You are on page 1of 29

Laporan kasus

STENOSIS MITRAL

Disusun Oleh :
Heni Haryani
NIM. 1608437612

Pembimbing :
dr. Dyah Siswanti E, Sp.JP - FIHA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KARDIOLOGI


DAN KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Stenosis mitral adalah obstruksi katup mitral yang menyebabkan aliran


darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri terganggu, baik akibat rematik atau
nonrematik yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri saat diastol.1 Obstruksi pada katup mitral menyebabkan
peningkatan perbedaan tekanan diastolik antara atrium kiri dan ventrikel kiri.Pada
orang dewasa, stenosis mitral paling sering terjadi pada orang yang memiliki
demam rematik. Ini adalah penyakit yang dapat berkembang akibat penyakit
radang tenggorokan yang tidak diobati. 2 Radang tenggorokan tersebut disebabkan
oleh

hemolitikus group kuman streptokokkus

A yang selanjutnya akan

menimbulkan respon inflamasi sistemik termasuk didaerah katup. Respon


inflamasi kemudian menimbulkan kerusakan hingga terjadi stenosis katup mitral.3
Kondisi predisposisi yang mempengaruhi terjadinya endemi dan
tingginya angka transmisi dari streptokokkus group A berupa perumahan yang
padat, buruknya higiene individu dan masyarakat, sulitnya mendapatkan layanan
kesehatan yang baik, dan pada beberapa keadaan infeksi kulit yang luas dan
infeksi scabies.3
Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara berkembang daripada
di Amerika Serikat. Di India, misalnya, prevalensi adalah sekitar 100-150 kasus
per 100.000, dan di Afrika prevalensinya 35 kasus per 100.000.4 Insiden demam
reumatik akut di Negara-negara berkembang diperkirakan sekitar 50 sampai 200 /
100.000 per tahun1 , dimana serangan pertama demam reumatik akut terjadi
paling sering antara umur 6 sampai 15 tahun.3 Dua pertiga dari semua pasien
dengan stenosis mitral rematik adalah perempuan. Gejala biasanya terjadi terjadi
antara dekade ketiga dan keempat kehidupan.4
Pada pasien tanpa gejala atau minimal gejala, dapat bertahan hidup lebih
dari 80% selama 10 tahun. Kelangsungan hidup 10 tahun kurang dari 15% pada
pasien dengan stenosis mitral yang tidak diobati. Ketika hipertensi pulmonal berat
berkembang, berarti kelangsungan hidup kurang dari 3 tahun. 3 Penyebab kematian
pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, yaitu:3

Gagal jantung (60-70%),

Emboli sistemik (20-30%) dan emboli paru (10%),

Infeksi (1-5%).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Stenosis mitral adalah obstruksi katup mitral yang menyebabkan aliran


darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri terganggu, baik akibat rematik atau
nonrematik yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri saat diastol.1 Obstruksi pada katup mitral menyebabkan
peningkatan perbedaan tekanan diastolik antara atrium kiri dan ventrikel kiri.3
Orifisium katup mitral normal adalah sekitar 4-6 cm2. Ketika ukuran
orifisium mengecil maka tekanan gradien katup meningkat mitral untuk
mempertahankan aliran yang memadai.3 Pasien tidak akan mengalami gejala yang
berhubungan dengan katup sampai area katup adalah 2-2,5 cm2 atau kurang, di
mana titik aktivitas ringan atau takikardia dapat mengakibatkan dyspnea saat
aktivitas dari gradien transmitral meningkat dan tekanan atrium kiri.3

2.2. Epidemiologi
Stenosis mitral sudah jarang ditemukan di negara maju seperti Amerika,
sedangkan di Indonesia kasus stenosis mitral ini masih banyak ditemukan, Angka
yang pasti tidak diketahui, namun dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik
Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang selama 5 tahun didapatkan angka
13,94 % dengan penyakit katup jantung.5
Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara berkembang daripada
di Amerika Serikat. Di India, misalnya, prevalensi adalah sekitar 100-150 kasus
per 100.000, dan di Afrika prevalensinya 35 kasus per 100.000.4 Insiden demam

reumatik akut di Negara-negara berkembang diperkirakan sekitar 50 sampai 200 /


100.000 per tahun1 , dimana serangan pertama demam reumatik akut terjadi
paling sering antara umur 6 sampai 15 tahun.3 Dua pertiga dari semua pasien
dengan stenosis mitral rematik adalah perempuan. Gejala biasanya terjadi terjadi
antara dekade ketiga dan keempat kehidupan.4
2.3. Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat
reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus.
Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik.
Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari
systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis,
rheumatoid arthritis (RA), Wipples disease, Fabry disease, akibat obat
fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia
lanjut akibat proses degeneratif.5
Pasien dengan penyakit katup jantung sekitar 60 % memiliki riwayat demam
rematik, sisanya menyangkal. Selain itu, 50 % pasien dengan karditis reumatik
akut tidak berlanjut sebagai penyakit katup jantung.5
2.4

Patofisiologi
Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2. Bila

area orifisium katup ini berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif
atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang
normal tetap terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang
hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini, dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri
sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.5
Gradien transmitral merupakan hall mark stenosis mitral selain luasnya area
katup mitral, gradien dapat terjadi akibat aliran besar melalui katup normal, atau
aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya kenaikan tekanan atrium
kiri akan diteruskan ke v. pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti paru
serta keluhan sesak (exertional dyspnea). 5

Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien


transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan
antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.
Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:5
1. Minimal

: bila area >2.5 cm2

2. Ringan

: bila area 1.4-2.5 cm2

3. Sedang

: bila area 1-1.4 cm2

4. Berat

: bila area < 1.0 cm2

Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai seperdua normal (<2-2.5 cm2). Hubungan antara gradien
dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada
tabel 1 di bawah ini
Derajat Stenosis

A2-OS interval

Area

Gradien

Ringan

> 110 msec

> 1.5cm2

< 5mmHg

Sedang

80-110 msec

>1 dan <1.5 cm2

5-10mmHg

Berat

< 80 msec

<1 cm2

>10 mmHg

A2-OS :Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral
Jika dilihat dari fungsi lama waktu pengisian dan besarnya pengisian, gejala akan
muncul bila waktu pengisian menjadi pendek dan aliran transmitral besar,
sehingga terjadi kenaikan tekanan atrium kiri walaupun area belum terlalu sempit
(>1.5 cm2). Pada stenosis mitral ringan simtom yang muncul biasanya dicetuskan
oleh faktor yang meningkatkan kecepatan aliran atau curah jantung, atau
menurunkan periode pengisian diastol, yang akan meningkatkan tekanan atrium
kiri secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain yaitu latihan, stres emosi,
infeksi, kehamilan, dan fibrilasi atrium dengan respons ventrikel cepat.5 Dengan
bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat
bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm 2 yang berupa
stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.5
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
stenosis mitral, dengan patofisiologi yang komplek. Pada awalnya kenaikan
tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan

atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada vaskular paru berupa
vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin, atau perubahan
anatomik yaitu remodelling akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima
(reactive hypertension). Kenaikan resistensi arteriolar paru ini sebenarnya
merupakan mekanisme adaptif untuk melindungi paru dari kongesti. Dengan
meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan
volume akhir diastol, regurgitasi trikuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya
sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.5
2.5

Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien dengan stenosis mitral bebas keluhan, dan biasanya

keluhan utama berupa sesak napas, dapat juga fatigue. Pada stenosis mitral yang
bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksismal
nokturnal dispnea, ortopnea atau edema paru yang tegas. Hal ini akan dicetuskan
oleh berbagai keadaan meningkatnya aliran darah melalui mitral atau menurunnya
waktu pengisian diastol, termasuk latihan, emosi, infeksi respirasi, demam,
aktivitas seksual, kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respons ventrikel cepat.
Lelah juga merupakan keluhan umum pada stenosis mitral, timbul akibat akibat
rendahnya curah jantung pada aktifitas dan edema perifer.5
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering
terjadi pada stenosis mitral yaitu 30-40%. Kejadian ini sering terjadi pada umur
yang lebih lanjut atau distensi atrium yang menyolok akan merubah sifat
elektrofisiologi dari atrium kiri. Hal ini tidak berhubungan dengan derajat
stenosis. Fibrilasi atrium yang tidak dikontrol akan menimbulkan keluhan sesak
atau kongesti y;ing lebih berat, karena hilangnya peran kontraksi atrium dalam
pengisian ventrikel (1/4 dari isi sekuncup) serta memendeknya waktu pengisian
diastol. Dan seterusnya akan menimbulkan gradien transmitral dan kenaikan
tekanan atrium kiri.5
Kadang-kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis yang menurut Wood
dapat terjadi karena hal sebagai berikut:5
1. Apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronkial yang melebar.

2.

Sputum dengan bercak darah pada saat serangan paroksismal nokturnal


dispnea.

3.

Sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas, (4)
infark paru.

4.

Bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus. Di luar negeri keluhan
hemoptisis sudah jarang diketemukan dan biasanya merupakan stadium
akhir, sedangkan di Indonesia sering ditemukan dan didiagnosa secara keliru
sebagai tuberkulosis paru pada awalnya. Nyeri dada dapat terjadi pada
sebagian kecil pasien dan tidak dapat dibedakan dengan angina pektoris.
Diyakini hal ini disebabkan oleh karena hipertrofi ventrikel kanan dan
jarang bersamaan dengan aterosklerosis koroner.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral, seperti

tromboemboli, infektif endokarditis atau simtom karena kompresi akibat besarnya


atrium kiri seperti disfagia dan suaru serak.5
Emboli sistemik terjadi pada 10%-20% pasien dengan stenosis mitral
dengan distribusi 75% serebral, 33% perifer dan 6% viseral. Risiko embolisasi
tergantung umur dan ada tidaknya flbrilasi atrium, 80% kejadian emboli terjadi
pada fibrilasi atrium. Sepertiga dari kejadian emboli terjadi dalam 3 bulan dari
fibrilasi atrium, scdangkan 2/3 tcrjadi dalam 1 tahun. Jika embolisasi lerjadi pada
pasien dengan irama sinus, harus dipertimbangkan suatu endokarditis iniektif.
Kejadian emboli tampaknya tidak tergantung dengan berat ringannya stenosis,
curah janlung, ukuran atrium kiri serta ada tidaknya gagal jantung. Oleh karena itu
kejadian emboli dapat berupa manifestasi awal stenosis mitral. Pada kejadian
emboli angka rekuren dapat sampai 15-40 kejadian dalam 100 pasien/ bulan.5
Dapat juga terjadi trombus masif dalam atrium kiri 'pedunculated ball-valve
thrombus' yang dapat memperberat keluhan obstruksi bahkan dapat terjadi
kematian mendadak.5
2.6

Diagnosis

Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan yaitu :1
- Berdebar (takikardia/AF).

- Batuk darah.
- Sesak nafas saat aktifitas.
- Ortopnoe.
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe
- Cepat lelah.
- Gejala karena tromboemboli
Pemeriksaan Fisik
Temuan klasik pada stenosis mitral adalah 'opening snap dan bising diastol
kasar ('diastolic rumble') pada daerah mitral. Tetapi sering pada pemeriksaan rutin
sulit bahkan tidak ditemukan rumbel diastol dengan nada rendah, apalagi bila
tidak dilakukan dengan hati-hati. Walaupun demikian pada kasus-kasus ringan
harus dicurigai stenosis mitral ini bila teraba dan terdengar S1 yang keras. S1
mengeras oleh karena pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri
meningkat dan menutup katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di apeks
rumbel diastolik ini dapat diraba sebagai thrill.5
Dengan lain perkataan katup mitral ditutup dengan tekanan yang keras
secara mendadak, Pada keadaan di mana katup mengalami kalsifikasi dan kaku
maka penutupan katup mitral tidak menimbulkan bunyi S1 yang keras. Demikian
pula bila terdengar bunyi P2 yang mengeras sebagai petuniuk hipertensi
pulmonal, harus dicurigai adanya bising diastol pada mitral.5
Beberapa usaha harus dilakukan untuk mendengar bising diastol antara lain
posisi lateral dekubitus, gerakan-gerakan atau latihan ringan, menahan napas dan
menggunakan bell dengan meletakkan pada dinding dada tanpa tekanan keras.
Derajat dan bising diastol tidak menggambarkan beratnya stenosis tetapi
waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis
ringan bising halus dan pendek, sedangkan pada yang berat holodiastol dan
aksentuasi presistolik. Waktu dari A2-OS juga dapat menggambarkan berat
ringannya stenosis, bila pendek stenosis lebih berat.5
Bising diastol pada stenosis mitral dapat menjadi halus oleh karena obesitas,
PPOM. edema paru, atau status curah jantung yang rendah. Beberapa keadaan
yang dapat menimbulkan bising diastol antara lain aliran besar meialui trikuspid
seperti pada ASD, atau aliran besar melalui mitral seperti pada VSD, atau

regurgitasi mitral. Pada AR juga dapat terjadi bising diastol pada daerah mitral
akibat tertutupnya katup mitral anterior oleh aliran balik dari aorta (murmur
Austin-Flint). Bising diastol pada MR atau AR akan menurun intensitasnya bila
diberikan amil nitrit karena menurunnya after load dan berkurangnya derajat
regurgitasi.5
Pemeriksaan Foto Toraks
Gambaran klasik dari foto toraks adalah pembesaran atrium kiri serta
pembesaran arteri pulmonialis (terdapat hubungan yang bermakna antara besarnya
ukuran pembuluh darah dan resistensi vaskular pulmonal). Edema intertisial
berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20
mmHg, pada 70% bila tekanan atrium kiri >20 mmHg. Temuan lain dapat berupa
garis Kerley A serta kalsifikasi pada daerah katup mitral.5
Ekokardiografi Doppler
Merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik untuk
diagnosis stenosis mitral. Sebelum era ekokardiografikardiografi, kateterisasi
jantung merupakan suatu keharusan dalam diagnosis.5Dengan ekokardiografik
dapat dilakukan evaluasi struktur dari katup, pliabilitas dan daun katup, ukuran
dari area katup dengan planimetri ('mitral valve area'), struktur dari aparatus
subvalvular. juga dapat diteiilukan Inngsi ventrikel.5
Sedangkan dengan doppler dapat ditentukan gradien dari mitral, serta
ukuran dari area mitral dengan cara mcngukur 'pressure half time' terutama bila
struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi, sehingga pengukuran dengan
planimeiri tidak dimungkinkan. Selain dari pada itu dapat diketahui juga adanya
regurgitasi mitral yang sering menyertai stenosis mitral.5
Derajat berat ringannya stenosis mitral berdasarkan eko doppler ditentukan
antara lain oleh gradien transmitral, area katup mitral, serta besarnya tekanan
pulmonal. Selain itu dapat juga ditentukan perubahan hemodinamik pada latihan
atau pemberian beban dengan dobutamin, sehingga dapat ditentukan derajat
stenosis pada kelompok pasien yang tidak mcnunjukkan beratnya stenosis pada
saat istirahat.5

10

Ekokardiografi Transesofageal
Merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan tranduser
endoskop, sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas, terutama untuk
struktur katup, atrium kiri atau apendiks atrium. Ekokardiografi transesofagus
lebih sensitif dalam deteksi trombus pada atrium kiri atau teiutama sekali apendiks
atrium kiri.5 Selama ini eko transesofageal bukan merupakan prosedur rutin pada
stenosis mitral, namun ada prosedur valvulotomi balon atau pertimbangan
antikoagulan sebaiknya dilakukan.5
Kateterisasi
Seperti disebutkan di atas dulu kateterisasi merupakan standar baku untuk
diagnosis dan menentukan berat ringan stenosis mitral. Walaupun demikian pada
keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur eko yang lengkap. Saat
ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan
intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.5
2.7. Penatalaksanaan
Pendekatan Klinis Pasien dengan Stenosis Mitral
Pada setiap pasien stenosis mitral anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap
harus dilakukan. Prosedur penunjang EKG, foto toraks, ekokardiografi seperti
yang telah disebutkan diatas harus dilakukan secara lengkap.5
Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimtomatik, tindakan lanjutan
sangat tergantung dengan hasil pemeriksaan eko. Sebagai contoh pasien aktif
asimtomatik dengan area >1,5 cm2, gradien <5 mmHg, maka tidak perlu
dilakukan

evaluasi

lanjutan,

selain

pencegahan

terhadap

kemungkinan

endokarditis. Lain halnya bila pasien tersebut dengan area mitral <l.5 cm2.5
Pendekatan Medis
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat
suportif atau simtomatik terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan
terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin,
eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam reumatik atau pencegahan

11

ekdokarditis sering dipakai. Obat-obat inotropik negatit seperti -blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi
keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Retriksi
garam atau pemberian diuretik secara intermiten bermanfaat jika terdapat bukti
adanya kongesti vaskular paru.5
Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis tidak bermanfaat, kecuali
terdapat disfungsi ventrikel baik kiri atau kanan. Latihan fisik tidak dianjurkan,
kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran, karena latihan akan
meningkatkan frekuensi jantung dan memperpendek fase diastole dan seterusnya
akan meningkatkan gradient transmitral. 5
Fibrilasi Atrium. Prevalensi 30-40%, akan muncul akibat hemodinamik yang
bermakna karena hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta
frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan
indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Penyekat beta atau anti aritmia juga dapat dipakai untuk mengontrol frekuensi
jantung. atau pada keadaan tertentu untuk mencegah terjadinya fibrilasi atrial
paroksismal. Bila perlu pada keadaan tertentu di mana terdapat gangguan
hemodinamik dapat dilakukan kardioversi elektrik, dengan pemberian heparin
intravenous sebelum pada saat ataupun sesudahnya.5
Pencegahan Embolisasi Sistemik. Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai
pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan
kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
LA trombus yang tidak respon dengan antikoagulan injeksi adalah indikasi untuk
operasi5

Risiko terjadinya tromboemboli meningkat sehingga indikasi untuk

terapi antikoagulasi oral sebaiknya dimulai dini. Kelainan katup dengan FA


merupakan indikasi untuk pemberian antikoagulan oral jenis AVK (warfarin,
Coumadin).7
Valvotomi Mitral Perkutan dengan Balon. Pertama kali diperkenalkan oleh
Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 ditermia sebagai prosedur klinik.
Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan
dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan
prosedur 1 balon. 5

