You are on page 1of 3

FERMENTASI KEDELAI PEMBUATAN TEMPE

Tempe merupakan salah satu contoh produk hasil fermentasi yaitu bahan makanan hasil
fermentasi biji kedelai oleh kapang yang berupa padatan dan berbaukhas serta berwarna putih keabuabuan. Fermentasi tempe terjadi karena aktifitas kapang Rhizopus oryzae pada kedelai sehingga
membentuk mmasa yang padat dan kompak. Jenis inokulum atau starter yang digunakan umumnya
berupa ragi berbentuk bubuk dengan jenis mikroba yang berperan berupa kapang utamanya dari jenis
Rhizopus dan spesies yang sering ditemukan adalah R.oryzae, R.oligosporus, dan R.arrhizus .
Kapang jenis Rhizopus olygosporus memproduksi enzim hidrolitik seperti amylase, pektinase,
proteinase, dan lipase. Oleh karena itu dapat tumbuh dalam makanan yang mengandung pati, pectin, atau
lipid. Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organism lainya yang disebut
antibiotic misalkan penisilin.
Kapang tumbuh pada kedelai menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia.
Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B, dan zat besi. Secara umum, tempe yang berkualitas
atau bermutu bagus akan berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji
kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen kedelai pada fermentasi
membuat tempe memiliki rasa dan aroma yang khas.
Inokulum memegang peranan penting dalam proses fermentasi sebagai inisiator. Mikroba yang
sering digunakan sebagai inokulum dalam pembuatan fermentasi tempe adalah jenis kapang Rhizopus
oligosporus dan atau jenis Rhizopus oryzae. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan

makanan yang disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan
pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis
mikroorganisme (Buckle, 2007). Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen
untuk pertumbuhannya, sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen maka
pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan lancar. Oleh
karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan dengan lidi yang bertujuan
agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaiknya jika dalam proses fermentasinya
kelebihan oksigen, dapat menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat sehingga suhu naik
dan pertumbuhan kapang terhambat (Kusharyanto dan Budiyanto, 1995).
Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah keping keping
biji kedelai yang telah direbus, mikroorganismenya berupa kapang tempe R. oligosporus, R.
oryzae, (dapat kombinasi dua spesies atau tiga - tiganya), dan lingkungan pendukung yang terdiri
dari suhu 300 C, pH awal 6,8 serta kelembaban nisbi 70 80 % (Sarwono, 2005). Dengan adanya

proses fermentasi itu kedelai yang dibuat tempe rasanya menjadi enak dan nutrisinya lebih
mudah dicerna tubuh dibandingkan kedelai yang dimakan tanpa mengalami fermentasi.
Keuntungan lain dengan dibuat tempe adalah bau langu hilang serta cita rasa dan aroma kedelai
bertambah sedap.
Menurut sudarmadji (1996) , proses fermentasi tempe dapat dibedakan menjadi tiga fase yaitu
fese pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi), fase transisi (30-50 jam fermentasi) dan fase
pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi). Proses pembuatan tempe dapat
diawali dengan perebusan kacang kedelai 2 jam dan dibiarkan dalam air perebus tanpa api 24
jam. Kemudian kulit bijinya dibuang dan direbus kembali selama setengah jam, lalu ditiriskan
untuk didinginkan. Setelah cukup dingin dicampur bibit tempe dan dibentuk menjadi lempenganlempengan tipis, dibungkus daun pisang atau dalam kantung plastik yang dilubangi agar panas
dapat keluar dengan uap air yang terjadi. Tempe dibiarkan mengalami fermentasi selama 24 jam
maka terjadilah hasil olahan tempe yang diliputi benang-benang jamur secara merata. Campuran
untuk membuat tempe dapat ditambah tepung atau ampas tahu agar pertumbuhan jamur lebih
baik (Sediaoetama, 1999).
Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen
terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor
proteinnya (Astawan, 2004). tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan
kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri tertentu.
Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut : Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang
yang tumbuh pada permukaan biji kedelai, Kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh
miselia miselia kapang yang menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur
tempe dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan
tempe. Apabila miselia tampak lebat, hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe telah membentuk
masa yang kompak, begitu juga sebaliknya, Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe
disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya
proses fermentasi.
Bahan pengemas dapat berfungsi sebagai pelindung produk, namun bahan pengemas juga
dapat menjadi sumber kontamina mikrobia pada makanan yang di kemas. Bahan pengemas
yanng digunakan dalam industry local masih banyak dijumpai pengemas dari daun misalnya
daun pisang, waru, jati. Namun, daun sebagai bahan organic juga memiliki sifat yang perlu

diperhatikan yaitu adanya kontaminan alami yang ada pada daun, sehingga ketika digunakan
sebagai pengemas dapat mempengaruhi kualitas makanan yang dikemasnya. Pembungkusan
bahan tempe dengan daun pisang sama halnya dengan menyimpannya dalam ruang gelap (salah
satu syarat ruang fermentasi), mengingat sifat daun yang tidak tembus pandang. Di samping itu
aerasi (sirkulasi udara) tetap dapat berlangsung malalui celah celah pembungkus yang ada
(Suprapti, 2003). Menurut Sarwono (2005) kapang tempe membutuhkan banyak oksigen untuk
pertumbuhannya.

You might also like