You are on page 1of 43

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

BAB I
STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus suspek kusta yang diambil dari seorang
penderita berjenis kelamin perempuan, berusia 33 tahun. Penderita bertempat tinggal di
desa Wage wilayah kerja Puskesmas Medaeng. Mengingat kasus ini merupakan penyakit
menular yang masih sering ditemukan di masyarakat dan dapat menimbulkan keresahan
bagi masyarakat sekitar maka pentingnya informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk
menghindari kesalahan dalam pencegahan penularan, pengobatan dan rehabilitasi
penderita.
Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan
mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. D

Umur

: 33 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMA

Agama

: Islam

Alamat

: Jalan Jeruk Perintis no. 104, Wage

Suku

: Jawa

Tanggal periksa

: 10 September 2013

C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
: Timbul bercak merah di kulit
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita mengeluh timbul bercak kemerahan di kedua tangan, dada dan
punggungnya. Bercak menimbul dan terasa gatal terutama saat berkeringat,

awalnya bercak muncul di tangan dan wajah sejak lima hari yang lalu, kemudian
bercak semakin menyebar dan bibir terasa tebal. Selain itu pasien juga mengeluh
rasa seperti tertusuk-tusuk pada lengannya. Sebelumnya penderita makan kerang
bersama suaminya.

Sejak munculnya bercak tersebut penderita langsung ke

puskesmas untuk memeriksakannya, ia diberikan obat antialergi. Setelah tiga hari


mengkonsumsi obat tersebut, keluhan tetap ada, hanya beberapa bercak di wajah
mulai menghilang. Penderita tidak ada riwayat kontak dengan penderita kusta.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk lama

: tidak ada

Riwayat sakit gula

: tidak ada

Riwayat asma

: tidak ada

Riwayat alergi obat/makanan

: pasien memiliki riwayat atopi sejak kecil

Riwayat penyakit jantung

: tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : tidak ada

Riwayat keluarga sakit batuk lama

: tidak ada

Riwayat sakit sesak nafas

: tidak ada

Riwayat hipertensi

: tidak ada

Riwayat sakit gula

: tidak ada

Riwayat alergi

: Ibu penderita memiliki riwayat

- Riwayat Penyakit kusta


5. Riwayat Kebiasaan :

alergi terhadap telur


: tidak ada

- Riwayat merokok

: disangkal

- Riwayat olah raga

: jarang

- Riwayat pengisian waktu luang

: dengan mengasuh anak-anak dan


mertua di rumah bersama kakak
ipar

- Riwayat kebiasaan makan

: Penderita tidak ada pantangan


makan

- Riwayat kebersihan

:Penderita
kebersihan,

senang
baik

dengan
kebersihan

dirinya maupun lingkungannya


6. Riwayat Sosial Ekonomi
:
Penderita merupakan anak ketiga dari tiga saudara. Penderita tinggal bersama
keluarga suami sejak dua bulan yang lalu, sebelumnya penderita tinggal di
rumahnya, di Malang bersama ayah dan ibunya. Suami penderita bekerja sebagai
pegawai swasta, mengantarkan barang di Juanda, dan penderita jarang bertemu
suami kecuali malam hari dan hari Minggu. Di rumah suaminya, penderita tinggal
bersama suami, anak-anaknya, mertua, dan adik iparnya. Sumber pendapatan
keluarga didapatkan dari suami dan hasil jualan toko di rumah, total penghasilan
rata-rata perbulan Rp. 2.800.000,7. Riwayat Gizi
:
Penderita biasanya makan antara 3- 4 kali sehari dengan nasi sepiring, sayur, dan
lauk pauk seperti tahu/tempe, daging ayam atau sapi, dan kadang ikan laut .
Penderita tidak ada pantangan makanan, dan tidak suka memilih- milih makanan.
Kesan status gizi cukup.
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit

: warna kulit sawo matang, kulit gatal (+)

2. Kepala

: sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok, rambut
alis tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok di
kepala (-)

3. Mata

: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan


kabur (-), ketajaman baik

4. Hidung

: tersumbat (-), mimisan (-)

5. Telinga

: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)

6. Mulut

: sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit

7. Tenggorokan

: sakit menelan (-), serak (-)

8. Pernafasan

: sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah (-)

9. Kadiovaskuler

: berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

10. Gastrointestinal

: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-),
nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan

11. Genitourinaria

: BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa, nyeri saat
BAK(-)

12. Neuropsikiatri

: Neurologik
Psikiatrik

: kejang (-), lumpuh (-)


: emosi stabil, mudah marah (-)

13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas

: Atas

: bengkak (-), sakit (-),

Bawah : bengkak (-), sakit (-),


E. PEMERIKSAANFISIK
1. Keadaan Umum
Tampak cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan
cukup.
2. Tanda Vital dan Status Gizi

Tanda vital
Nadi
: 96 x/ menit
Pernafasan : 20 x/ menit
Suhu
: 36,5 C
Tensi
: 120/80 mmHg
Status Gizi (Kurva NCHS)
BB
: 50 kg
TB
: 158 cm
TB/U x 100% = 5,214
BB/U x 100% = 1,51
BB/TB x 100% = 20,88
Status Gizi : baik

3. Kulit
Warna

: Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)

Kepala

: Bentuk bulat lonjong simetris, tidak ada luka, rambut tidak


mudah dicabut, atrofi m. temporalis(-), makula (-), papula (-),
nodula (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-)

4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea

(+/+),

wama

kelopak

(coklat

kebitaman),

katarak

(-/-),

radang/conjunctivitis/uveitis (-/-), lagoftalmus (-/-)


5. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah
hiperemis (-), tremor (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga
dalam batas normal
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (+)
10. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor : I : ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis teraba di
P: batas kiri
batas kanan

: Mid Clavicula Line ICS 5 Sinistra


: Para Sternal Line ICS 2 Dextra

batas jantung kesan tidak melebar


A: S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
- Pulmo : Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara nafas vesikuler (+/+)
Rhonci (-/-), whezing (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)
I : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara nafas vesikuler (+/+)
Rhonci (-/-), whezing (-/-)

11. Abdomen
I : flat
A : bising usus (+) normal
P : timpani seluruh lapang perut
P:

supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

12. Sistem Collumna Vertebralis


I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
P : Nyeri Ketok CV(-)
13. Ektremitas: palmar eritema(-/-)
akral dingin

oedem

14. Sistem genetalia: dalam batas normal


15. Status lokalis
Regio antebrachii dan brachii dextra et sinistra : plak hiperemis yang meninggi
dengan bagian tengah lebih pucat,
batas tidak jelas, anaestesia (-),
hipostesia (-)
N. ulnaris, n. radialis, n.medianus
dalam batas normal
Regio thorax : plak hiperemis yang meninggi dengan bagian tengah lebih pucat,
batas tidak jelas, anaesthesia (-), hipostesia (-)
16. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur

: dalam batas normal

Fungsi Vegetatif

: dalam batas normal

Fungsi Sensorik

: dalam batas normal

Fungsi motorik

16. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran

: kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek

: appropriate

Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
isi

: waham(-), halusinasi (-), ilusi(-)

arus

: koheren

Insight : baik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikroskopis BTA dari kerokan jaringan kulit
G. RESUME
Seorang perempuan 33 tahun dengan keluhan bercak kemerahan di kulit tangan
dan badan. Bercak tersebut terasa gatal dan dirasakan sejak lima hari yang lalu.
Sebelumnya penderita ada riwayat makan kerang. Tidak ada kontak dengan penderita
kusta.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, compos mentis, status
gizi cukup. Tanda vital T: 120/80 mmHg, N: 96 x/menit, RR: 20 x/menit, S:36,5C,
BB:58 kg, TB:159 cm, status gizi : Gizi cukup. Dari pemeriksaan fisik tampak lesi plak
hiperemis yang meninggi batas tidak jelas, dengan bagian tengah lebih pucat pada
region antebrachii, brachii dan thorax. Dari hasil kerokan jaringan kulit pemeriksaan
mikroskopis mendapatkan hasil BTA (+).
H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Suspek Morbus Hansen Tipe Multibasiler
Diagnosis banding : Urtikaria, dermatitis alergika

Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya


1. Status ekonomi kurang.
2. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit penderita.

I. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
Penderita diberi penjelasan bahwa ia dicurigai menderita penyakit kusta, namun
penderita tidak perlu takut karena penyakit ini dapat disembuhkan. Untuk
memastikannya penderita harus dipantau dan kontrol bercak kemerahan tersebut
apakah segera menghilang atau menetap. Bila segera bercak segera menghilang,
kemungkinan penyebab lain dari penyakit ini adalah karena reaksi alergi. Setelah
beberapa hari, diharapkan untuk pemeriksaan mikroskopis BTA ulang untuk
memastikan penyakit yang diderita. Selama pemantauan penyakit, penderita
diharapkan untuk mengkonsumsi obat yang diberikan sesuai dengan anjuran petugas
kesehatan mengingat dampak berbahaya dari penyakit ini jauh lebih besar daripada
kesalahan mendiagnosis. Pencegahan merupakan hal terpenting dalam penyakit ini,
termasuk pencegahan perkembangan penyakit menjadi lebih parah yang mungkin akan
menimbulkan kecacatan bagi penderita. Bila terjadi kesulitan dalam menegakkan
diagnosis kusta diharapkan penderita untuk dirujuk ke dokter spesialis kulit.
Medikamentosa
Obat Anti kusta dari puskesmas yang terdiri atas :
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan petugas)
- 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)
- 3 tablet lamprene @100 mg (300 mg)
- 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke-2-28
- 1 tablet lamprene 50 mg
- 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Pengobatan dilakukan selama 12-18 bulan
J. FOLLOW UP
Tanggal 12 September 2013
S : Penderita mengatakan bahwa ia sudah memeriksakan penyakitnya ke dokter
umum, dan dikatakan bahwa ia menderita alergi dan diberi obat dexametason
dan paracetamol. Penderita dan keluarga menyangkal bahwa dirinya menderita
penyakit kusta, penderita tidak mau minum obat dari puskesmas
O : KU sedang, compos mentis, gizi cukup
Tanda vital :

T : 110/70mmHg

R :20x/menit

N :104/menit

S :36,5C

Status Generalis : dalam batas normal


Status Lokalis : regio antebrachii dan brachii: maculae hiperpigmentasi,
anaesthesia (-), hiposthesia (-), N. ulnaris, N. Radialis, N.
Medianus dalam batas normal
Regio thoraks : maculae hiperpigmentasi, anaesthesia (-),
hiposthesia (-)
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A : Suspek Morbus Hansen tipe Multibasiler dd dermatitis alergika
P : Terapi medikamentosa berupa MDT, non medika mentosa dilakukan patient
centered management : dukungan psikologis dan edukasi tentang penyakit yang
diderita dan penggunaan obat, dijelaskan bahwa memang benar kemungkinan
lain penyebab bercak-bercak tersebut adalah karena reaksi alergi, diharapkan
penderita mau memeriksakan kembali ke puskesmas untuk memastikannya.
Tanggal 14 September 2013
S : Penderita mengatakan ia sudah membaik, bercak udah mulai memudar, sudah
tidak gatal, tetapi bercak mengelupas dan berbekas
O : KU sedang, compos mentis, gizi kurang
Tanda vital :

T : 120/80 mmHg

R :20x/menit

N : 98x/menit

S : 36,4C

Status Generalis : dalam batas normal


Status Lokalis : regio antebrachii dan brachii: maculae hiperpigmentasi,
skuama (+) anaesthesia (-), hiposthesia (-), N. ulnaris, N.
Radialis, N. Medianus dalam batas normal
Regio thoraks : maculae hiperpigmentasi, skuama (+),
anaesthesia (-),
hiposthesia (-)
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A : Suspek Morbus Hansen tipe multi basiler dd: dermatitis alergika
P : Terapi medikamentosa berupa MDT, non medika mentosa dilakukan patient
centered management : dukungan psikologis dukungan psikologis dan edukasi

tentang bahaya dari penyakit yang diderita, pentingnya pencegahan komplikasi


yang mungkin terjadi bila penderita tidak minum obat. Menyarankan penderita
untuk memeriksakan kembali ke laboratorium untuk memastikan penyakit. Bila
masih meragukan penderita diharapkan untuk dirujuk ke dokter spesialis kulit.
FLOW SHEET
Nama

: Ny. D

Diagnosis : Suspek Morbus Hansen tipe Multibasiler dd. Dermatitis alergika


NO

TGL

Tensi
mm
Hg

BB
Kg

TB
Cm

Status
Gizi

Anaesthesia/
hiposthesia

Lesi

KET
Lesi menimbul

10-9-2013 120/80

50

15

Cukup

dan berwarna
merah
Lesi mulai

12-9-2013 110/80

50

159

Cukup

memudar dan
mendatar
Lesi semakin

14-9-3013 120/80

50

159

Cukup

memudar dan
kulit mengelupas

BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita, suami penderita (Tn. A, 33 tahun), anak
penderita (An. K, 6 tahun dan An. S, 5 bulan), mertua (Tn.SA, 70 tahun, Ny.SU, 65
tahun), kakak ipar ( Ny. I, 37 tahun) dan suami kakak ipar (Tn. SN, 37 tahun)
beserta anaknya, (An. F, 2 tahun). Penderita tinggal satu rumah bersama suami,
anak, mertua, kakak ipar dan suami kakak ipar, dan keponakan.

