You are on page 1of 16

GARAGE MOTOR SPORT

PROPOSAL KEWIRAUSAHAAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewirausahaan
Dosen pengampu
Dr. Bambang Darmawan, M.M

Disusun Oleh
Adi Septiawan

(1407283)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016
Kisah Sukses:

Perjalanan Hidup Chairul Tanjung Si Anak Singkong

Nama anak singkong terinspirasi dari panggilan Chairul Tanjung saat kecil yaitu anak
singkong yang berarti anak kampungan.
Chairul Tanjung, pria yang lahir di Jakarta pada 16 Juni 1962 ini dikenal sebagai pendiri
sekaligus CEO dari CT Corp. yang sebelumnya bernama Para Grup.
Karier dan Kehidupan
Chairul Tanjung lahir dari sebuah keluarga berada, ayahnya seorang wartawan surat kabar kecil
pada jaman orde lama, A.G Tanjung. Pada saat orde baru terbentuk, usaha ayahnya harus ditutup
karena tulisannya banyak berseberangan secara politik saat itu dengan penguasa, hal ini
membuat orang tuanya harus menjual rumah dan pindah tinggal di kamar losmen yang sempit.
Kedua orangtuanya sangat tegas dalam mendidik anak anaknya termasuk Chairul Tanjung.
Orang tuanya memiliki prinsip agar keluar dari jerat kemiskinan, pendidikan adalah langkah
yang harus ditempuh, itulah kenapa dengan segala daya dan upaya orang tua Chairul Tanjung
selalu berusaha untuk tetap menyekolahkan anak anaknya, tak terkecuali Chairul Tanjung. Ibu
Halimah, ibu kandung Chairul Tanjung menyatakan harus menjual kain batik halusnya untuk
membiayai Chairul Tanjung masuk ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Chairul Tanjung menuntaskan pendidikannya di SMA Boedi Oetomo pada tahun 1981,
kemudian dia melanjutkan pendidikan nya di Universitas Indonesia. Selama kuliah Chairul
Tanjung dikenal sebagai mahasiswa yang teladan, hal ini terbukti dari penghargaan yang dia
peroleh pada tahun 1984-1985 sebagai mahasiswa teladan tingkat nasional.
Insting bisnis Chairul Tanjung dimulai saat dia masih duduk di bangku kuliah, untuk membiayai
kuliahnya Chairul Tanjung sempat membuka usaha fotokopi di Universitas Indonesia, dia juga
sempat berjualan kaos dan buku kuliah stensilan, selain itu dia juga pernah mendirikan sebuah
toko peralatan kedokteran dan laboratorium, namun usahanya belum berhasil. Ketika lulus kuliah
dia bersama dengan beberapa rekannya mendirikan PT. Pariarti Shindutama pada tahun 1987
dengan modal awal Rp.150 juta yang dia peroleh dari Bank Exim, kala itu PT Pariarti yang
bergerak dalam bidang produksi sepatu anak-anak ekspor, mampu memperoleh pesanan 160 ribu

pasang sepatu dari Italia. namun karena adanya perbedaan pandangan dalam hal ekspansi bisnis
membuat perusahaan ini harus bubar dan Chairul Tanjung memilih untuk keluar dan memilih
untuk membuat perusahaan sendiri.
Setelah keluar dari PT Pariarti, Chairul Tanjung membidik tiga bisnis inti yaitu Keuangan,
Properti dan Multimedia. Lalu beridiri lah Para Grup ynag terkenal itu, Perusahaan
Konglomerasi ini memiliki Para Inti Holindo sebagai father holding company yang membawahi
beberapa sub holding yakni Para Inti Propertindo (properti), Para Global Investindo (bisnis
keuangan),dan nti Investindo(media dan investasi).
Dalam bidang properti Para Grup memiliki Bandung Supermall yang menghabiskan dana hingga
Rp 99 miliar, Bandung Supermal adalah Central Business District di Bandung yang mulai
difungsikan pada tahun 1999. Sementara di bidang Investasi, pada tahun 2010 Para Grup melalui
perusahaan nya Trans Corp membeli 40% saham Carrefour, MoU pembelian saham ini
ditandatangani di Perancis tanggal 12 Maret 2010.
Pada tahun yang sama Forbes merilis daftar orang terkaya di dunia dan Forbes memasukkan
nama Chairul Tanjung sebagai salah satu orang terkaya asal Indonesia, pada tahun 2011 Forbes
kembali memasukkan namanya di peringkat 11 orang terkaya di Indonesia dengan nilai kekayaan
sebesar 2,1 miliar dolar AS.
Chairul Tanjung meresmikan perubahan nama Para Grup pada 1 Desember 2011 menjadi CT
Corp, CT merupakan kependekan dari namanya sendiri, CT Corp terdiri dari tiga perusahaan sub
holding yaitu Mega Corp, Trans Corp dan CT Global resources yang meliputi layanan financial,
media, hiburan, baya hidup dan sumber daya alam.
Pemikiran
Bagi Chairul Tanjung yang penting dalam sebuah bisnis itu adalah mengembangkan jaringan
atau networking, tidak hanya berteman dengan perusahaan yang sudah ternama karena penting
juga untuk membuka hubungan baik sekalipun dengan perusahaan yang belum ternama bahkan
Chairul Tanjung menggambarkan hubungan baik dengan pengantar surat sekalipun adalah hal