12

Intervensi Bedah, Reparasi atau Ganti Katup. Akhir-akhir ini komisurotomi


bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara
ini katup terlihat dengan jelas, pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris,
serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat
ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup
mitral dengan protesa. Perlu diingat bahwa sedapat mungkin diupayakan operasi
bersifat reparasi oleh karena dengan protesa akan timbul risiko antikoagulasi,
trombosis pada katup, infeksi endokarditis, malfungsi protesa serta kejadian
trombo emboli. 5
2.8

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat stenosis mitral adalah :2

Fibrilasi atrium dan atrial flutter


Kelainan katup sering menimbulkan fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium
ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral yang simtomatis,
walaupun hanya sedikit hubungannya antara fibrilasi atrium dengan
beratnya stenosis. Mekanisme timbulnya fibrilasi atrium belum
diketahui secara jelas. Adanya peningkatan tekanan pada atrium kiri
yang lama cenderung menimbulkan hipertrofi dan dilatasi atrium kiri,
dan

perubahan

struktur

ini

diduga

dapat

merubah

keadaan

elektrofisiologi atrium kiri, yang merupakan faktor predisposisi untuk


menimbulkan aritmia atrium. Pada fibrilasi atrium kronik biasanya
ditemukan fibrosis internodal tract dan perubahan struktur SA node,
tetapi perubahan ini juga ditemukan pada semua keadaan yang
memperlihatkan fibrilasi atrium disamping karena penyakit jantung
reumatik.7

Trombus ke otak (stroke), usus, ginjal, atau daerah lain.


Pada kelainan katup yang telah menyebabkan fibrilasi atrium,
selanjutnya aktivitas sistolik pada atrium kiri tidak teratur sehingga
terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan stasis pada
atrium kiri dan memudahkan terbentuknya stasis pada atrium kiri dan
memudahkan

terbentuknya

trombus.

Beberapa

penelitian

13

menghubungkan FA dengan gangguan hemostasis dan trombosis.


Kelainan tersebut mungkin dari stasis atrial, namun bisa juga sebagai
kofaktor terjadinya tromboemboli pada FA. Kelainan tersebut adalah
peningkatan faktor von Willebrand (faktor VII), fibrinogen, D-dimer,
dan

pragmen

protrombin

1,2.

Sohaya

melaporkan

FA akan

meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh


lamanya FA.9

Gagal jantung kongestif


Gagal Jantung (Congestive Heart Failure) adalah sindroma klinis
(sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat
istirahat atau saat beraktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung.5 Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas
dari

struktur

atau

fungsi

jantung

sehingga

mengakibatkan

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam


memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Pasien dengan heart failure atau
gagal jantung harus memenuhi kriteria seperti, sesak nafas yang spesifik
pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau merasa lemah, tidak
bertenaga, adanya retensi air seperti edema tungkau, kongesti paru, dan
ditemukannya abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung.5,6

14

Edema paru.
Edema paru didefinisikan sebagai terakumulasinya cairan di
interstisial dan alveolus. Pada paru normal, cairan dan protein keluar
dari mikrovaskular terutama melalui celah kecil antara sel endotel
kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar
interstisial pada keadaan normal tidak dapat masuk ke ruang alveolar.
Hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas ikatan yang sangat rapat.
Selain itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut
akan

dialirkan

ke

ruang

peribronkovaskular,

yang

kemudian

dikembalikan oleh sistem limfatik ke sirkulasi. Tekanan hidrostatik


yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari mikrosirkulasi paru
sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian
oleh gradient tekanan onkotik protein.8
Edema paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik yang cepat dalam kapiler paru
menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvascular. Peningkatan
tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan

15

peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir


diastolik ventrikel kiri (LVED) dan tekanan atrium kiri.8

Hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan
keadaan lanjut akibat perubahan hemodinamik yang timbul karena
stenosis mitral, dimana mekanisme adaptasi fisiologis sudah dilampaui.5
2.9

Prognosis
Dalam kebanyakan kasus, stenosis mitral dapat dikontrol dengan

pengobatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan.2

BAB III

16

ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. HH

Usia

: 40 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Wiraswasta

No.RM

: 93 91 93

Tanggal MRS

: 09 November 2016

ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas yang memberat sejak +2 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang

+ 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas, sesak dirasakan terus


menerus, sesak tidak dipengaruhi oleh suhu, cuaca, dan makanan. Sesak
dipengaruhi oleh aktivitas dan posisi, sesak dirasakan saat berbaring dan
berkurang dengan posisi duduk, dan lebih nyaman tidur dengan 2-3 bantal.
Pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien juga
mengeluhkan jantung terasa berdebar dan mudah lelah, batuk pada malam hari
(+), dahak berwarna putih (+), tidak bercampur darah. Pasien juga
mengeluhkan mual (+), muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan.

