You are on page 1of 11

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK

BALITA DI WILAYAH KERJA PKM PATTOPAKANG KECAMATAN


MANGARABOMBANG KABUPATEN TAKALAR
FACTORS RELATED TO THE DERMATITIS INCIDENT IN CHILDREN (UNDER FIVE
YEARS) IN PKM PATTOPAKANG WORK AREA MANGARABOMBANG DISTRICT TAKALAR

Nurfadilah Syarif1, Andi Zulkifli1, Ansariadi1


Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin

(nurfadilah.syarif@ymail.com,zulkifliabdullah@yahoo.com,ansariadi@gmail.com.085696406318)
ABSTRAK
Dermatitis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang kejadiannya terus
meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut juga terlihat di wilayah kerja PKM
Pattopakang kec.Marbo kab.Takalar terdapat 60% kejadian dermatitis terjadi pada anak utamanya
balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara riwayat (atopi) orangtua, status
pemberian ASI Ekslusif, pemberian susu formula, dan paparan asap rokok dengan kejadian dermatitis
pada anak balita. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross
sectional study. Populasi penelitian ini adalah seluruh balita yang berusia 7-60 bulan dengan jumlah
sampel sebanyak 187 balita yang diambil secara proporsional stratified random sampling.
Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
proporsi balita dermatitis sebesar 61%. Penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat alergi (atopi)
orangtua (p=0.000), status pemberian ASI Ekslusif (p= 0.003) merupakan faktor yang berhubungan
dan pemeberian susu formula (p=0.282) paparan asap rokok (p=0,121) tidak berhubungan dengan
kejadian dermatitis. Disarankan kepada orangtua untuk memperhatikan kesehatan anak dalam
pencegahan terjadinya dermatitis utamanya bagi orangtua yang memiliki anak menderita dermatitis
agar tidak terjadi kekambuhan, serta instansi terkait bisa edukasi mengenai penyebab dan cara
mencegah timbulnya kembali dermatitis kepada masyarakat utamanya bagi masyarakat di daerah
pesisir yang berisiko terkena dermatitis.
Kata Kunci : Dermatitis, Riwayat Orangtua, ASI Ekslusif, Susu Formula, Paparan Asap Rokok
ABSTRACT
Dermatitis is a public health problem incidence continues to increase in recent years. This is
also reflected in the work area PKM, Pattopakang, Marbo, Takalar where 60% of dermatitis occurs
mainly in children under five. This study aims to determine the relationship between history (atopy)
parents, the status of exclusive breastfeeding, formula feeding, and exposure to cigarette smoke in the
incidence of dermatitis in children under five in the region of Pattopakang health center, district
Mangarabombang, Takalar, in 2013. This type of research is observational analytic cross-sectional
study design. The population of this study were all infants aged 7-60 months living in 6 villages
Pattopakang health centers and the number of samples obtained as much as 187 infants were taken
proportionally staratiffied random sampling. Data analysis was performed with univariate and
bivariate. The results of this study showed that the proportion of infants dermatitis by 61%. This study
also showed that a history of allergy (atopy) parents (p = 0.000) and the status of exclusive
breastfeeding (p = 0.003) was associated factors and formula feeding (p = 0.282) cigarette smoke
exposure (p = 0.121) was not associated the incidence of dermatitis. It is recommended to parents to
pay attention to the health of children in the primary prevention of dermatitis for parents that have a
history of atopy or have the child who suffered from dermatitis to prevent recurrence. For relevant
agencies to education about the causes and how to prevent the recurrence of dermatitis to the public
primarily for people in coastal areas at risk of dermatitis.
Keywords: Dermatitis, Parent History, Status Exclusive breastfeeding, Infant Formula,
Cigarette Smoke Exposure

