You are on page 1of 24

MAKALAH SISTEM PENCERNAAN

Ileus Paralitik

Disusun oleh:
Theodoric Cahyo Pangestu (201401012)

STIKes BUANA HUSADA


PONOROGO
Kampus 1. Jl. Mayjend Sutoyo No. 12 Ponorogo, Telp. / Fax. (0352) 489521
Kampus 2. Jl. Gabah Sinawur No. 9A Cokromenggalan, Ponorogo, Telp. / Fax.
(0352) 483659
2016

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat, Rahmat dan KaruniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan judul Makalah Sistem Pencernaan : Ileus Paralitik.
Penulis menyusun laporan kasus ini dalam rangka memenuhi persyaratan
tugas Sistem Pencernaan pada program SI dibidang Keperawatan STIKes Buana
Husada Ponorogo tahun 2016.
Segala kemampuan dan upaya yang telah penulis lakukan semaksimal
mungkin penulis akan lebih maksimal lagi dalam menyusun makalah sehingga
penulis dengan senang hati menerima segala bentuk saran dan kritik yang bersifat
membangun demi peningkatan laporan kasus ini. Penulis berharap agar laporan
kasus ini bermanfaat bagi semua para pembaca pada umumnya dan tenaga
keperawatan pada khususnya.

Ponorogo, 17 November 2016

Theodoric Cahyo Pangestu

DAFTAR ISI

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini di zaman modern dengan adanya peningkatan derajat
ekonomi yang juga terjadi pada masyarakat sangat berpengaruh terhadap
gaya hidup sehari-hari, misalnya pola aktifitas dan pekerjaan, namun tanpa
disadari bahaya yang mengancam kesehatan juga tidak dapat di hindari
(Sjamsuhidayat, 2005).
Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia di diagnosis
ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus
setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang di rawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
(Departemen Kesehatan RI, 2010).
Laparatomi pada ileus merupakan jenis pembedahan darurat
abdomen yang paling sering dilakukan di Negara-negara barat. Ileus dapat
terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai
kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit
ini sering dijumpai pada dewa samu dan antara umur 20-30 tahun
(Smeltzer, 2002).
Obstruksi

intestinal

merupakan

kegawatan

dalam

bedah

abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus


akut abdomen yang bukan appendicitis akut abdomen yang bukan
appendicitis akut. Penyabab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah
adhesi/streng.
Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf
otonom mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi
1

otot, gangguan endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis


seperti penyakit Parkinson.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa definisi Ileus paraliti
2. Mengerti etiologi Ileus paralitik.
3. Mengetahui klasifikasi Ileus paralitik.
4. Mengetahui patofisiologi Ileus paralitik.
5. Mengerti manifestasi klinis Ileus paralitik.
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Ileus paralitik.
7. Mengetahui penatalaksanaan medis Ileus paralitik.
8. Mengetahui komplikasi dari Ileus paralitik.
9. Mengetahui Asuhan Keperawatan Ileus Paralitik.

C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Ileus paraliti ?
2. Bagaimana etiologi Ileus paralitik ?
3. Apa saja klasifikasi Ileus paralitik ?
4. Bagaimana patofisiologi Ileus paralitik ?
5. Bagaimana manifestasi klinis Ileus paralitik ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Ileus paralitik ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis Ileus paralitik ?
8. Apa saja komplikasi dari Ileus paralitik ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Ileus Paralitik ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu keadaan dimana
pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti.
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal /
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang
terkoordinasi dengan baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory
dari sistim enteric motor neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi
dan dimodulasi oleh berbagai faktor seperti sistim saraf simpatik
parasimpatik,

neurotransmiter

(adrenergik,

kolinergik,

serotonergik,dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan


sebagainya.
Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat
dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan
rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot
polos usus.
Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson.
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut
maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi


saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Ileus secara umum didefinisikan sebagai penurunan aktivitas motorik
dari saluran GI sebagai penyebab non-mekanik, suatu keadaan akut abdomen
berupa kembung (distensi abdomen) karena usus tidak berkontraksi akibat
adanya gangguan motilitas. Peristaltic usus dihambat akibat pengaruh toksin
atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus.

