak etanol 70% biji
jarak pagar masing-masing adalah 0,88% dan 10,08%. Kemudian terhadap
ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dilakukan penapisan fitokimia. Hasilnya
diketahui bahwa pada ekstrak etanol 70% biji jarak pagar terkandung alkaloid,
steroid, dan saponin.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor tikus
jantan galur Sprague Dawley berusia 9 minggu. Tikus yang digunakan
merupakan tikus yang sehat dan fertil dengan bobot tikus yaitu memiliki bobot
sekitar 250-350 gram. Pemilihan galur Sprague Dawley dikarenakan mayoritas
penelitian mengenai reproduksi pada tikus menggunakan galur ini. Galur ini juga
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi ditandai dengan jumlah sperma dalam
epididimis lebih banyak dibandingkan galur lain (Wilkinson et al., 2000).
Tikus dibagi menjadi 4 kelompok diantaranya kelompok kontrol dan 3
kelompok perlakuan dengan dosis masing-masing 5 mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan
50 mg/kgBB. Setiap kelompok tikus jantan ditempatkan pada kandang yang
berbeda dengan kepadatan kandang masing-masing 5 ekor. Jumlah tikus yang
digunakan pada tiap kelompok penelitian adalah lima ekor hal ini sesuai dengan
Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines
(WHO, 2000) yaitu untuk hewan pengerat masing masing kelompok perlakuan
harus terdiri dari setidaknya lima ekor. Hewan uji kemudian diaklimatisasi
selama 1 minggu agar dapat menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang
baru. Selama aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang
berat badannya. Adanya peningkatan berat badan menunjukkan bahwa tikus telah
mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan.
Setelah aklimatisasi, masing-masing tikus diberikan perlakuan dengan
ekstrak etanol 70% biji jarak pagar secara oral dengan menggunakan alat
penyekok oral (sonde). Periode ini dilakukan selama 48 hari. Sebelum perlakuan,
tikus ditimbang terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan dosis ekstrak etanol
biji jarak pagar yang akan diberikan. Sediaan bahan uji dibuat dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
keduanya
mengalami
kenaikan
berat
badan
tiap
minggunya.
47
48
49
50
Jumlah sel germinal didukung oleh sel Sertoli dan biasanya sangat
berkorelasi dengan efisiensi spermatogenesis. Perbedaan jumlah sel Sertoli dapat
dipengaruhi oleh perbedaan ukuran testis antar spesies dan galur pada hewan
percobaan (Sharpe et al., 2003). Sel Sertoli memiliki fungsi untuk memelihara
sel-sel germinal dan secara konstan dan sel ini diperlukan untuk mencegah
kematian sel-sel germinal karena apoptosis (Boekelheide et al., 2000). Sel ini
juga sangat rentan terhadap kerusakan (Lohiya et al., 2002). Di samping itu,
adanya kerusakan pada sel Sertoli mengakibatkan degenerasi dan hambatan
pematangan sel-sel germinal termasuk spermatosit dan spermatid.
Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa jumlah spermatosit pakiten dan
jumlah sel Sertoli mengalami pengurangan yang bermakna pada kelompok
perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Spermatosit sangat sensitif terhadap
pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah profase meiosis
pertama khususnya pada tahap pakiten, yaitu pada saat terjadinya pindah silang
antara kromosom yang homolog. Pada tahap ini, inti serta sitoplasma tumbuh
menjadi sel terbesar di antara lapisan sel spermatogenik. Penurunan jumlah
spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit
yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Telah diketahui
bahwa spermatid merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan spermatid
akan berefek langsung pada spermatozoa yang dihasilkan.
Terjadinya penurunan jumlah sel Sertoli mengindikasikan kegagalan
fungsi sel Sertoli untuk melindungi sel-sel germinal terhadap apoptosis.
Kerusakan sel Sertoli dapat menyebabkan apoptosis sel germinal yang berlebihan
karena penurunan faktor pendukung kelangsungan hidup (mungkin terjadi karena
kekurangan hormon), peningkatan sinyal pro-apoptosis atau keduanya dimana
proses spermatogenesis yang optimal memerlukan keseimbangan yang tepat dari
faktor-faktor tersebut (Boekelheide et al., 2000). Ketidakmampuan sel Sertoli
untuk melindungi sel germinal (spermatosit dan spermatid) terhadap apoptosis
mungkin juga terkait dengan perubahan proses pematangan sel Sertoli
(Benbrahim et al., 2008). Menurut Sharpe dkk (2003), berkurangnya sel germinal
51
pada manusia dan hewan bukan merupakan akibat dari kegagalan pematangan sel
Sertoli.
Kerusakan sel Sertoli akan memberi kontribusi bagi terganggunya proses
spermatogenesis dimana jika fungsi sel Sertoli terganggu, maka sekresi androgen
binding protein (ABP), suplai nutrisi, growth factors, laktat, tranferin juga
terganggu
karena
zat-zat
tersebut
sangat
dibutuhkan
dalam
proses
yang
tidak
dapat
berlangsung
secara
optimal
akan
52
seminiferus
secara
bermakna.
