Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1
1.
2.
3.
Tujuan Percobaan
Menentukan karakteristik limbah B3
Menjelaskan cara pengolahan limbah B3
Menganalisa limbah B3 dengan cara fisika
6.
7.
8.
9.
pH control
larut,
Hg++ + S=
HgS
6+
Cr + 3 e
Cr3+
Cr3+ + 3 OH- Cr(OH)3
Limbah : pada umumnya untuk senyawa organik, flash point < 40oC
Incenerator : tipe, suhu pembakaran, waktu tinggal, tinggi snack, air
1.2.2
Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang
kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada
tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan
adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter dan belt press.
4. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang
terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolisis, wet air oxidation dan composting.
Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya sanitary landfill, crop land, atau
injection well.
1.2.2.2 Solidification/Stabilization
Disamping chemical conditioning, teknologi solidification/stabilization juga
dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan
aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai
arti yang sama. Proses dolidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu:
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulationtetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat
mikroskopik
3. Presipitation
4. Adsorbsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia
pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya
ke bahan padat.
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama
sekali.
mixing,
in-situ
solidifikasi/stabilisasi
mixing,
diatur
dan
oleh
plant
mixing.
BAPEDAL
Peraturan
berdasarkan
mengenai
Kep-
1. Irritants : Zat kimia yang menyebabkan iritasi atau reaksi peradangan bila kontak
dengan tubuh.
Contoh :
Powdered chemicals
Cutting oils
Solvens
2. Sensitizers : Zat kimia yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan
sementara/alergi. Biasanya tidak ada masalah pada kontak pertama tetapi dapat
menyebabkan alergi pada kontak berikutnya.
Contoh :
Isocuantes/formaldehydes (digunakan sebagai lem dan busa)
Senyawa nickel (plating/metal cutting oils/jewelry)
3. Reproductive Hazard
4. Carsinogen
5. Beracun (toksik)
Contoh : Limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cu, Cd, Fe, Pb, Mn, Hg, san
Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd
dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan
dari industri klor-alkali, industri cat, kegiaan pertambangan, industri kertas, serta
pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu.
Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi
rendah.
1.2.3
(fisiosorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi). Adsorpsi adalah suatu proses
yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan
akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan tersebut. Adsorpsi
berbeda dengan absorpsi, dimana pada absorpsi fluida terserap oleh fluida lainnya
dengan membentuk suatu larutan. Dalam adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan
adsorben, dimana adsorbat adalah substansi yang terjerap atau substansi yang akan
dipisahkan dari pelarutnya misalnya logam berat seperti Cu, Cr, Pb, Cd dan lain-lain,
sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini bisa berupa
lempung, karbon aktif, zeolit atau dari limbah biomassa seperti serbuk gergaji atau
ampas tebu yang dihaluskan.
Cara lain yang dikembangkan untuk mengolah limbah cair yang mengandung
logam berat adalah flotasi. Proses flotasi lebih mampu memisahkan partikel-partikel
yang berukuran kecil secara sempurna dan lebih selektif dibandingkan proses-proses
pengolahan limbah lain. Disamping itu flotasi juga lebih menguntungkan karena
pemisahannya lebih cepat dan biaya operasinya relatif lebih murah. Pada flotasi,
separasi dihasilkan oleh gelembung-gelembung gas (diffuser) yang digunakan. Gas
yang ditambahkan ke dalam larutan air limbah akan mengalami kontak dengan
partikel-partikel kandungan air limbah, sehingga menghasilkan gaya apung yang
cukup besar, yang menyebabkan partikel-partikel tersebut mengapung ke permukaan.
Diffuser yang umum digunakan dalam proses flotasi adalah udara atau oksigen.
Udara/oksigen sebagai diffuser atau dapat juga ozon karena mempunyai kemiripan
sifat dengan oksigen dengan beberapa kelebihan diantaranya : merupakan oksidator
yang lebih kuat dan lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan oksigen, dan
juga merupakan bahan bantu koagulan dan disinfektan.
1.2.4
Tanah Lempung
Tanah liat atau lempung dihasilkan oleh alam, yang bersal dari pelapukan
kerak bumi yang sebagian besar tersusun oleh batuan feldspatik, terdiri dari batuan
granit dan batuan beku. Kerak bumi terdiri dari unsur unsur seperti silikon, oksigen,
dan aluminium. Aktivitas panas bumi membuat pelapukan batuan silika oleh asam
karbonat, kemudian membentuk terjadinya tanah liat. Tanah Liat atau tanah lempung
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tanahnya sulit menyerap air sehingga tidak cocok untuk dijadikan lahan
pertanian.
