You are on page 1of 71

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu jenis penyakit yang saat
ini banyak diteliti dan dihubungkan dengan gaya hidup seseorang. Penyakit
ini merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia (WHO, 2013). Data
yang diterbitkan oleh WHO tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 17.3
miliar orang di dunia meninggal karena penyakit kardiovaskuler dan
diperkirakan akan mencapai 23.3 miliar penderita yang meninggal pada tahun
2020. Indonesia menempati urutan nomer empat negara dengan jumlah
kematian terbanyak akibat penyakit kardiovaskuler (WHO, 2013). Salah satu
penyakit kardiovaskuler yang banyak di derita di Indonesia adalah penyakit
CHF, atau disebut Congestive Heart Failure (CHF).
Chronic Heart Failure (CHF) merupakan hasil dari suatu kondisi
fisiologis ketika jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. CHF sebenarnya merupakan
kumpulan gejala atau sindrom klinis kompleks yang merupakan hasil akhir
dari setiap gangguan struktur jantung atau fungsi yang menurunkan nilai
struktural atau fungsional pengisian ventrikel atau pemompaan darah
sehingga merusak kemampuan pemompaan jantung(Jane, 2012; Yancy, et al.,
2013). CHF dapat terjadi karena perubahan fungsi sistolik dan diastolik
ventrikel kiri (Black & Hawks, 2009). Di Amerika serikat sebanyak 5,1 miliar
penduduk menderita penyakit Chronic Heart Failure (CHF). Hampir 50 %
pasien dengan Chronic Heart Failure (CHF) meninggal dalam waktu 5 tahun
setelah didiagnosa penyakit CHF (Center of Disease Control and Prevention,
2014). Di Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 17,3 juta
kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta kematian
tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun. Terjadinya kematian dini yang
disebabkan oleh penyakit jantung berkisar sebesar 4% di negara
berpenghasilan tinggi, dan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah.
Kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung pembuluh darah, terutama
penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat

mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, 2014).
CHF merupakan kondisi yang berefek pada kehidupan yang dijalani
pasien setiap hari. Komplesitas etiologi dan faktor resiko CHF menyebabkan
perubahan secara patofisiologi yaitu terjadinya kerusakan pada kontraktilitas
ventrikel, peningkatan afterload dan gangguan pengisian diastolik yang
berefek pada penurunan cardiac output. CHF dapat terjadi karena gangguan
mekanisme yang mana dapat berasal dari dalam jantung itu sendiri (intrinsik),
dan faktor luar (ekstrinsik) yang mempengaruhi kerja jantung. Kondisi yang
paling sering menyebabkan CHF adalah kelainan struktur dan fungsi jantung
yang mengakibatkan kegagalan fungsi sistolik ventrikel kiri (Cowie & Kirby,
2008) berbagai gejala dan tanda yang dialami klien CHF dyspnea dan
kelemahan, kurangnya toleransi terhadap aktivitas, retensi cairan, kongestif
pulmonal dan edema peripheral. Beberapa gejala lain yang muncul akibat
heart failure adalah, dan mual dan kurang nafsu makan. (American Heart
Association, 2012; Jane, 2012). Diperkirakan sekitar 90% pasien mengalami
gejala fisik seperti sesak nafas dan kelelahan.
Gejala yang timbul akibat perubahan struktur dan fungsi jantung akan
berdampak secara langsung pada status fungsional pasien itu sendiri.
Keterbatasan fungsional menjadi suatu hal yang sering terjadi pada pasien
CHF. Status fungsional yang rendah akan mempengaruhi kemampuan klien
untuk melakukan self care. Hal ini yang membuat CHF selalu
dikarakteristikkan dengan angka kematian yang tinggi, menyebabkan
hospitalisasi yang tinggi , kualitas hidup yang menurun dan angka kesakitan
yang multipel dan membutuhkan regimen terapeutik yang kompleks.
Dengan melihat hal diatas jelas bahwa CHF menyebabkan morbilitas
dan mortalitas yang tinggi jika tidak ditangani dengan segera akan
menimbulkan

masalah

kesehatan

yang

dapat

berdampak

secara

biopsikospiritual. Perawat memiliki peranan penting dalam membantu


meningkatkan self care pada klien CHF dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat membantu masalah yang dialami oleh klien.
Salah satu intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat adalah perawatan
melalui pendekatan self care Orem yang bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan yang dimiliki oleh seseorang agar dapat digunakan secara tepat
untuk mempertahankan fungsi optimal (Tomey & Alligood, 2014).
Pelaksanaan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan
kepada kebutuhan individu untuk melakukan intervensi keperawatan secara
mandiri serta dapat mengatur dalam segala kebutuhannya sehingga klien
berpartisipasi secara aktif baik secara mandiri maupun dengan bantuan
keluarga maupun petugas kesehatan.
Hal ini yang melatarbelakangi penulis dalam membuat asuhan
keperawatan dengan klien yang diagnosa medis CHF, untuk melatih para
pembaca mampu melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan teori keperawatan dan berbasis pada fakta yang terjadi serta
mampu berpikir secara kritis.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan makalah ini mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa medis CHF menggunakan
pendekatan Teori Keperawatan Dorothea Orem.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan

pemahaman

mengenai

penyakit

CHF

dan

penatalaksanaan medis yang efektif serta asuhan kepada pasien dengan


menggunakan pendekatan Teori Keperawatan Dorothea Orem sehingga
dapat meningkatkan mutu pemberian asuhan secara tepat dan benar
b. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan berpikir kritis dalam
menganalisa kasus serta memberikan asuhan keperawatan pada pasien
CHF dengan menggunakan pendekatan Teori Keperawatan Dorothea
Orem
c. Dapat mengaplikasikan teori yang telah diterima sehingga memperoleh
pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien CHF.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medik
1. Definisi
3

CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang


adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi, atau
bisa juga disebut sindrom klinis yang dihasilkan dari gangguan jantung
struktural atau fungsional yang merusak kemampuan ventrikel untuk
mengisi dan mengeluarkan darah, yang ditandai dengan kelebihan cairan
atau perfusi jaringan yang tidak memadai (Smeltzer, 2012; Hinkle &
Cheever, 2014).
CHF adalah sindrom klinis abnormal yang melibatkan gangguan
pemompaan jantung dan/ atau pengisian jantung. CHF dikaitkan dengan
berbagai jenis penyakit kardiovaskuler terutama hipertensi lama, Coronary
Artery Desease dan Miocard Infark (Lewis, 2011).
2. Anatomi Fisiologi Jantung
a. Anatomi jantung
Berdasarkan strukturnya, jantung memiliki 4 ruang. Berada di rongga
torak diantara paru-paru kanan dan kiri. Jantung memiliki 3 lapisan yaitu
endokardium (lapisan dalam), miokardium (lapisan tengah) dan
epikardium (lapisan luar). Epikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu viseral
perikardium dan parietal perikardium. Diantara lapisan epikardium
terdapat cairan perikardium sebanyak 10-15 ml. Cairan ini berguna
sebagai pelumas untuk mencegah gesekan diantara lapisan tersebut saat
jantung berkontraksi. (Lewis, 2011)
Jantung memiliki katub yang memungkinkan darah mengalir hanya
satu arah ke dalam jantung. Ada dua katub yaitu :

1) Atrioventrikularis
Memisahkan antara atrium dan ventrikel. Terdapat dua jenis yaitu
katub trikuspidalis dan mitralis/bikuspidalis. Katub trikuspidalis
memisahkan atrium kiri dan ventrikel kiri.
2) Semilunaris
Katub semilunaris terletak di antara tiap ventrikel dan arteri yang
bersangkutan. Katub antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis

disebut katub pulmonalis. Katub antara ventrikel kiri dan aorta disebut
katub aorta (Syaifuddin, 2006).
Suplai oksigen yang diterima jantung dibawa oleh darah arteri
koronaria kanan dan kiri. Sirkulasi ini dimulai pada fase distolik ketika
atrium mengisi ventrikel sekitar 5% darah yang dipompa dari jantung
masuk ke arteri koronaria. Orifisium Arteri koronaria terletak dibagian
atas katup semilunar aorta kemudian arteri ini melintasi jantung, pada
bagian akhirnya membentuk jaringan kapiler yang luas. Sebagian besar
darah vena dikumpulkan ke vena kecil yang bergabung membentuk sinus
koroner yang terbuka hingga ke atrium kanan. Sisanya langsung
melewati bilik jantung melalui saluran vena kecil (Lewis, 2011).
Aktivitas listrik yang berulang dan ritmis yang bersumber dari serat
otot jantung khusus yang disebut serat otoritmik.Serat ini secara berulang
menciptakan potensial aksi yang memicu jantung untuk berkontraksi.
konduksi jantung Normal berasal dari nodus sinoatrial (SA) yang
kemudian dialirkan ke nodus atrioventrikular (AV). Kemudian AV node
menghantarkan impuls ke berkas HIS yang terbagi menjadi cabang kiri
dan kanan serta diteruskan ke serat Purkinje (Standring, 2008).
b. Fisiologi Jantung
1) Cardiac Output (CO) atau Curah Jantung
Adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per
menit. Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit.
Volumenya kurang lebih 5 L per menit pada laki-laki berukuran ratarata dan kurang 20 % pada perempuan. Cardiac Output merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan arteri (mean arterial
pressure [MAP]) selain resistensi/tahanan perifer total (total
peripheral resistence [TPR]) atau resistensi vaskular sistemik
(systemic vascular resistance [SVR]). Jika TPR dipengaruhi oleh
faktor ukuran lumen vaskuler, panjang vaskuler, dan viskositas darah;
maka CO dipengaruhi oleh faktor stroke volume (SV) dan heart rate
(HR).SV ditentukan bagaimana kondisi preload, kontraktilitas
miokard, dan afterload. Sedangkan HR diatur oleh respon sistem saraf
pusat dan tepi serta kimiawi (hormonal dan kation) (Standring, 2008).

Preload merupakan mekanisme peregangan serat miokardium


pada saat akhir diastolic sehingga ventrikel terisi dengan volume
darah sekitar 120 ml. Peregangan tersebut terjadi karena darah dari
atrium mengisi ventrikel. Semakin banyak serabut otot jantung yang
mengembang pada permulaan kontraksi (dalam batasan fisiologis),
semakin banyak isi ventrikel, sehingga daya kontraksi semakin besar.
Hal ini disebut hukum Frank-Starling. Preload dipengaruhi durasi dari
fase diastolik ventrikel dan aliran balik vena.
Kontraksi otot jantung terjadi karena adanya potensial aksi akibat
dari kalsium yang berikatan dengan troponin pada serat otot sehingga
filamen aktin teraktivasi. Otot jantung membutuhkan kalsium dari
ekstraseluler untuk masuk ke dalam miosit sehingga dapat memicu
pelepasan kalsium tambahan dari retikulum sarkoplasma. Oleh karena
itu, pelepasan kalsium tersebut akan berulang digunakan dalam
kontraksi

miokard.

Kontraktilitas

miokard

(inotropik)

juga

dipengaruhi oleh saraf simpatis serta hormon epinefrin dan


norepinefrin (Lewis, 2011).
Afterload merupakan gaya yang dibutuhkan ventrikel pada saat
diastolik untuk memompa dalam memenuhi stroke volume (fase
sistolik). Gaya yang harus dikeluarkan miokard akan lebih besar jika
tekanan dalam ruang ventrikel meningkat (Hukum Pascal). Tekanan
hidrostatik darah dan kekakuan katup dapat mempengaruhi besar gaya
tersebut.
2) Mekanisme Kompensasi dan Regulasi
Mekanisme regulasi dan kompensasi hemodinamik terjadi karena
peran baroreseptor, kemoreseptor, dan hormonal. Ketiga sistem
regulasi tersebut berespon terhadap perubahan tekanan hidrostatik
darah dan kondisi asam-basa darah yang dikompensasi dalam rangka
mempertahankan proses perfusi yang optimal. Baroreseptor yang
terdapat pada arkus aorta, sinus karotis, serta pada arteri besar di leher
dan dada, berespon terhadap perubahan tekanan darah yang kemudian
dihantarkan

oleh saraf vagus

dan

glossofaringeal

ke pusat

kardiovaskuler di medulla oblongata dan diteruskan ke korda


spinalis.Kemudian ditindaklanjuti dengan mengirim impuls melalui
saraf sipatis ke SA node, AV, node, dan miokard ventrikel untuk
meningkatkan kontraktilitas dan HR.
Kondisi hipoksia, asidosis, dan hiperkapnia dikenali oleh
kemoreseptor yang terdapat di badan aorta dan badan karotis,
kemudian diteruskan ke pusat kardiovaskuler di medulla oblongata
dan pusat pernapasan di batang otak. Pusat kardiovaskuler
meningkatkan impuls simpatis terhadap arteriol dan vena untuk
vasokonstriksi

sehingga

meningkatkan

tekanan

darah.

