Professional Documents
Culture Documents
Billy Ariez
Diovio Alfath, S.H.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
terhadap kerusakan hutan dan alam, memberikan manfaat secara ekonomi, sosial
serta menjaga stabilitas iklim.
Kiranya masukan dari kajian ini dapat bermanfaat dan dijadikan acuan
bagi para pembuat kebijakan dan perancang kegiatan (pusat dan daerah) ketika
membuat keputusan dan perencanaan pengelolaan hutan secara umum dan upaya
mengatasi kebakaran hutan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Moritz KleineBrockhoff dan Ingo Hauter dari Friedrich Naumann Foundation Indonesia, serta
Bapak Sofyan Ali anggota DPRD Provinsi Jambi atas kesediaan waktu untuk
berdiskusi dan memberikan masukan yang bermakna atas kajian ini.
Penulis
iii
BAB 1
Tinjauan Umum Mengenai Hutan
Pada dasarnya, hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang
Arifin Arief, Hutan dan Kehutanan, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2001, hal. 11.
Ibid.
IGM Nurdjana, Korupsi dan Illegal Logging Dalam Sistem Desentralisasi, Yogyakarta, 2005,
hal. 36.
hutan yang didasarkan pada status (kedudukan) antara orang, badan hukum,
atau institusi yang melakukan pengelolaan, pemanfaatan, dan perlindungan
terhadap hutan tersebut (Pasal 5 UU No.41/1999). Adapun jenis hutan
berdasarkan statusnya tersebut, dibagi menjadi dua yaitu :
a. Hutan Negara yaitu hutan yang tidak dibebani hak-hak atas tanah.
Kualifikasi Hutan Negara terdiri atas :
-
Hutan Desa yaitu hutan negara yang dikelola oleh desa dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
b. Hutan Hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak
atas tanah. Hak atas tanah antara lain: hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak
memungut hasil hutan, hak gadai, hak bagi hasil, hak menumpang dan
hak sewa pertanian. 7
a. Hutan Konservasi yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya.
b. Hutan Lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi sebagai
4. Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan resapan air
Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan resapan
air merupakan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai hutan kota (diatur dalam
Pasal 9 UU No.41/1999).
jenis avertebrata atau hewan tak bertulang belakang. 8 Hutan Indonesia sangat
luas, bahkan merupakan hutan yang terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan
Zaire, berdasarkan data resmi yang pertama kali dipublikasikan oleh
Departemen Kehutanan RI pada tahun 1950, bahwa luas hutan Indonesia
adalah 162,0 juta hektar.9
dan
industri.
Keberadaannya
merupakan
keuntungan
komparatif yang sangat besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena
itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama
untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.
Otto Soemarwoto, Atur Diri Sendiri : Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Karden Eddy Sontang Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta : Djambatan, 2003, hal.
77.
stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang
dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih
dan sehat.
9.
11. Sebagai produksi kayu atas dasar sistem produksi yang lestari.
para ahli
pertanian dan kehutanan sekarang harus berfikir bahwa tanaman dan hutannya
mempunyai hasil lain selain dari makanan dan serat, dalam pengertian ekosistem
manusia secara keseluruhan. Komponen-komponen sistem pertanian berinteraksi
secara sinergis ketika komponen-komponen itu terlepas dari fungsi utamanya,
meningkatkan kondisi-kondisi bagi komponen lain yang berguna di dalam sistem
pertanian, misalnya; menciptakan iklim mikro yang cocok bagi komponen lain,
menghasilkan senyawa kimia untuk mendorong komponen yang diinginkan atau
menekan komponen yang berbahaya (pengaruh alelopatis dari pengeluaran akar
atau mulsa), memproduksi pelapis tanah atau struktur akar untuk meningkatkan
konservasi air dan tanah, mengusahakan sistem akar yang dalam untuk
meningkatkan daur ulang air dan unsur hara. Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang keterkaitan setiap komponen pertanian maupun komponen kehidupan
membuat mereka lupa bahkan tidak mengetahui sama sekali bahwa hutan sangat
mempengaruhi kehidupan disekitarnya. Manfaat atau fungsi hutan bagi kehidupan
manusia secara langsung maupun tidak langsung sangat banyak dan beragam.
Hutan tidak saja sebagai sumber kayu dan hasil hutan lainnya yang memberikan
manfaat ekonomi, secara tidak langsung hutan akan memberikan pengaruh pada
kehidupan di hilirnya. 11
Hutan juga mempunyai fungsi perlindungan terhadap tata air. Dengan
adanya seresah di lantai hutan dan struktur tanah gembur, air hujan terserap
seresah dan masuk ke dalam tanah. Karena itu dalam musim hujan debit
maksimum air dapat dikurangi, dengan demikian bahaya banjir berkurang. Hujan
yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung melalui
vegetasi atau media lainnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat
yang tinggi (gunung dan pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di
11
Ibid.
permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Sebagian air
hujan yang jatuh di permukaan tanah meresap ke dalam tanah dalam bentuk
infiltrasi, perkolasi, kapiler. Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah
dangkal, aliran tanah dalam, aliran tanah antara dan aliran tanah dasar. Disebut
aliran tanah dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sisten jaringan
sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau aliran ini akan tetap secara
berkesinambungan apabila kondisi hutan baik. Oleh sebab itu kita perlu
melestarikan hutan. Banyaknya air hujan yang meresap ke dalam tanah
menjadikan persediaan air tanah akan bertambah. Sebagian air tanah akan keluar
lagi di daerah yang lebih rendah sebagai mata air, dengan bertambahnya cadangan
air tanah, mata air serta sumur yang hidup di musim kemarau juga lebih banyak
daripada tanpa adanya hutan. Jadi, efek hutan adalah mengurangi resiko
kekurangan air dalam musim kemarau. Air sebagai sumber kehidupan
mempunyai berbagai macam fungsi, di sisi lain air juga merupakan bagian dari
sumber daya alam. Fungsi air sebagai sumber kehidupan adalah memenuhi
kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata,
pertahanan, pertambangan, ketenagaan dan perhubungan. Sebagai sumber daya
alam air juga harus dilestarikan agar ketersediaan air di permukaan bumi ini bisa
terus berlanjut. Dengan melestarikan hutan berarti kita juga melestarikan
ketersediaan air sebagai sumber daya alam.
Banyaknya air yang tersedia di permukaan bumi ini akan sangat
membantu kehidupan manusia karena air diantaranya akan banyak memberikan
manfaat ekonomi. Di daerah-daerah yang pengairannya baik pertanian tidak lagi
bergantung pada hujan, petani dapat merencanakan pola pergiliran tanaman
dengan lebih baik.
Daerah-daerah hilir hutan pegunungan masyarakatnya akan merasakan
manfaat yang sangat menguntungkan bila pelestarian hutan terjaga, keseimbangan
ekosistem dalam hutan akan memelihara tata air di sekitarnya, masyarakat yang
ada di dataran rendah bisa memanfaatkan sumber daya air yang tersedia untuk
keperluan hidupnya maupun untuk aktivitas perekonomian. Secara tidak langsung
sumber daya air akan memberikan manfaat ekonomi pada rumah tangga dan
9
pertanian. Rumah tangga yang mempunyai industri akan membutuhkan air untuk
usahanya, petani dalam berusaha tani juga sangat membutuhkan air, baik untuk
penyemprotan maupun untuk kebutuhan tanaman itu sendiri. Tanaman yang
kekurangan air pertumbuhannya akan terganggu, produktivitas akan berkurang
bahkan akan terancam mati. Sebaliknya bila sumber air tersedia tanaman akan
tumbuh dengan baik dan produksinya akan tinggi. Selain dari manfaat yang tidak
langsung, masyarakat disekitar kawasan hutan juga bisa memanfaatkan hasil
hutan langsung dengan tidak secara berlebihan dan tetap berusaha adanya
pembaharuan untuk menjaga kelestariannya. Hasil hutan yang didapatkan bisa
untuk konsumsi sendiri atau untuk dijual sehingga dapat menjadi pendapatan
tambahan. 12
Selanjutnya secara spesifik, Taman Nasional (TN) mempunyai peran
penting dan strategis, tidak saja karena wilayahnya merupakan kawasan
konservasi tempat pelestarian keanekaragaman hayati, namun juga memberikan
kontribusi secara ekonomi, sosial, budaya dan ekologis/lingkungan. Kawasan
konservasi sebagai bagian dari hutan merupakan penyedia jasa lingkungan.
TN memiliki berbagai potensi nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat
luas, melalui misalnya pengusahaan wisata (terutama di luar Pulau Jawa) yang
masih belum dilakukan secara profesional dan optimal. Pengelolaan TN secara
kolaboratif melalui investasi bersama berdasarkan PP No. 36/ 2010 sangat
dimungkinkan. Dalam rangka menanggapi tantangan globalisasi, Masyarakat
Ekonomi Asia, ASEAN Community 2015 dan WTO, sektor pariwisata alam ini
harus digenjot agar dapat berkontribusi terhadap pendapatan negara dan
mensejahterakan masyarakat.
TN berpeluang besar menjadi tujuan wisata unggulan apabila dikelola
secara lestari dan optimal, utamanya untuk menarik perhatian wisatawan manca
negara (wisman). Namun dalam kenyataannya TN masih belum menjadi tujuan
wisata unggulan. Pada 2014 kunjungan wisman ke Indonesia hanya mencapai 9
juta orang, kalah jauh dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang sudah
12
Ibid.
10
melibatkan komunitas
lokal,
dan diyakini
menjadi
jalan
untuk
keunikan dan
keindahan flora/fauna
yang
11
Bab 2
Tinjauan Umum Provinsi Jambi
14
Ibid.
12
lain-lain. Sebagian besar masyarakat Jambi memeluk agama Islam, yaitu sebesar
90%, sedangkan sisanya merupakan pemeluk agama Kristen, Budha, Hindu dan
Konghuchu.
