Professional Documents
Culture Documents
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus suspek kusta yang diambil dari seorang
penderita berjenis kelamin perempuan, berusia 33 tahun. Penderita bertempat tinggal di
desa Wage wilayah kerja Puskesmas Medaeng. Mengingat kasus ini merupakan penyakit
menular yang masih sering ditemukan di masyarakat dan dapat menimbulkan keresahan
bagi masyarakat sekitar maka pentingnya informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk
menghindari kesalahan dalam pencegahan penularan, pengobatan dan rehabilitasi
penderita.
Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan
mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. D
Umur
: 33 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Agama
: Islam
Alamat
Suku
: Jawa
Tanggal periksa
: 10 September 2013
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
: Timbul bercak merah di kulit
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita mengeluh timbul bercak kemerahan di kedua tangan, dada dan
punggungnya. Bercak menimbul dan terasa gatal terutama saat berkeringat,
awalnya bercak muncul di tangan dan wajah sejak lima hari yang lalu, kemudian
bercak semakin menyebar dan bibir terasa tebal. Selain itu pasien juga mengeluh
rasa seperti tertusuk-tusuk pada lengannya. Sebelumnya penderita makan kerang
bersama suaminya.
: tidak ada
: tidak ada
Riwayat asma
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Riwayat hipertensi
: tidak ada
: tidak ada
Riwayat alergi
- Riwayat merokok
: disangkal
: jarang
- Riwayat kebersihan
:Penderita
kebersihan,
senang
baik
dengan
kebersihan
2. Kepala
: sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok, rambut
alis tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok di
kepala (-)
3. Mata
4. Hidung
5. Telinga
6. Mulut
7. Tenggorokan
8. Pernafasan
: sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah (-)
9. Kadiovaskuler
10. Gastrointestinal
: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-),
nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria
: BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa, nyeri saat
BAK(-)
12. Neuropsikiatri
: Neurologik
Psikiatrik
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas
: Atas
Tanda vital
Nadi
: 96 x/ menit
Pernafasan : 20 x/ menit
Suhu
: 36,5 C
Tensi
: 120/80 mmHg
Status Gizi (Kurva NCHS)
BB
: 50 kg
TB
: 158 cm
TB/U x 100% = 5,214
BB/U x 100% = 1,51
BB/TB x 100% = 20,88
Status Gizi : baik
3. Kulit
Warna
Kepala
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea
(+/+),
wama
kelopak
(coklat
kebitaman),
katarak
(-/-),
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah
hiperemis (-), tremor (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga
dalam batas normal
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (+)
10. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor : I : ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis teraba di
P: batas kiri
batas kanan
11. Abdomen
I : flat
A : bising usus (+) normal
P : timpani seluruh lapang perut
P:
oedem
Fungsi Vegetatif
Fungsi Sensorik
Fungsi motorik
Afek
: appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
isi
arus
: koheren
Insight : baik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikroskopis BTA dari kerokan jaringan kulit
G. RESUME
Seorang perempuan 33 tahun dengan keluhan bercak kemerahan di kulit tangan
dan badan. Bercak tersebut terasa gatal dan dirasakan sejak lima hari yang lalu.
Sebelumnya penderita ada riwayat makan kerang. Tidak ada kontak dengan penderita
kusta.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, compos mentis, status
gizi cukup. Tanda vital T: 120/80 mmHg, N: 96 x/menit, RR: 20 x/menit, S:36,5C,
BB:58 kg, TB:159 cm, status gizi : Gizi cukup. Dari pemeriksaan fisik tampak lesi plak
hiperemis yang meninggi batas tidak jelas, dengan bagian tengah lebih pucat pada
region antebrachii, brachii dan thorax. Dari hasil kerokan jaringan kulit pemeriksaan
mikroskopis mendapatkan hasil BTA (+).
