Professional Documents
Culture Documents
Pengolahan Limbah
Dosen Pembimbing
Dra. Silvia Reni Yenti, Msi
Disusun Oleh :
Kelompok
: II (Dua)
Kelas
:C
Nama
: Hadi Ikrima
Muhammad Ageng Al Fitrah
(1407039955)
(1407038881)
Rahayu Safitri
(1407035030)
Indri Rahmadani
(1407034652)
ABSTRAK
Pupuk organik merupakan salah satu pendukung terwujudnya pertanian organik. Secara
umum pertanian organik dapat diarti jadi dua yaitu pertanian organik dalam arti sempit
dan pertanian organik dalam arti luas. Tujuan dari percobaan ini yaitu pembuatan pupuk
padat dari amaps tebu, mempelajari pengaruh konsentrasi bioaktivator pada proses
pengomposan, mengukur pH dan mengukur kadar air dan menghitung Rendemen.
Percobaan ini dilakukan dengan mencampurkan arang ampas tebu dengan sekam padi
dan kotoran ternak, kemudian ditambahkan bioaktivator berupa EM4 sesuai dengan
variasi konsentrasi yang telah ditentukan. Berdasarkan percobaan kadar air yang
diperoleh pada variasi EM4 2% sebesar 41,7% dan pada variasi EM4 5% sebesar 43,8
%. Selain itu diperoleh juga hasil pH dan pengukuran suhu pada masing-masing variasi
EM4 dimana untuk variasi EM4 2% diperoleh pH 7 dan suhu optimum 30 0C, sedangkan
pada variasi EM4 5% diperoleh pH 7 dan suhu optimum 300C.
Kata kunci : Kadar air, konsentrasi EM4, pH, pupuk organik, Suhu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Teori
1.1.2 Pengertian Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan salah satu pendukung terwujudnya pertanian
organik. Secara umum pertanian organik dapat diarti jadi dua yaitu pertanian
organik dalam arti sempit dan pertanian organik dalam arti luas. Dalam
pengertian sempit, pertanian organik merupakan pola pertanian yang bebas dari
bahan-bahan kimia, mulai dari perlakuan benih, penggunaan pupuk dan pestisida,
sampai perlakuan hasil panen. Sedangkan pengertian pertanian organik dalam arti
luas adalah kombinasi penggunaan produk organik (seperti pupuk organik dengan
pestisida nabati) dengan bahan kimia pada batas-batas tertentu. Dengan demikian
pertanian organik dalam arti luas merupakan pendekatan pertanian berkelanjutan
yang
berwawasan
lingkungan
melalui
pemupukan
yang
seimbang.
(Darmansyah,2004)
Pupuk organik padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan
hasil akhir berbentuk padat. Pemakaian pupuk organik pada umumnya dengan
cara ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah tanpa perlu dilarutkan dalam
air. Pupuk organik padat dimasukkan dalam 3 kategori yaitu :
Pupuk organik padat merupakan pupuk tertua karena sebelum abad ke-19
sudah dikenal oleh petani. Jika ingin menaikkan produksi tanaman, petani
menambahkan sisa tanaman atau kotoran hewan kedalam tanah.
Pupuk organik padat yang turun - temurun telah dipakai petani di Indonesia
adalah pupuk organik konvensional. Pupuk tersebut diperoleh dari sebagian besar
kotoran hewan ternak sejenis mamalia (sapi, kambing, babi dan kuda), unggas
(ayam), dan sebagian dari kompos.
Pupuk organik konvensional yang berasal dari pupuk kandang yang dipakai
selama ini hanya melalui proses pengumpulan kotoran hewan ternak, kemudian
ditumpuk selama 1 3 bulan untuk proses pematangan, bahkan, terkadang proses
pematangan dilakukan di dalam kandang dengan cara dibiarkan selama 1-2 bulan
sebelum dipakai. Begitu pula dengan kompos yang berasal dari sampah-sampah
atau limbah - limbah padat hanya melalui pengomposan selama 1-3 bulan tanpa
ada proses tambahan sebelum diberikan kepada tanaman.