PENDAHULUAN
Berbagai macam penyakit kulit saat ini masih menjadi masalah kesehatan bagi
masyarakat. Kejadian dermatitis di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia, dan negara
Industri lain memiliki prevalensi dermatitis atopik 10 sampai 20% pada anak dan 1-3%
terjadi pada orang dewasa. Sedangkan di Negara Agraris misalnya China, Eropa Timur, Asia
Tengah memiliki prevalensi Dermatitis Atopik lebih rendah (Brown, 2005). Berdasarkan data
gambaran kasus penyakit kulit dan subkutan lainnya merupakan peringkat ketiga dari sepuluh
penyakit utama dengan 86% adalah dermatitis diantara 192.414 kasus penyakit kulit di
beberapa Rumah Sakit Umum di Indonesia tahun 2011 (Kemenkes, 2011).
Menurut Djuanda (2007) penyakit dermatitis menjadi masalah kesehatan terutama
pada balita. dikarenakan sifatnya yang cenderung residif yaitu mengalami kekambuhan jika
terpapar faktor risiko yang dapat memicu munculnya dermatitis dan menjadi kronis sehingga
mempengaruhi kualitas hidup penderita. Berdasarkan rekapitulasi yang dilakukan oleh
Kelompok Studi Dermatologi Anak (KSDAI) dari lima kota besar di Indonesia pada tahun
2000, dermatitis atopik masih menempati peringkat pertama (23,67%) dari 10 besar penyakit
kulit anak dan dari sepuluh rumah sakit besar yag tersebar di seluruh Indonesia dan pada
tahun 2010 kejadian dermatitis mencapai 36% angka kejadian (Ludfi dkk, 2012)
Dermatitis erat kaitannya dengan faktor genetik yang merupakan faktor predisposisi
terhadap terjadinya dermatitis pada anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ludfi
dkk pada tahun 2012 di Jakarta menunjukkan ada hubungan antara riwayat alergi pada ayah
dan ibu terhadap anak yang menderita dermatitis. Hasil yang sama juga di kemukakan oleh
penelitian Oh di Korea tahun 2010 yang menunjukkan orang tua yang memiliki memilki
riwayat atopik lebih berisiko terhadap terjadinya dermatitis pada anak. Selain itu terjadi
perbedaan antara anak yang mendapat pemberian air susu ibu (ASI) dengan anak yang tidak
memperoleh ASI Ekslusif. Makin panjang waktu pemberian ASI maka makin kecil pula
kemungkinan untuk terkena dermatitis. Penelitian yang dilakukan oleh Tantari tahun 1989 di
Yogjakarta menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI Ekslusif selama 6 bulan lebih
sedikit yang menderita dermatitis.
Gejala alergi umumnya timbul saat pemberian susu formula pada saat bayi berusia
enam bulan dan 28% muncul setelah 3 hari minum susu formula, 41% setelah tujuh hari, dan
68% setelah satu bulan mengkonsumsi susu formula. Prevalensi alergi atopik meningkat
seiring dengan peningkatan alergi susu formula setiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan

oleh Yuniati pada tahun 2011 di Yogjakarta menunjukkan bahwa pemberian ASI disertai
pemberian susu formula non-prebiotik berpengaruh terhadap kejadian dermatitis pada balita.
Selain itu alergi pada anak dapat muncul dari hirupan asap rokok yang akan memicu
terjadinya peningkatan IgE. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sidabutar dkk tahun
2011 di Jakarta menunjukkan hasil pajanan asap rokok merupakan faktor risiko lingkungan
yang memiliki proporsi lebih besar pada anak menderita dermatitis yang mengalami
sensitisasi.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis pada balita dikarenakan
dermatitis merupakan suatu penyakit dengan penyebab kejadian yang multifaktor. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat alergi orangtua (atopi), status pemberian
ASI Ekslusif, pemberian susu formula, dan paparan asap rokok dengan kejadian dermatitis
pada balita di wilayah kerja PKM Pattopakang Kec.Mangarabombang Kab.Takalar tahun
2013.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja PKM Pattopakang Kec.Mangarabombang
Kab.Takalar yang terdiri dari 6 desa wilayah kerja pada bulan Januari Februari tahun 2014.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian obaservasional analitik dengan desain Cross
sectional study. Populasi penelitian ini adalah semua anak usia balita (7-60 bulan) yang
bertempat tinggal di 6 desa wilayah kerja PKM Pattopakang. Sampel dalam penelitian ini
adalah sebagian dari populasi pasien anak balita yang berobat dan tercatat di buku registrasi
atau buku kontrol di Puskesmas Pattopakang. Penarikan sampel menggunakan proporsional
stratified random sampling dengan besar sampel 187 balita. Data primer diperoleh melalui
merode wawancara langsung dengan pedoman kuesioner. Analisis data yang dilakukan
adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square dan uji phi. Penyajian data berupa tabel
dan narasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Distribusi karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa
sebagian besar anak balita pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan ( 53,5%) dan
sebagian besar responden berumur 0-36 bulan, dengan proporsi yang hampir sama pada
masing-masing kelompok umur 7-12 bulan sebesar 29,4%, 13-24 bulan sebesar 29,4% dan
kelompok umur 25-36 bulan sebesar 27,8% (Tabel 1). Berdasarkan karakteristik responden