B. Etiologi
Ileum Paralitik biasanya terjadi akibat pasca bedah abdomen,
tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko
terjadinya ileus, di antaranya sebagai berikut:
1. Sepsis
2. Obat-obatan (misalnya: opioid, antasid,coumarin, amitriptyline,
chlorpromazine).
3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia,
hipomagnesemia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas).
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Trauma (misalnya: patah tulang iga, cedera spina).
7. Bilier dan ginjal kolik.
8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.
9. Inflamasi intraabdomen dan peritonitis.
10. Hematoma retroperitonel
C. Klasifikasi
Adapun klasifikasiksi Ileus Paralitik yaitu:
1. Ileus Mekanik
1)Lokasi Obstruksi
4

a. Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum.


b. Letak Tengah : Ileum Terminal.
c. Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum.
2) Stadium
a. Parsial : menyumbat lumen sebagian.
b. Simple/Komplit: menyumbat lumen total.
c. Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 6.
2. Ileus Neurogenik
1) Adinamik : Ileus Paralitik.
2) Dinamik : Ileus Spastik.
3) Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia 6

D. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi
paralitik dimana paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanis peristaltic mula-mula diperkuat, kemudian intermiten,
dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan tegang oleh cairan
dan gas 170% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra
lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke
darah. Oleh karena itu sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran
cerna setiap hari, tidak adanya absorbs dapat mengakibatkan penimbunan
intra sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas
kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel
yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal,
syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan,
asidosis metabolic dan kematian bila tidak dikoreksi.
5

E. Manifestasi Klinis
Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian
tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan
beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan
darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada
obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat
keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut.
Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin
jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka
akan terjadi syok hipovolemia akibat dehdrasi dan kehilangan volume
plasma.
Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas
yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih
rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten.
Pada pasien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat
menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen
menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari
luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri
abdomen bawah.
Pasien

ileus

paralitik

akan

mengeluh

perutnya

kembung

(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin


ada mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik
ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai kelu han perut kembung, tidak disertai
nyeri kolik abdomen yang paroksismal.Pada pemeriksaan fisik keadaan
umum pasien bervarias i

dari ringan sampai berat bergantung pada

penyakit yang mendasarinya, didapatkan adanya distensi abdomen,


perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat
tidak terdengar sama sekali.

Padapalpasi, pasien hanya menyat akan

perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak dite mukan

adanya reaksi
6

peritoneal (nyer i tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit


primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.
1. Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri ( kolik )
2. Mual dan mutah
3. Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24 48 jam
4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler
5. Bising usus menghilang
6. Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara

F. Pemeriksaan Pununjang
1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen.
2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu
empedu, volvulus, hernia).
3. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas
atau cairan dalam usus.
4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan
jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan
kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
5. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan
diagnosa obstruksi usus. (Doengoes, 2000)
G. Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi
yang adekuat. Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolondari
ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang. Beberapa obat-obatan jenis
penyekatsimpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba,

ternyata

hasilnya

tidak konsisten.

Untuk

dekompresi

dilakukan

pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube).


Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi
parenteral hendaknyadiberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsipprinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapaobat yang dapat dicoba yaitu
metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaatuntuk
ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk
mengatasi ileusparalitik karena obat-obatan. Neostigmin juga efektif
dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah pengobatan
konservatif.
1. Konservatif
1) Penderita dirawat di rumah sakit. Penderita dipuasakan Kontrol
status airway, breathing and circulation
2) Dekompresi dengan nasogastric tube
3) Intravenous fluids and electrolyte
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
1) Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
2) Analgesik apabila nyeri.
3) Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
4) Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
5) Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
1) Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai
dengan peritonitis.
2) Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric
untuk mencegah sepsissekunder atau rupture usus.

3) Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan


teknik bedah yang disesuaikandengan hasil explorasi melalui
laparotomi.
a. Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
b. Reseksi usus dengan anastomosis
c. Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

H. Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a.

Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi

b.

Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)

c.

Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces

d.

Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa
pecah-

e.

pecah. Kulit buruk.

Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat
kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan

f.

Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda

g.

: Napas pendek dan dangkal

Diagnostik Test
1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal
dari gas dan cairan dalam usus.
2) Pemeriksaan simtologi
3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab
(batu empedu, volvulus, hernia)
10

8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.


Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai
dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrisi.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi
motilitas usus.
e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang
ditandai dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan
hidrasi adekuat dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual
mengeluarkan urine dengan tepat.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70
-120/80 mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
11

Intervensi
Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital: 2. Perubahan yang drastis pada
N, TD, P, S

tanda-tanda vital merupakan


indikasi kekurangan cairan.

3. Observasi tingkat kesadaran 3. Kekurangan


dan tanda-tanda syok

cairan

dan

elektrolit dapat mempengaruhi


tingkat

kesadaran

dan

mengakibatkan syok.
4. Menilai fungsi usus
4. Observasi bising usus pasien
5. Menilai keseimbangan cairan

tiap 1-2 jam

5. Monitor intake dan output 6. Menilai keseimbangan cairan


dan elektrolit
secara ketat
pengetahuan
laboratorium 7. Meningkatkan
pasien dan keluarga serta
serum elektrolit, hematokrit

6. Pantau
7. Beri

hasil

penjelasan

kepada

pasien dan keluarga tentang

kerjasama

antara

perawat-

pasien-keluarga.

dilakukan: 8. Memenuhi kebutuhan cairan


dan elektrolit pasien.
pemasangan NGT dan puasa.
tindakan

yang

8. Kolaborasi
untuk

dengan

medik

pemberian

terapi

intravena

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi


nutrisi.
Tujuan :
Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
12

1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.