Tingkat
kesejahteraan
penduduk
yang
tercermin
melalui
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) tercatat sebesar 71,2 (data BPS tahun 2005).
Sedangkan angka pengangguran Provinsi Jambi sebesar 92.772 atau setara dengan
7,8% penduduk Provinsi Jambi (data SAKERNAS bulan Februari). Provinsi
Jambi termasuk dalam kawasan segitiga pertumbuhan Indonesia-MalaysiaSingapura (IMS-GT). Jarak tempuh Jambi ke Singapura jalur laut melalui Batam
dengan menggunakan kapal cepat (jet-foil) 5 jam. 15
Ibid.
Transparency International, http://www.ti.or.id/index.php/priority/2015 /11 /18 /
13
Luas
Cagar Alam
30.400.00 Ha (1,39%)
Taman Nasional
608.630,00 Ha (27,92%)
36.660.00 Ha (1,68%)
430.00 Ha (0,02%)
Hutan Lindung
191.130.00 Ha (8,77 %)
340.700.000 Ha (15,63 %)
971.490.00 Ha (44,57%)
Hutan yang ada di Provinsi Jambi selama ini berfungsi sebagai sumber
ekonomi, fungsi ekologis dan fungsi sosial. Fungsi ekonomi hutan di Provinsi
Jambi dapat dilihat dengan menghasilkan kayu yang sangat banyak. Hal ini
menjadi pemasukan daerah dan juga bagian dari penerimaan negara. Sementara
fungsi lain dari hutan dalam aspek ekonomi dapat dihasilkan dari hasil-hasil hutan
selain kayu yang secara langsung berkontribusi terhadap pendapatan masyarakat.
Rotan, buah dan madu adalah sebagian dari fungsi hutan dari aspek ekonomi yang
langsung dirasakan oleh masyarakat. 17
Hutan juga berfungsi secara ekologis yang mana hutan berperan dalam
pengendalian daur ulang dan proses ekologis secara umum. Aneka macam
tumbuhan berkembang lalu mati dan digantikan oleh tunas baru yang berjalan
secara sistematis.
Sisi ekologis hutan lainnya juga berfungsi sebagai pengendalian iklim dan
cuaca. Hutan merupakan penyerap karbon yang sangat besar sekaligus berfungsi
sebagai sarana paling efektif untuk mencegah kenaikan suhu permukaan bumi
dibawah 2 derajat. Selain itu, fungsi ekologis lainnya dari hutan adalah penjaga
flora dan fauna.
17
Ibid.
14
Adapun fungsi sosial hutan terjadi karena hutan merupakan sumber obatobatan sekaligus sumber pendapatan masyarakat secara umum. Disamping itu,
hutan juga merupakan sumber tanaman obat yang tidak tergantikan. Adanya
kecenderungan perubahan pola hidup kembali ke alam (back to nature)
menyebabkan banyak masyarakat memilih menggunakan obat alamiah yang
diyakini tidak memiliki efek sampingan dengan harga yang lebih terjangkau.
Hasil industri obat tradisional ini juga telah banyak dimanfaatkan oleh negara
maju sebagai bahan baku herbal medicine. Ditjen POM pada tahun 2006
menyatakan telah terdaftar 283 spesies tumbuhan obat oleh industri obat
tradisional di Indonesia. Dari 283 spesies tanaman obat tersebut, 180 diantaranya
berasal dari hutan tropika. 18
Secara alamiah, hutan alam merupakan penghasil pangan dan obat bahan
alam yang potensial dan telah sejak lama dipergunakan oleh masyarakat
tradisional sebagai sumber pangan dan obat-obatan yang berasal dari umbi, daun,
getah, akar, bunga maupun bagian lainnya.
Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan sebelumnya, secara geologis
Indonesia mengandung potensi kekayaan Sumber Daya Alam yang relatif besar,
namun belum dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kemakmuran masyarakat.
Beberapa potensi hutan di Provinsi Jambi yang masih belum di kembangkan
secara maksimal adalah: 19
18
Ibid.
19
Ibid.
15
Penjualan karbon, meskipun skema ini masih sangat abstrak namun tidak
tertutup kemungkinan suatu saat akan terwujudkan, dalam bentuk skema
insentif yang saat ini tengah dikembangkan oleh dunia melalui skema
REDD+ (reducing emissions from deforestation and forest degradation).
Hingga saat ini, beberapa Demonstration Activities terkait REDD+ tengah
dikembangkan di beberapa Taman Nasional, salah satunya di TN Berbak,
terkait persiapan REDD+, pengembangan metodologis, teknologi dan
institusi pengelolaan.
16
Bab 3
Permasalahan Kebakaran Hutan di Provinsi Jambi
20
Yevgeny Zamyatin, In Old Russia, dalam The Dragon: Fifteen Stories, diterjemahkan oleh
Mirra Ginsburg, Chicago: The University of Chicago Press, 1976, hal. 161-162.
17
mungkin hanya akan menjadi suatu dongeng indah bagi generasi yang akan
datang.