Pusat

pernapasan berespon untuk menstimulasi terjadinya peningkatan laju


pernapasan.
Respon hormonal dan kimiawi meliputi peran sistem ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA), epinefrin dan norepinefrin, hormon
antidiuretik (ADH) atau vasopresin, atrial natriuretic peptide (ANP)
atau endotelin, serta nitrit oksida (NO), kinin, dan histamin.Sistem
RAA berespon terhadap penurunan tekanan darah di makula densa
pada ginjal yang kemudian disekresikannya Renin oleh ginjal untuk
mengubah angiotensinogen di hepar untuk menjadi angiotensin I.
Paru-paru

kemudian

menyekresikan

Angiotensin-Converting

Enzyme(ACE) untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin


II.Angiotensin II kemudian menyebabkan vasokonstriksi vaskuler dan
juga menstimulasi korteks adrenal untuk memproduksi aldosteron
yang mengakibatkan reabsorpsi natrium dan air pada tubulus ginjal.
Medula adrenal menyekresikan epinefrin dan norepinefrin karena
stimulasi saraf simpatis untuk meningkatkan kontraktilitas miokard
serta menyebabkan vasokontriksi pada arteriol dan vena di kulit dan
organ abdomen, dan vasodilatasi pada arteriol jantung dan otot
skeletal. Penurunan volume darah dan dehidrasi direspon hipotalamus
untuk menstimulasi hipofisis posterior menyekresi vasopresin yang
mengakibatkan vasokontriksi. ANP, NO, kinin, dan histamin
memberikan efek vasodilatasi.
3. Etiologi

CHF dapat disebabkan oleh gangguan mekanisme normal yang


mengatur curah jantung. Curah jantung tergantung pada preload, afterload,
kontraktilitas miokard dan denyut jantung (Lewis, 2011).
Gangguan mekanisme tersebut dapat berasal dari dalam jantung itu
sendiri (instrinsik), dan faktor luar (ekstrinsik) yang mempengaruhi kerja
jantung. Kondisi yang paling sering menyebabkan CHF adalah kelainan
struktur dan fungsi jantung yang mengakibatkan kegagalan fungsi sistolik
ventrikel kiri (Cowie & Kirby, 2008).
a. Faktor intrinsik
Penyebab utama dari CHF adalah penyakit arteri koroner (Black &
Hawks, 2014). Penyakit arteri koroner ini menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke arteri koroner sehingga menurunkan suplai oksigen dan
nutrisi ke otot jantung. Berkurangnya oksigen dan nutrisi menyebabkan
kerusakan atau bahkan kematian otot jantung sehingga otot jantung tidak
dapat berkontraksi dengan baik (AHA, 2014). Kematian otot jantung
atau disebut infark miokard merupakan penyebab tersering lain yang
menyebabkan CHF (Black & Hawks, 2014). Keadaan infark miokard
tersebut akan melemahkan kemampuan jantung dalam memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Penyebab
intrinsik lain dari CHF kelainan katup, cardiomyopathy, dan aritmia
jantung (Black & Hawks, 2014).
b. Faktor Ekstrinsik
Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan CHF meliputi
kondisi yang dapat meningkatkan afterload (seperti hipertensi),
peningkatan stroke volume akibat kelebihan volume atau peningkatan
preload, dan peningkatan kebutuhan (seperti tirotoksikosis, kehamilan).
Kelemahan pada ventrikel kiri tidak mampu menoleransi perubahan
yang masuk ke ventrikel kiri. Kondisi ini termasuk volume abnormal
yang masuk ke ventrikel kiri, otot jantung ventrikel kiri yang abnormal,
dan masalah yang menyebabkan penurunan kontraktilitas otot jantung
(Black & Hawks, 2014; Ignatavicius & Workman, 2010).
c. Faktor Risiko Individu yang dapat Menimbulkan CHF
CHF dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi yang melemahkan jantung.
Kondisi-kondisi tersebut dapat menyebabkan gangguan pada jantung,
baik sebagai faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Beberapa faktor risiko
8

tersebut antara lain peningkatan usia, hipertensi, diabetes melitus,


merokok, obesitas, dan tingginya tingkat kolesterol dalam darah (Lewis,
2011).
1) Penuaan
Penuaan akan menyebabkan penurunan fungsi sistem tubuh,
termasuk fungsi sistem kardiovaskular. Penurunan fungsi sistem
kardiovaskular terjadi seiring perubahan-perubahan yang terjadi
akibat penuaan. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut meliputi
yaitu terjadinya kekakuan dinding ventrikel kiri akibat peningkatan
kolagen, penurunan penggantian sel miosit yang telah mati,
kekakuan dinding arteri, dan gangguan sistem konduksi kelistrikan
jantung akibat penurunan jumlah sel pace maker. Kekakuan dinding
ventrikel kiri dapat menyebabkan penurunan curah jantung sehingga
menyebabkan stimulus inotropik dan kronotropik serta terjadi
dilatasi pembuluh darah. Proses tersebut ditambah dengan adanya
kekakuan dinding arteri menyebabkan hipertensi (Smeltzer, 2012).
2) Hipertensi
Hipertensi dapat menyebabkan CHF melalui dua mekanisme.
Mekanisme pertama yaitu terjadinya hipertrofi ventrikel kiri akibat
peningkatan afterload dan vasokontriksi akibat efek aktivasi saraf
simpatis yang menyebabkan kepayahan otot jantung dalam memopa
darah (Black & Hawks, 2014). Mekanisme kedua merupakan
timbulnya penyakit jantung koroner. Hal ini disebabkan oleh
menurunnya sirkulasi darah ke pembuluh koroner akibat adanya
hipertensi (Black & Hawks, 2014).
3) Diabetes Melitus
Masalah kardiovaskular merupakan

salah

satu

komplikasi

makrovaskular diabetes melitus. Komplikasi ini terjadi akibat dari


perubahan aterosklerotik pada pembuluh darah. Aterosklerotik yang
terjadi pada pembuluh arteri koroner menyebabkan insiden infark
miokard (Smeltzer, 2012).
4) Merokok
Merokok juga dapat menjadi penyebab terjadinya CHF. Hal ini
disebabkan karena di dalam rokok terkandung banyak zat kimia yang
dapat merugikan tubuh. Nikotin merupakan salah satu zat kimia

dalam rokok yang dapat menyebabkan efek berbahaya pada


pembuluh darah akibat pelepasan katekolamin dan vasokontriksi
pembuluh darah. Efek yang ditimbulkan dari proses tersebut adalah
timbulnya hipertensi dan efek negatif akibat adanya hipertensi.
Sebanyak 30% dari kasus penyakit jantung koroner dan sekitar 90%
kasus peripheral vascular disease (PVD) dapat terjadi pada perokok
dari populasi yang tidak mengalami penyakit diabetes.
5) Obesitas
Salah satu penyebab CHF yang lain adalah obesitas. Obesitas
memiliki hubungan secara tidak langsung dengan terjadinya penyakit
arteri koroner. Hal tersebut dapat terjadi karena obesitas dapat
menyebabkan hipertensi, dislipidemia, penurunan kolesterol HDL
dan kerusakan toleransi glukosa.
4. Patofisiologi
CHF terjadi ketika curah jantung tidak mencukupi kebutuhan metabolisme
yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga mekanisme kompensasi teraktivasi.
Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan curah jantung antara lain
dilatasi ventrikel, peningkatan stimulasi sistem saraf simpatis, dan aktivasi
sistem renin-rngiotensin (Black & Hawks, 2014). Mekanisme tersebut
membantu meningkatkan kontraksi dan mengatur sirkulasi, tetapi jika terus
menerus berlangsung dapat menyebabkan pertumbuhan otot jantung yang
abnormal dan remodeling jantung (Black & Hawks, 2014).
a. Fase Kompensasi
1) Dilatasi Ventrikel
Dilatasi ventrikel merupakan pemanjangan jaringan-jaringan otot
sehingga meningkatkan volume dalam ruang jantung. Dilatasi
menyebabkan peningkatan preload dan curah jantung karena otot yang
teregang berkontraksi lebih kuat (Hukum Starling). Akan tetapi,
dilatasi memiliki keterbatasan sebagai mekanisme kompensasi. Otot
yang teregang, pada suatu titik akan menjadi tidak efektif. Kedua,
dilatasi jantung membutuhkan oksigen lebih banyak. Hipoksia pada
jantung dapat menurunkan kemampuan kontraksi jantung (AHA,
2014; Black & Hawks, 2014; Lewis, 2011).
2) Peningkatan Stimulasi Saraf Simpatis

10

Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran


katekolamin serta saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.
Aktivitas tersebut akan menyebabkan vasokontriksi arteriol, takikardi,
dan peningkatan kontraksi miokardium. Seluruh mekanisme tersebut
menyebabkan peningkatan curah jantung serta penyaluran oksigen dan
nutrisi ke jaringan. Efek kompensasi ini menyebabkan peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer (menyebabkan peningkatan
afterload) dan kerja otot jantung untuk memompa darah. Stimulasi
saraf simpatis ini akan menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal
dan menyebabkan stimulasi sistem renin-angiotensin (Black &
Hawks, 2014)
3) Stimulasi Sistem Renin-Angiotensin
Reflek baroreseptor terstimulasi dan mengeluarkan renin kedalam
darah ketika aliran darah dalam arteri renalis menurun. Renin (enzim
yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus di ginjal) berinteraksi
dengan angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) membentuk
angiotensin I. Angiotensin I sebagian besar akan diubah di paru-paru
menjadi angiotensin II jika berinteraksi dengan

angiotensin

converting enzyme (ACE). Angiotensin II merupakan vasokonstriktor


yang kuat. Angiotensin II memelihara homeostasis sirkulasi yaitu
meningkatkan

vasokontriksi,

dan

menyebabkan

pelepasan

norepinefrin dari ujung saraf simpatis dan menstimulasi medula untuk


menyekresi aldosteron, yang akan meningkatkan absorpsi natrium dan
air. Stimulasi ini menyebabkan peningkatan volume plasma sehingga
preload meningkat (Black & Hawks, 2014)
Fase kompensasi dapat menyebabkan curah jantung yang adekuat dan
perubahan patologis. Jika perubahan patologis tidak diperbaiki,
mekanisme kompensasi yang terlalu lama dapat menyebabkan penurunan
fungsi sel otot jantung dan kelebihan produksi dari neurohormon.
Mekanisme ini juga menyebabkan kerja jantung meningkat dan
kebutuhan oksigen untuk otot jantung meningkat. Proses tersebut
bertanggungjawab menyebabkan perubahan dari fase kompensasi
menjadi fase dekompensasi. Pada titik ini, manifestasi CHF terlihat

11

karena jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang adekuat.


(AHA, 2014; Black & Hawks, 2014; Lewis, 2011).
Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan jumlah darah yang
tersisa di ventrikel kiri pada akhir diastolik meningkat. Peningkatan sisa
darah pada ventrikel kiri menurunkan kapasitas ventrikel untuk
menerima darah dari atrium. Hal tersebut menyebabkan atrium kiri
bekerja keras untuk mengeluarkan darah, berdilatasi, dan hipertrofi.
Kondisi tersebut tidak memungkinkan untuk menerima seluruh darah
yang datang dari vena pulmonalis dan tekanan di atrium kiri meningkat.
Hal tersebut menyebabkan edema paru dan terjadilah CHF kiri (Black &
Hawks, 2014).
Ventrikel kanan mengalami dilatasi dan hipertrofi karena harus
bekerja keras untuk memompa darah ke paru-paru. Hal tersebut
dikarenakan terjadi peningkatan tekanan pada sistem pembuluh darah di
paru-paru akibat CHF kiri. Pada akhirnya mekanisme tersebut gagal.
Kegagalan tersebut menyebabkan aliran dari vena cava berbalik
kebelakang dan menyebabkan bendungan di sistem pencernaan, hati,
ginjal, kaki, dan sacrum. Manifestasi yang tampak adalah edema. Kondisi
ini disebut dengan CHF kanan. CHF kanan biasanya mengikuti CHF
kiri, meskipun kadang-kadang dapat terjadi sendiri-sendiri (AHA, 2014;
Black dan Hawks, 2014)
b. Fase Dekompensasi
Fase dekompensasi terjadi setelah kegagalan dari fase kompensasi.
Fase ditandai dengan remodeling dan aktivitas aktivasi neurohormonal
yang terus menerus. Remodelling merupakan perubahan pada beberapa
struktur yang terjadi pada ventrikel selama fase dekompensasi. Hal
tersebut merupakan hasil dari hipertrofi sel otot jantung dan aktivasi
sistem neurohormonal yang terus menerus. Mekanisme tersebut
bertujuan untuk meningkatkan curah jantung dengan melakukan dilatasi
ventrikel. Akibat lain dari dilatasi ventrikel ini adalah peningkatan stress
pada dinding ventrikel. Sel otot jantung akan mengalami hipertrofi yang
mengakibatkan pengerasan dinding ventrikel untuk mengurangi stress.
Perubahan pada otot jantung seperti penurunan kontraktilitas otot
jantung, meningkatnya stress dinding ventrikel dan permintaan oksigen
12

menyebabkan kematian sel otot jantung. Hal ini akan menyebabkan


penurunan fungsi jantung (Black & Hawks, 2014).
Aktivitas simpatis dalam jangka panjang memberikan efek toksik
secara langsung pada jantung dan menyebabkan hipertrofi serta kematian
sel. Aktivasi katekolamin yang terlalu lama dapat menyebabkan
vasokontriksi yang memperburuk overload serta iskemik dan stress pada
dinding ventrikel jantung. Selain itu, efek simpatis dapat menyebabkan
penurunan sirkulasi dan tekanan arteri di ginjal. Hal ini akan
menyebabkan penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang akan
meningkatkan retensi natrium dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal
akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin yang salah satu efeknya
akan meningkatkan retensi natrium dan air. Proses ini menyebabkan
peningkatan volume darah hingga lebih dari 30% dan terjadilah edema
(Black & Hawks, 2014).
Tipe CHF (backward versus forward failure)
Presentasi klinis CHF timbul dari curah jantung yang tidak memadai,
pengumpulan darah di belakang ruang gagal, atau keduanya. Kegagalan
mundur (backward) berfokus pada ketidakmampuan ventrikel untuk
mengeluarkan darah secara komplet, yang meningkatkan tekanan pengisian
ventrikel, menyebabkan kemacetan atau bendungan vena dan paru.
Kegagalan maju (forward) adalah masalah perfusi yg tdk adekuat. Ini
terjadi ketika kontraktilitas menurun menghasilkan penurunan stroke
volume dan cardiac output. Saat cardiac output menurun, aliran darah ke
organ vital dan jaringan perifer berkurang. Hal ini menyebabkan
kebingungan mental, kelemahan otot, dan ginjal melakukan retensi natrium
dan air.
5. Manifestasi klinik
CHF dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis, American Heart
Association, 2014; Jane, 2012 menjelaskan beberapa manifestasi klinis yang
biasanya muncul, antara lain:
a. Sesak napas atau dispnea
Sesak napas atau dispnea biasanya dialami selama kegiatan (paling
sering), saat istirahat, atau saat tidur (Paroxysmal nocturnal dyspnoea).
Pasien CHF juga akan mengalami kesulitan bernapas saat berbaring
13

dengan posisi supine sehingga biasannya akan menopang tubuh bagian


atas dan kepala diatas dua bantal. Hal ini disebabkan karena aliran balik
darah di vena pulmonalis ke paru-paru karena jantung tidak mampu
menyalurkannya. Hal ini menyebabkan bendungan darah di paru-paru.
b. Batuk persisten dan mengi
Batuk persisten atau mengi ini disebabkan oleh penumpukan cairan di
paru akibat aliran balik balik darah ke paru-paru, penumpukan cairan
pada alveoli disebabkan oleh aliran darah yang keluar dari jantung
melambat, sehingga darah yang kembali ke jantung melalui pembuluh
darah terhambat.
c. Kelelahan atau fatigue
Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari merupakan hal yang biasa didapati pada pasien CHF. Hal
tersebut dikarenakan jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Tubuh akan mengalihkan darah
dari organ yang kurang penting, terutama otot-otot pada tungkai dan
mengirimkannya ke jantung dan otak.
d. Penurunan nafsu makan dan mual
Pada pasien CHF biasanya sering mengeluh mual, begah atau tidak
nafsu makan. Hal tersebut dikarenakan darah yang diterima oleh sistem
pencernaan kurang sehinga menyebabkan masalah dengan pencernaan.
Perasaan mual dan begah juga dapat disebabkan oleh adanya asites yang
menekan lambung atau saluran cerna.
e. Peningkatan denyut nadi
Peningkatan denyut nadi dapat teramati dari denyut jantung yang
berdebar-debar (palpitasi) . Hal ini merupakan upaya kompensasi
jantung terhadap penurunan kapasitas memompa darah.
f. Kebingungan, gangguan berpikir
Pada pasien CHF juga sering ditemukan kehilangan memori atau
perasaan disorientasi . Hal tersebut disebabkan oleh perubahan jumlah
zat tertentu dalam darah, seperti sodium, yang dapat menyebabkan
penurunan kerja impuls saraf. Kebingungan dan gangguan berpikir juga
dapat disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan ke otak akibat
penurunan curah jantung.
g. Pembengkakan kaki
14

