You are on page 1of 24

BAB I

ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS :
Nama Pasien

: Ny. D

Umur

: 23 Tahun

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Alamat

: Cilawu

Masuk RS

: 10 Desember 2015

Jam Masuk RS

: 02.05 WIB

No. CM

: 82-XX-XX

Nama Suami

: Tn. R

Umur

: 25 Tahun

Pendidikan

: SMK

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

B. ANAMNESIS :
Keluhan Utama
Mulas Mulas
Anamnesa Khusus
G4P1A2 Merasa hamil 9 bulan dengan mulas-mulas yang dirasakan 1 hari SMRS.
Mulas semakin sering dan kuat. Keluar cairan dari jalan lahir disangkal. Keluar darah
campur lendir diakui oleh pasien. Gerak janin masih dapat dirasakan oleh ibu sejak 5
bulan yang lalu.

C. Riwayat Obstetri :
Kehamilan
ke
1.
2.
3.
4.

Tempat

Penolong

Cara

Cara

Kehamilan
RSU

dr. Obgyn

Aterm

BB

Persalinan
lahir
Abortus
Abortus
SC
2.009
Kehamilan ini

Jenis

Riwayat Perkawinan
: Pertama Menikah

Usia saat menikah

: Istri

: 18 tahun

Suami : 20 tahun
Haid
HPHT

: 22 Febuari 2015

Siklus

: Teratur

Lama

: 7 hari

Banyaknya darah

: Biasa

Nyeri haid

: Nyeri saat haid

Menarche usia

: 16 tahun

Kontrasepsi Terakhir
Suntik 1 bulan sejak 1 tahun yang lalu
IUD sejak tahun 2012-2014
Alasan berhenti KB takut sama efek samping IUD
Prenatal Care
Ke Bidan dan dr. Sp.OG. Jumlah kunjungan PNC 9 kali. Terakhir pagi ini.
Keluhan selama Kehamilan
Tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Jantung pada kehamilan sebelumnya

Keadaan

3 Thn

Kelamin

D. Keterangan Tambahan :
Status

Usia

E. PEMERIKSAAN FISIK :
KU

: Compos mentis

Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 90x/menit

RR

: 24x/menit

Suhu

: 36,5 C

Kepala

: Conjunctiva tidak anemis


Sklera tidak ikterik

Leher

: Tiroid : tidak ada kelainan


KGB : tidak ada kelainan

Thorak

: Cor : BJ I dan II murni reguler, mumur (-), gallop (-)


Pulmo : VBS kanan=kiri, ronkhi (-), whezing (-)

Abdomen

: Cembung lembut, nt (-), dm (-)

Hepar

: Sulit dinilai

Lien

: Sulit dinilai

Ekstremitas

: Edema tidak ada pada kedua tangan dan kaki


Varises tidak ada pada kedua kaki

F. STATUS OBSTETRIK :
Pemeriksaan Luar
TFU / Lingkar Perut

: 31cm / 92cm

Letak Anak

: Kepala, PuKa, 1/5

His

: 2-3 x/10, lama His 20-30

DJJ

: 142 x/menit Regular

Inspekulo

: Fluksus (-)

Perabaan Fornices

: Tidak dilakukan

Pemeriksaan Dalam
Vulva

: Tidak ada kelainan

Vagina

: Tidak ada kelainan

Portio

: Tebal lunak

Pembukaan

: 1 jari

Ketuban

:+

Bag. Terendah

: Kepala

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( LABORATORIUM ) :


Tanggal 10 Desember 2015
Pukul 00.28 WIB
HEMATOLOGI Darah Rutin
Hemoglobin

: 12,7 g/dL (12-16)

Hematokrit

: 38% (35-47)

Lekosit

: 15.300/mm3 (3.800-10.600)

Trombosit

: 155.000/mm3 (150.000-440.000)

Eritrosit

: 5.35 juta/mm3 (3,6-5,8)

Tanggal 10 Desember 2015


Pukul 02.04
HEMATOLOGI Darah Rutin
Hemoglobin

: 11.2 g/dL (12-16)