Bila kita meresonansikan karya tulis Yevgeny Zamyati dikehidupan nyata, apa
yang disampaikan oleh Yevgeny Zamyatin adalah benar. Kebakaran hutan terjadi
dan merugikan manusia, kini kebakaran hutan telah menjadi perhatian
internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi. Di Indonesia, pada akhir tahun
1997 dan awal tahun 1998, telah terjadi perisitiwa kebakaran hutan yang dahsyat,
yang mana api telah membinasakan berjuta-juta hektar hutan tropika di Indonesia.
Peristiwa kebakaran yang merusak tersebut mengakibatkan terjadinya lintasan
panjang di pulau Sumatera dan Kalimantan, berbentuk selimut asap yang tebal
dan secara serius membahayakan kesehatan manusia. Bahkan, kebakaran ini juga
membahayakan keamanan perjalanan udara serta menyebabkan kerugian ekonomi
yang sangat besar diseluruh kawasan dan menimbulkan banyak kecaman dari
negara tetangga. 21
Kebakaran hutan, termasuk kebakaran hutan rawa gambut, masih sering
dianggap sebagai suatu bencana alam belaka dan merupakan takdir sang pencipta.
Sampai saat ini usaha pencegahan terulangnya kembali kebakaran dimasa
mendatang masih sangat terbatas, dan usaha tersebut dirasakan mustahil untuk
dapat dialakukan karena dianggap sebagai usaha sia-sia.
Secara historis, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia, termasuk
di Provinsi Jambi, bukanlah sebuah fenomena baru, karena kebakaran hutan dan
lahan gabut memang telah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Bahkan,
kebakaran hutan itu sendiri merupakan bagian dari proses ekologi. Setelah
terjadinya kebakaran besar di Kalimantan tahun 1982-1983 yang digolongkan
sebagai salah satu peristiwa kebakaran terburuk di dunia, barulah perhatian dunia
terbuka dan menyadari betapa seriusnya fenomena ini. Saat ini sekitar 19.528,00
hektar lahan telah terbakar di wilayah Provinsi Jambi. Pada Agustus 2016,
21
Popi Tuhulele, Kebakaran Hutan di Indonesia dan Proses Penegakan Hukumnya Sebagai
Komitmen dalam Mengatasi Dampak Perubahan Iklim, Supremasi Hukum (Desember 2014),
Volume 3, hal. 127.
18
Provinsi Jambi juga telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan
lahan, hal ini dilakukan untuk meminimalkan kebakaran yang menyebabkan
bencana kabut asap. Saat ini sudah ada 20 kasus yang membuka lahan dengan
cara membakar, untuk menunjang penetapan status siaga darurat itu satuan tugas
(Satgas) telah mendirikan posko pusat bencana karhutla, yakni di area Bandara
Sultan Thaha yang lama, termasuk pendirian posko di setiap kecamatan di
Provinsi Jambi.
B. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut
Sebagaimana dikutip dari personifikasi puitis Zamyatin sebelumnya,
kebakaran hutan memang seringkali terjadi karena gejala dan fenomena alam,
seperti petir atau panasnya suhu di musim kemarau. Tetapi, pada kenyataannya
manusia juga mempunyai peran dalam memulai kebakaran tersebut.22 Pada
awalnya, para peladang tradisional atau peladang berpindah sering melakukan
pembakaran terhadap hutan ini salah satunya adalah untuk membuka lahan atau
bahkan menyuburkan tanah. Namun, karena biayanya yang murah, praktek ini
banyak diadopsi oleh korporasi-korporasi yang bergerak di bidang kehutanan
maupun perkebunan sebagai suatu metode praktis dan ekonomis untuk
membuka lahan dan menyuburkan tanah, mereka membakar hutan dan ladangladang tersebut, maka dari itu kebakaran terjadi di Indonesia.
22
19
Adapun dampak terhadap fauna dan flora di hutan (effects on forest fauna and
flora), terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu dampaknya terhadap vegetasi
hutan, primata, populasi burung, reptil dan amfibi, serta serangga dan
invertebrata. Dalam hal ini, mereka mendasarinya dengan penelitian yang
dilakukan setelah fenomena kebakaran hutan di Kalimantan yang terjadi pada
1982 hingga 1983. Terkait dengan vegetasi hutan, mereka mengemukakan bahwa
siklus pembakaran berulang yang terjadi, selain benar-benar dapat mengubah
suatu kawasan hutan menjadi padang rumput dan semak belukar, ternyata juga
dapat mendegradasi kawasan hutan yang bahkan tidak terbakar. Selain itu,
kebakaran hutan juga memiliki dampak negatif terhadap fauna yang ada di dalam
hutan, seperti primata, burung, reptil, hingga serangga beserta dengan habitathabitatnya. 23
Kemudian, kebakaran hutan ternyata juga memiliki dampak terhadap aliran
dan kualitas air (effects on water flows and water quality). Dalam hal ini,
kebakaran hutan dinilai telah meningkatkan potensi terjadinya erosi. Selain itu,
ketika kebakaran hutan diikuti dengan hujan lebat, maka jumlah abu, tanah, dan
unsur-unsur vegetatif yang ikut terbawa ke dalam sistem aliran air akan
meningkat secara dramatis. Hal ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran biologis, karena endapan-endapan yang masuk ke dalam sistem aliran
air tersebut dapat mencemari air. 24
Sedangkan dampak terhadap atmosfer (effects on the atmosphere) juga terjadi,
karena gas yang dihasilkan oleh kebakaran hutan secara langsung maupun tidak
langsung memengaruhi atmosfer bumi, selain itu gas tersebut juga berkontribusi
besar atas tingginya kadar emisi gas rumah kaca yang diketahui merupakan
penyebab dari terjadinya global warming. Terkait hal ini, mereka juga mengutip
pernyataan dari World Bank yang memperlihatkan begitu parahnya akibat yang
23
Charles Victor Barber dan James Schweithelm, Trial by Fire: Forest Fires and Forestry Policy
in Indonesias Era of Crisis and Reform, Washington DC: World Resource Institute, 2000, hal. 16.