1.1.3 Jenis-jenis Pupuk Organik
Ada berbagai jenis pupuk organik yang digunakan para petani di lapangan.
Secara umum pupuk organik dibedakan berdasarkan bentuk dan bahan
penyusunnya. Dilihat dari segi bentuk, terdapat pupuk organik cair dan padat.
Sedangkan dilihat dari bahan penyusunnya terdapat pupuk hijau, pupuk kandang
dan pupuk kompos.
a. Pupuk Hijau
Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan tanaman, baik
tanaman sisa panen maupun tanaman yang sengaja ditanam untuk diambil
hijauannya. Tanaman yang biasa digunakan untuk pupuk hijau diantaranya dari
jenis leguminosa (kacang-kacangan) dan tanaman air (azola). Jenis tanaman ini
dipilih karena memiliki kandungan hara, khususnya nitrogen, yang tinggi serta
cepat terurai dalam tanah.
Pengaplikasian pupuk hijau bisa langsung dibenamkan kedalam tanah atau
melalui proses pengomposan. Di lahan tegalan atau lahan kering, para petani biasa
leguminosa
bisa
langsung
diaplikasikan
pada
tanah
sebagai
pupuk. Sementara itu, di lahan sawah para petani biasa menggunakan azola
sebagai pupuk hijau. Azola merupakan tanaman pakis air yang banyak tumbuh
secara liar di sawah. Tanaman ini hidup di lahan yang banyak mengandung air.
Azola bisa langsung digunakan sebagai pupuk dengan cara dibenamkan kedalam
tanah pada saat pengolahan lahan.
b. Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan seperti
unggas, sapi, kerbau dan kambing. Secara umum pupuk kandang dibedakan
berdasarkan kotoran hewan yang kencing dan tidak kencing. Contoh hewan yang
kencing adalah sapi, kambing dan kerbau. Hewan yang tidak kencing kebanyakan
dari jenis unggas seperti ayam, itik dan bebek.
Karateristik kotoran hewan yang kencing waktu penguraiannya relatif
lebih lama, kandungan nitrogen lebih rendah, namun kaya akan fosfor dan kalium.
Pupuk kandang jenis ini cocok digunakan pada tanaman yang diambil buah atau
bijinya seperti mentimun, kacang-kacangan, dan tanaman buah. Sedangkan
karakteristik kotoran hewan yang tidak kencing waktu penguraiannya lebih cepat,
kandungan nitrogen tinggi, namun kurang kaya fospor dan kalium. Pupuk
kandang jenis ini cocok diterapkan untuk tanaman sayur daun seperti selada,
bayam dan kangkung.
Pupuk kandang banyak dipakai sebagai pupuk dasar tanaman karena
ketersediaannya yang melimpah dan proses pembuatannya gampang. Pupuk
kandang tidak memerlukan proses pembuatan yang panjang seperti kompos.
Kotoran hewan cukup didiamkan sampai keadaannya kering dan matang sebelum
diaplikasikan ke lahan.
c. Pupuk kompos
yang
dihasilkan
banyak
ragamnya,
misalnya
pupuk
bokashi,
vermikompos, pupuk organik cair dan pupuk organik tablet. Pupuk kompos bisa
dibuat dengan mudah, silahkan baca cara membuat kompos. Bahkan beberapa tipe
pupuk kompos bisa dibuat sendiri dari limbah rumah tangga, seperti pupuk
bokashi dan pupuk kompos takakura.
yang ada dalam tanah. Tanah yang memiliki kapaitas kation tinggi lebih mampu
menyediakan unsur hara bagi tanaman dibanding tanah dengan kapasitas ion
rendah. Kandungan material organik yang tinggi akan meningkatkan kapasitas
tukar kation tanah.
dekompomoser
didalamnya.
