Professional Documents
Culture Documents
brand asing, brand dari Amerika. Sebagian konsumen Indonesia justru merasa
bangga kalau meminum kopi Starbuck: memiliki prestis dan bisa menjaga gengsi.
Menurut kelompok kami, itu justru simbol dari inferiority complex khas
penduduk negeri bekas jajahan. Sindrom rasa percaya diri yang rendah karena
negerinya dulu pernah dijajah selama ratusan tahun. Demi melampiaskan rasa
rendah diri itu, lalu dipakailah branded products untuk menunjukkan gengsi
yang semu. Inilah irasionalitas yang muram. Namun irasionalitas inilah yang
membuat American Brands berjaya.
Mungkin itulah kenapa pengelola mal, bandara dan jalan tol lebih
memprioritaskan Starbucks. Sebab mereka tahu, kebanyakan konsumen lokal
justru lebih suka dengan brand asing.
Kalau boleh jujur, terlepas dari hal tersebut di atas, kopi dari indonesia
jenis arabika maupun robusta memiliki cita rasa khas yang patut diunggulkan
karena dihasilkan dari beberapa daerah yang memiliki karakteristik yang berbeda.
Kopi Indonesia memiliki cita rasa yang khas. Salah satu kopi arabika yang
menjadi andalan Indonesia adalah kopi mandailing. Kopi mandailing memiliki
cita rasa dan aroma yang kuat dibanding kopi arabika yang dihasilkan Amerika
Selatan seperti Brasil. Tidak ada satu daerah pun di dunia yang menanam kopi ini
selain Indonesia, yakni di Mandailing Natal yang sebelumnya termasuk
Kabupaten Tapanuli Selatan.
Pola pikir konsumtif yang dibentuk oleh media terhadap masyarakat
indonesia dewasa memiliki dampak yang cukup besar terhadap kehidupan
masyarakat saat ini. Baik itu media massa atau media sosial mereka mampu
mempengaruhi masyarakat untuk membeli setiap produk yang diiklankan. Yang
ingin ditekankan dalam hal ini adalah bahwa citralah yang merupakan kendaraan
bagi posisi subjek, dan bahwa karena itu, kemelekan kritis dalam budaya
pencitraan postmodern membutuhkan pembelajaran dalam membaca citra secara
kritis dan menguraikan hubungan antara citra, teks, tren sosial, dan produk dalam
budaya komersial (Kellner: 344, 2010).
Jika postmodernitas dianggap sebagai suatu totalitas kultural yang baru, maka
akan lebih masuk akal jika kita menafsirkan berbagai aspek postmodern sebagai
tren budaya yang baru muncul, yang bertentangan dengan nilai nilai dan praktik
tradisional yang masih beroperasi, serta modernitas kapitalis dominan yang
dipahami sebagai proyek hegemoni modal, di mana komodifikasi, individualisme,
fragmentasi, reifikasi dan budaya konsumen tetao menjadi unsur utama dalam era
modern.
Sebagai contoh ketika kampanye iklan yang mengadopsi strategi strategi
postmodern dalam pembentukan citra untuk memasarkan suatu produk, Reebok di
tahun 1992 dan Levis di tahun 1993 1994 mengedarkan iklan yang
mempertunjukkan fragmen citra citra dan kata kata dari fenomena
kontemporer yang tidak saling berhubungan. Logo produk tersebut tenggelam
dalam teks dan menjelma menjadi sebuah fragmen, membuat pembaca benar
benar berpikir iklan dari produk apakah itu. Ini sepertinya dianggap sebagai
sebuah cara yang efektif dalam menanamkan merek produk ke dalam pikiran
pembaca, yang merupakan fungsi utama iklan, walaupun seperti ditunjukkan oleh
kampanye iklan postmodern yang gagal, strategi penggunaan postmodernisme
dalam estetika periklanan sangatlah berisiko.
Dengan demikian, iklan, fashion, konsumsi, televisi dan budaya media
menggoyahkan identitas dan berperan memproduksi identitas yang lebih tidak
stabil, lebih cair, lebih berubah, dan lebih bergeser dalam fenomena kontemporer."
Dalam hal ini contoh kasus Starbucks melakukan hegemoni di indonesia terhadap
masyarakat, menjadikan mereka terhegemoni oleh Starbucks itu sendiri secara
tidak sadar mereka mereplikasikan hegemoni Starbucks kepada rekan dan kerabat
mereka sendiri. Sesuai pernyataan Antonio Gramsci, bahwa orang yang
terhegemoni akan melakukan replikasi hegemoni itu sendiri terhadap orang lain.
Implementasi nyatanya tebukti bahwa Orang orang yang datang Starbucks
mengupload foto mereka saat memesan minuman tersebut ke sosial media
mereka. Hal ini membuktikan bahwa terlihat mereka ingin diakui eksistensinya
sebagai komunitas yang prestisius. Itu bukti terjadinya Style over content, bahwa
bukan apa yang mereka minum, tapi merek lah yang menjadi fokus utama mereka.
Pada contoh kasus ini, mengenai kegunaan pendekatan Mazhab Frankfurt bahwa
Starbucks menunjukan
SARAN
Bagi para konsumen dalam negeri harus segera meninggalkan budaya
cinta produk luar negeri dan mulai membangun kesadaran cinta produk sendiri,
yang notabene memang memiliki kualitas unggul, misalnya dalam hal kopi.
Sehingga dengan demikian produksi kopi akan meningkat secara kualitas dan
dionsumsi oleh pasar domestik.