+ 2 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas yang semakin memberat,


sesak dirasakan terus-menerus, sesak dipengaruhi oleh aktivitas dan posisi,
yaitu sesak berkurang dengan posisi duduk. Pasien juga mengeluhkan dada
terasa berdebar-debar dirasakan sekitar < 2 menit dan kemudian hilang.
Keluhan nyeri dada (-), demam (-), mual(+), muntah (+), mudah lelah (+),
berkeringat (-), pusing (-). Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua
tungkai. 4 hari sebelum SMRS pasien sudah berobat ke Santa Maria,
kemudian karena keluhan tidak berkurang pasien datang ke RSUD AA. Nafsu
makan tidak ada keluhan, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien mengaku

17

adanya riwayat sakit tenggorokan, demam dan batuk yang berulang yang
dialami pasien semasa kecil.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM (-)

Riwayat Asma (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat demam rematik (+)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit jantung (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat asma, (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaaan

Pasien bekerja sebagai wiraswasta

Riwayat merokok (-),

Riwayat konsumsi alkohol (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan gizi

: Sedang

Vital sign

Tekanan darah

: 120/90 mmHg

Nadi

: Ireguler 120 kali/menit

Pernapasan

: 28 kali/menit

Suhu

: 36,7 0C

TB

: 156 cm

18

BB

: 47 kg

IMT

: 19,34 (normoweight)

Kepala dan Leher

Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)

Mulut : kering (-) sianosis (-)

Leher : JVP 5+3 cmH2O, Pembesaran KGB di leher (-)

Toraks
Paru-paru
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, penggunaan otot


bantu nafas tambahan (-)

Palpasi

: vokal fremitus kanan sama dengan kiri.

Perkusi

: redup pada basal paru.

Auskultasi

: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (+/+) pada basal paru

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba pada linea axilaris anterior sinistra.

Perkusi

: Batas jantung kanan di linea parasternalis dextra


Batas jantung kiri di linea aksilaris anterior

Auskultasi

: Bunyi jantung 1 (S1) mengeras dan 2 (S2) normal, murmur


diastolik (+), gallop (+)

Abdomen
Inspeksi

: tampak datar, venektasi (-), scar(-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal frekuensi 8 kali permenit

Perkusi

: Timpani pada lapangan perut.

Palpasi

: supel (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), reflek
hepatojugular (+).

Ekstremitas
Inspeksi

: Edema (+/+) kedua tungkai, sianosis pada kuku (-), clubbing


finger (-)

Palpasi

: Akral hangat (+) pada semua ekstremitas, CRT < 2 detik, turgor

normal pada semua ekstremitas.

19

Kekuatan motorik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin ( 09-11-2016)
Leukosit

: 10.000 /Ul

Hematokrit

: 41,6 %

Hemoglobin

: 14,2 g/dL

Trombosit

: 234.000 /mm3

Hitung Jenis Leukosit (09-11-2016)


Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Lymfosit
Monosit

: 0,8 %
: 1,5 %
: 64,8 %
: 22,6 %
: 10,3 %

Faal Ginjal ( 09-11-2016)


Ureum
: 22 mg/dL
Kreatinin
: 0,7 mg/dL
Faal Hati (09-11-2016)
SGOT
: 35 U/L
SGPT
: 31 U/L
Kima darah ( 10-11-2016)
Glukosa
: 78 mg/dL
Kolestrol total
: 116 mg/dL
LDL
: 92,2 mg/dL
HDL
: 12 mg/dL
Trigliserida : 59 mg/dL
Kreatinin
Asam urat

: 0,58 mg/dL
: 7,2 mg/dL

Enzim jantung ( 10-11-2016)


Troponin I : < 0.01 ug/l

20

EKG
1. Gambaran EKG saat masuk RS tanggal 09 November 2016

Irama

: sinus

Frekuensi

: 120 x/menit, ireguler

Aksis

: RAD

Gelombang P

: 4 kotak kecil (0.16 detik) , P mitral di V1 dan V2.

P-R Interval

: sulit dinilai

Kompleks QRS

: 2 kotak kecil, rSR di aVR, gelombang R


sekunder (rSR)di V1, V2, V3,dan V4, S persisten
(slurred S) di V5,V6 (RVH),

Kesan

Foto thoraks

: Atrial fibrilasi dengan incomplete RBBB.