Berkurangnya
diameter
tubulus
sel
spermatogenik
tersusun
berlapis
sesuai
dengan
tingkat
53
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil
Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah:
DAFTAR PUSTAKA
Ahirwar, D., Ahirwar, B., and Kharya, M.D. 2010. Effect of Ethanolic Extract of
Jatropha curcas Seeds on Estrus Cycle of Female Albino Rats. Der
Pharmacia Lettre, 2(6): 146-150.
Andria, Y. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica
(L) urban) Terhadap Kadar Hormon Estradiol dan Kadar Hormon
Progesteron Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina. Tesis. Progam
Studi Ilmu Biomedik.
Ankley, G.T., and Johnson, R.D. 2004. Small Fish Models for Identifying and
Assessing the Effects of Endocrine-disrupting Chemicals. ILAR
Journal ; 45 (4) : 469-83.
Aregheore, E.M., Becker, K., Makkar, H.P.S. 2003. Detoxification of a toxic
variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and
preliminary nutritional evaluation with rats. S. Pac. J. Nat. Sci., 21,
50-56.
Azrifitria, 2012. Formulasi Mikroemulsi Kombinasi Testosteron Undekanoat dan
Medroksi Progesteron Asetat Untuk Kontrasepsi Pria Serta Profil
Farmakokinetik dan Farmakodinamik Pada Tikus Jantan Strain
Sprague Dawley. Disertasi. Program Pasca Sarjana. FKUI
Barceloux, D.G. 2008. Medical Toxicology of Natural Substances: Foods, Fungi,
Medicinal Herbs, Plants, and Venomous Animals. New Jersey : John
Wiley & Sons, Inc.
Bartoli. 2008. Physic nut (Jatropha curcas) cultivation in Honduras Handbook.
Hounduras : Agricultural Communication Center of the Honduran
Foundation for Agricultural Research (FHIA). Hal : 6-7, 13.
Benbrahim, T.L., Siddeek, B., Bozec, A., Tronchon, V., Florin, A., Friry, C.,
Tabone, E., Mauduit, C., Benahmed, M. 2008. Alterations of Sertoli
cell activity in the long-term testicular germ cell death process
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
2008.
KB
sebagai
suatu
kebutuhan.
Available
at:
http://www.bkkbn.go.id/berita/Pages/Kepala-BKKBN-Berharap,-
57
58
Hartini. 2011. Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava.L)
Terhadap Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih
Jantan (Rattus norvegicus). Tesis. Progam Studi Ilmu Biomedik.
Heffner, L.J., Schust, D.J. 2005. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi 2. Jakarta:
Erlangga. Hal : 26-27
Heller, J. 1996. Physic Nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and
used undertilized and neglected crops 1. Rome : Institut of Plant
Genetic and Crop Plant Research. Gatersleben/IPGRI.Hal : 9, 18.
Hess, R.A. 1999. Spermatogenesis, Overview. Encyclopedia of Reproduction
VOLUME 4. Urbona : Academic Press.
Ilyas, S. 2007. Azoospermia dan Pemulihannya Melaui Regulasi Apoptosis Sel
Spermatogenik Tikus (Rattus sp) Pada Penyuntikan Kombinasi TU &
MPA. Disertasi. Program doktor Ilmu Biomedik FKUI.
Kovacevic, K., Budefeld, T., Majdic. 2006. Reduced Seminiferous Tubule
Diameter in Mice Neonatally Exposed To Perfume. Slov Vet Res : 43
(4): 177-83.
Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal :
150-152.
Krishnalingam V, Ladds PW, Entwistle KW, Holroyd RG. 1982. Quantitative
macroscopic and histological study of testicular hypoplasia in Bos
indicus strain bulls. Res Vet Sci.(2):131-9.
Lohiya, N.K., Manivannan, B., Mishra, P.K., Pathak, N., Sriram, S., Bhande, S.,
Panneerdoss, S. 2002. Chloroform extract of Carica papaya seeds
induces long-term reversible azoospermia in langur monkey. Asian
Journal Andrology ; 4 (1) : 17-26.
59
Luo, M.J., Yang, X.Y., Liu, W.X., Xu, Y., Huang,, P., Yan, F., Chen, F. 2006.
Expression, purification and anti-tumor activity of curcin. Acta
Biochim Biophys Sin (Shanghai) ; 38 (9) :663-8.
Mahmud, Z. 2007. Infotek Jarak Pagar. Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Malini, Vanithakumari. 1991. Antifertility effects of beta-sitosterol in male albino
rats. Journal of Ethnopharmacology, 35(2):149-153.
Mark, D.B, Mark, A.D, Smith, C.M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah
Pendekatan Klinis. Jakarta : EGC. Hal : 717.
Mastiholimath, V.K. 2008. Development and Evaluation of Polyherbal
Formulations For Antidiabetic And Antihypertensve Activities. Thesis.
Rajiv Gandhi University of Health Science. India.
Muliani, H. 2011. Pertumbuhan Mencit (Mus musculus L) Setelah Pemberian
Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas) White Mouse (Mus musculus L)
Growth Exposed to Barbados Nuts Seed. BIOMA, Vol. 13, No. 2,
Hal. 73-79.
Munson, L., Brown, J.L., Bush, M., Packer, C. 1996. Genetic Diversity Afects
Testicular Morphology in Fres Ranging Lions of The Serengeti Plains
and Ngorongoro Crater. Journal of Reproduction and Fertility 108,
11-15.