Mikroorganisme
ini
akan
menyebabkan udara hangat keluar dan udara uang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila
aerasi terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang
tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
4. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partukel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen
untuk proses pengomposan.
5. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik
tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk
metabilisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan apabila di atas 60% maka volume udara akan
berkurang dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak
sedap.
6. Temperatur/Suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba (yang menghasilkan
energi berupa kalor/panas). Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak konsumsi
oksigen dan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar
antara 30-60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
7. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.Tingkat
keasaman (pH) yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5
sampai 7,5. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati normal.
8. Kandungan Hara
aktivator
pengomposan.
Secara
alami
pengomposan
akan
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan pupuk padat adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Gelas Ukur
Labu ukur
Timbangan
Cawan
Plastik atau polibag sebagai wadah fermentasi
Termometer
Indikator pH
2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan pupuk padat adalah :
1.
2.
3.
4.
Ampas Tebu
Sekam Padi
Kotoran Ternak
Larutan EM4 2% dan 5%
W 1W 2
W 1W
X 100%
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Proses Pembuatan Pupuk Organik Padat
Proses pembuatan pupuk organik padat dilakukan dengan cara penambahan
bioaktivator EM4 dan pengomposan dilakukan selama 30 hari. Selama proses
pengomposan dilakukan pengamatan terhadap suhu, pH, dan kadar air dimana
dapat dilihat pada gambar 3.1.
Suhu (0C)
31
30
29
28
27
26
25
24
23
22
2%
5%
13
17
18
21
26
30
yaitu 300C. Berdasarkan hasil teori pada suhu tersebut bakteri yang bekerja adalah
mesofilik yaitu bakteri yang bekerja optimum pada suhu 30-37 0C. Panas yang
terperangkap dalam tumpukan akan menaikan suhu tumpukan. Setelah mencapai
suhu maksimal, tumpukan mengalami penurunan suhu pada hari ke-18 dan akan
stabil sampai proses pengomposan berakhir pada hari ke-30. Penurunan suhu
terjadi karena aktivitas mikroba untuk mendekomposisikan bahan semakin
berkurang sehingga suhunya menurun. Pada saat suhu kompos sudah stabil
mencapai suhu ruang, menandakan proses karbon-organik selesai dan proses
pengomposan hampir selesai. Suhu proses pengomposan berkisar antara 25-29 0C
.
7
6.8
6.6
6.4
pH
6.2
6
2%
5.8
5%
5.6
5.4
25
26
27
28
29
Suhu (0C)
30
pH
7
7
Suhu (0C)
30
30
Kadar Air
41,7 %
43,8 %
6,8 7,49
30 - 37
Max 50%
Berdasarkan tabel 3.1 dapat diketahui bahwa pH yang diperoleh pada masingmasing variasi EM4 yaitu 7. Hal ini menunjukan bahwa pH yang diperoleh pada
variasi EM4 2% dan EM4 5% sudah memenuhi standar SNI 19-7030-2004. Kadar
air yang diperoleh untuk variasi EM4 2% sebesar 41,7%, sedangkan untuk variasi
EM4 5% sebesar 43,8%. Hal ini menunjukan bahwa kadar air yang diperoleh pada
masing-masing variasi EM4 sudah memenuhi SNI 19-7030-20041 yang
menandakan bahwa pupuk organik sudah layak digunakan. Besarnya kadar air
yang diperoleh disebabkan karena lamanya waktu pengomposan, sehingga
mikroorganisme yang bekerja mendekomposisikan pupuk organik dapat bekerja
secara sempurna. Berdasarkan tabel 3.1 juga dapat dilihat bahwa pada variasi
semakin rendah konsentrasi EM4 semakin kurang kadar airnya, hal ini disebabkan
karena pengaruh jumlah bioaktivator yang berfungsi membantu proses
pengomposan baik secara alamiah maupun rekayasa. Selain itu juga disebabkan
karena suhu pada kompos selalu terjaga, sehingga bakteri atau mikroorganisame
dapat bekerja dengan baik pada saat penguraian sehingga kadar airnya pun juga
dapat berkurang.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pada percobaan pembuatan pupuk organik dapat disimpulkan bahwa :
1. Kakteristik sifat fisik kompos yang diperoleh berwarna coklat kehitaman,
dan memberikan aroma berbau tanah serta memenuhi SNI 10-7030-20041.
