Professional Documents
Culture Documents
terhadap ras, agama dan orientasi seksual, Holocaust dan genosida ras
Armenia (Wright & Breindl, 2013). Dalam negara demokrasi liberal,
kebebasan berpendapat dan berekspresi di internet sangat dibatasi oleh
hukum yang berlaku, terutama menekankan pada perlindungan pada anakanak, hak cipta, dan HAM.Sementara itu, negara-negara dengan sistem
politik otoriter sangat membatasi sisi internet. Rusia, Cina, negara-negara di
Asia Tengah, Korea Utara dan beberapa negara Islam sangat ketat
membatasi akses internet bagi masyarakatnya. Bahkan, pemerintah Cina
sempat memblokir sosial media untuk mengantisipasi datangnya kritik dan
serangan terhadap pemerintah.
Lantas, bagaimana dengan regulasi internet di Indonesia? Pemberlakuan UU
ITE sejak tahun 2008 adalah salah satu bentuk regulasi pemerintah dalam
mengatur isi internet dan aktivitas penggunaannya. Dalam UU ITE telah ada
Bab VII yang mengatur hal-hal yang dilarang dalam internet. Selain terkait
hak cipta, pelarangan juga diberlakukan pada isi internet yang memuat
ancaman kekerasan, pencemaran nama baik dan penghinaan terhadap suku,
ras dan agama (SARA). UU ITE memang masih diperdebatkan karena
sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap UU ITE membatasi
kebebasan berekspresi dan mengemukakan kritik, sementara pihak lain
merasa terlindungi hak-haknya dengan adanya UU ITE.
Terkait dengan rencana pemblokiran terhadap 22 situs bernuansa Islam,
pemerintah harus benar-benar mengkaji ulang apakah pemblokiran situs
akan mencederai kebebasan berekspresi dan berkeyakinan atau tidak.
Pemerintah harus memiliki argumen jelas dan landasan hukum yang kuat
untuk memblokir situs-situs tersebut. Secara legal formal, pemerintah
memang memiliki kewenangan untuk memblokir situs-situs yang masuk
dalam kategori merugikan pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan
negara, warga negara...dst sebagaimana tertulis dalam bagian penjelas
pasal 2 UU 11/2008. Bahkan, negara demokrasi liberal pun menerapkan
regulasi internet yang ketat untuk mengamankan kemanan nasional
(national security) . Pemerintah juga memiliki otoritas untuk mengatur
muatan internet yang tidak sesuai dengan landasan dan dasar hukum
negara Republik Indonesia, yaitu UUD 45 dan Pancasila sehingga apabila
didapati situs yang bermuatan makar, propagandis dan berpotensi
membahayakan keamanan nasional dan warga negara, pemerintah tentu
saja memiliki kewenangan untuk melakukan pemblokiran. Hanya saja,
diperlukan bukti-bukti yang kuat, faktual dan rasional untuk menyatakan
bahwa suatu situs internet benar-benar menyajikan muatan yang tidak
sesuai dengan dasar hukum negara dan berpotensi mengancam keamanan
nasional dan warga negara. Jika tidak ada bukti yang valid bahwa suatu situs
layak diblokir, maka pemblokiran yang dilakukan pemerintah akan
cenderung menjadi tindakan yang represif dan tidak selaras dengan
demokrasi.