24
20
ditimbulkan dari kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1997, sebagai berikut
[I]ndonesias fires in 1997 were estimated to have contributed about 30 percents
of all man-made carbon emissions globally more than the entire emissions from
man-made sources from North America. 25
Selanjutnya, terkait dampak terhadap kesehatan manusia (effects on human
health), tampaknya tidak perlu diperdebatkan lagi. 26 Terhirupnya asap yang
kemudian masuk dalam sistem pernafasan manusia tentu akan berdampak secara
negatif bagi paru-paru, belum lagi dampaknya terhadap kesehatan mata dan tubuh
secara umum. Bahkan, hasil wawancara reporter CNN kepada penduduk lokal di
Jambi menunjukkan begitu menderitanya para penduduk sekitar akibat kebakaran
hutan tersebut. Dalam wawancara tersebut, narasumber berkata bahwa [t]his
morning, like most mornings, I woke with a headache. In my stomach I feel
strange, and my eyes, they sting. Jambi cannot handle these things. This has gone
on too long. We have not seen the sun for more than a month. We are
suffocating.27 Dengan demikian, dapat dilihat begitu luasnya dampak negatif
yang dapat terjadi akibat kebakaran hutan, bukan hanya efeknya terhadap
kelangsungan hidup manusia, hewan, dan tumbuhan, namun juga terhadap
lingkungan secara umum.
Provinsi Jambi merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang setiap
tahun mengalami kebakaran hutan. Pada tahun 2015, kerugian akibat kebakaran
hutan dan lahan gambut mencapai 12 triliun. Sedangkan pada tahun 2013, biaya
yang dibutuhkan untuk merehabilitasi kawasan hutan yang rusak, membutuhkan
anggaran tidak kurang sebesar Rp. 15,8 triliun. Dana itu dibutuhkan untuk
merehabilitasi 934 ribu hektar hutan yang kondisinya kritis dengan asumsi satu
hektar diperlukan anggaran sebesar Rp. 17 juta. Sementara dengan asumsi
pendapatan dari dana reboisasi yang diterima yakni Rp. 21 miliar per tahun
diperlukan waktu selama 752 tahun untuk memulihkannya. Ditambah lagi untuk
25
ibid.
26
27
Asia
Now,
We
Are
Suffocating:
No
Escape
for
the
People
of
Jambi,
21
biaya pemulihan status hutan primer ke sekunder di dalam kawasan hutan biaya
yang dibutuhkan yakni sebesar Rp. 4,4 triliun, dengan luas hutan 883 ribu hektar
dan biaya yang diperlukan yakni Rp. 5 juta per hektar.
Sementara kemampuan pemerintah merehabilitasi hutan hanya seluas
7.250 hektar/tahun. Artinya, dibutuhkan waktu 128 tahun untuk merehabilitasi
934 ribu hektar hutan yang kondisinya kritis.
Sebagaimana diketahui bersama, laju kerusakan hutan di Indonesia
berdasarkan data kementerian kehutanan, pada periode 1990 hingga 2000,
mencapai 2,26 juta hektar per tahun. Periode 2000-2012, laju kerusakan hutan
Indonesia mencapai 450.000 hektar per tahun. Ironisnya, kerusakan hutan tersebut
bukan hanya terjadi di kawasan hutan produksi melainkan juga di kawasan hutan
konservasi dan lindung. Selama 10 tahun terakhir, laju kerusakan hutan
konservasi dan lindung semakin cepat.
Kebakaran dan kerusakan hutan yang terjadi telah meniadakan fungsi
hutan sebagai tempat menyimpan karbon dan menyerap karbondioksida yang
dihasilkan dari berbagai aktivitas ekonomi manusia. Ini menyebabkan jasa hutan
dalam memelihara lingkungan menurun drastis. Akibatnya, suhu bumi semakin
panas sehingga memicu berbagai fenomena alam yang ekstrim yakni naiknya
permukaan air laut dan tenggelamnya daratan, timbulnya jenis penyakit baru dan
hilangnya sumber air bersih dan habitat mahluk hidup.
