Professional Documents
Culture Documents
STENOSIS MITRAL
Disusun Oleh :
Heni Haryani
NIM. 1608437612
Pembimbing :
dr. Dyah Siswanti E, Sp.JP - FIHA
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi (1-5%).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
Stenosis mitral sudah jarang ditemukan di negara maju seperti Amerika,
sedangkan di Indonesia kasus stenosis mitral ini masih banyak ditemukan, Angka
yang pasti tidak diketahui, namun dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik
Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang selama 5 tahun didapatkan angka
13,94 % dengan penyakit katup jantung.5
Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara berkembang daripada
di Amerika Serikat. Di India, misalnya, prevalensi adalah sekitar 100-150 kasus
per 100.000, dan di Afrika prevalensinya 35 kasus per 100.000.4 Insiden demam
Patofisiologi
Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2. Bila
area orifisium katup ini berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif
atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang
normal tetap terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang
hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini, dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri
sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.5
Gradien transmitral merupakan hall mark stenosis mitral selain luasnya area
katup mitral, gradien dapat terjadi akibat aliran besar melalui katup normal, atau
aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya kenaikan tekanan atrium
kiri akan diteruskan ke v. pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti paru
serta keluhan sesak (exertional dyspnea). 5
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai seperdua normal (<2-2.5 cm2). Hubungan antara gradien
dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada
tabel 1 di bawah ini
Derajat Stenosis
A2-OS interval
Area
Gradien
Ringan
> 1.5cm2
< 5mmHg
Sedang
80-110 msec
5-10mmHg
Berat
< 80 msec
<1 cm2
>10 mmHg
A2-OS :Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral
Jika dilihat dari fungsi lama waktu pengisian dan besarnya pengisian, gejala akan
muncul bila waktu pengisian menjadi pendek dan aliran transmitral besar,
sehingga terjadi kenaikan tekanan atrium kiri walaupun area belum terlalu sempit
(>1.5 cm2). Pada stenosis mitral ringan simtom yang muncul biasanya dicetuskan
oleh faktor yang meningkatkan kecepatan aliran atau curah jantung, atau
menurunkan periode pengisian diastol, yang akan meningkatkan tekanan atrium
kiri secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain yaitu latihan, stres emosi,
infeksi, kehamilan, dan fibrilasi atrium dengan respons ventrikel cepat.5 Dengan
bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat
bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm 2 yang berupa
stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.5
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
stenosis mitral, dengan patofisiologi yang komplek. Pada awalnya kenaikan
tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan
atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada vaskular paru berupa
vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin, atau perubahan
anatomik yaitu remodelling akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima
(reactive hypertension). Kenaikan resistensi arteriolar paru ini sebenarnya
merupakan mekanisme adaptif untuk melindungi paru dari kongesti. Dengan
meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan
volume akhir diastol, regurgitasi trikuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya
sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.5
2.5
Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien dengan stenosis mitral bebas keluhan, dan biasanya
keluhan utama berupa sesak napas, dapat juga fatigue. Pada stenosis mitral yang
bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksismal
nokturnal dispnea, ortopnea atau edema paru yang tegas. Hal ini akan dicetuskan
oleh berbagai keadaan meningkatnya aliran darah melalui mitral atau menurunnya
waktu pengisian diastol, termasuk latihan, emosi, infeksi respirasi, demam,
aktivitas seksual, kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respons ventrikel cepat.
Lelah juga merupakan keluhan umum pada stenosis mitral, timbul akibat akibat
rendahnya curah jantung pada aktifitas dan edema perifer.5
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering
terjadi pada stenosis mitral yaitu 30-40%. Kejadian ini sering terjadi pada umur
yang lebih lanjut atau distensi atrium yang menyolok akan merubah sifat
elektrofisiologi dari atrium kiri. Hal ini tidak berhubungan dengan derajat
stenosis. Fibrilasi atrium yang tidak dikontrol akan menimbulkan keluhan sesak
atau kongesti y;ing lebih berat, karena hilangnya peran kontraksi atrium dalam
pengisian ventrikel (1/4 dari isi sekuncup) serta memendeknya waktu pengisian
diastol. Dan seterusnya akan menimbulkan gradien transmitral dan kenaikan
tekanan atrium kiri.5
Kadang-kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis yang menurut Wood
dapat terjadi karena hal sebagai berikut:5
1. Apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronkial yang melebar.
2.
3.
Sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas, (4)
infark paru.
4.
Bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus. Di luar negeri keluhan
hemoptisis sudah jarang diketemukan dan biasanya merupakan stadium
akhir, sedangkan di Indonesia sering ditemukan dan didiagnosa secara keliru
sebagai tuberkulosis paru pada awalnya. Nyeri dada dapat terjadi pada
sebagian kecil pasien dan tidak dapat dibedakan dengan angina pektoris.