10

2. Fungsi Psikologi.
Hubungan keluarga terjalin cukup akrab, antara penderita dengan suaminya,
suami memberikan dukungan dan perhatian kepada penderita walaupun di tengah
kesibukan suami mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Suami tidak pernah
bersikap kasar terhadap penderita. Anak-anak penderita berada dalam asuhan
penderita dibantu oleh kakak ipar penderita, mereka sering berbincang-bincang dan
berbagi pengalaman selama menjaga anak-anak dan toko kecil-kecilan di samping
rumahnya. Suami kakak ipar bekerja di luar kota dan pulang setiap tiga hari sekali,
penderita jarang bertemu dengannya. Hubungan penderita dengan mertua selama
ini masih baik dan tidak pernah ada perselisihan. Mertua mendukung penderita dan
memberikan nasehat-nasehat kepada penderita. Setiap penderita atau anaknya sakit,
mertua selalu memberikan saran untuk memeriksakan kesehatannya di pelayanan
kesehatan.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara musyawarah
dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong baik fisik,
mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya yang menderita kesusahan.
Penghasilan mereka cukup, dan mereka hidup bahagia dan memasrahkan semuanya
kepada Tuhan.
3. Fungsi Sosial
Dalam masyarakat penderita dan keluarganya hanya sebagai anggota
masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat.
Karena kesibukan mencari nafkah, suami penderita kurang aktif di masyarakat,
namun ia masih meluangkan waktu untuk datang bila ada tetangga yang ada
hajatan. Penderita sudah mulai terbiasa dengan lingkungan di masyarakat sekitar,
penderita bergaul akrab dengan ibu-ibu di posyandu saat memeriksakan anaknya,
mengingat penderita baru beberapa bulan pindah di wilayah desa tersebut. Tetangga
cukup mengenal penderita, penderita merupakan orang yang mudah bersosialisasi
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari gaji suami yang bekerja sebagai pegawai
swasta yang bertugas menghantarkan barang ke Juanda ditambah dengan
penghasilan toko dengan total penghasilan sebesar Rp 2.800.000,00 per bulannya.
Dari penghasilan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
rumah, mertua, dan anak pasien. Kakak ipar pasien mendapat penghasilan dari gaji

11

suaminya yang bekerja di luar kota, kedua keluarga kecil ini saling membantu
untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh anggota keluarga dan biaya operasional
rumah. Jika ada sisa uang, suami penderita akan menyisihkannya untuk ditabung
untuk biaya-biaya mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain-lain).Untuk
keperluan air keluarga menggunakan air PDAM. Di rumah penderita memasak
menggunakan kompor gas. Makan sehari-hari lauk pauk, kadang ikan laut, buah
dan frekuensi makan kadang-kadang 3-4 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa
berobat ke puskesmas, dan penderita sudah mempunyai kartu sehat
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita sering menceritakan masalahnya kepada anggota keluarga dan ia
tidak suka memendamnya sendiri.

B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah keluarga, penderita pertama kali membicarakannya
kepada suaminya dan bila suami sedang tidak di rumah, orang terdekat yang sering
diajak penderita untuk mendengarkan masalahnya adalah kakak ipar.Penyakitnya ini
membuat seluruh anggota keluarga resah dan takut, namun mereka tetap mendukung
penderita dan memberikan motivasi agar sembuh dari penyakitnya. Kakak ipar
penderita merupakan orang yang sering mengantar penderita ke puskesmas berhubung
suami penderita cukup sibuk dengan pekerjaannya. Awalnya keluarga menyangkal dan
tidak mau menerima bahwa penderita berpenyakit menular, suami penderita
menyuruhnya untuk memeriksakan ke dokter lain karena takut dikucilkan masyarakat.
Setelah mendapat penjelasan mengenai penyakit yang diderita istrinya, bahwa penyakit
ini perlu pemantauan lebih lanjut dan untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan
ulang. Diharapkan keluarga tidak terlalu mencemaskan penyakit ini, karena lebih baik
mencegah daripada terjadi keterlambatan pengobatan yang mengakibatkan kecacatan
yang tidak diinginkan. Dan akhirnya keluarga mau menerima bahwa semua ini demi
kepentingan penderita dan keluarganya. Keluarga berencana untuk memeriksakan
kembali ke puskesmas untuk memastikan penyakitnya. Hal ini akan menumbuhkan
kepercayaan keluarga, dan mempengaruhi kepatuhan untuk mengkonsumsi obat.

12

PARTNERSHIP
Ny. R mengerti bahwa ia adalah panutan dan sebagai orang tua yang disayangi
oleh anak-anaknya. Selain itu keluarganya meyakinkannya bahwa pasien bisa
melakukan aktifitas sehari-hari, komunikasi antar anggota keluarga masih berjalan
dengan baik.
GROWTH
Ny. D sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun
kadang ia merasa takut dikucilkan orang.
AFFECTION
Ny. D merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan suami dan anakanaknya cukup. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah. pasien menyayangi
keluarganya, begitu pula sebaliknya.
RESOLVE
Ny. D merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari
suaminya dan anak-anaknya walaupun waktu yang tersedia tidak banyak karena suami
penderita harus bekerja dengan jadwal yang tidak tetap.
Sering/
selalu
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

APGAR Ny. R Terhadap Keluarga

Kadangkadang

Jarang/tidak

saya bila saya menghadapi masalah


P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya


G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan


baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih

sayangnya

dan merespon emosi saya

seperti kemarahan, perhatian dll


R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik

APGAR Tn. A Terhadap Keluarga

Sering/
selalu

Kadangkadang

Jarang/tidak

13

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

saya bila saya menghadapi masalah


P

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya


G

Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan


baru atau arah hidup yang baru
A

Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan

kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti


kemarahan, perhatian dll
R

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi

waktu bersama-sama

Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik


Tn. A bekerja sebagai pegawai swasta di daerah Juanda, ia kadang sulit
membagi waktu untuk keluarga, hanya bisa bertemu keluarga pada malam hari dan di
hari Minggu.