yang penting, jika perusahaan sepi order maka relasi seperti ini bisa dimanfaatkan untuk
membuka lagi order.
Dalam hal Investasi Chairul Tanjung tidak alergi bersinergi dengan perusahaan-perusahaan
multinasional, Chairul Tanjung tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan
perusahaan perusahaan tersebut menurutnya ini bukan upaya untuk menjual negara namun ini
merupakan upaya perusahaan nasional Indonesia untuk bisa berdiri dan mejadi tuan rumah di
negeri sendiri. Menurut Chairul Tanjung modal memang penting dalam sebuah bisnis namun
kemauan dan kerja keras adalah hal lain yang wajib dimiliki oleh seorang pengusaha namun
mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya, baginya membangunkepercayaan pasar
sama pentingnya dengan membangun integritas disinilah penting nya jaringan dalam sebuah
bisnis.
Bagi generasi muda yang akan terjun berbisnis, Chairul Tanjung berpesan agar generasi muda
mau sabar dan menapaki tangga bisnis satu persatu karena membangun bisnis itu tidak seperti
membalikkan te;apak tangan dibutuhkan kesabaran dan kekuatan agar jangan pernah menyerah,
jangan sampai terpancing untuk menggunakan jalan pintas (instant) karena dalam usaha
kesabaran adalah kata kuncinya, memang sangat manusiawi jika seseorang dalam berusaha ingin
segera mendapatkan hasilnya namun tidak semua hasil bisa diterima secara langsung.

Kisah Sukses
Hartono Bersaudara dan Kerajaan Bisnis Djarum

Kerajaan Bisnis Nomor 1 Di Indonesia Milik Robert Budi & Michael Hartono
Mewarisi sebuah perusahaan merupakan hal yang wajar namun mengembangkannya menjadi
sebuah kerajaan bisnis merupakan pencapaian luar biasa yang hanya bisa dilakukan oleh
segelintir orang, dan salah satunya adalah Robert Rudi Hartono dan Michael Bambang Hartono
yang merupakan pemilik kerajaan bisnis Group Djarum, yang menurut data Forbes pada Maret
2011 merupakan orang kaya nomor 1 di Indonesia, dengan total kekayaan keduanya ditaksir
mencapai Rp. 170 Trilyun atau sekitar US $ 15 milyar.
Kiprah Robert Budi dan Michael Hartono Membangun Kerajaan Bisnis di Indonesia
Jika dulu orang terkaya di Indonesia adalah Sadono Salim atau Liem Sioe Liong, kini telah hadir
sebuah nama baru yang berhasil mempertahankan bahkan mengembangkan sebuah usaha rokok
yang bernama Djarum, dari sang ayah Oei Wie Gwan pada tahun 1963. Di mana pada saat itu
kondisi usaha rokok ini sedang mengalami keterpurukan akibat terbakarnya pabrik pengolahan
rokok. Namun dengan semangat pantang menyerah disertai dengan sentuhan tangan dingin dari
Robert Budi dan Michael Hartono, perusahaan rokok bernama Djarum ini kembali Berjaya
bahkan menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia dengan menguasai pasaran rokok sebesar
20% dari 240 milyar batang pertahun total produksi nasional.
Tak puas membesarkan Djarum, Hartono bersaudara mulai mengembangkan sayap bisnisnya ke
bidang usaha yang lain seperti usaha perbankan, properti, agrobisnis, dan yang teranyar mulai
merambah usaha elektronik dan dunia maya. Untuk sektor perbankan, Robert Budi dan Michael
Hartono pada awalnya mengelola sebuah bank yang masih berskala kecil bernama Bank
Hagakita dan Bank Haga. Namun Duo Hartono selalu berusaha untuk terus maju dan bertambah
besar dengan masuk ke dalam konsorsium Faralon Investment Limited (FIL) yang kemudian
membeli sebuah Bank BCA di tahun 2002, yang merupakan sebuah Bank yang berskala
nasional. Pada awalnya kepemilikian saham dari Hartono Bersaudara hanya sekitar 10%, namun
seiring dengan pertambahan waktu jumlah saham terus meningkat menjadi 47,15% di tahun