Penurunan curah jantung terutama pada jantung kanan menyebabkan


kongesti sistemik karena peningkatan volume residu (afterload).
Kongesti tersebut meningkatkan tekanan hidrostatik pada perifer
sehingga menyebabkan ekstravasasi ke ruang interstisial. Ekstremitas
bawah sering menunjukkan gejala yang mudah diketahui dan sering
terjadi karena terletak pada bagian tubuh paling bawah dimana efek
gravitasi mempengaruhi proses sirkulasi.
h. Bunyi jantung ke tiga
Bunyi S3 muncul karena adanya turbulensi akibat pengisian ventrikel
yang cepat dan terjadi selama diastole
Black & Hawks (2014) mengelompokkan manifestasi klinis dari CHF
berdasarkan kekhasan yang timbul dari tipe CHF yang dialami. Pada CHF
dengan kegagalan ventrikel kiri, manifestasi yang biasanya muncul antara
lain dispnea, paroxysmal nocturnal disease (PND), pernapasan cheynestokes, batuk, kecemasan, kebingungan, insomnia, kerusakan memori,
kelelahan dan kelemahan otot, dan nokturia. Sementara itu, CHF dengan
kegagalan ventrikel kanan biasanya mengakibatkan edema, pembesaran hati
(hepatomegaly), penurunan nafsu makan, mual, dan perasaan begah.
6. Klasifikasi CHF
Pengklasifikasian CHF bervariasi tergantung pada aspek mana yang
dijadikan indikator American College and Cardiac Foundation (ACCF) dan
American Heart Association (AHA) membuat klasifikasi berdasarkan
perkembangan dan prognosis penyakit, New York Heart Association (NYHA)
mengklasifikasikan CHF berfokus pada kapasitas intoleransi aktivitas dan
gejala yang muncul (Yancy, 2013). Sedangkan Kilip mendesain klasifikasi
CHF berdasarkan derajat CHF dan manifestasi yang muncul, Forrester
mengelompokkan gejala CHF ke dalam empat status hemodinamik, dan
Stevenson membaginya berdasarkan derajat klinis. Klasifikasi Kilip,
Forrester, dan Stevenson sering digunakan pada Acute Heart Failure (AHF)
yang berkaitan dengan adanya infark miokard (McMurray, et al., 2012).
Black & Hawks (2014) membagi CHF menjadi 4 tingkatan. CHF
tingkat pertama atau disebut dengan istilah disfungsi otot jantung
asimtomatik dengan CHF ringan merupakan penderita yang sesuai dengan
kelas I/II NYHA. CHF tingkat kedua atau disebut dengan istilah CHF
15

ringan ke sedang merupakan penderita yang sesuai dengan kelas II/III


NYHA. CHF tingkat ketiga atau disebut dengan istilah CHF lanjut
merupakan penderita dengan kelas III/IV NYHA. CHF tingkat keempat atau
disebut dengan CHF berat dengan fase dekompensasi yang berkelanjutan
merupakan penderita dengan kelas III/IV NYHA.
Tabel 1 Tabel Perbandingan Klasifikasi HF antara ACCF/AHA dan NYHA
ACCF/AHA Stages of HF
A Memiliki resiko tinggi
kegagalan
mengalami

jantung

tetapi

penyakit

NYHA Functional Classification


untuk Non
tanpa e

struktural

jantung atau gejala CHF.


Memiliki penyakit

jantung tanpa gejala CHF.


Memiliki penyakit struktural dengan I

menimbulkan gejala CHF


Aktifitas
biasa

gejala CHF di masa

menimbulkan gejala CHF


Sedikit batasan aktifitas fisik.

struktural I

II

lalu atau saat ini.

III

Aktifitas

biasa

Nyaman

saat

aktifitas

biasa

tidak

istirahat

tidak

tetapi

menimbulkan

gejala CHF.
Pembatasanaktifitas
fisik.Nyaman saat istirahat, tetapi
sedikit

IV

aktifitas

biasa

menimbulkan gejala CHF


Tidak dapat melakukan aktivitas
fisik tanpa gejala CHF atau ada

Gejala

CHF

berulang

dan IV

membutuhkan intervensi

gejala CHF pada saat istirahat.


Tidak dapat melakukan aktivitas
fisik tanpa gejala CHF atau ada
gejala CHF pada saat istirahat.

7. Komplikasi
CHF dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi utama dari
CHF meliputi efusi pleura, aritmia, pembentukan trombus pada ventrikel
kiri, dan pembesaran hati (hepatomegaly, serta gagal ginjal (Lewis, 2011)
a. Efusi Pleura

16

Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh


kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudat pada
pembuluh kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura
menyebabkan pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen
yang diperoleh tidak optimal (Lewis, 2011).
b. Aritmia
Pasien dengan CHF kronik memiliki kemungkinan besar mengalami
aritmia. Hal tersebut dikarenakan adanya pembesaran ruangan jantung
(peregangan jaringan atrium dan ventrikel) menyebabkan gangguan
kelistrikan jantung. Gangguan kelistrikan yang sering terjadi adalah
fibrilasi atrium. Pada keadaan tersebut, depolarisasi otor jantung timbul
secara cepat dan tidak terorganisir sehingga jantung tidak mampu
berkontraksi secara normal. Hal tersebut menyebabkan penurunan
cardiac output dan risiko pembentukan trombus ataupun emboli. Jenis
aritmia lain yang sering dialami oleh pasien CHF kongestif adalah
ventricular takiaritmia, yang dapat menyebabkan kematian mendadak
pada penderita (Blake & Hawks, 2014; Lewis, 2011).
c. Pembentukan Trombus Pada Ventrikel Kiri
Penyumbatan trombus pada ventrikel kiri dapat terjadi pada pasien CHF
kongestif akut maupun kronik. Kondisi tersebut diakibatkan oleh adanya
pembesaran ventrikel kiri dan penurunan curah jantung. Kombinasi
kedua kondisi tersebut meningkatkan terjadinya pembentukan trombus
di ventrikel kiri. Hal yang paling berbahaya adalah bila terbentuk emboli
dari trombus tersebut karena besar kemungkinan dapat menyebabkan
stroke (Lewis, 2011).
d. Pembesaran Hati (Hepatomegaly)
Pembesaran hati dapat terjadi pada CHF berat, terutama dengan
kegagalan ventrikel kanan. Lobulus hati akan mengalami kongesti dari
darah vena. Kongesti pada hati menyebabkan kerusakan fungsi hati.
Keadaan tersebut menyebabkan sel hati akan mati, terjadi fibrosis dan
sirosis dapat terjadi (Lewis, 2011; Smeltzer, 2012).
e. Gagal Ginjal
Penurunan perfusi ginjal menimbulkan kerusakkan pada nefron yang
diawali dengan penurunan filtrasi glomerulus (Lewis, 2011).
8. Diagnosis CHF
17

a. Kriteria yang biasanya digunakan untuk mendiagnosis CHF adalah


kriteria Framingham, Diagnosis pasti CHF apabila memenuhi dua
kriteria mayor, atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor, seperti
berikut ini:
Tabel 2. Kriteria Framingham
Kriteria Minor :
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispneu

Kriteria mayor :
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Distensi vena leher
Ronchi paru

deffort
Hepatomegali
Kardiomegali
Efusi pleura
Edema paru akut
Penurunan kapasitas vital 1/3 Suara Gallop S3
dari normal
Takikardia >120/menit

Peningkatan tekanan vena jugularis >


16 cmH2O
Refluks hepatojugular
Waktu sirkulasi > 25 detik

b. Pemeriksaan Diagnostik (Millucci, 2011; Palazzuoli, 2010; Yancy, et al.,


2013 )
1) Atrial natriuretic peptide (ANP) (Hormon disekresikan dari sel atrium
kanan ketika tekanan meningkat) : ANP memainkan peran penting
dalam amiloid deposisi pada kondisi fisiopatologis CHF (Millucci, L.
Et al, 2011).
2) Beta-jenis natriuretic peptide (BNP) (neurohormon disekresikan dari
ventrikel jantung sebagai respon terhadap volume ventrikel dan
kelebihan cairan) : Tingkat BNP dalam darah meningkat jika terjadi
disfungsi ventrikel yang parah dengan prognosis yang berat yang
membuat pasien perlu untuk di rawat (Palazzuoli, et al, 2010), Sebuah
tingkat BNP yang lebih besar dari 100 pg / mL adalah prediksi Heart
Failure dan peningkatan risiko kematian mendadak. ProBNP
disintesis oleh miosit dan fibroblas di atrium dan ventrikel dalam
merespon tekanan pengisian dan tegangan dinding pada ventrikel kiri.
Peningkatan biomarker ini dapat mengidentifikasi EF kurang sama
dengan 40%.

18

3) Troponin T atau I dan pemeriksaan enzim jantung CK/MB akan


ditemukan meningkat ketika terdapat gangguan atau kerusakkan pada
otot jantung.
4) Pemeriksaan kimia darah (Na, K, Ca), fungsi ginjal (BUN, kreatinin),
fungsi

hepar

(enzim

hepar,

bilirubin,

ferritin/TIBC)

akan

menunjukkan adanya kerusakkan organ akibat penurunan perfusi.


5) Fungsi tiroid memperlihatkan adanya gangguan metabolisme dan
sekresi tiroid sebagai faktor risiko CHF.
6) Hitung darah lengkap (CBC) (Baterai tes skrining yang termasuk
hemoglobin (Hb); hematokrit (Ht); sel darah merah (RBC) count;
morfologi, indeks, dan lebar distribusi Indeks; jumlah trombosit dan
ukuran; sel darah putih (WBC) count dan tes diferensial) : Dapat
mengungkapkan anemia (kontributor utama dan faktor memperburuk
di HF), polisitemia, atau perubahan pengenceran menunjukkan air
retensi. Leukosit mungkin meningkat, mencerminkan baru atau akut
MI, perikarditis, atau inflamasi lainnya.
Catatan: Anemia mungkin tanda perkembangan penyakit dan terkait
dengan kelangsungan hidup gangguan.
7) Analisa Gas Darah (AGD) nilai pH, PCO2, dan PO2. Untuk
mengevaluasi fungsi pernapasan dan menentukan keseimbangan
asam-basa : Kegagalan ventrikel kiri ditandai dengan pernapasan
ringan alkalosis (awal); asidosis pernafasan, dengan hipoksemia; dan
meningkat PCO2 pada CHF dekompensasi.
8) Pencitraan Invasif
Angiografi koroner dilakukan untuk mengidentifikasi

lokasi

penyumbatan arteri koronaria yang kemudian dapat disertai dengan


kateterisasi. Kateterisasi, mengidentifikasi perbedaan CHF kanan atau
kiri.
9) Pencitraan Non-Invasif
Rontgen dada dilakukan untuk mengidentifikasi kardiomegali dan
efusi pleura. Echocardiogram 2D dengan Doppler mengidentifikasi
ukuran, bentuk, dan pergerakan otot jantung dan katup jantung melalui
gelombang suara ultrasonik. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
mengidentifikasi pembesaran ventrikel, oklusi koronaria, dan keluasan

19

infark. Sedangkan EKG 12 lead memperlihatkan adanya hipertrofi


atrial atau ventrikuler, iskhemia, dan disritmia.
10) Exercise Testing
Pemeriksaan dengan melakukan uji latihan digunakan untuk
mengidentifikasi adanya aritmia yang diinduksi oleh aktivitas. 6minute walking test (6MWT) salah satu uji yang dilakukan. Studi dari
165 partisipan menunjukkan peningkatan dalam kualitas hidup atau
health-related quality of life (HRQOL) terhadap peningkatan kapasitas
kemampuan dalam melakukan aktivitas (6MWT dengan jarak 347 m
versus 1110 m, p=0,074) (Yancy, et al., 2013).

9. Penatalaksanaan
a. Non-farmakologi
Manajemen perawatan mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan
pengobatan CHF dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala
CHF, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis.
Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakantindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari
perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan CHF.
1) Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien. Program perawatan diri dapat meningkatkan
pengetahuan pasien dan mengubah perilaku mereka serta mengurangi
rawat inap dan / atau peristiwa jantung (Kato, N, 2016).
2) Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan
dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti C).
3) Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada
pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan

20

rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis.
4) Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan
CHF dipertimbangkan untuk mencegah perburukan CHF, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa,
tingkatan bukti C).
5) Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada CHF
berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor
penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir
berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai
retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi
pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti C)
6) Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien CHF kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah. Olahraga jantung dan
konseling perawatan diri memberikan manfaat klinis yang signifikan
untuk individu dengan CHF stabil; kapasitas latihan meningkat, gejala
klinis yang nyata membaik, kualitas hidup meningkat, dan risiko
komplikasi menurun (Philip, 2013).
b. Farmakologi
Tujuan manajemen medis (Hinkle & Cheever, 2014) meliputi :
1) Peningkatan fungsi jantung dengan mengurangi preload dan afterload.
2) Mengurangi gejala dan meningkatkan status fungsional.
3) Stabilisasi kondisi pasien dan penurunan risiko rawat inap.
4) Memperlambat perkembangan CHF dan memperpanjang harapan
hidup.
5) Meningkatkan gaya hidup yang kondusif untuk kesehatan jantung.
Adapun bentuk penatalaksanaan farmakologi yang diberikan adalah :
1) Menurunkan Kerja Otot Jantung
Penurunan kerja otot jantung dilakukan dengan pemberian diuretik,
vasodilator dan beta-adrenergic antagonis (beta bloker). Diuretik
merupakan pilihan pertama untuk menurunkan kerja otot jantung.