2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi
1. Tinjau

Rasional
faktor-faktor 1. Mempengaruhi

individual

yang

mempengaruhi

pilihan

intervensi.

kemampuan

untuk mencerna makanan,


mis: status puasa, mual, ileus
paralitik

setelah

selang

dilepas.
2. Auskultasi
palpasi

bising

usus; 2. Menentukan

abdomen;

catat

pasase flatus.
3. Identifikasi

peristaltik ( biasanya dalam 2-4


hari ).

kesukaan

ketidaksukaan
pasien.

kembalinya

diet

Anjurkan

/ 3. Meningkatkan kerjasama pasien


dari

pilihan

dengan

aturan

Protein/vitamin

makanan tinggi protein dan

kontributor

vitamin C.

pemeliharaan
perbaikan.
fator

diet.

adalah

utuma

untuk

jaringan

Malnutrisi

dalam

dan
adalah

menurunkan

pertahanan terhadap infeksi.


4. Observasi
terjadinya

terhadap 4. Sindrom
diare;

makanan

bau busuk dan berminyak.

malabsorbsi

dapat

terjadi setelah pembedahan usus


halus,

memerlukan

evaluasi

lanjut dan perubahan diet, mis:


diet rendah serat.

5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Mencegah muntah. Menetralkan


obat-obatan sesuai indikasi:

atau menurunkan pembentukan


13

Intervensi
Antimetik,

Rasional
mis:
asam untuk mencegah erosi

proklorperazin (Compazine).

mukosa

Antasida

dan

inhibitor

ulserasi.

histamin,

mis:

simetidin

dan

kemungkinan

(tagamet).

c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
Pola nafas menjadi efektif
Kriteria hasil :
pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 1820x/menit
Intervensi
1. Observasi TTV: P, TD, N,S

Rasional
1. Perubahan

pada

pola

nafas

akibat adanya distensi abdomen


dapat

mempengaruhi

peningkatan hasil TTV.


2. Adanya distensi pada abdomen
2. Kaji status pernafasan: pola,
frekuensi, kedalaman

dapat menyebabkan perubahan


pola nafas.
3. Berkurangnya/hilangnya bising

3. Kaji bising usus pasien

usus
distensi

menyebabkan
abdomen

terjadi
sehingga

mempengaruhi pola nafas.


4. Mengurangi

penekanan

pada

paru akibat distensi abdomen.


4. Tinggikan

kepala

tidur 40-60 derajat

tempat 5. Perubahan pola nafas akibat


adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan oksigenasi perifer
14

Intervensi
5. Observasi
tanda

Rasional
tandaterganggu

adanya

hipoksia

jaringan

perifer: cianosis

yang

dimanifestasikan dengan adanya


cianosis.
6. Mendeteksi

adanya

asidosis

respiratorik.
7. Meningkatkan pengetahuan dan
6. Monitor hasil AGD

kerjasama

dengan

keluarga

pasien.
7. Berikan penjelasan kepada
keluarga

pasien

tentang

penyebab terjadinya distensi 8. Memenuhi


abdomen yang dialami oleh

kebutuhan

oksigenasi pasien

pasien
8. Laksanakan program medic
pemberian terapi oksigen

d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi


motilitas usus.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek,
BU normal: 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi
1. Kaji dan

catat

Rasional
frekuensi, 1. Mengetahui ada atau tidaknya

warna dan konsistensi feces

kelainan

yang

terjadi

pada

eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus

2. Mengetahui

normal

atau
15

Intervensi

Rasional
tidaknya pergerakan usus.

3. Kaji adanya flatus

3. Adanya

flatus

menunjukan

perbaikan fungsi usus.


4. Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus dapat
menyebabkan akumulasi gas di
dalam

lumen

usus

sehingga

terjadi distensi abdomen.


pengetahuan
5. Berikan penjelasan kepada 5. Meningkatkan
pasien dan keluarga serta untuk
pasien dan keluarga penyebab
terjadinya gangguan dalam

meningkatkan kerjasana antara

BAB.

perawat-pasien dan keluarga.