H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Suspek Morbus Hansen Tipe Multibasiler
Diagnosis banding : Urtikaria, dermatitis alergika
I. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
Penderita diberi penjelasan bahwa ia dicurigai menderita penyakit kusta, namun
penderita tidak perlu takut karena penyakit ini dapat disembuhkan. Untuk
memastikannya penderita harus dipantau dan kontrol bercak kemerahan tersebut
apakah segera menghilang atau menetap. Bila segera bercak segera menghilang,
kemungkinan penyebab lain dari penyakit ini adalah karena reaksi alergi. Setelah
beberapa hari, diharapkan untuk pemeriksaan mikroskopis BTA ulang untuk
memastikan penyakit yang diderita. Selama pemantauan penyakit, penderita
diharapkan untuk mengkonsumsi obat yang diberikan sesuai dengan anjuran petugas
kesehatan mengingat dampak berbahaya dari penyakit ini jauh lebih besar daripada
kesalahan mendiagnosis. Pencegahan merupakan hal terpenting dalam penyakit ini,
termasuk pencegahan perkembangan penyakit menjadi lebih parah yang mungkin akan
menimbulkan kecacatan bagi penderita. Bila terjadi kesulitan dalam menegakkan
diagnosis kusta diharapkan penderita untuk dirujuk ke dokter spesialis kulit.
Medikamentosa
Obat Anti kusta dari puskesmas yang terdiri atas :
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan petugas)
- 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)
- 3 tablet lamprene @100 mg (300 mg)
- 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke-2-28
- 1 tablet lamprene 50 mg
- 1 tablet dapson/DDS 100 mg
Pengobatan dilakukan selama 12-18 bulan
J. FOLLOW UP
Tanggal 12 September 2013
S : Penderita mengatakan bahwa ia sudah memeriksakan penyakitnya ke dokter
umum, dan dikatakan bahwa ia menderita alergi dan diberi obat dexametason
dan paracetamol. Penderita dan keluarga menyangkal bahwa dirinya menderita
penyakit kusta, penderita tidak mau minum obat dari puskesmas
O : KU sedang, compos mentis, gizi cukup
Tanda vital :
T : 110/70mmHg
R :20x/menit
N :104/menit
S :36,5C
T : 120/80 mmHg
R :20x/menit
N : 98x/menit
S : 36,4C
: Ny. D
TGL
Tensi
mm
Hg
BB
Kg
TB
Cm
Status
Gizi
Anaesthesia/
hiposthesia
Lesi
KET
Lesi menimbul
10-9-2013 120/80
50
15
Cukup
dan berwarna
merah
Lesi mulai
12-9-2013 110/80
50
159
Cukup
memudar dan
mendatar
Lesi semakin
14-9-3013 120/80
50
159
Cukup
memudar dan
kulit mengelupas
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita, suami penderita (Tn. A, 33 tahun), anak
penderita (An. K, 6 tahun dan An. S, 5 bulan), mertua (Tn.SA, 70 tahun, Ny.SU, 65
tahun), kakak ipar ( Ny. I, 37 tahun) dan suami kakak ipar (Tn. SN, 37 tahun)
beserta anaknya, (An. F, 2 tahun). Penderita tinggal satu rumah bersama suami,
anak, mertua, kakak ipar dan suami kakak ipar, dan keponakan.
10
2. Fungsi Psikologi.
Hubungan keluarga terjalin cukup akrab, antara penderita dengan suaminya,
suami memberikan dukungan dan perhatian kepada penderita walaupun di tengah
kesibukan suami mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Suami tidak pernah
bersikap kasar terhadap penderita. Anak-anak penderita berada dalam asuhan
penderita dibantu oleh kakak ipar penderita, mereka sering berbincang-bincang dan
berbagi pengalaman selama menjaga anak-anak dan toko kecil-kecilan di samping
rumahnya. Suami kakak ipar bekerja di luar kota dan pulang setiap tiga hari sekali,
penderita jarang bertemu dengannya. Hubungan penderita dengan mertua selama
ini masih baik dan tidak pernah ada perselisihan. Mertua mendukung penderita dan
memberikan nasehat-nasehat kepada penderita. Setiap penderita atau anaknya sakit,
mertua selalu memberikan saran untuk memeriksakan kesehatannya di pelayanan
kesehatan.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara musyawarah
dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong baik fisik,
mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya yang menderita kesusahan.