Nema, R. K., Yuvaraj, Ramanathan, L., Sripriya. 2011. Effect of sitosterol
fraction of Ocimum gratissimum on reproductive parameters of male
rats. Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research Issue
3 (Vol. 1).
Niederberger, C.S., Shubhada, S., Kim, S.J., Lamb, D.J. 1993. Paracrine factors
and the regulation of spermatogenesis. World J Urol 11 : 120-128.
60
Nieminen , P., Mustonen, A.M., Seppa, P.L., Karkkainen, V., Rauhamaa, H.M.,
Kukkonen J.V.K. 2003. Phytosterols Affect Endocrinology and
Metabolism of the Field Vole (Microtus agrestis). Experimental
Biology and Medicine, 228:188-193.
Nurcholis, M., Sumarsih. S. 2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel.
Yogyakarta : KANISIUS. Hal : 15, 18-21.
Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara. Hal : 114.
Pokharkar, R.D., Saraswat, R.K., and Kotkar, S. 2010. Survey of Plants Having
Antifertility Activity From Western Ghat Area of Maharashtra State.
Journal of Herbal Medicine and Toxicology 4 (2) 71-75.
Prasad, D.M.R., Izam, A., and Khan, M.R. 2012. Jatropha curcas: Plant of
medical benefits. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 6(14), pp.
2691-2699.
Punsuvona, V., Nokkaew, R., Karnasuta, S. 2012. Determination of toxic phorbol
esters in biofertilizer produced with Jatropha curcas seed cake.
Science Asia 38 : 223-225.
Rouge,
M.
2004.
Sperm
Morphology.
Available
at:
http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/reprod/semeneval/mo
rph.html. Diakses pada tanggal : 5 Juni 2012.
Rusmiarti. 2007. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L)
Terhadap Viabilitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus L).
BIOSCIENTIAE Volume 4, Nomor 2, Hal.63-70.
Sachdeva, K., Garg, P., Singhal, M., Srivastava, B. 2012. Pharmacological
evaluation of Jatropha curcas L. extract for Anti-diarrhoeal Activity.
Research in Pharmacy 2(2) : 01-07.
Saifudin, A., Rahayu, V., Teruna H.Y. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal : 5.
61
as
Contraceptives.
International
Journal
of
Current
laevigata)
Pada
Struktur
Mikroanatomi
Tubulus
62
receptor
corepressor
in
mouse
spermatogenesis.
63
Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar
Penapisan
ekstrak
Keterangan gambar
(a) Sebelum diberi pereaksi.
(b) (+) Alkaloid: memberikan
warna kuning jingga setelah
diberikan pereaksi Dragendorff
(c) (+) Alkaloid: menghasilkan
larutan sedikit keruh setelah
diberikan pereaksi Mayer.
Alkaloid
(a)
(b)
(c)
(a) Sebelum dilakukan
pengocokan.
(b) (+) Saponin: menghasilkan
busa/buih yang stabil setelah
dikocok kuat-kuat.
Saponin
(a)
(b)
(a) Sebelum diberi pereaksi.
(b) (+) Steroid: memberikan warna
kehijauan setelah diberikan
pereaksi
Liebermann
Burchard.
Steroid
(a)
(b)
(a) Sebelum diberi pereaksi.
(b) (-)Flavonoid: tidak memberikan
perubahan warna pada masing
masing lapisan pelarut setelah
diberikan pereaksi Wilstatter.
Flavonoid
(a)
(b)
(a) Sebelum diberi pereaksi.
(b) (-) Tanin: tidak memberikan
warna biru, biru kehitaman
maupun biru kehijauan setelah
diberikan pereaksi FeCl3.
Tanin
(a)
(b)
64
Gambar 18.Larutan Na
CMC 1%
65
(lanjutan)
Gambar 32.
Haemositometer Improved
Neubeur
66
Lampiran 4. Kegiatan Penelitian Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak
Pagar
Gambar 42.
Penimbangan berat badan
hewan uji
67
(lanjutan)
= 46,6285 g
46,6285 g
674 g
x 100%
x 100%
= 6,92 %
2. Susut Pengeringan
Berat botol kosong
= 15,1407 gram
Berat ekstrak
= 1,1379 gram
= W0 W1
X 100%
Wo
= 16,2786 16,1352
X 100%
16,2786
= 0,88 %
3. Penetapan Kadar Abu
Bobot cawan : 25,2044 g
Bobot sampel : 2,0636 g
Bobot akhir : 25,4126 g
% Kadar abu
25,4126 25,2044
2,0636
X 100 %
10,08 %
69
X 100 %
ekstrak cair
dipekatkan dengan
rotary evaporator
ekstrak kental
penapisan fitokimia
parameter spesifik &
non spesifik
pemberian ekstrak pada
tikus secara peroral
selama 48 hari
cauda epididimis
pengukuran
konsentrasi
spermatozoa
testis
dihitung bobot
testis
pengukuran diameter
tubulus seminiferus
70
dibuat preparat
histologi
pengamatan tahapan
spermatogenesis
VAO =
1 ml =
II.
kg
(mg mL )
5 mg x 0,25
Konsentrasi
(mg mL )
Konsentrasi
= 1,25 mg/mL
Dibuat 5 ml
= 5 mLx 1,25 mg
= 6,25 mg/5 mL
1 ml =
kg
25 mg x 0,275
Konsentrasi
(mg mL )
Konsentrasi
= 6, 875 mg/mL
Dibuat 5 ml
= 5 mL x 6,875 mg
= 34,375 mg/5 mL
III.
