You are on page 1of 24

Laporan Praktikum

Pengolahan Limbah

Dosen Pembimbing
Dra. Silvia Reni Yenti, Msi

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT DARI LIMBAH


AMPAS TEBU

Disusun Oleh :
Kelompok

: II (Dua)

Kelas

:C

Nama

: Hadi Ikrima
Muhammad Ageng Al Fitrah

(1407039955)
(1407038881)

Rahayu Safitri

(1407035030)

Indri Rahmadani

(1407034652)

LABORATORIUM DASAR PROSESDANOPERASI PABRIK


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2016

ABSTRAK
Pupuk organik merupakan salah satu pendukung terwujudnya pertanian organik. Secara
umum pertanian organik dapat diarti jadi dua yaitu pertanian organik dalam arti sempit
dan pertanian organik dalam arti luas. Tujuan dari percobaan ini yaitu pembuatan pupuk
padat dari amaps tebu, mempelajari pengaruh konsentrasi bioaktivator pada proses
pengomposan, mengukur pH dan mengukur kadar air dan menghitung Rendemen.
Percobaan ini dilakukan dengan mencampurkan arang ampas tebu dengan sekam padi
dan kotoran ternak, kemudian ditambahkan bioaktivator berupa EM4 sesuai dengan
variasi konsentrasi yang telah ditentukan. Berdasarkan percobaan kadar air yang
diperoleh pada variasi EM4 2% sebesar 41,7% dan pada variasi EM4 5% sebesar 43,8
%. Selain itu diperoleh juga hasil pH dan pengukuran suhu pada masing-masing variasi
EM4 dimana untuk variasi EM4 2% diperoleh pH 7 dan suhu optimum 30 0C, sedangkan
pada variasi EM4 5% diperoleh pH 7 dan suhu optimum 300C.
Kata kunci : Kadar air, konsentrasi EM4, pH, pupuk organik, Suhu

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Teori
1.1.2 Pengertian Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan salah satu pendukung terwujudnya pertanian
organik. Secara umum pertanian organik dapat diarti jadi dua yaitu pertanian
organik dalam arti sempit dan pertanian organik dalam arti luas. Dalam
pengertian sempit, pertanian organik merupakan pola pertanian yang bebas dari
bahan-bahan kimia, mulai dari perlakuan benih, penggunaan pupuk dan pestisida,
sampai perlakuan hasil panen. Sedangkan pengertian pertanian organik dalam arti
luas adalah kombinasi penggunaan produk organik (seperti pupuk organik dengan
pestisida nabati) dengan bahan kimia pada batas-batas tertentu. Dengan demikian
pertanian organik dalam arti luas merupakan pendekatan pertanian berkelanjutan
yang

berwawasan

lingkungan

melalui

pemupukan

yang

seimbang.

(Darmansyah,2004)
Pupuk organik padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan
hasil akhir berbentuk padat. Pemakaian pupuk organik pada umumnya dengan
cara ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah tanpa perlu dilarutkan dalam
air. Pupuk organik padat dimasukkan dalam 3 kategori yaitu :

Berdasarkan bahan penyusunnya maka pupuk organik merupakan pupuk alam.


Berdasarkan cara pemberiannya termasuk dalam pupuk akar karena pemberian

haranya melalui akar.


Berdasarkan kandungan pupuk organik termasuk pupuk majemuk dan pupuk
lengkap karena kandungan haranya lebih dari satu unsur makro (N, P, K) dan
unsur mikro seperti Ca, Fe, dan Mg. (Ismawati. M, 2003).
Pupuk organik selain berfungsi sebagai pemberi unsur hara, juga sebagai

penambah bahan organik di dalam tanah. Banyaknya bahan organik yang


diberikan tergantung dari bahan dasar dan proses penguraiannya. Pupuk organik
jadi (komersial) biasanya kandungan bahan organiknya dicantumkan dalam
kemasannya.