2007, dan di tahun 2010 Duo Hartono memutuskan menjual saham mereka di Bank Hagakita dan
Bank Haga kemudian memperbesar porsi saham di Bank BCA menjadi 51%. Kehebatan dari
Robert Budi dan Michael Hartono ini tak berhenti sampai di situ, namun terus berlanjut dengan
memindahkan kantor pusat BCA yang awalnya berada di Wisma BCA di daerah Jl. Jendral
Sudirman, Jakarta ke kompleks Grand Indonesia, yang juga merupakan milik dari Hartono
Bersaudara. Penyatuan kantor pusat BCA dengan kompleks Grand Indonesia seolah menjadi
sebuah tugu dan lambang kehebatan dari Robert Budi dan Michael Hartono dalam dunia bisnis di
Indonesia.
Di bidang properti, Duo Hartono di bawah bendera Group Djarum berhasil menjaga eksistensi
mereka dengan mendirikan berbagai perusahaan, diantaranya adalah Fajar Surya Perkasa yang
berhasil mendulang rupiah dengan membangun Mall Daan Mogot di Jakarta dan perusahaan
Nagaraja Lestari yang membangun sebuah pusat grosir dan perbelanjaan Pulogadung Trade
Center di Jakarta. Dan yang paling membuat Group Djarum mengokohkan posisinya di
percaturan bisnis properti Indonesia adalah dengan membangun sebuah pusat perbelanjaan yang
menjadi salah satu ikon di Jakarta yaitu WTC Mangga Dua melalui perusahaan Inti Karya Bumi
Indah. Dan lewat perusahaan properti yang satu ini, Group Djarum membangun sebuah
Masterpiece dan lambang kejayaan dari Robert Budi dan Michael Hartono yaitu sebuah
megaproyek yang dibangun di lokasi Hotel Indonesia, yang terbagi menjadi empat bagian yaitu
apartemen, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan hotel. Dengan nilai investasi fantastik
yang mencapai Rp 1,3 trilyun. Namun selain itu Group Djarum juga berhasil mengembangkan
bisnis properti mereka mulai dari perumahan sampai hotel di berbagai lokasi yang mencakup
wilayah di Bali dengan mendirikan Bali Padma Hotel, di Semarang membangun Perumahan
Graha Padma dan Bukit Muria, sedangkan di Jawa Barat membangun Perumahan Karawang
Resinda di Karawang.
Sedangkan pengembangan bisnis di bidang Agrobisnis, Hartono Bersaudara mendirikan Hartono
Plantations Indonesia yang mengelola perkebunan kelapa sawit dan membeli sebuah produsen
palm dan coconut oil untuk produk shampo bernama Salim Oleochemicals pada tahun 2001.

Kisah Sukses
Seorang Anthony Salim

Anthony Salim adalah CEO Group Salim. Beliau pernah menjadi salah satu 10 tokoh bisnis yang
paling berpengaruh di Indonesia menurut Warta Ekonomi pada tahun 2005 lalu. Beliau berhasil
memulihkan kembali Salim Group setelah beberapa waktu yang lalu sempat bangkrut akibat
krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998. Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, Salim
Group tergolong sebagai pemegang kursi konglomerat terbesar di Indonesia. Aset yang dimiliki
oleh perusahaan ini pada tahun itu mencapai sekitar 10 miliar dolar AS atau setara dengan 100
triliun rupiah. Tak heran jika majalah bisnis paling terkenal di dunia, Forbes, menobatkan Liem
Sioe Liong yang tak lain adalah pendiri Salim Group sebagai salah satu orang terkaya di dunia.
Bank Central Asia
Bank Central Asia (BCA) adalah salah satu garapan Salim Group yang saat itu sangat sukses
keberadaannya. Namun sayang karena krisis ekonomi, BCA terpaksa di-rush. Salim Group
kemudian mengantisipasi kebangkrutan BCA dengan menggunakan BLBI. Akibatnya BCA
berhutang 52 triliun rupiah. Anthony Salim kemudian dipercaya oleh ayahnya, Liem Sioe Liong
alias Sudono Salim, untuk menggantikan posisinya untuk meneruskan bisnisnya. Anthony Salim
pun berhasil melunasi utang BCA dengan melepas beberapa perusahaan milik ayahnya.
Indofood dan Bogasari
Sejumlah perusahaan yang harus rela dilepaskan dari Salim Group adalah PT Indocement
Tunggal Perkasa, PT Indomobil Sukses International, dan PT BCA. Tindakan ini perlu dilakukan
demi memajukan beberapa bisnis lainnya. Ia kemudian memfokuskan kinerjanya untuk
perkembangan dan kemajuan beberapa perusahaan ayahnya yang masih tersisa seperti PT
Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Bogasari Flour Mills. Seperti yang kita tahu bahwa PT
Indofood dan PT Bogasari adalah dua perusahaan besar produsen mie instan terbesar di dunia. Di
Indonesia sendiri pangsa pasar PT Indofood dan PT Bogasari sangatlah besar. Demikian juga