VAO =
1 ml =
Konsentrasi
(mg mL )
50 mg x 0,3
Konsentrasi
(mg mL )
Konsentrasi
= 15 mg/mL
Dibuat 5 ml
= 5 mL x 15 mg
= 75 mg/5 mL
71
kg
Tanggal
Hewan Uji
1.
30 Juni 2012
2.
6 Juli 2012
3.
11 Juli 2012
4.
16 Juli 2012
5.
21 Juli 2012
6.
26 Juli 2012
7.
31 Juli 2012
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
(lanjutan)
8.
5 Agustus 2012
9.
10 Agustus 2012
10.
15 Agustus 2012
11.
20 Agustus 2012
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
Tikus 1
Tikus 2
Tikus 3
Tikus 4
Tikus 5
354
318
343
335,8
330
358
320,3
344
339
335
360,6
323,5
349
341,6
346
370
334
352,3
353,5
363,5
73
287
303,5
315
295
296
290
309
322,3
297,8
313
303
320
334
304
311,5
305
330
342
308,6
316
275
310
278
306
300
297,5
326
311,8
327,7
289
312,8
344
333,3
337,6
300
318,3
345,4
340,2
344
300,8
293
301
335
337
300
303
324
345
348
309
316
331
352,2
352,8
312,5
329
338,6
353,5
364,5
318,6
Kelompok
Hewan
Bobot Testis
Uji
1.
2.
3.
4.
Rata-rata
Rata-rata Bobot
Bobot Testis
Testis Tiap
Kelompok SD
Kanan
Kiri
TiapTikus
Tikus 1
1,9722
1,9877
1,9825
Tikus 2
1,9279
2,0619
1,9949
Tikus 3
1,9501
2,0405
1,9253
Tikus 4
1,8815
2,0857
1,9836
Tikus 5
2,1596
2,2059
2,1828
Dosis rendah
Tikus 1
1,7948
1,8414
1,8181
(5 mg/kgBB)
Tikus 2
1,7917
1,8311
1,8114
Tikus 3
2,0877
2,1052
2,0965
Tikus 4
1,9502
2,1981
2,0742
Tikus 5
1,5044
1,5784
1,5414
Dosis sedang
Tikus 1
1,5666
1,8899
1,7283
(25 mg/kgBB)
Tikus 2
1,727
1,7721
1,7496
Tikus 3
1,7038
1,7415
1,7227
Tikus 4
1,6452
1,8280
1,7366
Tikus 5
1,6391
1,7898
1,7145
Dosis tinggi
Tikus 1
1,7967
1,8882
1,8425
(50 mg/kgBB)
Tikus 2
1,7189
1,7525
1,7357
Tikus 3
1,4214
1,4191
1,4203
Tikus 4
1,6956
1,8093
1,7525
Tikus 5
1,84
1,8887
1,8644
Kontrol
74
2,0139 0,8685
1,8683 0,2275
1,7303 0,0135
1,7230 0,1781
Kelompok
Hewan
Jumlah
Konsentrasi
Rata-rata
Rata-rata
Uji
spermatozoa
Spermatozoa
Konsentrasi
Konsentrasi
dalam 10
(Juta/mL)
Tiap Tikus
Tiap
(Juta/mL)
Kelompok
kotak (ekor)
Kanan
Kiri
Kanan
(Juta/mL)
Kiri
SD
1.
2.
3.
4.
Kontrol
Tikus1
19
108
23,75
135
79,375
Tikus 2
61
83
76,25
103,75
90
Tikus 3
48
41
60
51,25
55,625
Tikus 4
87
25
108,75
31,25
70
Tikus 5
61
42
76,25
52,50
64,375
Dosis rendah
Tikus 1
34
41
42,5
51,25
46,875
(5mg/kgBB)
Tikus 2
65
10
81,25
45,625
Tikus 3
26
50
32,50
62,50
47,5
Tikus 4
47
30
58,75
37,50
48,125
Tikus 5
65
24
81,25
30
55,625
Dosis sedang
Tikus 1
57
43
71,25
53,75
62,5
(25mg/kgBB)
Tikus 2
42
10
52,50
31,25
Tikus 3
41
31
51,25
38,75
45
Tikus 4
42
31
52,50
38,75
45,625
Tikus 5
66
10
82,50
12,50
47,50
Dosis tinggi
Tikus 1
37
43
46,25
53,75
50
(50mg/kgBB)
Tikus 2
41
25
51,25
31,25
41,25
Tikus 3
42
39
52,5
48,75
50,625
Tikus 4
37
47
46,25
58,75
52,50
Tikus 5
17
16
21,25
20
20,625
75
71,88 13,31
48,75 3,95
46,38 9,22
43 13,24
Kelompok
1.
Kontrol
2.
3.
4.