menunjukkan responden yang bertempat tinggal di desa Laikang mempunyai proporsi yang
lebih besar dibandingkan dengan desa lainnya yaitu 20,3%. Sedangkan lima desa lainnya
memiliki proporsi antara 14- 18%. Setengah dari responden berada pada kelompok umur 2635 tahun dan kelompok umur 16-25 tahun sebanyak 32,6%, umur 30-36 tahun sebesar 35,8%.
Serta sebagian besar mempunyai satu sampai dua anak yaitu sebesar 72,2% (Tabel 2).
Hasil penelitian di peroleh 61% balita yang menderita dermatitis dan 39% yang tidak
menderita (Tabel 3) . Terdapat 68,8% dari 157 orangtua dengan riwayat alergi (atopi) yang
memiliki anak menderita dermatitis dan 31,2% yang tidak memiliki anak menderita
dermatitis. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000 dengan demikian ada hubungan antara
riwayat alergi orangtua dengan kejadian dermatitis pada balita (Tabel 4). Terdapat 64,8% dari
165 balita yang diberikan ASI Ekslusif yang menderita dermatitis dan 35,3% yang tidak
menderita dermatitis. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,003

dengan demikian ada

hubungan antara status pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian dermatitis pada balita (Tabel
4).
Tidak ada hubungan pemberian susu formula dengan kejadian dermatitis pada balita
dengan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,282. Balita yang diberikan susu formula
sebanyak 73 balita terdapat 56,4% yang menderita dermatitis dan 43,6% yang tidak
menderita dermatitis (Tabel 4). Hal tersebut terjadi karena penelitian ini diperoleh hasil
bahwa hanya sekitar 41,7% anak balita yang pernah diberikan susu formula oleh orangtua
sedangkan yang tidak diberikan sebesar 58,3% (Tabel 3). Kemudian dari 142 balita yang
terpapar asap rokok terdapat 64,1% yang menderita dermatitis dan 35,9% yang tidak
menderita dermatitis. Hasil uji statistik antara paparan asap rokok dengan kejadian dermatitis
diperoleh nilai p=0,121 artinya tidak ada hubungan paparan asap rokok dengan kejadian
dermatitis pada balita (Tabel 4).
Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 187 sampel yang diambil
secara acak dari setiap desa di wilayah kerja PKM Pattopakang di dapatkan hasil lebih
banyak balita yang menderita dermatitis. Desa dengan proporsi kejadian dermatitis terbanyak
terdapat di desa Punaga yang merupakan desa yang secara geografis berada di ujung pesisir
kecamatan Mangarabombang yang sebagian besar wilayah daratan nya di kelilingi oleh
lautan sehingga menjadi desa komoditi petani penghasil rumput laut, selain itu mata
pencaharian sebagian warga adalah sebagai nelayan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang
bermakna antara balita yang memilki orangtua dengan riwayat alergi (atopi) dengan kejadian
dermatitis. Balita yang memiliki riwayat alergi (atopi) sebesar 68,8% yang menderita
dermatitis sedangkan balita yang tidak memiliki riwayat alergi (atopi) sebesar 80% tidak
menderita dermatitis.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ludfi, dkk (2012) di Surabaya, anak
dengan ayah yang memilki riwayat atopik memilki risiko paling besar terhadap munculnya
dermatitis. Penelitian ini di dukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Alsowaidi, dkk
(2010) di Arab menemukan ada hubungan bermakna antara riwayat rhintis alergic di luar
ashtma orangtua dengan kejadian dermatitis. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Oh, dkk (2010) di Korea Selatan menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
riwayat atopi orangtua dengan kejadian dermatitis anak, hal tersebut dikarenakan yang
diidentifikasi pada penelitian tersebut hanya dermatitis dalam kategori parah.
Adapun anak balita yang memiliki keluarga dengan riwayat alergi akan mudah
menderita dermatitis dikarenakan kelainan imunologis yang diturunkan dari keluarga melalui
sel darah ataupun sumsum tulang belakang. Kelainan imunologis itulah yang kemudian
menyebabkan peningkatan IgE yang menyebabkan suatu hipersensitivitas terhadap alergen,
sehingga balita dengan IgE yang sensitive akan dengan mudah mengalami alergi baik itu
yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti keberadaan tungau, zat-zat asing ataupun dari
faktor makanan dan minuman seperti alergi protein seafood dan susu formula.
Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara status pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian dermatitis pada balita di wilayah kerja
PKM Pattopakang. Anak yang memperoleh ASI Eksklusif memiliki kekebalan tubuh yang
lebih baik dibanding anak yang tidak diberikan ASI Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif
dapat pula memperlambat anak untuk mengkonsumsi makanan lain sehingga dapat terhindar
dari risiko terkena dermatitis dikarenakan alergi makanan atau minuman seperti pemberian
susu formula di usia dini.
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa 88,2% balita mendapatkan ASI Eksklusif,
sementara balita yang diberi ASI Eksklusif dan menderita dermatitis sebesar 64,8% dan balita
yang diberi ASI Ekslusif dan tidak menderita dermatitis sebesar 35,2%. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa angka kejadian dermatitis lebih tinggi terjadi pada anak dengan status
ASI Ekslusif. Tingginya angka kejadian dermatitis pada anak yang diberikan ASI Ekslusif
dapat dikarenakan oleh banyaknya ibu yang menderita dermatitis yang kemudian menularkan
ke anak melalui ASI, hal tersebut dapat terlihat dari 134 ibu yang memilki riwayat alergi

