You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Akhir-akhir ini jiwa nasionalisme perlahan-lahan mulai hilang dari
masyarakat Indonesia. Dyah dalam jurnalnya (Penurunan Rasa
Cinta Budaya dan Nasionalisme, 2011) menyatakan bahwa
perkembangan

globalisasi

menimbulkan

berbagai

masalah,

misalnya: hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara,


terkikisnya rasa cinta budaya dan nasionalisme generasi muda,
menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat
kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri
dan gaya hidup kebarat-baratan. Tukiran Taniredja (2009:6)
menyebutkan ada beberapa faktor internal sebuah bangsa yang
menyebabkan hilangnya nasionalisme dan cinta budaya di
tengah arus globalisasi ini, yaitu kualitas SDM yang masih
rendah, militansi bangsa yang mendekati titik kritis, serta jati diri
bangsa Indonesia yang sudah luntur.
Para remaja Indonesia yang seharusnya memiliki semangat
nasionalisme

justru

mulai

kehilangan

nasionalisme

dan

meninggalkan budaya bangsanya sendiri. para remaja yang


berada dalam fase yang labil dan fase pencarian identitas diri,
dalam proses pembentukan jati diri banyak menerima pengaruh
dari berbagai bentuk budaya dan informasi (Jefriani, 2014).
Semangat nasionalisme ini belakangan berubah menjadi sikap
individualis, hedonisme, apatis, konsumtif, dan tidak ada rasa
setia dan bela negara.
Saat

ini

diperlukan

cara

untuk

meningkatkan

kembali

nasionalisme di tengah-tengah kehidupan remaja Indonesia.


Kahin menyatakan bahwa hal-hal yang melandasi tumbuh dan
berkembangnya nasionalisme adalah kebanggaan pada kejayaan
tradisi masa lalu (Kahin, 1995; 50). Selain itu Ada dua faktor
1

yang

dapat

menahan

gempuran

globalisasi

terhadap

nasionalisme remaja, yaitu pemahaman terhadap sejarah yang


kuat sehingga membuat mereka merasa percaya diri dan
memiliki martabat, serta pemahaman terhadap akar-akar tradisi
yang berkembang di masyarakat (Al-Zastrouw, Aktualisasi Spirit
Nasionalisme,

2011).

Ketika

para

remaja

telah

memiliki

pemahaman tentang sejarah kehebatan bangsa mereka di masa


lalu dan pemahaman akan keluhuran budaya yang dimiliki
bangsanya, maka akan muncul rasa bangga terhadap bangsa
Indonesia yang kemudian melahirkan sikap-sikap yang sesuai
dengan jiwa nasionalisme.
Cerita rakyat dapat digunakan untuk meningkatkan nasionalisme
remaja Indonesia dengan cara yang tetap menghibur melalui
pendekatan budaya. Cerita rakyat merupakan pernyataan suatu
budaya kelompok manusia yang mengisahkan berbagai ragam
peristiwa yang berkaitan dengan mereka, baik secara langsung
atau tidak (Osman, 1991:6). Di dalam sebuah cerita rakyat
biasanya memiliki beberapa fungsi, yaitu menghibur, mendidik,
mewariskan
kemanusiaan

tradisi
di

suatu

bangsa,

tengah-tengah

dan

menyatakan

kehidupan

modern

nilai
(Semi,

1984:10-14). Salah satu bentuk cerita rakyat adalah cerita


legenda. Legenda adalah prosa rakyat yang memiliki dianggap
pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Legenda
ditokohi manusia, yang mempunyai kekuatan luar biasa, dan
seringkali juga dibantu makhluk ajaib (Danandjaja, 2007:50).
Yang membedakan legenda dengan sejarah murni adalah adanya
unsur-unsur

magis

yang

memang

tidak

dapat

dibuktikan

kebenarannya. Karena dianggap benar-benar terjadi, audience


merasa lebih dekat dengan cerita dan lebih menghayati pesanpesan yang disampaikan.

Salah satu cerita rakyat nusantara yang mengandung semangat


nasionalisme adalah Legenda Bahureksa. Legenda Bahureksa
memiliki nilai-nilai nasionalisme yang dapat dihayati oleh remaja
Indonesia,

seperti

pengabdian

kepada

bangsa,

kegigihan

membangun negara, dan melindungi negara dari kolonialisme.