Dosis rendah
(5 mg/kg BB)
Dosis sedang
(25 mg/kgBB)
Dosis tinggi
(50 mg/kgBB)
Hewan Uji
Rata-rata Diameter
Tubulus Seminiferus
Tiap Tikus (m)
Perbesaran 100 x
Tikus 1
175,92
Tikus 2
179,56
Tikus 3
180,89
Tikus 4
174,50
Tikus 5
182,46
Tikus 1
178,85
Tikus 2
152,96
Tikus 3
150,72
Tikus 4
159,45
Tikus 5
166,07
Tikus 1
171,49
Tikus 2
169,56
Tikus 3
161,54
Tikus 4
165,70
Tikus 5
180,87
Tikus 1
160,60
Tikus 2
145,55
Tikus 3
172,47
Tikus 4
169,53
Tikus 5
153,76
76
178,67 3,35
161,61 11,35
169,84 7,25
160,38 11,11
1.
2,
3,
4,
Kelompok
Kontrol
Dosis rendah
(5 mg/kg BB)
Dosis sedang
(25 mg/kgBB)
Dosis tinggi
(50 mg/kgBB)
Hewan
Uji
Rata-rata Jumlah
Spermatosit Pakiten per
Jumlah Sel Sertoli
Tikus 1
Tahap
II
5,57
Tahap
VII
5,57
Tahap
XII
6,45
Tikus 2
5,30
5,30
8,29
Tikus 3
3,30
3,30
3,85
Tikus 4
3,61
3,61
4,26
Tikus 5
4,96
4,96
6,60
Tikus 1
6,99
6,99
9,29
Tikus 2
7,66
7,66
6,87
Tikus 3
5,60
5,60
7,05
Tikus 4
6,25
6,25
7,43
Tikus 5
6,49
6,49
6,50
Tikus 1
4,90
4,90
7,23
Tikus 2
6,80
6,80
5,21
Tikus 3
4,50
4,50
8,08
Tikus 4
6,00
6,00
6,42
Tikus 5
5,00
5,00
4,00
Tikus 1
4,22
4,22
4,66
Tikus 2
3,82
3,82
3,79
Tikus 3
3,61
3,61
3,79
Tikus 4
3,65
3,65
5,05
Tikus 5
3,03
3,03
4,60
77
Rata-rata Jumlah
Spermatosit Pakiten
per Jumlah Sel Sertoli
Tiap Kelompok SD
Tahap Tahap Tahap
II
VII
XII
4,55
1,03
5,89
1,83
6,09
1,48
6,6
0,77
7,43
1,09
7,83
0,82
5,44
0,94
6,18
1,62
6,70
1,35
3,67
0,43
4,62
0,46
4,66
0,75
Kelompok
1.
Kontrol
2,
3,
4,
Dosis rendah
(5 mg/kg BB)
Dosis sedang
(25 mg/kgBB)
Dosis tinggi
(50 mg/kgBB)
Hewan Uji
Rata-rata
Jumlah Spermatosit
Pakiten Tiap Tikus
Tikus 1
57,45
Tikus 2
56,75
Tikus 3
49,70
Tikus 4
48,80
Tikus 5
59,90
Tikus 1
52,50
Tikus 2
50,45
Tikus 3
55,45
Tikus 4
49,35
Tikus 5
46,60
Tikus 1
34,85
Tikus 2
47,20
Tikus 3
45,75
Tikus 4
39,90
Tikus 5
48,65
Tikus 1
38,75
Tikus 2
47,60
Tikus 3
45,20
Tikus 4
50,50
Tikus 5
38,50
78
Rata-rata Jumlah
Spermatosit Pakiten Tiap
Kelompok SD
54,52 4,97
50,87 3,32
43,27 5,76
44,11 5,35
Kelompok
1.
Kontrol
2,
3,
4,
Dosis rendah
(5 mg/kg BB)
Dosis sedang
(25 mg/kgBB)
Dosis tinggi
(50 mg/kgBB)
Hewan Uji
Rata-rata
Jumlah Sel Sertoli
Tiap Tikus
Tikus 1
9.8
Tikus 2
9,45
Tikus 3
12,6
Tikus 4
13,4
Tikus 5
10.65
Tikus 1
7,55
Tikus 2
6,75
Tikus 3
6,9
Tikus 4
7,95
Tikus 5
7,1
Tikus 1
9,3
Tikus 2
8,65
Tikus 3
7,0
Tikus 4
6,95
Tikus 5
7,11
Tikus 1
10,85
Tikus 2
11,1
Tikus 3
12,35
Tikus 4
11,1
Tikus 5
10,35
11,18 1,74
7,25 0,49
7,80 1,09
11,15 0,73
79
20
Normal Parameters
Mean
1.837390
Std, Deviation
.1882958
Absolute
.157
Positive
.124
Negative
-,157
Kolmogorov-Smirnov Z
.702
.708
df1
df2
Sig.
3.325
16
.046
80
(lanjutan)
9.766
Df
Asymp. Sig.