Penghasilan mereka cukup, dan mereka hidup bahagia dan memasrahkan semuanya
kepada Tuhan.
3. Fungsi Sosial
Dalam masyarakat penderita dan keluarganya hanya sebagai anggota
masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat.
Karena kesibukan mencari nafkah, suami penderita kurang aktif di masyarakat,
namun ia masih meluangkan waktu untuk datang bila ada tetangga yang ada
hajatan. Penderita sudah mulai terbiasa dengan lingkungan di masyarakat sekitar,
penderita bergaul akrab dengan ibu-ibu di posyandu saat memeriksakan anaknya,
mengingat penderita baru beberapa bulan pindah di wilayah desa tersebut. Tetangga
cukup mengenal penderita, penderita merupakan orang yang mudah bersosialisasi
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari gaji suami yang bekerja sebagai pegawai
swasta yang bertugas menghantarkan barang ke Juanda ditambah dengan
penghasilan toko dengan total penghasilan sebesar Rp 2.800.000,00 per bulannya.
Dari penghasilan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
rumah, mertua, dan anak pasien. Kakak ipar pasien mendapat penghasilan dari gaji
11
suaminya yang bekerja di luar kota, kedua keluarga kecil ini saling membantu
untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh anggota keluarga dan biaya operasional
rumah. Jika ada sisa uang, suami penderita akan menyisihkannya untuk ditabung
untuk biaya-biaya mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain-lain).Untuk
keperluan air keluarga menggunakan air PDAM. Di rumah penderita memasak
menggunakan kompor gas. Makan sehari-hari lauk pauk, kadang ikan laut, buah
dan frekuensi makan kadang-kadang 3-4 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa
berobat ke puskesmas, dan penderita sudah mempunyai kartu sehat
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita sering menceritakan masalahnya kepada anggota keluarga dan ia
tidak suka memendamnya sendiri.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah keluarga, penderita pertama kali membicarakannya
kepada suaminya dan bila suami sedang tidak di rumah, orang terdekat yang sering
diajak penderita untuk mendengarkan masalahnya adalah kakak ipar.Penyakitnya ini
membuat seluruh anggota keluarga resah dan takut, namun mereka tetap mendukung
penderita dan memberikan motivasi agar sembuh dari penyakitnya. Kakak ipar
penderita merupakan orang yang sering mengantar penderita ke puskesmas berhubung
suami penderita cukup sibuk dengan pekerjaannya. Awalnya keluarga menyangkal dan
tidak mau menerima bahwa penderita berpenyakit menular, suami penderita
menyuruhnya untuk memeriksakan ke dokter lain karena takut dikucilkan masyarakat.
Setelah mendapat penjelasan mengenai penyakit yang diderita istrinya, bahwa penyakit
ini perlu pemantauan lebih lanjut dan untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan
ulang. Diharapkan keluarga tidak terlalu mencemaskan penyakit ini, karena lebih baik
mencegah daripada terjadi keterlambatan pengobatan yang mengakibatkan kecacatan
yang tidak diinginkan. Dan akhirnya keluarga mau menerima bahwa semua ini demi
kepentingan penderita dan keluarganya. Keluarga berencana untuk memeriksakan
kembali ke puskesmas untuk memastikan penyakitnya. Hal ini akan menumbuhkan
kepercayaan keluarga, dan mempengaruhi kepatuhan untuk mengkonsumsi obat.
12
PARTNERSHIP
Ny. R mengerti bahwa ia adalah panutan dan sebagai orang tua yang disayangi
oleh anak-anaknya. Selain itu keluarganya meyakinkannya bahwa pasien bisa
melakukan aktifitas sehari-hari, komunikasi antar anggota keluarga masih berjalan
dengan baik.
GROWTH
Ny. D sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun
kadang ia merasa takut dikucilkan orang.
AFFECTION
Ny. D merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan suami dan anakanaknya cukup. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah. pasien menyayangi
keluarganya, begitu pula sebaliknya.
RESOLVE
Ny. D merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari
suaminya dan anak-anaknya walaupun waktu yang tersedia tidak banyak karena suami
penderita harus bekerja dengan jadwal yang tidak tetap.