21

Foto diambil
secara PA
Marker L
Kekerasan cukup
Hilangnya sudut
costofrenikus
sinistra dan
dextra karena
tertutup opasitas.
CTR > 50 %
Pinggang jantung
menghilang
Apex jantung
tertanam
Kesan : Cardiomegali

Ekokardiografi (10 November 2016)

22

AOD 23,9 mm (20-37 mm)


LA

55,6 mm (19-40 mm)

RVDd 27,2 mm (7-26 mm)


LVDd 38,8 mm (38-56 mm)
PWd

13,6 mm (7-11 mm)

EF

58 % (53-77%)

FS

30 % (>25%)

Ekokardiografi (15 November 2016)

23

AOD 19,9 mm (20-37 mm)


LA

65,7 mm (19-40 mm)

RVDd 17,0 mm (7-26 mm)


LVDd 47,2 mm (38-56 mm)
PWd

11,8 mm (7-11 mm)

EF

52 % (53-77%)

FS

27 % (>25%)

Left Ventricle : Dimension : Normal Overall function : Normal


Thicknesses-Normal
Left Atrium + IAS : LA Dimension : Severely dilated IAS Intack
thrombus (+)
AORTA : Aortic Insufficiency : Minor
MITRAL : Flaps-calciphyc valve-severe stenotic

24

Pulmonary : Retrograde Flow : absent


Tricuspid

: Retrograde Flow : Severe tricuspid insufficiency

Conclusion : Severe mitral stenosis with giant LA and LA thrombus,


EF= 52 %
Resume
Ny HH, 40 tahun datang ke IGD RSUD AA dengan keluhan utama sesak
nafas yang semakin memberat sejak 2 hari, sesak dirasakan terus-menerus, sesak
dipengaruhi oleh aktivitas dan posisi, yaitu sesak berkurang dengan posisi duduk.
Pasien juga mengeluhkan dada terasa berdebar-debar dirasakan sekitar < 2 menit
dan kemudian hilang, mual(+), muntah (+), mudah lelah (+),bengkak pada kedua
tungkai (+). 4 hari sebelum SMRS pasien ke santa Maria kemudian karena
keluhan tidak berkurang pasien datang ke RSUD AA. Pasien mengaku adanya
riwayat sakit tenggorokan, demam dan batuk yang berulang yang dialami pasien
semasa kecil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
komposmentis, tekanan darah 120/90 mmHg, ireguler 120 kali/menit, pernafasan
28 kali/menit, suhu 36,70C, IMT 19,34. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan
perkusi redup pada basal paru dan ronkhi pada basal paru. Pada pemeriksaan fisik
jantung didapatkan pada perkusi batas bantung kana di linea axilaris anterior dan
batas jantung kiri di linea parasternalis dekstra, didapatkan murmur diastolik pada
auskultasi, edema tungkai (+/+) pada pemeriksaan ekstremitas. Pemeriksaan EKG
didapatkan sinus ireguler, frekuensi 120 kali/menit, aksis RAD dan terdapat RVH.
Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan kesan cardiomegali. Pada pemeriksaan
ekokardiografi didapatkan severe mitral stenosis with giant LA and LA thrombus,
EF= 52 %.
Daftar Masalah
1

CHF ec mitral stenosis severe

AF

LA trombus

Penatalaksanaan

25

Non medikamentosa

Bed rest total, pembatasan aktivitas fisik, O2 3L/menit

IVFD NaCl 0,9 %

Medikamentosa

Inj. Lasix 2 x 1

ISDN 3 x 10 mg

Spironolakton 1 x 25 mg

Captopril 2 x 12,5 mg

Digoxin 1 x 1

Inj. Lovenox 2 x 0,6

Simarc 1 x 1

Aprazolam 1 x 0,25 mg

26

BAB IV
PEMBAHASAN
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran
darah pada tingkat katup mitral karena adanya perubahan pada struktur mitral
yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian
ventrikel kiri saat diastole. Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah
endokarditis rematik, akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh
infeksi kuman Streptococcus. Diagnosis dari stenosis mitral ditegakkan dari
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, foto toraks, EKG dan ekokardiografi.1,2,5
Pada pasien ini didapatkan adanya riwayat dyspneu deffort, orthopneu,
paroxysmal nocturnal dyspneu dan sesak napas yang disertai batuk-batuk,
peningkatan JVP serta tanda-tanda pembesaran jantung, atrium fibrilasi dan bising
diastolik (+). Dipikirkan bahwa pasien menderita suatu kegagalan jantung
kongestif. Adanya gambaran kardiomegali, oedem paru, dan adanya tanda-tanda
pembesaran jantung kanan pada EKG dipikirkan adanya komplikasi akibat
stenosis mitral terhadap terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan
menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi trikuspudal
dan pulmonal dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.
Dari gambaran ekokardiografi didapatkan gambaran stenosis mitral dan trombus
di atrium kiri, maka pada pasien ini diduga adanya gagal jantung disebabkan oleh
stenosis mitral disertai adanya komplikasi berupa pembentukan thrombus di
atrium kiri.
Pada pasien ini gejala yang timbul berhubungan dengan gangguan
pembukaan katup mitral, curah jantung, dan tekanan yang meningkat. Pasien
mengeluhkan adanya riwayat dispneu deffort, orthopneu dan berdebar-debar
yang merupakan akibat dari tekanan pulmonal yang meningkat sehingga
menyebabkan cairan berpindah ke interstitial dan alveoli. Rasa tidak nyaman di
dada saat beraktivitas juga ditemukan pada pasien ini merupakan akibat
ketidakseimbangan oksigen dengan kebutuhan oksigen miokardium. Saat
beraktivitas fisik memerlukan oksigenasi untuk metabolisme miokard, sementara
pada stenosis mitral terjadi penurunan curah jantung yang juga menurunkan aliran