Diyakini hal ini disebabkan oleh karena hipertrofi ventrikel kanan dan
jarang bersamaan dengan aterosklerosis koroner.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral, seperti
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan yaitu :1
- Berdebar (takikardia/AF).
- Batuk darah.
- Sesak nafas saat aktifitas.
- Ortopnoe.
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe
- Cepat lelah.
- Gejala karena tromboemboli
Pemeriksaan Fisik
Temuan klasik pada stenosis mitral adalah 'opening snap dan bising diastol
kasar ('diastolic rumble') pada daerah mitral. Tetapi sering pada pemeriksaan rutin
sulit bahkan tidak ditemukan rumbel diastol dengan nada rendah, apalagi bila
tidak dilakukan dengan hati-hati. Walaupun demikian pada kasus-kasus ringan
harus dicurigai stenosis mitral ini bila teraba dan terdengar S1 yang keras. S1
mengeras oleh karena pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri
meningkat dan menutup katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di apeks
rumbel diastolik ini dapat diraba sebagai thrill.5
Dengan lain perkataan katup mitral ditutup dengan tekanan yang keras
secara mendadak, Pada keadaan di mana katup mengalami kalsifikasi dan kaku
maka penutupan katup mitral tidak menimbulkan bunyi S1 yang keras. Demikian
pula bila terdengar bunyi P2 yang mengeras sebagai petuniuk hipertensi
pulmonal, harus dicurigai adanya bising diastol pada mitral.5
Beberapa usaha harus dilakukan untuk mendengar bising diastol antara lain
posisi lateral dekubitus, gerakan-gerakan atau latihan ringan, menahan napas dan
menggunakan bell dengan meletakkan pada dinding dada tanpa tekanan keras.
Derajat dan bising diastol tidak menggambarkan beratnya stenosis tetapi
waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis
ringan bising halus dan pendek, sedangkan pada yang berat holodiastol dan
aksentuasi presistolik. Waktu dari A2-OS juga dapat menggambarkan berat
ringannya stenosis, bila pendek stenosis lebih berat.5
Bising diastol pada stenosis mitral dapat menjadi halus oleh karena obesitas,
PPOM. edema paru, atau status curah jantung yang rendah. Beberapa keadaan
yang dapat menimbulkan bising diastol antara lain aliran besar meialui trikuspid
seperti pada ASD, atau aliran besar melalui mitral seperti pada VSD, atau
regurgitasi mitral. Pada AR juga dapat terjadi bising diastol pada daerah mitral
akibat tertutupnya katup mitral anterior oleh aliran balik dari aorta (murmur
Austin-Flint). Bising diastol pada MR atau AR akan menurun intensitasnya bila
diberikan amil nitrit karena menurunnya after load dan berkurangnya derajat
regurgitasi.5
Pemeriksaan Foto Toraks
Gambaran klasik dari foto toraks adalah pembesaran atrium kiri serta
pembesaran arteri pulmonialis (terdapat hubungan yang bermakna antara besarnya
ukuran pembuluh darah dan resistensi vaskular pulmonal). Edema intertisial
berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20
mmHg, pada 70% bila tekanan atrium kiri >20 mmHg. Temuan lain dapat berupa
garis Kerley A serta kalsifikasi pada daerah katup mitral.5
Ekokardiografi Doppler
Merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik untuk
diagnosis stenosis mitral. Sebelum era ekokardiografikardiografi, kateterisasi
jantung merupakan suatu keharusan dalam diagnosis.5Dengan ekokardiografik
dapat dilakukan evaluasi struktur dari katup, pliabilitas dan daun katup, ukuran
dari area katup dengan planimetri ('mitral valve area'), struktur dari aparatus
subvalvular. juga dapat diteiilukan Inngsi ventrikel.5
Sedangkan dengan doppler dapat ditentukan gradien dari mitral, serta
ukuran dari area mitral dengan cara mcngukur 'pressure half time' terutama bila
struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi, sehingga pengukuran dengan
planimeiri tidak dimungkinkan. Selain dari pada itu dapat diketahui juga adanya
regurgitasi mitral yang sering menyertai stenosis mitral.5
Derajat berat ringannya stenosis mitral berdasarkan eko doppler ditentukan
antara lain oleh gradien transmitral, area katup mitral, serta besarnya tekanan
pulmonal. Selain itu dapat juga ditentukan perubahan hemodinamik pada latihan
atau pemberian beban dengan dobutamin, sehingga dapat ditentukan derajat
stenosis pada kelompok pasien yang tidak mcnunjukkan beratnya stenosis pada
saat istirahat.5
10
Ekokardiografi Transesofageal
Merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan tranduser
endoskop, sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas, terutama untuk
struktur katup, atrium kiri atau apendiks atrium. Ekokardiografi transesofagus
lebih sensitif dalam deteksi trombus pada atrium kiri atau teiutama sekali apendiks
atrium kiri.5 Selama ini eko transesofageal bukan merupakan prosedur rutin pada
stenosis mitral, namun ada prosedur valvulotomi balon atau pertimbangan
antikoagulan sebaiknya dilakukan.5
Kateterisasi
Seperti disebutkan di atas dulu kateterisasi merupakan standar baku untuk
diagnosis dan menentukan berat ringan stenosis mitral. Walaupun demikian pada
keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur eko yang lengkap. Saat
ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan
intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.5
2.7. Penatalaksanaan
Pendekatan Klinis Pasien dengan Stenosis Mitral
Pada setiap pasien stenosis mitral anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap
harus dilakukan. Prosedur penunjang EKG, foto toraks, ekokardiografi seperti
yang telah disebutkan diatas harus dilakukan secara lengkap.5
Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimtomatik, tindakan lanjutan
sangat tergantung dengan hasil pemeriksaan eko. Sebagai contoh pasien aktif
asimtomatik dengan area >1,5 cm2, gradien <5 mmHg, maka tidak perlu
dilakukan
evaluasi
lanjutan,
selain
pencegahan
terhadap
kemungkinan
endokarditis. Lain halnya bila pasien tersebut dengan area mitral <l.5 cm2.5
Pendekatan Medis
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat
suportif atau simtomatik terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan
terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin,
eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam reumatik atau pencegahan
11
ekdokarditis sering dipakai. Obat-obat inotropik negatit seperti -blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi
keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Retriksi
garam atau pemberian diuretik secara intermiten bermanfaat jika terdapat bukti
adanya kongesti vaskular paru.5
Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis tidak bermanfaat, kecuali
terdapat disfungsi ventrikel baik kiri atau kanan. Latihan fisik tidak dianjurkan,
kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran, karena latihan akan
meningkatkan frekuensi jantung dan memperpendek fase diastole dan seterusnya
akan meningkatkan gradient transmitral. 5
Fibrilasi Atrium. Prevalensi 30-40%, akan muncul akibat hemodinamik yang
bermakna karena hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta
frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan
indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Penyekat beta atau anti aritmia juga dapat dipakai untuk mengontrol frekuensi
jantung. atau pada keadaan tertentu untuk mencegah terjadinya fibrilasi atrial
paroksismal. Bila perlu pada keadaan tertentu di mana terdapat gangguan
hemodinamik dapat dilakukan kardioversi elektrik, dengan pemberian heparin
intravenous sebelum pada saat ataupun sesudahnya.5
Pencegahan Embolisasi Sistemik. Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai
pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan
kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
LA trombus yang tidak respon dengan antikoagulan injeksi adalah indikasi untuk
operasi5
12
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat stenosis mitral adalah :2
perubahan
struktur
ini
diduga
dapat
merubah
keadaan
terbentuknya
trombus.
Beberapa
penelitian
13
pragmen
protrombin
1,2.
Sohaya
melaporkan
FA akan
struktur
atau
fungsi
jantung
sehingga
mengakibatkan
14
Edema paru.
Edema paru didefinisikan sebagai terakumulasinya cairan di
interstisial dan alveolus. Pada paru normal, cairan dan protein keluar
dari mikrovaskular terutama melalui celah kecil antara sel endotel
kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar
interstisial pada keadaan normal tidak dapat masuk ke ruang alveolar.
Hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas ikatan yang sangat rapat.
Selain itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut
akan
dialirkan
ke
ruang
peribronkovaskular,
yang
kemudian
15
Hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan
keadaan lanjut akibat perubahan hemodinamik yang timbul karena
stenosis mitral, dimana mekanisme adaptasi fisiologis sudah dilampaui.5
2.9
Prognosis
Dalam kebanyakan kasus, stenosis mitral dapat dikontrol dengan
BAB III
16
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. HH
Usia
: 40 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Wiraswasta
No.RM
: 93 91 93
Tanggal MRS
: 09 November 2016
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas yang memberat sejak +2 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
17
adanya riwayat sakit tenggorokan, demam dan batuk yang berulang yang
dialami pasien semasa kecil.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM (-)
Riwayat DM (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan gizi
: Sedang
Vital sign
Tekanan darah
: 120/90 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 28 kali/menit
Suhu
: 36,7 0C
TB
: 156 cm
18
BB
: 47 kg
IMT
: 19,34 (normoweight)
Toraks
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), reflek
hepatojugular (+).