.021
81
(lanjutan)
Multiple Comparisons
LSD
Mean
Difference
(I) kelompok
(J) kelompok
Kontrol
dosis rendah
.1595000
.0955140
.114
-.042981
.361981
dosis sedang
.2974800*
.0955140
.007
.094999
.499961
dosis tinggi
.3047400*
.0955140
.006
.102259
.507221
Kontrol
-.1595000
.0955140
.114
-.361981
.042981
dosis sedang
.1379800
.0955140
.168
-.064501
.340461
dosis tinggi
.1452400
.0955140
.148
-.057241
.347721
-.2974800*
.0955140
.007
-.499961
-.094999
dosis rendah
-.1379800
.0955140
.168
-.340461
.064501
dosis tinggi
.0072600
.0955140
.940
-.195221
.209741
-.3047400*
.0955140
.006
-.507221
-.102259
dosis rendah
-.1452400
.0955140
.148
-.347721
.057241
dosis sedang
-.0072600
.0955140
.940
-.209741
.195221
dosis rendah
dosis sedang
dosis tinggi
Kontrol
Kontrol
(I-J)
Std. Error
Sig.
Keputusan : Bobot testis pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi berbeda
bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05), sedangkan dosis
rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut
dengan kontrol (p 0,05).
82
20
Normal Parametersa
Mean
52.80000
Std. Deviation
Most Extreme Differences
15.096150
Absolute
.176
Positive
.176
Negative
-.153
Kolmogorov-Smirnov Z
.786
.567
83
(lanjutan)
df1
df2
Sig.
1.614
16
.226
Df
Mean Square
Sig.
Between Groups
2517.994
839.331
7.411
.002
Within Groups
1811.988
16
113.249
Total
4329.981
19
(lanjutan)
Multiple Comparisons
LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference
(I) kelompok
Kontrol
dosis rendah
dosis sedang
dosis tinggi
(J) kelompok
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
dosis rendah
23.125000*
6.730504
.003
8.85697
37.39303
dosis sedang
24.300000*
6.730504
.002
10.03197
38.56803
dosis tinggi
28.875000*
6.730504
.001
14.60697
43.14303
Kontrol
-23.125000*
6.730504
.003
-37.39303
-8.85697
dosis sedang
1.175000
6.730504
.864
-13.09303
15.44303
dosis tinggi
5.750000
6.730504
.406
-8.51803
20.01803
-24.300000*
6.730504
.002
-38.56803
-10.03197
dosis rendah
-1.175000
6.730504
.864
-15.44303
13.09303
dosis tinggi
4.575000
6.730504
.506
-9.69303
18.84303
-28.875000*
6.730504
.001
-43.14303
-14.60697
dosis rendah
-5.750000
6.730504
.406
-20.01803
8.51803
dosis tinggi
-4.575000
6.730504
.506
-18.84303
9.69303
Kontrol
Kontrol
85
20
167.6226
11.10118
.118
.094
-.118
.529
.943
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
86
87
df1
df2
Sig.
1.882
16
.173
Df
Mean Square
Sig.
Between Groups
1077.079
359.026
4.543
.017
Within Groups
1264.409
16
79.026
Total
2341.488
19
87
Hipotesis : Ho :
Ha :
Data
diameter
tubulus
seminiferus
berbeda
secara
bermakna.
Pengambilan keputusan :
o
Multiple Comparisons
LSD
(I) kelompok
Kontrol
(J) kelompok
dosis rendah
17.05600
dosis sedang
8.83400
dosis tinggi
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
5.62230
.008
5.1373
28.9747
5.62230
.136
-3.0847
20.7527
5.62230
.005
6.3653
30.2027
5.62230
.008
-28.9747
-5.1373
-8.22200
5.62230
.163
-20.1407
3.6967
dosis tinggi
1.22800
5.62230
.830
-10.6907
13.1467
Kontrol
-8.83400
5.62230
.136
-20.7527
3.0847
dosis rendah
8.22200
5.62230
.163
-3.6967
20.1407
dosis tinggi
9.45000
5.62230
.112
-2.4687
21.3687
5.62230
.005
-30.2027
-6.3653
Kontrol
dosis sedang
dosis sedang
dosis tinggi
dosis rendah
Mean
Difference
(I-J)
Kontrol
18.28400
-17.05600
-18.28400
dosis rendah
-1.22800
5.62230
.830
-13.1467
10.6907
dosis sedang
-9.45000
5.62230
.112
-21.3687
2.4687
Keputusan : Diameter tubulus seminiferus pada kelompok dosis rendah dan dosis
tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05),
sedangkan dosis sedang tidak adanya perbedaan bermakna antara
dosis tersebut dengan kontrol (p 0,05).
88
Lampiran 18. Analisis Data Jumlah Spermatosit Pakiten per Jumlah Sel Sertoli
1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Jumlah Spermatosit Pakiten per
Jumlah Sel Sertoli.
a. Uji Normalitas dan Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat distribusi data jumlah spermatosit pakiten per
jumlah Sel Sertoli.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
terdistribusi normal.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
tidak terdistribusi normal.
Pengambilan Keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
STAGE II STAGE VII STAGE XII
N
20
20
20
Mean
5.0626
6.0053
6.3198
Std. Deviation
1.34652
1.63655
1.57962
Absolute
.122
.149
.170
Positive
.122
.145
.126
Negative
-.066
-.149
-.170
Kolmogorov-Smirnov Z
.545
.667
.760
.927
.765
.610
Normal Parameters
Most Extreme
Differences
Keputusan : Uji normalitas jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
seluruh kelompok pada setiap tahapan terdistribusi normal (p
0,05).
89
(lanjutan)
df1
df2
Sig.