21

Terapi ini diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal (Smeltzer, 2012). Diuretik yang biasanya dipakai adalah loop
diuretic, seperti furosemid, yang akan menghambat reabsorbsi natrium
di ascending loop henle. Hal tersebut diharapkan dapat menurunkan
volume sirkulasi, menurunkan preload, dan meminimalkan kongesti
sistemik dan paru (Black & Hawks, 2014). Efek samping pemberian
diuretik jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremi dan
pemberian dalam dosis besar dan berulang dapat mengakibatkan
hipokalemia (Smeltzer, 2012). Hipokalemia menjadi efek samping
berbahaya karena dapat memicu terjadinya aritmia (Black & Hawks,
2014). Pemberian vasodilator atau obat-obat vasoaktif dapat
menurunkan kerja miokardial dengan menurunkan preload dan
afterload sehingga meningkatkan cardiac output (Black & Hawks,
2014; Smeltzer, 2012). Sementara itu, beta bloker digunakan untuk
menghambat efek sistem saraf simpatis dan menurunkan kebutuhan
oksigen jantung (Black & Hawks, 2014). Pemberian terapi diatas
diharapkan dapat menurunkan kerja otot jantung sekaligus.
2) Mengurangi Retensi Cairan
Mengurangi retensi cairan dapat dilakukan dengan mengontrol asupan
natrium dan pembatasan cairan. Pembatasan natrium digunakan
digunakan dalam diet sehari-hari untuk membantu mencegah,
mengontrol, dan menghilangkan edema. Restriksi natrium <2
gram/hari membantu diuretik bekerja secara optimal. Pembatasan
cairan hingga 1000 ml/hari direkomendasikan pada CHF yang berat
(Black & Hawks, 2014; Smeltzer, 2012).
3) Meningkatkan Pompa Ventrikel Jantung
Penggunaan adrenergic agonist atau obat inotropik merupakan salah
satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan pompa
ventrikel jantung. Obat-obatan ini akan meningkatkan kontraktilitas
miokard sehingga meningkatkan volume sekuncup. Salah satu
inotropik yang sering digunakan adalah dobutamin. Dobutamin
memproduksi beta reseptor beta yang kuat dan mampu meningkatkan
curah jantung tanpa meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung
atau menurunkan aliran darah koroner. Pemberian kombinasi
22

dobutamin dan dopamin dapat mengatasi sindroma low cardiac output


dan bendungan paru (Black & Hawks, 2014).
4) Pemberian Oksigen dan Kontrol Gangguan Irama Jantung
Pemberian oksigen dengan nasal kanula bertujuan untuk mengurangi
hipoksia, sesak napas dan membantu pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Oksigenasi yang baik dapat meminimalkan terjadinya
gangguan irama jantung, salah satunya aritmia. Aritmia yang paling
sering terjadi pada pasien CHF adalah atrial fibrilasi (AF) dengan
respon ventrikel cepat. Pengontrolan AF dilakukan dengan dua cara,
yakni mengontrol rate dan rithm (Black & Hawks, 2014).
5) Mencegah Miokardial Remodelling
Angiotensin Converting Enzyme inhibitor atau ACE inhibitor terbukti
dapat memperlambat proses remodeling pada CHF. ACE inhibitor
menurunkan afterload dengan memblok produksi angiotensin, yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Selain itu, ACE inhibitor juga
meningkatkan aliran darah ke ginjal dan menurunkan tahanan vaskular
ginjal sehingga meningkatkan diuresis. Hal ini akan berdampak pada
peningkatan cardiac output sehingga mencegah remodeling jantung
yang biasanya disebabkan oleh bendungan di jantung dan tahanan
vaskular. Efek lain yang ditimbulkan ACE inhibitor adalah
menurunkan kebutuhan oksigen dan meningkatkan oksigen otot
jantung (Black & Hawks, 2014).
Tabel 3. Tahapan pengobatan pada CHF menurut AHA / ACCF :

23

c. Tindakan
pembedahan
Menurut Timby & Smith, 2010, pilihan pembedahan dilakukan saat
perawatan medis saja tidak berhasil, tindakan pembedahan seperti
penyisipan perangkat untuk membantu ventrikel, cardiomyoplasty, serta
implan jantung buatan. Jenis tindakan pembedahan jantung yaitu :
1) Ventricular Assist Device
Ventricular Assist Device (VAD) merupakan alat pacu jantung yang
membantu jantung bagian kiri untuk memompa darah. VAD atau
biasa yang disebut left ventricular assist device (LVAD) adalah alat
yang digunakan sementara untuk mencegah CHF yang fatal, alat ini
disebut sebagai jembatan transplantasi, menurut AHA alat ini
digunakan sebelum donor jantung yang sesuai ditemukan.
2) Cardiomyoplasty
Cardiomyoplasty adalah prosedur pembedahan di mana otot besar
yang ada dipunggung klien (latissimus dorsi) dicangkokkan ke aorta
dan membungkus jantung kemudian distimulasi dengan pacemaker
buatan. Stimulator listrik ditempatkan dalam kantong subkutan.
3) Restorasi ventrikel
Surgical ventricular restoration (SVR) adalah prosedur pembedahan
mengurangi ukuran jantung mendekati ukuran dan bentuk normal
dengan mengangkat jaringan otot jantung yang tidak berkontraksi
dengan baik.
4) Jantung buatan

24

Saat ini, hasil terbaik telah dicapai ketika jantung buatan yang
digunakan saat klien menunggu organ donor yang kompatibel dengan
jaringan dan golongan darah.

B. Konsep Keperawatan
1. Teori Self Care Orem
a. Konsep utama
Pelaksanaan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan
kepada kebutuhan individu untuk melakukan intervensi keperawatan
secara mandiri serta dapat mengatur dalam segala kebutuhannya. Model
ini tidak hanya menyentuh aspek fisik, tetapi juga psikologis, lingkungan,
sampai dengan perawatan klien setelah pulang ke rumah.
Dalam konsep keperawatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori self
care diantaranya :
1) Perawatan Diri Sendiri (self care)
Dalam teori self care, Orem mengemukakan bahwa self care meliputi :
pertama, self care itu sendiri, yang merupakan aktivitas dan inisiatif
dari individu serta dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam
memenuhi

serta

mempertahankan

kehidupan,

kesehatan

serta

kesejahteraan ; kedua, self care agency, merupakan suatu kemampuan


inidividu dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat
dipengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan
lain-lain ; ketiga, adanya tuntutan atau permintaan dalam perawatan
diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam
waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan
metode dan alat dalam tindakan yang tepat ; keempat, kebutuhan self
care merupakan suatu tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan
perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan berhubungan
dengan kehidupan manusia serta dalam upaya mempertahankan fungsi

25

tubuh, self care yang bersifat universal itu adalah aktivitas sehari-hari
(ADL) dengan mengelompokkan ke dalam kebutuhan dasar
manusianya.
2) Self Care Defisit
Merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum dimana
segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan
dibutuhkan dan dapat diterapkan pada kebutuhan yang melebihi
kemampuan serta adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam
perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Orem mengidentifikasi lima metode yang
dapat digunakan dalam membantu self care :
a) Tindakan untuk atau lakukan untuk orang lain.
b) Memberikan petunjuk dan pengarahan.
c) Memberikan dukungan fisik dan psikologis.
d) Memberikan dan memelihara lingkungan

yang mendukung

pengembangan personal.
e) Pendidikan.
Perawat dapat membantu individu dengan menggunakan beberapa
atau semua metode tersebut dalam memenuhi self care.
3) Teori Sistem Keperawatan
Teori yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan
diri pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri yang didasari
pada kebutuhan diri sendiri, kebutuhan pasien dan kemampuan pasien
dalam melakukan perawatan mandiri. Dalam pandangan teori Orem
memberikan identifikasi dalam sistem pelayanan keperawatan
diantaranya :
a) Sistem bantuan secara penuh (Wholly Compensatory System)
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan
bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan
pasien dalam memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang
memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi
serta adanya manipulasi gerakan.
b) Sistem bantuan sebagian (Partially Compensatory System)
Merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri secara sebagian
saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara
minimal di mana pasien ini memiliki kemampuan seperti cuci

26

tangan, gosok gigi, cuci muka akan tetapi butuh pertolongan


perawat dalam ambulasi dan perawatan luka.
c) Sistem suportif dan edukatif
Merupakan system bantuan yang diberikan pada pasien yang
membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien
mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini
dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan
setelah dilakukan pembelajaran. Pemberian system ini dapat
dilakukan pada pasien yang memerlukan informasi.
Self care pada pasien jantung digambarkan sebagai suatu proses
dimana pasien berpartisipasi secara aktif managemen penderita
jantung baik secara mandiri maupun dengan bantuan keluarga maupun
petugas kesehatan. Aktifitas yang dilakukan dalam self care pasien
penyakit jantung ini meliputi self care maintenance, self care
management dan self care confidence (Riegel et al, 2004).
Pemahaman tentang konsep self care menurut Dorothea Orem adalah
tindakan yang mengupayakan orang lain memiliki kemampuan untuk
dikembangkan ataupun mengembangkan kemampuan yang dimiliki
agar dapat digunakan secara tepat untuk mempertahankan fungsi
optimal (Tomey & Alligood, 2014). Self care requesites merupakan
bagian dari teori self care Orem, yang didefinisikan sebagai tindakan
yang bertujuan pada upaya perawatan diri yang bersifat universal dan
berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam upaya
untuk mempertahankan fungsi tubuh. Orem mengembangkan self care
requesites kedalam tiga jenis yaitu universal self care requesites,
development self care requesites, health deviation self care requesites
(Tomey & Alligood, 2014).
Menurut Orem (Tomey & Alligood, 2014), self care requesites
merupakan bagian utama dalam kehidupan yang dijalani setiap
individu. Aktifitas yang dilakukan terkait dengan universal self care
requesites ditujukan untuk memelihara kecukupan akan udara, air dan
makanan yang berguna untuk metabolisme dan menghasilkan energi.
universal self care requesites secara langsung mempengaruhi pasien

27

dengan CHF sebagai contoh klien yang mengalami sesak karena


edema pulmonal akan beruapaya memenuhi kebutuhan akan oksigen.
Development self care requesites merupakan upaya yang dilakukan
untuk memenuhi proses perkembangan. Sedangkan health deviation
self care requesites sering dikaitkan dengan kondisi sakit yang dialami
pasien, yaitu bagaimana kemampuan klien merasakan kondisi sakitnya
atau ketidakmampuan dalam melaksanakan fungsi secara normal.
2. Proses Keperawatan
Proses keperawatan Self Care menurut Orem adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian diarahkan pada faktor personal yaitu universal self care
requesites, development self care requesites, health deviation self care
requesites.
b. Membuat diagnosa keperawatan dari keadaan biofisik, psikologis,
psikososial dan lingkungan.
c. Menetapkan tujuan untuk meningkatkan self care.
d. Implementasi intervensi bertujuan untuk tindakan yang mengupayakan
orang lain memiliki kemampuan untuk dikembangkan ataupun
mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar dapat digunakan secara
tepat untuk mempertahankan fungsi optimal.
e. Mengevaluasi tercapainya tujuan self care.
3. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan meliputi faktor personal, universal self care,
development self care, health deviation self, self care defisit :
a. Universal self care requesites didasarkan pada :
1) Kebutuhan udara (O2) : Dispnea dengan aktivitas atau istirahat,
dyspnea nokturnal yang mengganggu tidur, tidur duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, terutama
ketika telentang, gunakan alat bantu pernapasan, misalnya, oksigen
warna jaringan kulit pucat, pucat, bantalan kuku pucat atau sianosis,
dengan pengisian kapiler lambat kehitaman, atau sianosis
2) Kebutuhan makanan : riwayat diet tinggi garam dan makanan
olahan, lemak, gula, dan kafein, kehilangan nafsu makan, anoreksia,
mual, muntah, berat badan yang signifikan (mungkin tidak
menanggapi penggunaan diuretik), penggunaan diuretik.
28

3) Proses eliminasi dan ekskresi : Penurunan berkemih, urine gelap,


malam berkemih.
4) Pemeliharaan keseimbangan aktifitas dan istirahat
5) Pemeliharaan keseimbangan privasi dan interaksi social : Penurunan
partisipasi dalam kegiatan sosial biasa.
6) Pencegahan resiko yang mengancam kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan.
7) Peningkatan kesehatan dan pengembangan potensi dalam hubungan
sosial
b. Development self care requesites
Stres yang berhubungan dengan penyakit atau masalah keuangan
(pekerjaan, biaya perawatan medis).
c. Health deviation self care requesites
Riwayat hipertensi, MI baru atau masa lalu, beberapa MI, episode
sebelumnya HF, penyakit jantung katup, operasi jantung, endokarditis,
lupus eritematosus sistemik, anemia, syok septik, pembengkakan kaki,
perut, nyeri dada, angina kronis atau akut, nyeri perut kanan atas (HF
sisi kanan), yeri otot dan nyeri Generalized.
d. Self-care defisit
Kelelahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas normal seharihari, seperti tidur, naik tangga, dan sebagainya. Intoleransi aktivitas,
dispnea saat istirahat atau aktivitas, insomnia, ketidakmampuan untuk
tidur terlentang.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang terjadi pada CHF adalah : (Meg Gulanick,
2014; Wilkinson, 2014) :
a. Penurunan curah jantung
Ketidakadekuatan
pompa

darah

memenuhikebutuhan metabolisme tubuh.


Berhubungan dengan :
1) Gangguan preload
2) Gangguan afterload
3) Gangguan kontraktilitas
4) Gangguan frekuensi dan irama jantung.
5) Gangguan volume sekuncup
Batasan karakteristik :
Gangguan frekuensi dan irama jantung
1) Disritmia
2) Kegelisahan
3) Perubahan pola EKG
29

oleh

jantung

untuk

4) Tekanan darah rendah


Gangguan Preload
1) Edema
2) Penurunan aktivitas atau kelelahan
3) Peningkatan nadi
Gangguan Afterload
1) Kulit lembab dan dingin
2) Penurunan denyut perifer
3) Dyspnea
4) Output urine menurun
5) Dehidrasi
Gangguan kontaktilitas
1) Orthopnea atau paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
2) Crackles dan/ atau takipnea
3) Perubahan tingkat kesadaran
4) Suara jantung abnormal (S3, S4).
b. Gangguan pertukaran gas
Kelebihan atau kekurangan okigenasi atau eliminasi karbondioksida di
membran kapiler-alveolar.
Batasan karakteristik :
1) Subjektif :
a) Dispnea
b) Sakit kepada pada saat bangun tidur
c) Gangguan pengelihatan
2) Objektif:
a) Gas darah arteri yang tidak normal
b) pH arteri tidak normal
c) Ketidaknormalan frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan
d) Warna kulit tidak normal (misalnya pucat dan kehitaman)
e) Konfusi
f) Karbon dioksida menurun
g) Diaforesis
h) Hiperkapnia
i) hiperkarbia
j) Hipoksia
k) hipoksemia
l) Iritabilitas
m) Napas cuping hidung
n) Gelisah
o) Samnolen
p) Takikardia
Faktor yang berhubungan :
1) Perubahan membran kapiler-alveolar
2) Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi

c. Kelebihan volume cairan


30

Peningkatan retensi cairan isotonik


Batasan karakteristik :
Subjektif
1) Ansietas
2) Dispnea
3) Gelisah
Objektif
1) Suara napas tidak normal
2) Anasarka
3) Azotemia
4) Perubahan tekanan darah
5) Perubahan status mental
6) Edema
7) Ketidakseimbangan eletrolit
8) Peningkatan tekanan vena sentral
9) Efusi pleura
10) Kongesti paru
11) Kenaikan berat badan dalam waktu singkat
Faktor yang berhubungan :
1) CHF
d. Intoleransi aktivitas
Ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus
dilakukan.
Batasan karakteristik :
1) Subjektif :
a) Ketidak nyamanan atau dispnea saat beraktivitas
b) Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.