Sering/
selalu
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

APGAR Tn. SA Terhadap Keluarga

Kadangkadang

Jarang/tidak

saya bila saya menghadapi masalah


P

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya


G

Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan


barn atau arah hidup yang bam
A

Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan

kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti


kemarahan, perhatian dll
R

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi

waktu bersama-sama

14

Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik


Tn. SA merupakan pensiunan PLN, saat ini ia sudah tidak bekerja. Keseharian
aktifitasnya adalah menemani cucunya di rumah bersama anak dan menantunya.
Sering/
selalu
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

APGAR Ny.SU Terhadap Keluarga

Kadangkadang

Jarang/tidak

saya bila saya menghadapi masalah


P

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya


G

Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan


barn atau arah hidup yang bam
A

Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan

kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti


kemarahan, perhatian dll
R

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi

waktu bersama-sama

Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik


Ny. SU tidak bekerja dan hanya mengasuh cucu di rumah bersama suami dan
menantunya

Sering/
selalu
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

APGAR Ny. I Terhadap Keluarga

Kadangkadang

Jarang/tidak

saya bila saya menghadapi masalah


P

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya


G

Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan


baru atau arah hidup yang baru
A

Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan

kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti


kemarahan, perhatian dll

15

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi

waktu bersama-sama

Total poin = 8, fungsi keluarga dalam keadaan baik


Ny. I tidak bekerja dan hanya mengasuh anak serta mengerjakan pekerjaan
rumah.
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Ny. D adalah 44, sehingga
rata-rata APGAR dari keluarga Ny. D adalah 8. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi
fisiologis yang dimiliki keluarga Ny. D dan keluarga dalam keadaan baik. Hubungan
antar individu dalam keluarga tersebut terjalin baik.

C. SCREEM
SUMBER
Sosial

PATHOLOGY
KET
Interaksi sosial yang baik antar anggota _
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup meskipun
banyak keterbatasan.
Cultural
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya _
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan seharihari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih
diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang
bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan
Religius
Pemahaman agama cukup, hal ini dapat dilihat Agama menawarkan pengalamandari penderita dan orang tua sering
spiritual yang baik untukmenjalankan ibadah.
ketenangan individu yang tidak
didapatkan dari yang lain

16

Ekonomi

Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke


bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, meski belum mampu mencukupi
kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak
memadai, diperlukan skala prioritas untuk
pemenuhan kebutuhan hidup
Pendidikan anggota keluarga kurang memadai.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua
masih rendah. Kemampuan untuk memperoleh
dan memiliki fasilitas pendidikan seperti bukubuku, koran terbatas.

Medical
Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan puskesmasyang lebih baik Dalam mencari pelayanan
memberikan perhatian khususkesehatan keluarga ini biasanya menggunakan
terhadap kasus penderita
Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena
letaknya dekat.

Edukasi

Keterangan
Edukasi (+) artinya keluarga Ny. D juga menghadapi permasalahan dalam bidang
pendidikan. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan dan pola berpikir dari
anggota keluarga Ny. D.
Ekonomi (+) artinya keluarga Ny. D menghadapi permasalahan ekonomi yang
kurang, sehingga pemenuhan kebutuhan hidup sangat sulit.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap

Jalan Jeruk Perintis, No.104, Wage

Bentuk Keluarga

Extended Family

17

Diagram 1. Genogram Keluarga Ny.D, Dibuat tanggal 10 September 2013


Sumber : Data Primer, Juni 2013
Keterangan:
Tn. SL
: Ayah penderita
Ny. T
: Ibu penderita
Tn. B
: Kakak Penderita
Tn. PR
: Kakak penderita
Tn. A
: Suami Penderita
Tn. SA
: Mertua Penderita
Ny. SU
: Mertua Penderita
Ny.I
: Kakak Ipar Penderita
Tn. SN
: Suami Kakak ipar penderita
An. K
: Anak Penderita
An. S
: Anak Penderita
An. F
: Keponakan Penderita
- An.
Tn Adi
Aditya
- 331tahun
tahun
-
- etnis
buruhJawa
- etnis Jawa

E. INFORMASI POLA INTERAKSI


Keluarga

18

Hubungan antara Ny. D, suami, mertua, kakak ipar, anak dan keponakan baik
dan dekat. Antara kedua dan anak ketiga baik. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi
konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.
F. PERTANYAAN SIRKULER
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh suami penderita ?
Jawab : suami akan merawat dan menjaga penderita
2. Ketika suami penderita bertindak seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga
lainnya ?
Jawab : turut membantu dan saling mendukung.
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan ?
Jawab : Tn. A
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita ?
Jawab : Tn. A
5. Selanjutnya siapa ?
Jawab : kakak ipar, Ny. I
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita ?
Jawab : Tidak ada
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien ?
Jawab : Tidak ada
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya ?
Jawab : Tidak ada

BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG

19

MEMPENGARUHI KESEHATAN

A. Identiflkasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


1. Faktor Perilaku Keluarga
Ny. D adalah istri dari Tn. A dan memiliki dua orang anak, An. K, An. S.
Pendidikan terakhir penderita adalah dan tidak bekerja, hanya mengurus rumah dan
kebutuhan sehari-hari. Penderita berperilaku hidup bersih di rumah, baik kebersihan
dirinya maupun lingkungan rumah. Dari segi pengetahuan penderita kurang mengerti
mengenai pencegahan dan komplikasi yang mungkin timbul dari penyakitnya apabila
penderita tidak minum obat. Selain itu juga, pengetahuan keluarga kurang mengenai
penyakit ini sehingga berpengaruh terhadap dukungan moral bagi penderita.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah
keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-hari. Keluarga ini
menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi tidak
dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang dan menjadi
beban anggota keluarga lainnya. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan
oleh keracunan kerang yang dimakan penderita. Keluarga menolak meminum obat dari
puskesmas karena keluarga tidak percaya akan pemeriksaan yang dilakukan di
puskesmas. Namun, setelah mendapat penjelasan, keluarga mengerti arti kata
pencegahan, bahwa tidak selalu berarti mencegah terjadinya penyakit, tetapi juga
mencegah perjalanan penyakit untuk menimbulkan kecacatan lebih lanjut.
Keluarga ini memiliki fasilitas air PDAM yang digunakan untuk memasak,
minum dan mandi. Namun untuk melakukan kegiatan mencuci dan mandi keluarga ini
menggunakan air dari sumur yang ada di rumah.
2. Faktor Non Perilaku
a. Genetik
Ny. D adalah anak ketiga dari pasangan Tn. SL dan Ny T yang mempunyai dua
kakak laki-laki ( Tn. B dan Tn. PR). Ibu pasien memiliki riwayat alergi, sering
gatal-gatal pada kulit bila makan telur seperti biduran.
b. Pelayanan kesehatan
Rumah pasien berjarak sekitar 3 km dari Puskesmas, pasien sering berobat ke
Puskesmas Medaeng dikarenakan jarak untuk ke Rumah Sakit cukup jauh.