Pupuk organik padat merupakan pupuk tertua karena sebelum abad ke-19
sudah dikenal oleh petani. Jika ingin menaikkan produksi tanaman, petani
menambahkan sisa tanaman atau kotoran hewan kedalam tanah.
Pupuk organik padat yang turun - temurun telah dipakai petani di Indonesia
adalah pupuk organik konvensional. Pupuk tersebut diperoleh dari sebagian besar
kotoran hewan ternak sejenis mamalia (sapi, kambing, babi dan kuda), unggas
(ayam), dan sebagian dari kompos.
Pupuk organik konvensional yang berasal dari pupuk kandang yang dipakai
selama ini hanya melalui proses pengumpulan kotoran hewan ternak, kemudian
ditumpuk selama 1 3 bulan untuk proses pematangan, bahkan, terkadang proses
pematangan dilakukan di dalam kandang dengan cara dibiarkan selama 1-2 bulan
sebelum dipakai. Begitu pula dengan kompos yang berasal dari sampah-sampah
atau limbah - limbah padat hanya melalui pengomposan selama 1-3 bulan tanpa
ada proses tambahan sebelum diberikan kepada tanaman.
1.1.3 Jenis-jenis Pupuk Organik
Ada berbagai jenis pupuk organik yang digunakan para petani di lapangan.
Secara umum pupuk organik dibedakan berdasarkan bentuk dan bahan
penyusunnya. Dilihat dari segi bentuk, terdapat pupuk organik cair dan padat.
Sedangkan dilihat dari bahan penyusunnya terdapat pupuk hijau, pupuk kandang
dan pupuk kompos.
a. Pupuk Hijau
Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan tanaman, baik
tanaman sisa panen maupun tanaman yang sengaja ditanam untuk diambil
hijauannya. Tanaman yang biasa digunakan untuk pupuk hijau diantaranya dari
jenis leguminosa (kacang-kacangan) dan tanaman air (azola). Jenis tanaman ini
dipilih karena memiliki kandungan hara, khususnya nitrogen, yang tinggi serta
cepat terurai dalam tanah.
Pengaplikasian pupuk hijau bisa langsung dibenamkan kedalam tanah atau
melalui proses pengomposan. Di lahan tegalan atau lahan kering, para petani biasa

menanam leguminos, seperti ki hujan, sebagai pagar kebun. Di saat-saat tertentu


tanaman pagar tersebut dipangkas untuk diambil hijauannya. Hijauan dari
tanaman

leguminosa

bisa

langsung

diaplikasikan

pada

tanah

sebagai

pupuk. Sementara itu, di lahan sawah para petani biasa menggunakan azola
sebagai pupuk hijau. Azola merupakan tanaman pakis air yang banyak tumbuh
secara liar di sawah. Tanaman ini hidup di lahan yang banyak mengandung air.
Azola bisa langsung digunakan sebagai pupuk dengan cara dibenamkan kedalam
tanah pada saat pengolahan lahan.
b. Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan seperti
unggas, sapi, kerbau dan kambing. Secara umum pupuk kandang dibedakan
berdasarkan kotoran hewan yang kencing dan tidak kencing. Contoh hewan yang
kencing adalah sapi, kambing dan kerbau. Hewan yang tidak kencing kebanyakan
dari jenis unggas seperti ayam, itik dan bebek.
Karateristik kotoran hewan yang kencing waktu penguraiannya relatif
lebih lama, kandungan nitrogen lebih rendah, namun kaya akan fosfor dan kalium.
Pupuk kandang jenis ini cocok digunakan pada tanaman yang diambil buah atau
bijinya seperti mentimun, kacang-kacangan, dan tanaman buah. Sedangkan
karakteristik kotoran hewan yang tidak kencing waktu penguraiannya lebih cepat,
kandungan nitrogen tinggi, namun kurang kaya fospor dan kalium. Pupuk
kandang jenis ini cocok diterapkan untuk tanaman sayur daun seperti selada,
bayam dan kangkung.
Pupuk kandang banyak dipakai sebagai pupuk dasar tanaman karena
ketersediaannya yang melimpah dan proses pembuatannya gampang. Pupuk
kandang tidak memerlukan proses pembuatan yang panjang seperti kompos.
Kotoran hewan cukup didiamkan sampai keadaannya kering dan matang sebelum
diaplikasikan ke lahan.

c. Pupuk kompos

Pupuk kompos adalah pupuk yang dihasilkan dari pelapukan bahan


organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Organisme
pengurai atau dekomposer bisa berupa mikroorganisme ataupun makroorganisme.
Mikroorganisme dekomposer bisa berupa bakteri, jamur atau kapang. Sedangkan
makroorganisme dekomposer yang paling populer adalah cacing tanah. Dilihat
dari proses pembuatannya, ada dua metode membuat pupuk kompos yaitu proses
aerob (melibatkan udara) dan proses anaerob (tidak melibatkan udara).
Dewasa ini teknologi pengomposan sudah berkembang pesat. Berbagai varian
dekomposer beserta metode pembuatannya banyak ditemukan. Sehingga pupuk
kompos

yang

dihasilkan

banyak

ragamnya,

misalnya

pupuk

bokashi,

vermikompos, pupuk organik cair dan pupuk organik tablet. Pupuk kompos bisa
dibuat dengan mudah, silahkan baca cara membuat kompos. Bahkan beberapa tipe
pupuk kompos bisa dibuat sendiri dari limbah rumah tangga, seperti pupuk
bokashi dan pupuk kompos takakura.

d. Pupuk hayati organik


Pupuk hayati merupakan pupuk yang terdiri dari organisme hidup yang
memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan menghasilkan
nutrisi penting bagi tanaman. Dalam Peraturan Menteri Pertanian pupuk hayati
tidak digolongkan sebagai pupuk organik melainkan sebagai pembenah tanah,
lihat penjelasannya dalam pengertian pupuk hayati. Namun dalam penerapannya
di lapangan seringkali dianggap sebagai pupuk organik.
Pupuk hayati bekerja tidak seperti pupuk organik biasa yang bisa langsung
meningkatkan kesuburan tanah dengan menyediakan nutrisi untuk tanaman.
Pupuk ini secara alami menyediakan nutrisi melalui proses gradual dengan cara
memfikasi unsur N dari atmosfer, melarutkan fosfor dan mensintesis zat-zat lain
yang dibutuhkan tanaman. Jadi, dengan pupuk hayati siklus penyuburan tanah
akan berlangsung terus menerus dan secara berkelanjutan.

Pupuk hayati dibuat dengan mengisolasi bakteri-bakteri tertentu


seperti Azotobacter choococum yang berfungsi mengikat unsur unusr N, Bacillus
megaterium bakteri yang bisa melarutkan unsur P dan Bacillus mucilaginous yang
bisa melarutkan unsur K. Mikroorganisme tersebut bisa didapatkan di tanah-tanah
hutan, pegunungan atau sumber-sumber lain.

1.1.4 Manfaat pupuk organik


Seperti juga humus, pupuk organik berperan untuk menyediakan nutrisi bagi
tanaman. Setidaknya ada empat manfaat, yakni sebagai sumber nutrisi,
memperbaiki struktur fisik tanah, memperbaiki kimia tanah, meningkatkan daya
simpan air dan meningkatkan aktivitas biologi tanah.

Sumber nutrisi tanaman lengkap. Pupuk organik mengandung berbagai


nutrisi penting yang dibutuhkan tanaman, baik yang sifatnya makro maupun
mikro. Unsur makro yang dibutuhkan tanaman antara lain nitrogen (N), fosfor (P),
kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur
mikro adalah besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), klor (CI), boron (B),
molybdenum (Mo) dan Almunium (AI). Pupuk organik yang dibuat dengan bahan
baku yang lengkap bisa mengandung semua kebutuhan unsur hara tersebut.

Memperbaiki struktur tanah. Pupuk organik merupakan material yang


mempunyai sifat unik. Bisa menggemburkan tanah lempung yang solid, namun
disisi lain juga bisa merekatkan tanah berpasir yang gembur. Karena sifatnya ini,
pupuk organik bisa memperbaiki tanah pasir maupun lempung. Pupuk organik
dapat merekatkan butiran-butiran halus pasir sehingga tanah menjadi lebih solid.
Sehingga tanah berpasir bisa menyimpan air. Sedangkan pada tanah liat yang
didominasi oleh lempung, pupuk organik bisa memberikan pori-pori, sehingga
tanah tersebut menjadi gembur.

Meningkatkan kapasitas tukar kation. Dilihat dari sifat kimiawi, pupuk


organik mempunyai kemampuan meningkatkan kapasitas tukar kation. Kapasitas
tukar kation adalah kemampuan tanah untuk meningkatkan interaksi antar ion-ion

yang ada dalam tanah. Tanah yang memiliki kapaitas kation tinggi lebih mampu
menyediakan unsur hara bagi tanaman dibanding tanah dengan kapasitas ion
rendah. Kandungan material organik yang tinggi akan meningkatkan kapasitas
tukar kation tanah.

Meningkatkan daya simpan air. Struktur kompos sangat menyerap air


(higroskopis). Air yang datang disimpan dalam pori-pori dan dikeluarkan saat
tanaman membutuhkannya melalui akar. Keberadaan air ini mempertahankan
kelembaban tanah sehingga tanaman dapat terhindar dari kekeringan.

Meningkatkan aktivitas biologi tanah. Pupuk kompos mengandung


mikroorganisme

dekompomoser

didalamnya.

Mikroorganisme

ini

akan

menambah mikroorganisme yang terdapat dalam tanah. Karena sifatnya yang


melembabkan, suhu tanah menjadi ideal bagi tumbuh dan berkembang biota
tanah. Aktivitas biota tanah ini yang menghasilkan sejumlah nutrisi penting agar
bisa diserap tanaman secara efektif.
1.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
1. Rasio C/N
Rasio C/N (Karbon dan Nitrogen) yang efektif untuk proses pengomposan
berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C (Karbon) sebagai
sumber energi dan menggunakan N (Nitrogen) untuk sintesis protein. Pada rasio
C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup karbon tunkuk energi dan
nitrogen untuk sintesis protein.
2. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
3. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondosi yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang

menyebabkan udara hangat keluar dan udara uang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila
aerasi terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang
tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
4. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partukel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen
untuk proses pengomposan.
5. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik
tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk
metabilisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan apabila di atas 60% maka volume udara akan
berkurang dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak
sedap.
6. Temperatur/Suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba (yang menghasilkan
energi berupa kalor/panas). Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak konsumsi
oksigen dan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar
antara 30-60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
7. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.Tingkat
keasaman (pH) yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5
sampai 7,5. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati normal.
8. Kandungan Hara

Kandungan P (Phosphor) dan K (Kalium) juga penting dalam proses


pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan.
Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pembentukan kompos.
9. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya
bagi kehidupan mikroba. Logam-logam seperti Mg, Cu, Zn, Ni, Cr adalah
beberapa bahan yang termasuk dalam kategori ini. Logam-logam berat akan
mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
10. Lama Pengomposan
Lama waktu pengomposan bergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan

aktivator

pengomposan.

Secara

alami

pengomposan

akan

berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun.


1.2 Tujuan
1. Pembuatan pupuk padat dari amapas tebu.
2. Mempelajari pengaruh konsentrasi bioaktivator pada proses pengomposan.
3. Mengukur pH dan mengukur kadar air.
4. Menghitung Rendemen.

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan pupuk padat adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Gelas Ukur
Labu ukur
Timbangan
Cawan
Plastik atau polibag sebagai wadah fermentasi
Termometer
Indikator pH

2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan pupuk padat adalah :
1.
2.
3.
4.

Ampas Tebu
Sekam Padi
Kotoran Ternak
Larutan EM4 2% dan 5%

2.3 Prosedur Percobaan


2.3.1 Pembuatan Arang Ampas Tebu
1. Ampas tebu yang didapat dikeringkan terlebih dahulu agar mempermudah
proses pengarangan.
2. Kemudian ampas tebu yang telah dikeringkan lalu dipotong kecil dengan
ukuran 2-3 cm dan dibakar untuk mendapatkan arang.
2.3.2 Pembuatan Kompos
1. Wadah disiapkan untuk melakukan proses pengomposan.
2. Arang ampas tebu dicampur dengan sekam dan kotoran kambing secara
merata dengan perbandingan 3:1:1 (Ampas tebu 500 gr : sekam 166,67 gr :
kotoran sapi 166,67 gr ).
3. Ditambahkan EM4 dengan variasi konsentrasi yang telah ditentukan
sebanyak 100 ml.
4. Kemudian campuran tersebut diaduk hingga semua bahan tercampur rata.

5. Kompos ditutup menggunakan plastik hitam.


6. Kompos dicek suhunya selama 4 hari berturut-turut dengan menggunakan
termometer.
7. Setelah 4 hari pertama, kompos di cek selama 3 hari sekali dan dilakukan
pembalikan setiap 1 minggu sekali sampai kompos tidak berbau dan
berwarna coklat kehitaman serta mudah dihancurkan seperti tanah biasa,
maka kompos dapat digunakan.
8. Kompos dilakukan pengujian kadar air, sebelum fermentasi dan setelah
fermentasi.
9. Kemudian dilakukan juga pengecakan pH, pada awal fermentasi,
pertengahan fermentasi, dan akhir fermentasi.
2.3.3 Proses Pembuatan Larutan EM4 dengan Konsentrasi 2% dan 5%
1. Larutan EM4 2% diambil dan dimasukan kedalam gelas ukur sebanyak
10 ml
2. Kemudian dimasukan kedalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan
aquades sampai tanda batas.
3. Labu ukur dihomogenkan hingga larut.
4. Lakukan perlakuan yang sama untuk larutan EM4 dengan konsentrasi 5%
sebanyak 25 ml
2.3.4 Kadar Air
1. Cawan dibersihkan dan dioven selama 15 menit dan didinginkan dalam
desikator. Kemudian ditimbang berat cawan kosong dan dicatat sebagai
berat W.
2. Sampel pupuk organik padat ditimbang sebanyak 10 gr didalam cawan
yang telah dikeringkan dan dicatat sebagai berat W1.
3. Kemudian sampel yang didalam cawan dipanaskan dalam oven pada
temperatur 105 0C selama 1 jam dan dimasukan dalam desikator lalu
ditimbang sampai mendapat berat konstan dan dicatat sebagai berat W2.
4. Dihitung kadar air pupuk organik padat dengan rumus :
Kadar Air =

W 1W 2
W 1W

X 100%

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Proses Pembuatan Pupuk Organik Padat
Proses pembuatan pupuk organik padat dilakukan dengan cara penambahan
bioaktivator EM4 dan pengomposan dilakukan selama 30 hari. Selama proses
pengomposan dilakukan pengamatan terhadap suhu, pH, dan kadar air dimana
dapat dilihat pada gambar 3.1.

Suhu (0C)

31
30
29
28
27
26
25
24
23
22

2%
5%

13

17

18

21

26

30

Waktu Pengomposan (Hari)

Gambar 3.1 Hubungan suhu dan waktu pengomposan


Berdasarkan gambar 3.1 dapat diketahui bahwa pada pengukuran suhu awal
pengomposan pada konsentrasi EM4 2% dan EM4 5% memiliki suhu yang
berbeda yaitu 250C dan 260C serta terjadi penurunan suhu pada masing-masing
konsentrasi. Suhu pengomposan mengalami perbedaan pada hari ke-13 hingga
hari ke-17. Sedangkan pada hari ke-21 hingga hari ke-26 suhu pengomposan pada
masing-masing variasi EM4 mencapai suhu stabil dan naik pada hari ke-30.
Kenaikan suhu terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam
mendekomposisiakan bahan organik dengan oksigen sehingga menghasilkan
energi dalam bentuk panas, CO2, dan uap air. Panas yang ditimbulkan akan
tersimpan dalam tumpukan, sementara bagian permukaan terpakai untuk
penguapan. Kenaikan suhu yang terjadi pada variasi EM4 2% dan EM4 5 % sama

yaitu 300C. Berdasarkan hasil teori pada suhu tersebut bakteri yang bekerja adalah
mesofilik yaitu bakteri yang bekerja optimum pada suhu 30-37 0C. Panas yang
terperangkap dalam tumpukan akan menaikan suhu tumpukan. Setelah mencapai
suhu maksimal, tumpukan mengalami penurunan suhu pada hari ke-18 dan akan
stabil sampai proses pengomposan berakhir pada hari ke-30. Penurunan suhu
terjadi karena aktivitas mikroba untuk mendekomposisikan bahan semakin
berkurang sehingga suhunya menurun. Pada saat suhu kompos sudah stabil
mencapai suhu ruang, menandakan proses karbon-organik selesai dan proses
pengomposan hampir selesai. Suhu proses pengomposan berkisar antara 25-29 0C
.
7
6.8
6.6
6.4

pH

6.2
6

2%

5.8

5%

5.6
5.4
25

26

27

28

29

Suhu (0C)

Gambar 3.2 Hubungan Suhu dengan pH

30

Berdasarkan gambar 3.2 dapat dilihat bahwa, pH dari masing-masing variasi


EM4 memiliki ph awal yang berbeda. Dimana untuk variasi EM4 2% memiliki
pH awal 6 pada suhu 250C, sedangkan untuk variasi EM4 5% memiliki pH awal 7
pada suhu 260C hingga pada suhu 30 0C pada variasi EM4 2% dan EM4 5 %
memiliki nilai pH akhir yang sama yaitu 7.
3.2 Analisa Kompos Berdasarkan SNI
Mutu pupuk organik padat pada umumnya sudah mendekati sifat fisik bahan
kompos. Hal ini ditunjukan dengan bau kompos yang seperti tanah, karena materi
yang dikandungnya sudah menyerupai tanah dan berwarna coklat kehitaman yang
terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Karakteristik kompos
matang yang diuji berupa pH, kadar air, dan suhu dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Karakteristik hasil uji pupuk organik padat
Variasi EM4
2%
5%
SNI 19-70302004

pH
7
7

Suhu (0C)
30
30

Kadar Air
41,7 %
43,8 %

6,8 7,49

30 - 37

Max 50%

Berdasarkan tabel 3.1 dapat diketahui bahwa pH yang diperoleh pada masingmasing variasi EM4 yaitu 7. Hal ini menunjukan bahwa pH yang diperoleh pada
variasi EM4 2% dan EM4 5% sudah memenuhi standar SNI 19-7030-2004. Kadar
air yang diperoleh untuk variasi EM4 2% sebesar 41,7%, sedangkan untuk variasi
EM4 5% sebesar 43,8%. Hal ini menunjukan bahwa kadar air yang diperoleh pada
masing-masing variasi EM4 sudah memenuhi SNI 19-7030-20041 yang
menandakan bahwa pupuk organik sudah layak digunakan. Besarnya kadar air
yang diperoleh disebabkan karena lamanya waktu pengomposan, sehingga
mikroorganisme yang bekerja mendekomposisikan pupuk organik dapat bekerja
secara sempurna. Berdasarkan tabel 3.1 juga dapat dilihat bahwa pada variasi
semakin rendah konsentrasi EM4 semakin kurang kadar airnya, hal ini disebabkan
karena pengaruh jumlah bioaktivator yang berfungsi membantu proses
pengomposan baik secara alamiah maupun rekayasa. Selain itu juga disebabkan

karena suhu pada kompos selalu terjaga, sehingga bakteri atau mikroorganisame
dapat bekerja dengan baik pada saat penguraian sehingga kadar airnya pun juga
dapat berkurang.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pada percobaan pembuatan pupuk organik dapat disimpulkan bahwa :
1. Kakteristik sifat fisik kompos yang diperoleh berwarna coklat kehitaman,
dan memberikan aroma berbau tanah serta memenuhi SNI 10-7030-20041.
2. Kadar air yang diperoleh pada variasi EM4 2% sebesar 41,7% dan pada
variasi EM4 5% sebesar 43,8%.
3. Karakteristik pH yang memenuhi standar SNI 19-7030-2004 adalah
kompos dengan variasi EM4 2% dan variasi EM4 5% dimana pH yang
diperoleh sebesar 7.
4.2 Saran
Sebaiknya sebelum ampas tebu dijadikan arang, ampas tebu dijemur dahulu
sampai benar-benar kering agar kadar air yang diperoleh semakin sedikit.
Kemudian pupuk yang sudah dihasilkan sebaiknya disimpan dalam suhu ruang,
agar pada saat pengukuran suhu tidak terjadi kesalahan, dan suhu yang dihasilkan
juga lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional.2004. SNI-7030-2004 Tentang Spesifikasi Kompos
Organik Dosmetik. Badan Standarisasi Nasional
Dwi G., Purwono dan Sarwono.2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase
Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L). Departemen Budidaya Pertanian, Faperta IPB.
Farida A., Muhammad E. Dan Aga K. 2008. Pembuatan Kompos Dari Ampas
Tahu Dengan Activator Stardec. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya Indonesia
Umniyatie S. 2011. Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba Efektif
(Effective Mikroorganism 4). Laporan PPM UMY: Karya Alternatif
Mahasiswa

LAMPIRAN A
CONTOH PERHITUNGAN

A.1 Perhitungan Pembuatan Larutan EM4


Larutan induk EM4 100% diencerkan menjadi larutan 2% dan 5% sebanyak
500 ml adalah :
1. Konsentrasi 2 %
N1 x V1

= N2 x V2

100 % x V1 = 2 % x 500 ml
V1

500 ml x 2
100

= 10 ml

2. Konsentrasi 2 %
N1 x V1

= N2 x V2

100 % x V1 = 5 % x 500 ml
V1

500 ml x 5
100

= 25 ml

A.2 Perhitungan Kadar Air Pupuk Organik


Perhitungan Kadar Air.
1. Konsentrasi 2 %

Kadar Air Awal


Berat cawan + sampel sebelum di oven = 73,67 gr
Berat cawan kosong = 63,57 gr

Berat cawan + sampel setelah di oven = 69,30 gr


%Kadar Air =

Berat awalBerat akhir


Berat awalBerat cawan
73,6769,30
73,6763,57

X 100 %

X 100 %

= 43,2 %

Kadar Air Akhir


Berat cawan + sampel sebelum di oven = 57,20 gr
Berat cawan kosong = 52,19 gr
Berat cawan + sampel setelah di oven = 55,11 gr
%Kadar Air =

Berat awalBerat akhir


Berat awalBerat Cawan
57,2055,11
57,2052,19

X 100 %

X 100 %

= 41,7 %
2. Konsentrasi 5 %

Kadar Air Awal


Berat cawan + sampel sebelum di oven = 72,21 gr
Berat cawan kosong = 65,20 gr
Berat cawan + sampel setelah di oven = 55,35 gr
%Kadar Air =