6. Membantu dalam pemenuhan

6. Kolaborasi dalam pemberian

kebutuhan eliminasi

terapi pencahar (Laxatif)

e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil:
Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan
nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi
Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, 1. Nyeri hebat yang dirasakan
P tiap shif

pasien akibat adanya distensi


abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasih TTV.

16

Intervensi
2. Kaji

Rasional
2. Mengetahui
keluhan

nyeri,

menentukan

yang

selanjutnya

pesien

sehubungan dengan adanya


distensi abdomen
posisi semi fowler

tindakan
guna

mengatasi

nyeri.
3. Posisi

3. Berikan posisi yang nyaman:

nyeri

yang dirasakan pasien dan

karakteristik dan skala nyeri


dirasakan

kekuatan

yang

nyaman

dapat

mengurangi rasa nyeri yang


dirasakan pasien
4. Relaksasi dapat mengurangi

4. Ajarkan dan anjurkan tehnik

rasa nyeri

relaksasi tarik nafas dalam


saat merasa nyeri
5. Anjurkan

pasien

menggunakan

5. Mengurangi
untuk

nyeri

yang

dirasakan pasien.

tehnik

pengalihan saat merasa nyeri


hebat.
6. Kolaborasi

6. Analgetik dapat mengurangi


dengan

medic

rasa nyeri

untuk terapi analgetik

f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:
Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi
1. Observasi adanya

Rasional
1. Rasa cemas yang dirasakan

peningkatan kecemasan:

pasien dapat terlihat dalam

wajah tegang, gelisah.

ekspresi wajah dan tingkah


laku.
17

Intervensi
Rasional
2. Kaji adanya rasa cemas yang 2. Mengetahui tingkat kecemasan
dirasakan pasien

pasien.

3. Berikan penjelasan kepada 3. Dengan mengetahui tindakan


pasien dan keluarga tentang

yang

tindakan yang akan dilakukan

mengurangi tingkat kecemasan

sehubungan dengan keadaan

pasien

penyakit pasien

kerjasama

4. Berikan

kesempatan

akan

dilakukan

dan

pada 4. Dengan

akan

meningkatkan
mengungkapkan

pasien untuk mengungkapkan

kecemasan akan mengurangi

rasa takut atau kecemasan

rasa takut/cemas pasien

yang dirasakan
5. Pertahankan lingkungan yang 5. Lingkungan yang tenang dan
tenang dan tanpa stres.

nyaman
stress

dapat

mengurangi

pasien

berhadapan

dengan penyakitnya
6. Dorong dukungan keluarga 6. Support

system

dapat

dan orang terdekat untuk

mengurani rasa cemas dan

memberikan support kepada

menguatkan

pasien

memerima keadaan sakitnya.

pasien

dalam

18

BAB III
PENUTUP
i. Kesimpulan
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya isi usus.
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mulamula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh
cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra
lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke
darah.
ii. Saran
Sesuai dengan kesimpulan diatas maka kelompok memberikan saran
sebagai berikut :
1. Untuk Klien dan Keluarga
Meningkatkan pada klien dan keluarga agar tidak makan
sembarangan dan mencuci tangan sebelum makan, dan makan
makanan yang bergizi dan setelah pulang kontrol dan minumobat
sesuai dengan aturan.
2. Untuk Perawat
Perawat diharapkan dapat melakukan Asuhan Keperawatan
dan dokumentasi keperawatan yang lebih akurat dan lengkap sesuai
dengan keadaan klien guna mendapatkan gambaran yang menyeluruh
tentang perkembangan kondisi klien serta tindakan yang telah
19

dilakukan terhadap Klien dan menindak lanjyt masalah yang belum


teratasi.
3. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa diharyuskan untuk lebih memahami teori tentang
asuha keperawatan pada Klien dengan Ileus paralitik sehingga mampu
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Ileus paralitik.

20

DAFTAR PUSTAKA
Asao, T. Et al. Gum Chewing Enhances Early Recovery from Postoperative Ileus
after Laparoscopic Colectomy. J Am Coll Surg. 195(1):30-2/Juli 2012
Bauer, A.J. dan Boeckxstaens G.E. Mechanisms of
Ileus. Neurogastroenterol Motil. 16 Suppl 2:54-60/Oktober 2004

Postoperative

Behm, B. Dan Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies


Interventions. Clin Gastroenterol Hepatol. 1(2):71-80/Maret 2003

and

Cali, R.L. et al. Effect of Morphine and Incision Length on Bowel Function after
Colectomy. Dis Colon Rectum. 43(2):163-8/Februari 2000.
Ferraz, A.A. et al. Nonopioid Analgesics Shorten The Duration of Postoperative
Ileus. Am Surg. 61(12):1079-83/Desember 1995
Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Asuhan

You might also like