20

Untuk biaya pasien sudah mempunyai asuransi kesehatan yaitu Jaminan


Kesehatan Masyarakat.
c. Lingkungan
Dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah ke bawah.
Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari suami yang bekerja
sebagai pegawai swasta dan penghasilan dari toko makanan yang berada di
samping rumah.

Dari total semua penghasilan tersebut keluarga dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun belum semua kebutuhan dapat


terpenuhi terutama kebutuhan sekunder dan tertier ditambah lagi yang harus
memenuhi kebutuhan anaknya yang berumur 6 tahun dan 5 bulan.
Dari segi lingkungan sosial, hubungan penderita dengan keluarga cukup erat dan
hangat, tidak ada perselisihan. Keluarga selalu memberi motivasi kepada
penderita. Selain itu, tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti penderita.
Dari segi lingkungan fisik, rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai dan
sudah memenuhi standar kesehatan. Lantai sudah diubin, pencahayaan ruangan
cukup, ventilasi cukup, dan memiliki fasilitas jamban keluarga. Sampah keluarga
dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada di dekat rumah. Keluarga
memelihara binatang peliharaan yaitu burung.
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 12 x 8 m 2. Tidak memiliki
pekarangan rumah dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang kamar tamu yang sekaligus
digunakan sebagai ruang keluarga dan menonton TV, tiga kamar tidur, satu kamar
makan yang jarang digunakan, dapur, gudang dan dua kamar mandi yang memiliki
fasilitas jamban. Terdiri dari 2 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu samping.
Jendela ada 3 buah, dikamar tamu dan disetiap kamar tidurnya.
Di depan rumah terdapat teras yang berukuran

10x 1 m 2. Lantai rumah

sebagian besar terbuat dari keramik. Ventilasi dan penerangan rumah cukup. Atap
rumah tersusun dari genteng dan ditutup langit-langit. Masing-masing kamar memiliki
dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari batu bata dan dicat.
Perabotan rumah tangga cukup. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga

21

ini berasal dari PDAM namun untuk kegiatan mencuci menggunakan air dari sumur
yang ada di belakang rumah. Secara keseluruhan kebersihan rumah cukup. Sehari-hari
keluarga memasak menggunakan kompor gas LPG 3 kg.
Denah Rumah :

Keterangan:
:

Satu Pintu

Tembok Bata

Teras

Jendela

BAB IV
DAFTAR MASALAH

22

1. Masalah Aktif :
a. Suspek Morbus Hansen tipe Multibasiler dd dermatitis alergika
2. Faktor resiko:
a. Riwayat atopik dari penderita dan ibu penderita
b. Kurangnya pengetahuan penderita dan keluarga mengenai penyakit yang
dialami penderita
c. Sikap penderita yang tidak mematuhi anjuran petugas kesehatan
d. Rendahnya tingkat ekonomi keluarga
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan
faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
Riwayat
atopik dari ibu
penderita

Rendahnya
tingkat
ekonomi
keluarga

Suspek Morbus
Hansen dd
dermatitis alergi

Kurangnya
pengetahuan
penderita dan
keluarga
mengenai
penyakit yang
diderita

Sikap penderita
yang tidak
mematuhi anjuran
petugas kesehatan

BAB V
PATIENT MANAGEMENT

23

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT


1. Suport Psikologis
Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor yang dapat
menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada dokternya. Antara
lain dengan cara:
a.Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada.
c.Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
e.Penderita diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME, misalnya
dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon hanya kepada Tuhan.
f. Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus
dilakukan
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem psikologis
antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang penyakitnya,
kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami akibat penyakitnya.
Menentramkan hati penderita dengan memberikan edukasi tentang penyakitnya
bahwa penyakitnya tersebut dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk
kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai petunjuk
dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang bergizi tinggi
meskipun sederhana, istirahat yang cukup dan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Diharapkan pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk
terhadap penyakitnya, dan

membangun

semangat

hidupnya

sehingga

bisa

mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.


3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien
Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang
Kusta. Pasien kusta dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit, pengobatannya
dan pencegahan. Sehingga persepsi yang salah dan merugikan bisa dihilangkan.
Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap kali pasien kontrol dan melalui
kunjungan rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas Yankes.

24

Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu:


a. Penyakit Kusta merupakan penyakit kutukan
b. Penyakit Kusta merupakan penyakit keturunan
c. Penyakit Kusta tidak dapat disembuhkan.
d. Bila mengenai seluruh tubuh baru bisa disebut kusta
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh
dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita
termasuk akibat penyakitnya terhadap hubungan dengan keluarganya, pemberian
konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya
penularan Kusta ini dan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah seperti
kecacatan anggota tubuh dan amputasi.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien
bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga
ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam
jadwal kontrol, keteraturan minum obat.
5. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan
berupa perubahan tingkah laku, menjaga kebersihan lingkungan

dan juga

kelembaban udara sekitar rumah agar tidak menimbulkan sumber penyakit, selain
itu pencegahan penularan dari penderita ke anggota keluarga yang lain. Penderita
diharapkan untuk kontrol ke puskesmas, untuk memantau perkembangan
penyakitnya sehingga dapat mencegah komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit Kusta di masyarakat
dapat diluruskan.

BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA

25

A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh suatu basilus,
Mycobacterium leprae. meresahkn masyarakat. Penyakit ini menimbulkan berbagai
permasalahan, baik sosial, ekonomi, budaya dan mempengaruhi derajat kesehatan di
Indonesia. Hal ini sangat meresahkan masyarakat.
Penyakit kusta umumnya terdapat di negara-negara berkembang yang tingkat
kesehatan, pendidikan, dan sosioekonominya masih sangat rendah. Hampir 182.000
orang, terutama di Asia dan Afrika terinfeksi pada awal 2012, dengan perkiraan
219.000 kasus baru dilaporkan selama 2011.
M.leprae berkembang dengan sangat lambat dan masa inkubasinya sekitar lima
tahun. Penyakit ini menular melalui droplet, dari hidung, mulut selama kontak dekat
dan sering dengan kasus yang tidak diobati. Bila tidak diobati hal ini dapat
menyebabkan kerusakan kulit, saraf, anggota gerak, dan mata yang progresif dan
permanen.
Untuk itu, pentingnya diagnosis dini dan pengobatan dengan Multi Drug
Therapy (MDT) masih menjadi kunci dalam menghilangkan penyakit ini sebagai
suatu perhatian kesehatan masyarakat.
B. EPIDEMIOLOGI
Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2011 adalah sekitar 219.075. Dari
jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (160.132) diikuti
regional Amerika (36.832), regional Afrika (12.673), dan sisanya berada di regional
lain di dunia. Hampir 182.000 orang, terutama di Asia dan Afrika terinfeksi pada
awal 2012.

Tabel Situasi Kusta di Wilayah WHO-SEARO pada tahun 2011

26

C. ETIOLOGI
Organisme penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae (M.leprae).
Kuman ini merupakan suatu organism parasit yang bersifat intraseluler obligat,
diidentifikasi pada tahun 1873 oleh seorang dokter yang berasal dari Norwegia,
Gehard Henrik Armauer Hansen.
M. leprae ini merupakan organism yang tumbuh lambat lambat dan cepat dalam
kondisi asam (acid-fast), basil gram positif, dan

berbentuk batang. Ukurannya

panjangnya kurang lebih 1-8 m dan diameter 0,3-0,6 m, dengan sisi parallel dan
membulat pada ekornya. Kuman kusta secara umum mengenai kulit, saraf tepi,
mukosa saluran pernapasan atas dan mata. Kuman ini cepat berkembangbiak dalam
area yang lebih dingin pada tubuh seperti lobus telinga, wajah (dahi, hidung, region
zigoma, dagu), tangan, kaki, pantat, testis, limfonodi superficial dan saraf perifer.
Mycobacterium leprae dapat bertahan hidup di luar host manusia, dalam kondisi
lingkungan yang disukai ( kelembaban yang tinggi dan perlindungan dari sinar UV),
selama lebih dari 1 bulan.
Kuman kusta memiliki masa inkubasi yang tidak dapat ditentukan bervariasi dari
beberapa bulan hingga beberapa tahun.
PINTU MASUK (PORT OF ENTRY)
Pintu masuk utama kuman pathogen ini adalah: mukosa saluran pernapasan atas dan
lesi pada kulit. Penelitian lain menunjukkan bahwa saluran pencernaan juga dapat
sebagai pintu masuk kuman.
PENULARAN
Penyakit kusta ini menular dari manusia ke manusia dengan kontak erat dan sering
terhadap individu yang menderita kusta. Namun, kadang suatu kontak cepat dapat
menyebabkan penularan penyakit. Sebagai tambahan, jarum yang terinfeksi, jarum

27

untuk tattoo, dan vaksinasi juga menularkan penyakit ini. Penyakit ini menular
melalui droplet, dari hidung, mulut selama kontak dekat dan sering dengan kasus
yang tidak diobati.
D. DIAGNOSIS
Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae ) yang bersifat intraseluler obligat. Saraf tepi/perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa saluran nafas bagian atas, kemudian
dapat ke organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Atas dasar definisi tersebut,
maka untuk mendiagnosis kusta dicarikan kelainan yang berhubungan dengan
gangguan saraf tepid an kelainan yang tampak pada kulit.
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau
tanda cardinal (cardinal signs), yaitu:
1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau
kemerahan (eritema) yang mati rasa (anestesi)
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan saraf.
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan saraf tepi
(neuritis perifer) kronis.
Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa
a. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan (paresis) atau kelumpuhan
(paralisis) otot
c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak-retak
3. Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (slit skin
smear)
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilaman terdapat satu dari tanda-tanda
utama di atas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat di diagnosis dengan
pemeriksaan klinis. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua, perlu dirujuk
kepada wasor atau ahli kusta. Jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai
penderita yang dicurigai kusta (suspek).
TANDA-TANDA TERSANGKA KUSTA
1. Tanda-tanda pada kulit
a. Bercak kulit yang merah atau putih (gambaran yang paling sering ditemukan)
dan atau plakat pda kulit, terutama di wajah dan telinga
b. Bercak kurang/mati rasa
c. Bercak yang tidak gatal
d. Kulit mengkilap atau kering bersisik
e. Adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat dan atau tidak berambut
f. Lepuh tidak nyeri
2. Tanda-tanda pada saraf

28

a. Nyeri tekan dan atau spontan pada saraf


b. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak
c. Kelemahan anggota gerak dan atau wajah
d. Adanya cacat (deformitas)
e. Luka (ulkus) yang sulit sembuh
3. Lahir dan tinggal di daerah endemik kusta dan mempunyai kelainan kulit yang
tidak sembuh dengan pengobatan rutin, terutama bila terdapat keterlibatan saraf
tepi
Tanda-tanda tersebut merupakan tanda-tanda tersangka kusta dan belum dapat
digunakan sebagai dasar diagnosis penyakit kusta. Jika diagnosis kusta masih
belum dapat ditegakkan, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (seperti jamur, kurap, kudis,
psoriasis, vitiligo

Pengambilan kerokan jaringan kulit


Bila tidak ada petugas terlatih dan tidak tersedia saran pemeriksaan kerokan
jaringan kulit, tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya tanda utama. Jika
ditemukan tanda utama, diagnosis kusta dapat ditegakkan. Bila masih
meragukan suspek harus dirujuk
Perlu diingat bahwa tanda-tanda utama tersebut dapat tetap ditemukan pada
pasien yang sudah sembuh atau release from treatment (RFT). Anamnesis
yang teliti perlu dilakukan untuk menghindari pengobatan ulang yang tidak
perlu.
E. DIAGNOSIS BANDING
Banyak penyakit kulit lain yang secara klinis menyerupai kelainan kulit pada
penyakit kusta. Bahkan ada istilah yang menyebutkan penyakit kusta sebagai peniru
terhebat ( the great imitator) dalam penyakit kulit. Beberapa kelainan kulit yang
mirip dengan penyakit kusta antara lain:
A. Diagnosis banding bercak merah
- Psoriasis
Bercak merah berbatas tegas dengan sisik berlapis-lapis
- Tinea circinata
bercak meninggi, sering meradang, mengandung vesikel/krusta

29

Dermatitis seboroik
Lesi di daerah sebore (berminyak) dengan sisik kuning berminyak, gatal,

kronis, residif, tidak ada rasa baal


B. Diagnosis banding bercak putih
- Vitiligo
Pigmen kulit hilang total, warna kulit amat putih
- Ptiriasis versicolor
Punggung terdapat lesi berupa plak hipopigmentasi dengan skuama halus
-

berbatas jelas
ptyriasis alba
Macula bentuk bundar/oval dengan sisik, rasa raba normal

C. Diagnosis banding nodul


- Neurofibromatosis
Bercak coklat muda berbatas tegas yang sering timbul sejkalahir. Nodus dan
-

tumor bertangkai pada usia yang lebih lanjut tersebar luas tanpa rasa baal
Sarcoma Kaposi
Nodus lunak berwarna biru keunguan, lokalisata (terutama pada kaki),

pemeriksaan BTA (-)


Veruka vulgaris
Papul-papul di atas dengan permukaan kasar.

F. KLASIFIKASI
Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi penyakit kusta menurut WHO
adalah sebagai berikut:
Tabel tanda utama kusta pada tipe PB dan MB

Bila salah satu dari tanda utama MB ditemukan, maka pasien diklasifikasikan
sebagai kusta MB.
Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi penyakit
kusta adalah sebagai berikut:

30

Tabel Tanda lain untuk klasifikasi kusta

G. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Slit skin smear atau skin smear atau kerokan jaringan kulit adalah pemeriksaan
sediaan yang diperoleh lewat irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian

31

diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat Mycobacterium leprae. Pemeriksaan ini
beberapa tahun terakhir tidak diwajibkan dalam program Nasional. Namun demikian
menurut penelitian, pemeriksaan skin smear banyak berguna untuk mempercepat
penegakan diagnosis, karena 7-10% pasien yang dating dengan lesi PB, merupakan
pasien MB yang dini.
Pada pasien yang meragukan harus dilakukan pemeriksaan kerokan jaringan
kulit. Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas terlatih. Karena cara pewarnaan yang
sama dengan pemeriksaan TB. Maka pemeriksaan dapat dilakukan di Puskesmas
Rujukan Mikroskopis (PRM) yang memiliki tenaga serta fasilitas untuk pemeriksaan
BTA.
KETENTUAN LOKASI PENGAMBILAN KEROKAN JARINGAN KULIT
1. Ambillah kerokan jaringan dari 2 atau 3 tempat
a. Cuping telinga kanan dan kiri
b. Kelainan kulit (lesi) yang aktif
2. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif (lesi yan meninggi dan
berwarna kemerahan). Jika tidak ada lesi kulit yang sesuai, ambil smear dari
lokasi yang sebelumya diketahui atau lokasi dimana smear sebelumnya positif
3. Kulit muka sebaiknya dihindarkan karena alasan kosmetik, kecuali tidak
ditemukan kelainan kulit di tempat lain
4. Pemeriksan ulang dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan bila perlu
ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul
5. Sebaliknya petugas yang mengambil dan memeriksa sediaan apu tidak dilakukan
oleh orang yang sama. Hal ini untuk menjaga pengaruh gambaran klinis terhadap
hasil pemeriksaan bakteriologi.
PEMBACAAN HASIL PEMERIKSAAN
a. Indeks bateri (IB)
Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan apus. Guna IB
untuk membantu menentukan tipe kusta dan menilai hasil pengobatan. Penilaian
dilakukan menurut skala logaritma Ridley.

32

b. Indeks morfologi
Merupakan presentase basil kusta, bentuk utuh (solid) terhadap seluruh BTA.
Sebaiknya dicari lapangan pandang yang paling baik, artinya tidak ada
globus/clumps. Jika tidak ada, ambil lapangan pandang yang paling sedikit
mengandung globus/clumps. Apabila ditemukan globus/clumps jangan dihitung.

Indeks morfologi berguna untuk mengetahu daya penularan kuman juga untuk
menilai hasil pengobatan dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN


Pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan di rumah sakit rujukan yang memiliki
fasilitas terkait. Pemeriksaan tersebut, antara lain:
1. Histopatologi
2. Serologis
3. Polymerase chain reaction (PCR)
H. PENATALAKSANAAN
REGIMEN PENGOBATAN MDT
Kemoterapi kusta dimulai tahun 1949 dengan DDS sebagai obat tunggal
(monoterapi DDS). DDS harus diminum selama 3-5 tahun untuk PB, sedangkan
untuk MB 5-10 tahun, bahkan seumur hidup. Kekurangan monoterapi DDS adalah

33

terjadinya resistensi, timbulnya kuma persisters serta terjadinya pasien defaulter.


Pada tahun 1964 ditemukan resistensi terhadap DDS. Oleh sebab itu pada tahun 1982
WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT)
untuk tipe PB maupun MB.
Multi Drug Theraphy (MDT) adalah kombinasi dua atau lebih obat antikusta,
salah satunya rifampisin sebagai anti kusta yang bersifat bakterisikdal kuat,
sedangkan obat anti kusta lain bersifat bakteriostatik.
Berikut ini merupakan kelompok orang yang membutuhkan MDT:
1. Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah mendapat MDT
2. Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal di bawah ini:
a. Relaps
b. Masuk kembali setelah default (dapat PB maupun MB)
c. Pindahan (pindah masuk)
d. Ganti klasifikasi/tipe
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang direkomendasikan oleh
WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pasien pausibasiler (PB)
Dewasa
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan petugas)
- 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)
- 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke-2-28
- 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9
bulan.
2. Pasien multibasiler (MB)
Dewasa
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan petugas)
- 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)
- 3 tablet lamprene @100 mg (300 mg)
- 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke-2-28
- 1 tablet lamprene 50 mg
- 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama 12-18
bulan.
3. Dosis MDT PB untuk anak (umur 10-15 tahun)
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan petugas)
- 2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg
- 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Pengobatan harian : hari ke-2-28
- 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9
bulan.

34

4. Dosis MDT MB untuk anak (umur 10-15 tahun)


Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan petugas)
- 2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg
- 3 tablet lampren @ 50 mg (150 mg)
- 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Pengobatan harian : hari ke-2-28
- 1 tablet lamprene 50 mg selang sehari
- 1 tablet dapson/DDS 50 mg
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama 12-18
bulan.
Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister
Dosis anak disesuaikan dengan berat badan:
- Rifampisin : 10-15 mg/kgBB
- Dapson
: 1-2 mg/kgBB
- Lampren
: 1 mg/kgBB

Tabel Pedoman Praktis Dosis MDT bagi pasien kusta

35

MONITORING DAN EVALUASI PENGOBATAN


1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat
2. Apabila pasien terlambat mengambil obat, paling lama dalam 1 bulan harus
dilakukan pelacakan.
3. RFT dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium. Setelah RFT pasien dikeluarkan dari register kohort.
4. Pasien yang sudah RFT namun memiliki faktor resiko:
a. Cacat tingkat 1 atau 2
b. Pernah mengalami reaksi
c. BTA pada awal pengobatan positif >3 (ada nodul atau infiltrate)
Dilakukan pengamatan secara semi-aktif
5. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan 6 dosis (blister) dalam waktu 6-9
bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium.
6. Pasien MB yang telah mendapatkan pengobatan MDT 12 dosis (blister) dalam
waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium

36

7. Default
Jika seorang pasien PB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 3 bulan dan
pasien MB lebih dari 6 bulan secara kumulatif (tidak mungkin baginya untuk
menyelesaikan pengobatan sesuai waktu yang ditetapkan), maka yang
bersangkutan dinyatakan default.
Tindakan bagi pasien defaulter:
a. Dikeluarkan dari register ohort
b. Bila kemudian dating kembali, lakukan pemeriksaan klinis ulang dengan
teliti. Bila hasil pemeriksaan:
1) Ditemukan tanda-tanda klinis yang aktif
(a) Kemerahan/peninggian dari lesi lama di kulit
(b) Adanya lesi baru
(c) Adanya pembesaran saraf yang baru
Maka pasien mendapat pengobatan MDT ulang sesuai klasifikasi
saat itu.
2) Bila tidak ada tanda-tanda aktif maka pasien tidak perlu diobati lagi.
Ada kalanya jika pasien yang setelah dinyatakan default kemudian
diobati kembali, tetapi tetap belum memahami tujuan pengobatan
sehingga ia berhenti atau tidak lagi mengambil obatnya sampai lebih
dari 3 bulan maka dinyatakan default kedua. Pasien default kedua tidak
dikeluarkan dari register kohort, dan hanya dilanjutkan pengobatan yang
tersisa hingga lengkap. Untuk pasien dengan default lebih dari 2 kali,
diperlukan tindakan dan penanganan khusus.
8. Relaps/kambuh
Pasien dinyatakan relaps bila setelah RFT timbul lesi baru pada kulit. Untuk
menyatakan relaps harus dikonfirmasi kepada wasor atau dokter kusta yang
memiliki kemampuan klinis dalam mendiagnosis relaps. Untuk relaps MB, jika
pada pemeriksaan ulang BTA seteah RFT terjadi peningkatan Indeks Bakteri 2+
atau lebih bila dibandingkan dengan saat diagnosis. Pasien tersangka relasp
sebaiknya dikonsultasikan/dirujuk untuk mendapat kepastian diagnosis sebelum
diobati
Untuk orang yang pernah mendapat pengobatan dapson monoterapi (sebelum
diperkenalkan MDT) bila tanda kusta aktif muncul kembali, maka pasien
tersebut dimasukkan dalam kategori relaps dan diberi MDT.
9. Indikasi pengeluaran pasien dari register kohort adalah: RFT, meninggal,
pindah, salah diagnosis, ganti klasifikasi, default.
10. Pada keadaan-keadaan khusus (misalnya akses yang sulit ke pelayanan
kesehatan) dapat diberikan sekaligus beberapa blister disertai dengan

37

penyuluhan lengkap mengenai efek samping, tanda-tanda reaksi, agar


secepatnya kembali ke pelayanan kesehatan.
I. REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan yang
sangat kronis. Reaksi kusta merupakan reaksi hipersensitivitas, yaitu hipersensitivitas
seluler (reaksi tipe 1/reaksi reversal), saat terjadinya peningkatan cellular-mediated
immunity (CMI) atau hipersensitivitas humoral (reaksi tippe 2/eritema nodosum
leprosum). Bila reaksi tidak didiagnosis dan diobati secara cepat dan tepat maka
dapat berakibat merugikan pasien. Jika reaski mengenai saraf tepi akan menyebabkan
gangguan fungsi saraf yang akhirnya dapat menyebabkan cacat.
Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama
atau setelah pengobatan. Penyebab pasti terjadinya reaksi masih belum jelas.
Diperkirakan sejumlah faktor pencetus memegang peranan penting.
Tabel Faktor pencetus reaksi tipe 1 dan tipe 2

J. PENCEGAHAN KECACATAN
Ada 2 jenis cacat kusta, yaitu cacat primer yang disebabkan langsung oleh aktivitas
penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M.leprae, sepertu
anestesi, claw hand dan kulit kering; sedangkan cacat sekunder terjadi akibat cacat
primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf seperti ulkus dan kontraktur.

38

Gambar proses terjadinya kecacatan


Sesuai patogenesisnya, susunan saraf yang terkena akibat penyakit ini adalah
susunan saraf perifer, terutama beberapa saraf, seperti saraf fasialis, radialis, ulnaris,
medianus, poplitea lateralis (peroneus communis) dan tibialis posterior. Kerusakan
fungsi sensoris, motoris, maupun otonom dari saraf-saraf tersebut secara spesifik
memperlihatkan gambaran kecacatan yang khas.
UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN
Komponen pencegahan cacat:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Penemuan dini pasien sebelum cacat


Pengobatan pasien dengan MDT-WHO sampai RFT
Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf secara rutin
Penanganan reaksi
Penyuluhan
Perawatan diri
Penggunaan alat bantu
Rehabilitasi medis (antara lain operasi rekonstruksi)

39

BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :

Ny. D (33 tahun), dicurigai menderita penyakit kusta (Morbus Hansen)

2. Segi Psikologis :

Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang terjalin


cukup akrab, harmonis, dan hangat.

Pengetahuan penderita dan keluarga akan penyakit kusta yang masih kurang
yang berhubungan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah.

Tingkat pemahaman dalam mengkonsumsi obat kurang baik dan


berpengaruh terhadap tingkat penyembuhan penyakit tersebut.

B. SARAN
1. Untuk masalah medis kusta dilakukan langkah-langkah :

Promotif : Edukasi penderita dan keluarga mengenai kusta dan pengobatannya oleh
petugas kesehatan atau dokter yang menangani.

Preventif : penderita diharapkan agar mengerti cara pencegahan penularan kusta


ini, agar tidak menular ke anggota keluarga lainnya. Selain itu, penderita harus

40

mampu menjaga kebersihan personal dan lingkungannya untuk menghindari infeksi


dari penyakit ini. Penderita yang sudah terdiagnosis kusta harus rajin kontrol ke
puskesmas untuk memantau perkembangan penyakitnya agar tidak terjadi
komplikasi yang lebih parah sehingga terjadi kecacatan pada penderita.

Kuratif : saat ini mendapat pengobatan MDT selama 12-18 bulan

Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri Ny. R sehingga tetap memiliki


semangat untuk sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasa.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Massone C, Nunzi E. Leprosy: A Practical guide. Italia: Springer; 2012


Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Kementrian

3.
4.

Kesehatan RI; 2012


Sehgal VN.Clinical Leprosy. New Delhi: Jaypee; 2004.
Guide to Eliminate Leprosy as a Public Health Problem. Geneva: WHO; 2000

41

Lampiran

42

43

You might also like