Professional Documents
Culture Documents
(Legal Opinion)
Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia
Nomor. 19 Tahun 2014 Tentang
Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif
A. Opening Statement
Dikeluarkanya Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik
Indonesia Nomor. 19 Tahun 2014 Tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan
Negatif, telah mendapat penolakan dari beberapa organisasi/kalangan.
Supriyadi W. Eddyono, Koordinator Indonesia Media Defense Litigation
Network (IMDLN), menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Menteri ini telah
tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 28 J UUD 1945 dan juga pembatasan yang
sah yang dikenal dalam hukum internasional khususnya Pasal 19 Kovenan Hak
Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 12 Tahun
2005. Supriyadi mengingatkan untuk melakukan pembatasan terhadap
kebebasan berekspresi Negara wajib lulus dalam uji tiga rangkai (three part test)
yaitu: (1) Pembatasan harus dilakukan hanya melalui undang-undang; (2)
Pembatasan hanya diperkenankan terhadap tujuan yang sah yang telah
disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) Kovenan Sipol; dan (3)Pembatasan tersebut
benar-benar diperlukan untuk menjamin dan melindungi tujuan yang sah
tersebut. Di lain pihak, Anggara, Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal
Justice Reform (ICJR) menegaskan bahwa ICJR menolak keras peran Menteri
Komunikasi dan Informatika dalam menentukan apakah suatu situs internet
mengandung muatan yang diduga melanggar hukum nasional. Anggara
mengingatkan bahwa penegak hukum tertinggi yang dapat melakukan penilaian
apakah suatu situs internet diduga memiliki kaitan dengan pelanggaran hukum
hanyalah Jaksa Agung Republik Indonesia.
Apa pun alasan dari mereka yang menolak Perkominfo tentang Tentang
Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, Pemerintah dalam hal ini
Kementrian Komunikasi dan Informatika tidak bergeming sama sekali. Menurut
Juru bicara Kemenkominfo, Permen tersebut sudah baik untuk melindungi
masyarakat dari bahaya situs-situs negatif. Sehingga, kata dia, Permen tentang
situs negatif ini tak perlu direvisi.
Dalam sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, wajar saja
terjadi penolakan oleh sebagian kalangan. Hal ini jelas sebagai konsekuensi dari
system demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia. Akan tetapi, tidak baik
juga membiarkan satu persoalan berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah ditolak oleh masyarakat. Serta tidak baik pula, membiarkan
Pemerintah berbuat sesukanya dalam mengeluarkan suatu kebijakan tertulis
dalam bentuk regulasi.
Hal ini jelas, karena regulasi secara tertulis dalam konteks hukum adalah
dapat digunakan sebagai alat untuk memaksa masyarakat dalam suatu hal yang
1
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam
suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain,
baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum
lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau
milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang
tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
7
10
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 40 ayat (6) UU ITE. Hal ini jelas,
karena kedua ketentuan undang-undang tersebut saling memiliki keterkaitan
yang erat.
E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian analisis di atas, jelas terlihat bahwa tidak satu pun
Undang-undang yang menjadi dasar hukum Peraturan Menteri Komunikasi Dan
Informatika Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Penanganan
Situs Internet Bermuatan Negatif, memberikan wewenang secara tegas kepada
Menkominfo untuk mengatur penanganan situs internet bermuatan negatif
dalam Peraturan Menteri.
Bahkan pemblokiran terhadap situs internet yang bermuatan pornografi,
berdasarkan Pasal 18 UU Pornografi wewenang untuk melakukan pemblokiran
ada pada Pemerintah. Sehingga, regulasi yang tepat untuk mengatur hal tersebut
adalah Peraturan Pemerintah, bukan Peraturan Menteri.
Begitupun terkait dengan pemblokiran terhadap kegiatan ilegal lainnya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. UU Telekomunikasi dan
UU ITE yang menjadi dasar hukum dalam Permenkominfo tentang Penanganan
Situs Internet Bernuatan Negatif, terlihat tidak jelas dan saling tumpang tindih
dalam pengaturannya.
Pada satu sisi, UU Telekomunikasi mengatur bahwa penyelenggara
telekomunikasi dilarang untuk melakukan kegiatan usaha yang bertentangan
dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.
Tidak main-main, sanksinya pun adalah pencabutan izin usaha penyelanggara
telekomunikasi tersebut. Hal mana, kewenangan pencabutan tersebut ada pada
Pemerintah. Di sisi lainnya, Pemerintah diberikan peran oleh UU ITE untuk
memberikan perlindungan terhadap kepentingan umum dari segala jenis
gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik yang mengganggu ketertiban umum. Hal mana, ketentuan lebih lanjut
menegnai peran Pemerintah tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Oleh karenanya, seharusnya Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah yang mengatur mengenai peran Pemerintah dalam memberikan
perlindungan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum
dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik
dan Transaksi Elektronik, yang dilakukan baik oleh orang (person) maupun
badan hukum (recht person). Dalam Peraturan Pemerintah ini lah seharusnya
diatur apakah pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi
pemblokiran ataukah langsung dikenakan sanksi pencabutan izin usaha.
Dengan demikian, wewenang Menkominfo mengeluarkan Permenkominfo
tentang Penanganan Situs Internet Bernuatan Negatif adalah hanya berdasarkan
Pasal 4 UU Telekomunikasi dan Pasal 8 UU Pembentukan Perturan Perundangundangan. Hal mana, Permenkominfo tentang Penanganan Situs Internet
12
Hormat kami,
DARU SUPRIYONO
PRADNANDA BERBUDY
13