2) Objektif :
a) Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon
terhadap aktivitas
b) Perubahan EKG yang menunjukkan artitmia atau iskemia
Faktor yang berhubungan :
1) Tirah dan baring dan imobilitas
2) Kelemahan umum
3) Ketidak seimbangan anatara suplai dan kebetuhan okisgen
4) Gaya hidup yang kurang gerak
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan
Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengantaran nutrisi
ke jaringan pada tingkat kapiler
Batasan karakteristik serebral:
1) Perubahan status mental
2) Perubahan perilaku

31

3) Perubahan respon motorik


4) Perubahan reaksi pupil
5) Kesulitan menelan
6) Kelemahan atau paralisis ekstremitas
7) Paralisis
8) Ketidaknormalan dalam berbicara
Faktor yang berhubungan
Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
1) Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
2) Keracunan enzim
3) Gangguan pertukaran
4) Hipervolemia
5) Hipoventilasi
6) Hipovolemia
7) Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler
8) Gangguan aliran arteri atau vena
9) Ketidak sesuaian antara ventilasi dan aliran darah.
f. Kurang Pengetahuan
Kurang Pemahaman terhadap penyakit dan pengobatan, pengetahuan
yang terbatas, salah interpretasi, pengobatan yang kompleks, penyakit
yang kronis
Batasan Karakteristik:
1) Memberikan informasi yang salahatau tidak akurat
2) Tidak akurat mengikuti instruksi (tidak mengikuti instruksi yang
diberikan sampai dengan selesai )
3) Anggota atau pasien mempertanyakan tim perawatan kesehatan
Faktor yang berhubungan
Kurang Pemahaman terhadap penyakit dan pengobatan, pengetahuan
yang terbatas, salah interpretasi, pengobatan yang kompleks, penyakit
yang kronis
g. Defisit perawatan diri
Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri sendiri.
Batasan karakteristik:
1) Ketidakmampuan untuk mandi
2) Ketidakmampuan untuk berpakaian
3) Ketidakmampuan untuk makan
4) Ketidakmampuan untuk toileting.
32

Faktor yang berhubungan:


1) Kelemahan
2) Kerusakan kognitif
3) Kerusakan neuromuskular
5. Perencanaan Keperawatan
a. Penurunan curah jantung
1) Tujuan: penurunan curah jantung tidak sensitif terhadap isu
keperawatan. Oleh sebab itu, perawat sebaiknya tidak bertindak
secara mandiri untuk melakukannya; upaya kolaboratif perlu dan
penting dilakukan.
a) Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh
efektifitas pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ
abdomen, jantung, serebral, perifer dan pulmonal) dan perfusi
jaringan (perifer) dan status tanda vital
b) Menunjukkan status sirkulasi, dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan
atau tidak mengalami gangguan):
(1) Tekanan darah sistolik, diastolik dan rerata tentang tekanan
darah (TD)
(2) Frekuensi nadi karotis kanan dan kiri
(3) Frekuensi nadi kanan dan kiri (perifer) (misalnya brakialis,
radialis, femoralis dan pedis)
(4) Tekanan vena sentral dan tekanan baji pulmonal
(5) PaO2 dan PaCO2
(6) Status kognitif
c) Menunjukkan status sirkulasi, dibuktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan atau tidak mengalami gangguan):
(a) Hipotensi ortostatik
(b) Suara napas tambahan
(c) Distensi vena leher
(d) Edema perifer
(e) Asites
(f) Bruit pembuluh darah besar
(g) Angina
2)Kriteria Hasil NOC :
a) Tingkat keparahan kehilangan darah : tingkat keparahan
pendarahan/hemoragi internal atau eksternal

33

b) Efektivitas Pompa Jantung : keadekuatan, volume darah yang


diejeksikan dari ventrikel kiri untuk mendukung tekanan perfusi
sistemik
c) Status sirkulasi : tingkat pengaliran darah yang tidak terhambat,
satu arah, dan pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah
besar aliran sistemik dan pulmonal.
d) Perfuisi jaringan: organ abdomen : keadekuatan aliran darah
melewati

pembuluh

darah

kecil

visera

abdomen

untuk

mempertahankan fungsi organ.


e) Perfusi jaringan: jantung: keadekuatan aliran darah yang melewati
vaskulatur koroner untuk mempertahankan fungsi organ jantung
f) Perfusi jaringan: serebral : keadekuatan aliran darah yang
melewati vaskulatur serebral untuk mempertahankan fungsi otak
g) Perfusi jaringan: Perifer: keadekutan aliran darah yang melalui
pembuluh darah kecil ekstremitas untuk mempertahankan fungsi
jaringan
h) Perfusi jaringan: pulmonal: keadekutan aliran darah yang
melewati

vaskulatur

pulmonal

untuk

memerfusi

unit

alveoli/kapiler
i) Status tanda vital: tingkat suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan
darah dalam rentang normal.
3)Intervensi NIC :
a) Reduksi perdarahan : membatasi kehilangan volume darah selama
episode perdarahan
b) Perawatan
jantung:

membatasi

komplikasi

akibat

ketidakseimbangan antara suplai dan kebuuhan oksigen miokard


pada pasien yang mengalami gejala kerusakan fungsi jantung
c) Perawatan jantung, Akut: membatasi komplikasi untuk pasien
yang sedang mengalami episode ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen miokard yang mengakibatkan kerusakan
fungsi jantung
d) Promosi Perfusi Serebral: meningkatkan perfusi yang adekuat dan
membatasi komplikasi untuk pasien yang mengalami atau
beresiko mengalami ketidakadekuatan perfusi serebral
e) Perawatan Sirkulasi: insufisiensi arteri: meningkatkan sirkulasi
arteri

34

f) Perawatan Sirkulasi : Alat Bantu Mekanis: memberi dukungan


temporer sirkulasi melalui penggunaan alat pompa mekanis
g) Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena: meningkatkan sirkulasi
vena
h) Perawatan Embolus: Perifer: membatasi komplikasi untuk pasien
yang mengalami atau beresiko mengalami sumbatan sirkulasi
paru
i) Perawatan Embolus: Paru: membatasi komplikasi untuk pasien
yang mengalami atau beresiko mengalami sumbatan sirkulasi
paru
j) Regulasi Hemodinamik: mengoptimalkan frekuensi jantung,
preload, afterload dan kontraktilitas
k) Pengendalian Hemoragi: menurunkan

atau

meniadakan

kehilangan darah yang cepat dan dalam jumlah yang banyak


l) Terapi Intravena (IV): memberi dan memantau cairan dan obat
intravena (IV)
m) Pemantauan Neurologis: mengumpulkan dan menganalisis data
pasien

untuk

mencegah

atau

meminimalkan

komplikasi

neurologis
n) Manajemen syok: Jantung: meningkatkan keadekuatan perfusi
jaringan untuk pasien mengalami gangguan fungsi pompa jantung
o) Manajemen syok: Volume: meningkatkan keadekuatan perfusi
jaringan untuk pasien mengalami gangguan volume intravaskular
berat
p) Pemantauan Tanda Vital: mengumpulkan dan menganalisis dara
kardiovaskular, pernapasan dan suhu tubuh untuk menentukan dn
mencegah komplikasi

4)Aktivitas Keperawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus
pada pemantauan tanda-tanda vital dan gejala penurunan curah
jantung, pengkajian penyebab yang mendasari (mis, hipovolemia,
disritmia), pelaksanaan protokol atau program dokter untuk

35

mengatasi penurunan curah jantung, dan pelaksanaan tindakan


dukungan, seperti perubahan posisi dan hidrasi.
a) Pengkajian
(1) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis,
status pernapasan, dan status mental
(2) Pantau tanda kelebihan cairan (misalnya, edema dependen,
kenaikan berat badan)
(3) Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memerhatikan adanya
awitan napas pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung
(4) Evaluasi respons pasien terhadap terapi oksigen
(5) Kaji keruskan kognitif
(6) Regulasi hemodinamik (NIC)
(a) Pantau fungsi pacemaker, jika perlu
(b) Pantau denyut perifer, pengisian ulang kapiler, dan suhu
serta warna ekstremitas
(c) Pantau asupan dan haluaran, haluaran urine, dan berat
badan pasien, jika perlu
(d) Pantau resistensi vaskular sistemik dan paru, jika perlu
(e) Auskultasi suara paru terhadap bunyi crackle atau suara
napas tambahan lainnya
(f) Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama,
dan nadi
b) Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
(1) Jelaskan tujuan pemberian oksigen perkanula nasal atau
sungkup
(2) Instruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan
haluaran
(3) Ajarkan pengguanaan, dosis, frekuensi, dan efek samping
obat
(4) Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan
palpitasi dan nyeri, durasi, faktor pencetus, daerah, kualitas,
dan intensitas

36

(5) Instruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk


perawatan

di

rumah,

meliputi

pembatasan

aktivitas,

pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik


(6) Berikan informasi tentang teknik penurunan stres, seperti
biofeedback, relaksasi otot progesif, meditasi dan latihan fisik
(7) Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari.
c) Aktifitas Kolaboratif
(1) Konsultasikan

dengan

dokter

menyangkut

parameter

pemberian atau penghentian obat tekanan darah


(2) Berikan

dan

nitrogliserin,

titrasikan
dan

obat

vasodilator

antiaritmia,
untuk

inotropik,

mempertahankan

kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan program


medis atau protocol
(3) Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus
perifer, sesuai dengan program atau protocol
(4) Tingkatkan penurunan afterload (misalnya, dengan pompa
balon inta-aorta) sesuai dengan program medis atau protocol
(5) Lakukan perujukan ke perawat praktisi lanjutan untuk tindaklanjut, jika diperlukan
(6) Pertimbangkan perujukan ke petugas sosial, manajer kasus
atau layanan kesehatan komunitas dan layanan kesehatan di
rumah
(7) Lakukan perujukan ke petugas sosisal untuk mengevaluasi
kemampuan membayar obat yang diresepkan

37

(8) Lakukan perujukan ke pusat rehabilitasi jantung jika


diperlukan.

d) Aktifitas Lain
(1) Ubah posisi pasien ke posisi datar atau Trendelenburg ketika
tekanan darah pasien berada pada rentang lebih rendah
dibandingkan dengan yang biasanya
(2) Untuk hipotensi yang tiba-tiba, berat atau lama, pasang akses
intravena untuk pemberian cairan intravena atau obat untuk
meningkatkan tekanan darah
(3) Hubungkan efek nilai laboratorium, oksigen, obat, aktivitas,
ansietas, dan/atau nyeri pada disritmia
(4) Jangan mengukur suhu dari rectum
(5) Ubah posisi pasien setiap dua jam atau pertahankan aktivitas
lain yang sesuai atau dibutuhkan untuk menurunkan stasis
sirkulasi perifer
(6) Regulasi Hemodinamik (NIC)
(a) Minimalkan atau hilangkan stresor lingkungan
(b) Pasang kateter urine, jika diperlukan
b. Gangguan pertukaran gas
1) Tujuan :
a) Gangguan pertukaran gas akan berkurang yang dibuktikan tidak
terganggunya resopon alergi: sistemik, keseimbangan elektrolit
dan asam basa, respon ventilasi mekanis: orang dewasa, status
pernapasan: pertukaran gas, status pernapasan: ventlasi, perfusi
jaringan paru dan tanda-tanda vital.
38

b) Status pernapasan: pertukaran gas tidak akan terganggu yang


dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan1-5:
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada
gangguan):
(1) Status kognitif
(2) PaO2, PaCO2, pH arteri dan saturasi O2
(3) Tidal akhir CO2
c) Status pernapasan: pertukaran gas tidak akan terganggu yang
dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan1-5:
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada
gangguan):
(1) dispnea saat istirahat
(2) dispnea saat aktivitas berat
(3) gelisah, sianosis dan somnolen
d) status pernapasan: ventilasi tidak akan terganggu yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan1-5: gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan):
(1) frekuensi pernapasan
(2) irama pernapasan
(3) kedalaman pernapasan
(4) ekspulsi udara
(5) dispnea saat istirahat
(6) bunyi napas auskultasi
2) Kriteria Hasil NOC :
a) Respons alergi: sistemik: keparahan respons hipesensitivitas imun
sistemik terhadap antigen lingkungan (eksogenus) tertentu
b) Keseimbangan elektrolit dan asam basa: keseimbangan elektrolit
dan non elektrolit dalam kompartemen intrasel dan ekstrasel
tubuh
c) Respons ventilasi mekanis: orang dewasa: pertukaran alveolar
dan perfusi jaringan yang disokong oleh ventilasi mekanis
d) Status pernapasan: pertukaran gas: pertukaran CO 2 atau O2
dialveoli untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri
e) Status pernapasan: ventilasi: perpindahan udara masuk dan keluar
paru
f) Perfusi jaringan: paru: keadekuatan aliran darah melewati
vaskuler paru yang utuh untuk perfusi unit alveoli-kapiler
g) Tanda-tanda vital: kondisi suhu, nadi, pernapasan dan tekanan
darah dalam rentang normal
3) Intervensi NIC:

39

a) Manajemen asam basa: meningkatkan keseimbangan asam basa


dan mencegah komplikasi akibat ketidakseimbangan asam basa
b) Manajemen asam basa: asidosis respiratori: meningkatkan
keseimbangan

asam-basa

mencegah

komplikasi

akibat

ketidakseimbangan asam basa dan mencegah komplikasi akibat


kadar pCO2 serum yang lebih tinggi dari yang diharapan
c) Manajemen asam basa: alkalosis respiratori: meningkatkan
keseimbangan

asam-basa

mencegah

komplikasi

akibat

ketidakseimbangan asam basa dan mencegah komplikasi akibat


kadar pCO2 serum yang lebih rendah dari yang diharapan
d) Manajemen jalan napas: memfasilitasi kepatenan jalan napas
e) Manajemen anafilaksis: meningkatkan keadekuatan ventilasi dan
perfusi jaringan untuk individu yang mengalami reaksi alergi
(antigen-antibodi) berat
f) Manajemen asma: mengidentifikasi, mengatasi, dan mencegah
reaksi terhadap inflamasi/ konstriksi dijalan napas
g) Manajemen elektrolit: meningkatkan keseimbangan elektrolit dan
mencegah komplikasi akibat kadar elektrolit serum yang
tidaknormal atau diluar harapan
h) Perawatan emboli: paru: membatasi komplikasi pada pasien yang
mengalami, atau beresiko terhadap oklusi sirukulasi paru
i) Pengaturan hemodinamik: mengoptimalkan frekuensi jantung,
preload, afterload dan kontraktilitas jantung
j) Interpretasi data laboratorium: menganalisis secara kritis data
laboratorim pasien untuk membantu pengambilan keputusan
klinis
k) Ventilasi mekanis: penggunaan alat buatan untuk membantu
pasien bernapas
l) Terapi oksigen:

memberikan

oksigen

dan

memantau

efektivitasnya
m) Pemantauan pernapasan: mengumpulkan dan menganalisis data
pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas dan adekuatnya
pertukaran gas
n) Bantuan ventilasi: meningkatkan pola pernapasan spontan yang
optimal

dalam

memaksimalkan

karbondioksida di dalam paru

40

pertukaran

oksigen

dan

o) Pemantauan tanda vital: mengumpulkan dan menganalisis data


kardiovakular, pernapasan dan suhu tubuh untuk menentukan dan
mencegah komplikasi
4) Aktivitas keperawatan
a) Pengkajian
(1) Kaji suara paru; frekuensi napas, kedalaman dan usaha napas
dan

priduksi

sputum

sebagai

indikator

keefektifan

penggunaan alat penunjang


(2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri nadi
(3) Pantau hasil gas darah (misalnya kadar PaO 2 yang rendah dan
PaCO2 yang tinggi menunjukkan perburukan pernapasan)
(4) Pantau kadar elektrolit
(5) Pantau status mental (misalnya tingkat kesadaran, gelisah dan
konfusi)
(6) Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak
somnolen
(7) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa
mulut
(8) Manajemen Jalan Napas (NIC):
(a) Identifikasi kebutuhan pasien terhadap pemasangan jalan
napas aktual atau potensial
(b) Auskultasi suara napas, tandai area penurunan atau
hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
(c) Pantau status pernapasan dan oksigenasi, sesuai dengan
kebutuan.
(9) Pengaturan Hemodinamik (NIC):
(a) Auskultasi bunyi jantung
(b) Pantau dan dokumantasikan frekuensi, irama dan denyut
jantung
(c) Pantau adanya edema perifer, distensi vena jugularis dan
bunyi jantung S3 dan S4.
(d) Pantau fungsi alat pacu jantung, jika sesuai
b) Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
(1) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen,
penghiap, spirometer dan IPPB)
(2) Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi
(3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian
oksigen dan tindakan lainnya.