Hematokrit

: 35% (35-47)

Lekosit

: 14.570/mm3 (3.800-10.600)

Trombosit

: 223.600/mm3 (150.000-440.000)

Eritrosit

: 4.00 juta/mm3 (3,6-5,8)

H. DIAGNOSIS (ASSESMENT) :
G4P1A2 Parturien 38-39 minggu kala I fase laten dengan post SC 3 tahun yang lalu

I. RENCANA PENGELOLAAN / TINDAKAN :


- Observasi TTV, HIS, BJA
- RL 500 cc 20 gtt
- Cek darah rutin

J. FOLLOW UP RUANGAN SEBELUM SC :


Tanggal

CATATAN

INSTRUKSI

Jam
10-12-15

S/

P/

O/

- Obs KU, TTV, HIS, BJA

- KU : CM

- Inf RL 500cc 20gtt

- TD : 120/80 mmHg
- N : 80 x/menit
- R : 20 x/menit
- S : AF
- Mata : Ca -/- Si -/- Adb : Cembung lembut
nt (-), dm (-), ps/pp -/TFU : 31cm
HIS : +
BJA : 132 x/menit
- Perdarahan : - BAB/BAK : -/+ dc
A/ G4P1A2 Parturien 38-39 minggu kala I

K. LAPORAN OPERASI :
Tanggal 10 Desember 2015
Operator

: dr. Rizki, Sp.OG

Asisten I

: Co-Ass Vivi

Asisten II

: Teh Neneng

Ahli Anestesi

: dr. Dhadi Ginanjar, Sp.An

Asisten Anestesi

: H. Dindin

Jenis Anestesi

: Spinal

Obat Anestesi

: Bunascan

Diagnosa Pra Bedah

: G4P1A2 Parturien 38-39 minggu kali I fase laten dengan post


SC 3 tahun yang lalu

Indikasi Operasi

: Bekas SC

Diagnosa Pasca Bedah

: P2A2 Partus Maturus dengan SC a.i post SC 3 tahun yang

lalu
Jenis Operasi

: Sectio Caesarea + Pasang IUD

Kategori Operasi

: Besar

Desinfeksi Kulit

: Povidone Iodine 10%

Laporan Operasi Lengkap :


-

Dilakukan tindakan a dan antiseptik pada abdomen dan sekitarnya

Insisi mediana inferior 10 cm

Setelah peritoneum dibuka, tampak dinding depan uterus

Plika vesikouterina diidentifikasi, disayat menintang

Kandung kemih di sisihkan ke bawah dan ditahan dengan retraktor abdomen

SBR disayat konkaf, diperlebar dengan jari penolong ke kiri dan kanan

Jam 08.01 WIB : lahir bayi laki-laki dengan meluksir kepala


BB : 3.120 gram

PB : 48 cm

APGAR 1 : 7

5 : 8

Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik


-

Jam 08.10 WIB : lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
B : 500 gram

Ukuran : 20x20x20 cm

SBR dijahit 2 lapis, lapis 1 dijahit jelujur, dijahit jelujur interlocking

Lapisan ke dua dijahit secara overhecting. Setelah yakin tidak ada perdarahan,
dilakukan reperitonealisasi dengan peritoneum kandung kemih.

Perdarahan dirawat

Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah. Fascia dijahit dengan
PGA no 1 kulit subkutikuler

Pemasangan IUD

L. FOLLOW UP RUANGAN SETELAH SC :


Tanggal
Jam
11-12-15
POD I

CATATAN

INSTRUKSI

S/ Kembung Perut

P/

O/

- Cefotaxime 2x500 mg

- KU : CM

- Metronidazole 3x500 mg

- TD : 120/80 mmHg

- Kaltrofen Supp 2x100 mg

- N : 64 x/menit
- R : 20 x/menit

Hb : 12,7

- S : AF
- Mata : Ca -/- Si -/- Adb : Datar lembut
nt (+), dm (-), ps/pp -/TFU : 1 jari dibawah pusat
- Perdarahan : Rubra
- ASI : -/+
- BAB/BAK : -/+
A/ P2A2 Partus Maturusde dengan SC a.i
post SC 3 tahun yang lalu
12-12-15
POD II