dengan pangsa pasar luar negeri. PT Indofood dan PT Bogasari menjadi pemasok utama untuk
produk mie instan dan produk-produk olahan tepung terigu instan lainnya di negara-negara di
dunia.
PT Indofood dan PT Bogasari hanyalah segelintir perusahaan milik Salim Group. Masih ada
perusahaan-perusahaan lainnya yang berdiri di bawah naungan Salim Group termasuk sejumlah
perusahaan yang berbasis di luar negeri seperti perusahaan yang ada di Hong Kong, China,
Thailand, India, dan Filipina. Berkat kerja keras dan ketekunannya, Salim Group akhirnya bisa
bangkit kembali dari keterpurukan. Hingga pada akhirnya Salim Group mendapatkan profit yang
sangat besar yaitu mencapai triliunan rupiah. Aset yang dimiliki oleh Anthony Salim telah
mengantarkannya ke posisi ketiga orang terkaya di Indonesia setelah Budi Hartono selaku CEO
Group Djarum dan Eka Tjipta Widjaja selaku CEO Group Sinar Mas. Menurut Majalah
GlobeAsia, penilaian gelar orang terkaya di Indonesia ini didasarkan pada kepemilikan saham
baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Total harta yang dmiliki oleh seorang Anthony
Salim adalah sekitar US$3 miliar atau setara dengan 27 triliun rupiah.
Saat ini PT Indofood telah menjadi industri yang terus tumbuh dan berkembang. Bahkan kini
Indofood dianggap sebagai raja industri makanan di Indonesia. Indofood merupakan perusahaan
garapan Salim Group yang bergerak di bidang agrobisnis, produk makanan, dan industri tepung
terigu. Banyak sekali produk Indofood yang beredar di hampir seluruh pelosok wilayah di
Indonesia. Hampir semua kalangan masyarakat Indonesia menggunakan produk-produk
Indofood. Sebut saja produk mie instan (Supermie, Indomie, dan Sarimie), produk susu seperti
susu Indomilk, produk tepung terigu (Segitiga Biru, Cakra Kembar, dan Kunci Biru), produk
minyak goreng seperti Bimoli, dan produk mentega seperti mentega Simas Palmia.
Di bawah pimpinan Anthony Salim, Indofood berhasil mendapatkan profit bersih tertinggi
selama sejarah Indofood. Pada tahun 2009 profit bersih yang didapat oleh Indofood adalah
sekitar 2 triliun rupiah. Anthony Salim mengatakan bahwa Indofood telah berhasil melewati
masa-masa sulit yang bertahun-tahun telah menggerogoti Indofood. Bisnis agrobisnis dan nonagrobisnis Salim Group ini telah terbukti sangat tangguh dalam mengatasi berbagai tantangan
seperti tantangan yang berupa harga komoditas yang terus melonjak.

Krisis ekonomi global yang terjadi tahun 2008 lalu memang membawa dampak yang kurang
baik bagi beberapa perusahaan milik Salim Group. Seperti misalnya turunnya harga berbagai
jenis komoditas secara signifikan. Akibat lainnya dari krisis ekonomi global yang membuat
Salim Group sedikit terombang-ambing adalah tingkat inflasi yang menurun. Akibat inflasi yang
menurun, pendapatan industri agrobisnis Indofood merosot tajam. Besarnya jumlah penjualan
Bogasari pun menurun akibat harga tepung yang terus menurun.
Namun, menurut Anthony Salim, turunnya harga berbagai komoditas jutsru membuahkan
keuntungan bagi sejumlah produk bermerk seperti produk-produk Indofood yang memang
hampir semuanya bermerk dan berkualitas. Permintaan akan produk-produk bermerk kian
meningkat akibat meningkatnya daya beli masyarakat. Indofood juga berinovasi dengan
menciptakan produk-produk baru yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Salah satu produk
terbaru Indofood pada saat itu adalah produk cup noodles yang hingga kini masih laris manis di
pasaran.
Pasca krisis ekonomi global tahun 2008, tepatnya pada tahun 2010, Anthony melihat bahwa
kondisi perekonomian Indonesia terus membaik. Hal ini terbukti dari meningkatnya permintaan
dari masyarakat dan tingkat inflasi yang terkendali. Kondisi ini membuatnya semakin optimis
bahwa permintaan pasar akan produk-produknya akan terus meningkat. Di tahun yang sama,
Indofood kembali menciptakan produk baru. Kali ini bukan produk makanan atau minuman,
melainkan produk gula. Menurutnya, permintaan domestik akan produk gula terus meningkat.
Bahkan dikatakan olehnya bahwa bisa saja permintaan akan gula akan melebihi jumlah produk
gula yang telah diproduksi.