Kerusakan hutan di Jambi, berdasarkan indeks tata kelola hutan terhadap
sembilan kabupaten tahun 2014, sudah berada pada titik nadir (titik terendah).
Provinsi itu mempunyai kawasan hutan seluas 2,1 juta hektar atau 43 persen dari
luas daratan Jambi. Seluas 934 ribu hektar atau 44,31 persen dari 2,1 juta hektar
hutan yang kini sudah bukan kawasan hutan lagi. Jumlah itu akan bertambah jika
memasukkan 883 ribu hektar yang berubah dari status hutan primer menjadi hutan
sekunder. Totalnya kerusakan hutan menjadi 86 persen dari seluruh luas kawasan
hutan yang ada.
Degradasi hutan juga terjadi di lokasi yang ditetapkan sebagai kawasan
hutan suaka alam seluas 136.000 hektar dan hutan lindung yang telah mengalami
kerusakan hutan seluas 56.000 hektar.
22
D. Upaya penaggulangan
Total lahan gambut di Provinsi Jambi kurang lebih 900.000 hektar yang
mayoritas berada di 3 kabupaten; Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat,
dan Muaro Jambi. Sedangkan kebakaran hutan dan lahan gambut di Provinsi
Jambi pada tahun 2015 yang lalu mencapai 130.000 hektar. Jumlah hotspot pada
tahun 2015 sebanyak 1.654 titik. Dari pengamatan UPP Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan selama bertahun-tahun, ada 371 desa sangat rawan karhutla.
Hambatan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan gambut (karhutla) di
musim kemarau adalah sulitnya mendapatkan air, terutama dengan luasnya lahan
gambut yang sulit dijangkau serta kebiasaan masyarakat membakar lahan.
23
Jumlah titik api di Provinsi Jambi selama periode 2001 sampai 2015,
berdasarkan wilayah kabupaten/kota
NGO juga sangat penting, dimana berperan membangun sekat kanal, sumur
hydrant, dan juga embung air pada areal gambut di luar daerah pemegang izin.
Sekat-sekat kanal telah dibangun oleh perusahan, salah satunya di WKS
yang mana dari 426 unit, sudah terbangun 300 unit. Bahkan Kepala Badan
Restorasi Gambut Nazir Foead lebih teknis menjelaskan tata kelola gambut,
diantaranya dengan menyekat kanal yang diistilahkannya dengan penyekatan
kanal atau sekatisasi kanal. Jadi, bukan kanalisasi, tetapi sekatisasi kanal.
Pencegahan dan pengendalian karhutla identik dengan penyelamatan dari
krisis dalam pengawasan bank. Dalam penyelamatan dari krisis, supervisory
action-nya harus kuat. Setelah itu, baru akan ditangani sedikit demi sedikit dari
level yang berbeda yang bisa dijangkau. Dalam memberikan supervisory action
harus dicari tahu berapa desa dan desa mana saja yang rawan dan sangat rawan
kebakaran. Pencegahan dan pengendalian karhutla tidak bisa hanya menyatakan
bahwa lokasi karhutla di provinsi atau di kabupaten tertentu, tetapi harus lebih
spesifik ke level desa, dan untuk itu harus dipetakan desa yang rawan serta sangat
rawan karhutla (yang paling critical).
Selain itu, untuk membangun crisis centre, harus dimonitor sepanjang
tahun. Tidak bisa lagi dikatakan karhutla pada musim kemarau, karena sebelum
musim kemarau pun, sudah mulai banyak titik api.
25
Bab 4
Solusi Permasalahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut
siapa
karena
kelalaiannya
melanggar
ketentuan
28
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2011,
hal. 66.
29
Dalam hal ini, Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa sebenarnya hampir tidak ada
perbedaan antara kesengajaan yang bersifat tujuan (opzet als oogmerk) dan kesengajaan dengan
keinsyafan kepastian (opzet bij zekerheids-bewustzijn). Lihat ibid., hal. 69.
30
ibid.
27
lahan
dengan
cara
membakar
tersebut
31
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, hal. 214-215.
32
28
harus
Nomor
39
Tahun 2014
Perkebunan)
29
tentang
Perkebunan (UU
hukum,
seperti Perseroan
Terbatas.
Namun,
perlu
berbentuk
badan
hukum,
seperti
Commanditaire
Pembentuk
Undang-Undang
dan
Peraturan
harus
Korporasi
dan
Pengurus
Korporasi
yang
secara
sekaligus
Meski sebenarnya
dalam setiap
perizinan ada
33
31
hutan merupakan tindak pidana. Namun hal ini terus dilakukan karena pembukaan
lahan dengan cara membakar adalah langkah yang murah dan efisien.