(atopi) terdapat 88,8% ibu yang memberikan ASI Ekslusif. Meskipun lebih banyak balita
yang diberikan ASI Eksklusif menderita dermatitis dibanding tidak dermatitis bukan berarti
ASI Eksklusif merupakan penyebab terjadinya dermatitis, dapat terjadi kemungkinan balita
terkena dermatitis setelah sudah tidak diberikan ASI lagi oleh ibu. Selain itu dengan
memberikan ASI ke anak akan meningkatkan mekanisme imunitas tubuh, sehingga jika ASI
sudah dihentikan dapat terjadi kecendrungan sensitivitas berlebih terhadap kandungan protein
yang diberikan melalui makanan maupun susu formula.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tantari di
Yogjakarta menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI Ekslusif lebih sedikit yang
menderita dermatitis. Penelitian yang sejalan juga dengan yang dilakukan oleh Pohlabeln,
dkk (2010) di Jerman tahun menunjukkan bahwa pemberian ASI dengan durasi selama > 4
bulan oleh ibu yang memilki riwayat atopi memilki hubungan dengan kejadian dermatitis,
dimana anak yang disusui oleh ibu yang positif memilki riwayat alergi berisiko lebih tinggi
terkena dermatitis. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sidabutar, dkk
(2011) di Jakarta, menunjukkan bahwa pemberian ASI Ekslusif tidak berhubungan dengan
kejadian dermatitis, pemberian ASI Eksklusif hanya memiliki efek proteksi dan penundaan
pemberian makanan padat pada usia dini.
Pada penelitian ini diperoleh hasil tidak ada hubungan signifikan antara pemberian
susu formula dengan kejadian dermatitis pada balita. Penelitian yang sejalan dengan hasil
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Brahmanti, dkk (2011) di Yogjakarta
menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pemberian susu sapi kepada
balita dengan kejadian dermatitis. Melihat kondisi sosial ekonomi rata-rata responden yang
rendah kemudian menjadi alasan kurangnya balita yang diberikan susu formula, meskipun
ada sebagian responden yang hanya beberapa kali bahkan hanya sekali memberikan susu
formula kepada anak dikarenakan harga susu yang cukup mahal, selain itu terdapat pula
responden yang meberikan susu formula sebagai pendamping ASI. Penelitian yang tidak
sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Yuniati (2011)
menunjukkan bahwa pemberian ASI disertai susu formula berpengaruh terhadap kejadian
dermatitis pada balita.
Pemberian susu formula pada anak dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada
anak yang paling sering terjadi. Alergi susu formula yang paling sering ditemukan adalah
alergi susu sapi pada anak. Alergi susu sapi merupakan suatu gangguan yang diakibatkan oleh
reaksi immunologis yang timbul sebagai akibat dari protein yang terkandung dalam susu sapi.
Alergi terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan

dimana seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein
yang terdapat dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh anak akan melawan protein yang
terdapat dalam susu sapi sehingga gejala-gejala reaksi alergi pun akan timbul sehingga
menyebabkan munculnya dermatitis.
Meskipun pada penelitian ini pemberian susu formula tidak berpengaruh terhadap
terjadinya dermatitis pada balita, namun penting bagi orangtua untuk memperhatikan
keseimbangan gizi dan pertumbuhan anak dengan memberikan susu formula sesuai dengan
kebutuhan anak serta kenali kandungan susu dengan protein berlebih sehingga dapat
terhindar dari alergi. Tentunya pemberian susu formula diberikan setelah masa pemberian
ASI Eksklusif hingga usia 6 bulan.
Pada penelitian ini ditemukan hasil bahwa tidak ada hubungan antara paparan asap
rokok dengan kejadian dermatitis pada balita. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kulig, dkk (1998) di Jerman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
signifikan antara pre dan postnatal paparan asap tembakau (rokok) sebagai pajanan alergen
terhadap kejadian dermatitis. Hal tersebut dapat terjadi mungkin dikarenakan asap rokok
yang merupakan zat asing bagi tubuh namun tidak begitu dapat menyebabkan terjadinya
hipersensitivitas, hal tersebut dapat mungkin dikarenakan paparan asap rokok terhadap tubuh
telah menjadi resisten. Selain itu pengaruh dari sensitisasi alergen makanan lebih dapat
berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis, disamping itu paparan asap rokok lebih erat
kaitannya dengan risiko terjadinya ISPA dibanding dermatitis pada balita.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan riwayat alergi (atopi) orangtua (p =
0.000) dan status pemeberian ASI Ekslusif (p=0,003) terhadap kejadian dermatitis pada
balita. Sedangkan pemberian susu formula (p=0,282) dan paparan asap rokok (p=0,121) tidak
berhubungan dengan kejadian dermatitis pada balita. Disarankan kepada orangtua untuk
memperhatikan kesehatan anak dalam pencegahan terjadinya dermatitis utamanya bagi
orangtua yang memilki riwayat atopi dan anak yang menderita dermatitis agar tidak terjadi
kekambuhan dikarenakan sifat dermatitis yang residif dan kronik, serta instansi terkait bisa
memberikan edukasi mengenai penyebab dan cara mencegah timbulnya kembali dermatitis
kepada masyarakat utamanya bagi masyarakat di daerah pesisir yang berisiko terkena
dermatitis. Dan bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menambahkan beberapa variabel
yang menjadi faktor risiko kejadian dermatitis seperti ditinjau dari keadaan demografi, alergi
makanan, serta kebersihan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Alsowaidi, Shirina. Abdishakur Abdulle. Roos Bernsen. Torsten Zuberbier. 2010. Allergic
Rhinitis and Asthma: A Large Cross-Sectional Study in the United Arab Emirates.
International Archives of Allergy and Immunology. Vol.153, pp 274-279.
.
Behrman, Kliegma Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15, vol 3. EGC, Jakarta
Brahmanti, Herwinda. Niken Trisnowati. Retno Danarti.Hardyanto Soebono. 2011.
Association beween environmental allergen sensitization with severity of atopic
dermatitis in children and young aadult at Dr. Sardjito General Hospital, Yogjakarta.
J Med Sci. Vol. 43 No.1, pp 13-19.
Brown, Robin Graham dan Tony Burn. 2005. Dermatologi (Lecture Notes on Dermatology).
Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010. Kementrian Kesehatan
RI, Jakarta.
Kulig, Michael. Werner Luck. Ukrich Wahn. 1999. The Multicentre Allergy Study Group.
The Association Between Pre and Postnatal Tobacco Smoke Exposure and Allergic
Sensitization During Early Childhood. Human and Experimental Toxiology. Vol.18,
hal 241-244.
Ludfi, Achmad Syaeful. Luki Agustina. Fetrayani D. Baskoro A. Gatos S. 2012. Asosiasi
Penyakit Alergi Atopi Anak dengan Atopi Orang tua dan Faktor Lingkungan.
Journal Electronic. Universitas Airlangga, Surabaya.
Oh, S-Y. et al. 2010. Antioxidant Nutrient Intakes and Corresponding Biomarkers
Associated With The Risk Of Atopic Dermatitis In Young Children. Etropean
Journal of Clinical Nutrition. Vol.64, pp 245-252.
Pohlabeln, H.K Muchlenbruch. S Jacob. H Bohmann. 2010. Frequency of Allergic Diseases
in 2 year old Children in Relationship to Parental History of Allergy and
Breastfeeding. J Investig Allergol Clin Immunol Vol. 20 No.3, pp 195-200.
Sidabutar, Sondang. Zakiuddin Munasir. Aman B Pulungan. Aryono Hendarto. Alan R
Tumbeleka. Kemas Firman. 2011. Sensitisasi Alergen Makanan dan Hirupan pada
Anak Dermatitis Atopik Setelah Mencapai Usia 2 Tahun. Sari Pediatri. Vol.13.
No.2, hal 147-151.
Tantari S.H.W. 1989. Peranan Air Susu Ibu Dalam Mencegah Ekzema Atopik Infantil. FKUGM, Yogjakarta.
Yuniati, Tetty. Adurrachman Sukadi. 2011. Kejadian Atopi pada Bayi Usia 6 Bulan yang
Mendapat Kombinasi ASI dan Susu Formula Mengandung Probiotik dan
Nonprobiotik. MKB.Vol.43 No.2, tahun 2011.

LAMPIRAN:
Tabel 1 Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Anak Balita
Karakteristik Anak Balita

Jenis Kelamin
Laki-laki
87
Perempuan
100
Kelompok Umur Anak Balita
7 - 12 bulan
55
13 - 24 bulan
55
25 36 bulan
52
37 48 bulan
20
49 60 bulan
5
Total
187

%
46,5
53,5
29,4
29,4
27,8
10,7
2,7
100

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 2 Distribusi Tempat Tinggal, Umur, dan Jumlah Anak Responden


Karakteristik Umum
n
%
Responden
Tempat Tinggal
Desa Pattopakang
30
16
Desa Bontoparang
27
14,4
Desa Panyangkalang
26
13,9
Desa Cikoang
32
17,1
Desa Punaga
34
18,2
Desa Laikang
38
20,3
Jumlah Anak
1-2
135
72,2
3-4
45
24,1
5
7
3,7
Kelompok Umur Ibu
16- 25 tahun
62
33,2
26 35 tahun
97
51,9
36 45 tahun
24
12,8
46 55 tahun
4
2,1
Total
187
100
Sumber : Data Primer,2014

Tabel 3 Distribusi Variabel Penelitian


Variabel Penelitian
Kejadian Dermatitis
Positive
Negative
Riwayat Alergi Orangtua
Ada Riwayat
Tidak Ada Riwayat
Status Pemberian ASI Eksklusif
Ya
Tidak
Pemberian Susu Formula
Diberi
Tidak diberi
Paparan Asap Rokok
Terpapar
Tidak Terpapar
Total

114
73

61,0
39,0

157
30

84,0
16,0

165
22

88,2
11,8

78
109

41,7
58,3

142
45
187

75,9
24,1
100

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 4 Hubungan Variabel Independen dengan Kejadian Dermatitis


pada Anak Balita

Kejadian Dermatitis
Variabel
Penelitian

Positive

Negative

Total

Uji
Statistic

Riwayat Alergi (Atopi) Orangtua


Ada
Tidak Ada

108

68,8

49

31,2

157

100

20

24

80

30

100

X2 = 25.194
p = 0.000
= 0,367

Status Pemberian ASI Eksklusif


Ya

107

64,8

58

35,2

165

100

Tidak

31,8

15

68,2

22

100

X2 = 8.899
p = 0.003
= 0,218

Pemberian Susu Formula


Ya

44

56,4

34

43,6

78

100

Tidak

70

64,2

39

35,8

109

100

64,1

51

35,9

142

100

22

48,9

45

100

X2 = 1.165
p = 0.282

Paparan Asap Rokok


Terpapar

91

Tidak
23
51,1
Terpapar
Sumber: Data Primer,2014

X2 = 2.417
p = 0.121

You might also like