Sering/
selalu
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga
Kadangkadang
Jarang/tidak
sayangnya
Sering/
selalu
Kadangkadang
Jarang/tidak
13
waktu bersama-sama
Sering/
selalu
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga
Kadangkadang
Jarang/tidak
waktu bersama-sama
14
Kadangkadang
Jarang/tidak
waktu bersama-sama
Sering/
selalu
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga
Kadangkadang
Jarang/tidak
15
waktu bersama-sama
C. SCREEM
SUMBER
Sosial
PATHOLOGY
KET
Interaksi sosial yang baik antar anggota _
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup meskipun
banyak keterbatasan.
Cultural
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya _
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan seharihari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih
diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang
bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan
Religius
Pemahaman agama cukup, hal ini dapat dilihat Agama menawarkan pengalamandari penderita dan orang tua sering
spiritual yang baik untukmenjalankan ibadah.
ketenangan individu yang tidak
didapatkan dari yang lain
16
Ekonomi
Medical
Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan puskesmasyang lebih baik Dalam mencari pelayanan
memberikan perhatian khususkesehatan keluarga ini biasanya menggunakan
terhadap kasus penderita
Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena
letaknya dekat.
Edukasi
Keterangan
Edukasi (+) artinya keluarga Ny. D juga menghadapi permasalahan dalam bidang
pendidikan. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan dan pola berpikir dari
anggota keluarga Ny. D.
Ekonomi (+) artinya keluarga Ny. D menghadapi permasalahan ekonomi yang
kurang, sehingga pemenuhan kebutuhan hidup sangat sulit.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap
Bentuk Keluarga
Extended Family
17
18
Hubungan antara Ny. D, suami, mertua, kakak ipar, anak dan keponakan baik
dan dekat. Antara kedua dan anak ketiga baik. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi
konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.
F. PERTANYAAN SIRKULER
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh suami penderita ?
Jawab : suami akan merawat dan menjaga penderita
2. Ketika suami penderita bertindak seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga
lainnya ?
Jawab : turut membantu dan saling mendukung.
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan ?
Jawab : Tn. A
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita ?
Jawab : Tn. A
5. Selanjutnya siapa ?
Jawab : kakak ipar, Ny. I
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita ?
Jawab : Tidak ada
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien ?
Jawab : Tidak ada
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya ?
Jawab : Tidak ada
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG
19
MEMPENGARUHI KESEHATAN
20
sebagian besar terbuat dari keramik. Ventilasi dan penerangan rumah cukup. Atap
rumah tersusun dari genteng dan ditutup langit-langit. Masing-masing kamar memiliki
dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari batu bata dan dicat.
Perabotan rumah tangga cukup. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga
21
ini berasal dari PDAM namun untuk kegiatan mencuci menggunakan air dari sumur
yang ada di belakang rumah. Secara keseluruhan kebersihan rumah cukup. Sehari-hari
keluarga memasak menggunakan kompor gas LPG 3 kg.
Denah Rumah :
Keterangan:
:
Satu Pintu
Tembok Bata
Teras
Jendela
BAB IV
DAFTAR MASALAH
22
1. Masalah Aktif :
a. Suspek Morbus Hansen tipe Multibasiler dd dermatitis alergika
2. Faktor resiko:
a. Riwayat atopik dari penderita dan ibu penderita
b. Kurangnya pengetahuan penderita dan keluarga mengenai penyakit yang
dialami penderita
c. Sikap penderita yang tidak mematuhi anjuran petugas kesehatan
d. Rendahnya tingkat ekonomi keluarga
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan
faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
Riwayat
atopik dari ibu
penderita
Rendahnya
tingkat
ekonomi
keluarga
Suspek Morbus
Hansen dd
dermatitis alergi
Kurangnya
pengetahuan
penderita dan
keluarga
mengenai
penyakit yang
diderita
Sikap penderita
yang tidak
mematuhi anjuran
petugas kesehatan
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
23
membangun
semangat
hidupnya
sehingga
bisa
24
dan juga
kelembaban udara sekitar rumah agar tidak menimbulkan sumber penyakit, selain
itu pencegahan penularan dari penderita ke anggota keluarga yang lain. Penderita
diharapkan untuk kontrol ke puskesmas, untuk memantau perkembangan
penyakitnya sehingga dapat mencegah komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit Kusta di masyarakat
dapat diluruskan.
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
25
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh suatu basilus,
Mycobacterium leprae. meresahkn masyarakat. Penyakit ini menimbulkan berbagai
permasalahan, baik sosial, ekonomi, budaya dan mempengaruhi derajat kesehatan di
Indonesia. Hal ini sangat meresahkan masyarakat.
Penyakit kusta umumnya terdapat di negara-negara berkembang yang tingkat
kesehatan, pendidikan, dan sosioekonominya masih sangat rendah. Hampir 182.000
orang, terutama di Asia dan Afrika terinfeksi pada awal 2012, dengan perkiraan
219.000 kasus baru dilaporkan selama 2011.
M.leprae berkembang dengan sangat lambat dan masa inkubasinya sekitar lima
tahun. Penyakit ini menular melalui droplet, dari hidung, mulut selama kontak dekat
dan sering dengan kasus yang tidak diobati. Bila tidak diobati hal ini dapat
menyebabkan kerusakan kulit, saraf, anggota gerak, dan mata yang progresif dan
permanen.
Untuk itu, pentingnya diagnosis dini dan pengobatan dengan Multi Drug
Therapy (MDT) masih menjadi kunci dalam menghilangkan penyakit ini sebagai
suatu perhatian kesehatan masyarakat.
B. EPIDEMIOLOGI
Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2011 adalah sekitar 219.075. Dari
jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (160.132) diikuti
regional Amerika (36.832), regional Afrika (12.673), dan sisanya berada di regional
lain di dunia. Hampir 182.000 orang, terutama di Asia dan Afrika terinfeksi pada
awal 2012.
26
C. ETIOLOGI
Organisme penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae (M.leprae).
Kuman ini merupakan suatu organism parasit yang bersifat intraseluler obligat,
diidentifikasi pada tahun 1873 oleh seorang dokter yang berasal dari Norwegia,
Gehard Henrik Armauer Hansen.
M. leprae ini merupakan organism yang tumbuh lambat lambat dan cepat dalam
kondisi asam (acid-fast), basil gram positif, dan
panjangnya kurang lebih 1-8 m dan diameter 0,3-0,6 m, dengan sisi parallel dan
membulat pada ekornya. Kuman kusta secara umum mengenai kulit, saraf tepi,
mukosa saluran pernapasan atas dan mata. Kuman ini cepat berkembangbiak dalam
area yang lebih dingin pada tubuh seperti lobus telinga, wajah (dahi, hidung, region
zigoma, dagu), tangan, kaki, pantat, testis, limfonodi superficial dan saraf perifer.
Mycobacterium leprae dapat bertahan hidup di luar host manusia, dalam kondisi
lingkungan yang disukai ( kelembaban yang tinggi dan perlindungan dari sinar UV),
selama lebih dari 1 bulan.
Kuman kusta memiliki masa inkubasi yang tidak dapat ditentukan bervariasi dari
beberapa bulan hingga beberapa tahun.
PINTU MASUK (PORT OF ENTRY)
Pintu masuk utama kuman pathogen ini adalah: mukosa saluran pernapasan atas dan
lesi pada kulit. Penelitian lain menunjukkan bahwa saluran pencernaan juga dapat
sebagai pintu masuk kuman.
PENULARAN
Penyakit kusta ini menular dari manusia ke manusia dengan kontak erat dan sering
terhadap individu yang menderita kusta. Namun, kadang suatu kontak cepat dapat
menyebabkan penularan penyakit. Sebagai tambahan, jarum yang terinfeksi, jarum
27
untuk tattoo, dan vaksinasi juga menularkan penyakit ini. Penyakit ini menular
melalui droplet, dari hidung, mulut selama kontak dekat dan sering dengan kasus
yang tidak diobati.