Untuk itulah DPRD Provinsi Jambi, di penghujung tahun 2016 sudah
mengesahkan Peraturan Daerah Nomor Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, sejumlah NGO terlibat aktif dalam
pembahasan perda bersam anggota DPRD Provinsi Jambi.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi, Sofyan Ali, menegaskan, fraksinya
berada di garda terdepan dalam pembahasan dan pengesahan Peraturan Daerah
(Perda) Pencegahan, Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jambi
tahun lalu. Dengan harapan peristiwa tragis lima bulan lalu tidak perlu lagi terjadi
di Provinsi Jambi. Inisiasi kelahiran perda tersebut didasari atas keyakinan bahwa
sumber daya hutan dan lahan merupakan anugrah yang sangat bermanfaat bagi
manusia sebagai penjaga ekosistem kehidupan yang saat ini kondisinya telah
menurun akibat kebakaran hutan, illegal logging, dan proses pembangunan yang
tidak berkelanjutan.
Kebakaran hutan yang terjadi di Jambi setiap tahun merupakan ancaman
serius terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup
yang menyebabkan terjadinya kerugian ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan
juga kesehatan. Untuk mencegah hal itu semua, diperlukan payung hukum yang
dapat memberikan perlindungan kepada kehidupan masyarakat.
Peraturan daerah tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan
dan lahan ini merupakan kelanjutan dari produk-produk yuridis yang pernah
dilahirkan Provinsi Jambi, seperti Perda nomor 10 tahun 2013 tentang rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi tahun 2013-2033.
Maksud dan tujuan ditetapkannya Perda ini, sesuai dengan Bab 2 pasal a2
adalah sebagai pedoman dalam upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran
hutan dan lahan di Provinsi Jambi. Sedangkan tujuannya adalah untuk
memberikan kemudahan koordinasi dan pertanggung jawaban dalam rangka
pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Dalam perda ini disebutkan secara nyata tentang pencegahan kebakaran
hutan dan lahan pasal 5, bahwa:
32
1. Setiap orang dan/atau badan hukum dilarang membuka hutan dan lahan
dengan cara membakar
2. Setiap orang yang akan membuka lahan diwajibkan melaporkan dan
memperoleh izin dari pemerintah daerah terdekat.
3. Tiap orang/atau badan hukum yang mengetahui adanya potensi kebakaran
atau terjadinya hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan dan lahan
wajib segera melaporkan kepada aparat pemerintah terdekat
4. Masyarakat yang berada disekitar hutan dan lahan yang rawan kebakaran
diminta siaga dan ikut berperan serta dalam melakukan upaya pencegahan
dan pengendalian terjadinya kebakaran hutan dan lahan, baik secara
perorangan maupun kelompok.
33
meningkat, karena perubahan iklim juga memicu terjadinya migrasi ikan yang
sensitif.
Pada sektor Pertanian, perubahan iklim telah mempengaruhi hasil panen
dan juga kepastian terhadap akses dan ketersediaan makanan. Hal ini disebabkan
karena secara umum, semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan
iklim. Gagal panen yang disebabkan oleh fenomena alam el nino atau el nina telah
menyebabkan berkurangnya stok makanan setiap negera di dunia.
Sedangkan pada aspek Kesehatan. Dampak pemanasan global telah
menyebabkan meningkatnya frekuensi penyakit tropis, penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya
kebakaran hutan. Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya
bencana banjir yang diprediksi naik 9 kali dalam 10 tahun terakhir.
Kesepakatan COP 21 di Paris pada tahun 2016 yang lalu antara lain:
1.
2.
Para pihak yang terlibat dalam menekan emisi gas rumah kaca dilakukan
secepat mungkin dengan cara mengembangkan tenologi dan menyerap
karbon. Hal ini juga harus mendung upaya pembangunan berkelanjutan dan
pemberantasan kemiskinan secara umum.
Yang bisa kita lakukan dalam rangka ikut berpartisipasi mengurangi
program sarjana, program magister, program doktor dan program profesi serta
program spesialis yang diselenggarkan oleh perguruan tinggi berdasarakan
kebudayaan bangsa Indonesia.
Peran perguruan tinggi dalam mencegah kebakaran hutan dan pengelolaan
hutan secara umum dapat dilakukan melalui tri dharma perguruan tinggi,
pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, Perguruan Tinggi sebagai
Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Center of Excellent).
1. Melibatkan investor
Salah satu solusi pencegahan kebakaran dan pengrusakan hutan dan lahan
gambut di Provinsi Jambi adalah dengan menarik minat perusahaan bisnis untuk
membangun dan mengelola fasilitas ekowisata dalam Hutan Konservasi. Secara
UU memungkinkan pariwisata terbatas dalam hutan konservasi. Karenanya,
kerusakan hutan dapat diatasi dengan merekomendasikan untuk menarik minat
perusahaan bisnis untuk mengembangkan infrastruktur dan layanan pariwisata
yang meminimalkan dampak perusakan lingkungan seperti pemandu wisata alam,
toko souvenir, selasar, restoran, dan hotel untuk pengunjung taman.
Karena lembaga pemerintah tidak memiliki kapasitas dalam hal keahlian,
dana dan sumber daya manusia untuk mengelola pelayanan seperti itu, masuknya
perusahaan bisnis ke dalam skema ini memberikan peluang kerja tambahan bagi
masyarakat setempat di area sekitar hutan. Mereka memulai bisnis mereka sendiri,
menjadi pengantar wisata, atau dapat dipekerjakan dalam layanan tamu.