S/ Sesak nafas, jika bangun hilang

P/

O/

- Cefadroxil 2x500 mg

- KU : CM

- Metronidazole 3x500 mg

- TD : 120/80 mmHg

- As. Mefenamat 3x500 mg

- N : 80 x/menit

- Aff Infus

- R : 16 x/menit
- S : AF

Hb : 11.2

- Mata : Ca +/+ Si -/- Adb : datar lembut


nt (+), dm (-), ps/pp -/TFU : 1 jari dibawah pusat
- Lokhia : Rubra
- ASI : -/+
- BAB/BAK : -/+
A/ P2A2 Partus Maturusde dengan SC a.i
post SC 3 tahun yang lalu
13-12-15
POD III

S/ -

P/

O/

- Cefadroxil 2x500 mg

- KU : CM

- Metronidazole 3x500 mg

- TD : 120/80 mmHg

- As. Mefenamat 3x500 mg

- N : 18 x/menit

- Ganti Verban

- R : 20 x/menit
- S : AF
- Mata : Ca -/- Si -/- Adb : datar lembut
nt (+), dm (-)
TFU : sepusat
- Lokhia : Rubra
- LO : kering terawat
- ASI : +/+
- BAB/BAK : +/+
A/ P2A2 Partus Maturusde dengan SC a.i
post SC 3 tahun yang lalu

BAB II
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar ?

Sectio Caesare
A. Definisi
Sectio caesarea berasal dari perkataan Latin caedere yang artinya
memotong. Dalam hukum Roma terdapat hukum lex zaesarea. Dalam hukum ini
menjelaskan bahwa prosedur tersebut dijalankan di akhir kehamilan pada seorang
wanita yang sekarat demi untuk menyelamatkan calon bayi (Tjipta, 2003). Sectio
Caesarea adalah insisi melalui dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan
janin (Novak, P.D., 2002).
B. Prevalensi

Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia.


Meskipun dictum Once a Caesarean always a Caesarean di Indonesia
tidak dianut, tetapi sejak dua dekade terakhir ini telah terjadi perubahan
tren sectio caesarea di Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi
kenaikan proporsi sectio caesarea dari 5% menjadi 20%. Menurut Depkes
RI (2010) secara umum jumlah persalinan sectio caesarea di rumah sakit
pemerintah adalah sekitar 20 25% dari total persalinan, sedangkan di
rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30 80% dari
total persalinan.
Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi
bertambah baik, operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi
bertambah baik, kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang
menjadi lebih singkat. Di samping itu morbiditas dan mortalitas maternal
dan perinatal dapat diturunkan secara bermakna (Dewi, 2007)

C. Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :

Kategori 1 atau emergency


Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.

Kategori 2 atau urgent


Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu
mengancam jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.

Kategori 3 atau scheduled


Tidak terdapat penyulit.

Kategori 4 atau elective


Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.
Dari literatur lainnya, yaitu Impey dan Child (2008), hanya

mengelompokkan 2 kategori, yaitu emergency

dan elective Caesarean

section. Disebut emergency apabila adanya abnormalitas pada power atau


tidak adekuatnya kontraksi uterus. Passenger bila malaposisi ataupun
malapresentasi. Serta Passage bila ukuran panggul sempit atau adanya
kelainan anatomi.
1. Indikasi Ibu
a. Panggul Sempit Absolut
Pada panggul ukuran normal, apapun jenisnya, yaitu panggul ginekoid
, anthropoid, android, dan platipelloid. Kelahiran pervaginam janin dengan
berat badan normal tidak akan mengalami gangguan. Panggul sempit
absolut adalah ukuran konjungata vera kurang dari 10 cm dan diameter
transversa kurang dari 12 cm. Oleh karena panggul sempit, kemungkinan
kepala tertahan di pintu
atas panggul lebih besar, maka dalam hal ini
serviks uteri kurang
mengakibatkan inersia uteri serta
(Prawirohardjo, 2009).

mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat


lambatnya pembukaan servis

b. Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi


Tumor dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam
. Tumor yang dapat dijumpai berupa mioma uteri, tumor ovarium, dan
kanker rahim. Adanya tumor bisa juga menyebabkan resiko persalinan
pervaginam menjadi lebih besar. Tergantung dari jenis dan besarnya
tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung
melalui vagina atau harus dilakukan tindakan sectio caesarea.
Pada kasus mioma uteri, dapat bertambah besar karena pengaruh
hormon estrogen yang meningkat dalam kehamilan. Dapat pula terjadi
gangguan sirkulasi dan menyebabkan perdarahan. Mioma subserosum
yang bertangkai dapat terjadi torsi atau terpelintir sehingga menyebabkan
rasa nyeri hebat pada ibu hamil (abdomen akut). Selain itu, distosia tumor
juga dapat menghalangi jalan lahir.
Tumor ovarium mempunyai arti obstetrik yang lebih penting. Ovariu
m
merupakan tempat yang paling banyak ditumbuhi tumor. Tumor yang
besar dapat menghambat pertumbuhan janin sehingga menyebabkan
abortus dan bayi prematur, selain itu juga dapat terjadi torsi. Tumor seperti
ini harus diangkat pada usia kehamilan 16-20 minggu.
Adapun kanker rahim, terbagi menjadi dua; kanker leher rahim dan
kanker korpus rahim. Pengaruh kanker rahim pada persalinan antara lain
dapat menyebabkan abortus, menghambat pertumbuhan janin, serta
perdarahan dan infeksi. (Mochtar,1998).
c. Plasenta Previa
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga
dan yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah
perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat
bisa mengakibatkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah
plasenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terdapat di bagian
atas uterus. Sejalan dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya

segmen bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta


mengikuti perluasan segmen bawah rahim.
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir. Disebut plasenta previa komplit
apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta. Plasenta previa
parsialis apabila sebagian permukaan tertutup oleh jaringan. Dan disebut
plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan (Decherney, 2007).
d. Ruptura Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses
persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin yang
dikandungnya. Dalam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin
atau bahkan hampir tidak ada janin yang dapat diselamatkan, dan sebagian
besar dari wanita tersebut meninggal akibat perdarahan, infeksi, atau
menderita kecacatan dan tidak mungkin bisa menjadi hamil kembali
karena terpaksa harus menjalani histerektomi. (Prawirohardjo, 2009).
Ruptura uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah
terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dengan rongga
peritoneum (Mansjoer, 1999).
Kausa tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas
sectio caesarea sebelumnya. (Lydon,2001).Selain itu, ruptur uteri juga
dapat disebabkan trauma atau operasi traumatik, serta stimulus berlebihan.
Namun kejadiannya relatif lebih kecil (Cunningham, 2005).
e. Disfungsi Uterus

Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tida
k
adanya kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini
membuat kemajuan persalinan terhenti sehingga perlu penanganan dengan
sectio caesarea (Prawirohardjo, 2009).
f. Solutio Plasenta

Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian ata


u seluruh plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan diikuti
pendarahan maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan kematian
janin. Plasenta yang terlepas seluruhnya disebut solutio plasenta totalis,
bila hanya sebagian disebut solutio plasenta parsialis, dan jika hanya
sebagian kecil pinggiran plasenta yang terpisah disebut ruptura sinus
marginalis (Impey, 2008).
Frekuensi terjadinya solutio plasenta di Amerika Serikat sekitar 1%
dan solutio plasenta yang berat mengarah pada kematian janin dengan
angka kejadian sekitar 0,12% kehamilan atau 1:830 (Deering,2008).