STAGE II
2.641
16
.085
STAGE VII
2.958
16
.064
STAGE XII
2.862
16
.070
2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah jumlah spermatosit pakiten per
jumlah Sel Sertoli kelompok hewan uji.
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data jumlah
spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli tidak
berbeda secara bermakna.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
90
(lanjutan)
ANOVA
STAGE II
STAGE VII
STAGE XII
Sum of Squares
Df
Mean Square
Sig.
Between Groups
23.548
7.849
11.521
.000
Within Groups
10.901
16
.681
Total
34.449
19
Between Groups
21.427
7.142
3.879
.029
Within Groups
29.461
16
1.841
Total
50.888
19
Between Groups
26.237
8.746
6.609
.004
Within Groups
21.172
16
1.323
Total
47.409
19
Keputusan : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah sel Sertoli setiap
tahapan berbeda secara bermakna (p 0,05).
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah spermatosit pakiten per jumlah
Sel Sertoli kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk menentukan data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel
Sertoli kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara
bermakna dengan jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli
kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli tidak
berbeda secara bermakna.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli berbeda
secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o
91
(lanjutan)
Multiple Comparisons
LSD
Dependent
Variable
Mean
Difference
(I) kelompok (J) kelompok
(I-J)
STAGE II
Kontrol
Std.
Error
Sig.
Lower
Bound
Upper
Bound
Dosis rendah
-2.04821* .52203
.001
-3.1549
-.9416
Dosis sedang
Dosis tinggi
-.89200 .52203
.88200 .52203
.107
.111
-1.9987
-.2247
.2147
1.9887
2.04821* .52203
.001
.9416
3.1549
1.15621 .52203
2.93021* .52203
.042
.000
.0496
1.8236
2.2629
4.0369
.89200 .52203
.107
-.2147
1.9987
-1.15621 .52203
1.77400* .52203
.042
.004
-2.2629
.6673
-.0496
2.8807
-.88200 .52203
.111
-1.9887
.2247
Dosis rendah
Dosis sedang
-2.93021* .52203
-1.77400* .52203
.000
.004
-4.0369
-2.8807
-1.8236
-.6673
Dosis rendah
Dosis sedang
Dosis tinggi
-1.53700 .85821
-.29817 .85821
1.37378 .85821
.092
.733
.129
-3.3563
-2.1175
-.4455
.2823
1.5211
3.1931
1.53700 .85821
1.23882 .85821
2.91078* .85821
.092
.168
.004
-.2823
-.5805
1.0915
3.3563
3.0581
4.7301
.29817 .85821
-1.23882 .85821
1.67195 .85821
.733
.168
.069
-1.5211
-3.0581
-.1474
2.1175
.5805
3.4913
Dosis tinggi
-1.37378 .85821
.129
-3.1931
.4455
Kontrol
Kontrol
Dosis rendah
Dosis sedang
-2.91078 .85821
-1.67195 .85821
.004
.069
-4.7301
-3.4913
-1.0915
.1474
Dosis rendah
-1.74767* .72753
Dosis sedang
Dosis tinggi
Dosis rendah Kontrol
Dosis sedang
Dosis tinggi
Dosis sedang Kontrol
Dosis rendah
Dosis tinggi
Dosis tinggi Kontrol
Dosis rendah
Dosis sedang
.029
-3.2900
-.2054
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.72753
.415
.067
.029
.137
.000
.415
.137
.013
.067
-2.1506
-.1146
.2054
-.4029
1.6331
-.9340
-2.6817
.4937
-2.9700
.9340
2.9700
3.2900
2.6817
4.7177
2.1506
.4029
3.5783
.1146
-3.17539* .72753
-2.03600* .72753
.000
.013
-4.7177
-3.5783
-1.6331
-.4937
-.60828
1.42772
1.74767*
1.13939
3.17539*
.60828
-1.13939
2.03600*
-1.42772
Keputusan : Jumlah spermatosit pakiten per jumlah Sel Sertoli di tahap II dan
tahap XII pada kelompok perlakuan dosis rendah (5mg/kg BB)
92
(lanjutan)
memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol (p
0,05) sedangkan pada dosis sedang (25 mg/kg BB) dan dosis tinggi
(50 mg/kg BB) tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis
tersebut dengan kontol (p 0,05). Selain itu, data jumlah spermatosit
pakiten per jumlah Sel Sertoli di tahap VII menunjukkan tidak
adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok yang mendapat
perlakuan dengan kelompok kontrol (p 0,05).
93
20
Normal Parametersa
Mean
48.1925
Std. Deviation
6.61148
Absolute
.125
Positive
.114
Negative
-.125
Kolmogorov-Smirnov Z
.561
.912
94
(lanjutan)
Pengambilan keputusan
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.273
16
.317
Df
Mean Square
Sig.
Between Groups
440.520
146.840
6.024
.006
Within Groups
390.001
16
24.375
Total
830.521
19
95
(lanjutan)
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah spermatosit pakiten per sel
Sertoli kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk menentukan data jumlah spermatosit pakiten kelompok mana
yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
jumlah spermatosit pakiten kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data jumlah spermatosit pakiten tidak berbeda secara
bermakna.