Perusahaan pariwisata juga dapat membantu untuk mengumpulkan biaya
konservasi yang dapat meningkatkan pendapatan bagi agenda konservasi
pemerintah.
Proses negosiasi kontrak jangka panjang antara pemerintah, perusahaan
bisnis dan komunitas lokal memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk
35
3. Memberikan
kepemilikan
masyarakat
atau
privatisasi
hutan
produksi
Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup
harus menjauhi
komunitas
lokal
penyewaan
jangka
panjang
juga
memberikan mereka jaminan hukum atas ancaman dari pihak luar. Tingkat
kesadaran mereka lebih tinggi untuk melindungi hutan-hutan lokal. Komunitas
lokal memiliki posisi yang lebih baik dari pemerintahan pusat atau Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) untuk membuat keputusan terkait tingkat penebangan
hutan yang baik, dan penggunaan berkelanjutan dari sumber daya hutan lainnya.
37
Dalam hal apapun, perlu diingat bahwa klasifikasi kawasan hutan yang
tepat adalah sangat penting, sama seperti upaya reformasi lainnya. Dalam kasus
hutan produksi, harus ada sistem audit lahan untuk memastikan penerapan
klasifikasi yang akurat dan tidak mencakup hutan-hutan dengan fungsi
perlindungan atau memiliki nilai konservasi yang tinggi.
38
Bab 5
Penutup
A. Kesimpulan
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati, dengan didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki
peran yang vital bagi manusia dan spesies lainya di muka bumi, hutan juga
memiliki klasifikasinya tersendiri, hutan diklasifikasikan mulai dari status
hukumnya, fungsinya hingga peranannya. Pengklasifikasian ini ditujukan untuk
kemudahan dalam menjaga dan mengelola hutan.
Namun pada praktiknya, walaupun telah terbagi dalam pengklasifikasian
tersebut, kadang penggunaan hutan menjadi kabur, bahkan sampai dirusak demi
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Pengrusakan itu terjadi melalui
banyak cara, salah satunya yaitu pembakaran hutan. Pembakaran hutan tersebut
tidak hanya ditujukan untuk merusak hutan, namun supaya hutan tersebut dapat
dioptimalkan lagi penggunaannya dengan motif untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya dari perorangan maupun perusahaan. Hal ini terjadi karena
kurangnya kesadaran akan sustainable development dari pihak-pihak tersebut
dalam menjaga dan mengelola hutan.
Implikasi yang ditimbulkan dari pembakaran tersebut sangat beragam dan
dapat disimpulkan bahwa dampak-dampak tersebut memiliki konsekuensi yang
fatal terhadap ekosistem maupun terhadap makhluk hidupnya, terutama manusia.
Dampak tersebut dapat berupa dampak yang menggangu bahkan pada beberapa
level merusak kesehatan fisik maupun jiwa, ekonomi, sosial bahkan budaya.
Kerusakan hutan yang dimaksud diatas terjadi di Provinsi Jambi, dengan
kerugian yang seperti telah dipaparkan dalam tulisan ini, konsekuensikonsekuensi fatal tersebut masih berlangsung hingga kini di Provinsi Jambi.
Memang telah terdapat banyak upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, namun upaya tersebut masih
harus dioptimalkan agar kerusakan hutan yang disebabkan oleh pembakaran hutan
39
yang dimaksud dapat dikurangi, sehingga dampak negatifnya pun juga dapat
ditekan yaitu melalui; a. Kriminalisasi Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan, b.
Optimalisasi Kebijakan Perda Kebakaran Hutan Jambi, c. Mendorong Peran Aktif
Perguruan Tinggi, d. Memprakarsai Konsep Hutan Masyarakat.
B. Saran
Penulis menyarankan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Jambi untuk
melakukan optimalisasi program-program yang telah dijalankan dan membuat
kebijakan yang fokus memidanakan pelaku-pelaku pembakar hutan, serta mulai
memprakarsai konsep hutan masyarakat seperti yang telah dijelaskan di dalam
tulisan ini agar hal yang hendak dicapai oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jambi
dapat secara efektif diterapkan.
40
DAFTAR PUSTAKA
using
agroforestry
and
assisted
natural
regeneration.
Nurdjana.
2005.
Korupsi
dan
Illegal
Logging
Dalam
Sistem
Desentralisasi.
Yogyakarta: Yogyakarta Press.
MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H. & Mangalik, A. 1996. The Ecology of
Kalimantan, Periplus Editions, Singapore.
Manik, Karden Eddy Sontang. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta :
Djambatan.
Murhaini, Suriansyah. 2012. Hukum Kehutanan (Penegakan Hukum Terhadap
Kejahatan di Bidang Kehutanan), Yogyakarta: Laksbang
Grafika,
Yogyakarta.
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Prodjodikoro, Wirjono. 2011. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:
Refika Aditama.
41
42
43
44