Kisah Sukses
Sukanto Tanoto

Sukanto Tanoto adalah salah satu pengusaha sukses Indonesia yang bisnisnya merambah ke
pasar internasional. Dulunya Sukanto hanyalah anak seorang pedagang. Tak disangka anak
pedagang ini kini telah meraih sukses yang teramat besar di dunia bisnis Indonesia, Asia, dan
bahkan internasional. Kesuksesannya ini tak datang begitu saja. Berkat kerja keras dan sifat
tekun seorang Sukanto Tanoto yang membuat dirinya menjadi raja di dunia bisnis yang
dirintisnya. Sukanto Tanoto adalah CEO PT Garuda Mas International sekaligus CEO PT Inti
Indorayon Utama. Pada tahun 2006, ia dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia versi
Majalah Forbes yang beredar di bulan Juli 2006 lalu. Pada saat itu kekayaannya mencapai
triliunan rupiah.
Sukanto Tanoto adalah putera sulung dari Amin Tanoto. Ia bersama enam saudaranya dibesarkan
di keluarga sederhana. Setiap kali pulang sekolah ia membantu ayahnya berdagang minyak,
bensin, dan peralatan mobil. Sembari membantu ayahnya, ia sering membaca buku-buku yang
ada di tempat di mana ayahnya berjualan. Buku-buku yang ia baca pada saat itu adalah buku
tentang Perang Dunia dan Revolusi Industri. Dari sinilah semangat berbisnisnya muncul. Pria
yang kini berusia 65 tahun ini memiliki nama asli Tan Kang Hoo. Dari namanya saja kita bisa
menyimpulkan bahwa ia adalah anak keturunan Tionghoa yang mana masyarakat Tionghoa
sangat terkenal dengan kerja keras dan kepandaiannya mengatur keuangan. Ia lahir di Belawan,
Medan pada tanggal 25 Desember 1949 silam. Sebagai CEO Garuda Mas, ia kini lebih banyak
menghabiskan waktunya di Singapura karena Singapura adalah markas pusat Garuda Mas. Ia
memutuskan tinggal di Singapura agar ia lebih mudah menangani bisnisnya. Garuda Mas adalah
sebuah perusahaan yang komoditi utamanya adalah kertas/pulp dan kelapa sawit.
Meski tahun 2011 lalu ia bukan pengusaha terkaya lagi di Indonesia, hingga kini kekayaannya
masih tergolong sangat besar. Kekayaan terakhir yang tercatat di Majalah Forbes tahun 2011
adalah sekitar US$2,8 miliar. Dengan angka kekayaan yang sangat fantastis ini, pada tahun 2011
Sukanto Tanoto menduduki peringkat keenam orang terkaya di Indonesia. Sedang di kancah
global, Sukanto Tanoto menempati urutan ke-284 orang terkaya di dunia pada tahun 2008
dengan jumlah kekayaan hingga US$ 3,8 triliun. Jumlah kekayaan ini tentu prestasi yang sangat

membanggakan. Bisnis yang kini masih dijalankan dengan baik oleh Sukanto Tanoto bisa saja
membawanya ke peringkat yang lebih tinggi lagi sebagai orang dengan kekayaan terbanyak di
dunia.
Pastinya banyak orang yang penasaran dengan perjalanan karirnya. Termasuk Anda kan? Pada
mulanya Sukanto Tanoto hanya sebagai pemasok barang dan alat untuk sebuah perusahaan
BUMN yaitu Pertamina. Tak lama kemudian ia menapaki dunia industri perusahaan. Dengan
kerja keras dan ketekunannya, ia kemudian berhasil menjadikan industry perusahaanya sebagai
salah satu perusahaan terbesar di Indonesia dan Asia. Perusahaan kertas/ pulp dan kelapa sawit
adalah industri perusahaan utama yang ia jalani. Prestasi Sukanto Tanoto tak hanya cukup di sini
saja. Perusahaan kertas dan kelapa sawitnya masuk ke dalam perusahaan pulp dan kelapa sawit
Asia yang terdaftar di Bursa Efek New York. Tak banyak perusahaan yang bisa masuk ke dalam
daftar Bursa Efek New York kecuali perusahaan besar dan ternama. Kini Sukanto Tanoto
mengembangkan sayap bisnisnya ke beberapa bidang bisnis lain. Sebut saja bisnis konstruksi
dan energi.
Sukanto Tanoto adalah pengusaha yang cerdik di mana ia mampu memanfaatkan sebuah
kesempatan sebelum orang lain melirik dan mengambil kesempatan tersebut. Setelah menjadi
pemasok barang dan peralatan untuk Pertamina, ia kemudian menjajaki bisnis di bidang kayu
lapis. Ia pun kembali tertantang untuk merintis bisnis kelapa sawit. Pada saat itu belum ada orang
Indonesia yang menggeluti bisnis minyak sawit. Bisnis kelapa sawit lebih banyak dikuasai oleh
perusahaan-perusahaan asing. Karena ia adalah pribadi yang pintar berbisnis, tak butuh lama
bagi dia untuk masuk dan menguasai pasar hingga ia dijuluki sebagai penguasa sawit di
Sumatera.
Sukses dengan bisnis sawit, ia lalu memperluas bisnisnya dengan mendirikan bisnis pulp, rayon,
dan kertas. Bisnis pulp, rayon, dan kertas inilah yang kemudian diberi nama PT Insti Indorayon
Utama (IIU). Bisnis pulp ini kini menjadi pemasok bibit unggul pohon sumber pembuat pulp
untuk kancah domestik. Namun sayang, bisnis pulp-nya ini dituding sebagai penyebab utama
rusaknya ekosistem dan lingkungan di Danau Toba dan sekitarnya. Danau Toba yang tadinya
berair bersih dan jernih kini terbukti tercemar oleh limbah industry pulp. Dengan berat dan
terpaksa Sukanto pun menutup bisnis pulp-nya ini.