Ekstremitas
Inspeksi
Palpasi
: Akral hangat (+) pada semua ekstremitas, CRT < 2 detik, turgor
19
Kekuatan motorik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin ( 09-11-2016)
Leukosit
: 10.000 /Ul
Hematokrit
: 41,6 %
Hemoglobin
: 14,2 g/dL
Trombosit
: 234.000 /mm3
: 0,8 %
: 1,5 %
: 64,8 %
: 22,6 %
: 10,3 %
: 0,58 mg/dL
: 7,2 mg/dL
20
EKG
1. Gambaran EKG saat masuk RS tanggal 09 November 2016
Irama
: sinus
Frekuensi
Aksis
: RAD
Gelombang P
P-R Interval
: sulit dinilai
Kompleks QRS
Kesan
Foto thoraks
21
Foto diambil
secara PA
Marker L
Kekerasan cukup
Hilangnya sudut
costofrenikus
sinistra dan
dextra karena
tertutup opasitas.
CTR > 50 %
Pinggang jantung
menghilang
Apex jantung
tertanam
Kesan : Cardiomegali
22
EF
58 % (53-77%)
FS
30 % (>25%)
23
EF
52 % (53-77%)
FS
27 % (>25%)
24
AF
LA trombus
Penatalaksanaan
25
Non medikamentosa
Medikamentosa
Inj. Lasix 2 x 1
ISDN 3 x 10 mg
Spironolakton 1 x 25 mg
Captopril 2 x 12,5 mg
Digoxin 1 x 1
Simarc 1 x 1
Aprazolam 1 x 0,25 mg
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran
darah pada tingkat katup mitral karena adanya perubahan pada struktur mitral
yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian
ventrikel kiri saat diastole. Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah
endokarditis rematik, akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh
infeksi kuman Streptococcus. Diagnosis dari stenosis mitral ditegakkan dari
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, foto toraks, EKG dan ekokardiografi.1,2,5
Pada pasien ini didapatkan adanya riwayat dyspneu deffort, orthopneu,
paroxysmal nocturnal dyspneu dan sesak napas yang disertai batuk-batuk,
peningkatan JVP serta tanda-tanda pembesaran jantung, atrium fibrilasi dan bising
diastolik (+). Dipikirkan bahwa pasien menderita suatu kegagalan jantung
kongestif. Adanya gambaran kardiomegali, oedem paru, dan adanya tanda-tanda
pembesaran jantung kanan pada EKG dipikirkan adanya komplikasi akibat
stenosis mitral terhadap terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan
menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi trikuspudal
dan pulmonal dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.
Dari gambaran ekokardiografi didapatkan gambaran stenosis mitral dan trombus
di atrium kiri, maka pada pasien ini diduga adanya gagal jantung disebabkan oleh
stenosis mitral disertai adanya komplikasi berupa pembentukan thrombus di
atrium kiri.
Pada pasien ini gejala yang timbul berhubungan dengan gangguan
pembukaan katup mitral, curah jantung, dan tekanan yang meningkat. Pasien
mengeluhkan adanya riwayat dispneu deffort, orthopneu dan berdebar-debar
yang merupakan akibat dari tekanan pulmonal yang meningkat sehingga
menyebabkan cairan berpindah ke interstitial dan alveoli. Rasa tidak nyaman di
dada saat beraktivitas juga ditemukan pada pasien ini merupakan akibat
ketidakseimbangan oksigen dengan kebutuhan oksigen miokardium. Saat
beraktivitas fisik memerlukan oksigenasi untuk metabolisme miokard, sementara
pada stenosis mitral terjadi penurunan curah jantung yang juga menurunkan aliran
27
28
DAFTAR PUSTAKA
National
Library
of
Medicine.
Mitral
stenosis.
Website
http://medlineplus.gov/ency/article/000175
3. Claudia
Dima,
Monika.
Mitral
Stenosis.
Website
http://emedicine.medscape.com/article/15224-overview
4. Kuncoro SA. Pemeriksaan stenosis mitral akibat proses reumatik dengan
ekokardiografi. Jurnal Kardiologi Indonesia;2010
5. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Stenosis
Mitral: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi V. Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta. 2009.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
tatalaksana gagal jantung ;Jakarta;2015
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tata
Laksana Fibrilasi Atrium. Jakarta;2014
8. Irawati M. Penatalaksanaan edema paru pada kasus VSD dan sepsis
VAP.Anastesia & Critical Care;2010
9. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Patofisiologi
pembentukan trombus pada FA. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II
edisi V. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia: Jakarta. 2009.
28