Berat awalBerat akhir


Berat awalBerat Cawan
72,2165,20
72,1955,35

X 100 %

X 100 %

= 41,6 %

Kadar Air Akhir


Berat cawan + sampel sebelum di oven = 67,64 gr
Berat cawan kosong = 62,64 gr

Berat cawan + sampel setelah di oven = 65,45 gr


%Kadar Air =

Berat awalBerat akhir


Berat aw alBerat cawan
67,6465,45
67,6462,64

X 100 %

X 100 %

= 43,8 %

LAPORAN SEMENTARA
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT DARI LIMBAH
AMPAS TEBU
Kelompok : II (Dua)

Lama Fermentasi : 30 Hari

Nama

Bahan : 1. Ampas Tebu

: 1.Hadi Ikrima
2.Indri Rahmadani

2. Sekam Padi

3.Muhammad Ageng Al Fitra

3. Kotoran Kambing

4.Rahayu Safitri

Bentuk Wadah : Bulat/Tabung

Tanggal Praktikum : 13 Oktober 2016

Kelas : T.Kimia D3-C

Konsentrasi : 2 %
Lama
Tanggal
13-10-2016
14-10-2016

Pengamatan
(hari)
30

pH
6

Kadar Air
(%)
43,2

Suhu

Suhu

Tengah

Pinggir

(0C)
25

(0C)
25

26

26

15-10-2016

26

26

25-10-2016

27

27

29-10-2016

27

27

30-10-2016

28

28

02-10-2016

29

29

07-11-2016

29

29

30

30

Suhu

Suhu

Kadar Air

Tengah

Pinggir

41,6

(0C)
26

(0C)
26

17-10-2016

26

26

21-10-2016

27

27

25-10-2016

28

28

29-10-2016

28

28

31-10-2016

27

27

02-10-2016

29

29

07-11-2016

29

29

30

30

11-11-2016

41,7

Konsentrasi : 5 %
Lama
Tanggal

Pengamatan

13-10-2016

(hari)
30

11-11-2016

pH
7

43,8

Perhitungan Kadar Air.


1. Konsentrasi 2 %

Kadar Air Awal


Berat cawan + sampel sebelum di oven = 73,67 gr
Berat cawan kosong = 63,57 gr
Berat cawan + sampel setelah di oven = 69,30 gr
%Kadar Air =

Berat awalBerat akhir


Berat awalBerat cawan

X 100 %

73,6769,30
73,6763,57

X 100 %

= 43,2 %

Kadar Air Akhir


Berat cawan + sampel sebelum di oven = 57,20 gr
Berat cawan kosong = 52,19 gr
Berat cawan + sampel setelah di oven = 55,11 gr
%Kadar Air =

Berat awalBerat akhir


Berat awalBerat Cawan
57,2055,11
57,2052,19

X 100 %

X 100 %

= 41,7 %
2. Konsentrasi 5 %

Kadar Air Awal


Berat cawan + sampel sebelum di oven = 72,21 gr
Berat cawan kosong = 65,20 gr
Berat cawan + sampel setelah di oven = 55,35 gr
%Kadar Air =

Berat awalBerat akhir


Berat awalBerat Cawan
72,2165,20
72,1955,35

X 100 %

X 100 %

= 41,6 %

Kadar Air Akhir


Berat cawan + sampel sebelum di oven = 67,64 gr
Berat cawan kosong = 62,64 gr
Berat cawan + sampel setelah di oven = 65,45 gr
%Kadar Air =

Berat awalBerat akhir


Berat awalBerat cawan

X 100 %

67,6465,45
67,6462,64

X 100 %

= 43,8 %

Pekanbaru, 14 November 2016


Asisten

Sari Wahyuni

You might also like