Gambar 2.1 Abruptio & Plasenta Previa (Sumber: Obgyn.ne)

2. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak

1. Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas pangg
ul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada
sisi yang lain. Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati
abdomen biasanya melebar dan fundus uteri membentang hingga
sedikit di atas umbilikus. Tidak ditemukan bagian bayi di fundus, dan
balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka.
Penyebab utama presentasi ini adalah relaksasi berlebihan dinding
abdomen akibat multiparitas yang tinggi. Selain itu bisa jug
a
disebabkan janin prematur, plasenta previa, uterus abnormal, cairan
amnion berlebih, dan panggul sempit. (Cunningham, 2005).
2. Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagi
an
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insidensi
3 4% dari seluruh persalinan aterm. Presentasi bokong adalah
malpresentasi yang paling sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28
minggu, kejadian presentasi bokong berkisar antara 25 30%.
(Decherney,2007).
Faktor resiko terjadinya presentasi bokong ini antara l
ain
prematuritas, abnormalitas uterus, polihidamnion, plasenta previa,
multiparitas,

dan riwayat

presentasi

bokongsebelumnya.

(Fischer,2006).
3. Presentasi Ganda atau Majemuk
Presentasi ini disebabkan terjadinya prolaps satu atau le
bih
ekstremitas pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki
panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Faktor yang

meningkatkan kejadian presentasi ini antara lain prematuritas,


multiparitas, panggul sempit, kehamilan ganda (Prawirohardjo, 2009)
b. Gawat Janin

Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantun


g
janin (DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam
cairan amnion. Untuk keperluan klinik perlu ditetapkan kriteria yang
termasuk keadaan gawat janin.

Disebut gawat janin, bila ditemukan

denyut
jantung janin di atas

160/menit atau di bawah 100/menit,

denyut jantung
tak teratur, atau
keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan.
(Prawirohardjo, 2009).
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokt
er
memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi
ibu yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita
hipertensi atau kejang pada rahim yang dapat mengakibatkan gangguan
pada plasenta dan tali pusar. Sehingga aliran darah dan oksigen kepada
janin menjadi terganggu.
Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami
gangguan

seperti

kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi,

maka dapat
menyebabkan kematian janin.
c. Ukuran Janin

Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant bab
y),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan
janin yang berlebihan disebabkan sang ibu menderita kencing manis
(diabetes mellitus). Bayi yang lahir dengan ukuran yang besar dapat
mengalami kemungkinan komplikasi persalinan 4 kali lebih

besar

daripada bayi dengan ukuran normal. Menentukan apakah bayi besar atau tid
ak terkadang sulit. Hal ini dapat diperkirakan dengan cara :
1. Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit
dilahirkan atau ada riwayat diabetes melitus.
2. Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya
(edema, dll).
3. Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik.
3. Indikasi Ibu dan Janin
a. Gemelli atau Bayi Kembar

Kehamilan kembar atau multipel adalah suatu kehamilan dengan dua


janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda (2
janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan
seterusnya sesuai dengan hukum Hellin.
Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pad
a
kehamilan dengan janin ganda. Oleh karena itu, mempertimbangkan
kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang
berlebihan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain anemia pada ibu,
durasi kehamilan yang memendek, abortus atau kematian janin baik salah
satu atau keduanya, gawat janin, dan komplikasi lainnya. Demi mencegah
komplikasi komplikasi tersebut, perlu penanganan persalinan dengan
sectio caesarea untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi bayinya.
(Prawirohardjo, 2009).
b. Riwayat Sectio Caesarea

Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea ya


ng
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal hal seperti :
1. Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti
panggul sempit.
2. Adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas operasi sebelumnya.

c. Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan ata


u edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Bila tekanan darah mencapai 160/110 atau lebih, disebut preeklampsia
berat. Sedangkan eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan
karena kelainan neurologi) dan atau koma dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala preeklampsia.
Janin yang dikandung ibu dapat mengalami kekurangan nutrisi da
n oksigen sehingga dapat terjadi gawat janin. Terkadang kasus preeklampsia
dan eklampsia dapat menimbulkan kematian bagi ibu, janin, bahkan
keduanya. (Decherney,2007).