41

(4) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok itu


dilarang
(5) Manajemen Jalan Napas (NIC):
(a) Ajarkan tentang batuk efektif
(b) Ajarkan kepada pasien bagaimana menggunakan inhaler
yang dianjurkan sesuai dengan kebutuhan
c) Aktivitas kolaboratif
(1) Konsultasikan
dengan
dokter
tentang

pentingnya

pemeriksaan gas darah arteri (GDA) dan penggunaan alat


bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan
kondisi pasien
(2) Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (misalnya
sensorium pasien, suara napas, pola napas, analisis gas darah,
sputum dan efek obat
(3) Berikan obat yang diresepkan (misalnya natrium bikarbonat)
untuk mempertahankan kesimbangan asam-basa)
(4) Persiapkan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu
(5) Manajemen Jalan Napas (NIC)
(a) Berikan udara yang dilembapkan atau oksigen, jika perlu
(6) Pengaturan Hemodinamik (NIC): berikan obat anti aritmia
d) Aktivitas lain
(1) Jelakan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan posedur
untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali
(2) Beri penenangan kepada pasien selama periode gangguan
atau kecemasan
(3) Lakukan higiene oral secara teratur
(4) Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen
(misalnya pengendalian demam dan nyeri, mengurangi
ansietas)
(5) Apabila oksigen diprogramkan bagi pasien yang memiliki
masalah pernapasan kronis, pantau aliran oksigen dan
pernapaan secara hati-hati karena adanya resiko depresi
pernapaan akibat oksigen
(6) Buat rencana perawtan untuk pasien yang menggunakan
ventilator yaitu :
(a) Meyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan
melaporkan

ketdaknormalan

42

gas

darah

arteri,

menggunakan ambu bag yang dilekatkan pada sumber


oksigen di sisi tempat tidur, dan lakukan hiperoksigenasi
sebelum melakukan pengisapan
(b) Meyakinkan keefektifan pola

pernapasan

dengan

mengkaji sinkronisasi dan kemungkinan kebutuhan


sedasi
(c) Mempertahankan
melakuan

kepatenan

pengisapan

dan

jalan

napas

mempertahankan

dengan
slang

endotrakea atau penggantian slang endotrakea di tempat


tidur
(d) Memantau komplikasi (misalnya pneumotoraks, aerasi
unilateral)
(e) Memastikan kepatenan penempatan slang ET
(7) Manajemen jalan napas (NIC)
(a) Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi
(b) Atur posisi untuk mengurangi dispnea
(c) Pasang jalan napas melalui mulut atau nasofaring sesuai
dengan kebutuhan
(d) Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau
melalui pengisapan
(e) Dukung untuk bernapas pelan, dalam; berbalik dan batuk
(f) Bantu dengan spirometer insentif, jika perlu
(g) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
(8) Pengaturan Hemodinamik (NIC):
(a) Meninggikan bagian kepala tempat tidur, jika perlu
(b) Atur posisi pasien ke posisi Trendelenburg, jika perlu
c. Kelebihan volume cairan
1) Tujuan :

a) Kelebihan cairan dapat dikurangi


b) Keseimbangan cairan
2) Kriteria hasil NOC:
a) Keseimbangan air dalam kompartemen intrasel dan ekstrasel
tubuh.

43

b) Keparahan overload cairan dapat teratasi


c) Fungsi ginjal membaik
3) Intervensi NIC :
a) Pemantauan elektrolit
b) Manajemen cairan
c) Pemantauan cairan
d) Manajemen cairan dan elektrolit
e) Manajemen hipervolemia
f) Manajemen eliminasi urine

4) Aktivitas keperawatan :
a) Pengkajian
(1) Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, sakral dan
periorbital pada skala +1 sampai +4.
(2) Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap
gangguan sirkulasi dan integritas kulit.
(3) Kaji efek pengobatan pada edema.
(4) Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstremitas.
(5) Manajemen cairan (NIC)

44

Timbang berat badan setiap hari dan pantai kecenderungannya.


(6) Pertahankan catatan haluaran dan asupan yang akurat.
(7) Pantau hasil laboratorium yang relevasnsi terhadap retensi
cairan.
(8) Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan.
b) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
(1) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema;
pembatasan diet.
(2) Anjurkan pasien untuk puasa sesuai kebutuhan.

c) Aktivitas kolaboratif
(1) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan
kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium.
(2) Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala kelebihan
cairan menetap.
d. Intoleransi Aktivitas
1) Tujuan:
a) Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energy, kebugaran
fisik, energi psikomotorik, dan perawatan diri: aktivitas kehidpan
sehari hari (AKSI)
b) Menujukkan aktivitas toleransi, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut seberat, disebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat,
sedang, ringan, atau tidak mengalami gangguan :
(1) Saturasi oksigen saat aktivitas
(2) Frekuensi pernapsan saat beraktivitas
(3) Kemampuan untuk berbicara saat beraktivitas fisik

45

c) Mendemonstrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh


indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 :tidak pernah, jarang,
kadang kadang, sering atau selalu ditampilkan) :
(1) Menyadari keterbasan energi
(2) Menyeimbangkan aktivtas dan istirahat
(3) Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energy
2) Kriteria Hasil NOC :
a) Toleransi aktivitas respons fisiologis terhadap gerakan yang
memakan energi dalam aktivitas sehari-hari.
b) Ketahanan: kapasitas unutuk menyelesaikan aktivitas
c) Penghemat energi: tindakan individu untuk mengola energi untuk
memulai dan menyelesaikan aktiviatas.
d) Kebugaran fisik: pelaksanaan aktivitas fisik yang penuh fitalitas
e) Energi psikomotorik: dorongan dan energi idividu untuk
mempertahankan

aktivitas

hidup

sehari-hari,

nutrisi

dan

keamanan personal
f) Perwatan diri: ativitas kehidupa sehari-hari (aksi): kemampuan
untuk melalukan tugasa-tugas fisik yang paling dasar dan
aktivitas perwatan pribadi secara mandiri denga atau tanpa alat
bantu.
g) Perawatan

diri

aktivitas

kehidupan

sehari

hari

instrumental(AKSI): kemmpuan untuk melakukuan aktvitas yang


dibutuhkan dalam fungsi dirumah atau komunitas secara amandiri
dengan atau tanpa alat bantu.
3) Intervensi NIC :
a) Terapi aktivitas:memberi anjuran tentang dan aktivitas fisik,
kognitif, sosial, dan spritual, yang spesifik untuk meningkatkan
tentang, frekuensi, atau durasi aktivitas individu (atau kelompok)

46

b) Manajemen energi: mengsur engunan energi untuk mengatasi atau


mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
c) Manajemen lingkungan: memanipulasi lingkungan sekitr pasien
untuk memperoleh manfaat terapeutik, sekimulasi sensorik, dan
pesejahteraan psikilogis.
d) Terapi latihan fisik: mobilitas sendi: menggunakan geakan tubuh
aktif atau pasief umtuk memerthankan atau memperbaiki fleksi
bilitas sendi.
e) Terapi latian fisik: pengendalian otot: mengunakan aktivitas atau
protokol latihan yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuh yang terkontrol.
f) Promosi latian fisik: latian kekuatan: mefasilitasi latian otot
resistif secara rutin untuk mempertahankan dan meningkatkan
kekuatan otot.
g) Bantuan pemeliharaan rumah: membantu pasien dan keluarga
untuk menjaga rumah sebagai tempat tinggal yang besih,aman
dan, menyenangkan.
h) Manajemen alam perasaan: memberi rasa keamanan, stabilitasi
pemulihan, dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfungsi
alam perasaan baik depresi namun peningkatan alam perasaan.
i) Bantuan perawatan diri: membantu individu untuk melakukan
AKS.
j) Bantuan perawatan diri aksi: membantu dan mengarahkan
individu untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari hari
instrumental (AKSI) yang diperlukan untuk berfungsi dirumah
atau dikomunitas

47

4) Aktivitas keperawatan
a) Pengkajian.
(1) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat
tidur, berdiri,ambulasi,dan melakukan aksi.
(2) Kaji respon emosi,sosial,dan spiritual terhadap aktivitas.
(3) Evaluasi motifasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktifitas.
(4) Manajemen energi (NIC)
(a) Tentukan penyebab keletihan (misalnya, perawat, nyeri
dan pengobatan).
(b) Pantau

respon

kardiorespiratori

terhadap

aktivitas

(misalnya, takikardia, disritmia, dispnea, diaforesis,


pucat, tekanan hemodinamik dan frekuensi pernapasan).
(c) Pantau

respon

oksigen

pasien

(misalnya,denyut

nadi,irama jantung, dan frekuensi pernapasan) terhadap


aktivitas perawatan diri atau aktivitas keperawatan.
(d) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber
energi yang adekuat.
(e) Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan
lamanya waktu tidur dalam jam
b) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
(1) Instruksi kepada pasien dan keluarga

48

(a) Pengunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika


perlu.
(b) Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk
kondisi yang perlu dilaporkan kepada dokter.
(c) Pentingnya nutrisi yang baik.
(d) Penggunaan peralatan,s eperti oksigen, selama aktivitas.
(e) Penggunaan

teknik

relaksasi

(misalnya,

distraksi,

visualisasi) selama aktivitas.


(f) Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab
peran dalam keluarga dan tempat.
(g) Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh:
menyimpan alat atau benda yang sering digunakan di
tempat yang mudah di jangkau.

(h) Manajemen energi (NIC)


-

Ajarkan kepada pasien dan orang terdekat tentang


teknik perawatan diri yang akan meminimalkan
konsumsi oksigen (misalnya,pemantaun mandiri dan
teknik langkah untuk melakukan AKS).

Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik


menejemen waktu untuk mencegah kelelahan.

c) Aktivitas kolaboratif

49

(1) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri


merupakan salah satu faktor penyebab.
(2) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi,fisik (misalnaya,
untuk latihan ketahanan), atau rekreasi untuk merecanakan
dan mematau program aktivitas,jika perlu.
(3) Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan
kesehatan jiwa di rumah
(4) Rujuk

pasien

ke pelayanan

kesehatan

rumah

untuk

mendapatkan pelayanan bantuan perawatan rumah, jika perlu.


(5) Rujuk pasien ke ahli gizi untuk pencernaan diet guna
meningkatkan asupan makanan yang kaya energi.
(6) Rujuk pasien ke pusat rehabilitas jantung jika keletihan
berhubungan dengan penyakit jantung
d) Aktivitas lain
(1) Hindari menjadwalkan pelaksaan aktivitas perawat selama
periode istirahat
(2) Bantu pasien untuk mengubah posisi secar berkala,
bersandar,duduk,berdiri,dan ambulasi, sesuai toleransi
(3) Pantau

tanda

tanda

vital

sebelum,selama,dan

setelah

aktivitas; hentikan aktivitas jika tanda tanda vital tidak dalam


rentang normal bagi pasien atau jika anda tanda tanda bahwa
aktivitas tidak dapat ditoleransi (misalnya, nyeri, dada, pucat,
vertigo, dispnea)
(4) Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang
meningkatkan kemandirian dan ketahanan,sebagai contoh:

50

(a) Anjuran periode untuk istirahat dan aktivitas secara


bergantian
(b) Buat tujuan yang sederhana, realitas, dan dapat dicapai
oleh pasien yang dapat meningkatkan kemandirian dan
harga diri
(5) Manajemen energi (NIC)
(a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas.
(b) Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki
energi paling banyak.
(c) Bantu dengan aktivitas fisik teratur misalnaya: ambulasi,
berpindah, mengubah posisi, dan perawatan personal),
jika perlu.
(d) Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan
kebisingan) untuk mengfasilitasi relaksasi.
(e) Bantu pasien untuk melakukan pemantauan mandiri
denag membuat dokumentasi tertulis yang mencatat
asupan kalori dan energi, jika perlu.
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan
1) Tujuan:
a) Menunjukkan status sirkulasi, yang dibuktikan oleh indikator
berikut (sebutkan 1-5; gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan
atau tidak ada gangguan): TD sistolik dan diastolik
b) Menunjukkan status sirkulasi, yang dibuktikan oleh indikator
berikut (sebutkan 1-5; gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan
atau tidak ada gangguan):
(1) Bruit pembuluh darah besar
(2) Hipotensi ortostatik

51

c) Menunjukkan kognisi, yang dibuktikan oleh indikator berikut


(sebutkan 1-5; gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak
ada gangguan):
(1) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengna usia serta
kemampuan
(2) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi kognitif
(3) Menunjukkan memori jangka panjang dan saat ini
(4) Mengolah informasi
(5) Membuat keputusan yang tepat
d) Contoh lain, Pasien akan:
2.

Mempunyai system saraf pusat dan perifer yang utuh

3.