Sukantio tak berhenti begitu saja. Ia pun kemudian mendirikan bisnis pulp di tempat lain. Riau
yang menjadi pilihannya. Pabrik pulp di Riau ini bernama PT Riau Pulp. Di Riau, ia
memanfaatkan Hutan Tanaman Indiustri yang berpotensi menghasilkan pulp banyak. Kini
industry inii bisa menjadi insutri pulp terbesar di dunia. Belajar dari pengalaman sebelumnya di
Medan, Sukanto Tanoto kemudian mendirikan sebuah organisasi khusus untuk warga lokal Riau
yang dinamakan Community Development khusus untuk warga agar tahu bagaimana caranya
untuk melakukan pembinaan di bidang bisnis kecil-kecilan untuk UKM, cara menanam tanaman
holtikultura dan pertanian. Wujud peduli Sukanto terhadap warga setempat juga terlihat saat ia
membantu warga setempat membangun jalan. Proyek pembangunan jalan ini tentu didanai oleh
Sukanto agar mobilitas warga lancar.
Bisnis lainnya yang tak kalah mengagumkan kiprahnya adalah bisnis Sukanto di dunia
perbankan. Pihaknya berhasil mengambil alih United City Bank dengan cara membeli sahamsahamnya saat bank mengalami krisis finansial. United City Bank kemudian ia ubah menjadi
Unibank. Di bidang property, ia membangun Thamrin Plaza di Medan dan Uni Plaza.
Nah, yang satu ini adalah pretasi Sukanto di kancah luar negeri yang sungguh mengagumkan. Ia
menanamkan saham ke perusahaan kelapa sawit internasional, yaitu National Development
Corporation Guthrie yang berada di Mindanao, Filipina dan di Electro Magnetic yang berlokasi
di Singapura. Ia pindah dan bermukim di Singapura bersama keluarganya sejak tahun 1197. Kini
keluarganya juga menekuni beberapa bisnis yang cukup baik.
Semoga Anda terinspirasi oleh perjalanan sukses seorang Sukanto Tanoto, salah satu pengusaha
terkaya di Indonesia. Semoga dari sini Anda juga dapat belajar dan banyak terinspirasi oleh
kisah-kisah Sukanto. Anda juga dapat membeli buku karangannya untuk mengetahui segala ilmu
tentang bisnis. Dengan demikian Anda dapat mengikuti jejak langkah Sukanto. Mungkin saja
Anda-lah generasi penerus setelah Sukanto. Tentu setiap orang menginginkannya, bukan?
Seseorang bisa sukses jika selalu bekerjakeras dan tekun. Dan yang penting jangan pernah takut
untuk coba-coba saat akan merintis bisnis. Jadilah seorang high risk taker, semakin besar risiko
semakin besar peluang yang akan Anda dapat.

Kisah Sukses
Peter Sondakh, Tokoh Inspiratif bagi Anda Para Pemimpi

Sekilas tentang Peter Sondakh


Jika sebelumnya kita membahas sekilas tentang perjalanan dan kisah sukses orang terkaya ke-9
di Indonesia, Boenjamin Setiawan, kini giliran Peter Sondakh yang akan menjadi tokoh inspiratif
lainnya yang perlu diteladani. Peter Sondakh adalah seorang pengusaha sukses di Indonesia.
Bahkan namanya telah berkali-kali disebut di Majalah Forbes sebagai salah satu pengusaha
sukses di dunia. Peter melakoni usaha di berbagai bidang. Menjadi seorang Peter Sondakh
bukanlah posisi yang mudah untuk didapatkan. Seperti para pengusaha sukses pada umumnya,
Peter memulai bisnisnya dari nol dan bisnisnya pernah mengalami jatuh-bangun.
Peter Sondakh sangat terkenal sebagai pendiri Grup Rajawali-nya. Kini Grup Rajawali berada di
deretan perusahaan besar di Indonesia dan kancah global. Pada tahun 1998, krisis ekonomi yang
melanda Indonesia sempat membuat nama Peter Sondakh dan Grup Rajawalinya tenggelam.
Namun berkat kemapuannya dalam hal jual-beli perusahaan, Peter dengan Grup Rajawali-nya
dapat bangkit meski perlahan-lahan. Selain dengan jual-beli perusahaan, Peter juga menggalakan
bisnis di bidang property, perkebunan, dan pertambangan untuk menopang Grup Rajawali. Usaha
dan kerja keras Peter pun tak sia-sia. Tak lama setelah terpuruk akibat krisis moneter, Grup
Rajawali pun menjadi global player yang sangat disegani baik oleh perusahaan-perusahaan besar
di Indonesia maupun luar Indonesia.
Peter Sondakh dan keahliannya di bidang jual-beli perusahaan
Soal skill bisnis seorang Peter Sondakh tak perlu ditanyakan. Sama persis dengan nama
perusahaanya, penciuman dan penglihatannya akan peluang bisnisnya sangat baik sebaik
rajawali. Karena sudah sangat berpengalaman, ia bisa dengan mudah mendapatkan perusahaan.
Tak heran, gebrakannya melalui perusahaan holding yang dinamakan PT Rajawali Corporation
atau disingkat RC ini membuahkan hasil yang sangat menguntungkan bagi Peter dan
perusahaannya.

Peter gemar sekali melakukan jual-beli perusahaan. Tak heran jika banyak rekan-rekan bisnis
Peter menyebutnya sebagai investor, bukan pebisnis. Sayang sekali, tak banyak informasi seputar
kiprah seorang Peter yang dapat diekspose. Bahkan perusahaan holding-nya saja, Rajawali
Corporation (RC) sulit untuk dilacak karena memang perusahaan ini tidak memiliki website
resmi. Meski begitu, publik sudah mengetahui putra dari B.J. Sondakh ini. Peter, di mata publik,
adalah pemilik berbagai bisnis di Indonesia. Sebut saja bisnis produksi rokok, perhotelan,
gedung perkantoran, media, telekomunikasi, ritel, pariwisata, farmasi, dan transportasi.
Pada tahun 2006 lalu, Peter Sondakh mendapatkan sebutan sebagai orang paling kaya nomor 12
di Indonesia dari Majalah Forbes. Kemudian satu tahun kemudian posisi Peter sebagai orang
terkaya di Indonesia meningkat menjadi nomor 9. Hingga tahun 2008, Peter Sondakh menggeser
sejumlah nama orang terkaya di Indonesia dan menjadi posisi ke-6 terkaya di Indonesia.
Penasaran dengan jumlah kekayaan pria yang lahir di Manado ini? Total kekayaan yang dimiliki
oleh Peter adalah US$ 1,45 miliar. Pengusaha yang kini berusia 62 tahun ini pernah menjadi
pemegang saham sebuah perusahaan besar di Indonesia yang bernama PT Bumi Modern sejak
tahun 1976 silam. Saat itu Peter masih sangat muda, yaitu 24 tahun.
Peter Sondakh adalah lulusan Universitas La Salle dengan jurusan Commercial Finance. Awal
karirnya di Perusahaan Grup Rajawali adalah mendirikan PT Rajawali Wira Bhakti Utama.
Perusahaan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal PT Grup Rajawali. Peter baru memiliki
Perusahaan Rajawali Wira Bhakti Utama secara penuh pada tahun 1993. Perusahaan ini lalu
menjadi perintis di dunia TV swasta. Tak lama berkiprah di bisnis TV swasta, ia kemudian
mendirikan sebuah stasiun televisi swasta RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia). Peter tak
sendirian saat akan mendirikan stasiun televisi ini. Ia bermitra dengan rekannya, Bambang
Trihatmodjo. Selama periode kiprah RCTI, yaitu sejak tahun 1976 hingga tahun 1996, Rajawali
mempunyai lima jenis sektor usaha, diantaranya adalah sektor pariwisara, telekomunikasi,
perdagangan, keuangan, dan transportasi. Di sektor pariwisata sendiri, Peter memiliki 16 buah
bisnis perhotelan di sejumlah kawasan wisata terkenal di Indonesia. Bisnis perhotelan yang ia
bangun bukanlah sembarangan hotel. Hotel-hotel milik Rajawali ini adalah hotel-hotel berkelas
dan berbintang empat dan lima. Sudah pasti pelayanan dan fasilitasnya sangat berkualitas.