4. Indikasi Sosial

Menurut Mackenzie et al (1996) dalam Mukherjee (2006), permintaan


ibu merupakan suatu faktor yang berperan dalam angka kejadian sectio
caesarea yaitu mencapai 23%. Di samping itu, selain untuk menghindari
sakit, alasan untuk melakukan sectio caesarea adalah untuk menjaga tonus
otot vagina, dan bayi dapat lahir sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Walaupun begitu, menurut FIGO (1999) dalam Mukherjee (2006),
pelaksanaan sectio caesarea tanpa indikasi medis tidak dibenarkan secara etika.
D. Jenis Jenis Operasi Sectio Caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis :

1. Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada


korpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
a. Mengeluarkan janin lebih cepat

b. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih


c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a. Infeksi mudah menyebar
b. Sering mengakibatkan ruptur uteri pada persalinan berikutnya.
2. Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan
insisi pada segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat
sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira kira 10 cm.
Kelebihan :
a. Penjahitan dan penutupan luka lebih mudah
b. Mencegah isi uterus ke rongga peritoneum
c. Kemungkinan ruptura uteri lebih kecil.
Kekurangan :
a. Luka dapat melebar
b. Keluhan kandung kemih postoperatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis :

Sectio caesarea yang dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis


, dengan demikian tidak membuka kavum abdomina.
2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (vertikal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Insisi Klasik
d. Sayatan huruf T terbalik (T-incision).

Gambar 2.2 Skema Insisi Abdomen dan Rahim (Sumber: Obgyn.net)


E. Melahirkan Janin & Plasenta
Pada presentasi kepala, satu tangan diselipkan ke dalam rongga uterus
diantara simfisis dan kepala janin, lalu kepala diangkat secara hati-hati
dengan jari dan telapak tangan melalui lubang insisi dibantu oleh
penekanan sedang transabdominal pada fundus.
Setelah kepala lahir, tarik bahu secara ringan dan hati-hati. Begitu
juga dengan bagian tubuh lainnya. Bila presentasi bukan kepala, atau bila
janin lebih dari satu, atau keadaan-keadaan lainnya, insisi vertikal segmen
bawah rahim terkadang lebih menguntungkan. Perhatikan juga apakah
terdapat perdarahan.
Bila janin telah lahir, segera keluarkan plasenta. Masase fundus,yang dim
ulai segera setelah janin lahir dapat mengurangi perdarahan dan
mempercepat lahirnya plasenta.
1. Penjahitan Uterus
Setelah plasenta lahir, uterus dapat diangkat melewati insisi dan
diletakkan di atas dinding abdomen, atau biasa disebut eksteriorisasi
uterus. Keuntungan eksteriorisasi uterus ini antara lain dapat segera
mengetahui uterus yang atonik dan melemas sehingga cepat melakukan
masase. Selain itu, lokasi perdarahan juga dapat ditentukan dengan jelas.

Insisi uterus ditutup dengan satu atau dua lapisan jahitan kontinu
menggunakan benang yang dapat diserap ukuran 0 atau 1. Penutupan
dengan jahitan jelujur mengunci satu lapis memerlukan waktu lebih
singkat.
2. Penjahitan Abdomen
Setelah rahim telah tertutup dan memastikan tidak ada instrumen
yang tertinggal, maka dilakukan penutupan abdomen. Sewaktu melakukan
penutupan lapis demi lapis, titik-titik perdarahan diidentifikasi, diklem dan
diligasi. Otot rektus dikembalikan ke letaknya semula, dan ruang subfasia
secara cermat diperiksa.
Fasia rektus di atasnya situtup dengan jahitan interrupted. Jaringan
subkutan biasanya tidak perlu ditutup secara terpisah apabila ketebalannya
2 cm atau kurang. Dan kulit ditutup dengan jahitan matras vertikal dengan
benang sutera 3-0 atau 4-0.