27

darah yang membawa oksigen ke miokardium sehingga timbul manifestasi nyeri


dada. Selain itu juga ditemukan bising diastolik (+) yang merupakan hasil dari
adanya stenosis mitral atau penyempitan aliran darah di katup mitralis
Doppler echocardigraphy merupakan gold standar dalam evaluasi
tingkat keparahan katup mitral. Dengan ekokardiografi dapat dilakukan evaluasi
struktur dari katup, piabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan
planimetri. Pada pasien ini ditemukan severe mitral stenosis. Penyebab stenosis
mitral pada pasien ini diduga karena penyakit jantung rematik. Adanya riwayat
sakit tenggorokan, demam dan batuk yang berulang yang dialami pasien semasa
kecil diduga berkaitan dengan terjadinya jantung rematik oleh karena suatu infeksi
saluran napas oleh kuman Streptococcus B haemolyticus group A.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktis


klinis (PKK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah;Jakarta. 2016
2. US

National

Library

of

Medicine.

Mitral

stenosis.

Website

http://medlineplus.gov/ency/article/000175
3. Claudia

Dima,

Monika.

Mitral

Stenosis.

Website

http://emedicine.medscape.com/article/15224-overview
4. Kuncoro SA. Pemeriksaan stenosis mitral akibat proses reumatik dengan
ekokardiografi. Jurnal Kardiologi Indonesia;2010
5. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Stenosis
Mitral: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi V. Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta. 2009.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
tatalaksana gagal jantung ;Jakarta;2015
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tata
Laksana Fibrilasi Atrium. Jakarta;2014
8. Irawati M. Penatalaksanaan edema paru pada kasus VSD dan sepsis
VAP.Anastesia & Critical Care;2010
9. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Patofisiologi
pembentukan trombus pada FA. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II
edisi V. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia: Jakarta. 2009.

28

You might also like

  • CA Mammae Heni
    CA Mammae Heni
    Document18 pages
    CA Mammae Heni
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Referat
    Referat
    Document12 pages
    Referat
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Referat
    Referat
    Document12 pages
    Referat
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Penyuluhan SMA
    Penyuluhan SMA
    Document10 pages
    Penyuluhan SMA
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Case Heni
    Case Heni
    Document15 pages
    Case Heni
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • CKD Merak Heni Kiki
    CKD Merak Heni Kiki
    Document23 pages
    CKD Merak Heni Kiki
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • CKD Heni Ridho
    CKD Heni Ridho
    Document22 pages
    CKD Heni Ridho
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Surat Voli
    Surat Voli
    Document4 pages
    Surat Voli
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Dispepsia Case
    Dispepsia Case
    Document10 pages
    Dispepsia Case
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Refer at
    Refer at
    Document12 pages
    Refer at
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Case Fix
    Case Fix
    Document17 pages
    Case Fix
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Efusi Pleura
    Efusi Pleura
    Document13 pages
    Efusi Pleura
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • DHF
    DHF
    Document18 pages
    DHF
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • CKD Heni Ridho
    CKD Heni Ridho
    Document22 pages
    CKD Heni Ridho
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Dispepsia Case
    Dispepsia Case
    Document11 pages
    Dispepsia Case
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Demam Dengue
    Demam Dengue
    Document18 pages
    Demam Dengue
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • PPT
    PPT
    Document35 pages
    PPT
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Penyuluhan
    Penyuluhan
    Document10 pages
    Penyuluhan
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Demam Dengue
    Demam Dengue
    Document18 pages
    Demam Dengue
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Case
    Case
    Document31 pages
    Case
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Demam Dengue
    Demam Dengue
    Document18 pages
    Demam Dengue
    Heni Haryani
    No ratings yet
  • Demam Dengue
    Demam Dengue
    Document18 pages
    Demam Dengue
    Heni Haryani
    No ratings yet