2. Kadar air yang diperoleh pada variasi EM4 2% sebesar 41,7% dan pada
variasi EM4 5% sebesar 43,8%.
3. Karakteristik pH yang memenuhi standar SNI 19-7030-2004 adalah
kompos dengan variasi EM4 2% dan variasi EM4 5% dimana pH yang
diperoleh sebesar 7.
4.2 Saran
Sebaiknya sebelum ampas tebu dijadikan arang, ampas tebu dijemur dahulu
sampai benar-benar kering agar kadar air yang diperoleh semakin sedikit.
Kemudian pupuk yang sudah dihasilkan sebaiknya disimpan dalam suhu ruang,
agar pada saat pengukuran suhu tidak terjadi kesalahan, dan suhu yang dihasilkan
juga lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional.2004. SNI-7030-2004 Tentang Spesifikasi Kompos
Organik Dosmetik. Badan Standarisasi Nasional
Dwi G., Purwono dan Sarwono.2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase
Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L). Departemen Budidaya Pertanian, Faperta IPB.
Farida A., Muhammad E. Dan Aga K. 2008. Pembuatan Kompos Dari Ampas
Tahu Dengan Activator Stardec. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya Indonesia
Umniyatie S. 2011. Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba Efektif
(Effective Mikroorganism 4). Laporan PPM UMY: Karya Alternatif
Mahasiswa
LAMPIRAN A
CONTOH PERHITUNGAN
= N2 x V2
100 % x V1 = 2 % x 500 ml
V1
500 ml x 2
100
= 10 ml
2. Konsentrasi 2 %
N1 x V1
= N2 x V2
100 % x V1 = 5 % x 500 ml
V1
500 ml x 5
100
= 25 ml
X 100 %
X 100 %
= 43,2 %
X 100 %
X 100 %
= 41,7 %
2. Konsentrasi 5 %
X 100 %
X 100 %
= 41,6 %
X 100 %
X 100 %
= 43,8 %
LAPORAN SEMENTARA
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT DARI LIMBAH
AMPAS TEBU
Kelompok : II (Dua)
Nama
: 1.Hadi Ikrima
2.Indri Rahmadani
2. Sekam Padi
3. Kotoran Kambing
4.Rahayu Safitri
Konsentrasi : 2 %
Lama
Tanggal
13-10-2016
14-10-2016
Pengamatan
(hari)
30
pH
6
Kadar Air
(%)
43,2
Suhu
Suhu
Tengah
Pinggir
(0C)
25
(0C)
25
26
26
15-10-2016
26
26
25-10-2016
27
27
29-10-2016
27
27
30-10-2016
28
28
02-10-2016
29
29
07-11-2016
29
29
30
30
Suhu
Suhu
Kadar Air
Tengah
Pinggir
41,6
(0C)
26
(0C)
26
17-10-2016
26
26
21-10-2016
27
27
25-10-2016
28
28
29-10-2016
28
28
31-10-2016
27
27
02-10-2016
29
29
07-11-2016
29
29
30
30
11-11-2016
41,7
Konsentrasi : 5 %
Lama
Tanggal
Pengamatan
13-10-2016
(hari)
30
11-11-2016
pH
7
43,8
X 100 %
73,6769,30
73,6763,57
X 100 %
= 43,2 %
X 100 %
X 100 %
= 41,7 %
2. Konsentrasi 5 %
X 100 %
X 100 %
= 41,6 %
X 100 %
67,6465,45
67,6462,64
X 100 %
= 43,8 %
Sari Wahyuni