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginam karena risiko ruptura 2-10 kali dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim.
F. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu dengan
persalinan pervaginam. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio sesarea
lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah yang
banyak, peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan
masa nifas di Rumah Sakit. Juga akan memperlama perawatan di rumah
dibandingkan persalinan pervaginam. Sebagai tambahan biaya Rumah Sakit akan
dua kali lebih mahal.
Walaupun angka kejadian ruptura uteri pada persalinan pervaginam setelah
seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin
dan ibu. Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini.
Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada
waktu antenatal maupun pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi dengan
ketat melalui monitor kardiotokografi kontinu; denyut jantung janin dan tekanan
intra uterin dapat membantu untuk mengidentifikasi ruptura uteri lebih dini
sehingga respon tenaga medis bisa cepat maka ibu dan bayi bisa diselamatkan
apabila terjadi ruptura uteri.
G. Sistem Skoring

Untuk meramalkan keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas


seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Flamm dan Geiger
menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas seksio sesarea dalam
bentuk sistem skoring. Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring
untuk pasien bekas seksio sesarea
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti
tertera pada tabel dibawah ini:

No
1

Karakteristik
Usia < 40 tahun

Skor
2

Riwayat persalinan pervaginam


- sebelum dan sesudah seksio sesarea

- persalinan pervaginam sesudah seksio sesarea

- persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea

- tidak ada

Alasan lain seksio sesarea terdahulu

Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah


Sakit dalam keadaan inpartu:

75 %

25 75 %

< 25 %

Dilatasi serviks 4 cm

Skor
02

Angka
Keberhasilan (%)
42-49

59-60

64-67

77-79

88-89

93

8 10

95-99

H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperal (nifas)
a. Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
c. Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
2. Perdarahan, karena :
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia Uteri

c. Perdarahan pada plasenta


3. Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi lainnya yang jarang terjadi.
4. Kemungkinan ruptura uteri atau terbukanya jahitan pada uterus

karena

operasi sebelumnya.

2. Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat ?


Pengelolaan pada kasus ini sudah tepat, karna pada pasien riwayat SC 3 tahun yang
lalu harus menempuh SC pada kehamilan selanjutnya.

3. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini ?


Prognosis quo ad vitam pada pasien ini da bonam, karena keadaan umum dan tanda
vital pasien sebelum dan sesudah pasien operasi baik.
Prognosis quo ad functionam ad bonam, karena hanya dilakukan operasi SC
sehingga tidak merusak fungsi organ reproduksinya.
Prognosis quo ad sananctionam dubia ad malam, karena berdasarkan tinjauan tidak
dapat melahirkan pervaginam hingga harus dilakukan SC.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Cesarean Section and Postpartum Hysterectomy.
In : Williams Obstetrics. 21st Ed.. The Mc Graw-Hill Companies.New York : 2001 :
537 63.
2. Cunningham MD. Cesarean Section. In: Williams Obstetrics, 22 nd Ed. Prentice Hall Int.
USA 2001.
3. Wing DA. Induction of labor in woman with prior cesarean delivery. Up ToDate 2007
4. Dodd JM, Crowther CA. Elective repeat caesarean section versus induction of labour for
woman with a previous caesarean birth. The Cochrane Library 2007, Issue 4
5. Welischar J, Quirk JG. Vaginal birth after cesarean delivery.Up ToDate 2007
6. Rozenberg P, Goffinet F, Philippe HJ, Nisand I. Thickness of the lower uterine segment:
its influence in the management of patients with previous casarean sections. European
Journal of Obstetrics & Gynaecology and Reproductive Biology 87(1999) 39-45
7. Zelop CM, Shipp TD, Repke JT, Cohen A, Caughey AB, Lieberman E. Uterine rupture
during induced or augmented labor in gravid woman with one prior cesarean delivery.
Am J Obstet Gynecol: 1999: 181; 882-886
8. Lin C, Raynor D. Risk of uterine rupture in labor induction of patients with prior
cesarean section: An inner city hospital experience. Am J Obstet Gynecol: 2004: 190;
1476-8

You might also like