Menunjukkan fungsi sensori motor cranial yang utuh

4.

Menunjukkan fungsi otonom yang utuh

5.

Mempunyai pupul yang normal

6.

Terbebas dari kejang

7.

Tidak mengalami sakit kepala

2) Kriteria NOC:
a)

Status sirkulasi; aliran darah yang tidak obstruksi dan satu


arah, pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah besar
sirkulasi pulmonal dan sistemik

b)

Kognisi; kemampuan untuk menjalaknan proses mental


yang kompleks

c)

Status neurologis; kemampuan system saraf perifer an


system saraf pusat untuk menerima, merespon an berespon
terhaap stimulus internal dan eksternal

d)

System neurologis: kesadaran; bangkitan, orientasi, dan


perhatian terhadap lingkungan

e)

Perfusi jaringan: serebral; keadekatan aliran darah melewati


susunan pembuluh darah serebral untuk mempertahankan fungsi
otak

3) Intervensi NIC:
a) Promosi perfusi serebral : meningkatkan keadaekuatan perfusi
meminimalkan komplikasi untuk pasien yang mengalami atau
beresiko mengalami ketidakadekuatan perfusi serebral

52

b) Pemantauan tekanan intrakranial: mengukur dan menginterpreasi


data pasien untuk mengukur tekanan intrakranial
c) Pemantauan neurologis: mengumpulkan data menganalisis data
pasien

untuk

mencegah

atau

meminimalkan

komplikasi

neurologis
d) Manajemen sensasi perifer: mencegah atau meminimalkan cedera
atau ketidaknyamanan pada pasien yang mengalami perubahan
sensasi
4) Aktivitas Keperawatan
(a) Pengkajian
(1) Pantau hal-hal berikut ini:

TTV

PO2, PCO2, pH dan kadar bikarbonat

PaCO2 dan SaO2 dan kadar Hb untuk mnentukan


pengiriman oksigen kejaringan

Periksa pupil

Periksa mata

Sakit kepala

Tingkat kesadaran dan orientasi

Memori, alam perasaan dan afek

Curah jantung

Reflek corneal, batuk dan muntah

Tonus otot, pergerakan motorik, gaya berjalan dan


kesesuaian

(2) Pemantauan tekanan intracranial (NIC);

Pantau TIK dan respon neurologis pasien terhadap


aktivitas perawatan

Pantau tekanan perfusi serebral

Perhatikan
terhadap stimulus

53

perubahan

pasien

sebagai

respon

(b) Aktivitas kolaboratif


(1) Pertahankan parameter hemodinamika dalam rentang yang
dianjurkan
(2) Berikan

obat-obatan

untuk

meningkatkan

volume

intravaskuler sesuai program


(3) Induksi hipertensi untuk mempertahankan tekanan perfusi
serebral, sesuai program
(4) Berikan loop diuretic dan osmotic, sesuai prigram
(5) Tinggikan bagian kepala tempat tidur hingga 45drjt
tergantung pada kondisi pasien dan program dokter
(c) Aktivitas lain
(1) Pemantauan TIK (NIC):

Lakukan modalitas terapi kompresi, jika perlu

Meminimalkan stimulus lingkungan

Beri interval setiap asuhan keperawatan untuk


meminimakan peningkatan TIK

f. Kurang Pengetahuan
Hasil yang diharapkan Tujuan: Klien memahami akan kondisi
(Penyakit) ditandai dengan:
1) Pasien atau orang dengan verbalisasi dapat mengetahui apa yang
diinginkan.
2) Pantien dapat melakukanketerampilanyang diinginkan.
Rencana Tindakan
1) Observasi
a) Kaji pengetahuan pasien tentang penyebab, pengobatan, dan
tindak lanjut perawatan yang berhubungan dengan CHF
Rasional :Informasi ini memberikan dasar awal untuk sesi
pendidikan. Mengajar konten standar bahwa pasien sudah tahu
membuang waktu yang berharga dan menghalangi pembelajaran
kritis.
b) Identifikasi kesalahpahaman yang ada tentang perawatan.

54

Rasional: Memahami kesalahpahaman setiap pasien mungkin


anda miliki tentang pengobatan atau samping efek akan
memandu intervensi di masa depan.
2) Mandiri
a) Mendidik pasien atau orang lain yang signifikan tentang hal
berikut:
Rasional: Pasien lebih mampu untuk mengajukan pertanyaan
dan mencari bantuan ketika mereka mengetahui informasi dasar
tentang pengobatan penyakit. The American Heart Association
(AHA) dan Komisi Bersama (TJC) menyediakan alat-alat yang
sangat baik untuk memberikan pendidikan untuk memenuhi
pedoman nasional.
b) Jantung normal dan sirkulasi
Rasional: Informasi membantu pasien memahami proses
penyakit.
c) Proses penyakit CHF
Rasional: Pengetahuan tentang proses penyakit dan penyakit
akan mendorong kepatuhan terhadap terapi medis yang
disarankan.
d) Secara keseluruhan tentang tujuan terapi medis
Rasional: Sebuah diskusi tentang tujuan jangka panjang akan
membantu

memperjelas

kesalah

pahaman

dan

dapat

meningkatkan kepatuhan.
e) Pentingnya mengikuti terapi
Rasional: CHF adalah alasan paling umum untuk diterima
kembali, terutama pada populasi yang lebih tua. Ketaatan
bantuan terapi dalam mengurangi gejala dan diterima kembali.
Terapi

harus

memfasilitasi

disederhanakan
kepatuhan.

sebanyak

Pasien

harus

mungkin

untuk

didorong

untuk

menindaklanjutidengan penyedia layanan kesehatan


f) Gejala (misalnya, kenaikan berat badan, edema, lelah, dyspnea)
dan kapan harus melaporkannya ke penyedia layanan kesehatan
Rasional: Ketika pasien dapat mengidentifikasi gejala yang
memerlukan perhatian medis yang segera, komplikasi dapat
diminimalkan atau mungkin dicegah.
g) Modifikasi diet untuk membatasi natrium konsumsi

55

Rasional: Memahami alasan di balik pembatasan diet dapat


membentuk

motivasi

yang

diperlukan

untuk

membuat

penyesuaian ini dalam gaya hidup. Diet dan pendidikan tentang


pembatasan cairan merupakan bagian dari pedoman kinerja
nasional.
h) Pedoman mendukung aktifitas
Rasional: Memberikan informasi
ketidakpastian

dan

mempromosikan

spesifik

mengurangi

penyesuaian

tingkat

aktivitas yang direkomendasikan.


i) Obat
Rasional: Kebutuhan obat penting yang harus diresepkan dan
diambil untuk memenuhi pedoman nasional dan mengurangi
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan CHF.
Pemenuhan meningkat ketika pasien memahami "mengapa"
mereka diharapkan untuk mengambil begitu banyak obat.
Pelaporan yang cepat dari efek samping dapat mencegah
komplikasi yang berhubungan dengan obat.
j) Aspek psikologis penyakit kronis
Rasional: Hidup dengan penyakit kronis dapat menyedihkan,
terutama bagi pasien yang sudah tua, yang mungkin memiliki
sistem dukungan terbatas. Rujukan ke kelompok pendukung
yang dapat diindikasikan.
k) Berhenti merokok
Rasional: Siapapun yang telah merokok dalam waktu 12 bulan,
bukan hanya, perokok saat ini, sebelum masuk harus mendapat
konseling merokok.
l) Sumber daya masyarakat
Rasional: Rujukan dapat membantu untuk dukungan keuangan
dan emosional.
m) Memberikan informasi tentang cara-cara untuk meningkatkan
upaya pengelolaan diri:
(1) Menyadari pentingnya perubahan kondisi seseorang
(2) Keputusan mengenai perawatan yang tepat dan evaluasi
efektivitas mereka
Rasional: Beban hidup dengan CHF kronis terletak pada
pasien dan pengasuh. Pasien berada di garis depan dan
bereaksi terhadap perubahan gejala dan kondisi. Mereka

56

harus mampu merawat diri sendiri untuk perubahan kecil


(misalnya, meningkatkan diuretik, mengurangi cairan)
sebelum menghubungi penyedia layanan kesehatan.
n) Mendorong pertanyaan dari pasien atau orang lain yang
signifikan
Rasional: Sebuah kelompok memilih pasien dengan CHF,
terutama kelas III dan IV, bisa mendapatkan keuntungan dari
terapi

medis

tambahan,

termasuk

implan

cardioverter

defibrillator jantung dan operasi transplantasi jantung.


3) Pendidikan Kesehatan
a) Berikan penjelasan tentang proses penyakit yang dialami klien
Rasional: Penjelasan yang jelas dan akurat mengenai proses
penyakit yang dialami klien membuat klien tetap tabah dan
berperan aktif dalam proses terapi.
4) Kolaborasi
Memberikan informasi pada perangkat medis dan terapi yang dapat
diindikasikan untuk cardiac output yang optimal
Rasional: Pertanyaan memfasilitasi komunikasi terbuka antara
pasien dan penyedia perawatan jantung , dan memungkinkan
verifikasi pemahaman informasi yang diberikan dan kesempatan
untuk memperbaiki kesalah pahaman.
g. Deficit perawatan diri
1) Kriteria NOC
a) Self care status
b) Self care:dressing
c) Activity tolelance
d) Fatique level
e) Anxiety self control
f) Ambulation
g) Self care deficit toileting
h) Self care deficit hygiene
i) Urinary incontinence fungsional
j) Mobility physical inpaired
k) Self care deficit feeding
l) Sensory perception, auditory disturbed
Kriteria hasil
a) Mencuci tangan
b) Menggunakan deodoran
c) Membersihkan area perinea
d) Membersihkan telinga
e) Menjaga oral hygiene
f) Menjaga kebersihan hidung

57

g) Makan
h) Berpakaian
i) Toileting
j) Mandi
k) Hygiene
l) Oral hygiene
m) Ambulasi: berjalan
2) Intervensi NIC
a) monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
b) monitor kebutuhan klien untuk alat-alat, bantu untuk kebersihan
diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
c) sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
d) dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
e) dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
ketika klien tidak mampu melakukanya.
f) ajarkan klien/keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika klien tidak mampu untuk
melakukanya.
g) berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai dengan kemampuannya
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
6. Discharge Planning pada pasien dengan CHF yaitu : (Heart
Foundation, 2011)
a. Ajarkan pasien memonitor dan mengontrol kebutuhan keseimbangan
cairan dengan cara :
1) Batasi diet sodium kurang dari 2 gr/hari dan intake cairan < 2
lt/hari (1,5 lt. CHF berat) tetap disesuaikan dengan kondisi
individu, batasi mengkonsumsi kafein 1-2 gelas/hari.
2) Gunakan dasar berat badan sebagai tanda kelebihan cairan, jelaskan
bahwa peningkatan berat badan adalah tanda dari retensi cairan.
Anjurkan pasien untuk menimbang berat badan setiap pagi (setelah
buang air kecil dan sebelum berpakaian dan sarapan) dan hubungan
dokter atau perawat spesialis CHF bila peningkatan 2 kg dalam
waktu 48 jam.

58

3) Jelaskan tanda dari dyspnea, edema dan bengkak serta laporkan


jika menemukan tanda-tanda tersebut.
4) Ajarkan menggunakan obat diuretik jika ada kejadian retensi caran.
b. Jelaskan perubahan pola hidup dan tindakan pencegahan pada CHF
1)

yaitu :
Batasi intake alkohol : tidak lebih dari 1-2 gelas/hari. Pasien yang
mengalami cardiomyopati karena alkohol harus menghentikan konsumsi

2)
3)
4)

alkohol untuk memperlambat perkembangan penyakitnya.


Vasinasi untuk melawan penyakit influensa dan pneumococcal.
Istirahat total saat kondisi tidak stabil atau selama kondisi akut.
Berhenti merokok.

59

60

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Uraian Kasus CHF
b. Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
c. Discharge Planning
Pendidikan kesehatan pada pasien dengan CHF yaitu :
1. Ajarkan pasien memonitor dan mengontrol kebutuhan keseimbangan
cairan dengan cara :
a. Batasi diet sodium kurang dari 2 gr/hari dan intake cairan < 2
lt/hari (1,5 lt. CHF berat) tetap disesuaikan dengan kondisi
individu, batasi mengkonsumsi kafein 1-2 gelas/hari.
b. Gunakan dasar berat badan sebagai tanda kelebihan cairan,
jelaskan bahwa peningkatan berat badan adalah tanda dari
retensi cairan. Anjurkan pasien untuk menimbang berat badan
setiap pagi (setelah buang air kecil dan sebelum berpakaian dan
sarapan) dan hubungan dokter atau perawat spesialis CHF bila
peningkatan 2 kg dalam waktu 48 jam.
c. Jelaskan tanda dari dyspnea, edema dan bengkak serta laporkan
jika menemukan tanda-tanda tersebut.
d. Ajarkan menggunakan obat diuretik untuk mengatasi retensi
cairan.
2. Jelaskan perubahan pola hidup dan tindakan pencegahan pada CHF
yaitu :
a. Istirahat total saat kondisi tidak stabil atau selama kondisi akut
b. Mengukur nadi dan tekanan darah setiap hari
c. Tingkatkan aktivitas dengan latihan berjalan
d. Hindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan stres
e. Catat nadi bila kurang dari 60 x/mnt atau lebih dari 120 x/mnt
sebelum pemberian obat digitalis
f. Kontrol yang teratur.
BAB 4
PEMBAHASAN

61

A. Jurnal terkait
Analisa menggunakan format PICOT
1. Judul
The patient work system: An analysis of self-care performance barriers
among elderly heart failure patients and their informal caregivers.
Peneliti
Richard J. Holden, PhD, Christiane C. Schubert, PhD, and Robin S.
Mickelson, MS, RN
Tahun
2015. Halaman 133-150
a. Population
Sebuah model Sistem Kerja Pasien dikembangkan untuk memandu
pengumpulan dan analisis wawancara, survei, dan pengamatan pasien
dengan CHF (n = 30).
b. Intervention
Intervensi pada penelitian ini diterapkan manusia sebagai satu alat
dasar, model sistem, untuk menyelidiki hambatan kinerja perawatan
diri di antara pasien lansia sakit kronis dan keluarga yang merawat
mereka. Sebuah model Sistem Kerja Pasien dikembangkan untuk
memandu pengumpulan dan analisis wawancara, survei, dan
pengamatan pasien dengan CHF. Analisis berulang mengungkapkan
sifat dan prevalensi hambatan perawatan diri di komponen dari model
sistem kerja pasien. Hambatan orang terkait yang umum dan berasal
dari kondisi pasien, keterbatasan pengetahuan, preferensi, dan
persepsi serta karakteristik pengasuh informal dan profesional
kesehatan. Hambatan tugas juga sangat lazim dan termasuk kesulitan
tugas, waktu, kompleksitas, ambiguitas, konflik, dan konsekuensi
yang tidak diinginkan.
c. Control
Kontrol pada penelitian ini pada sebuah model Sistem Kerja Pasien
yang dikembang dikembangkan yaitu keluarga atau yang merawat
pasien dengan gagal janjung (n = 14).
d. Outcome
Tujuan dari tugas akhir ini Penelitian ini menunjukkan satu aplikasi
dari orientasi pasien atau hal yang terlibat dalam diri pasien sebagai
suatu konsep faktor-faktor dan data yeng membangun dari "Sistem
Kerja Pasien." Untuk faktor manusia untuk terus membuat kontribusi
62

berharga untuk bidang kesehatan dan kesehatan di era baru


"keterlibatan pasien," kita harus membangun contoh ini dengan
mengadaptasi faktor manusia lainnya pendekatan termasuk penilaian
beban kerja, analisis tugas kognitif, desain berpusat pengguna,
pengujian kegunaan, dan partisipatif proses desain ulang untuk belajar
dan meningkatkan kerja yang dilakukan oleh pasien.
e. Time bond
Pengumpulan data untuk setiap peserta rata-rata satu bulan ,
memungkinkan : temuan tentang perubahan; analisis bersamaa; dan
eksplorasi tema utama di seluruh pertemuan. Secara khusus, sementara
wawancara awal yang digunakan untuk menutupi berbagai macam
literatur dan untuk mengidentifikasi partisipan, tindak lanjut
wawancara mampu fokus pada perubahan sejak wawancara terakhir,
mengisi setiap topik yang belum tercakup, dan menyelidiki lebih
dalam topik penting bagi peserta itu. pengumpulan data dilakukan dari
September 2012 sampai dengan Maret 2013.
2. Judul
Health Status and Self care Outcomes Following an Education Support
Intervention for People with Chronic Heart Failure
Peneliti
a. Angela P. Clark, PhD, RN, ACNS-BC, FAAN, FAHA
b. Graham McDougall, PhD, RN, FAAN, FGSA
c. Barbara Riegel, DNSc, RN, FAAN, FAHA
d. Glenda Joiner-Rogers, PhD, RN, ACNS-BC
e. Sheri Innerarity, PhD, RN, ACNS-BC, FNP
f. Martha Meraviglia, PhD, RN, ACNS-BC
g. Carol Delville, PhD, RN, ACNS-BC
h. Ashley Davila, MSN, ACNS-BC
Tahun
Juli 2016 Edis 30 Halaman 1-20
a. Population
Penelitian ini menggunakan acak, desain 2 kelompok. Lima puluh
orang yang terdaftar selama 9 bulan dan diuji di 4 titik waktu awal;
setelah 3 bulan dukungan pendidikan intervensi; pada 6 bulan, setelah
3 bulan dari dukungan telepon/email; dan 9 bulan, setelah periode 3
bulan tidak ada kontak. Praktek maju perawat terdaftar disampaikan
intervensi. Metode peningkatan daya ingat dibangun ke dalam bahan
63

ajar dan bahan intervensi. Peneliti berusaha mengukur efektivitas


intervensi pada hasil status kesehatan dan hasil perawatan diri. Subyek
dievaluasi kegunaan intervensi pada akhir penelitian.
b. Intervention
Intervensi pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
intervensi dukungan pendidikan yang disampaikan selama perawatan
di rumah, menggunakan strategi untuk meningkatkan status kesehatan
dan perawatan diri pada orang dewasa/ lansia dengan kelas I - III CHF.
Selaian itu juga intervensi ini digunakan dengan tujuan lain untuk
mengeksplorasi persepsi subjektif peserta dari intervensi yang ada.
c. Control
Lima puluh peserta (25 kontrol dan 25 intervensi) diacak, terdaftar dan
diikuti untuk intervensi 9 bulan. Dua peserta hilang untuk
menindaklanjuti digantikan (satu pindah ke negara bagian , yang
dipindahkan lain dan tidak bisa ditemukan) dan data mereka tersingkir
dari analisis. Peserta dalam kelompok kontrol terdaftar untuk
menerima intervensi pada akhir penelitian. Penelitian dilakukan di
daerah perkotaan barat daya dan University of Texas di Austin
Institutional.
d. Outcome
Berdasarkan hasil penelitian ini, rata-rata usia sampel adalah 62,4
tahun, dengan mayoritas perempuan. Peserta berpendidikan dan
memiliki penyakit penyerta lainnya termasuk diabetes dan obesitas (48
%). Kelompok intervensi menunjukkan perbaikan yang signifikan
dalam status fungsional, efektivitas perawatan diri dan kualitas hidup;
Perubahan pada adaptasi mengenai kondisi; tingkat pengetahuan untuk
perawatan diri; dan cara perawatan diri itu pada penderita gagal
jantung.
f. Time bond
Peserta yang tidak dirawat dirumah sakit direkrut dari perawat
terdaftar sesuai arahan dokter, CHF dirawat diklinik, dan media.
Kriteria inklusi adalah: didiagnosis dengan New York Heart
Association (NYHA) kelas I - III sistolik atau diastolik Hearth
Failure ; usia 45 atau di atas; bersedia untuk berpartisipasi dalam
sebuah studi 9 bulan acak; tinggal di rumah secara mandiri; mampu

64

berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Inggris; dan skor


minimal 23 pada Ujian Negara.
3. Judul
How effective is an in-hospital heart failure self-care program in a
Japanese setting? Lessons from a randomized controlled pilot study.
Peneliti
Naoko P Kato, Koichiro Kinugawa, Miho Sano, Asuka Kogure, Fumika
Sakuragi, Kihoko Kobukata, Hiroshi Ohtsu, Sanae Wakita, Tiny Jaarsma,
Keiko Kazuma
Tahun
2016
a. Population
Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah klien yang dirawat inap
dengan diagnosa CHF sistolik dan diastolik. Intervensi yang diberikan
dalam penelitian ini program perawatan diri untuk pasien Heart Failure
yang disampaikan oleh tim multidisiplin sebelum pulang dari rumah
sakit dengan harapan ada peningkatan perawatan diri pasien sebelum
pulang dari rumah sakit.
b. Outcome
Hasil utama dalam penelitian ini adalah perilaku perawatan diri yang
dinilai menggunakan European Heart Failure Self-Care Behavior
Scale (EHFScBS) termasuk pengetahuan tentang Hasil penelitian dari
penelitian ini adalah tidak ada perbedaan dalam skor total EHFScBS
antara kedua kelompok. Tetapi ada satu skor perilaku spesifik
mengenai diet rendah garam dan pengetahuan yang meningkat secara
signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (F = 2,47, P =
0,098). Hasil follow-up program HF selama 2 tahun terlihat ada
penurunan rawat inap pada Heart Failure dan kematian jantung (rasio
hazard, 0,17; 95% confidence interval, 0,03-0,90; P = 0,04).
c. Time bond
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2009 2010 pada Rumah sakit
Universitas di Tokyo.

65

BAB 5
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi,
atau bisa juga disebut sindrom klinis yang dihasilkan dari gangguan
jantung struktural atau fungsional yang merusak kemampuan ventrikel
untuk mengisi dan mengeluarkan darah, yang ditandai dengan kelebihan
cairan atau perfusi jaringan yang tidak memadai (Smeltzer, 2012; Hinkle
& Cheever, 2014).
2. Penyakit terjadi ketika kondisi fisiologis ketika jantung tidak dapat
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
CHF sebenarnya merupakan kumpulan gejala atau sindrom klinis
kompleks yang merupakan hasil akhir dari setiap gangguan struktur
jantung atau fungsi yang menurunkan nilai struktural atau fungsional
pengisian ventrikel atau pemompaan darah sehingga merusak kemampuan
pemompaan jantung.
3. Gejala yang ditimbulkan yang berefek pada kehidupan yang dijalani
pasien setiap hari. Komplesitas etiologi dan faktor resiko CHF
menyebabkan perubahan secara patofisiologi yaitu terjadinya kerusakan
pada kontraktilitas ventrikel, peningkatan afterload dan gangguan
pengisian diastolik yang berefek pada penurunan cardiac output. CHF
dapat terjadi karena gangguan mekanisme yang mana dapat berasal dari
dalam jantung itu sendiri (intrinsik), dan faktor luar (ekstrinsik) yang

66

mempengaruhi kerja jantung. Kondisi yang paling sering menyebabkan


CHF adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang mengakibatkan
kegagalan fungsi sistolik ventrikel kiri, berbagai gejala dan tanda yang
dialami klien CHF dyspnea dan kelemahan, kurangnya toleransi terhadap
aktivitas, retensi cairan, kongestif pulmonal dan edema peripheral.
Beberapa gejala lain yang muncul akibat heart failure adalah, dan mual
dan kurang nafsu makan.
4. Kondisi yang seperti ini dapat dipastikan sangat mengganggu status
fungsional pasien itu sendiri dan juga meningkatkan readmission untuk
masuk rumah sakit kembali. Masalah ini akan semakin bertambah jika
perawatan yang diberikan hanya menitik berat pada tanda dan gejala yang
dialami oleh klien. Masalah ini bila dikaitkan dengan teori self care Orem
bisa teratasi dengan memodifikasi model perawatan dengan membantu
individu untuk melakukan intervensi keperawatan secara mandiri sehingga
dapat mengatur dalam segala kebutuhannya atau dengan mengajak pasien
berpartisipasi secara aktif dalam memanagemen penyakitnya secara
mandiri maupun dengan bantuan keluarga maupun petugas kesehatan,
dengan harapan mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh klien
agar dapat digunakan secara tepat untuk mempertahankan fungsi optimal
(Tomey & Alligood, 2014). Dari hasil penelitian yang dilakukan
berdasarkan ketiga jurnal diatas terlihat bagaimana besarnya pengaruh dari
program self care yang dilakukan oleh perawat baik yang menggunakan
metode konvensional seperti yang dilakukan oleh Naoko dkk pada tahun
2016 dengan memberikan penyuluhan sebelum klien pulang kerumah
maupun menggunakan metode modern seperti yang dilakukan oleh Angela
dkk, yang memberikan program dukungan self care melalui media
elektronik yaitu telepon dan email sama sama menunjukkan hasil yang
sangat signifikan yaitu mampu meningkatkan self care klien terlebih status
fungsional, efektivitas perawatan diri dan kualitas hidup; Perubahan pada
adaptasi mengenai kondisi; tingkat pengetahuan untuk perawatan diri; dan
cara perawatan diri itu pada penderita gagal jantung, perilaku spesifik
mengenai diet rendah garam dan pengetahuan yang meningkat sehingga
terlihat ada penurunan rawat inap dan kematian jantung pada CHF.
67

B. SARAN
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan selalu didasarkan pada evidence base
agar asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien tepat dan sesuai
sasaran.

68

DAFTAR PUSTAKA
Ades, Philip A., Keteyian, Steven J., Balady, Gary J., Houston-Miller, N.,
Kitzman, Dalane W., Mancini, D.M., Rich, Michael W. 2013. Cardiac
Rehabilitation Exercise and Self Care for Chronic Heart Failure. JACC
Heart Fail. 1(6): 540547.
Alligood, M. R. (2014). Nursing theorists and their work (8th ed.). St. Louis:
Elsevier Mosby.
Black, J., & Hawks, J. 2014. Medical Surgical Nursing. Singapura: Elsevier
(Singapura) Pte Ltd
Brown, D., Edward, H.R., Lewis , S.M., Heitkemper, M.M., &Dirksen, S.R. 2005.
Medical surgical Nursing. Elsevier pty. Limited.
Clark, A.P., McDougall, G., Riegel, B., Joiner-Rogers, G.,

Meraviglia, M.,

Delville, C., Davila, A. 2015. Health Status and Self-care Outcomes


Following an Education-Support Intervention for People with Chronic
Heart Failure. J Cardiovasc Nurs. 30 (401).
Cowie, M.R., Dar, Q, 2008. in ffusler, Vth, et.all.eds Hurt's the hears. 12. volum I.
USA.
Gulanick, M., & Myers, J. L. (2014). Nursing Care Plans : Diagnoses,
Interventions, and Outcomes. Philadelphia: Mosby.
Heart Foundation. (2011). Diagnosis and Management of Chronic Heart Failure.
Quick Reference Guide for Health Professionals , 7.
Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2014). Brunner & Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing Thirteenth edition. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins.

69

Holden, Richard J., Christiane, C., Schubert., Mickelson, Robin S. 2015. The
patient work system: An analysis of self-care performance barriers
among elderly heart failure patients and their informal caregivers. Appl
Ergon. 0: 133150
Ignasius, D. D., & Worman, M. (2010). Medical Surgical Nursing: Patient
-Centered.

St.Louis, Missouri : Elsevier .

Jane, B. (2012). An overview of chronic heart Failure management. Nursing


Practice

Review Cronic heart failure , 16-20.

Kato, N.P., Kinugawa, K., Sano, M., Kogure, A., Sakuragi5, F., Kobukata, K.,
Ohtsu, H., Wakita, S., Jaarsma, T., Kazuma, K. 2016. How effective is
an in-hospital heart failure self-care program in a Japanese setting?
Lessons from a randomized controlled pilot study. Patient Preference and
Adherence. 10 171181.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M.
(2011). Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of
Clinical Problems. St. Louis: Mosby.
Millucci, L., Paccagnini, E., Ghezzi, L., Bernardini, G, Braconi, D., Laschi, M.,
Consumi, M., Spreafi, A., Tanganelli, Piero., Lupetti, Pietro., Magnani,
A., Santucci, A. 2011. Different Factors Affecting Human ANP Amyloid
Aggregation and Their Implications in Congestive Heart Failure. Atrial
Amyloidosis and Congestive Heart Failure . PLoS ONE 6(7).
Moser, D. K., & Riegel, B. (2008). Cardiac Nursing : A Companion to
Braunwald's Heart Disease. St. Louis: Saunders.
Palazzuoli, A., Gallotta, M., Quatrini, I., Nuti, R. 2010. Natriuretic peptides (BNP
and NT-proBNP): measurement and relevance in heart failure. Vascular
Health and Risk Management. (6) 411418
Riset Kesehatan Dasar. (2013, Desember). Dipetik OKtober 2014, dari
www.terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index/blp/catalog/book/64.

70

Standring, S. (2008). Gray's anatomy: The anatomical basis of clinical practice


(40th ed.). London: Churchill Livingstone Elsevier.

Smeltzer, C. 2012. Textbook of Medical Surgical Nursing Volume 1. Philadelphia:


Lippincott.
Timby, K. B., & Smith, E. N. (2010). Introductory : Medical Surgical Nursing.
Philadelphia: Lippincott.
Yancy, C. (2013). 2013 ACCF / AHA Guideline for The Management of Heart
Failure. Target : HF , 8.
Wilkinson., J.M. 2016. Diagnosis Keperawatan. Jakarta. EGC.

71

You might also like