Sementara itu, di sektor transportasi, Peter Sondakh mengembangkan tiga perusahaan


transportasi yang dinamakan Rajawali Air Transport, Taxi Express, dan sebuah perusahaan yang
menyediakan layanan penyeberangan dengan menggunakan feri dengan rute utama BatamSingapura. Namun sayang perusahaan transportasi yang ketiga ini kini menjadi milik Red. Di
sektor keuangan, Rajawali tak kalah hebat dengan sektor perhotelan dan transportasi, Rajawali
hadir dengan 7 anak perusahaan. Salah satu dari ketujuh anak perusahaan Rajawali yang fokus di
sektor keuangan adalah PT Jardine Fleming Nusantara. Bagaimana dengan sektor perdagangan?
Ada 9 perusahaan milik Peter di sektor perdagangan, yakni ritel farmasi Apotek Guardian, Metro
Department Store, dll. Excelcomindo Pratama adalah anak perusahaan Rajawali yang bergerak
dibidang telekomunikasi. Anak perusahaan ini didirikan sejak tahun 1996. Kini perusahaan ini
telah menjadi hak milik Malaysia karena beberapa waktu yang lalu perusahaan ini dijual kepada
Telekom Malaysia.
Bisnis milik Peter Sondakh tak hanya berbatas pada kelima sektor di atas. Masih ada beberapa
sektor lain yang ia geluti. Diantaranya adalah bisnisnya yang bergerak di bidang industri kimia.
Industri ini adalah industri produksi polyester chip. Produk lainnya yaitu PET Film. Kedua jenis
produk yang berbeda ini diproduksi oleh anak perusahaan Rajawali yang fokus kegiatan
industrinya di bidang kimia, PT Rajawali Palindo. Apakah Anda familiar dengan nama merk
rokok Bentoel? PT Bentoel adalah industri rokok garapan Peter Rajawali.
PT Rajawali bekerjasama dengan sejumlah perusahaan seperti Grup Sinar Mas dan Ometraco
untuk membangun Plaza Indonesia. Peter Sondakh juga ikut andil dalam pembangunan PT
Gemanusa Perkasa, salah satu perusahaan perdagangan umum di Indonesia. Tak hanya itu, ada
beberapa perusahaan lain yang bisa dibilang sebagian besar sahamnya adalah milik Peter
Sondakh. Sebut saja PT Asiana Imi Industries (pembuat stuff toys), PT Gemawidia Statido
Komputer (sebuah distributor komputer), dan PT Japfa Comfeed Indonesia. Namun saham Peter
yang tertanam di PT Japfa Comefeed Indonesia dicabut.
Berdasarkan data PDBI untuk periode 1976 hingga 1996, PT Rajawali telah mengakuisisi 13
buah perusahaan dan mengdivestasi 6 buah perusahaan. Perusahaan ini juga telah menanamkan
sahamnya di 13 perusahaan di Indonesia. Jadi total perusahaan yang telah terafiliasi oleh tangan

dingin Peter Sondakh adalah 49 buah perusahaan. Kini holding company Peter Sondakh
bertambah satu, yaitu PT Danaswara Utama.
Peter Sondakh telah belajar bagaimana membangun perusahaan dan membangkitkannya kembali
dari keterpurukan akibat krisis ekonomi tahun 1998. Meski dulu pernah menanggung hutang
yang sangat besar pada BPPN (2,1 triliun rupiah), tahun 2000 lalu Peter berhasil melunasinya.
Dan satu fakta tentang Peter, kini Peter Sondakh telah melepaskan saham di beberapa
perusahaannya pada pemilik perusahaan lain, diantaranya adalah RCTI, Lombok Tourism, dan
Apotek Guardian.
KESIMPULAN
Dalam kewirausahaan perlu adanya pengembangan usaha, yang dimana dapat membantu
para wirausahawan untuk mendapatkan ide dalam pembuatan barang-barang yang akan dijadikan
produk yang akan dijual. Dalam proses pengembangan usaha ini diperlukannya jiwa seseorang
wirausaha yang soft skill yang artinya adanya ketekunan berani mengambil resiko, terampil,
tidak mudah putus asa, mempunyai kemauan terus belajar, memberi pelayanan yang terbaik
kepada konsumen, bersikap ramah terhadap konsumen, sabar, pandai mengelola dan berdoa.
karena semua usaha dan rencana tidak akan berhasil tanpa adanya rhido dari Tuhan Yang Maha
Esa.

You might also like