Selain itu Legenda Bahureksa juga mengajarkan tentang budaya
luhur bangsa Indonesia, seperti sikap tanggung jawab, rela
berkorban,

ketaqwaan,

ketekunan,

serta

sikap

pantang

menyerah. Cerita Legenda Bahureksa ini masih jarang diketahui


oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, terutama oleh
remaja. Oleh karena itu, hal ini dapat memberikan suatu
pengalaman baru dan menambah kekayaan referensi budaya
bagi remaja Indonesia.
Cerita Legenda Bahureksa dirasa lebih efektif apabila dibawakan
melalui media audio-visual, yaitu animasi dua dimensi. Prof. Dr.
Primadi Tabrani (Bahasa Rupa, 2005:55-61) menyatakan bahwa
manusia dapat menyerap informasi dengan indera penglihatan
sebesar 83%, indera pendengaran sebesar 11%, indera cium
sebesar 3,5%, indera raba sebesar 1,5%, dan indera cecap
sebesar 1%. Berdasarkan hal tersebut, maka pesan-pesan
mengenai nasionalisme dapat dengan mudah ditangkap melalui
indera

penglihatan

dan

pendengaran.

Penggunaan

media

animasi juga dirasa sudah populer bagi remaja di Indonesia. Oleh


karena itu, penggunaan animasi dapat dengan mudah diterima
oleh remaja Indonesia. Menurut Bustaman (2001:32-33), animasi
adalah suatu proses dalam menciptakan efek gerakan atau
perubahan dalam jangka waktu tertentu, dapat juga berupa
perubahan warna dari suatu objek dalan jangka waktu tertentu
dan bisa juga dikatakan berupa perubahan bentuk dari suatu
objek ke objek lainnya dalam jangka waktu tertentu. Animasi
pada umumnya digunakan untuk menyampaikan sebuah cerita

naratif. Kebanyakan animasi di Indonesia berisi cerita naratif


yang berasal dari luar negeri seperti Amerika, Eropa, atau
Jepang.
Melalui Perancangan Animasi Dua Dimensi tentang Nilai-Nilai
Nasionalisme dalam Legenda Bahureksa untuk Remaja

ini

penulis berharap dapat meningkatkan kembali nasionalisme


remaja Indonesia serta memberikan wawasan tentang budaya
luhur dan kekayaan cerita rakyat Indonesia.

1.2 Pertanyaan Perancangan


1. Apa saja nilai nasionalisme Legenda Bahureksa yang dapat
dibanggakan oleh remaja?
2. Bagaimana merancang animasi dua dimensi bermuatan nilainilai nasionalisme dalam Legenda Bahureksa untuk remaja?

1.3 Tujuan dan Manfaat Perancangan


1.3.1 Tujuan Perancangan
1. Menjelaskan nilai budaya Legenda Bahureksa yang dapat
dibanggakan oleh remaja.
2. Merancang animasi dua dimensi bermuatan nilai-nilai
nasionalisme dalam Legenda Bahureksa untuk remaja
yang mudah dimengerti dan dapat meningkatkan kembali
nasionalisme remaja.
1.3.2 Manfaat Perancangan
1. Bagi remaja Indonesia
Cerita Legenda Bahureksa dapat menjadi teladan tentang
sikap nasionalisme dan memperkaya referensi budaya
lokal.
2. Bagi masyarakat Kota Pekalongan

Animasi

tentang

nilai

nasionalisme

dalam

Legenda

Bahureksa ini dapat mengangkat kembali cerita rakyat


dari Kota Pekalongan.
3. Bagi akademisi Desain Komunikasi Visual
Animasi tentang nilai nasionalisme dalam

Legenda

Bahureksa untuk remaja ini dapat memperkaya kajian


mengenai animasi di Indonesia.
4. Bagi akademisi dan animator
Animasi tentang nilai nasionalisme
Bahureksa

untuk

remaja

dapat

dalam

menjadi

Legenda
referensi

perancangan sejenis berikutnya.


1.4 Batasan Perancangan
Agar pembahasan dapat menjadi lebih spesifik, akurat dan tidak
menyimpang

dari

tujuan

perancangan

diperlukan

adanya

pembatasan-pembatasan dalam perancangan, antara lain:


1. Nilai budaya yang dimaksud dalam poin tujuan
perancangan adalah nilai-nilai yang dipahami, dianut, dan
dipedomani bersama oleh bangsa Indonesia. Nilai-nilai
inilah yang kemudian dianggap sebagai nilai luhur,
sebagai acuan pembangunan Indonesia. Nilai-nilai itu
antara lain adalah taqwa, iman, kebenaran, tertib, setia
kawan, harmoni, rukun, disiplin, harga diri, tenggang rasa,
ramah tamah, ikhtiar, kompetitif, kebersamaan, dan
kreatif. Nilai-nilai tersebut dianggap sebagai puncakpuncak kebudayaan daerah, sebagaimana sifat/ciri khas
kebudayaan suatu bangsa Indonesia (Melalatoa, 1997:
102).
2. Target remaja yang dimaksud adalah remaja Indonesia
pada tahap usia 13-21 tahun karena pada tahap usia ini
mulai terbentuk kepribadian menuju kemantapan (Oswald
Kroch). Rentang usia ini juga terbilang cukup panjang
sehingga teori-teori psikologi perkembangan manusia
yang ada di dalam rentang usia ini masih relevan.

3. Legenda Bahureksa yang diceritakan mulai dari awal


pengabdian Bahureksa kepada Keraton Mataram karena
pada saat itulah nilai-nilai nasionalisme mulai muncul
dalam cerita Legenda Bahureksa.
4. Animasi dua dimensi yang dirancang termasuk ke dalam
kategori

Computer-Assisted-Animation,

yaitu

animasi

digital yang mengadaptasi bentuk animasi tradisional


atau hand-drawn animation (Zemmbry dan Suriman
Bunadi, 2008). Animasi jenis ini dipilih penulis agar dapat
mencapai kualitas animasi yang baik tanpa memerlukan
software

yang

membutuhkan

hardware

berkapasitas

tinggi.
1.5 Metode Perancangan
1.5.1 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan
data berupa
1. Kaji pustaka
Pengumpulan data mengenai teori-teori atau informasi
yang dibutuhkan untuk perancangan yang diambil dari
referensi-referensi tertulis baik berupa buku, artikel, jurnal
perancangan, maupun referensi tertulis dari internet yang
dapat dipercaya keakuratan datanya.
2. Kuesioner tertutup
Pengumpulan data dengan menggunakan seperangkat
pertanyaan

berupa

pilihan

yang

diberikan

kepada

beberapa orang yang mewakili remaja Indonesia.


3. Wawancara
Pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa
pertanyaan secara langsung kepada narasumber yang
mengerti

tentang

Legenda

temurun.
4. Observasi lapangan

Bahureksa

secara

turun-

Metode memperoleh data dengan cara mengunjungi


langsung tempat-tempat yang dipercaya sebagai tempat
terjadinya Legenda Bahureksa untuk merasakan suasana
dan gambaran secara visual mengenai setting cerita
Legenda Bahureksa.
5. Kaji referensi animasi dua dimensi
Mengamati teknik-teknik dari referensi

animasi

dua

dimensi yang dapat membuat rancangan animasi menarik


sekaligus efektif untuk meningkatkan nasionalisme remaja
di Indonesia.
1.5.2 Metode Analisis Data
Untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh, penulis
menggunakan metode berupa:
1. Metode analisis kuantitatif
Metode ini digunakan untuk membuat analisa mengenai
data-data yang diperoleh dari kuesioner tertutup. Dari
proses analisis ini kemudian dapat diperoleh kesimpulan
dari data-data yang berupa statistik atau angka.
2. Metode analisis kualitatif
Metode ini digunakan untuk menganalisis data deskriptif
yang berasal dari hasil kaji pustaka, wawancara, observasi
lapangan, serta landasan teori yang digunakan sehingga
dapat

lebih

mudah

diterapkan

ke

dalam

konsep

perancangan.
3. Metode komparasi
Metode ini digunakan untuk membandingkan hasil kaji
beberapa referensi animasi dua dimensi untuk kemudian
dikaji kembali berdasarkan landasan teori yang digunakan
sehingga dapat dipilih apa saja yang dapat diterapkan ke
dalam konsep perancangan.
1.5.3 Metode Perancangan Animasi Dua Dimensi
1. Pra produksi
a. Menentukan ide cerita

Menentukan cerita tentang apa, siapa saja tokohnya,


dimana latar cerita terjadi, alur cerita, konflik yang
dialami karakter, dan penyelesaian konflik dalam
cerita.
b. Penyusunan script
Menyusun ide cerita kedalam format script agar lebih
mudah

untuk

divisualisasikan.

Script

menjelaskan

detail adegan, narasi, latar, dan waktu tiap adegan


dalam cerita.
c. Merancang karakter
Menentukan bagaimana rupa tiap karakter dalam
cerita berdasarkan watak, serta latar belakang yang
dimiliki tiap karakternya.
d. Merancang konsep visual background dan properti
Merancang elemen-elemen visual apa saja yang akan
muncul di dalam animasi.
e. Merekam suara narator
Merekam suara narator yang akan digunakan dalam
animasi. Perekaman dilakukan berdasarkan
lambatnya alur tiap adegan.
f. Menyusun storyboard
Storyboard merupakan bentuk

visual

dari

cepat-

script.

Storyboard juga berisi tentang bagaimana suasana


yang

akan

ditampilkan

terkait

adegan

yang

berlangsung serta bagaimana pengambilan gambar


dari kamera yang sifatnya maya.
g. Membuat animatic storyboard
Pembuatan animatic storyboard

bertujuan

untuk

menetapkan timing tiap adegannya, serta timing


antara adegan dengan suara narator yang telah
direkam sebelumnya.
2. Produksi
a. Membuat key animation
Key animation adalah pose-pose kunci yang menjadi
pedoman aksi yang dilakukan karakter dalam animasi.
Pembuatan key animation ini dilakukan di atas layer
sketsa background agar adegan yang terjadi dapat

memiliki hubungan dengan background. Key animation


masih berupa garis sketsa kasar.
b. Membuat in between animation
In between animation adalah gambar-gambar pose
diantara pose-pose kunci yang telah dibuat pada tahap
key animation.
c. Clean-up animation
Menggambar ulang gambar tiap frame dengan garis
yang final.
d. Pewarnaan animasi
Mewarnai gambar tiap frame sehingga karakter yang
dianimasikan sesuai dengan konsep karakter yang
telah dirancang.
e. Membuat Background
Membuat background yang sesuai dengan konsep
visual background yang telah dirancang.
3. Pasca produksi
a. Compositting
Menggabungkan semua elemen yang telah dibuat,
yaitu animasi karakter tiap scene, animasi efek, serta
background ke dalam komposisi visual yang baik.

b. Memberi musik dan sound effect


Pemberian musik dan sound effect ini bertujuan untuk
menunjang

suasana

dalam

tiap

adegan

animasi

sehingga pesan dapat lebih mudah diterima oleh


penonton.
c. Final editting
Melakukan pengubahan yang masih perlu dilakukan
agar isi pesan dapat tersampaikan dengan lebih
optimal.
d. Rendering
Proses
akhir

sebuah

produksi

animasi,

yaitu

mengekspor file menjadi video yang siap dinikmati


oleh penonton.

1.6 Kerangka Perancangan

10

1.7 Sistematika Penulisan


Untuk memudahkan penulisan serta pemahaman akan
perancangan ini, maka penulis menjabarkan penulisan

11

perancangan ini menjadi lima bab yang masing-masing


diuraikan sebagai berikut:
Bab I
Berisi paparan pendahuluan yang diuraikan ke dalam latar
belakang masalah,
manfaat

pertanyaan perancangan, tujuan dan

perancangan,

batasan

perancangan,

metode

perancangan dan kerangka perancangan.


Bab II
Berisi paparan

teori

tentang

animasi

beserta

prinsip-

prinspnya. Pembahasan kemudian akan difokuskan pada


animasi dua dimensi berbasis digital. Pada bab ini akan
dibahas pula definisi mengenai nasionalisme dan budaya
nasional Indonesia sebagai landasan konten animasi agar
dapat mencapai tujuan perancangan dengan akurat.
Bab III
Berisi tentang data ketertarikan remaja Indonesia pada
animasi. Bab ini juga berisi tentang hasil analisa mengenai
nilai nasionalisme dan budaya yang ada pada Legenda
Bahureksa. Hasil kaji perbandingan beberapa animasi dua
dimensi akan dijelaskan juga pada bab ini. Hasil analisa data
selanjutnya akan digunakan sebagai dasar penyusunan
konsep rancangan di bab IV.
Bab IV
Berisi paparan konsep rancangan yang diturunkan ke dalam
konsep umum, konsep visual rancangan dan konsep media
yang akan digunakan. Konsep umum berisi paparan tentang
strategi komunikasi yang akan digunakan dalam membuat
karya tugas akhir ini.
Bab V
Berisi kesimpulan yang menjelaskan permasalahan serta
pemecahannya sehingga menjadi karya rancangan animasi
dua dimensi tentang nilai-nilai nasionalisme dalam Legenda

12

Bahureksa untuk remaja. Sedangkan pada bagian saran


memuat hal-hal yang belum dielaborasi lebih lanjut dalam
membuat rancangan animasi ini yang perlu disampaikan
guna kepentingan riset lebih lanjut.

13

You might also like