D. DIAGNOSIS
Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae ) yang bersifat intraseluler obligat. Saraf tepi/perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa saluran nafas bagian atas, kemudian
dapat ke organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Atas dasar definisi tersebut,
maka untuk mendiagnosis kusta dicarikan kelainan yang berhubungan dengan
gangguan saraf tepid an kelainan yang tampak pada kulit.
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau
tanda cardinal (cardinal signs), yaitu:
1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau
kemerahan (eritema) yang mati rasa (anestesi)
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan saraf.
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan saraf tepi
(neuritis perifer) kronis.
Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa
a. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan (paresis) atau kelumpuhan
(paralisis) otot
c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak-retak
3. Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (slit skin
smear)
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilaman terdapat satu dari tanda-tanda
utama di atas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat di diagnosis dengan
pemeriksaan klinis. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua, perlu dirujuk
kepada wasor atau ahli kusta. Jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai
penderita yang dicurigai kusta (suspek).
TANDA-TANDA TERSANGKA KUSTA
1. Tanda-tanda pada kulit
a. Bercak kulit yang merah atau putih (gambaran yang paling sering ditemukan)
dan atau plakat pda kulit, terutama di wajah dan telinga
b. Bercak kurang/mati rasa
c. Bercak yang tidak gatal
d. Kulit mengkilap atau kering bersisik
e. Adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat dan atau tidak berambut
f. Lepuh tidak nyeri
2. Tanda-tanda pada saraf
28
29
Dermatitis seboroik
Lesi di daerah sebore (berminyak) dengan sisik kuning berminyak, gatal,
berbatas jelas
ptyriasis alba
Macula bentuk bundar/oval dengan sisik, rasa raba normal
tumor bertangkai pada usia yang lebih lanjut tersebar luas tanpa rasa baal
Sarcoma Kaposi
Nodus lunak berwarna biru keunguan, lokalisata (terutama pada kaki),
F. KLASIFIKASI
Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi penyakit kusta menurut WHO
adalah sebagai berikut:
Tabel tanda utama kusta pada tipe PB dan MB
Bila salah satu dari tanda utama MB ditemukan, maka pasien diklasifikasikan
sebagai kusta MB.
Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi penyakit
kusta adalah sebagai berikut:
30
G. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Slit skin smear atau skin smear atau kerokan jaringan kulit adalah pemeriksaan
sediaan yang diperoleh lewat irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian
31
diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat Mycobacterium leprae. Pemeriksaan ini
beberapa tahun terakhir tidak diwajibkan dalam program Nasional. Namun demikian
menurut penelitian, pemeriksaan skin smear banyak berguna untuk mempercepat
penegakan diagnosis, karena 7-10% pasien yang dating dengan lesi PB, merupakan
pasien MB yang dini.
Pada pasien yang meragukan harus dilakukan pemeriksaan kerokan jaringan
kulit. Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas terlatih. Karena cara pewarnaan yang
sama dengan pemeriksaan TB. Maka pemeriksaan dapat dilakukan di Puskesmas
Rujukan Mikroskopis (PRM) yang memiliki tenaga serta fasilitas untuk pemeriksaan
BTA.
KETENTUAN LOKASI PENGAMBILAN KEROKAN JARINGAN KULIT
1. Ambillah kerokan jaringan dari 2 atau 3 tempat
a. Cuping telinga kanan dan kiri
b. Kelainan kulit (lesi) yang aktif
2. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif (lesi yan meninggi dan
berwarna kemerahan). Jika tidak ada lesi kulit yang sesuai, ambil smear dari
lokasi yang sebelumya diketahui atau lokasi dimana smear sebelumnya positif
3. Kulit muka sebaiknya dihindarkan karena alasan kosmetik, kecuali tidak
ditemukan kelainan kulit di tempat lain
4. Pemeriksan ulang dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan bila perlu
ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul
5. Sebaliknya petugas yang mengambil dan memeriksa sediaan apu tidak dilakukan
oleh orang yang sama. Hal ini untuk menjaga pengaruh gambaran klinis terhadap
hasil pemeriksaan bakteriologi.