2. Tekstur tanahnya cenderung lengket bila dalam keadaan basah dan kuat
menyatu antara butiran tanah yang satu dengan lainnya.
3. Dalam keadaan kering, butiran tanahnya terpecah-pecah secara halus.
4. Merupakan bahan baku pembuatan tembikar dan kerajinan tangan lainnya
yang dalam pembuatannya harus dibakar dengan suhu di atas 10000C.
14000C, bahkan ada yang mencapai 17500C. Yang termasuk tanah liat primer antara
lain: kaolin, bentonite, feldspatik, kwarsa dan dolomite, biasanya terdapat di tempattempat yang lebih tinggi daripada letak tanah sekunder. Pada umumnya batuan keras
basalt dan andesit akan memberikan lempung merah sedangkan granit akan
memberikan lempung putih. Mineral kwarsa dan alumina dapat digolongkan sebagai
jenis tanah liat primer karena merupakan hasil samping pelapukan batuan feldspatik
yang menghasilkan tanah liat kaolinit.
Tanah liat primer memiliki ciri-ciri:
tidak plastis,
Dalam keadaan kering, tanah liat primer sangat rapuh sehingga mudah
ditumbuk menjadi tepung. Hal ini disebabkan partikelnya yang terbentuk tidak
simetris dan bersudut-sudut tidak seperti partikel tanah liat sekunder yang berupa
lempengan sejajar. Secara sederhana dapat dijelaskan melalui gambar penampang
irisan partikel kwarsa yang telah dibesarkan beberapa ribu kali. Dalam gambar di
bawah ini tampak kedua partikel dilapisi lapisan air (water film), tetapi karena
bentuknya tidak datar/asimetris, lapisan air tidak saling bersambungan, akibatnya
partikel-partikel tidak saling menggelincir.
Jumlah tanah liat sekunder lebih lebih banyak dari tanah liat primer.
Transportasi air mempunyai pengaruh khusus pada tanah liat, salah satunya ialah
gerakan arus air cenderung menggerus mineral tanah liat menjadi partikel-partikel
yang semakin mengecil. Pada saat kecepatan arus melambat, partikel yang lebih berat
akan mengendap dan meninggalkan partikel yang halus dalam larutan. Pada saat arus
tenang, seperti di danau atau di laut, partikel partikel yang halus akan mengendap di
dasarnya. Tanah liat yang dipindahkan bisaanya terbentuk dari beberapa macam jenis
tanah liat dan berasal dari beberapa sumber. Dalam setiap sungai, endapan tanah liat
dari beberapa situs cenderung bercampur bersama. Kehadiran berbagai oksida logam
seperti besi, nikel, titan, mangan dan sebagainya, dari sudut ilmu keramik dianggap
sebagai bahan pengotor. Bahan organik seperti humus dan daun busuk juga
merupakan bahan pengotor tanah liat.
Karena pembentukannya melalui proses panjang dan bercampur dengan bahan
pengotor, maka tanah liat mempunyai sifat: berbutir halus, berwarna krem/abuabu/coklat/merah jambu/kuning, suhu matang antara 9000C-14000C. Pada umumnya
tanah liat sekunder lebih plastis dan mempunyai daya susut yang lebih besar daripada
tanah liat primer.
Semakin tinggi suhu bakarnya semakin keras dan semakin kecil porositasnya,
sehingga benda keramik menjadi kedap air. Dibanding dengan tanah liat primer, tanah
liat sekunder mempunyai ciri tidak murni, warna lebih gelap, berbutir lebih halus dan
mempunyai titik lebur yang relatif lebih rendah. Setelah dibakar tanah liat sekunder
biasanya berwarna krem, abu-abu muda sampai coklat muda ke tua.
Tanah liat sekunder memiliki ciri-ciri:
Kurang murni.
Plastis.