Ha : Data jumlah spermatosit pakiten berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan
o
Multiple Comparisons
LSD
(I) kelompok
(J) kelompok
Mean
Difference
(I-J)
Kontrol
Dosis rendah
3.65000
Upper Bound
.260
-2.9694
10.2694
11.25000
3.12250
.002
4.6306
17.8694
Dosis tinggi
10.41000
3.12250
.004
3.7906
17.0294
Kontrol
-3.65000
3.12250
.260
-10.2694
2.9694
7.60000
3.12250
.027
.9806
14.2194
6.76000
3.12250
.046
.1406
13.3794
-11.25000 3.12250
.002
-17.8694
-4.6306
3.12250
.027
-14.2194
-.9806
Dosis tinggi
Dosis tinggi
Lower Bound
3.12250
Dosis sedang
Dosis sedang
Sig.
Dosis sedang
Dosis rendah
Kontrol
Dosis rendah
-7.60000
Dosis tinggi
-.84000
3.12250
.791
-7.4594
5.7794
Kontrol
-10.41000 3.12250
.004
-17.0294
-3.7906
Dosis rendah
-6.76000* 3.12250
.046
-13.3794
-.1406
.791
-5.7794
7.4594
Dosis sedang
.84000
3.12250
Keputusan : Jumlah spermatosit pakiten pada kelompok dosis sedang dan dosis
tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05),
sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara
dosis tersebut dengan kontrol (p 0,05).
96
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
20
9.3455
2.14058
.152
.152
-.113
.679
.746
df1
df2
Sig.
6.054
16
.006
97
(lanjutan)
14.554
3
.002
3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap jumlah sel Sertoli kelompok hewan
uji
Tujuan : Untuk menentukan data jumlah sel Sertoli kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
jumlah sel Sertoli kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data jumlah sel Sertoli tidak berbeda secara bermakna.
Ho : Data jumlah sel Sertoli berbeda secara bermakna.
Pengambilan keputusan :
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima.
o Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak.
98
(lanjutan)
Multiple Comparisons
LSD
(I) kelompok
Kontrol
Dosis rendah
Mean
Difference
(J) kelompok
(I-J)
Std. Error
3.93000
Dosis sedang
3.37800
Dosis tinggi
.03000
Dosis rendah
Kontrol
Dosis sedang
Dosis tinggi
Dosis sedang
Kontrol
Dosis rendah
Dosis tinggi
Dosis tinggi
Kontrol
Dosis rendah
Dosis sedang
-3.93000
-.55200
Lower Bound
Upper Bound
.70859
.000
2.4279
5.4321
.70859
.000
1.8759
4.8801
.70859
.967
-1.4721
1.5321
.70859
.000
-5.4321
-2.4279
.70859
.447
-2.0541
.9501
-3.90000
.70859
.000
-5.4021
-2.3979
-3.37800
.70859
.000
-4.8801
-1.8759
.70859
.447
-.9501
2.0541
.70859
.000
-4.8501
-1.8459
.70859
.967
-1.5321
1.4721
3.90000
.70859
.000
2.3979
5.4021
3.34800
.70859
.000
1.8459
4.8501
.55200
-3.34800
-.03000
Keputusan : Jumlah sel Sertoli pada kelompok dosis rendah dan dosis sedang
berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p 0,05), sedangkan
dosis tinggi tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut
dengan kontrol (p 0,05).
99
100
1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen
1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen
Keterangan :
Terlihat kesan berkurangnya
spermatogonia.
1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatozoa
6. Lumen
Gambar 60. Perlakuan Ekstrak Etanol 70%
Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap VII,
Perbesaran 400x
Keterangan :
Pada gambar ini bila dibandingkan
dengan kontrol, terlihat adanya
penurunan jumlah spermatosit pakiten
dan sel-sel tersusun agak jarang.
1. Membran basalis
2. Spermatogonia
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen
(lanjutan)
Keterangan :
Terlihat adanya jumlah spermatosit
pakiten yang sangat sedikit dan tidak
terbentuknya spermatid sehingga
lumen tampak kosong dan terlihat
semakin lebar.
1. Membran basalis
2. Spermatosit pakiten
3. Lumen
Gambar 65. Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak
Pagar (25mg/kg BB), Perbesaran 400x
103
1. Membran basalis
2. Spermatogonium
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen
Keterangan :
Pada gambar ini terlihat adanya
penurunan jumlah sel spermatozoa
lebih banyak dibandingkan kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan
lainnya.
1. Membran basalis
2. Spermatogonium
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatozoa
6. Lumen
Keterangan :
Terlihat penurunan jumlah sel-sel
spermatogenik lebih banyak dan letak
sel-sel spermatogenik yang lebih tidak
teratur.
104
1. Membran basalis
2. Spermatogonium
3. Spermatosit pakiten
4. Sel Sertoli
5. Spermatid
6. Lumen
(lanjutan)
Keterangan :
Tubulus seminiferus memperlihatkan
kerusakan nekrosis tubular. Lumen
tampak kosong, banyaknya sel yang
hilang di dalam tubulus dan terlihat
adanya sisa-sisa nekrosis mengisi
lumen.
1. Membran basalis
2. Lumen
Gambar 69. Perlakuan Ekstrak Etanol Biji
Jarak Pagar (50 mg/kg BB), Perbesaran 400x
105