PEMBACAAN HASIL PEMERIKSAAN
a. Indeks bateri (IB)
Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan apus. Guna IB
untuk membantu menentukan tipe kusta dan menilai hasil pengobatan. Penilaian
dilakukan menurut skala logaritma Ridley.
32
b. Indeks morfologi
Merupakan presentase basil kusta, bentuk utuh (solid) terhadap seluruh BTA.
Sebaiknya dicari lapangan pandang yang paling baik, artinya tidak ada
globus/clumps. Jika tidak ada, ambil lapangan pandang yang paling sedikit
mengandung globus/clumps. Apabila ditemukan globus/clumps jangan dihitung.
Indeks morfologi berguna untuk mengetahu daya penularan kuman juga untuk
menilai hasil pengobatan dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.
33
34
35
36
7. Default
Jika seorang pasien PB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 3 bulan dan
pasien MB lebih dari 6 bulan secara kumulatif (tidak mungkin baginya untuk
menyelesaikan pengobatan sesuai waktu yang ditetapkan), maka yang
bersangkutan dinyatakan default.
Tindakan bagi pasien defaulter:
a. Dikeluarkan dari register ohort
b. Bila kemudian dating kembali, lakukan pemeriksaan klinis ulang dengan
teliti. Bila hasil pemeriksaan:
1) Ditemukan tanda-tanda klinis yang aktif
(a) Kemerahan/peninggian dari lesi lama di kulit
(b) Adanya lesi baru
(c) Adanya pembesaran saraf yang baru
Maka pasien mendapat pengobatan MDT ulang sesuai klasifikasi
saat itu.
2) Bila tidak ada tanda-tanda aktif maka pasien tidak perlu diobati lagi.
Ada kalanya jika pasien yang setelah dinyatakan default kemudian
diobati kembali, tetapi tetap belum memahami tujuan pengobatan
sehingga ia berhenti atau tidak lagi mengambil obatnya sampai lebih
dari 3 bulan maka dinyatakan default kedua. Pasien default kedua tidak
dikeluarkan dari register kohort, dan hanya dilanjutkan pengobatan yang
tersisa hingga lengkap. Untuk pasien dengan default lebih dari 2 kali,
diperlukan tindakan dan penanganan khusus.
8. Relaps/kambuh
Pasien dinyatakan relaps bila setelah RFT timbul lesi baru pada kulit. Untuk
menyatakan relaps harus dikonfirmasi kepada wasor atau dokter kusta yang
memiliki kemampuan klinis dalam mendiagnosis relaps. Untuk relaps MB, jika
pada pemeriksaan ulang BTA seteah RFT terjadi peningkatan Indeks Bakteri 2+
atau lebih bila dibandingkan dengan saat diagnosis. Pasien tersangka relasp
sebaiknya dikonsultasikan/dirujuk untuk mendapat kepastian diagnosis sebelum
diobati
Untuk orang yang pernah mendapat pengobatan dapson monoterapi (sebelum
diperkenalkan MDT) bila tanda kusta aktif muncul kembali, maka pasien
tersebut dimasukkan dalam kategori relaps dan diberi MDT.
9. Indikasi pengeluaran pasien dari register kohort adalah: RFT, meninggal,
pindah, salah diagnosis, ganti klasifikasi, default.
10. Pada keadaan-keadaan khusus (misalnya akses yang sulit ke pelayanan
kesehatan) dapat diberikan sekaligus beberapa blister disertai dengan
37
J. PENCEGAHAN KECACATAN
Ada 2 jenis cacat kusta, yaitu cacat primer yang disebabkan langsung oleh aktivitas
penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M.leprae, sepertu
anestesi, claw hand dan kulit kering; sedangkan cacat sekunder terjadi akibat cacat
primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf seperti ulkus dan kontraktur.
38
39
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :
2. Segi Psikologis :
Pengetahuan penderita dan keluarga akan penyakit kusta yang masih kurang
yang berhubungan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah.
B. SARAN
1. Untuk masalah medis kusta dilakukan langkah-langkah :
Promotif : Edukasi penderita dan keluarga mengenai kusta dan pengobatannya oleh
petugas kesehatan atau dokter yang menangani.
40
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
41
Lampiran
42
43