Warna tanah tanah alami terjadi karena adanya unsur oksida besi dan unsur
organis, yang biasanya akan berwama bakar kuning kecoklatan, coklat, merah, wama
karat, atau coklat tua, tergantung dan jumlah oksida besi dan kotoran-kotoran yang
terkandung. Biasanya kandungan oksida besi sekitar 2%-5%, dengan adanya unsur
tersebut tanah cenderung berwarna Iebih gelap, biasanya matang pada suhu yang
lebih rendah, kebalikannya adalah tanah berwama lebih terang atau pun putih akan
matang pada suhu yang lebih tinggi.
mencapai suhu 1500 C. Yang tergolong tanah liat tahan api ialah tanah liat yang
tahan dibakar pada suhu tinggi tanpa mengubah bentuk, misalnya kaolin dan mineral
tahan api seperti alumina dan silika. Bahan ini sering digunakan untuk bahan
campuran pembuatan massa badan siap pakai, untuk produk stoneware maupun
porselin. Karena beberapa sifatnya yang menguntungkan, antara lain berwarna putih,
mempunyai daya lentur dan sebagainya, maka Kaolin juga dipakai sebagai bahan
pengisi untuk produk kertas dan kosmetik.
2. Tanah Liat Stoneware.
Tanah liat stoneware ialah tanah liat yang dalam pembakaran gerabah
(earthenware) tanpa diserta perubahan bentuk. Titik lebur tanah liat stoneware bisa
mencapai suhu 1400 C. Bisaanya berwarna abu-abu, plastis, mempunyai sifat tahan
api dan ukuran butir tidak terlalu halus. Jumlah deposit di alam tidak sebanyak
deposit kaolin atau mineral tahan api. Tanah liat stoneware dapat digunakan sebagai
bahan utama pembuatan benda keramik alat rumah tangga tanpa atau menggunakan
campuran bahan lain. Setelah suhu pembakaran mencapai 1250 C, sifat fisikanya
berubah menjadi keras seperti batu, padat, kedap air dan bila diketuk bersuara
nyaring.
berwarna abu-abu. Tanah liat ini mempunyai titik lebur antara 1250 C s/d 1350 C.
Karena sangat plastis, ball clay hanya dapat dipakai sebagai bahan campuran
pembuatan massa tanah liat siap pakai.
4. Tanah Liat Earthenware.
Bahan ini sangat banyak terdapat di alam. Tanah liat ini memiliki tingkat
plastisitas yang cukup, sehingga mudah dibentuk, warna bakar merah coklat dan titik
leburnya sekitar 1100 C s/d 1200 C. Tanah liat merah banyak digunakan di industri
genteng dan gerabah kasar dan halus. Warna alaminya tidak merah terang tetapi
merah karat, karena kandungan besinya mencapai 8%. Bila diglasir warnanya akan
lebih kaya, khususnya dengan menggunakan glasir timbal.
5. Tanah Liat lainnya
Yang termasuk kelompok ini adalah jenis tanah liat monmorilinit. Contohnya
bentonit yang sangat halus dan rekat sekali. Tanah liat ini hanya digunakan sebagai
bahan campuran massa badan kaolinit dalam jumlah yang relatif kecil.
1.2.5
sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat
dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan
memiliki energi sebesar 299149 kJ/mol.
Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi
terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak
mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang
memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap
oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan
sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange
bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna
hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak. Untuk
lebih jelasnya disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Warna yang diserap dan warna yang terlihat oleh mata pada
berbagai panjang gelombang
Panjang
Warna-warna yang
Warna komplementer
gelombang (nm)
diserap
400 435
Ungu
Hijau kekuningan
435 480
Biru
Kuning
480 490
Biru kehijauan
Jingga
490 500
Hijau kebiruan
Merah
500 560
Hijau
Ungu kemerahan
560 580
Hijau kekuningan
Ungu
580 595
Kuning
Biru
595 610
Jingga
Biru kehijauan
610 800
Merah
Hijau kebiruan
reagent). Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen pembentuk warna:
1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam
waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila
disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru
harus dibuat saat setiap kali analisis.
2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.
3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara
stoikiometrik.
4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan
pengukuran.
5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa,
sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen
tersebut saja.
6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam
larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang
dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga
pembentukan warna yang dikehandaki tidak sempurna.
7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang
dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.
Setelah ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka larutan tersebut harus
memiliki lima sifat di bawah ini:
1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran
absorbansi dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya
warna larutan (fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian
secara fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadangkadang dengan mengubah kondisi larutan dapat diperoleh kestabilan yang
lebih baik.
2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup
tinggi (warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya ()
besar. Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini
dengan memilih pereaksi yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.
konsentras
i
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
Grafiknya adalah:
Selain dengan cara diatas konsentrasi sampel dapat dihitung dengan persamaan
regresi linear: