You are on page 1of 180

Tanda dan Gejala Alergi Makanan Pada Dewasa

Diposting pada Oktober 5, 2013 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar

Tanda dan Gejala Alergi Makanan Pada Dewasa


Tanda dan gejala alergi makanan dan reaksi simpang makanan ternyata sangat luas dan
bervariasi. Selama ini hipotesa yang berkembang dan teori yang banyak dianut bahwa alergi
makanan hanya terjadi pada usia anak dan jarang terjadi pada orang dewasa harus lebih dicermati
lagi. Ternyata alergi atau hipersensitif makanan selain terjadi pada anak juga terjadi pada
penderita dengan bentukdan karakteristik yang sedikit berbeda. Hal ini terjadi karena adanya
perjalanan alamiah alergi atau allergy march yang menunjukkan bahwa tanda dan gejala alergi
berubah pada usia tertentu. Selain itu alergi biasanya diturunkan kepada anak dari salah satu
orangtuanya. Halini ternyata bisa dikenali dengan fenotif atau wajah yang sama pada anak atau
saudara kandung atau orangtua yang berwajah sama akan memupunyai karakter alergi yang
sama. Sehingga bila kita menenali tanda dan gejala alergi pada bayi dan anak akan juga dialami
oleh salah satu saudara kandung dan salah satu orangtua dengan wahah yang sama.
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan system tubuh
yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan
dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi
hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi
hipersensitifitas tipe III dan IV. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan
merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah
alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik
atau non imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and
immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu

Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions) Istilah umum untuk reaksi yang
tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi
sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.

Allergy makanan (Food Allergy) Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang
menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.

Intoleransi Makanan (Food intolerance) Intoleransi makanan adalah reaksi makanan


nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan
terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan
karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella,
Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang
terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan
pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada
pejamu

Disamping tanda dan gejala alergi yang berkaitan dengan organ tubuh manusia, terdapat
beberapa tanda umum pada penderita alergi. Menurut Richard Mackarness tahun 1992
berpendapat terdapat 5 gejala kunci pada alergi dewasa adalah :
1. Berat badan yang berlebihan atau sebaliknya berat badan kurang.
2. Kelelahan terus menerus dalam beberapa saat dan tidak lenyap walaupun telah
beristirahat.
3. Terjadi pembengkakan di sekitar mata, tangan, abdomen, pergelangan kaki.
4. Denyut jantung yang cepat dan berdebar-debar, khususnya setelah makan
5. Keringat yang berlebihan walaupun tidak berolahraga.
Kriteria tersebut berlaku bila dokter tidak menemukan penyebab atau gangguan penyakit lain
yang mengakibatkan gejala tersebut.
Adapun manifestasi klinik alergi pada dewasa dapat dilihat pada daftar di bawah. Bila terdapat 3
gejala atau lebih pada beberapa organ, tanpa diketahui penyebab pasti keluhan tersebut maka
kecurigaan mengalami reaksi alergi semakin besar.

ORGAN/SISTEM
TUBUH

GEJALA DAN TANDA

Sistem Pernapasan

Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas pendek,


wheezing, banyak lendir di saluran napas atas (mucus
bronchial) , rattling dan vibration dada.

Sistem Pembuluh Darah dan jantung Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan),
nyeri dada, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung
meningkat, skipped beats, hot flashes, pallor; tangan
hangat, kedinginan, kesemutan, redness or blueness of
hands; pseudo-heart attack pain (nyeri dada mirip
sertangan jantung); nyeri dada depan, tangan kiri, bahu,
leher, rahang hingga menjalar di pergelangan tangan.
Vaskulitis (sering lebam kebiruan seperti bekas terbentur
padahal bukan terbentur pada daerah lengan atas dan
lengan bawah)

Sistem Pencernaan

Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah, sulit berak


(konstippasi), sering buang angin (flatus), mulut berbau,
kelaparan, haus, saliva meningkat, canker sores, sariawan,

metallic taste in mouth, stinging tongue, nyeri gigi, burping


(glegekan/sendawa), retasting foods, ulcer symptoms, nyeri
ulu hati, indigestion, mual, muntah, perut terasa penuh,
gangguan mengunyah dan menelan, perut keroncongan,
spastic colitis, emotional colitis, kolik kandung empedu
gall bladder colic, cramps, diare (mudah buang air besar
cair dan sering), sering buang angin dan besar-besar dan
panjang, timbul lendir atau darah dari rektum, anus gatal
atau panas.
4

Kulit

Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam


biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam seperti digigit
nyamuk. Kulit kaki dan tangan kering tapi wajah
berminyak.Sering berkeringat.

Telinga Hidung Tenggorokan

Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post


nasal drip, epitaksis, tidur mendengkur, mendengus
Tenggorok : tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal,
suara parau/serak, batuk pendek (berdehem), Telinga :
telinga terasa penuh/ bergemuruh / berdenging, telinga
bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga
kemerahan atau normal, gangguan pendengaran hilang
timbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di
telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.
Pembesaran kelenjar di sekitar leher dan kepala belakang
bawah

Sistem Saluran Kemih dan kelamin

Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol


kandung kemih, bedwetting; vaginal discharge; genitalia
gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri bila berhubungan
kelamin

Sistem Susunan Saraf Pusat

Sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa nama


orang, barang sesaat), floating (melayang), kepala terasa
penuh atau membesar. Perilaku : Therapy terapi: impulsif,
sering Marah, buruknya perubahan suasana hati (gangguan
mood), kompulsif mengantuk, mengantuk, pusing,
bingung, pusing, ketidakseimbangan, jalannya
sempoyongan, lambat, lambat, membosankan, kurang
konsentrasi, depresi, menangis, tegang, marah, mudah
tersinggung, cemas, panik, dirangsang, agresif, overaktif,
ketakutan, gelisah, manik, hiperaktif dengan
ketidakmampuan belajar, gelisah, kejang, kepala terasa
penuh atau membesar, sensasi melayang, gangguan

memori jangka pendek (short memory losy), salah


membaca atau membaca tanpa pemahaman, variasi ektrim
dalam tulisan tangan, halusinasi, delusi, paranoia, Bicara
Gagap, claustrophobia, kelumpuhan, negara katatonik,
disfungsi persepsi, gejala khas keterbelakangan mental
impulsif. Sensitive dan mudah marah, impulsif (bila
tertawa atau bicara berlebihan), overaktif, deperesi, terasa
kesepian merasa seperti terpisah dari orang lain, kadang
lupa nomor, huruf dan nama sesaat, lemas (flu like
symtomp)
8

Sistem Hormonal

Kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah leher),


endometriosis, Premenstrual Syndrome, kemampuan sex
menurun, Chronic Fatique Symptom (sering lemas),
Gampang marah, Mood swing, sering terasa kesepian,
rambut rontok. Keputihan, jerawat

Jaringan otot dan tulang

Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue, kelemahan


otot, nyeri, bengkak, kemerahan local pada sendi; stiffness,
joint deformity; arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu
tegang, otot leher tegang, spastic umum, , limping gait,
gerak terbatas

10 Gigi dan mulut

Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi


(biasanya berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi sering
berdarah. Sering sariawan. Diujung mulut, mulut dan bibir
sering kering, sindrom oral dermatitis.Geraham belakang
nyeri sering dianggap sebagai Tooth Impacted (tumbuh gigi
miring)

11 Mata

nyeri di dalam atau samping mata, mata berair,sekresi air


mata berlebihan, warna tampak lebih terang, kemerahan
dan edema palpebra, Kadang mata kabur, diplopia, kadang
kehilangan kemampuan visus sementara, hordeolum
(bintitan).

References:

Dean D. Metcalfe. Hugh A. Sampson Ronald A. Simon (Editor) Food Allergy:


Adverse Reactions to Foods and Food Additives [NOOK Book]

Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J. Epidemiology and chronology of allergic
diseases and their risk factors. Allergol Immunopathol (Madr). 1998;26(3):90-97.

King WP. Food hypersensitivity in otolaryngology. Manifestations, diagnosis, and


treatment. Otolaryngol Clin North Am. 1992;25(1):163-179.

Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F.The
influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis.

Joyce DP, Chapman KR, Balter M, Kesten S. Asthma and allergy avoidance
knowledge and behavior in postpartum women. Ann Allergy Asthma Immunol.
1997;79(1):35-42.

Rinkel HJ. Food Allergy. J Kansas Med Soc. 1936;37:177.

Frederick JK. Food intolerance and food allergy. Scweiz Med Wochenschr.
1999;129(24):9280933.

Alergi dan Berbagai Gangguan Tubuh Pada Dewasa


Diposting pada Oktober 5, 2013 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar

Tanda dan Gejala Alergi Makanan Pada Dewasa


Tanda dan gejala alergi makanan dan reaksi simpang makanan ternyata sangat luas dan
bervariasi. Selama ini hipotesa yang berkembang dan teori yang banyak dianut bahwa alergi
makanan hanya terjadi pada usia anak dan jarang terjadi pada orang dewasa harus lebih dicermati
lagi. Ternyata alergi atau hipersensitif makanan selain terjadi pada anak juga terjadi pada
penderita dengan bentukdan karakteristik yang sedikit berbeda. Hal ini terjadi karena adanya
perjalanan alamiah alergi atau allergy march yang menunjukkan bahwa tanda dan gejala alergi
berubah pada usia tertentu. Selain itu alergi biasanya diturunkan kepada anak dari salah satu
orangtuanya. Halini ternyata bisa dikenali dengan fenotif atau wajah yang sama pada anak atau
saudara kandung atau orangtua yang berwajah sama akan memupunyai karakter alergi yang
sama. Sehingga bila kita menenali tanda dan gejala alergi pada bayi dan anak akan juga dialami
oleh salah satu saudara kandung dan salah satu orangtua dengan wahah yang sama.
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan system tubuh
yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan
dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi
hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi
hipersensitifitas tipe III dan IV. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan

merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah
alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik
atau non imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and
immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu

Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions) Istilah umum untuk reaksi yang
tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi
sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.

Allergy makanan (Food Allergy) Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang
menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.

Intoleransi Makanan (Food intolerance) Intoleransi makanan adalah reaksi makanan


nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan
terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan
karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella,
Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang
terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan
pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada
pejamu

Disamping tanda dan gejala alergi yang berkaitan dengan organ tubuh manusia, terdapat
beberapa tanda umum pada penderita alergi. Menurut Richard Mackarness tahun 1992
berpendapat terdapat 5 gejala kunci pada alergi dewasa adalah :
1. Berat badan yang berlebihan atau sebaliknya berat badan kurang.
2. Kelelahan terus menerus dalam beberapa saat dan tidak lenyap walaupun telah
beristirahat.
3. Terjadi pembengkakan di sekitar mata, tangan, abdomen, pergelangan kaki.
4. Denyut jantung yang cepat dan berdebar-debar, khususnya setelah makan
5. Keringat yang berlebihan walaupun tidak berolahraga.
Kriteria tersebut berlaku bila dokter tidak menemukan penyebab atau gangguan penyakit lain
yang mengakibatkan gejala tersebut.
Adapun manifestasi klinik alergi pada dewasa dapat dilihat pada daftar di bawah. Bila terdapat 3
gejala atau lebih pada beberapa organ, tanpa diketahui penyebab pasti keluhan tersebut maka
kecurigaan mengalami reaksi alergi semakin besar.

ORGAN/SISTEM
TUBUH
1

Sistem Pernapasan

GEJALA DAN TANDA


Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas pendek,
wheezing, banyak lendir di saluran napas atas (mucus

bronchial) , rattling dan vibration dada.


2

Sistem Pembuluh Darah dan jantung Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan),
nyeri dada, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung
meningkat, skipped beats, hot flashes, pallor; tangan
hangat, kedinginan, kesemutan, redness or blueness of
hands; pseudo-heart attack pain (nyeri dada mirip
sertangan jantung); nyeri dada depan, tangan kiri, bahu,
leher, rahang hingga menjalar di pergelangan tangan.
Vaskulitis (sering lebam kebiruan seperti bekas terbentur
padahal bukan terbentur pada daerah lengan atas dan
lengan bawah)

Sistem Pencernaan

GERD (Gastrooesephageal Refluks Disease), Maag,


Dispepsia, IBS (Irritable Bowel Syndrome) Nyeri perut,
sering diare, kembung, muntah, sulit berak (konstipasi),
sering buang angin (flatus), mulut berbau, kelaparan, haus,
saliva (ludah) berlebihan atau meningkat, canker sores,
sariawan, metallic taste in mouth (rasa logam dalam mulut,
stinging tongue, nyeri gigi, burping (glegekan/sendawa),
retasting foods, ulcer symptoms, nyeri ulu hati, indigestion,
mual, muntah, perut terasa penuh, gangguan mengunyah
dan menelan, perut keroncongan, Nyeri Perut (spastic
colitis, emotional colitis, kolik kandung empedu gall
bladder colic, cramp), diare (mudah buang air besar cair
dan sering), sering buang angin dan besar-besar dan
panjang, timbul lendir atau darah dari rektum, anus gatal
atau panas.

Kulit

Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam


biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam seperti digigit
nyamuk. Kulit kaki dan tangan kering tapi wajah
berminyak. Sering berkeringat.

Telinga Hidung Tenggorokan

Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post


nasal drip, epitaksis, tidur mendengkur, mendengus
Tenggorok : tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal,
suara parau/serak, batuk pendek (berdehem), Telinga :
telinga terasa penuh/ bergemuruh / berdenging, telinga
bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga
kemerahan atau normal, gangguan pendengaran hilang
timbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di
telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.
Pembesaran kelenjar di sekitar leher dan kepala belakang

bawah
6

Sistem Saluran Kemih dan kelamin

Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol


kandung kemih, bedwetting; vaginal discharge; genitalia
gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri bila berhubungan
kelamin

Sistem Susunan Saraf Pusat

Sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa nama


orang, barang sesaat), floating (melayang), kepala terasa
penuh atau membesar. Perilaku : Therapy terapi: impulsif,
sering Marah, buruknya perubahan suasana hati (gangguan
mood), kompulsif mengantuk, mengantuk, pusing,
bingung, pusing, ketidakseimbangan, jalannya
sempoyongan, lambat, lambat, membosankan, kurang
konsentrasi, depresi, menangis, tegang, marah, mudah
tersinggung, cemas, panik, dirangsang, agresif, overaktif,
ketakutan, gelisah, manik, hiperaktif dengan
ketidakmampuan belajar, gelisah, kejang, kepala terasa
penuh atau membesar, sensasi melayang, gangguan
memori jangka pendek (short memory losy), salah
membaca atau membaca tanpa pemahaman, variasi ektrim
dalam tulisan tangan, halusinasi, delusi, paranoia, Bicara
Gagap, claustrophobia, kelumpuhan, negara katatonik,
disfungsi persepsi, gejala khas keterbelakangan mental
impulsif. Sensitive dan mudah marah, impulsif (bila
tertawa atau bicara berlebihan), overaktif, deperesi, terasa
kesepian merasa seperti terpisah dari orang lain, kadang
lupa nomor, huruf dan nama sesaat, lemas (flu like
symtomp)

Sistem Hormonal

Kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah leher),


endometriosis, Premenstrual Syndrome (Nyeri dan
gangguan lainnya saat haid, kemampuan sex menurun,
Chronic Fatique Symptom (sering lemas), Gampang marah,
Mood swing, sering terasa kesepian, rambut rontok.
Keputihan, jerawat.

Jaringan otot dan tulang

Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue, kelemahan


otot, nyeri, bengkak, kemerahan local pada sendi; stiffness,
joint deformity; arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu
tegang, otot leher tegang, spastic umum, , limping gait,
gerak terbatas

10 Gigi dan mulut

Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi

(biasanya berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi sering


berdarah. Sering sariawan. Diujung mulut, mulut dan bibir
sering kering, sindrom oral dermatitis. Geraham belakang
nyeri sering dianggap sebagai Tooth Impacted (tumbuh gigi
geraham miring)
11 Mata

nyeri di dalam atau samping mata, mata berair,sekresi air


mata berlebihan, warna tampak lebih terang, kemerahan
dan edema palpebra, Kadang mata kabur, diplopia, kadang
kehilangan kemampuan visus sementara, hordeolum
(bintitan).

BERBAGAI GANGGUAN ALERGI PADA DEWASA

Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan

Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan

Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.

FATIQUE atau KELELAHAN : mudah lelah, sering minta gendong, Pada


dewasa sering mengeluh capek

Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit
berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR), atau sinusitis hindari
operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga Waspadai dan
hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIKA TERLALU SERING.

Mudah mengalami INFEKSI SALURAN KENCING. Kulit di sekitar kelamin


sering kemerahan

Sering mengalami OVERDIAGNOSIS TBC (MINUM OBAT JANGKA


PANJANG PADAHAL BELUM TENTU MENDERITA TBC / FLEK )
KARENA GEJALA ALERGI MIRIP PENYAKIT TBC. BATUK LAMA BUKAN
GEJALA TBC PADA ANAKBILA DIAGNOSIS TBC MERAGUKAN
SEBAIKNYA SECOND OPINION DENGAN DOKTER LAINNYA

INFEKSI JAMUR (HIPERSENSITIF CANDIDIASIS) di lidah, mulut,


selangkangan, di leher, perut atau dada, KEPUTIHAN

BERBAGAI PERILAKU, GANGGUAN MOTORIK DAN


GANGGUAN FUNGSI SUSUNAN SARAF PUSAT LAINNYA

SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, vertigo

GANGGUAN TIDUR : Sulit untuk memulai tidur malam atau tidur larut malam ,
Tidur bolak-balik. Berbicara,tertawa,berteriak atau berjalan saat tidur, Mendadak
terbangun duduk saat tidur kemudian tidur lagi, Mimpi buruk, beradu gigi atau
gigi gemeretak atau bruxism

AGRESIF MENINGKAT: mudah memukul atau menampar orang lain, berlaku


kasar terhadap anak , istri atau suami.

GANGGUAN KONSENTRASI: mudah lupa (short mempry lost), sering lupa


meletakkan kunci, lupa nama teman tetapi memori lama kuat.

EMOSI TINGGI : mudah marah, sering berteriak, mengamuk, keras kepala,


negatifisme dan mudah menyangkal (deny) sangat tinggi.

DEPRESI DAN MUDAH CEMAS : mudah marah, sedih berlebihan, mudah


tersinggung, sering kesepian, mudah menangis meski masalahnya ringan

GANGGUAN KESEIMBANGAN KOORDINASI DAN MOTORIK :Jalan


terburu-buru mudah tersandung kaki meja atau kaki kursi

GANGGUAN SENSORIS : perabaan telapak kaki dan tangan sensitif (mudah


geli, mudah jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan binatang berbulu). Rasa
perabaan sensoris kaki sangat sensitif (bila lantai kotor sedikit atau berpasir sering
geli dan harus pakai sandal), sandal atau sepatu seringkali ausnya tidak rata atau
tidak seimbang kiri kanan.

GANGGUAN ORAL MOTOR : bicara terburu-buru, cadel, gagap. GANGGUAN


MENELAN DAN MENGUNYAH tapi sangat ringan dianggap normal, pilih-pilih
makanan tidak sukan makanan berserat seperti daging empal, sayur tertentu.

IMPULSIF : banyak bicara, tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan


orang lain, bila bicara sangat cepat banyak dan sulit berhenti. Mudah menangis dan
tertawa berubah bergantian dengan cepat.

.
.
BERBAGAI GANGGUAN YANG BELUM DIKETAHUI SEBABNYA ATAU
berbagai GANGGUAN AUTO IMUN LAINNYA SERING DIPERBERAT
KARENA MANIFESTASI ALERGI. Menurut berbagai penelitian berbagai gangguan
ini dapat diperberat karena alergi dan hipersensitifitas makanan. Tetapi alergi atau
hipersensitifitas makanan bukan sebagai penyebabnya.

Lupus

Fibromialgia

Multipel Sklerosis

Irritabel Bowel Syndrome

Rematoid Artritis

Henoch Schonlein Syndrome

Prurigo Hebra (gangguan kulit)

Psoriasis

Epilepsi

Autism

ADHD

Gangguan non organik (gangguan fungsional lainnya) seperti migrain, vertigo,


kejang tanpa demam dengan pemeriksaan EEG normal, (SKBE : Serangan kejang
Bukan Epilepsi), gangguan konsentras, gangguan perilaku dan gangguan
perkembangan lainnya

Berbagai Gangguan Metabolisme dan gangguan genetik lainnya

PENANGANAN

Penanganan berbagai gangguan yang disebabkan alergi dan hipersensitifitas makanan


haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus
menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling
ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut
khuusunya makanan tertentu.

Penyebab utama adalah reaksi makanan tertentu tetapi dampaknya ringan. Namun saat
yang ringan tersebut tidak dicermati akan diperberat oleh pemicu paling sering adalah
infeksi virus atau fluyang sering tidak terdeteksi dan diabaikan oleh dokter sekalipun.
Bila hal itu penyebabnya maka setelah 5 hari akan membaik. Tetapi akan timbul lagi bila
terkena infeksi virus lagi bila di rumah ada yang sakit lagi

Bila berbagai gangguan bila disertai manifestasi alergi lainnya sangat mungkin alergi
makanan berperanan sebagai penyebabnya.

Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan tersebut adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat anti alergi dan obat
untuk saluran cerna penghilang rasa sakit dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.

Ikuti langkah-langkah dalam Tes Alergi Makanan : Challenge Tes Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka

Obat-obatan simtomatis seperti anti diare, anti histamine (AH1 dan AH2), ketotifen,
ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi
gejala sementara bahkan dalam keadaan tertentu seringkali tidak bermanfaat, umumnya
mempunyai efisiensi rendah. Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium
kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga sekarang.

Challenge Tes (Eliminasi Provokasi Makanan-Open Food Elimination Provocation) :


Diagnosis Pasti Alergi Makanan dan Hipersensitifitas Makanan
Intervensi Diet Sebagai Terapi dan Diagnosis Berbagai Gangguan
Alergi dan Reaksi Simpang makanan

References:

Dean D. Metcalfe. Hugh A. Sampson Ronald A. Simon (Editor) Food Allergy:


Adverse Reactions to Foods and Food Additives [NOOK Book]

Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J. Epidemiology and chronology of allergic
diseases and their risk factors. Allergol Immunopathol (Madr). 1998;26(3):90-97.

King WP. Food hypersensitivity in otolaryngology. Manifestations, diagnosis, and


treatment. Otolaryngol Clin North Am. 1992;25(1):163-179.

Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F.The
influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis.

Joyce DP, Chapman KR, Balter M, Kesten S. Asthma and allergy avoidance
knowledge and behavior in postpartum women. Ann Allergy Asthma Immunol.
1997;79(1):35-42.

Rinkel HJ. Food Allergy. J Kansas Med Soc. 1936;37:177.

Frederick JK. Food intolerance and food allergy. Scweiz Med Wochenschr.
1999;129(24):9280933.

Karakteristik dan Profil Penderita Alergi Pada Anak


Diposting pada Oktober 7, 2013 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar

Karakteristik dan Profil Penderita Alergi Pada Anak


Ketika anak divonis alergi oleh dokter, ternyata tampilan klinisnya berbeda. Bila dalam
satu keluarga terdapat 3-4 anak, maka tanda dan gejala yang dominan terjadi berbeda.
Anak pertama mungkin lebih sering muntah dan bersin. Sedangkan anak ke dua mungkin
lebih sering timbul gangguan kulit. Sedangkan anak ke tiga bila batuk sering lama dan
timbul sesak sedangkan anak lainnya meski makannya banyak tetapi tetap kurus damn
tidak bisa gemuk. Padahal perlakukannya sama terhadap ke empat anaknya. Hal ini
menunjukkan bahwa alergi bukan hanya sekedar kuliot. banyak organ tubuh terganggu.
Pada umum hampir semua organ tubuh terganggu dalam satu penderita alergi secara
bersamaan tetapi terdapat dominan yang berbeda.
Setiap individu dengan fenotipe berbeda dan setiap periode usia mempunyai karakter alergi yang
berbeda. Seringkali alergi menganggu berabagai organ tubuh sevcara bersamaan seperti kulit,
saluran cerna, saluran napas, tetapi setiap anak berbeda dominasi yang sensitif. Anak yang satu

lebih dominan sensitif saluran cerna anak lainnya lebih dominan sensitif kulit sedangkan anak
lainnya lebih dominan sensitif saluran napas. Pada individu tertentu pada satu keluarga atau bayi
kembar, sama sensitif kulitnynya tetapi anak satu kulitnya lebih sensitif tetapi anak lainnya
manifestasinya lebih ringan. Begitu juga dengan gangguan sensitif lainnya , sama-sama
mempunyai sensitif saluran cerna tetapi anak yang satu sulit BAB tetapi anak lainnya sering
muntah. Demikian juga sensitif saluran napas, anak yang satu kalau flu lebih dominan gangguan
hidung sedangkan anak lainnya gangguan batuk atau dahaknya lebih banyak sehingga harus
diinhalasi atau diuap.
Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and immunology,The National
Institute of Allergy and infections disease yaitu

Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions) Istilah umum untuk reaksi yang
tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi
sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.

Allergy makanan (Food Allergy) Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang
menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.

Intoleransi Makanan (Food intolerance) Intoleransi makanan adalah reaksi makanan


nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan
terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan
karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella,
Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang
terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan
pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada
pejamu

Karakteristrik alergi sesuai fenotip atau tipikal tertentu


pada setiap individu berbeda
Tanda dan gejala alergi setiap individu seringkali berbeda organ tubuh yang sensitif. Pada
hampir semua penderita alergi pada umumnya mengalami menifestasi sensitif pada
hampir semua organ tubuh khususnya saluran cerna, saluran napas, hidung dan kulit
secara bersamaan. Tetapi setiap kelompak anak yang satu dan yang lainnya berbeda yang lebih
dominan, pada anak tertentu lebih dominan sensitif saluran napas batuk atau hidung sensitif ,
anak lainnya lebih dominan kulit sedangkan anak lainnya lebih dominan saluran cerna yang
sensitif.

Adapun beberapa manifestasi klinis alergi sesuai dengan fenotip tertentu adalah sebagai
berikut

TIPE A (TIPE RINITIS): Dominan sensitif saluran napas


hidung

Mudah terkena flu, hidung buntu dan sering bersin. Beresiko terjadi sinusitis
terutama setelah usia 5 tahun.

Sebagaian besar kasus disertai sensitif kulit di lengan atas sering bruntusan kecil-kecil

Sebagian besar kasus disertai gangguan sensitif saluran cerna khusus nyeri perut dan sulit
BAB.

TIPE B (TIPE ASMATIK): Dominan sensitif saluran napas


batuk

Pada usia 0 6 tahun napas berbunyi grok-grok atau hipersekresi bronkus dan mudah
bersin. Saluran napas khususnya bronkitis alergi dan asma dengan gejala sesak dan
batuk berulang. Bila sakit infeksi saluran napas dahaknya berlebihan sehingga seringkali
memerlukan inbhalasi.

Terdapat dua kelompok besar, Tipikal asmatik pra sekolah dan Tipikal Asmatik murni

Terdapat dua kelompok besar, Tipikal asmatik pra sekolah. Sebagian kelompok terjadi
sesak, timbul wheezing atau mengi sebelum pra sekolah. Pada kasus ini bila batuk sering
dahaknya berlebihan dan sering dilakukan inhalasi saat batuk. Setelah usia 5-7 tahun
sebagian besar kasus sesak membaik, tetapi sebagian kecil kasus menteap tetapi sesak
sangat ringan sekakil tetapi hidung lebih sensitif.

Tipikal Asmatik murni: pada kelompok ini sesak, timbul wheezing atau mengi justru
timbul setelah usia 5 12 tahun. Setelah usia SMP sesak berkurang tetapi mulai terjadi
sensitif hidung atau rinitis alergi

Disertai saluran cerna sensitif : sering muntah, nyeri perut dan gangguan buang air besar ,
bisa konstipasi atau sering BAB. Sensitif kulit sering gatal, merah seperti digigit nyamuk
dan gangguan sensitif kulit lainnya.

TIPE C (SALURAN CERNA): Dominan sensitif saluran


cerna

Saluran Cerna sensitif : Gastrooesepageal refluks, sering muntah, nyeri perut dan
gangguan buang air besar , bisa konstipasi atau sering BAB.

Sensitif kulit sering gatal, merah seperti digigit nyamuk dan gangguan sensitif kulit
lainnya.

Daya tahan tubuh tidak baik, mudah sakit batuk dan pilek, dan disertai sulit makan dan
gangguan mengunyah menelan.

Sebagioan besar kasus berat badan sangat gemuk dan sebagian terjadi kegemukan.
sebagian kecil terjadi gangguankenaikkan berat badan pada usia sebelum 3-5 tahun.

Beberapa kasus disertai gangguan keterlambatan bicara yang sebagian besar membaik
setelah usia 2 tahun. Tetapi berganti sensitif hidung atau rinitis alergi tetapi terjadi lebih
ringan dibandingkan tipe 2 (rinitis). Sebagian besar kasus mudah mengalami minisan atau
hidung berdarah

TIPE D (SENSITIF KULIT): Dominan sensitif kulit

Sensitif kulit sering gatal, merah seperti digigit nyamuk dan gangguan sensitif kulit
lainnya. Pada usia 0-9 bulan terjadi dermatitis atopi pada pipi dan daerah popok sering
kemerahan. Pada usia 1-5 tahun kulit sensitif berpindah ke tangan dan kaki seperti digigit
nyamuk dan kulit kering.

Saluran Cerna sedikit sensitif : sering konstipasi atau sulit buang air besar atau sebagian
kecil lainnya sering BAB.

Daya tahan tubuh relatif baik jarang mengalami batuk dan pilek. Tetapi sebagian kecil
kasus daya tahan tubuh tidak baik mudah batuk dan pilek teruitama kelompok anak kulit
sensitif disertai gangguan muntah dan mual. Anak tidak bisa diam , sangat lincah dan
emosi sangat tinggi

TIPE E (GAGAL TUMBUH): Dominan sensitif saluran


cerna

Sensitif kulit sering gatal, tangan dan kaki seperti digigit nyamuk dan kulit kering.

Saluran Cerna sedikit sensitif : sering konstipasi atau sulit buang air besar atau sebagian
kecil lainnya sering BAB.

Daya tahan tubuh relatif baik jarang mengalami batuk dan pilek. Tetapi sebagian kecil
kasus daya tahan tubuh tidak baik mudah batuk dan pilek teruitama kelompok anak kulit
sensitif disertai gangguan muntah dan mual. Anak tidak bisa diam , sangat lincah dan
emosi sangat tinggi

Pada kelompok ini biasanya terjadi bukan pada penderita alergi murni tetapi pednerita
hipersenbsitifitas saluran cerna yang tanda dan gejalannya mirip dengan penderita alergi.
Kelompok penderita seperti ini biasanya bila dilakukan pemeriksaan IgE atau petanda
alergi biasanya negatif. Kelompok ini sering terjadi pada penderita selkiak, intoleransi
laktosa atau hipersensitifitas saluran cerna lainnya.

PERJALANAN ALAMIAH ALERGI BEBERAPA


KELOMPOK FENOTIP TERTENTU
Tanda dan gejala alergi setiap usia seringkali berbeda organ tubuh yang sensitif. Pada hampir
semua penderita alergi pada umumnya mengalami menifestasi sensitif pada hampir semua
organ tubuh khususnya saluran cerna, saluran napas, hidung dan kulit secara bersamaan.
Tetapi setiap kelompak usia yang sensitif , pada anak tertentu lebih dominan sensitif saluran
napas batuk atau hidung sensitif , anak lainnya lebih dominan kulit sedangkan anak lainnya lebih
dominan saluran cerna yang sensitif.
Adapun beberapa manifestasi klinis alergi sesuai dengan fenotip tertentu adalah sebagai berikut

TIPE A (TIPE RINITIS): Dominan sensitif saluran napas


hidung
o Usia 0-5 tahun : Hidung sensitif biasanya sering bersin, kotoran hidung
berlebihan , mudah mimisan atau hidung berdarah. Juga disertai saluran cerna
sensitif : sering muntah, nyeri perut dan gangguan buang air besar , bisa
konstipasi atau sering BAB. Sensitif kulit: sering gatal, merah seperti digigit
nyamuk dan gangguan sensitif kulit lainnya.
o Usia 6 12 tahun : Sensitif kulit dan saluran cerna berkurang tetapi berganti
lebih dominan sensitif hidung atau rinitis alergi. Mudah terkena flu, hidung buntu
dan sering bersin. Beresiko terjadi sinusitis. Terjadi sensitif kulit di lengan atas
sering bruntusan kecil-kecil.
o Usia 13 tahun hingga dewasa: Hidung sensitif sedikit berkurang tetapi
sebagian kelompok kasus menetap hingga dewasa. Saluran cerna dan kulit
gangguan berkurang. Tetapi sebagian besar kasus mengalami jerawat ringan saat
usia setelah 12 tahun dan sensitif kulit di lengan atas bagian luar sering bruntusan
kecil-kecil.

TIPE B (TIPE ASMATIK): Dominan sensitif saluran napas


batuk

Usia 0-5 tahun : Saluran Cerna sensitif : sering muntah, nyeri perut dan gangguan buang
air besar , bisa konstipasi atau sering BAB. Sensitif kulit sering gatal, merah seperti
digigit nyamuk dan gangguan sensitif kulit lainnya. Pada usia 0 6 tahun napas berbunyi
grok-grok atau hipersekresi bronkus.

Usia 6 12 tahun : Saluran napas khususnya bronkitis alergi dan asma dengan gejala
sesak dan batuk berulang. Sudah mulai terjadi sensitif hidung atau rinitis alergi

Usia 13 tahun hingga dewasa: Asma berkurang tetapi berganti hidung lebih sensitif
sering bersin, sinustis. Saluran cerna dan kulit gangguan berkurang

TIPE C (SALURAN CERNA): Dominan sensitif saluran


cerna

Usia 0-5 tahun : Saluran Cerna sensitif : sering muntah, nyeri perut dan gangguan buang
air besar , bisa konstipasi atau sering BAB. Sensitif kulit sering gatal, merah seperti
digigit nyamuk dan gangguan sensitif kulit lainnya. Daya tahan tubuh tidak baik, mudah
sakit batuk dan pilek, dan disertai sulit makan dan gangguan mengunyah menelan.
Beberapa kasus disertai gangguan keterlambatan bicara yang sebagian besar membaik
setelah usia 2 tahun.

Usia 6 12 tahun : Saluran cerna masih sensitif tetapi sudah jauh membaik, gangguan
muntah jauh membaik tetapi kadangkala masih timbul gangguan nyeri perut dan mual
khususnya pada pagi hari. Keluhan mual akan membaik saat usia 7-8 tahun. Daya tahan
tubuh membaik dan gangguan kesulitan makan dan gangguan mengunyah menelan sudah
semakin membaik. Pada usia ini mulai sering disertai gangguan sakit kepala
dan gangguan konsentrasi sekolah. Tetapi berganti sensitif hidung atau rinitis alergi tetapi
terjadi lebih ringan dibandingkan tipe 2 (rinitis)

Usia 13 tahun hingga dewasa: Gangguan pencernaan sebagian besar kasus menetap
hingga dewasa, Sebagian besar kasus mengalami jerawat ringan saat usia setelah 12
tahun. Jerawat ringan akan menetap pada usia dewasa dan sering terjadi peri oral
dermatitis jerawat atau sensitif kulit khususnya sekitar mulut terutama di bawah bibir
bawah atau dagu. Sebagia kasus hidung sensitif mudah bersin tetapi lebih ringan
dibandingkan tipe 2 (rinitis)

TIPE D (SENSITIF KULIT): Dominan sensitif saluran


napas hidung

Usia 0-5 tahun : Sensitif kulit sering gatal, merah seperti digigit nyamuk dan gangguan
sensitif kulit lainnya. Pada usia 0-9 bulan terjadi dermatitis atopi pada pipi dan daerah
popok sering kemerahan. Pada usia 1-5 tahun kulit sensitif berpindah ke tangan dan kaki
seperti digigit nyamuk dan kulit kering. Saluran Cerna sedikit sensitif : sering konstipasi
atau sulit buang air besar atau sebagian kecil lainnya sering BAB. Daya tahan tubuh
relatif baik jarang mengalami batuk dan pilek. Tetapi sebagian kecil kasus daya tahan
tubuh tidak baik mudah batuk dan pilek teruitama kelompok anak kulit sensitif disertai
gangguanmuntah dan mual. Anak tidak bisa diam , sangat lincah dan emosi sangat tinggi

Usia 6 12 tahun : Pada usia ini sebagian kasus gangguan kulit berpindah ke paha
bagian belakang, lipatan tangan dan lipatan kaki. Tetapi berganti sensitif hidung atau
rinitis alergi tetapi terjadi lebih ringan dibandingkan tipe 2 (rinitis)

Usia 13 tahun hingga dewasa: Pada usia ini sebagian kasus gangguan kulit berpindah ke
paha bagian belakang, lipatan tangan dan lipatan kaki. Timbul jerawat berlebihan pada
muka di sekitar mulut. Tetapi sebagian besar kasus kulitnya membaik tetapi sebagian
kecil kasus menetap hingga dewasa.

TIPE E (TIPE GAGAL TUMBUH): Dominan sensitif


saluran napas hidung
o Usia 0-5 tahun Berat badan kurus dan sulit naik dan scenderung sulit makan.
Juga disertai saluran cerna sensitif : sering muntah, nyeri perut dan gangguan
buang air besar , bisa konstipasi atau sering BAB. Sensitif kulit: sering gatal,
merah dan agak kering

o Usia 6 12 tahun : Sensitif kulit dan saluran cerna berkurang tetapi berganti
lebih dominan sensitif hidung atau rinitis alergi. Mudah terkena flu, hidung buntu
dan sering bersin. Berat badan relatif sedikit membaik, nafsu makan sudah relatifg
jarang terganggu. Pada sebgian anak bertambah gemuk. Sebagian anak tetap sulit
gemuk tetapi sudah semakin membaik.
o Usia 13 tahun hingga dewasa: Pada anak tertentu akan membaik atau gemuik
saat usia-usia tertentu. Hidung sensitif sedikit berkurang tetapi sebagian kelompok
kasus menetap hingga dewasa. Saluran cerna dan kulit gangguan berkurang.
Tetapi sebagian besar kasus mengalami jerawat ringan saat usia setelah 12 tahun
dan sensitif kulit di lengan atas bagian luar sering bruntusan kecil-kecil.

Gangguan Penyerta Asma dan Alergi Yang Sering Diabaikan


Diposting pada September 19, 2013 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar

Gangguan Penyerta Asma dan Alergi Yang Sering Diabaikan


Tidak hanya pada dewasa, asma atau alergi adalah penyakit kronik juga banyak terjadi pada
anak ternyata beresiko terjadi gangguan tumbuh dan berkembangnya anak. Asma sebagai
salah satu manifestasi alergi, tidak hanya hanya mengganggu sistem pernapasan tetapi juga
mengganggu berbagai orang dan sistem tubuh. Gangguan neurologi dan gangguan perilaku
juga banyak terjadi pada penderita asma. Ternyata penderita asma mengalami berbagai
gangguan penyerta yang sering diabaikan dan dianggap gangguan yang terpisah. Sehingga
penanganan gangguan penyerta tersebut juga sering dilakukan terpisah.
Angka kejadian asma terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Penyakit asma terbanyak
terjadi pada anak dan berpotensi mengganggu tumbuh dan berkembangnya. Asma adalah salah
satu manifestasi alergi. Alergi dapat menyerang semua organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali.
Selain gangguan pulmonal gangguan yang menyertai adalah gangguan organ tubuh lain,
gangguan pertumbuhan, perkembangan, perilaku dan permasalahan kesehatan lainnya. Tetapi

permasalahan tersebut belum banyak terungkap dan diperhatikan. Gangguan tersebut tampaknya
sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak penderita asma yang sudah
banyak mengalami gangguan sistem pernapasan. Selama ini yang diungkapkan tentang asma
mungkin hanya seputar patofisiologi, manifestasi klinis, pengobatan dan pencegahan.
Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab. Yang paling sering karena
faktor atopi atau alergi. Penyakit ini sangat berkaitan dengan penyakit keturunan. Bila salah satu
atau kedua orang tua, kakek atau nenek anak menderita astma bisa diturunkan ke anak. Faktorfaktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap
rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti
susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berpernanan penyebab asma. Polusi
lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozon, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksid (NOX),
partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh industri dan kendaraan
bermotor. Kondisi lain yang dapat memicu atau memperberat timbulnya asma adalah aktifitas,
penyakit infeksi, emosi atau stres
Ternyata penderita asma mengalami berbagai gangguan penyerta yang sering diabaikan dan
dianggap gangguan yang terpisah. Sehingga penanganan gangguan penyerta tersebut juga
sering dilakukan terpisah. Bila hal ini terjadi sering terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi
penyebab dan penanganan gangguan asma dan gangguan penyertanya. Padahal bila
penanganan penyebab asma diidentifikasi dan dihindari dapat memperbaiki berbagai gangguan
penyerta yang ada secara bersamaan
10 Gangguan Penyerta Asma Yang Sering Diabaikan

Berpindah-pindah dokter. Sering kambuh berulang Sering kambuh dan berulangnya


keluhan asma, sehingga orang tua frustasi akhirnya berpindah-pindah dari satu dokter ke
dokter lainnya. Hal ini dilakukan karena sering kali keluhan alergi pada anak tersebut
sering kambuh meskipun diberi obat yang terbaik. Bila penatalaksanaan tidak dilakukan
secara baik dan benar maka keluhan asma akan berulang dan ada kecenderungan
membandel. Berulangnya kekekambuhan tersebut akan menyebabkan meningkatnya
pengeluaran biaya kesehatan

Reaksi Anafilaksis Penderita asma lebih beresiko mengalami terjadi reaksi anafilaksis
fatal akibat alergi makanan yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering
mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor. Manifestasi
klinis reaksi makanan yang fatal adalah timbulnya gangguan pernapasan (sesak,
wheezing) dan gangguan vaskular (pingsan, gangguan kesadaran, hipotensi hingga syok).
Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 150 anak meninggal karena reaksi alergi makanan
yang fatal ini

Gangguan kualitas hidup Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu
kualitas hidup anak berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen pada anak
non-asma. Asma menyebabkan kehilangan 16 persen hari sekolah pada anak-anak di
Asia, 34 persen di Eropa, dan 40 persen di Amerika Serikat

Gangguan Gizi Ganda Penderita alergi dan asma sering dikaitkan dengan gangguan gizi
ganda pada anak. Gizi ganda dapat menimbulkan obesitas atau bahkan sebaliknya terjadi
malnutrisi. Penelitian yang dilakukan oleh Erika von Mutius dkk dari University
Childrens Hospital, Munich, Germany menyebutkan bahwa BMI tampaknya merupakan
factor resiko independent pada terjadinya asma. Sebaliknya didapatkan penelitian pada
penderita asma terdapat resiko gangguan pertumbuhan tinggi badan. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Baum mengungkapkan penderita asma sering terjadi peningkatan
platelet-activating factor (PAF) yang ternyata dapat menghambat produksi PGE2 dalam
osteoblast. Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu faktor lokal yang berperanan
penting untuk pertumbuhan tulang5. Ellul dalam penelitiannya mengungkapkan
keterkaitan asma dan penyakit celiac pada anak. Secara bermakna didapatkan kenaikkan
resiko terjadinya asma pada penderita celiac. Celiac adalah gangguan saluran yang tidak
dapat mencerna kandungan gluten dan sejenisnya. Manifestasi klinis yang timbul adalah
gangguan saluran cerna, dermatitis herpertiformis dan gagal tumbuh

Overdiagnosis dan overtreatment Sering dijumpai bahwa penderita asma pada anak
mendapatkan overdiagnosis atau overtreatment. Tidak jarang ditemui penderita asma
yang didiagnosis dan diobati sebagai tuberkulosis dan saat mengalami infeksi saluran
napas atas sering didiagnosis pnemoni hanya berdasarkan foto rontgen dada. Hasil foto
rontgen asma, brnkitis, pnemoni dan tuberkulosis kadang hampir mirip karena terjadi
peningkatan gambaran infiltrat paru. Bila tidak cermat maka maka sering terjadi
overdiagnosis penyakit lainnya pada kasus asma

Mudah terkena infeksi batuk pilek Pada penderita asma sering mengalami keadaan
daya tahan yang tidak optimal, relatif mudah terkena infeksi. Infeksi yang sering terjadi
adalah infeksi saluran napas berulang berupa flu, faringitis, tonsilitis, sinusitis, dan
infeksi saluran napas akut lainnya. Tetapi yang harus lebih dikawatirkan adalah
meningkatnya resiko untuk terjadinya efek samping akibat pemberian obat. Tak jarang
penderita asma mendapatkan pengobatan yang menyimpang, seperti pemberian
antibiotika, anti alergi atau korticosteroid peroral berlebihan dan dalam jangka waktu
yang lama. Dalam keadaan sakit berulang penderita asma, dapat berakibat terjadinya
tonsilitis kronis (amandel membesar), nyeri telinga (otalgia), sinusitis

Manifestasi Klinis Lain Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi. Keluhan
alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak
menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan
depannya sesak selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana
keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat
serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran).Reaksi alergi yang dapat
menggganggu beberapa sistem dan organ tubuh anak dapat menyertai penderita asma.
Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih
banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak
terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh, bisa terpengaruh bisa
melemah. Penderita asma juga sering disertai gangguan alergi pada organ tubuh yang
lain seperti sering disertai hay fever, rinitis, sinusitis, dermatitis, conjungtivitis, migrain
dan gangguan hormonal. Pada gangguan saluran kencing didapatkan gejala sering

kencing, sistitis atau bedwetting. Gangguan saluran cerna yang sering didapatkan adalah
mudah mual dan muntah, Gastroesofageal refluk, Irritabel Bowel Syndrome, nyeri perut
berulang, konstipasi dan gangguan saluran cerna lainnya. Pada sistem otot dan tulang
didapatkan keluhan myalgia atau artralgia pada kaki, tangan, atau pada leher dan nyeri
dada (pseudo heart attack). Pada gangguan sistem vaskular didapatkan gejala palpitasi,
mudah pingsan, kolap dan hipotensi.

Gangguan Perilaku Tak terkecuali ternyata otak ataupun susunan saraf pusat ternyata
dapat terganggu oleh reaksi alergi atau asma. Reaksi alergi dengan berbagai manifestasi
klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu neuroanatomi dan
neurofungsional, Selanjutnya akan mengganggu perkembangan dan perilaku pada anak.
Beberapa gangguan perilaku yang pernah dilaporkan pada penderita alergi juga pernah
dilaporkan pada penderita asma. Banyak penelitian juga menyebutkan gangguan
perilaku seperti gangguan emosi, gangguan konsentrasi, agresif, gangguan tidur dan
gangguan perilaku buruk lainnya sering menyertai penderita asma pada usia anak. Pada
tes kepribadian dapat terlihat bahwa pasien-pasien asma lebih bersifat mengutamakan
tindakan fisik, lebih sulit menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial, dan mempunyai
mekanisme defensif yang kurang baik. Jumlah serangan alergi yang dilaporkan oleh
pasien ternyata berhubungan dengan meningkatnya kecemasan, depresi, kesulitan
berkonsentrasi, dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Reichenberg
K mengadakan pengamatan pada anak penderita asma usia 7-9 tahun, didapatkan
gangguan emosi dan gangguan perilaku lainnya. Jill S Halterman, dari the University of
Rochester School of Medicine di Rochester, New York, melaporkan penderita asma di
usia sekolah lebih sering didapatkan perilaku sosial yang negatif seperti mengganggu,
berkelahi atau melukai teman lainnya. Sebaliknya juga didapatkan perilaku pemalu dan
mudah cemas. Bahkan peneliti terbaru lainnya mengungkapkan bahwa penderita asma
berpotensi untuk terjadi gangguan kejiwaan, seperti depresi dan sebagainya.
Didapatkan penelitian yang mengejutkan yang dilakukan Croen. Maternal asma atau
asma saat kehamilan ternyata bisa meningkatkan resiko terjadinya autis pada anak yang
dilahirkan. Penelitian ini dilakukan terhadap 88.000 anak pada tahun 1995 1999 di
North California

Gangguan neurologi Asma dengan berbagai mekanisme yang berkaitan dengan


gangguan neuroanatomi susunan saraf pusat dapat menimbulkan beberapa manifestasi
klinis seperti sakit kepala, migrain, vertigo, kehilangan sesaat memori. Strelbitskaia
seorang peneliti mengungkapkan bahwa pada penderita asma didapat gangguan
aktifitas listrik di otak, meskipun saat itu belum bisa dilaporkan kaitannya dengan
manifestasi, mengungkapkan bahwa asma dan ADHD ternyata berkaitan dengan riwayat
asma dan adhd pada orang tua dan keluarga. klinik. Asma juga sering dikaitkan dengan
gangguan neurologi seperti migrain. Siniatchkin M melaporkan penderita asma disertai
migrain pada anak juga berkaitan dengan gejala asma dan migrain pada salah satu
orang tua. Storfer tahun 2000, melaporkan dalam pengamatan pada 2.720 anak
penderita alergi dan asma terdapat kecenderungan terjadi myopia 2 kali lebih besar.
Sehingga anak alergi atau asma 2 kali lebih besar untuk memakai kaca mata sejak usia
muda. Yang menarik dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa pada kelompok
asma dan alergi didapatkan tingkat kecerdasan yang lebih tinggi. Penderita asma sering

dikaitkan dengan gangguan ADHD. Penelitian menunjukkan angka rerata kejadian


ADHD lebih tinggi terjadi pada wanita penderita asma. Biederman, mengungkapkan
kaitan kormobiditias dan riwayat keluarga antara ADHD dan asma antara anak dan
orang tua. Berbagai penelitian gangguan neurologi pada asma dan alergi telah banyak
dilaporkan.

Gangguan tidur Banyak laporan penelitian yang juga mengungkapkan bahwa pada
penderita asma juga disertai gangguan tidur. Gangguan biasanya ditandai dengan awal
jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah, sering mengigau, menangis dan
berteriak. Tengah malam sering terjaga tidurnya hingga pagi hari atau mimpi buruk
pada malam hari

Tampaknya banyak fakta dan penelitian yang ternyata mengungkapkan bahwa penderita asma
selain mengalami gangguan pada penyakit di paru-parunya juga mengalami manifestasi lain
pada gangguan beberapa organ tubuh dan gangguan perilaku. Meskipun demikian beberapa
fenomena tersebut masih harus memerlukan penelitian lebih lanjut. Melihat demikian
kompleksnya masalah kesehatan yang mungkin bisa terjadi maka tindakan pencegahan asma
sejak dini bahkan sejak di dalam kandungan harus mulai dilakukan.
Penanganan

Berpindah dokter ahli atau spesialis lainnya. Faktanya gangguan penyerta tersebut
seringkali ditangani secara terpisah oleh banyak dokter dengan keahlian berbeda dan
dianggap sebagai kejadian yang tidak berkaitan dengan gangguan asmanya. Misalnya
seorang asma dengan disertai gangguan migrain, sering sakit kepala, sinusitis, amandel
membesar, gangguan berat badan kurang, gangguan kulit, sering sakit perut, tidak bisa
diam, gangguan konsentrasi secara bersamaan dan gangguan perilaku. Seringkali
gangguan asma ditangani dokter dokter paru, sinusitis dan amandel membesar
diperiksakan dokter THT, gangguan kenaikklan berat badan ditangani dokter gizi,
gangguan pencernaan dikonsultasikan ke ahli gastroentrologi, gangguan kulit dibawa ke
dokter kulit. Gangguan migrain dan sakit kepala dikonsultasikan ke dokter saraf dan
gangguan perilaku ke psikiater atau ke dokter tumbuh kembang. Memang tidak salah bila
melakukan konsultasi ke berbagai dokter ahli tersebut. Tetapi saat berbagai gangguan
tersebut dianggap sebagai gangguan terpisah maka seringkali terjadi kesalahan dalam
diagnosis dan penanganannya.

Tes alergi yang sering mengacaukan. Untuk memastikan penyebab alergi makanan,
Gold Standart atau standar baku emas diagnosis alergi makanan adalah DBPCFC (Double
Blind Placebo Chalenge Food Control). Tetapi karena relatif rumit timbul beberapa
modifikasi Chalenge test atau eliminasi provokasi makanan yang kelihatan mudah tetapi
sulit ini seringkali tidak pernah dilakukan oleh klinisi dan sebagian ahli alergi untuk
memastikan penyebab alergi makanan.Kesalahan tersering dalam melakukan pencarian
penyebab alergi makanan pada asma adalah kesalahan dalam melakukan interpretasi tes
alergi. Tes kulit alergi hanya bisa mendeteksi reaksi alergi tipe cepat seperti debu, tungau
atau mungkin sebagian kecil makanan. Sebagian besar penyebab alergi makanan tidak
bisa terdeteksi dengan tes alergi. Sedangkan tes lainya seperti bioresonansi, tes IgE4

(dikirim ke Amerika), tes bandul, tes mata, tes rambut sampai saat ini tidak
direkomendfasikan oleh berbagai institusi alergi Internasional karena tidak terbukti
manfaat dan kebenarannya secara ilmiah. Karena saat dilakukan tes alergi, makan sering
hasilnya negatif. Maka makanan langsung diabaikan sebagai penyebab. Hal inilah yang
menjadikan bahwa makanan diabaikan sebagai penyebab dalam memperberat
kekambuhan Asma

Alergi Makanan Sering Dibaikan Alergi Makanan sering dilaporkan sebagai penyebab
pada kekambuhan asma. Tetapi faktanya makanan sering diabaikan sebagai penyebab
kekambuhan asma. Bila penderita asma mengalami hipersensitif sdaluran cerna dengan
gejala mudah mual dan muntah, Gastroesofageal refluk, Irritabel Bowel Syndrome, nyeri
perut berulang, konstipasi dan gangguan saluran cerna lainnya maka makanan harus
dicurigai sebagai penyebab utama. Ternyata saat dilakukan intervensi eliminasi provokasi
makanan gangguan asma membaik disertai perbaikan pada gejala penyertanya lainnya.

Manifestasi klinis yang sering dikaitkan dengan penderita


alergi pada bayi.

GANGGUAN SALURAN CERNA : Sering muntah/gumoh, kembung,cegukan,


sering buang angin, sering ngeden /mulet, sering REWEL / GELISAH/COLIK
terutama malam hari), Sering buang air besar (> 3 kali perhari), tidak BAB tiap hari,
BERAK DARAH. Feses cair, hijau, bau tajam, kadang seperti biji cabe. Hernia
Umbilikalis (pusar menonjol), Scrotalis, inguinalis (benjolan di selangkangan, daerah
buah zakar atau pusar atau turun berok) karena sering ngeden sehingga tekanan di
dalam perut meningkat.

Kulit sensitif. Sering timbul bintik atau bisul kemerahan terutama di pipi, telinga dan
daerah yang tertutup popok. Kerak di daerah rambut.Timbul bekas hitam seperti tergigit
nyamuk. Mata, telinga dan daerah sekitar rambut sering gatal, disertai pembesaran
kelenjar di kepala belakang. Kotoran telinga berlebihan kadang sedikit berbau.

Kuning Timbul kuning tinggi atau kuning bayi baru lahir berkepanjangan seharusnya
setelah 2 minggu menghilang sering disebut Breastfeeding Jaundice (kuning karena ASI
mengandung hormon pregnandiol). Seringkali jadi pertanyaan mengapa sebagian besar
bayi dengan ASI tidak mengalami kuning berkepanjangan. Setelah usia 6 telapak tangan
dan kaki kadang berwarna kuning, sampai saat ini seringkali dianggap karena terlalu
banyak makan wortel atau kelebihan vitamin A padahal selama ini hipotesa itu hanya
sekedar dugaaan dan belum pernah dibuktikan dengan pemeriksaan darah. Kuning
berkepanjangan meningkat pada bayi bisa sering terjadi pada bayi dengan gangguan
saluran cerna dengan keluhan obstipasi (sering ngeden/mulet) dan konstipasi. Bila
dicermati saat gangguan saluran cerna meningkat kuning semkai terlihat jelas dan
sebaliknya saat saluran cerna membaik kuning menghilang.

Mulut hipersensitif. Lidah sering timbul putih kadang sulit dibedakan dengan jamur
(candidiasis) atau memang kadang juga disertai infeksi jamur. Bibir tampak kering atau
kadang pada beberapa bayi bibir bagian tengah berwarna lebih gelap atau biru. Produksi
air liur meningkat, sehingga sering ngeces (drooling) biasanya disertai bayi sering
menjulurkan lidah keluar atau menyembur-nyemburkan ludah dari mulut.

Sesak Saat Baru lahir. Sesak segera setelah lahir. Sesak bayi baru lahir hingga saat usia
3 hari, biasanya akan membaik paling lama 7-10 hari. Disertai kelenjar thimus membesar
(TRDN (Transient respiratory ditress Syndrome) /TTNB). BILA BERAT SEPERTI
PARU-PARU TIDAK MENGEMBANG (LIKE RDS). Bayi usia cukup bulan (9 bulan)
secara teori tidak mungkin terjadi paru2 yang belum mengembang. Paru tidak
mengembang hanya terjadi pada bayi usia kehamilan < 35 minggu) Bayi seperti ini
menurut penelitian beresiko asma (sering batuk/bila batuk sering dahak berlebihan )
sebelum usia prasekolah. Keluhan ini sering dianggap infeksi paru atau terminum air
ketuban.

Hidung Sensitif. Sering bersin, pilek, kotoran hidung banyak, kepala sering miring ke
salah satu sisi (Sehingga beresiko kepala peyang) karena hidung buntu, atau minum
dominan hanya satu sisi bagian payudara. Karena hidung buntu dan bernapas dengan
mulut waktu minum ASI sering tersedak

Mata Sensitif. Mata sering berair atau sering timbul kotoran mata (belekan) salah satu
sisi atau kedua sisi.

Keringat Berlebihan. Sering berkeringat berlebihan, meski menggunakan AC keringat


tetap banyak terutama di dahi

Berat Badan Berlebihan atau kurang. Karena minum yang berlebihan atau sering
minta minum berakibat berat badan lebih dan kegemukan (umur <1tahun). Sebaliknya
terjadi berat badan turun setelah usia 4-6 bulan, karena makan dan minum berkurang

Saluran kencing. Kencing warna merah atau oranye (orange) denagna sedikit bentukan
kristal yang menempel di papok atau diapers . Hal ini sering dianggap inmfeksi saluran
kencing, saat diperiksa urine seringkali normal bukan disebabkan karena darah.

Kepala, telapak tangan atau telapak kaki sering teraba sumer/hangat.

Gangguan Hormonal. Mempengaruhi gangguan hormonal berupa keputihan/keluar


darah dari vagina, timbul jerawat warna putih. timbul bintil merah bernanah, pembesaran
payudara, rambut rontok, timbul banyak bintil kemerahan dengan cairan putih (eritema
toksikum) atau papula warna putih

Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan. Pada bayi berusia di
atas 6 bulan dengan keluhan sering mual, BAB ngeden atau sulit, BAB > 3 kali seringkali
mengakibatkan kesulitan makan atau makan hanya sedikit yang mengakibatkan gangguan
kenaikkan berat badan dan sering mengalami daya tahan tubuh menurun sejak usia 6
bulan. Pada usia sebelum 6 bulan kenaikkan pesat tetapi setelah usia 6 bulan kenaikkan
relatif datar. Pada penderita hipersensitifitas non alergi (non atopi) biasa nya ghangguan
berat badan dan sulit makan lebih tidak ringan dan timbul sejak usia sebelum 6 bulan
tetapi setelah 6 bulan lebih buruk

PROBLEM MINUM ASI : minum berlebihan, berat berlebihan karena bayi sering
menangis dianggap haus. Haus palsu adalah tampilan bayi sering menangis, mulutnya
sering seperti mau ngempeng atau mencari puting tampak sucking refleks berlebihan
dirangsang pipinya sedikit sudah seperti mencari puting. Hal itu belum tentu karena haus
atau bukan karena ASI kurang. Pada bayi alergi yang sering rewel seringkali saluran
cernanya sedikit sakit sehingga bila ada perasaan tidak nyaman bayi akan sering seperti
ngempeng atau minta digendong. Sering menggigit puting sehingga luka. Minum ASI
sering tersedak, karena hidung buntu dan napas dengan mulut. Minum ASI lebih sebentar
pada satu sisi,`karena satu sisi hidung buntu, jangka panjang bisa berakibat payudara
besar sebelah.

PERILAKU YANG SERING MENYERTAI PENDERITA ALERGI PADA BAYI

GANGGUAN NEURO ANATOMIS : Mudah kaget bila ada suara yang mengganggu.
Gerakan tangan, kaki dan bibir sering gemetar. Kaki sering dijulurkan lurus dan kaku.
Breath Holding spell : bila menangis napas berhenti beberapa detik kadang disertai sikter
bibir biru dan tangan kaku. Mata sering juling (strabismus). Kejang tanpa disertai
ganggguan EEG (EEG normal)

GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN Usia < 1 bulan sudah bisa miring atau
membalikkan badan. Usia < 6 bulan: mata/kepala bayi sering melihat ke atas. Tangan dan

kaki bergerak berlebihan, tidak bisa diselimuti (dibedong). Kepala sering digerakkan
secara kaku ke belakang, sehingga posisi badan bayi mlengkung ke luar. Bila
digendomg tidak senang dalam posisi tidur, tetapi lebih suka posisi berdiri.Usia > 6 bulan
bila digendong sering minta turun atau sering bergerak/sering menggerakkan kepala dan
badan atas ke belakang, memukul dan membentur benturkan kepala. Kadang timbul
kepala sering bergoyang atau mengeleng-gelengkan kepala. Sering kebentur kepala atau
jatuh dari tempat tidur.

GANGGUAN TIDUR (biasanya MALAM-PAGI) gelisah,bolak-balik ujung ke ujung;


bila tidur posisi nungging atau tengkurap; berbicara, tertawa, berteriak dalam tidur;
sulit tidur atau mata sering terbuka pada malam hari tetapi siang hari tidur terus; usia
lebih 9 bulan malam sering terbangun atau tba-tiba duduk dan tidur lagi,

AGRESIF MENINGKAT, pada usia lebih 6 bulan sering memukul muka atau menarik
rambut orang yang menggendong. Sering menarik puting susu ibu dengan gusi atau gigi,
menggigit, menjilat tangan atau punggung orang yang menggendong. Sering menggigit
puting susu ibu bagi bayi yang minum ASI, Setelah usia 4 bulan sering secara berlebihan
memasukkan sesuatu ke mulut. Tampak anak sering memasukkan ke dua tangan atau kaki
ke dalam mulut. Tampak gampang seperti gemes atau menggeram

GANGGUAN KONSENTRASI : cepat bosan terhadap sesuatu aktifitas bermain,


memainkan mainan, bila diberi cerita bergambar sering tidak bisa lama memperhatikan.
Bila minum susu sering terhenti dan teralih perhatiannya dengan sesuatu yang menarik
tetapi hanya sebentar

EMOSI MENINGKAT, sering menangis, berteriak dan bila minta minum susu sering
terburu-buru tidak sabaran. Sering berteriak dibandingkan mengiceh terutama saat usia 6
bulan

GANGGUAN MOTORIK KASAR, GANGGUAN KESEIMBANGAN DAN


KOORDINASI : Pada POLA PERKEMBANGAN NORMAL adalah BOLAK-BALIK,
DUDUK, MERANGKAK, BERDIRI DAN BERJALAN sesuai usia. Pada gangguan
keterlambatan motorik biasanya bolak balik pada usia lebih 5 bulan, usia 6 8 bulan
tidak duduk dan merangkak, setelah usia 8 bulan langsung berdiri dan berjalan.

GANGGUAN ORAL MOTOR: KETERLAMBATAN BICARA: Kemampuan bicara atau


ngoceh-ngoceh hilang dari yang sebelumnya bisa. Bila tidak ada gangguan kontak mata,
gangguan pendengaran, dan gangguan intelektual biasanya usia lebih 2 tahun membaik.
GANGGUAN MENGUNYAH DAN MENELAN: Gangguan makan makanan padat,
biasanya bayi pilih-pilih makanan hanya bisa makanan cair dan menolak makanan yang
berserat. Pada usia di atas 9 bulan yang seharusnya dicoba makanan tanpa disaring tidak
bisa harus di blender terus sampai usia di atas 2 tahun.

IMPULSIF : banyak tersenyum dan tertawa berlebihan, lebih dominan berteriak


daripada mengoceh.

Memperberat ADHD dab Autis. Jangka panjang akan memperberat gangguan perilaku
tertentu bila anak mengalami bakat genetik seperti ADHD (hiperaktif) dan AUTIS
(hiperaktif, keterlambatan bicara, gangguan sosialisasi). Tetapi alergi bukan penyebab
Autis tetapi hanya memperberat. Penderita alergi dengan otak yang normal atau tidak
punya bakat Autis tidak akan pernah menjadi Autis.

Gejala alergi pada bayi selain makanan justru paling sering seringkali diperberat saat sakit atau
terjadi oleh infeksi berupa infeksi virus, bakteri atau infeksi lainnya. Paling sering di antaranya
adalah infeksi virus. Pada bayi tanda dan gejala infeksi virus ringan ini lebih sulit dikenali.
Biasanya hanya berupa badan sumer teraba hangat hanya di kepala, telapak tangan dan badan
bila diukur suhu normal. Biasanya disertai bersin, batuk sekali-sekali dan pada anak bayi tertentu
nafas bunyi grok-grok. Flu pada bayi jarang sekali menimbulkan hidung meler biasanya hanya
basah sedikit di sekitar hidung atau batuk sekali-sekali karena refleks batuk pada bayi basih
belum sempurna. Bahkan sebagian dokter menilai gejala infeksi virus tersebut dianggap
sebagai gejala alergi.Pada keadaan sakit seperti itu biasanya ada kontak yang sakit flu, demam,
batuk atau infeksi virus ringan lainnya di dalam di rumah. Sayangnya orangtua juga sering tidak
menyadari bahwa selama ini sering terkena infeksi virus yang gejalanya tidak khas tersebut.
Gejala infeksi virus yang ringan yang dialami oleh penderita dewasa berupa badan ngilu, terasa
pegal,nyeri tenggorokan atau kadang disertai sakit kepala. Gejala ringan, tidak khas dan cepat
membaik ini sering dianggap gejala mau flu tidak jadi, masuk angin, kurang tidur, panas
dalam atau kecapekan
PENYEBAB ALERGI MAKANAN PADA BAYI

Alergi makanan lebih sering terjadi pada usia bayi


atau anak dibandingkan pada usia dewasa. Hal itu terjadi karena belum sempurnanya saluran
cerna pada anak. Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung
masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan
menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit
pada lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur sistem
pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen, virus

dan bakteri masuk ke dalam tubuh. Dengan pertambahan usia, ketidakmatangan saluran cerna
tersebut semakin membaik. Biasanya setelah 2 tahun saluran cerna tersebut berangsur membaik.
Hal ini juga yang mengakibatkan penderita alergi sering sakit pada usia sebelum 2 tahun.
Fenomena tersebut juga menunjukkan bahwa sewaktu bayi atau usia anak mengalami alergi
makanan tetapi dalam pertambahan usia membaik.
Gejala dan tanda karena reaksi alergi pada anak dapat ditimbulkan oleh adanya alergen dari
beberapa makanan tertentu yang dikonsumsi bayi. Penyebab alergi di dalam makanan adalah
protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas
dan tahan ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan
berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga dapat
menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui mekanisme haptencarrier.
Susu sapi dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada bayi yang paling sering. Beberapa
penelitian di beberapa negara di dunia prevalensi alergi susu sapi pada anak dalam tahun pertama
kehidupan sekitar 2%. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak
organ dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi. Reaksi hipersensitif
terhadap protein susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. Reaksi simpang
makanan yang tidak melibatkan mekanisme sistem imun dikenal sebagai intoleransi susu. Sekitar
1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi.
Sedangkan sekitar 80% susu formula bayi yang beredar di pasaran ternyata menggunakan bahan
dasar susu sapi. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan
system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi. Reaksi hipersensitif terhadap
protein susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. Alergi terhadap protein susu sapi
atau alergi terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan
dimana seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein yang
terdapat dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat
dalam susu sapi sehingga gejala-gejala reaksi alergi pun akan muncul.
Pada bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif maka diet yang dikonsumsi ibu sangat
berpotensi menimbulkan gangguan alergi. Diet ibu yang sangat berpotensi menimbulkan
gangguan pada bayi yang paling sering adalah ikan laut (terutama yang kecil seperti udang,
kerang, cumi dan sebagainya), kacang tanah dan buah-buahan (tomat, melon, semangka).
Saat pemberian makanan tambahan usia 4-6 bulan, gejala alergi pada bayi sering timbal. Jenis
makanan yang sering diberikan dan menimbulkan gangguan adalah pemberian buah-buahan
(jeruk, dan pisang), bubur susu (kacang hijau), nasi tim (tomat, ayam, telor, ikan laut (udang,
cumi,teri), keju, dan sebagainya. Sehingga penundaan pemberian makanan tertentu dapat
mengurangi resiko gangguan alergi pada anak. Menurut beberapa penelitian pemberian
multivitamin pada bayi beresiko alergi ternyata meningkatkan gangguan penyakit alergi di
kemudian hari.

Mengapa Suara Napas Bayiku Bunyi Grok-grok atau


Hipersekresi Bronkus ?
Diposting pada Maret 9, 2012 oleh Indonesia Medicine 4 komentar

Beberapa orang tua sering mengeluhkan kepada


dokter bahwa suara napas berbunyi atau sering disebut Hipersekresi bronkus yang
dialami bayinya. Napas berbunyi grok-grok, kadang disertai batuk sesekali terutama
malam dan pagi hari siang hari hilang. Bayi seperti ini beresiko sering batuk atau bila
batuk sering lebih sering dan lebih lama dan bila batuk terdapat dahak berlebihan. Alergi
termasuk gangguan yang menjadi permasalahan kesehatan penting pada usia anak. Gejala
alergi yang menimbulkan hipersekrtesi bronkus atau suara grok-grok pada bayi sering
dicetuskan dan disebabkan karena banyak faktor. Tetapi yang paling sering terjadi justru
dipicu atau diperberat karena infeksi virus ringan yang tidak terdeteksi. Sedangkan faktor
lainnya dengan manifestasi lebih ringan disebabkan karena diet ibu bila minum ASI dan

makanan yang dikonsumsi termasuk susu sapi. Seringkali dokter atau orangtua sulit
membedakan faktor mana yang menjadi penyebab, bahkan seringkali setiap kali timbul
gejala alergi langsung divonis alergi susu sapi dan harus ganti susu khusus padahal belum
tentu alergi susu sapi.
Deteksi dan pencegahan alergi sejak bayi penting karena apat mencegah atau menghilangkan
perjalanan alamiah alergi jangka panjang (allergy March). Perjalanan alamiah alergi jangka
panjang adalah gejala alergi setiap usia dan setiap orang akan berbeda. Pada kelmpok tertentu
usia di bawah 5 tahun akan mengalami sensitif saluran cerna dan kulit, usia 5-12 tahun asma dan
sering pilek pada usia di atas 15 tahun lebih sensitif hidung atau sinusitis. Bayi yang mengalami
suara napas grok2 bila salah satu orang tuanya khususnya yang wajahnya sama dengan
mempunyai riwayat asma maka bayi akan beresiko mengalami asma di kemudian hari. Tetapi
bila salah satu orangtua tersebut tidak ada riwayat asma maka bayi hanya beresiko sensitif
saluran napas dan hidung di masa depan.
Selama ini masyarakat awam menganggap suara napas yang berisik pada bayi itu diakibatkan
karena dokter atau bidan tidak menyedot lendir denganbaik saat bayi baru lahir. Ternyata bukan
seper itun karena kalau karena tidak disedot saat baru lahirpun lendir yang ada di saluran napas
akan dikeluarkan lewat muntah atau ditelan lewat saluran cerna. Suara yang berisik di saluran
napas itu sebenarnya disebabkan karena produksi cairan lendir di saluran napas bagian atas
meningkat. Sebenarnya manifestasi ini juga dialami orang dewasa atau salah satu orang tuanya
yang berwajah sama. Pada orang dewasa ditandai dengan produksi lendir berlebihan yang turun
dari hidung ke tenggorokan atau disebut post nasal drip. Dalam keadaan seperti itu sering diikuti
gejala batuk ringan sekali-sekali tetapi berulang atau sering batuk berdehem. Namun karena
suaran napas bayi diameternya kecil maka suaranya lebih keras. Dengan pertambahan usia di
atas usia 1 tahun suara tersebut hilang bukan karena lendirnya hilang tetapi karena saluran napas
semakin membesar.
Gejala alergi yang menimbulkan gangguan bunyi Grok-grok atau Hipersekresi Bronkus pada
bayi sering dicetuskan dan disebabkan karena banyak faktor. Tetapi yang paling sering terjadi
justru dipicu atau diperberat karena infeksi virus ringan yang tidak terdeteksi. Sedangkan faktor
lainnya dengan manifestasi lebih ringan disebabkan karena diet ibu bila minum ASI dan
makanan yang dikonsumsi termasuk susu sapi. Bila karena alergi makanan biasanya
gangguan bunyi Grok-grok atau Hipersekresi Bronkus lebih ringan. Tetapi bila terkena
infeksi virus saluran napas atas maka gangguan bunyi Grok-grok atau Hipersekresi
Bronkus lebih terdengar keras dan kadang disertai batuk sekali-sekali, bersin dan badan
teraba hangat

Melihat demikian luas dan banyaknya pengaruh alergi


yang mungkin bisa terjadi, maka deteksi dan pencegahan alergi sejak dini sebaiknya dilakukan.
Gejala serta faktor resiko alergi dapat dideteksi sejak lahir, bahkan mungkin sejak dalam
kandungan. Alergi makanan tidak terjadi pada semua orang, tetapi sebagian besar orang
mempunyai potensi menjadi alergi. Tampaknya sebagian besar orang bila dicermati pernah
mengalami reaksi alergi. Namun sebagian lainnya tidak pernah mengalami reaksi alergi. Terdapat
3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik, imaturitas usus, pajanan alergi
yang kadang memerlukan faktor pencetus.
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek dan nenek pada penderita. Bila ada orang tua
menderita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu
orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 20
40%, ke dua orang tua alergi resiko meningkat menjadi 40 80%. Sedangtkan bila tidak ada
riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya adalah 5 15%. Pada kasus terakhir ini bisa
saja terjadi bila nenek, kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi.

Alergi, Asma dan Penyebab Gangguan Ekstrapiramidal


Diposting pada Januari 26, 2015 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar
Sindrom ekstrapiramidal

Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu kondisi yang menimbulkan gerakan otot tak sadar
atau kejang yang biasanya terjadi pada wajah dan leher.

Hal ini terjadi ketika terjadi gangguan pengaturan pelepasan dan re-uptake
neurotransmitter dopamin.

Penyebab:

Seorang individu dapat menderita sindrom ekstrapiramidal sebagai akibat dari cedera
kepala atau penyakit Parkinson,

Beberapa orang mengalami sindrom ekstrapiramidal sebagai akibat dari penyakit


Parkinson atau akibat cedera otak parah. Kelainan neurologis tertentu, seperti cerebral
palsy, dapat menyebabkan gangguan yang sama. Gangguan otak, trauma, dan Parkinson
biasanya menyebabkan banyak gejala yang sama seperti efek samping obat. Pengobatan
untuk cedera kepala mungkin melibatkan operasi, obat-obatan, dan rehabilitasi fisik
untuk mengembalikan kontrol gerakan otot. Pasien dengan Parkinson umumnya diberi
dopamin sintetis untuk merangsang fungsi saraf yang tepat dan menghentikan kejang
yang tidak teratur.

penyebab lain adalah efek samping obat antipsikotik. Pengobatan diperlukan untuk
mencegah perburukan gejala, dan tindakan pengobatan biasanya diarahkan untuk
mengidentifikasi dan menanggulangi penyebabnya.

Pada penelitian telah dibuktikan bahwa obat obatan seperti reserpin dan fenotiazin
dapat menimbulkan sindrom ekstrapiramidal yang dapat dijelaskan berdasarkan adanya
neurotransmiter.

Neurotransmiter merupakan zat yang disintesis dan disimpan di presinaptik dan dapat
dilepaskan ke dalam sinaptik gap bila mendapatkan stimulus yang adekuat. Pada saat
dilepaskan neurotransmiter tersebut dapat bereaksi dengan reseptor khususnya yang
berada pada neuron postsinaps. Beberapa neurotransmiter tersebut antara lain :
acetylcholine, dopamine, gamma aminobutyric acid, serotonin, dan glutamate.

Asetilkolin disintesis oleh small striatal cells yang mempunyai konsentrasi tertinggi di
striatum dan mempunyai efek eksitasi. Sedangkan dopamin dihasilkan di substansia nigra
pars kompakta dimana konsentrasi tertinggi terdapat di substansia nigra dan memiliki
efek inhibisi.

Pada keadaan normal, kedua neurotransmiter tersebut berada dalam keadaan yang
seimbang jumlahnya antara asetilkolin dan dopamin. Namun, dalam keadaan
ketidakseimbangan kedua neurotransmiter tersebut mengakibatkan berbagai kelainan.
Pada keadaan dimana dopamin berlebih akan menimbulkan gangguan gerakan yang
disebut dengan chorea. Pada keadaan dimana dopamin berkurang dapat menimbulkan
gangguan gerakan y

GABA disintesis di striatum dan globus palidus, memiliki efek inhibisi, kekurangan
GABA berhubungan dengan chorea huntington. Obat obatan dapat mempengaruhi

gangguan berjalan melalui berbagai cara seperti : mengurangi pembentukan transmiter


pada ujung serabut syaraf seperti : tetrabenazine, ataupun dengan menghambat reseptor
post sinaps seperti : fenotiazin. Kedua obat tersebut pada akhirnya akan menyebabkan
berkurangnya efektifitas dopamin sehingga akan menimbulkan kelebihan asetilkolin
relatif dan menimbulkan parkinsonisme.

Produksi dan pelepasan dopamin diperlukan untuk mempertahankan fungsi saraf yang
normal. Obat antipsikotik tertentu, seperti yang umumnya diresepkan untuk skizofrenia
dan depresi, memiliki efek samping negatif terhadap dopamin di jaringan tubuh.
Gangguan saraf yang terjadi, secara kolektif dikenal sebagai sindrom ekstrapiramidal,
meliputi gerakan otot tak sadar dan tak terkendali.

Gangguan ekstrapiramidal (kejang otot tak sadar di wajah dan leher) telah dilaporkan
oleh orang-orang dengan gangguan pencernaan, distensi abdomen, gangguan pencernaan,
skizofrenia, depresi. (Laporan terbaru dari 21.650 pasien gangguan ekstrapiramidal).
Gangguan saluran cerna tersebut sering dialami oleh penderita asma

Manifestasi Klinis

Gangguan gerakan otot yang dapat menyertai sindrom ekstrapiramidal termasuk terusmenerus mengecap-ngecap, lidah bergerak, berkedip, leher berkedut, dan kejang pada
jari. Gejala tersebut mungkin sangat ringan dan bahkan tidak diketahui oleh penderitanya,
tetapi lebih sering gejala ini menimbulkan kesulitan lain.

Banyak orang mengalami kesulitan mengkoordinasikan gerakan tangan dan kaki, dan
keluarnya air liur atau sulit bicara karena kurangnya kontrol dari mulut dan rahang.
Gejala dapat muncul segera setelah dosis pertama dari obat yang baru digunakan atau
setelah beberapa bulan penggunaan.

Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan dapat dianggap terdiri dari
defisit fungsional primer ( gejala negatif ) yang ditimbulkan oleh tidak berfungsinya
sistem dan efek sekunder ( gejala positif ) yang timbul akibat hilangnya pengaruh sistem
itu terhadap bagian lain. Pada gangguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala
positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis sindrom, yaitu :

1. Sindrom hiperkinetik hipotonik : asetilkolin , dopamin

Tonus otot menurun

Gerak involunter / ireguler

Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus


1.

Sindrom hipokinetik hipertonik : asetilkolin , dopamin

Tonus otot meningkat

Gerak spontan / asosiatif

Gerak involunter spontan

Pada : parkinson
I.Gejala negatif
Gejala negatif terjadi akibat kekurangn jumlah dopamin karena produksinya yang berkurang.
Gejala negatif, terdiri dari :
1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini merupakan
gejala utama yang didapatkan pada penyakit parkinson sehingga menimbulkan berkurangnya
ekspresi wajah, berkurangnya kedipan mata dan mengurangi perubahan postur pada saat duduk.
2. Gangguan postural
Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering ditemukan pada penyakit parkinson.
Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak dapat mempertahankan
keseimbangan secara cepat. Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong.
II.Gejala Positif
Gejala positif timbul oleh karena terjadi perubahan pelepasan ataupun disinhibisi dari dopamin,
tetapi tidak ditemukan kerusakan struktur. Gejala positif, terdiri dari :
1. Gerakan involunter

Tremor

Athetosis

Chorea

Distonia

Hemiballismus

1. Rigiditas

Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas secara pasif.
Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut, dan mengenai gerakan fleksi maupun
ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka
disebut dengan tanda Cogwheel. Pada penyakit parkinson terdapat gejala positif dan gejala
negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada Chorea huntington lebih didominasi
oleh gejala positif, yaitu : Chorea.
Diagnosis

Dokter dapat mendiagnosis kondisi tersebut dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
mengajukan pertanyaan tentang gejala-gejala pasien.

Mengobati sindrom ekstrapiramidal akibat obat biasanya dicapai hanya dengan


mengubah jenis obat antipsikotik.

Penanganan

Dokter perlu memantau kondisi mental pasien saat beralih obat untuk memastikan bahwa
obat-obat baru mereka efektif dan tidak menyebabkan gejala ekstrapiramidal yang sama.
Selain itu, pada beberapa pasien dapat diberikan benzodiazepin, relaksan otot, atau obatobatan antikolinergik untuk membantu menekan kejang otot.

Would you have Extrapyramidal disorder when you have Asthma? Summary:
Extrapyramidal disorder is found among people with Asthma, especially people who are
male, 50-59 old, also have Psychotic disorder, and take medication Singulair. We study
12 people who have Extrapyramidal disorder and Asthma from FDA and social media.
Find out below who they are, other conditions they have and drugs they take.

Asthma Asthma can be treated by Singulair, Symbicort, Advair Diskus 250/50, Albuterol
Sulfate, Albuterol, Ventolin. (latest reports from 84,403 Asthma patients)

Extrapyramidal disorder Extrapyramidal disorder (involuntary muscle spasms in the


face and neck) has been reported by people with indigestion, abdominal distension,
gastrointestinal disorder, schizophrenia, depression. (latest reports from 21,650
Extrapyramidal disorder patients)

On Jan, 26, 2015: 12 people who have asthma and Extrapyramidal Disorder are studied.

Gender of people who have asthma and experienced Extrapyramidal disorder :


Female

Male

Extrapyramidal
35.71%
disorder

64.29%

asthma and experienced Extrapyramidal disorder :


0-1

Extrapyramidal
0.00%
disorder

2-9

10-19

20-29

30-39

40-49

50-59

60+

0.00%

54.55%

0.00%

0.00%

0.00%

45.45%

0.00%

Nyeri Sendi, Rhematoid Artritis dan Alergi


Diposting pada Agustus 30, 2013 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar

Nyeri Sendi, Rhematoid Artritis dan Alergi


Rheumatoid arthritis dianggap oleh klinisi konvensional sebagai kondisi autoimun yang
penyebabnya tidak diketahui. Keyakinan ini mengabaikan sejumlah besar bukti ilmiah
menunjuk ke alergi makanan sebagai penyebab utama radang sendi. Komunitas medis
telah difokuskan hampir hanya pada mengobati arthritis dengan obat antiinflamasi, baik
resep atau maupun intervesi berlebihan lainnya. Obat-obat ini hanya menjanjikan
bantuan sementara dari rasa sakit dan bengkak, tetapi mereka tidak pernah
menyembuhkan artritis. Selama jangka panjang jenis pengobatan juga dilengkapi dengan
sejumlah efek samping. Banyak laporan kasus penelitian ternyata dengan melakukan
eliminasi alergi makanan maka gejala nyeri dan perdangan sendi termasuk gejala
rematoid artritis dapat diperbaiki dengan meminimalkan penggunaan obat. Meski
penelitian banyak mengungkapkan hal tersebut sampai saat ini para klinisi yang
berkecimpun dalam menangani kasus nyeri sendi dan Rhematoid Artritis hampir
dikatakan tidak pernah ada yang memikirkan apalagi melakukan pendekatan intervensi
diet tersebut
Kata arthritis berarti peradangan sendi. Pada dasarnya ada dua jenis: osteoarthritis dan
rheumatoid arthritis. Osteoarthritis adalah peradangan yang disebabkan oleh degenerasi sendi
dan karena memakai kronis dan air mata. Osteoarthritis paling sering ditemukan di bagian lutut.
Rheumatoid arthritis (RA) adalah istilah yang lebih umum untuk peradangan, nyeri, dan
pembengkakan sendi. Rheumatoid arthritis yang paling sering terlihat di tangan, meskipun dapat
mempengaruhi hampir setiap sendi di tubuh. Pada anak-anak ini disebut arthritis remaja.

Sehingga di masa depan sebenarnya sangat mungkin untuk menghilangkan penyebab peradangan
tanpa menggunakan obat-obatan untuk menekannya. Peradangan sebenarnya disebabkan oleh
sistem kekebalan tubuh. Pertanyaan penting adalah, Mengapa sistem kekebalan tubuh
menciptakan peradangan? Seperti yang Anda sudah tahu, bakteri, virus, dan parasit memicu
respon imun. Tapi apa pun yang memicu respon imun juga memicu peradangan. Ini termasuk
makanan yang salah diidentifikasi oleh sistem kekebalan tubuh tidak termasuk di dalam tubuh.
Karena reaksi alergi terhadap makanan dapat menyebabkan peradangan pada sendi.
Sementara kita biasanya berpikir tentang alergi yang menyebabkan gejala seperti gatal-gatal,
batuk dan bersin, mereka juga dapat menyebabkan semua jenis, gejala lain yang kurang terkenal.
Salah satunya adalah rheumatoid arthritis (RA), atau peradangan, pembengkakan dan nyeri pada
sendi. Meskipun biasanya terjadi di tangan, RA dapat mempengaruhi salah satu sendi dalam
tubuh, dan dapat mempengaruhi anak-anak maupun orang dewasa. RA adalah kondisi autoimun
dan umumnya diobati dengan obat antiinflamasi, yang menawarkan bantuan sementara tetapi
tidak menyembuhkan kondisi. Alergi makanan adalah reaksi dari sistem kekebalan tubuh, yang
salah mengidentifikasi makanan sebagai berbahaya bagi tubuh dan mencoba untuk melawan
mereka. Jika reaksi alergi menyebabkan RA, kemudian mengeluarkan alergen dan mengobati
alergi harus menyembuhkan RA. Ini berlaku untuk nyeri sendi terdefinisi juga, bahkan jika
mereka tidak diklasifikasikan sebagai RA. Ternyata bukan hanya sendi alergi juga dilaporkan
membuat keluhan nyeri pada otot atau yang sering disebut growing pain. Sampai saat ini masih
belum diketahui pasti mekanisme p[enyebab alergi mengakibatkan nyeri. Beberapa laporan kasus
menyebutkan bahwa mediator kimia dalam tubuh saat terjadinya alergi dapat merangsang
inflamasi serabuut saraf sehingga mengakibatkan nyeri kepala atau neyeri otot dan nyeri sendi.
Jika Anda melihat bahwa nyeri sendi dimulai dalam satu hari makan makanan tertentu dan
kemudian hilang sampai waktu berikutnya Anda makan makanan, Anda mungkin memiliki alergi
makanan. Lainnya, lebih umum gejala alergi makanan termasuk pembengkakan, gatal-gatal,
sesak napas, nyeri perut, mual, muntah dan diare. Jika Anda curiga Anda memiliki alergi
makanan, melihat alergi untuk diagnosis. Dokter Anda mungkin melakukan tes tusuk kulit,
menerapkan sejumlah kecil alergen ke goresan pada kulit lengan atau punggung dan mengamati
reaksi. Dia juga dapat melakukan E (IgE) uji Immunoglobulin untuk memeriksa antibodi dalam
darah Anda. Dokter mungkin meresepkan obat untuk mengobati gejala Anda, tetapi pengobatan
terbaik untuk alergi adalah untuk mencegah gejala dengan tinggal jauh dari makanan yang Anda
alergi. Jika Anda memiliki alergi parah yang dapat menyebabkan anafilaksis (reaksi mengancam
jiwa), dokter mungkin memberikan Anda epinefrin untuk menjaga dengan Anda setiap saat.
Rematoid Artritis dan Alergi
Radang sendi atau artritis reumatoid (Rheumatoid Arthritis, RA) merupakan penyakit autoimun
(penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang
mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian,
biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan
struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. Berdasarkan studi, RA lebih banyak
terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio kejadian 3 : 1.

Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut,
dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu berupa demam, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, lemah dan kurang darah. Namun kadang kala si penderita
tidak merasakan gejalanya. Diperkirakan kasus Rheumatoid Arthritis diderita pada usia di atas 18
tahun dan berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia.
Penyebab pasti dari rheumatoid arthritis, belum diketahui pasti, tetapi diduga penyakit ini
disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, dan hormonal. Pada rheumatoid
arthritis, ada suatu hal yang memicu sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sendi dan
kadang-kadang organ lainnya. Beberapa teori menyarankan bahwa ada virus atau bakteri yang
mungkin mengubah sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan sistem kekebalan tersebut
menyerang sendi. Teori lain menyarankan bahwa merokok dapat menyebabkan terkena
rheumatoid arthritis. Penelitian belum sepenuhnya menentukan secara pasti apa peran genetika
bermain dalam rheumatoid arthritis. Namun, beberapa orang tampaknya memiliki faktor genetik
atau turunan yang meningkatkan kemungkinan mereka terkena rheumatoid arthritis.
Setelah sistem kekebalan tubuh dipicu, sel-sel kekebalan bermigrasi dari darah ke dalam sendi
dan sendi-lapisan jaringan, disebut sinovium. Di tempat tersebut, sel-sel kekebalan tubuh
menghasilkan zat inflamasi yang menyebabkan iritasi, mengikis tulang rawan (bahan bantalan
pada bagian akhir tulang), serta pembengkakan dan peradangan pada lapisan sendi. Seiring
tulang rawan terkikis, ruang antara tulang-tulang menyempit. Jika kondisi tersebut memburuk,
maka tulang bisa bergesekan satu dengan yang lain. Radang lapisan sendi menimbulkan cairan
berlebih terhadap sendi. Seiring lapisan mengembang, maka hal ini mungkin mengikis tulang
yang berdekatan, sehingga mengakibatkan kerusakan pengikat antara tulang. Semua hal diatas
menyebabkan sendi menjadi sangat sakit, bengkak, dan terasa hangat saat disentuh.
Beberapa penelitian menyebutkan Eliminasi Diet meredakan IgG antiIgE autoantibodi yang
tinggi pada pasien dengan arthralgia dalam serum dan cairan sinovial dibandingkan dengan
orang normal dan mayoritas pasien dengan rheumatoid arthritis, arthralgia traumatis, dan
osteoarthritis digunakan sebagai kontrol. Dalam tiga pasien alergi makanan IgG antiIgE yang
terdeteksi dalam bentuk terkompleks dalam sampel serum diperiksa sebelum dan sesudah
eliminasi makanan. Temuan IgG antiIgE autoantibodi dalam kelompok pasien alergi dengan
arthralgia cukup menarik. Hal ini menimbulkan kemungkinan membedakan subkelompok pasien
arthralgic tidak memiliki rheumatoid arthritis klasik, yang mungkin memiliki penyebab
didefinisikan memperburuk eksternal untuk gejala mereka. Sebuah survei rinci yang lebih besar
sekarang sedang dilakukan.
Penelitian klinis dan laboratorium lain yang dilakukan Parker dkk pada pasien rheumatoid
arthritis yang tampaknya diperburuk oleh produk susu menunjukkan bahwa pemberian susu dan
keju menghasilkan peningkatan diproduksi di sinovitis dan perubahan kompleks imun, antibodi
IgE, dan tingkat clearance sel darah merah panas rusak. Eliminasi produk susu dari diet
menghasilkan perbaikan yang cukup besar dalam penyakit yang sebelumnya agresif nya.
Salah satu jalur yang paling menjanjikan dalam penelitian tentang etiologi dan patogenesis
rheumatoid arthritis (RA) adalah hubungannya dengan genetik ditentukan MHC kelas II antigen.

Fungsi makromolekul ini, presentasi antigen ke sel T-helper, mendukung kemungkinan bahwa
antigen eksternal mempengaruhi RA. Beberapa literatur yang tersedia menyatakan hubungan
antara RA dan makanan. Bukti menunjukkan bahwa beberapa makanan atau komponen makanan
dapat mempengaruhi sub kelompok pasien RA, meskipun banyak publikasi tentang bagian ini
tidak memenuhi standar penelitian medis modern.
Van De Laar mengadakan penelitian terhadap enam pasien dengan arthritis rheumatoid arthritis
faktor positif yang menunjukkan perbaikan gejala selama melakukan diet hypoallergic. Tiga dari
pasien biopsi dari kedua membran sinovial dan usus kecil proksimal dilakukan sebelum dan
selama eliminasi alergi. Dalam dua pasien, baik dengan meningkatnya serum IgE konsentrasi
dan antibodi IgE spesifik terhadap makanan tertentu, pengurangan ditandai dari sel mast pada
membran sinovial dan usus kecil proksimal ditunjukkan. Meskipun jumlah makanan pasien yang
tidak toleran dengan RA tetap terbatas dan penanda aktivitas alergi yang langka. Penelitian itu
menunjukkan mekanisme yang mendasari immunoallergological.
Gejala
Penderita RA selalu menunjukkan simtoma ritme sirkadia dari sistem kekebalan neuroindokrin.
RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang berlangsung selama minimal 6
minggu, yaitu :
1. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari
2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan
3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan
4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang
sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi pergelangan tangan
Pada tahap yang lebih lanjut, RA dapat dikarakterisasi juga dengan adanya nodul-nodul
rheumatoid, konsentrasi rheumatoid factor (RF) yang abnormal dan perubahan radiografi yang
meliputi erosi tulang.
Penanda RA yang terdahulu
Rheumatoid Factor (RF) merupakan antibodi yang sering digunakan dalam diagnosis RA dan
sekitar 75% individu yang mengalami RA juga memiliki nilai RF yang positif. Kelemahan RF
antara lain karena nilai RF positif juga terdapat pada kondisi penyakit autoimun lainnya, infeksi
kronik, dan bahkan terdapat pada 3-5% populasi sehat (terutama individu usia lanjut). Oleh
karena itu, adanya penanda spesifik dan sensitif yang timbul pada awal penyakit sangat
dibutuhkan. Anti-cyclic citrullinated antibody (anti-CCP antibodi) merupakan penanda baru yang
berguna dalam diagnosis RA. Walaupun memiliki keterbatasan, RF tetap banyak digunakan
sebagai penanda RA dan penggunaan RF bersama-sama anti-CCP antibodi sangat berguna dalam
diagnosis RA.

KENALI SALAH SATU ATAU BEBERAPA TANDA DAN GEJALA ALERGI YANG
SERING MENYERTAI SAAT VTERJADINYA GROWING PAIN

SALURAN NAPAS DAN HIDUNG : Batuk / pilek lama (>2 minggu), ASMA, bersin,
hidung buntu, terutama malam dan pagi hari. MIMISAN, suara serak, SINUSITIS, sering
menarik napas dalam.

KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti tergigit
nyamuk. Warna putih pada kulit seperti panu. Sering menggosok mata, hidung, telinga,
sering menarik atau memegang alat kelamin karena gatal. Kotoran telinga berlebihan,
sedikit berbau, sakit telinga bila ditekan (otitis eksterna).

SALURAN CERNA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak.
MUAL pagi hari. Sering Buang Air Besar (BAB) 3 kali/hari atau lebih, sulit BAB

(obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin,
berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan bau tajam. Sering NYERI
PERUT.

GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak, gusi
mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering SARIAWAN, lidah
putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.

PEMBULUH DARAH Vaskulitis (pembuluh darah kecil pecah) : sering LEBAM


KEBIRUAN pada tulang kering kaki atau pipi atas seperti bekas terbentur. Berdebardebar, mudah pingsan, tekanan darah rendah.

SALURAN KENCING : Sering minta kencing, BED WETTING (semalam ngompol 23 kali)

MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di area
bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12 tahun.

HORMONAL : rambut berlebihan di kaki atau tangan, keputihan, gangguan


pertumbuhan tinggi badan.

Kepala,telapak kaki/tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski dingin


(malam/ac). Keringat berbau.

FATIQUE : mudah lelah dan capek

GANGGUAN PERILAKU YANG SERING MENYERTAI PENDERITA ALERGI DAN


HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ANAK BALITA :

SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, TICS (gerakan mata sering
berkedip), , KEJANG NONSPESIFIK (kejang tanpa demam & EEG normal).

GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN Mata bayi sering melihat ke atas. Tangan dan
kaki bergerak terus tidak bisa dibedong/diselimuti. Senang posisi berdiri bila digendong,
sering minta turun atau sering menggerakkan kepala ke belakang, membentur benturkan
kepala. Sering bergulung-gulung di kasur, menjatuhkan badan di kasur (smackdown}.
Tomboy pada anak perempuan : main bola, memanjat dll.

AGRESIF MENINGKAT sering memukul kepala sendiri, orang lain. Sering menggigit,
menjilat, mencubit, menjambak (spt gemes)

GANGGUAN KONSENTRASI: cepat bosan sesuatu aktifitas kecuali menonton


televisi,main game, baca komik, belajar. Mengerjakan sesuatu tidak bisa lama, tidak
teliti, sering kehilangan barang, tidak mau antri, pelupa, suka bengong, TAPI ANAK
TAMPAK CERDAS

EMOSI TINGGI (mudah marah, sering berteriak /mengamuk/tantrum), keras kepala,


negatifisme

GANGGUAN KESEIMBANGAN KOORDINASI DAN MOTORIK : Terlambat


bolak-balik, duduk, merangkak dan berjalan. Jalan terburu-buru, mudah terjatuh/
menabrak, duduk leter W.

GANGGUAN SENSORIS : sensitif terhadap suara (frekuensi tinggi) , cahaya (mudah


silau), perabaan telapak kaki dan tangan sensitif (jalan jinjit, flat foot, mudah geli, mudah
jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan bianatang berbulu)

GANGGUAN ORAL MOTOR : TERLAMBAT BICARA, bicara terburu-buru, cadel,


gagap. GANGGUAN MENELAN DAN MENGUNYAH, tidak bisa makan makanan
berserat (daging sapi, sayur, nasi) Disertai keterlambatan pertumbuhan gigi.

IMPULSIF : banyak bicara,tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan orang


lain

Memperberat gejala AUTIS dan ADHD (Alergi dan hipersensititas makanan bukan
penyebab Autis atau ADHD tetapi hanya memperberat gejalanya)

KOMPLIKASI SERING MENYERTAI ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS


MAKANAN:

Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan sebulan 2 kali.
(normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali)

Karena sering sakit berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR) hindari


operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga

Waspadai dan hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT TERLALU SERING.

Mudah mengalami INFEKSI SALURAN KENCING. Kulit di sekitar kelamin sering


kemerahan

SERING TERJADI OVERDIAGNOSIS TBC (MINUM OBAT JANGKA PANJANG


PADAHAL BELUM TENTU MENDERITA TBC / FLEK ) KARENA GEJALA
ALERGI MIRIP PENYAKIT TBC. BATUK LAMA BUKAN GEJALA TBC PADA
ANAK BILA DIAGNOSIS TBC MERAGUKAN SEBAIKNYA SECOND OPINION
DENGAN DOKTER LAINNYA

MENGALAMI RESIKO GIZI GANDA : Pada sebagian kelompok mengalami


kesulitan makan dan gangguan kenaikkan berat badan sebagian kecil lainnya mengalami
ganmgguan MAKAN BERLEBIHAN KEGEMUKAN atau OBESITAS

INFEKSI JAMUR (HIPERSENSITIF CANDIDIASIS) di lidah, selangkangan, di leher,


perut atau dada, KEPUTIHAN

HINGGA KINI BANYAK BERBAGAI GANGGUAN TERSEBUT DI ATAS MASIH


BELUM TERUNGKAP JELAS APA PENYEBABNYA. SEHINGGA BANYAK
TIMBUL PENDAPAT BERBEDA UNTUK MENDUGA PENYEBABNYA.
SERINGKALI JUGA DIANGGAP MANIFESTASI NORMAL

TERNYATA BEBERAPA GANGGUAN TERSEBUT HILANG TIMBUL SECARA


BERSAMAAN BERKAITAN DENGAN KONSUMSI MAKANAN TERTENTU.
Sebagian besar bayi prematur mengalami hipersensitifitas saluran cerna bisa terjadi alergi
makanan atau hipersensitifis makanan tipe non atopi. Ternyata saluran cerna ini menurut
teori Gut Brain Axis dapat merangsang susunan saraf pusat yang mengakibatkan berbagai
hal tersebut di atas.

CERMATI HIPERSENSITIFITAS SALURAN CERNA PADA BAYI :


Gastrooesephagealrefluks/GER), Sering MUNTAH/gumoh), kembung,cegukan, buang
angin keras dan sering, sering rewel gelisah (kolik) terutama malam hari, BAB > 3 kali
perhari, atau sebaliknya BAB TIDAK TIAP HARI. Feses warna hijau,hitam dan berbau.
Sering ngeden & beresiko Hernia Umbilikalis (pusar), Scrotalis, inguinalis. Air liur
berlebihan. Lidah sering timbul putih, bibir kering

CERMATI HIPERSENSITIFITAS SALURAN CERNA PADA ANAK DAN


DEWASA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak. MUAL pagi
hari. SERING BAB 3 kali/hari atau lebih atau sebaliknya SULIT BAB, TIDAK BAB TIAP
HARI, kotoran bulat hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin, berak di
celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin,bau tajam. Sering NYERI PERUT, anus
gatal

SETELAH MENGALAMI SENDIRI DAN MENDENGAR KESAKSIAN


ORANGTUA LAINNYA KITA MUNGKIN BARU AKAN PERCAYA FAKTA
BAHWA TERNYATA HIPERSENSITIFITAS MAKANAN DAN ALERGI
MAKANAN DEMIKIAN MENGGANGGU.

Memastikan Diagnosis Alergi atau Hipersensitif Makanan DENGAN GANGGUAN


NYERI

Diagnosis gangguan sindrom nyeri atau rematoid artritis pada penderita alergi makanan
dan hipersensitifitas saluran cerna disebabkan alergi atau hipersensitif makanan dibuat
bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa
(mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat
keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan
dengan eliminasi dan provokasi.

Untuk memastikan makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan harus


menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food
Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari
penyebab secara pasti alergi makanan. Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan
membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit.

Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Clinic for
Children dan Children Grow Up Clinic melakukan modifikasi dengan cara yang lebih
sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan
Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana. Bila setelah dilakukan eliminasi
beberapa penyebab alergi makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan dalam
gangguan muntah tersebut, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah alergi makanan.

Pemeriksaan standar yang dipakai oleh para ahli alergi untuk mengetahui penyebab alergi
adalah dengan tes kulit. Tes kulit ini bisa terdari tes gores, tes tusuk atau tes suntik.
PEMERIKSAAN INI HANYA MEMASTIKAN ADANYA ALERGI ATAU TIDAK,
BUKAN UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI. Pemeriksaan ini mempunyai
sensitifitas yang cukup baik, tetapi sayangnya spesifitasnya rendah. Sehingga seringkali
terdapat false negatif, artinya hasil negatif belum tentu bukan penyebab alergi. Karena hal
inilah maka sebaiknya tidak membolehkan makan makanan penyebab alergi hanya
berdasarkan tes kulit ini.

Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat kontroversial
atau unproven diagnosis. Terdapat berbagai pemeriksaan dan tes untuk mengetahui
penyebab alergi dengan akurasi yang sangat bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini
masih tidak terbukti baik sebagai alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut
mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang sangat rendah. Bahkan beberapa organisasi
profesi alergi dunia tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut. Yang menjadi
perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah mahalnya harga alat
diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering menyesatkan penderita alergi yang sering
memperberat permasalahan alergi yang ada

Namun pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau dokter. Di
bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara klinis sebagai alat
diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu baik. Beberapa pemeriksaan
diagnosis yang kontroversial tersebut adalah Applied Kinesiology, VEGA Testing
(Electrodermal Test, BIORESONANSI), Hair Analysis Testing in Allergy, Auriculocardiac reflex, Provocation-Neutralisation Tests, Nampudripads Allergy Elimination
Technique (NAET), Beware of anecdotal and unsubstantiated allergy tests.

PENATALAKSANAAN

Penanganan permasalahan gangguan sindrom nyeri atau rematoid artritis yang disertai
alergi makanan dan hipersensitifitas makanan pada anak Balita haruslah dilakukan secara
benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan

terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal adalah menghindari
penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.

Penghindaran makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan pada anak harus
dicermati secara benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua
penderita harus diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya
dibandingklan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat
diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun anak
alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat dipakai
sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging kambing dapat dipakai
sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian makanan jadi atau di rumah makan
harus dibiasakan mengetahui kandungan isi makanan atau membaca label makanan.

Obat-obatan simtomatis seperti pencahar, anti histamine (AH1 dan AH2), ketotifen,
ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi
gejala sementara bahkan dlamkeadaan tertentu seringkali tidak bermanfaat, umumnya
mempunyai efisiensi rendah. Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium
kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga sekarang.

Obat

Penanganan permasalahan gangguan sindrom nyeri atau rematoid artritis yang disertai
dan diperberat alergi makanan dan hipersensitifitas makanan pada anak Balita
dikemudian hari yang baik adalah dengan menanggulangi penyebabnya. Bila
gangguannyeri kaki dan otot karena gangguan alergi dan hipersensitifitas makanan,
penanganan terbaik adalah menunda atau menghindari makanan sebagai penyebab
tersebut.

Bila gejala gangguan nyeri dan rematid artritis disertai gangguan alergi maka konsumsi
obat-obatan penahan rasa nyeri, obat anti inflamasi dan sakit hanya bersifat sementara
dan tidak akan berhasil selama penyebab utama alergi dan hipersensitifitas makanan
tidak diperbaiki.

Referensi

Proc Royal Soc Med 1970, 63:479-484. OpenURL Oster J: Recurrent abdominal pain,
headache and limb pain in children and adolescents.

Hurwitz EL, Morgenstern H. Cross-sectional associations of asthma, hay fever, and other
allergies with major depression and low-back pain among adults aged 20-39 years in the
United States. Am J Epidemiol. 1999 Nov 15;150(10):1107-16.

Christina Lasich,Hey Doc, Can Food Allergies cause Pain?


http://www.healthcentral.com/chronic-pain/c/240381/161077/food-allergies-pain/

Singulair Allergy Relief, Medice, Leg Pain, Growing Pains, Pediatrician.


http://www.medications.com/singulair/33627

Growing Pain, Delayed Food Allergy Syndrome.


http://www.theonlineallergist.com/article/delayed_food_allergy_syndrome

van de Laar MA, van der Korst JK. Rheumatoid arthritis, food, and allergy. Semin
Arthritis Rheum. 1991 Aug;21(1):12-23

Little CH, Stewart AG, Fennessy MR. Platelet serotonin release in rheumatoid arthritis: a
study in food-intolerant patients. Lancet. 1983 Aug 6;2(8345):297299.

Parke AL, Hughes GR. Rheumatoid arthritis and food: a case study. Br Med J (Clin Res
Ed) 1981 Jun 20;282(6281):20272029.

Carini et. al. (1987). IgE complexes in food allergy. Ann Allergy. 1987 Aug;59(2):110-7.

Carini et. al. (1987). Immune complexes in food-induced arthralgia. Ann Allergy. 1987
Dec;59(6):422-8.

Darlington LG, Ramsey NW. (1993). Review of dietary therapy for rheumatoid arthritis.
Br J Rheumatol. 1993 Jun;32(6):507-14.

DaWidowicz et. al. (2008). Unexplained polyarthralgia and celiac disease. Joint Bone
Spine. 2008 May;75(3):325-8. Epub 2007 Oct 15.

Diethelm U (1993). Nutrition and chronic polyarthritis Schweiz Rundsch Med Prax. 1993
Mar 23;82(12):359-63.

Gaby AR, (1999). Alternative treatments for rheumatoid arthritis. Altern Med Rev. 1999
Dec;4(6):392-402..

Hafstrm I, et. al. (2001). A vegan diet free of gluten improves the signs and symptoms of
rheumatoid arthritis: the effects on arthritis correlate with a reduction in antibodies to
food antigens. Rheumatology (Oxford). 2001 Oct;40(10):1175-9.

Haugen et. al. (1991). Diet and disease symptoms in rheumatic diseasesresults of a
questionnaire based survey. Clin Rheumatol. 1991 Dec;10(4):401-7.

Hvatum et. al. (2006). The gut-joint axis: cross reactive food antibodies in rheumatoid
arthritis. Gut. 2006 Sep;55(9):1240-7. Epub 2006 Feb 16.

Inman RD (1991). Antigens, the gastrointestinal tract, and arthritis. Rheum Dis Clin
North Am. 1991 May;17(2):309-21.

Karatay S, et. al. (2006). General or personal diet: the individualized model for diet
challenges in patients with rheumatoid arthritis. Rheumatol Int. 2006 Apr;26(6):556-60.
Epub 2005 Jul 16.

Karatay S, et. al. (2004). The effect of individualized diet challenges consisting of
allergenic foods on TNF-alpha and IL-1beta levels in patients with rheumatoid arthritis.
Rheumatology (Oxford). 2004 Nov;43(11):1429-33. Epub 2004 Aug 10.

Parke AL, Hughes GR. (1981). Rheumatoid arthritis and food: a case study. Br Med J
(Clin Res Ed). 1981 Jun 20;282(6281):2027-9.

Schrander et. al. (1997). Does food intolerance play a role in juvenile chronic arthritis?
Br J Rheumatol. 1997 Aug;36(8):905-8.

Carini C, Fratazzi C, Aiuti F. Immune complexes in food-induced arthralgia. Ann Allergy.


1987 Dec;59(6):422-8.

Lancet. 1988 Dec 17;2(8625):1419-20. Food intolerance and rheumatoid arthritis.

M Abuzakouk and C OFarrelly. Food intolerance in rheumatoid arthritis. Ann Rheum


Dis. 1993 January; 52(1): 88.

Slot, O., Locht, H. (2000). Arthritis as presenting symptom in silent adult coeliac disease
[gluten intolerance]: Two cases and review of the literature. Scandinavian Journal of
Rheumatology, 29, 260-263.

van de Laar MA, van der Korst JK. (1991). Rheumatoid arthritis, food, and allergy.
Semin Arthritis Rheum. 1991 Aug;21(1):12-23.

van der Laar et. al. (1992). Food intolerance in rheumatoid arthritis. I. A double blind,
controlled trial of the clinical effects of elimination of milk allergens and azo dyes. Ann
Rheum Dis. 1992 Mar;51(3):298-302.

van der Laar et. al. (1992). Food intolerance in rheumatoid arthritis. II. Clinical and
histological aspects. Ann Rheum Dis. 1992 Mar;51(3):303-6.

OFarrelly C, Marten D, Melcher D, McDougall B, Price R, Goldstein AJ, Sherwood R,


Fernandes L. Association between villous atrophy in rheumatoid arthritis and a
rheumatoid factor and gliadin-specific IgG. Lancet. 1988 Oct 8;2(8615):819822.

Nyeri Kaki, Growing Pain dan Alergi

Nyeri kaki pada anak di malam hari sampai saat masih belum jelas penyebabnya. Selama
ini banyak klinisi menganggap gangguan itu karena growing pain. Namun diagnosis
tersebut tidak sepenuhnya benar karena selama ini tidak terbukti secara ilmiah karena
disebabkan karena pertumbuhan tulang. Demikian juga Growing pain disebabkan karena
aktifitas berlebihan dan terlalu lelah saat siang hari masih belum ada penelitian yang
membuktikannya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa gangguan nyeri tulang pada
anak tersebut salah satunya bisa disebabkan karena alergi makanan karena sering terjadi
pada penderita alergi. Saat timbul keluhan tersebut seringkali disertai manifestasi alergi
lainnya
Sementara kita biasanya berpikir tentang alergi yang menyebabkan gejala seperti gatal-gatal,
batuk dan bersin, mereka juga dapat menyebabkan semua jenis, gejala lain yang kurang terkenal.
Salah satunya adalah rheumatoid arthritis (RA), atau peradangan, pembengkakan dan nyeri pada
sendi. Meskipun biasanya terjadi di tangan, RA dapat mempengaruhi salah satu sendi dalam
tubuh, dan dapat mempengaruhi anak-anak maupun orang dewasa. RA adalah kondisi autoimun
dan umumnya diobati dengan obat antiinflamasi, yang menawarkan bantuan sementara tetapi
tidak menyembuhkan kondisi. Alergi makanan adalah reaksi dari sistem kekebalan tubuh, yang
salah mengidentifikasi makanan sebagai berbahaya bagi tubuh dan mencoba untuk melawan
mereka. Jika reaksi alergi menyebabkan RA, kemudian mengeluarkan alergen dan mengobati
alergi harus menyembuhkan RA. Ini berlaku untuk nyeri sendi terdefinisi juga, bahkan jika
mereka tidak diklasifikasikan sebagai RA. Ternyata bukan hanya sendi alergi juga dilaporkan
membuat keluhan nyeri pada otot atau yang sering disebut growing pain. Sampai saat ini masih

belum diketahui pasti mekanisme p[enyebab alergi mengakibatkan nyeri. Beberapa laporan kasus
menyebutkan bahwa mediator kimia dalam tubuh saat terjadinya alergi dapat merangsang
inflamasi serabuut saraf sehingga mengakibatkan nyeri kepala atau neyeri otot dan nyeri sendi.
Jika Anda melihat bahwa nyeri sendi dimulai dalam satu hari makan makanan tertentu dan
kemudian hilang sampai waktu berikutnya Anda makan makanan, Anda mungkin memiliki
alergi makanan. Lainnya, lebih umum gejala alergi makanan termasuk pembengkakan, gatalgatal, sesak napas, nyeri perut, mual, muntah dan diare. Jika Anda curiga Anda memiliki alergi
makanan, melihat alergi untuk diagnosis. Dokter Anda mungkin melakukan tes tusuk kulit,
menerapkan sejumlah kecil alergen ke goresan pada kulit lengan atau punggung dan mengamati
reaksi. Dia juga dapat melakukan E (IgE) uji Immunoglobulin untuk memeriksa antibodi dalam
darah Anda. Dokter mungkin meresepkan obat untuk mengobati gejala Anda, tetapi pengobatan
terbaik untuk alergi adalah untuk mencegah gejala dengan tinggal jauh dari makanan yang Anda
alergi. Jika Anda memiliki alergi parah yang dapat menyebabkan anafilaksis (reaksi mengancam
jiwa), dokter mungkin memberikan Anda epinefrin untuk menjaga dengan Anda setiap saat.
Growing Pain dan Alergi
Growing pains adalah rasa nyeri atau sakit di kedua tungkai, sering terasa di paha bagian depan,
betis atau di daerah belakang lutut. Timbul terutama sore atau malam hari bahkan dapat
membangunkan anak dari tidur dan menghilang pada pagi hari serta anak dapat beraktifitas
seperti biasa sepanjang hari. Akan tetapi rasa sakit tersebut sering menyebabkan anak terbangun
di malam hari. Meskipun rasa sakit ini disebut Growing pains, tidak ada bukti bahwa disebabkan
karena pertumbuhan tulang atau karena terkllalu lelah bermain saat siang hari.Growing pains
merupakan nyeri otot, bukan nyeri ataupun bengkak di persendian. Growing pains mungkin
terkait dengan ambang nyeri menurunkan atau karena reaksi infamasi karena alergi.
Karakteristik khas alergi yang berkaitan dengan growing pain adalah samanya waktu yang
ditimbulkan. Alergi dengan manifestasi yang khas bahwa hampir semua gejala alergi timbul
lebih berat di saat malam hari hingga pagi dini hari dan akan menghilang menjelang siang hari.
Hal ini terjadi karena mengikuti pola hormonal sirkadial, karena gangguan alergi ternyata juga
berkaitan dengan gangguan perubuhan hormon di tubuh manusia. Demikian manofestasi
growing pain juga sering timbul di saat yang sama.
Penulis mengadakan penelitian pada 25 anak dengan growing pain. Ternyata sebagian besar anak
tersebut mempunyai riwayat keluhan tanda dan gejala alergi sebelumnya. Dalam pengamatran
tersebut tampak bahwa saat trimbul gangguan growing pain juga disertai manifestasi nalergi
lainnya seperti nyeri perut dan hipersenitifitas saluran cerna lainnya, gangguan kulit, hidung dan
kekambuhan asma. Pengaruh eliminasi makanan ternyata bisa menghilang gangguan nyeri pada
anak tersebut. Saat makanan dilakukann provokasi ternyata anak mengeluh nyeri lagi dengan
kualitas yang ringan. Tetapi saat terjadi infekasi virus khususnya infeksi saluran napas gangguan
nyeri ternyata lebih hebat lagi timbulnya.

Growing pains adalah gejala nyeri yang relatif sering terjadi pada anak-anak. Biasanya,
gangguan itu terjadi dalam otot, bukan sendi pada kaki dan agak jarang pada lengan. Gangguan
nyeri itu biasanya terasa di kedua sisi, dan muncul di sore hari atau di malam hari dan
menghilang saat anak bangun tidur pagi hari, dengan rasa sakit yang bervariasi dari ringan
sampai sangat parah. Nyeri tidak timbul pada pagi hari, dan tidak ada tanda-tanda klinis
peradangan. Nyeri dapat kambuh malam atau kadang tidak timbul selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Tumbuh rasa sakit tidak berhubungan dengan penyakit serius lainnya dan
biasanya sembuh pada akhir masa kanak-kanak, tetapi episode sering mampu memiliki pengaruh
besar pada kehidupan anak. Growing pains pertama kali digambarkan seperti pada tahun 1823
oleh seorang dokter Prancis.
GP sangat umum dan mudah untuk didiagnosis karena adanya penampilan karakteristik klinis
yang khas. Namun tidak jelas apakah beberapa dari anak-anak ini dapat berkembang menjadi
gejala sindrom nyeri noninflamasi lainnya. Hal ini akan menjadi penting untuk mengikuti nilai
ambang nyeri anak dengan GP dan berkorelasi temuan dengan gejala yang timbul. Hasil studi
jangka panjang disarankan untuk menyelidiki apakah anak-anak dengan GP yang memiliki
ambang nyeri yang lebih rendah, rentan untuk menjadi sindrom nyeri noninflamasi lain dalam
sistem muskuloskeletal atau lainnya nanti pada masa remaja atau dewasa. Sebagian anak dengan
GP dapat berkembang menjadi sindrom nyeri noninflamasi kemudian pada masa remaja atau
dewasa, uji coba intervensi dini, dengan terapi perilaku kognitif misalnya, dapat mencegah
perkembangan sindrom lainnya di kemudian hari.
Growing pains bukanlah penyakit dan akan menghilang saat anak berusia belasan tahun serta
tidak memerlukan terapi atau penangan dokter. Meskipun tidak berbahaya, rasa sakit yang
mengganggu perlu mendapat perhatian dari orang tua. Anak yang mengalami growing pains
biasanya berusia sekitar 2 12 tahun, 25%-40% berkisar antara usia 3 5 tahun, serta antara 8
12 tahun. Prevalensi yang dilaporkan sakit tumbuh telah antara 3% dan 49% dari anak-anak.
Growing pains dikatakan biasanya terjadi dalam dua periode selama kehidupan seorang anak,
pertama, antara sekitar 3 dan 5 tahun, kemudian pada 8 sampai 12 tahun usia, namun tidak ada
penelitian epidemiologi untuk mendukung pengamatan ini.. Individu dapat sangat bervariasi di
saat mereka mengalami sakit tumbuh.
Tanda dan Gejala

Kebanyakan anak melaporkan nyeri di bagian depan paha mereka, di betis,


atau di belakang lutut. Meskipun sakit tumbuh sering menyerang di sore hari
atau sore hari sebelum tidur, sakit kadang-kadang bisa membangunkan tidur
sang anak. Intensitas nyeri bervariasi dari anak ke anak, dan sebagian besar
tidak mengalami nyeri setiap hari.

Sakit Pertumbuhan selalu berkonsentrasi dalam otot, sendi tampak normal


sedangkan pada anak yang menderita penyakit yang lebih serius, sendi
tampak bengkak, merah, lembut, atau hangat.

Diagnosis

Salah satu dokter menemukan gejala yang paling membantu dalam


membuat diagnosis sakit tumbuh adalah bagaimana anak merespon
sentuhan sementara kesakitan. Anak-anak yang mengalami sakit dari
penyakit medis yang serius tidak suka ditangani karena gerakan cenderung
untuk meningkatkan rasa sakit. Tetapi mereka dengan sakit pertumbuhan
merespon secara berbeda mereka merasa lebih baik ketika mereka ditahan,
dipijat, dan dipeluk.

Growing Pain adalah disebut diagnosis eksklusi. Hal ini berarti bahwa kondisikondisi lainnya harus disingkirkan sebelum diagnosis sakit pertumbuhan
dibuat. Riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik oleh podiatrist atau dokter
Anda biasanya dapat mencapai hal ini. Dalam kasus yang jarang, penelitian
darah dan X-ray mungkin diperlukan sebelum dibuat diagnosis akhir sakit
pertumbuhan.

Pernyakit yang harus disingkirkan dan merupakan penyebab jarang adalah


beberapa penyebab spesifik dari sakit timbul, terutama di bagian tumit, yang
disebut penyakit Sever atau apophysitis kalkanealis dan di lutut, di mana
disebut penyakit Osgood-schlatters. Gangguan keganasan atau kanker
khususnya kanker tulang atau mestatasis atau penyebaran kanker pada anak
juga bisa jadi penyebab nyeri pada kaki dan tulang.

Kontroversi:

Meski dinamakan growing pains tapi sebenarnya kondisi ini tidak disebabkan
oleh pertumbuhan anak. Beberapa orangtua bahkan dokter menganggap
keluhan ini disebabkan karena aktivitas seperti melompat, berlari, dan olah
raga berlebihan. Tidak ada fakta ilmiah yang mendukung nhal ini. Karena
banyak anak yang melakukan aktifitas berlebihan tidak mengalami hal
serupa. Demikian juga anak yang mengalami keluhan nyeri meski suatu saat
melakukan gerakan yang berlebihan malamnya tidak mengalami hal yang
sama. Tidak ada bukti kuat menunjukkan bahwa pertumbuhan menyebabkan
nyeri tulang.

Growing Pain atau Nyeri kaki pada anak merupakan gejala pada anak tidak
umum dibandingkan orang dewasa karena fleksibilitas dan ketahanan dari
jaringan. Namun hal ini juga tidak bukti kuat secara ilmiah yang
membuktikan hal itu.

Beberapa teori menyebutkan bahwa berkaitan dengan Ambang Nyeri rendah


khususnya pada kasus sindrom nyeri muskuloskeletal noninflamasi,
kekuatan tulang, perubahan perfusi darah, anatomi dan lingkungan keluarga

Penyebab jarang GP dapat merupakan manifestasi dari penyakit organik


seperti penyakit otot metabolik bila terjadi setelah latihan atau sindrom rest
leg , terutama pada keluarga dengan riwayat sindrom ini.

Penanganan

Pijatan ringan untuk mengurangi nyeri

Regangkan kedua tungkai anak secara perlahan, lakukan pada siang hari dan
sebelum tidur.

Kompres hangat di daerah otot yang nyeri sebelum tidur atau saat anak
merasa nyeri. Mandi dengan air hangat sebelum tidur juga membantu atau
tempatkan bantal pemanas di daerah sakit

Obat analgetik seperti parasetamol atau ibuprofen juga bisa diberikan untuk
menghilangkan rasa nyeri. Pemberian ibuprofen atau acetaminophen (Jangan
pernah memberikan aspirin pada anak di bawah 12 karena berasosiasi
dengan Reye Syndrome, sebuah penyakit langka tapi berpotensi fatal)

Penelitian menunjukkan bahwa dalam 90% kasus, pengobatan dengan


orthoses kaki mengurangi mayoritas sakit pertumbuhan

Growing pains bukan penyakit berbahaya dan bisa hilang ketika anak berusia
belasan tahun. Ganguan ini juga tidak membutuhkan terapi atau penanganan
dokter.

KENALI SALAH SATU ATAU BEBERAPA TANDA DAN GEJALA ALERGI YANG
SERING MENYERTAI SAAT VTERJADINYA GROWING PAIN

SALURAN NAPAS DAN HIDUNG : Batuk / pilek lama (>2 minggu), ASMA,
bersin, hidung buntu, terutama malam dan pagi hari. MIMISAN, suara serak,
SINUSITIS, sering menarik napas dalam.

KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti
tergigit nyamuk. Warna putih pada kulit seperti panu. Sering menggosok
mata, hidung, telinga, sering menarik atau memegang alat kelamin karena
gatal. Kotoran telinga berlebihan, sedikit berbau, sakit telinga bila ditekan
(otitis eksterna).

SALURAN CERNA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan


banyak. MUAL pagi hari. Sering Buang Air Besar (BAB) 3 kali/hari atau lebih,
sulit BAB (obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing,
keras, sering buang angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang
angin dan bau tajam. Sering NYERI PERUT.

GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak,
gusi mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering
SARIAWAN, lidah putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.

PEMBULUH DARAH Vaskulitis (pembuluh darah kecil pecah) : sering LEBAM


KEBIRUAN pada tulang kering kaki atau pipi atas seperti bekas terbentur.
Berdebar-debar, mudah pingsan, tekanan darah rendah.

SALURAN KENCING : Sering minta kencing, BED WETTING (semalam


ngompol 2-3 kali)

MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di
area bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12
tahun.

HORMONAL : rambut berlebihan di kaki atau tangan, keputihan, gangguan


pertumbuhan tinggi badan.

Kepala,telapak kaki/tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan


meski dingin (malam/ac). Keringat berbau.

FATIQUE : mudah lelah, sering minta gendong

GANGGUAN PERILAKU YANG SERING MENYERTAI PENDERITA ALERGI DAN


HIPERSENSITIFITAS MAKANAN PADA ANAK BALITA :

SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, TICS (gerakan mata


sering berkedip), , KEJANG NONSPESIFIK (kejang tanpa demam & EEG
normal).

GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN Mata bayi sering melihat ke atas.


Tangan dan kaki bergerak terus tidak bisa dibedong/diselimuti. Senang posisi
berdiri bila digendong, sering minta turun atau sering menggerakkan kepala
ke belakang, membentur benturkan kepala. Sering bergulung-gulung di
kasur, menjatuhkan badan di kasur (smackdown}. Tomboy pada anak
perempuan : main bola, memanjat dll.

AGRESIF MENINGKAT sering memukul kepala sendiri, orang lain. Sering


menggigit, menjilat, mencubit, menjambak (spt gemes)

GANGGUAN KONSENTRASI: cepat bosan sesuatu aktifitas kecuali


menonton televisi,main game, baca komik, belajar. Mengerjakan sesuatu

tidak bisa lama, tidak teliti, sering kehilangan barang, tidak mau antri,
pelupa, suka bengong, TAPI ANAK TAMPAK CERDAS

EMOSI TINGGI (mudah marah, sering berteriak /mengamuk/tantrum), keras


kepala, negatifisme

GANGGUAN KESEIMBANGAN KOORDINASI DAN MOTORIK : Terlambat


bolak-balik, duduk, merangkak dan berjalan. Jalan terburu-buru, mudah
terjatuh/ menabrak, duduk leter W.

GANGGUAN SENSORIS : sensitif terhadap suara (frekuensi tinggi) , cahaya


(mudah silau), perabaan telapak kaki dan tangan sensitif (jalan jinjit, flat
foot, mudah geli, mudah jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan
bianatang berbulu)

GANGGUAN ORAL MOTOR : TERLAMBAT BICARA, bicara terburu-buru,


cadel, gagap. GANGGUAN MENELAN DAN MENGUNYAH, tidak bisa makan
makanan berserat (daging sapi, sayur, nasi) Disertai keterlambatan
pertumbuhan gigi.

IMPULSIF : banyak bicara,tertawa berlebihan, sering memotong


pembicaraan orang lain

Memperberat gejala AUTIS dan ADHD (Alergi dan hipersensititas makanan


bukan penyebab Autis atau ADHD tetapi hanya memperberat gejalanya)

KOMPLIKASI SERING MENYERTAI ALERGI DAN HIPERSENSITIFITAS


MAKANAN PADA ANAK BALITA :

Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali)

Karena sering sakit berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR) hindari


operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga

Waspadai dan hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT TERLALU SERING.

Mudah mengalami INFEKSI SALURAN KENCING. Kulit di sekitar kelamin sering


kemerahan

SERING TERJADI OVERDIAGNOSIS TBC (MINUM OBAT JANGKA PANJANG


PADAHAL BELUM TENTU MENDERITA TBC / FLEK ) KARENA GEJALA ALERGI
MIRIP PENYAKIT TBC. BATUK LAMA BUKAN GEJALA TBC PADA ANAK BILA
DIAGNOSIS TBC MERAGUKAN SEBAIKNYA SECOND OPINION DENGAN
DOKTER LAINNYA

MENGALAMI RESIKO GIZI GANDA : Pada sebagian kelompok mengalami


kesulitan makan dan gangguan kenaikkan berat badan sebagian kecil lainnya
mengalami ganmgguan MAKAN BERLEBIHAN KEGEMUKAN atau OBESITAS

INFEKSI JAMUR (HIPERSENSITIF CANDIDIASIS) di lidah, selangkangan, di


leher, perut atau dada, KEPUTIHAN

HINGGA KINI BANYAK BERBAGAI GANGGUAN TERSEBUT DI ATAS MASIH


BELUM TERUNGKAP JELAS APA PENYEBABNYA. SEHINGGA BANYAK
TIMBUL PENDAPAT BERBEDA UNTUK MENDUGA PENYEBABNYA.
SERINGKALI JUGA DIANGGAP MANIFESTASI NORMAL

TERNYATA BEBERAPA GANGGUAN TERSEBUT HILANG TIMBUL SECARA


BERSAMAAN BERKAITAN DENGAN KONSUMSI MAKANAN TERTENTU.
Sebagian besar bayi prematur mengalami hipersensitifitas saluran cerna bisa
terjadi alergi makanan atau hipersensitifis makanan tipe non atopi. Ternyata
saluran cerna ini menurut teori Gut Brain Axis dapat merangsang susunan
saraf pusat yang mengakibatkan berbagai hal tersebut di atas.

CERMATI HIPERSENSITIFITAS SALURAN CERNA PADA ANAK :


Gastrooesephagealrefluks/GER), Sering MUNTAH/gumoh), kembung,cegukan,
buang angin keras dan sering, sering rewel gelisah (kolik) terutama malam hari,
BAB > 3 kali perhari, atau sebaliknya BAB TIDAK TIAP HARI. Feses warna
hijau,hitam dan berbau. Sering ngeden & beresiko Hernia Umbilikalis (pusar),
Scrotalis, inguinalis. Air liur berlebihan. Lidah sering timbul putih, bibir kering

CERMATI HIPERSENSITIFITAS SALURAN CERNA PADA ANAK : Mudah


MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak. MUAL pagi hari. SERING
BAB 3 kali/hari atau lebih atau sebaliknya SULIT BAB, TIDAK BAB TIAP HARI,
kotoran bulat hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin, berak
di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin,bau tajam. Sering NYERI
PERUT, anus gatal

SETELAH MENGALAMI SENDIRI DAN MENDENGAR KESAKSIAN


ORANGTUA LAINNYA KITA MUNGKIN BARU AKAN PERCAYA FAKTA
BAHWA TERNYATA HIPERSENSITIFITAS MAKANAN DAN ALERGI
MAKANAN DEMIKIAN MENGGANGGU.

Memastikan Diagnosis Alergi atau Hipersensitif Makanan DENGAN GANGGUAN


NYERI

Diagnosis gangguan sindrom nyeri pada penderita alergi makanan dan


hipersensitifitas saluran cerna pada anak Balita disebabkan alergi atau
hipersensitif makanan dibuat bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan
diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita)
dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian

makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi
dan provokasi.

Untuk memastikan makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan


harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo
Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku
emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Cara DBPCFC
tersebut sangat rumit dan membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang
tidak sedikit.

Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu.
Clinic for Children dan Children Grow Up Clinic melakukan modifikasi dengan
cara yang lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC
tersebut dengan melakukan Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka
Sederhana. Bila setelah dilakukan eliminasi beberapa penyebab alergi
makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan dalam gangguan muntah
tersebut, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah alergi makanan.

Pemeriksaan standar yang dipakai oleh para ahli alergi untuk mengetahui
penyebab alergi adalah dengan tes kulit. Tes kulit ini bisa terdari tes gores,
tes tusuk atau tes suntik. PEMERIKSAAN INI HANYA MEMASTIKAN ADANYA
ALERGI ATAU TIDAK, BUKAN UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas yang cukup baik, tetapi sayangnya
spesifitasnya rendah. Sehingga seringkali terdapat false negatif, artinya hasil
negatif belum tentu bukan penyebab alergi. Karena hal inilah maka sebaiknya
tidak membolehkan makan makanan penyebab alergi hanya berdasarkan tes
kulit ini.

Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat
kontroversial atau unproven diagnosis. Terdapat berbagai pemeriksaan dan
tes untuk mengetahui penyebab alergi dengan akurasi yang sangat
bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini masih tidak terbukti baik sebagai
alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut mempunyai spesifitas
dan sensitifitas yang sangat rendah. Bahkan beberapa organisasi profesi
alergi dunia tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut. Yang
menjadi perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah
mahalnya harga alat diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering
menyesatkan penderita alergi yang sering memperberat permasalahan alergi
yang ada

Namun pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau
dokter. Di bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara
klinis sebagai alat diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu
baik. Beberapa pemeriksaan diagnosis yang kontroversial tersebut adalah
Applied Kinesiology, VEGA Testing (Electrodermal Test, BIORESONANSI), Hair
Analysis Testing in Allergy, Auriculo-cardiac reflex, Provocation-Neutralisation
Tests, Nampudripads Allergy Elimination Technique (NAET), Beware of
anecdotal and unsubstantiated allergy tests.

PENATALAKSANAAN

Penanganan permasalahan gangguan nyeri yang disertai alergi makanan dan


hipersensitifitas makanan pada anak Balita haruslah dilakukan secara benar,
paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah
jalan terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal
adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi
tersebut.

Penghindaran makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan pada


anak harus dicermati secara benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan
gizi. Sehingga orang tua penderita harus diberitahu tentang makanan
pengganti yang tak kalah kandungan gizinya dibandingklan dengan makanan
penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat diganti dengan susu
soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun anak alergi
terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat
dipakai sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging
kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian
makanan jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan
isi makanan atau membaca label makanan.

Obat-obatan simtomatis seperti pencahar, anti histamine (AH1 dan AH2),


ketotifen, ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin
hanya dapat mengurangi gejala sementara bahkan dlamkeadaan tertentu
seringkali tidak bermanfaat, umumnya mempunyai efisiensi rendah.
Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium kromogilat peroral masih
menjadi kontroversi hingga sekarang.

Obat

Penanganan permasalahan gangguan nyeri kaki dan otot yang disertai dan
diperberat alergi makanan dan hipersensitifitas makanan pada anak Balita
dikemudian hari yang baik adalah dengan menanggulangi penyebabnya. Bila
gangguannyeri kaki dan otot karena gangguan alergi dan hipersensitifitas
makanan, penanganan terbaik adalah menunda atau menghindari makanan
sebagai penyebab tersebut.

Konsumsi obat-obatan penahan rasa nyeri dan sakit hanya bersifat


sementara dan tidak akan berhasil selama penyebab utama alergi dan
hipersensitifitas makanan tidak diperbaiki.

Referensi

Proc Royal Soc Med 1970, 63:479-484. OpenURL Oster J: Recurrent abdominal
pain, headache and limb pain in children and adolescents.

Hurwitz EL, Morgenstern H. Cross-sectional associations of asthma, hay fever,


and other allergies with major depression and low-back pain among adults

aged 20-39 years in the United States. Am J Epidemiol. 1999 Nov


15;150(10):1107-16.

Christina Lasich,Hey Doc, Can Food Allergies cause Pain?


http://www.healthcentral.com/chronic-pain/c/240381/161077/food-allergiespain/

Singulair Allergy Relief, Medice, Leg Pain, Growing Pains, Pediatrician.


http://www.medications.com/singulair/33627

Growing Pain, Delayed Food Allergy Syndrome.


http://www.theonlineallergist.com/article/delayed_food_allergy_syndrome

van de Laar MA, van der Korst JK. Rheumatoid arthritis, food, and allergy.
Semin Arthritis Rheum. 1991 Aug;21(1):12-23

Little CH, Stewart AG, Fennessy MR. Platelet serotonin release in rheumatoid
arthritis: a study in food-intolerant patients. Lancet. 1983 Aug 6;2(8345):297
299.

Parke AL, Hughes GR. Rheumatoid arthritis and food: a case study. Br Med J
(Clin Res Ed) 1981 Jun 20;282(6281):20272029.

Carini et. al. (1987). IgE complexes in food allergy. Ann Allergy. 1987
Aug;59(2):110-7.

Carini et. al. (1987). Immune complexes in food-induced arthralgia. Ann


Allergy. 1987 Dec;59(6):422-8.

Darlington LG, Ramsey NW. (1993). Review of dietary therapy for rheumatoid
arthritis. Br J Rheumatol. 1993 Jun;32(6):507-14.

DaWidowicz et. al. (2008). Unexplained polyarthralgia and celiac disease.


Joint Bone Spine. 2008 May;75(3):325-8. Epub 2007 Oct 15.

Diethelm U (1993). Nutrition and chronic polyarthritis Schweiz Rundsch Med


Prax. 1993 Mar 23;82(12):359-63.

Gaby AR, (1999). Alternative treatments for rheumatoid arthritis. Altern Med
Rev. 1999 Dec;4(6):392-402..

Hafstrm I, et. al. (2001). A vegan diet free of gluten improves the signs and
symptoms of rheumatoid arthritis: the effects on arthritis correlate with a
reduction in antibodies to food antigens. Rheumatology (Oxford). 2001
Oct;40(10):1175-9.

Haugen et. al. (1991). Diet and disease symptoms in rheumatic diseases
results of a questionnaire based survey. Clin Rheumatol. 1991 Dec;10(4):4017.

Hvatum et. al. (2006). The gut-joint axis: cross reactive food antibodies in
rheumatoid arthritis. Gut. 2006 Sep;55(9):1240-7. Epub 2006 Feb 16.

Inman RD (1991). Antigens, the gastrointestinal tract, and arthritis. Rheum


Dis Clin North Am. 1991 May;17(2):309-21.

Karatay S, et. al. (2006). General or personal diet: the individualized model
for diet challenges in patients with rheumatoid arthritis. Rheumatol Int. 2006
Apr;26(6):556-60. Epub 2005 Jul 16.

Karatay S, et. al. (2004). The effect of individualized diet challenges


consisting of allergenic foods on TNF-alpha and IL-1beta levels in patients
with rheumatoid arthritis. Rheumatology (Oxford). 2004 Nov;43(11):1429-33.
Epub 2004 Aug 10.

Parke AL, Hughes GR. (1981). Rheumatoid arthritis and food: a case study. Br
Med J (Clin Res Ed). 1981 Jun 20;282(6281):2027-9.

Schrander et. al. (1997). Does food intolerance play a role in juvenile chronic
arthritis? Br J Rheumatol. 1997 Aug;36(8):905-8.

Slot, O., Locht, H. (2000). Arthritis as presenting symptom in silent adult


coeliac disease [gluten intolerance]: Two cases and review of the literature.
Scandinavian Journal of Rheumatology, 29, 260-263.

van de Laar MA, van der Korst JK. (1991). Rheumatoid arthritis, food, and
allergy. Semin Arthritis Rheum. 1991 Aug;21(1):12-23.

van der Laar et. al. (1992). Food intolerance in rheumatoid arthritis. I. A
double blind, controlled trial of the clinical effects of elimination of milk
allergens and azo dyes. Ann Rheum Dis. 1992 Mar;51(3):298-302.

van der Laar et. al. (1992). Food intolerance in rheumatoid arthritis. II. Clinical
and histological aspects. Ann Rheum Dis. 1992 Mar;51(3):303-6.

Supported by

ALLERGY ONLINE CLINIC FOR


CHILDREN, TEEN AND ADULT Yudhasmara Foundation
htpp://www.allergyclinic.wordpress.com/ htpp://growupclinic.com GROW UP CLINIC I
JL Taman Bendungan Asahan 5 Jakarta Pusat, Jakarta Indonesia 10210 Phone : (021) 5703646
44466102 GROW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta Pusat 10430
phone 44466103 97730777 http://growupclinic.com
http://www.facebook.com/GrowUpClinic @growupclinic WORKING TOGETHER SUPPORT
TO THE HEALTH OF ALL BY CLINICAL, RESEARCH AND EDUCATIONS. Advancing of the
future pediatric and future parenting to optimalized physical, mental and social health and well
being for fetal, newborn, infant, children, adolescents and young adult
GRoW UP CLINIC Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky
Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan
Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot Clinic ***
Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech
Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta *** Autism Clinic
*** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic ***
NICU Premature Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic ***
Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and Teen ***

Professional Healthcare Provider GRoW UP CLINIC Dr Narulita Dewi SpKFR,


Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB
235CF967 Clinical Editor in Chief : Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician
email : judarwanto@gmail.com curriculum vitae : @WidoJudarwanto
www.facebook.com/widodo.judarwanto Mobile Phone O8567805533 PIN
25AF7035

BB

We are guilty of many errors and many faults. But our worst crime is abandoning
the children, neglecting the fountain of life.
Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a
substitute for professional medical advice. You should not use the information on
this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should
carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical
problem, promptly contact your professional healthcare provider

Copyright 2013, Allergy Online Clinic Information Education Network. All rights
reserved

Alergi Anak

Allergy-Bone-Muscle

Kontroversi

Current Treatments of Rheumatoid Arthritis


Diposting pada Oktober 5, 2012 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar

Current Treatments of Rheumatoid Arthritis


Recent changes in both treatments and outcomes of rheumatoid arthritis (RA) in Japan were
analyzed. Regarding drug therapy, the use of methotrexate has been continuously increasing and
has established a place as an anchor drug in the treatment of RA among other nonbiologic
disease-modifying antirheumatic drugs; however, the dosage used is still significantly less
compared with that of western countries. In addition to methotrexate, the use of tacrolimus has
increased gradually. The most prominent observed change is a rapid increase in the use of
biologics, which rose to stardom in the treatment of RA. These changes in drug therapy could
allow us to control RA disease activity more tightly. In line with this, the outcomes of patients
with RA in Japan have been improving continuously, both clinically and functionally.
Subsequently, the use of both NSAIDs and corticosteroids has decreased. In addition, overall
rates of joint operations related to RA have also decreased; in particular, a significant decrease
was noticed in the incidence of joint replacement and synovectomy. Overall, the trends in
treatments and subsequent outcomes for RA have exactly followed those seen
Rheumatoid arthritis (RA) is a common chronic inflammatory disease that has a wide variety in
disease severity and clinical course. Although the causes of RA remain unclear, its pathogenesis
has been recently elucidated. As a result, therapies targeted to the key players in the
pathogenesis, such as inflammatory cytokines and T or B lymphocytes, have been realized. In
particular, the development of targeted biologics and an acceptance of methorexate (MTX) as an

anchor drug have considerably changed the paradigm of the treatment of RA. These changes in
the treatment of RA brought marked improvements in outcomes. Today, achievement of
remission as a therapeutic goal is becoming a possibility.
Nonbiologics (DMARDs)
In Japan, MTX was officially approved for an antirheumatic drug in 1999, with almost a decade
delay compared with that in western countries.[19] Furthermore, until 2010, the dosage had been
restricted with an upper limit of 8 mg/week. In 2011, the increase in dosage of MTX was
approved with an upper limit of 16 mg/week by the Japanese Government. In 2003, MTX was
used less, whereas other nonbiologic DMARDs, including salazosulfapyridine (SASP),
bucillamine (BUC) and gold sodium thiomalate, were used more frequently. However, after the
approval of MTX, its usage rate has increased consistently between 2003 and 2010. Today, it has
established a place as an anchor drug among nonbiologic DMARDs.
In 2010, the usage of nonbiologic DMARDs, as measured in the NinJa registry, was as follows:
MTX in 58.3%, SASP in 13.8%, BUC in 11.2%, gold sodium thiomalate in 1.9%, mizoribine in
1.2%, leflunomide in 0.8%, auranofin in 0.5%, actarit in 0.5%, d-penicillamine (D-PC) in 0.5%
and others.
Thus, by 2010, both usage and mean dosage of MTX had increased consistently and reached
58.3% and 7.1 mg/week, respectively (compared with 36.7% and 5.8 mg/week, respectively, in
2003). With regards to safety issues, neither frequency nor severity of the adverse reactions, such
as hepatotoxicity and leucopenia, seemed to be correlated with dosage of MTX as reported in
another large Japanese RA registry, Institute of Rheumatology, Rheumatoid Arthritis.
By contrast, the overall use-rate of other nonbiologic DMARDs remarkably decreased from 60.6
to 37.6% in the period of 20032010. Individually, the use-rate of SASP has not been changed
(approximately 16%; in Japan, the upper limit of SASP dosage is 1000 mg/day, corresponding to
a half dose in western countries). A dramatic decrease was seen in the use-rate of gold sodium
thiomalate, from 10.7 to 2.3% in the period from 2003 to 2010.
BUC, N-(2-mercapto-2-methylpropanoyl)-L-cysteine, is popularly used for RA in Japan[21] and
Korea, but not in western countries. This agent has a similar molecular structure to that of D-P
with two SH residues. The use-rate of BUC also decreased from 20.3 to 13.8% during the
20032010 period. On the other hand, the use of tacrolimus (TAC) has increased gradually and
its use-rate was raised up to 8.2% in 2010. The upper limit dosage of TAC has been approved at
3 mg/day in Japan (mean dosage: 1.77 0.76 mg/day). It has been used most frequently at 1.0
mg/day (29.0%), followed by 2.0 mg/day (26.1%), 3.0 mg/day (18.9%), 1.5 mg/day (17.7%), 0.5
mg/day (4.2%) and 2.5 mg/day (4.0%). TAC was preferably used in combination with other
DMARDs in Japan, especially 43.0% concomitant with MTX in 2010. TAC is relatively

expensive and the cost of TAC of 3 mg/day use is close to those of biologics. This may be one of
the reasons why TAC is used at a lower dose in combination with other nonbiologic DMARDs,
especially MTX.
When the dosages of nonbiologic DMARDs are discussed, the build and stature should be
considered.
Current Treatments of Rheumatoid Arthritis: Biologics
The approval of biologics in Japan was delayed by almost half a decade as compared with
western countries. Infliximab (IFX)[22] was first approved in 2003 as a biologic antirheumatic
drug in Japan, followed by etanercept (ETN) in 2005,[23] tocilizumab (TCZ)[24] and
adalimumab (ADA) in 2008, abatacept (ABT) in 2010 and golimumab in 2011. ETN is used
most frequently in 44.8%, followed by IFX in 22.8%, TCZ in 16.3%, ADA in 12.6% and ABT in
2.5% of patients. In Japan, biologics tend to be used more preferentially in younger patients. In
2010, biologics were used in 40.2% of patients of younger than 30 years, 31.6% of patients in
thier 30s (individuals aged 3039 years), 27.6% of those in their 40s (4049 years old), 20.4% of
those in their 50s (5059 years old), 19.4% of those in their 60s (6069 years old), 13.0% of
those in their 70s (7079 years old) and 9.1% of patients older than 80 years of age.
There are some characteristics in the use of each of the biologics. Regarding concomitant
nonbiologic DMARDs, 66.9% of the patients were treated with biologics that were used along
with MTX (referred as bio-MTX), 7.2% with other nonbiologic DMARDs and 25.9% without
any DMARDs (referred as biomono). Individually, bio-MTX was 99.0% (biologics alone 0.7%)
in IFX, 76.0% (15.8%) in ADA, 59.9% (29.9%) in ETN, 34.5% (62.7%) in TCZ and 68.7%
(25.0%) in ABT.
Infliximab As described previously, IFX is the first biologic approved for RA in Japan.[22] The
use-rate of IFX among biologics has been decreasing gradually year by year after other biologics
were approved: 100% in 2003, 100% in 2004, 53.7% in 2005, 47.0% in 2006, 36.9% in 2007,
27.0% in 2008, 24% in 2009 and 22.8% in 2010. In 2011, increase of IFX dosage and shortening
of the infusions interval were officially approved in Japan.
Etanercept ETN was the most frequently used biologic in 2010. The percentage of patients
treated with low-dose ETN (25 mg/week) has increased from 31.8 to 38.1% in all of the
patients treated with ENT during 20092010. MTX was used concomitantly in 56.3% of the
patients, and the mean dosage of MTX was 7.1 mg/week. The disease activity of patients treated
with low-dose ETN (25 mg/week) tended to be lower than in those with standard-dose ETN (50
mg/week) CDAI: low-dose vs standard dose, 8.3 vs 9.4 (p = 0.068). The patients treated with
low-dose ETN were more frequent in both younger (younger than 30 years of age, 46.7%) and
elderly groups (older than 70 years of age, 48.9%). The reasons for this might include its costs

and the risk of infections. However, it should be noted that low-dose ETN had been clearly
shown not to be as effective as standard-dose ETN in preventing joint damage by an earlier US
registration trial.
Tocilizumab The use-rate of TCZ was almost unchanged in 20092010. TCZ has some unique
characteristics compared with other biologics. In Japan, TCZ is preferentially used alone
(monotherapy), but not in combination with any nonbiologic DMARDs (TCZ monotherapy,
62.7%). The mean disease activity of the TCZ monotherapy patients tended to be lower than that
of TCZ concomitant therapy patients as CDAI equals 9.7 and 10.6, respectively. Thus, TCZ has
been preferentially used alone in patients who are less sick, especially those who were unlikely
to tolerate MTX.
Adalimumab The use-rate of ADA was also almost unchanged in 20092010. Most of the
patients (97.1%) were treated with ADA 40 mg/biweekly or less. There are obvious differences
in disease activities between patients treated with ADA concomitant with MTX (7.6 6.8) and
those treated with ADA alone (11.3 9.3).
Abatacept Very few patients treated with ABT were registered in 2010 because ABT was just
approved in 2010. Therefore, further data on this are required.
Corticosteroids & NSAIDs The use of oral corticosteroids and NSAIDs has been decreasing
continuously every year. The use-rate of NSAIDs apparently decreased from 67.5 to 48.4% in
20032010. In case of oral corticosteroids, use-rate and mean dosage have decreased, from 62.5
to 52.6% and from 5.2 to 4.3 mg/day, respectively. Decrease in both use-rate and dosage of
corticosteroids and NSAIDs may be mainly due to recent progress of drug therapy, such as the
use of MTX as an anchor drug and the advent of biologics.
Current Treatments of Rheumatoid Arthritis: Changes in Joint Surgery
In the NinJa, all occurrences of joint operations related to RA, such as joint replacement
(primary), arthrodesis, arthroplasty, synovectomy and tendon repair, and their operative
procedures and sites in the registered patients have been collected every year and accumulated
(Figure 3). In 20032010, the incidence of overall joint operations related to RA (total RA-Ops)
changed from 8114 to 4852 per 100,000. Individually, between 2003 and 2010, the incidence of
joint operations changed as follows: total joint replacement: 48142454 per 100,000,
arthrodeses: 323358 per 100,000, arthroplastis: 11171034 per 100,000, synovectomy: 794303
per 100,000 and tendon: 10601010 per 100,000. Thus, the total RA-Ops showed a significant
decrease continuously between 2003 and 2010.
Changes in joint surgery. Total number of joint operations related to RA has apparently
decreased; a significant decrease has especially been seen in the incidence of total joint

replacements as well as synovectomies in 20032010. However, in arthrodeses, arthroplasties


and tendon repair operations, there were no remarkable changes in the number. Bio patients:
patients treated with a kind of biologics; Main-MTX patients: patients treated with MTX
concomitant with or without other nonbiologic disease-modifying antirheumatic drugs.MTX:
Methotrexate; RA: Rheumatoid arthritis; RA-Ops: Overall joint operations related to RA.
In total joint replacement surgery, the incidence of total knee replacement has particularly
decreased. These trends were similarly observed in western countries.[2729] The reasons for
decrease of total RA-Ops may be mainly due to recent progress or improvement of drug therapy,
such as the use of MTX as an anchor drug and the advent of biologics in the treatment of RA.
In fact, the decrease of total RA-Ops seemed to be in parallel with the increase of patients treated
with MTX (referred to as main-MTX patients) and biologics (referred as Bio patients) (Figure 3).
However, there might be some other potential factors to be considered. First, prevention of bonejoint destruction could improve or maintain the functions of upper extremities, and might result
in unloading the lower extremities, including the knee. So, the number of total joint
replacements, especially total knee replacement, has decreased continuously. Second, patients
with good clinical response might be expected to stop progression of bone-joint destruction, and
thus postpone the surgical treatments.
However, in arthrodeses, arthroplasties and tendon repair operations, there were no remarkable
changes in number. There are some possible reasons for this observation. One of them is that
patients with good clinical response might expect further improvement in both structure and
function. Therefore, they might undergo the aforementioned operations positively. Both changes
in the indications and procedures for operations may also be influential.
Current Treatments of Rheumatoid Arthritis: Changes in Outcomes
As the NinJa is an open prospective cohort, the annual database is not obtained completely from
the same population. However, it is meaningful to verify trends from cross-sectional analysis
annually.
The trends of outcomes, such as changes in the control of both inflammation and disease activity,
and in the improvement of disability, were examined by cross-sectional analyses of the NinJa
References:
Yukihiko Saeki; Toshihiro Matsui; Koichiro Saisho; Shigeto Tohma. Current Treatments of
Rheumatoid Arthritis
From the NinJa Registry. Expert Rev Clin Immunol. 2012;8(5):455-465.

Allergy-Bone-Muscle

Immunology

Imunopathogenesis

Allergy, Auto immune and Myalgia


Diposting pada September 8, 2012 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar
Allergy, Auto immune and Myalgia

Muscle pain (myalgia) is a common complaint and is most frequently related to overuse or
muscle injury from unaccustomed exercise or work. In these situations the cause of the
muscle pain is fairly obvious. However, muscle pain can accompany many other conditions
such as infectious disease, autoimmune disease, parasitosis and other problems. Muscle
pain may accompany other symptoms such as joint pain (arthralgia), fever, or general ill
feeling (malaise).
Please note that it is extremely important to obtain an accurate diagnosis before trying to find a
cure. Many diseases and conditions share common symptoms: if you treat yourself for the
wrong illness or a specific symptom of a complex disease, you may delay legitimate treatment
of a serious underlying problem. In other words, the greatest danger in self-treatment may be
self-diagnosis. If you do not know what you really have, you can not treat it!
Knowing how difficult it is to weed out misinformation and piece together countless facts in
order to see the big picture, we now provide simple online access to The Analyst. Used by
doctors and patients alike, The Analyst is a computerized diagnostic tool that sits on a vast
accumulation of knowledge and research. By combining thousands of connections between
signs, symptoms, risk factors, conditions and treatments, The Analyst will help to build an
accurate picture of your current health status, the risks you are running and courses of action
(including appropriate lab testing) that should be considered. Full information is available here.
Causes
Muscle injury may result from exercise or overuse. It takes about 48 hours for a muscle to heal
from minor overuse. Any time that the muscles are sore following exercise, it indicates some
extent of muscle damage.
Some of the most common causes are:

Tension or stress

Overuse: using a muscle too much, too soon, too often

Injury or trauma including sprains and strains

Fibromyalgia

Autoimmune disorders such as polymyositis or dermatomyositis

Infections/infestations of the muscle such as staphylococcal abscess


(pyomyositis) or trichinosis

Generalized infections such as influenza, malaria, Rocky Mountain spotted


fever, polio, leptospirosis, rat bite fever, measles or rheumatic fever

Drugs including amphotericin B, carbinoxolone, chloroquine, clofibrate,


corticosteroids or hydroxychloroquine.

Treatment & Prevention


For muscle pain, both rest and exercise are important. Muscle aches from overuse and trauma
often respond well to cold and/or warm compresses, massage, and temporary decreased use or
rest. Heat, warm baths, massage, and gentle stretching exercises after a rest period should
be used as frequently as possible. Regular exercise (slowly increased from very gentle to more
vigorous) may help restore the proper muscle tone (walking, cycling, and swimming are
recommended).
Muscular aches associated with specific diseases are best controlled by treating the primary
illness according to instructions given by your health care provider.

Allergy-Bone-Muscle

Eosinophilia-myalgia syndrome:
Diposting pada September 8, 2012 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar
Eosinophilia-myalgia syndrome

Eosinophilia-myalgia syndrome: A rare condition that occurs in some


people who take the antidepressant L-tryptophan.

Eosinophilia-myalgia syndrome: A complex systemic syndrome with


inflammatory and autoimmune components that affect the skin, fascia,
muscle, nerve, blood vessels, lung, and heart. Diagnostic features generally
include EOSPINOPHILIA, myalgia severe enough to limit usual activities of
daily living, and the absence of coexisting infectious, autoimmune or other
conditions that may induce eosinophilia. Biopsy of affected tissue reveals a
microangiopathy associated with diffuse inflammation involving connective
tissue. (From Spitzer et al., J Rheumatol Suppl 1996 Oct;46:73-9; Blackburn
WD, Semin Arthritis Rheum 1997 Jun;26(6):788-93) Source Diseases
Database

Eosinophilia-myalgia syndrome: Introduction


Complication

Complications of Eosinophilia-myalgia syndrome: see complications of Eosinophilia-myalgia


syndrome

causes

Causes of Eosinophilia-myalgia syndrome: see causes of Eosinophilia-myalgia syndrome

symptoms

Symptoms of Eosinophilia-myalgia syndrome: see symptoms of Eosinophilia-myalgia


syndrome
Complications of Eosinophilia-myalgia syndrome: see complications of Eosinophilia-myalgia
syndrome
Testing

Diagnostic testing: see tests for Eosinophilia-myalgia syndrome.


Misdiagnosis: see misdiagnosis and Eosinophilia-myalgia syndrome.
Treatment

Treatments for Eosinophilia-myalgia syndrome: see treatments for Eosinophilia-myalgia


syndrome Research for Eosinophilia-myalgia syndrome: see research for Eosinophilia

Alergi Makanan

Allergy-Bone-Muscle

Allergy Abstract Choice: Joint hypermobility syndrome, Allergy and Asthma


Diposting pada September 8, 2012 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar

Med Hypotheses. 2010 May;74(5):823-4.


Benign joint hypermobility syndrome: a cause of childhood asthma?

Soyucen E, Esen F.
Abstract

Benign joint hypermobility syndrome (BJHS) is a hereditable disorder of connective tissue,


which is characterized by the occurrence of multiple musculoskeletal problems in
hypermobile individuals who do not have a systemic rheumatological disease. Rectal, uterine and
mitral prolapses, varicose veins, myopia and recurrent urinary tract infections are more common
in patients with BJHS, which indicates a diffuse anomaly in the structure of connective tissue
rather than a limited involvement of the musculoskeletal system. Asthma, as a complex trait
disease, develops after environmental exposure to innocuous allergens, infectious agents and air
pollutants in susceptible individuals on the basis of their genetics. However, genetic factors
cannot explain the recent rise in the prevalence, morbidity, or mortality of asthma. Asthma may
also be caused by a connective tissue defect. Changes in the mechanical properties of the
bronchial airways and lung parenchyma may underlie the increased tendency of the airways to
collapse in asthmatic children. In this paper, we postulate that BJHS may lead to persistent
childhood wheezing by causing airway collapse through a connective tissue defect that affects
the structure of the airways.
Source: Istanbul University, Cerrahpasa Medical Faculty, Department of Pediatrics, Istanbul,
Turkey.
Provided by

CHILDREN ALLERGY CLINIC ONLINE

Yudhasmara Foundation htpp://www.allergyclinic.wordpress.com/

CHILDREN GROW UP CLINIC I JL Taman Bendungan Asahan 5 Jakarta


Pusat, Jakarta Indonesia 10210 Phone : (021) 5703646 44466102

CHILDREN GROW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30


Jakarta Pusat 10430 phone 44466103 97730777

WORKING TOGETHER FOR STRONGER, SMARTER AND HEALTHIER CHILDREN BY


EDUCATION, CLINICAL INTERVENTION, RESEARCH AND INFORMATION
NETWORKING. Advancing of the future pediatric and future parenting to optimalized physical,
mental and social health and well being for fetal, newborn, infant, children, adolescents and
young adult
LAYANAN KLINIK KHUSUS CHILDREN GRoW UP CLINIC

Children Allergy Clinic Online

Picky Eaters Clinic (Klinik Kesulitan makan Pada Anak) dan Grow Up Clinic
(Klinik Khusus Gangguan Pertumbuhan Berat Badan Anak)

Children Foot Clinic

Children Rehabilitation Clinic

Children Speech Clinic

Pain Management Clinic Jakarta

Medicine Baby Gym & Children Massage

NICU Premature Follow up Clinic

PROFESIONAL MEDIS CHILDREN GRoW UP CLINIC

Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation

Dr Widodo Judarwanto SpA, Pediatrician

Fisioterapis

Clinical and Editor in Chief :


Dr Widodo Judarwanto, pediatrician email : judarwanto@gmail.com, Curiculum Vitae

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a substitute
for professional medical advice. You should not use the information on this web site for
diagnosing or treating a medical or health condition. You should carefully read all product
packaging. If you have or suspect you have a medical problem, promptly contact your
professional healthcare provider.

Copyright 2012, Children Allergy Clinic Online Information Education Network. All
rights reserved

Allergy-Bone-Muscle

Associated Diseases

Allergy Update 2012: Behavioral functioning in pediatric eosinophilic gastrointestinal


disorders.
Diposting pada Mei 15, 2012 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar
Behavioral functioning and treatment adherence in uipediatric eosinophilic
gastrointestinal disorders.

Hommel KA, et al.


Pediatr Allergy Immunol. 2012 Mar 22.
Abstract
To cite this article: Hommel KA, Franciosi JP, Gray WN, Hente EA, Ahrens A, Rothenberg ME.
Behavioral functioning and treatment adherence in pediatric eosinophilic 4dgastrointestinal
disorders. Pediatr Allergy To f00examine behavioralImmunol 2012: 00. ABSTRACT:
Objective: predictors of treatment adherence in patients with eosinophilic Participants were 96
gastrointestinal disorders (EGID). Methods: yr of age with eosinophilic esophagitis or
eosinophilicpatients 2.5-18 gastroenteritis and their caregivers (mother, father). We assessed
maternal and paternal report of child/adolescent internalizing symptoms (e.g., anxiety,
depression) and externalizing symptoms (e.g., aggression, anger) using the Behavior Assessment
System for Children, 2nd edition (BASC-2). A multi-informant adherence assessment approach
and an 80% cut point were used to classify patients as adherent or Sociodemographic predictors
did not distinguishnon-adherent. Results: between adherent and non-adherent patients. Maternal

report of internalizing symptoms significantly correlated with non-adherence (p<0.001). Post


hoc probing revealed a significant contribution of 7.27;=depression, with depressed
patients being more likely (OR p<0.05) to be non-adherent than non-depressed patients.
Paternal report of internalizing and externalizing symptoms was not associated Maternal
report of patientwith non-adherence. Conclusions: internalizing behavioral symptoms,
particularly depression, is significantly associated with non-adherence in patients with EGID.
These symptoms are potential risk factors and should be considered when assessing and treating
non-adherence. Clinical care of patients with EGID should include routine screening for
depression.
Source: Cincinnati Children's Hospital Medical Center, Cincinnati, OH, USA University of
Cincinnati College of Medicine, Cincinnati, OH, USA Center for the Promotion of Treatment
Adherence and Self-Management, Cincinnati, OH, USA Division of Behavioral Medicine and
Clinical Psychology, Cincinnati, OH, USA Division of Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition, Cincinnati, OH, USA Division of Allergy and Immunology, Cincinnati, OH, USA.
Supported by
www.allergycliniconline.com

ALLERGY ONLINE CLINIC FOR CHILDREN, TEEN AND


ADULT Yudhasmara Foundation www.allergycliniconline.com GROW UP CLINIC I JL
Taman Bendungan Asahan 5 Jakarta Pusat, Jakarta Indonesia 10210 Phone : (021)
5703646 44466102 GROW UP CLINIC II MENTENG SQUARE Jl Matraman 30 Jakarta
Pusat 10430 phone 44466103 29614252 http://growupclinic.com
http://www.facebook.com/GrowUpClinic
@growupclinic Working together support
to health of all by clinical practice, research and educations. Advancing of the future
pediatric and future parenting to optimalized physical, mental and social health and
well being for fetal, newborn, infant, children, adolescents and young adult

GRoW UP CLINIC Jakarta Focus and Interest on: ***Allergy Clinic Online ***
Picky Eaters and Growup Clinic For Children, Teen and Adult (Klinik Khusus
Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan)*** Children Foot
Clinic *** Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders
and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management Clinic Jakarta
*** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing
Disorders Clinic *** NICU Premature Follow up Clinic *** Lactation and
Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For
Baby, Children and Teen ***
Professional Healthcare Provider GRoW UP CLINIC Dr Narulita Dewi SpKFR,
Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB
235CF967 Clinical Editor in Chief : Dr Widodo Judarwanto, Pediatrician Editor:
Audi Yudhasmara email : judarwanto@gmail.com Mobile Phone O8567805533
PIN BBM 76211048 Komunikasi dan Konsultasi online : twitter @widojudarwanto
facebook dr Widodo Judarwanto, pediatrician Komunikasi dan Konsultasi Online
Alergi Anak : Allergy Clinic Online Komunikasi dan Konsultasi Online Sulit makan
dan Gangguan Berat Badan : Picky Eaters Clinic Komunikasi Profesional
Pediatric: Indonesia Pediatrician Online
Curriculum Vitae Widodo Judarwanto
Information on this web site is provided for informational purposes only and is
not a substitute for professional medical advice. You should not use the
information on this web site for diagnosing or treating a medical or health
condition. You should carefully read all product packaging. If you have or
suspect you have a medical problem, promptly contact your professional
healthcare provider

Copyright 2014, Allergy Clinic Online Information Education Network. All rights
reserved

Alergi Makanan

Alergi-Saluran Cerna

Allergy Behaviour

Allergy-Bone-Muscle

Profesional

Research-Journal

All About Articles of Children Allergy and Immunology by Dr Widodo


Judarwanto, pediatrician
Diposting pada April 26, 2012 oleh Indonesia Medicine Satu komentar

The prevalence of allergic diseases and asthma is


increasing worldwide, particularly in low and middle-income countries. Moreover, the
complexity and severity of allergic diseases, including asthma, continue to increase
especially in children and young adults, who are bearing the greatest burden of these
trends. In order to address this major global challenge that threatens health and economies
alike, it is important to have a global action plan that includes partnerships involving
different stakeholders from low-income, middle-income, and high-income countries.

Allergic diseases include life-threatening anaphylaxis, food allergies, certain forms of asthma,
rhinitis, conjunctivitis, angioedema, urticaria, eczema, eosinophilic disorders, including
eosinophilic esophagitis, and drug and insect allergies. Globally, 300 million people suffer from
asthma and about 200250 million people suffer from food allergies. One-tenth of the population
suffers from drug allergies and 400 million from rhinitis. Moreover, allergic diseases commonly
occur together in the same individual, one disease with the other. This requires an integrated
approach to diagnosis and treatment and greater awareness of the underlying causes among
family physicians, patients as well as specialists.
A recent report from the World Allergy Organization, the WAO White Book on Allergy,
summarizes the burden of allergic diseases worldwide, the risk factors, impact on quality of life
of patients, morbidity, mortality, their socio-economic consequences, recommended treatment
strategies, future therapies, and the costbenefit analyses of care services. For instance, asthma
prevalence is rising in several high as well as low-income and middle-income countries, and the
prevalence and impact of allergic diseases continue to grow. According to the World Health
Organization, the number of patients having asthma is 300 million and with the rising trends it is
expected to increase to 400 million by 2025. Patients with asthma and allergic diseases have a
reduced quality of life. According to the World Health Organization, asthma causes 250000
deaths annually. Moreover, asthma in infancy often goes unrecognized and thus untreated. In the
United States, 23 million people including 7 million children suffer from asthma and the
prevalence is increasing. The economic costs of asthma are high both in terms of direct and
indirect costs, especially in severe or uncontrolled asthma. In the United States, pediatric asthma
results in 14 million missed days of school each year, which in turn result in lost workdays and
lost wages for caregivers. As asthma continues to affect more children in lower-income
countries, this will lead to long-term consequences for their education and perpetuation of their
poverty. We need to find ways to control indoor and outdoor air pollution, to train healthcare
professionals to diagnose and treat asthma in children, and to ensure that asthma medications are
affordable for all who need them. Educational programs for self-management of asthma and
national efforts to tackle asthma as a public health problem have produced remarkable benefits
resulting in dramatic reductions in deaths and hospital admissions.
The upsurge in the prevalence of allergies is observed as societies become more affluent and
urbanized. An increase in environmental risk factors like outdoor and indoor pollution like
tobacco smoke combined with reduced biodiversity also contributes to this rise in prevalence. In
many low-income and middle-income countries, including rural areas in India, people rely on
solid fuel (wood, cow dung, or crop residues) that they burn in simple stoves or open fires for
domestic energy. Secondhand smoke has become more common as parents become affluent
enough to buy cigarettes. Together, these factors generate indoor air pollution that is estimated to
be as much as five times as severe in poor countries as in rich ones. In rural Bangladesh, the
prevalence of wheezing in rural children over a 12-month period was 16%The White
Bookhighlights data from China that reports outdoor pollution as a cause of 300000 deaths

annually. Moreover, climate change, change in ambient temperatures, and changes in weather
during pollen seasons can cause both biological and chemical changes to pollens and have direct
adverse consequences on human health by inducing disease exacerbations especially in urban
and polluted regions. Appropriate environmental control measures of risk factors like indoor
tobacco smoke, outdoor pollution, and biomass fuel can have huge health benefits. There are also
other complex, but measurable, associations between early life circumstances like maternal and
childhood nutrition. Such evidences indicate early life opportunities for interventions targeted
towards the prevention of allergies and asthma. (source Current Opinion in Allergy & Clinical
Immunology: February 2012)
Immunology

Immunology is a branch of biomedical science that covers


the study of all aspects of the immune system in all organisms.It deals with the physiological
functioning of the immune system in states of both health and diseases; malfunctions of the
immune system in immunological disorders (autoimmune diseases, hypersensitivities, immune
deficiency, transplant rejection); the physical, chemical and physiological characteristics of the
components of the immune system in vitro, in situ, and in vivo. Immunology has applications in
several disciplines of science, and as such is further divided.
Classical immunology ties in with the fields of epidemiology and medicine. It studies the
relationship between the body systems, pathogens, and immunity. The earliest written mention of
immunity can be traced back to the plague of Athens in 430 BCE. Thucydides noted that people
who had recovered from a previous bout of the disease could nurse the sick without contracting
the illness a second time. Many other ancient societies have references to this phenomenon, but it
was not until the 19th and 20th centuries before the concept developed into scientific theory.

The study of the molecular and cellular components that comprise the immune system, including
their function and interaction, is the central science of immunology. The immune system has
been divided into a more primitive innate immune system, and acquired or adaptive immune
system of vertebrates, the latter of which is further divided into humoral and cellular
components.
The humoral (antibody) response is defined as the interaction between antibodies and antigens.
Antibodies are specific proteins released from a certain class of immune cells (B lymphocytes).
Antigens are defined as anything that elicits generation of antibodies, hence they are Antibody
Generators. Immunology itself rests on an understanding of the properties of these two biological
entities. However, equally important is the cellular response, which can not only kill infected
cells in its own right, but is also crucial in controlling the antibody response. Put simply, both
systems are highly interdependent.
In the 21st century, immunology has broadened its horizons with much research being performed
in the more specialized niches of immunology. This includes the immunological function of
cells, organs and systems not normally associated with the immune system, as well as the
function of the immune system outside classical models of immunity
Clinical immunology
Clinical immunology is the study of diseases caused by disorders of the immune system (failure,
aberrant action, and malignant growth of the cellular elements of the system). It also involves
diseases of other systems, where immune reactions play a part in the pathology and clinical
features.
The diseases caused by disorders of the immune system fall into two broad categories:
immunodeficiency, in which parts of the immune system fail to provide an adequate response
(examples include chronic granulomatous disease), and autoimmunity, in which the immune
system attacks its own hosts body (examples include systemic lupus erythematosus, rheumatoid
arthritis, Hashimotos disease and myasthenia gravis). Other immune system disorders include
different hypersensitivities, in which the system responds inappropriately to harmless compounds
(asthma and other allergies) or responds too intensely.

Special Articles Children Allergy and Immunology


by Dr Widodo Judarwanto SpA (Pediatrician)

Home

INDONESIA
ALERGI PADA BAYI

Kenali Tanda, Gejala Alergi dan Hipersensitifitas pada Bayi

Alergi Pada Bayi, Deteksi Dini dan Pencegahan

Belum Tentu Alergi Susu, Infeksi Virus Pemicu Alergi Pada Bayi

Alergi Susu Sapi, Permasalahan dan Penanganannya

Susu Kambing dan Susu Hipoalergenik Parsial Bukan Untuk Penderita Alergi

Gastrooesepageal Refluks, Muntah dan Hipersensitif-Alergi Makanan

Gastroesepageal Refluks (GER) Muntah Pada Anak dan


Alergi- Hipersensitif Makanan

Berak Darah Pada Bayi, Infeksi atau Alergi ?

Kolik Bayi, Nyeri Perut dan Alergi-Hipersensitifitas Makanan

Malam Rewel, Kolik dan Alergi Pada Bayi

Hernia dan Alergi-Hipersensitifitas Saluran Cerna Pada Bayi atau Anak

Gangguan Tidur Malam dan Alergi Pada Anak

Gangguan Buang Besar Konstipasi dan Alergi-Hipersensitifitas Makanan

Berak darah Pada Bayi usia 0 12 bulan disebabkan AlergiHipersensitif Makanan

Bayi Rewel Minta Minum ASI Terus, Belum Tentu Haus.


Sering Terjadi Pada Bayi Alergi dan Hipersensitifitas Saluran Cerna

Malam Rewel, Kolik dan Alergi Pada Bayi

Gastroesepageal Refluks (GER) Muntah Pada Anak dan


Alergi- Hipersensitif Makanan

Obstruksi Ductus Nasolacrimalis, Gangguan Mata dan Alergi Pada Bayi

Mengapa Suara Napas Bayiku Bunyi Grok-grok atau Hipersekresi Bronkus ?

Breath Holding Spell atau Menangis Biru dan AlergiHipersensitifitas Saluran Cerna

Susu Kambing dan Susu Hipoalergenik Parsial Bukan Untuk Penderita Alergi

Cara Pemilihan Susu Formula Khusus Alergi

Gastrooesepageal Refluks, Muntah dan Hipersensitif-Alergi Makanan

Pencegahan Alergi Harus Dilakukan Sejak Dini

Alergi Susu Sapi, Permasalahan dan Penanganannya

Hipersensitif Kulit dan Dermatitis Atopik Pada Anak

Bayi Minta ASI Terus Belum Tentu Haus.


Bayi Alergi Hipersensitifitas Saluran Cerna ?

Belum Tentu Alergi Susu, Infeksi Virus Pemicu Alergi Pada Bayi

Cara Pemilihan Susu Alergi Pada Anak

Pemberian Susu Untuk Penderita Alergi

Kumpulan Artikel: Segala Permasalahan Alergi pada Bayi

PERMASALAHAN ALERGI PADA ANAK

Mana Yang Benar : Alergi, TBC atau Bronkitis

Tes Alergi IgG4 (Dikirim Ke Amerika), Tidak Direkomendasikan Untuk Tes


Alergi

BIORESONANSI, Tidak Direkomendasikan Untuk Tes dan Pengobatan Alergi

PENGGUNAAN TERAPI HIRUPAN ATAU INHALASI PADA ASMA ANAK

Intervensi Diet Sebagai Terapi dan Diagnosis


Berbagai Gangguan Fungsional Tubuh Manusia

Alergi Debu, Alergi Dingin atau Alergi Makanan Manakah Yang Benar ?

Sulitnya Penanganan Urtikaria atau Biduran ?

Alergi Debu, Alergi Dingin atau Alergi Makanan Manakah Yang Benar ?

FOOD ALLERGY CRIMINAL :


Alergi Makanan Dapat Berpengaruh Meningkatkan Perilaku kriminal Seseoran
g

Kenali Permasalahan Alergi Telur Pada Anak

Alergi Hipersensitifitas Makanan, Kontroversi Terbesar di Kalangan Awam dan


Medis

Pemakaian Kacamata, Kelainan Refraksi dan Riwayat Alergi Pada Anak

Irritable Bowel Syndrome, Sindrom Iritasi Usus dan Alergi Makanan

Henoch-Schonlein Syndrome: Manifestasi Klinis, Penyebab dan Penanganan

Cacar Air Lebih Berat Pada Penderita Alergi Kulit

Sering Sakit, Daya Tahan Tubuh Buruk, Alergi dan Hipersensitif Saluran Cerna

Sindrom Alergi Oral dan Alergi Makanan

Gangguan Kesehatan Mulut Gigi, Kesehatan Mulut dan Alergi Makanan

Gejala dan Penanganan Alergi Hewan Peliharaan

FOR PROFESSIONAL

Kounis syndrome, Allergic Myocardial Infarction

Sindrom Churg Strauss, Granulomatosis Alergi dan Angiitis Alergi

Role Neuroendocrine in Autouimmune Diseases and Inflammantory Diseases

Kounis Syndrome : Allergy Acute Myocardial Infarction

The updated recommendations of the ARIA guidelines for Rhinitis Allergy

Allergy Hot Topic: Allergy, Asthma and Infertility

CLINICAL IMMUNOLOGY

Gangguan pada Sistem Imunit


as

Hypersensitivity Reaction and Clinical Aspect

Clinical Aspect of Type IV Hypersensitivity

Clinical Aspect of Type III Hypersensitivity

Clinical Aspect of Type II Hypersensitivity-Like Autoimmune Diseases

Clinical Aspect of Type I Hypersensitivity

Hypersensitivity Pneumonitis or Extrinsic Allergic Alveolitis,Type III-IV


Hypersensitivity

13 Jenis Toll-Like Receptor Dengan berbagai Aspek Klinisnya

Berbagai Penyakit Yang Berkaitan Dengan Gangguan Autoimun

Classification 100 Autoimmune Disorders

Neonatal and Newborn Autoimmune Diseases

Ankylosing spondylitis, Penyakit Autoimun Tulang Belakang

Scleroderma dan Discoid lupus erythematosus, Penyakit Autoimun Kulit

100 Types of Arthritis, Rheumatic Diseases and Related Condition

Imunologi Dasar: Sitokin dan Aspek Klinisnya

Ophthalmology Problems and Autoimmune Diseases

Maternal immune status in pregnancy and atopy risk.

Clinical Aspect of Immunology in Pregnancy

Penyakit Autoimun Miastenia Gravis, Manifestasi Klinis dan Pengobatan

Lupus Eritematosus Sistemik Pada Anak

Clinical Aspect of Toll-like receptors (TLRs)

Aspek Klinis dan Aspek Biologis Toll-Like Receptor (TLRs)

Aspek klinis dan Aspek Biologis CXCL10 atau IP-10

Daftar Lengkap Interleukin, Aspek Klinis dan Aspek Biologisnya

Sindrom Steven-Johnson, Manifestasi Klinis dan Penanganannya

Berbagai Penyakit Defisiensi Imun

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal type I diabetes mellitus

Perinatology Abstract Update: Fetal outcome in autoimmune diseases.

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal anti-phospholipid syndrome

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal polymyositis and dermatomyositis

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal autoimmune thyroid disease

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal Lupus

Behets disease, Immune-mediated Systemic Vasculitis Disease

BASIC IMMUNOLOGY

Toll-like receptors (TLRs) in the innate immune system.

Imunologi dasar: Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Bakteri

Imunologi Dasar: Mekanisme Respon Tubuh Terhadap Serangan Mikroba

Imunologi Dasar : Radang dan Respon Inflamasi

Imunologi Dasar : Respon Imun dan Sistem Kekebalan Mahluk Hidup

Imunologi dasar : Sel darah Putih, Netrofil, Eosinofil, Basofil

Imunologi Dasar : Sel Mastosit

Imunologi Dasar : Superantigen

A Molecular Basis for Bidirectional : Communication Between the Immune and


Neuroendocrine Systems

Imunologi Dasar : Kompleks Histokompatibilitas Mayor

Imunologi Dasar : Penyakit Auto Imunitas

Imunologi dasar : Imunologi Vaksin

Imunologi Dasar : Reaksi Hipersensitivitas

Imunologi Dasar : Imunologi Mukosa

Imunologi Dasar : Imunitas seluler

Imunologi Dasar : Imunitas Humoral

Imunologi Dasar : Sistem Fagosit dan Penyakit

Imunologi Dasar : Sistem Komplemen

Imunologi Dasar: Antigen Presenting Cell (APC)

Imunologi Dasar: Imunitas Non Spesifik

Imunologi Dasar: Struktur Imunoglobulin

Imunologi Dasar : Respons Imun

Imunologi Dasar : Imunologi Humoral

Imunologi Dasar: Antigen Presenting Cell (APC)

Daftar Lengkap Interleukin, Aspek Klinis dam Aspek Biologisnya

Imunologi Dasar: Sitokin dan Aspek Klinisnya

Peranan Sel Dendritik Dalam Sistem Imun

Aspek klinis dan Aspek Biologis Toll-like receptor

Relationship Kawazaki Allergy: Kawazaki disease tendency to develop


allergic diseases

Pityriasis Alba, Eczema in Children ?

Atopic Disorder, Allergic Reaction and Nephrotic Syndrome

Respon Imun Selular dan Manifestasi Klinis

Gangguan pada Sistem Imunitas

Summary Toll-like Receptors TLR1 to TLR13

Genotipe dan Fenotipe

Imunologi dasar: Adaptive Immune System, Sistem Kekebalan Tiruan

Imunologi Dasar : Antigen

Syndrome of allergy and Immune Deficiency in Children.

Dendritic cells and Human Disease

Aspek klinis dan Aspek Biologis CXCL10 atau IP-10

United Airway Disease : Keterkaitan Penyakit Rinitis dan Asma pada Anak

Penggunaan Imunoterapi Pada Penderita Alergi

Behets disease, Immune-mediated Systemic Vasculitis Disease

The Future Concept and New Insight

The New Insight of Alfa Lactalbumin

Management of Asthma in Children Under 5 Years

The Future Concept in Pathophysiology of Asthma

The New Perspective of Pathophysiology and Pathogenesis Cow Milk Allergy

Patogenesis dan Patofisiologi Terkini Alergi Rinitis

The New Perspective Antiphospohlipid syndrome

The New Insight of Neonatal Autoimmune Diseases

The New Insight Immunopathophysiology of Antiphospholipid syndrome

The New Insight of Vasculitis and Allergy

The Update Evidance of Food Allergy Diagnosis

The new insight of immunoregulatory mechanisms of pregnancy and fetus on


systemic immunity

The future concept of innate cellular immune responses in newborns

The New Insight Immunopathophysiology of Dengue

The New Perspective Immunopathophysiology of Human Immunodeficiency


Virus (HIV)

The New Perspective of Pathophysiology and Immunology Profile in Chronic


Rhinosinusitis.

The New Perspective Immunopathophysiology, Future Diagnostic and


Prevention in Typhoid Fever

The New Insight of Immune function and exercise.

Intestinal Dendritic Cells in the Pathogenesis of the Gut and Gastrointestinal


disease

Future Immunology Diagnostic: Peripheral T cell cytokine responses for


diagnosis tuberculosis.

The New Insight Immunological characterization in autism spectrum disorders


(ASD)

PARENTING FOOD ALLERGY AND ASSOCIATED DISEASES

Asthma, Respiratory Disease, Food Allergy and Food Hypersensitivities

How To Know Related Autism Spectrum Disease, Food Allergy and Food
Hypersensitive

Tics, Tourettes Syndrome and Food Allergy-Hypersensitivities

Neurological Manifestation, Food Allergy and Food Hypersensitivities

Headache, Migraine and Food Allergy

Seizures, Epilepsy, Food Allergies and Food Hypersensitivities

Behaviour Problems and Food Allergies-Hypersensitivites in Children

Sleep Problems In Children and Food Allergy-Food Hypersensitivities

KUMPULAN ARTIKEL PENTING TENTANG ALERGI MAKANAN

Berbagai Kumpulan Artikel Pengaruh Alergi dan Gangguan Perilaku

Berbagai kumpulan Artikel Alergi dan Gangguan Otak dan Sistem Saraf Pusat

Berbagai Kumpulan Artikel Tentang Alergi Makanan

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi berkaitan dengan Gangguan Hormonal

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi makanan Berkaitan dengan Gangguan Mulu


t dan Gigi

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi Makanan Berkaitan dengan kehamilan dan


Bayi Baru Lahir dan Bayi usia di bawah 1 tahun

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi makanan Berkaitan dengan Gangguan kulit

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi makanan berkaitan dengan Gangguan salur


an napas, Batuk lama, TBC

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi Susu Sapi

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi Obat

Berbagai Kumpulan Artikel Berkaitan dengan Gangguan Telinga Hidung dan


Temnggorok

Berbagai Kumpulan Artikel Berkaitan dengan Gangguan Mata

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi makanan berkaitan dengan Gangguan Jantu


ng dan Pembuluh Darah

Berbagai kumpulan Artikel Alergi makanan berkaitan dengan gangguan Otot


dan Tulang

Berbagai kumpulan Artikel Berkaitan dengan Gangguan Organ tubuh lainnya

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi makanan berkaitan denmgan Gangguan Tid


ur

Berbagai Kumpulan Artikel Alergi makanan Berkaitan dengan gangguan salur


an cerna

Reaksi Simpang Makanan dan Gangguan Neurologi

Waspadai Makanan Penyebab Gangguan Otak dan Perilaku Anak

Kejang, Epilepsi, Nonsiezure episode, Nonepilepticseizure,


Nonepileptic paraxysmal disorders atau nonepileptic attack disorders dan
Alergi-Hipersensitifitas Makanan

Provided by

CHILDREN ALLERGY ONLINE CLINIC

Yudhasmara Foundation htpp://www.allergyclinic.wordpress.com/

CHILDREN GROW UP CLINIC I JL Taman Bendungan Asahan 5 Jakarta Pusat,


Jakarta Indonesia 10210 Phone : (021) 5703646 44466102

CHILDREN GROW UP CLINIC II MENTENG SQUARE : Jl Matraman 30 Jakarta


Pusat 10430 phone 44466103

Clinical and Editor in Chief :


Dr Widodo Judarwanto, pediatrician email : judarwanto@gmail.com, Curiculum Vitae

Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a
substitute for professional medical advice. You should not use the information on
this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should
carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical
problem, promptly contact your professional healthcare provider.

Copyright 2012, Children Allergy Clinic Online Information Education Network. All rights
reserved

Alergi - Infeksi

Alergi Anafilaksis

Alergi Anak

Alergi Bayi

Alergi Dewasa

Alergi Hewan Peliharaan

Alergi Kulit

Alergi Makanan

Alergi Mata

Alergi Obat

Alergi Susu Sapi

Alergi-Ginjal

Alergi-Hormon-Obesitas

Alergi-Kehamilan-Perinatal

Alergi-Saluran Cerna

Alergi-THT

Allergy Adult

Allergy Asthma-Respiratory

Allergy Behaviour

Allergy Children

Allergy March

Allergy Obsetry-Gynecology-Infertility

Allergy-Bone-Muscle

Allergy-Brain-Neurology

Allergy-Cardio Vascular

Allergy-Mouth-Teeth

Associated Diseases

Diagnosis-Management-Drug

Diagnosis-Pemeriksaan

Foto - Poster

Future and New Concept Allergy

Immunology

Imunologi Dasar

Imunologi Klinis

Imunopathogenesis

Komplikasi

Konsultasi

Kontroversi

News-Update

Nutrisi-Diet Alergi

Pencegahan

Penyebab-Pencetus

Perception-Myths-Fact

Prevalensi-Angka Kejadian

Profesional

Research-Journal

Seminar-Talk Show

Tanda Dan Gejala

Terapi-Penanganan

Ankylosing spondylitis, Penyakit Autoimun Tulang Belakang


Diposting pada Maret 18, 2012 oleh Indonesia Medicine Meninggalkan komentar

Ankylosing spondylitis adalah bentuk peradangan kronis dari tulang belakang (spine) dan
sendi-sendi tulang sacroiliac (sacroiliac joints). Sacroiliac joints berlokasi pada belakang
bawah dimana sakrum atau tulang kelangkang, tulang yang tepat berada diatas tulang
ekor bertemu tulang-tulang ilium atau tulang-tulang yang berada di kedua sisi dari bokong
atas. Peradangan kronis pada area-area ini menyebabkan nyeri dan kekakuan dalam dan
sekitar tulang belakang. Dengan berjalannya waktu, peradangan tulang belakang yang
kronis atau spondylitis dapat menjurus pada suatu penyatuan dari vertebra-vertebra,
proses yang dirujuk sebagai ankylosis. Ankylosis menjurus pada kehilangan mobilitas dari
tulang belakang.
Ankylosing spondylitis adalah juga suatu penyakit rematik sistemik, yang berarti ia dapat
mempengaruhi jaringan-jaringan lain diseluruh tubuh. Karena itu, ia dapat menyebabkan
peradangan atau luka pada sendi-sendi tulang lain yang jauh dari spine, begitu juga pada organorgan lain, seperti mata-mata, jantung, paru-paru, dan ginjal-ginjal. Ankylosing spondylitis
berbagi banyak ciri-ciri dengan beberapa kondisi-kondisi arthritis lain, seperti psoriatic arthritis,
reactive arthritis, dan arthritis yang berhubungan dengan penyakit Crohn dan radang borok usus
besar (ulcerative colitis). Setiap dari kondisi-kondisi arthritis ini dapat menyebabkan penyakit
dan peradangan pada spine, sendi-sendi tulang lain, mata-mata, kulit, mulut, dan beragam organorgan. Mengingat bahwa persamaan dan kecenderungan mereka menyebabka peradangan dari
spine, kondisi-kondisi ini secara kolektif dirujuk sebagai spondyloarthropathies.

Ankylosing spondylitis adalah dua sampai tiga kali lebih umum pada pria-pria daripada pada
wanita-wanita. Pada wanita-wanita, tulang-tulang sendi yang berjauhan dari spine lebih sering
dipengaruhi daripada pada pria-pria. Ankylosing spondylitis mempengaruhi semua kelompok
umur, termasuk anak-anak. Umur yang paling umum timbulnya gejala-gejala adalah di dekade
kedua dan ketiga dari kehidupan.
Penyebab

Ankylosing spondylitis diwariskan secara genetik, dan mayoritas (hampir 90%) dari pasienpasien dengan ankylosing spondylitis dilahirkan dengan gen HLA-B27. Tes-tes darah telah
dikembangkan untuk mendeteksi marker gen HLA-B27 dan telah memajukan pengertian kita
tentang hubungan antara HLA-B27 dan ankylosing spondylitis. Gen HLA-B27 tampaknya hanya
meningkatkan kecenderungan mengembangkan ankylosing spondylitis, dimana beberapa faktorfaktor tambahan, mungkin lingkungan, adalah perlu untuk timbulnya penyakit atau menjadi jelas.
Contohnya, ketika 7% dari populasi Amerika mempunyai gen HLA-B27, hanya 1% dari populasi
yang benar-benar mempunyai penyakit ankylosing spondylitis.
Di bagian utara Skandinavia (Lapland), 1.8% dari populasi mepunyai ankylosing spondylitis
sedangkan 24% dari populasi umum mempunyai gen HLA-B27. Bahkan diantara individuindividu yang positif HLA-B27, risiko mengembangkan ankylosing spondylitis tampaknya lebih
jauh berhubungan dengan keturunan. Pada individu-individu yang positif HLA-B27 yang
mempunyai saudara-saudara dengan penyakit ini, risiko mereka mengembangkan ankylosing
spondylitis adalah 12% (enam kali lebih besar daripada mereka yang saudara-saudaranya tidak
mempunyai ankylosing spondylitis).
Akhir-akhir ini, beberapa gen-gen telah diidentifikasikan yang berkaitan dengan ankylosing
spondylitis. Gen-gen ini disebut ARTS1 dan IL23R. Gen-gen ini tampaknya memainkan peran
dalam mempengaruhi fungsi imun. Diantisipasikan bahwa dengan mengerti efek-efek dari setiap
dari gen-gen yang diketahui ini, peneliti-peneliti akan membuat kemajuan-kemajuan yang
signifikan dalam menemukan penyembuhan untuk ankylosing spondylitis.
Bagaimana peradangan terjadi dan menetap pada organ-organ dan sendi-sendi tulang yang
berbeda pada ankylosing spondylitis adalah persoalan dari penelitian yang aktif. Setiap individu
cenderung mempunyai pola unik kehadiran dan aktivitas dari penyakit mereka sendir.
Peradangan awal mungkin adalah akibat dari aktivitas dari sistim imun tubuh oleh infeksi bakteri
atau kombinasi dari kuman-kuman infeksi. Sekali diaktifkan, sistim imun tubuh menjadi tidak
mampu untuk memadamkannya sendiri, meskipun infeksi bakteri awal mungkin telah hilang
lama. Peradangan jaringan yang kronis yang berakibat dari aktivitas yang terus menerus dari
sistim imun tubuh pada ketidakhadiran dari infeksi yang aktif adalah tanda dari penyakit
peradangan autoimun.
Manifestasi Klinis

Gejala-gejala ankylosing spondylitis berhubungan dengan peradangan dari spine, sendi-sendi


tulang (joints), dan organ-organ lain. Kelelahan adalah gejala umum yang berkaitan dengan
peradangan aktif. Peradangn spine menyebabkan nyeri dan kekakuan pada belakang bawah , area
bokong atas, leher, dan sisanya spine. Timbulnya nyeri dan kekakuan biasanya secara berangsurangsur dan memburuk secara progresif melalui waktu berbulan-bulan. Adakalanya, timbulnya
sangat cepat dan hebat/keras. Gejala-gejala nyeri dan kekakuan adalah seringkali parah waktu
pagi atau setelah periode-periode tidak aktif yang panjang. Nyeri dan kekakuan seringkali
mereda dengan gerakan, panas, dan mandi hangat pada pagi hari. Karena ankylosing spondylitis
seringkali mempengaruhi pasien-pasien masa remaja, timbulnya nyeri belakang bawah
kadangkala disalahartikan sebagai luka-luka olahraga pada pasien-pasien yang lebih muda.
Pasien-pasien yang memunyai peradangan spine kronis yang berat dapat mengembangkan
penyatuan tulang sepenuhnya dari spine (ankylosis). Sekali menyatu, nyeri pada spine hilang,
namun pasien mempunyai suatu kehilangan sepenuhnya dari mobilitas spine. Spine yang
menyatu ini adalah sangat rapuh dan mudah patah (fracture) ketika telibat pada trauma, seperti
kecelakaan-kecelakaan motor. Penimbulan mendadak dari nyeri dan moblitas pada area spine
dari pasien-pasien ini dapat mengindikasikan kerusakkan tulang (fracture). Leher bagian bawah
(cervical spine) adalah area yang paling umum untuk kerusakkan-kerusakkan (fractures) seperti
itu.
Spondylitis dan ankylosis kronis menyebabkan lengkungan kedepan (bongkok) dari batang tubuh
bagian atas (thoracic spine), membatasi kapasitas pernapasan. Spondylitis dapat juga
mempengaruhi area-area dimana tulang-tulang iga (ribs) dicantelkan pada spine bagian atas,
lebih jauh membatasi kapasitas paru-paru. Ankylosing spondylitis dapat menyebabkan
peradangan dan luka goresan pada paru-paru, menyebabkan batuk dan sesak napas, terutama
dengan latihan dan infeksi-infeksi. Oleh karenanya, kesulitan bernapas dapat menjadi komplikasi
yang serius dari ankylosing spondylitis.
Pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis dapat juga mempunyai arthritis pada sendi-sendi
tulang yang lain daripada tulang belakang (spine). Pasien-pasien mugkin merasakan nyeri,
kekakuan, panas, bengkak, kehangatan, dan/atau kemerahan pada tulang-tulang sendi seperti
pinggul-pinggul, lutut-lutut, dan pergelangan-pergelangan. Adakalanya, tulang-tulang sendi yang
kecil dari jari-jari kaki dapat meradang, atau berbentuk sosis. Peradangan dapat terjadi pada
tulang rawan (cartilage) sekitar tulang dada (costochondritis) begitu juga pada tendon-tendon
dimana otot-otot menempel pada tulang (tendinitis) dan tempelan-tempelan ligamen (ligament
attachments) pada tulang. Beberapa pasien-pasien dengan penyakit ini mengembangkan Achilles
tendinitis, menyebabkan nyeri dan kekakuan pada belakang tumit, terutama jika bertolak dengan
kaki ketika naik tangga-tangga. Peradangan jaringan-jaringan dari alas kaki, plantar fasciitis,
terjadi lebih sering pada orang-orang dengan ankylosing spondylitis.

Area-area lain dari tubuh yang dipengaruhi oleh ankylosing spondylitis termasuk mata-mata,
jantung, dan ginjal-ginjal. Pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis dapat mengembangkan
peradangan pada iris, disebut iritis. Iritis dikarakteristikan dengan kemerahan dan nyeri pada
mata, terutama ketika melihat pada sinar-sinar yang terang. Serangan-serangan yang terjadi
kembali dari iritis dapat mempengaruhi kedua mata. Sebagai tambahan pada iris, badan siliari
(ciliary body) dan koroid (choroid) dari mata dapat meradang dan ini dirujuk sebagai uveitis.
Iritis dan uveitis dapat menjadi komplikasi-komplikasi yang serius dari ankylosing spondylitis
yang dapat merusak mata dan mengganggu penglihatan, dan mungkin memerlukan suatu
pelayanan yang mendesak dari seorang spesialis mata (ophthalmologist). Perawatan-perawatan
khusus untuk peradangan mata yang serius dibahas pada bagian perawatan dibawah. Perlu
dicatat bahwa iritis dan peradangan spine dapat terjadi dalam bentuk-bentuk lain dari arthritis
seperti reactive arthritis (dahulunya sindrom Reiter), psoriatic arthritis, dan arthritis dari penyakit
peradangan usus.
Suatu komplikasi yang jarang dari ankylosing spondylitis melibatkan luka parut dari sistim
elektrik jantung, menyebabkan denyut jantung yang abnormal rendah. Alat pemacu jantung
mungkin perlu pada pasien-pasien ini untuk mempertahankan denyut jantung dan hasil (output)
yang memadai. Bagian aorta yang paling dekat dengan jantung dapat meradang, berakibat pada
kebocoran dari klep aorta. Pasien-pasien ini dapat mengembangkan sesak napas, kepeningan, dan
gagal jantung.
Spondylitis yang lanjut dapat menjurus pada endapan-endapan yang disebut amyloid kedalam
ginjal-ginjal dan berakibat pada kegagalan ginjal. Penyakit ginjal yang progresif dapat menjurus
pada kelelahan kronis dan mual dan dapat memerlukan pembuangan racun-racun darah yang
terakumulasi dengan mesin penyaringan
Diagnosis

Diagnosis dari ankylosing spondylitis berdasarkan pada evaluasi gejala-gejala pasien,


pemeriksaan fisik, penemuan-penemuan x-ray, dan tes-tes darah. Gejala-gejala termasuk nyeri
dan kekakuan dari spine dan area-area sakrum pada pagi hari dengan atau tanpa diiringi
peradangan pada sendi-sendi tulang, tendon-tendon, dan organ-organ lainnya. Gejala-gejala awal
dari ankylosing spondylitis dapat sangat memperdayakan/menipu, karena kekakuan dan nyeri
pada belakang bawah (low back) dapat terlihat pada banyak kondisi-kondisi lain. Ia dapat sangat
sulit dipisahkan pada wanita-wanita, yang cenderung (namun tidak selalu) mempunyai
keterlibatan spine yang lebih ringan. Tahun-tahun dapat belalu sebelum diagnosis ankylosing
spondylitis bahkan dipertimbangkan.
Pemeriksaan dapat mempertunjukkan tanda-tanda peradangan dan pengurangan batasan dari
gerakan tulang-tulang sendi. Ini dapat sangat jelas pada spine. Fleksibilitas dari belakang bawah
(low back) dan/atau leher dapat dikurangi. Mungkin ada kelembutan dari tulang-tulang sendi

sacroiliac dari bokong-bokong bagian atas. Ekspansi dari dada dengan bernapas penuh dapat
dibatasi karena kekakuan dari dinding dada. Orang-orang yang dipengaruhi sangat berat dapat
mempunyai suatu postur tubuh yang membungkuk. Peradangan mata dapat dievaluasi oleh
dokter dengan ophthalmoscope.
Tanda-tanda yang lebih jauh pada diagnosis disarankan oleh kelainan-kelainan x-ray dari spine
dan kehadiran dari tes darah untuk penanda genetik, gen HLA-B27. Tes-tes darah lain mungkin
menyediakan bukti peradangan didalam tubuh. Contohnya, tes darah disebut angka sedimentasi
adalah penanda nonspesifik untuk peradangan diseluruh tubuh dan sering meningkat dalam
kondisi-kondisi seperti ankylosing spondylitis. Analisa urin seringkali dilakukan untuk mencari
kelainan-kelainan ginjal yang mengiringinya, begitu juga untuk mengeluarkan kondisi-kondisi
ginjal yang mungkin menghasilkan nyeri belakang (back pain) yang meniru ankylosing
spondylitis. Pasien-pasien juga dievaluasi secara simultan untuk gejala-gejala dan tanda-tanda
dari spondyloarthropathies yang berkaitan lainnya, seperti psoriasis, penyakit kelamin atau
dysentery (reactive arthritis atau penyakit Reiter), dan penyakit peradangan usus (ulcerative
colitis atau penyakit Crohn).
Penanganan

Perawatan ankylosing spondylitis melibatkan penggunaan dari obat-obat untuk mengurangi


peradangan dan/atau menekan/menindas imunitas, terapi fisik, dan latihan. Obat-obat
mengurangi peradangan pada spine dan sendi-sendi tulang dan organ-organ lain. Terapi fisik dan
latihan membantu memperbaiki postur, mobilitas spine, dan kapasitas paru-paru.
Aspirin dan obat-obat anti-peradangan nonsteroid (NSAIDs) biasanya digunakan untuk
mengurangi nyeri dan kekakuan dari spine dan sendi-sendi tulang laninya. NSAIDs yang umum
dipakai termasuk indomethacin (Indocin), tolmetin (Tolectin), sulindac (Clinoril), naproxen
(Naprosyn), dan diclofenac (Voltaren). Efek-efek sampingan umum mereka termasuk gangguan
perut, mual, nyeri perut, diare, dan bahkan perdarahan borok-borok. Obat-obat ini seringkali
diminum dengan makanan untuk memperkecil efek-efek sampingan.
Pada beberapa pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis, peradangan dari sendi-sendi tulang
tidak termasuk spine (seperti pinggul-pinggul, lutut-lutut, atau pergelangan-pergelangan)
menjadi persoalan utama. Peradangan pada sendi-sendi tulang ini mungkin tidak merespon pada
NSAIDs sendiri. Pada pasien-pasien ini, tambahan dari obat-obat yang menekan sistim imun
tubuh dipertimbangkan. Obat-obat ini, seperti sulfasalazine (Azulfidine), mungkin membawa
pengurangan peradangan jangka panjang. Suatu alternatif dari sulfasalazine yang sedikt
banyaknya lebih efektif adalah methotrexate (Rheumatrex, Trexall), yang dapat diberikan
melalui mulut atau melalui suntikan. Tes-tes darah seringkali dilakukan selama perawatan
methotrexate karena potensi keracunannya pada hati, yang bahkan dapat menjurus pada
cirrhosis, dan keracunan pada sumsum tulang, yang dapat menjurus pada anemia berat.

Penelitian terakhir telah menunjukan bahwa untuk ankylosing spondylitis yang gigih dengan
keterlibatan spine yang tidak merespon pada obat-obat anti peradangan, keduanya sulfasalazine
dan methotrexate adalah tidak efektif. Obat-obat efektif yang lebih baru untuk penyakit spine
menyerang protein kurir/pesuruh dari peradangan yang disebut TNF. Obat-obat penghalang TNF
ini telah ditunjukkan sangat efektif untuk merawat ankylosing spondylitis dengan
memberhentikan aktivitas penyakit, mengurangi peradangan, dan memperbaiki mobilitas spine.
Contoh-contoh dari TNF-blockers ini termasuk etanercept (Enbrel), infliximab (Remicade), dan
adalimumab (Humira).
Beberapa pokok-pokok utama tentang perawatan ankylosing spondylitis berhak mendapat
penekanan. Ada spondylitis awal yang tingkat diagnosisnya rendah yang terjadi sebelum tes
sederhana x-ray dapat mendeteksi perubahan-perubahan klasik. Pasien-pasien yang dirawat lebih
awal merespon lebih baik pada perawatan-perawatan. Obat-obat yang memodifikasi penyakit
sekarang ini, seperti methotrexate, sulfasalazine, dan leflunomide (Arava), yang dapat menjadi
efektif untuk peradangan sendi tulang dari sendi-sendi tulang yang berjauhan dari spine, adalah
tidak efektif untuk peradangan spine. Jika obat-obat anti peradangan nonsteroid tidak efektif
pada seorang pasien yang kondisinya didominasi oleh peradangan spine (dan 50% merespon),
maka obat-obat biologi yang menghambat faktor tumor nekrosis diindikasikan (TNF inhibitors).
Semua penghambat-penghambat TNF, termasuk Remicade, Enbrel, dan Humira adalah efektif
dalam merawat ankylosing spondylitis. Perbaikan yang berakibat pada penghambatan TNF
dipertahankan terus menerus selama bertahun-tahun perawatan. Jika penghambat-penghambat
TNF diberhentikan, untuk alasan apa saja, kekambuhan penyakit terjadi hampir pada semua
pasien-pasien dalam waktu satu tahun. Jika penghambat TNF kemudian dimulai lagi, ia secara
khas efektif.
Kortikosteroid-kortikosteroid (kortison) mulut atau suntikan adalah agent-agent anti peradangan
yang berpotensi dan dapat secara efektif mengontrol spondylitis dan peradangan-peradangan lain
didalam tubuh. Sayangnya, kortikosteroid-kortikosteroid dapat mempunyai efek-efek sampingan
yang serius jika digunakan pada basis jangka panjang. Efek-efek sampingan ini termasuk
katarak-katarak, penipisan dari kulit dan tulang-tulang, mudah memar, infeksi-infeksi, diabetes,
dan kehancuran dari sendi-sendi tulang besar, seperti pinggul-pinggul.
Terapi fisik untuk ankylosing spondylitis termasuk instruksi-instruksi dan latihan-latihan untuk
mempertahankan postur yang sesuai. Ini termasuk bernapas yang dalam untuk ekspansi paru dan
latihan-latihan peregangan (stretching exercises) untuk memperbaiki mobilitas spine dan sendi
tulang. Karena ankylosis dari spine cenderung menyebabkan lekukan/lengkungan/kebongkokan
ke depan, pasien-pasien diperintahkan untuk mempertahankan postur yang tegak sebanyak
mungkin dan melakukan latihan-latihan perluasan ke belakang. Pasien-pasien juga dinasehati
untuk tidur pada suatu kasur yang kokoh dan menghindari penggunaan sebuah bantal untuk
mencegah lekukan/lengkungan tulang belakang (spine). Ankylosing spondylitis dapat melibatkan
area-area dimana tulang-tulang iga menempel pada spine bagian atas begitu juga sendi-sendi

tulang vertebra, jadi membatasi kapasitas bernapas paru. Pasien-pasien diinstruksikan untuk
seringkali mengembangkan secara maksimal dada mereka sepanjang hari untuk mengecilkan
pembatasan ini.
Program-program latihan disesuaikan untuk setiap individu pasien. Berenang lebih disukai,
karena ia menghindari dampak yang menggetarkan dari tulang belakang. Ankylosing spondylitis
tidak perlu membatasi kelibatan seorang pasien pada atletik. Pasien-pasien dapat berpartisipasi
pada olahraga-olahraga aerobik yang dipilh secara hati-hati ketika penyakit mereka tidak aktif.
Latihan aerobik umumnya dianjurkan karena ia memajukan perluasan penuh dari otot-otot
pernapasan dan membuka saluran-saluran udara dari paru-paru.
Peradangan dan penyakit-penyakit pada organ-organ lain dirawat secara terpisah. Contohnya,
peradangan iris dari mata (iritis atau uveitis) mungkin memerlukan obat-obat tetes mata kortison
(pred forte) dan dosis-dosis kortison mulut (secara oral) yang tinggi. Sebagai tambahan, obatobat tetes mata atropine seringkali diberikan untuk mengendurkan otot-otot dari iris. Kadangkala
suntikan kortison kedalam mata yang dipengaruhi adalah perlu jika peradangannya berat.
Penyakit jantung pada pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis mungkin memerlukan
penempatan pemacu jantung atau obat-obat untuk gagal jantung kongestif (congestive heart
failure).
Merokok sangat tidak dianjurkan pada pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis, karena ia
akan mempercepat luka parut pada paru-paru dan memperburuk secara serius kesulitan-kesulitan
bernapas. Adakalanya, pasien-pasien dengan penyakit paru yang parah yang berkaitan dengan
ankylosing spondylitis mungkin memerlukan tambahan oksigen dan obat-obat untuk
memperbaiki pernapasan.
Pasien-pasien mungkin perlu memodifikasi aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari mereka dan
menyesuaikan ciri-ciri tempat kerja. Contohnya, pekerja-pekerja dapat menyesuaikan bangkubangku dan meja-meja untuk postur-postur yang sesuai. Pengemudi-pengemudi dapat
menggunakan kaca-kaca untuk melihat kebelakang yang lebar untuk mengkompensasi gerakan
yang terbatas pada spine.
Akhirnya, pasien-pasien yang mempunai penyakit yang parah dari tulang-tulang sendi tulang
pinggul dan spine mungkin memerlukan operasi orthopedi (bedah tulang).
Prognosis

Ankylosing spondylitis dan setiap dari spondyloarthropathies adalah area-area dari penelitian
aktif. Hubungan antara kekuatan-kekuatan yang bersifat menular dan pemicu dari peradangan
kronis sedang dikejar dengan penuh semangat. Faktor-faktor yang mengabadikan autoimmunity sedang diidentifikasikan. Karakteristik-karakteristik dari penanda gen HLA-B27

sedang didefinisikan lebih jauh. Kenyataannya, sekarang diketahui ada tujuh subtipe-subtipe
yang berbeda dari HLA-B27.
Dampak dari penemuan akhir-akhir ini dari dua gen-gen tambahan yang berkaitan dengan
ankylosing spondylitis tidak dapat terlalu ditekankan. Ketika lebih banyak tentang mekanismemekanisme yang tepat yang digunakan oleh gen-gen ini untuk mempengaruhi sistim imun
dimengerti, penemuan dari penyembuhan akan menjadi mungkin. Lebih dari itu, hasil-hasil dari
penelitian yang sedang berjalan akan menjurus pada pengertian dan perawatan yang lebih baik
dari seluruh kelompok penyakit yang secara kolektif dikenal sebagai spondyloarthropathies.

Artikel Terkait Penyakit Autoimun Lainnya:

.
.
.

Berbagai Penyakit Defisiensi Imun

Berbagai Penyakit Yang Berkaitan Dengan Gangguan Autoimun

Classification 100 Autoimmune Disorders

Neonatal and Newborn Autoimmune Diseases

Ankylosing spondylitis, Penyakit Autoimun Tulang Belakang

Scleroderma dan Discoid lupus erythematosus, Penyakit Autoimun Kulit

100 Types of Arthritis, Rheumatic Diseases and Related Condition

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal type I diabetes mellitus

Perinatology Abstract Update: Fetal outcome in autoimmune diseases.

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal anti-phospholipid syndrome

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal polymyositis and

dermatomyositis

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal autoimmune thyroid disease

Neonatal Autoimmune Diseases: Neonatal Lupus

The New Insight of Neonatal Autoimmune Diseases

Behets disease, Immune-mediated Systemic Vasculitis Disease

.
.
.
ARTIKEL TEREKOMENDASI: Kumpulan Artikel Permasalahan Alergi Anak dan
Imunologi, Dr Widodo Judarwanto, pediatrician
.
ARTIKEL TEREKOMENDASI:Kumpulan Artikel Alergi Pada Bayi, Dr Widodo
Judarwanto Pediatrician
.
ARTIKEL FAVORIT:100 Artikel Alergi dan Imunologi Paling Favorit
Current Allergy Immunology by Widodo Judarwanto
The doctor of the future will give no medicine, but will instruct his patient in the
care of the human frame, in diet and in the cause and prevention of disease.

Provided by

www.allergyclinic.me

CHILDREN ALLERGY ONLINE CLINIC

Yudhasmara Foundation www.allergyclinic.me

CHILDREN GROW UP CLINIC I JL Taman Bendungan Asahan 5 Jakarta Pusat,


Jakarta Indonesia 10210 Phone : (021) 5703646 44466102

CHILDREN GROW UP CLINIC II MENTENG SQUARE : Jl Matraman 30 Jakarta


Pusat 10430 phone 44466103

Clinical Editor in Chief :


Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician email : judarwanto@gmail.com :
@WidoJudarwanto
www.facebook.com/widodo.judarwanto Mobile Phone O8567805533
PIN BB 25AF7035

Curriculum Vitae Widodo Judarwanto


Information on this web site is provided for informational purposes only and is not a
substitute for professional medical advice. You should not use the information on
this web site for diagnosing or treating a medical or health condition. You should
carefully read all product packaging. If you have or suspect you have a medical
problem, promptly contact your professional healthcare provider.

Copyright 2013, Children Allergy Clinic Online Information Education Network. All rights
reserved

Allergy-Bone-Muscle

Autoimmune Diseases

Imunologi Dasar

Imunologi Klinis

Imunopathogenesis

Populer

Terkini

Konsultasi

Malam Rewel, Kolik dan Alergi Pada Bayi

Cetirizine Terapi Alergi Paling Banyak Digunakan, Indikasi dan


Farmakokinetiknya

Update References and Research of Drug Allergy, Drug Eruption Allergic and
Adverse Reaction of Drug

Berbagai Penyakit Yang Berkaitan Dengan Gangguan Autoimun

Papular Urticaria, Pressure Urticaria and Solar Urticaria

Debate and Controversies: Vitiligo, Food Allergy and Celiac ?

Urtikaria-Biduran, Bukan Sekedar Alergi Makanan Biasa

Indeks Artikel
Indeks Artikel

Konsultasi Via Facebook


Link Internasional

Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy

European Academy of Allergy and Clinical Immunology

European Academy of Allergy and Clinical Immunology

The American Academy of Allergy, Asthma & Immunology (AAAAI)

The Food Allergy & Anaphylaxis Network

World Allergy Organization

Food Allergy - Related Disease

Allergy Eye

Allergy Mouth &Teeth

Food Allergy Asthma

Food Allergy Bone Muscle

Food Allergy Brain

Food Allergy Other Disease

Food Allergy Skin

Food Allergy Behaviour

Food Allergy Ear Nose Throath

Food Allergy Hormone & Obesity

Food Allergy Infertility

Food Allergy Stomach

Food Allergy-Cardiovascular

Food Allergy-Pregnancy- Perinatology

Artikel Terekomendasi

Cetirizine Terapi Alergi Paling Banyak Digunakan, Indikasi dan


Farmakokinetiknya

Infeksi Virus Pemicu Utama Gangguan Hipersensitif Alergi atau Gangguan


Tubuh Lainnya

Anti Alergi Klasik CTM Chlorpheniramin Maleat, Indikasi dan Penggunaannya

20 Tanda dan Gejala Alergi Makanan Sering Salah Dipersepsikan

Bayiku Pilek Tidak sembuh-sembuh, Mudah Sakit, Ternyata Dampak Alergi

Pembesaran Kelenjar Getah Bening dan Alergi

Pilihan Obat Untuk Alergi Kulit atau Dermatitis Atopi

Imunologi dasar : Sel darah Putih, Netrofil, Eosinofil, Basofil

Cara Pemilihan Susu Formula Khusus Alergi

Nyeri Perut, Hipersensitif Saluran Cerna Pada Dewasa dan Dampak Yang
Menyertai
Klinik Spesialis Khusus

dr Widodo Judarwanto

Grow Up Clinic

Picky Eaters-GrowUp Clinic (Klinik Kesulitan Makan dan Gangguan Kenaikkan


berat Badan Pada Anak)

Blog di WordPress.com. The Dynamic News Theme.

Peranan Alergi Makanan Dalam Terjadinya Sakit Kepala


dan Migrain
Halimah seorang ibu muda berusia 29 tahun sering mengalami gangguan sakit kepala sejak
lama. Keluhan yang diungkapkan sering kali berganti-ganti kadang nyeri kepala seluruh
bagian kepala kadang nyeri hanya sebelah bagian kepala atau hanya kepala bagian belakang
. Berbagai dokter dan bermacam-macam obat minum dalam jangka panjang tetapi tetap saja
hilang timbul setiap saat. Berbagai pemeriksaam mulai pemeriksaan darah, pemeriksaan
mata, pemeriksaan EEG dan CT scan telah dilakukan tetapi tidak didaapatkan kelainan.
Setelah berganti-ganti dokter, terdapat salah seorang dokter mengadviskan untuk dilakukan
penanganan alergi dan hipersensitifitas makanan dengan menghindari sementara beberapa
makanan yang diduga penyebab alergi makanan ternyata tidak dalam waktu lama keluhan
Sakit Kepala dan Migrain membaik. Ternyata ayahnya juga mengalami hal yang sama sejak
usia remaja
Hipotesis bahwa makanan tertentu atau alergen berkaitan dengan fungsi susunan saraf pusat atau
otak telah berulang kali dilaporkan dalam literatur selama abad terakhir. Beberapa studi klinis
telah menyoroti prevalensi yang sangat tinggi dari gangguan alergi pada pasien yang mengalami
gangguan susunan saraf pusat seperti kejang, sakit kepala, migrain, epilepsi dan gangguan
perlaku lainnya

Gangguan Sakit kepala dan migren

Nyeri yang amat hebat atau kepala terasa denyutan hebat (kenyut-kenyut) pada satu sisi
atau kedua sisi kepala. Mual-mual atau muntah.

Terjadi perubahan dalam penglihatan, termasuk penglihatan kabur atau timbul titik buta
dimana anda tidak dapat melihat pada satu titik tertentu. Menjadi terganggu dengan
cahaya (pencahayaan), kebisingan atau bau. Merasa lelah dan atau kebingungan.

Kaku atau kepekaan pada leher. Kulit kepala menjadi peka (lembut). Light-headedness.

Migrain klasik dimulai dengan tanda-tanda permulaan yang disebut dengan aura. Aura
seringkali berhubungan dengan perubahan dalam cara anda memandang atau melihat.
Anda mungkin melihat bayangan cahaya atau warna-warna. Anda mungkin sesaat merasa
kehilangan atau berkurangnya penglihatan, seperti penglihatan pada satu sisi.

Terdapat gejala yang aneh seperti menusuk atau sensasi panas seperti membakar, otot
terasa lemah atau lemas pada satu sisi tubuh. Anda mungkin mempunyai masalah
gangguan dalam berbicara atau berkomunikasi. Anda juga mungkin merasa depresi,
mudah tersinggung dan resah, gelisah.

Aura berlangsung sekitar 15-30 menit. Aura mungkin terjadi sebelum atau setelah nyeri
kepala terjadi, dan terkadang nyeri kepala dan aura saling tumpang tindih atau terjadinya
secara bersamaan, atau tanpa terjadinya nyeri kepala sama sekali. Nyeri kepala migren
klasik mungkin terjadi pada satu atau kedua sisi kepala.

Migrain umum (common migrain) tidak diawali dengan terjadinya aura. Migrain umum
mungkin dimulai lebih lambat dari migrain klasik, berakhir lebih lama dan mengganggu
aktivitas sehari-hari. Nyeri pada common migrain mungkin hanya terjadi pada satu sisi
kepala.

Gangguan alergi atau hipersensitifitas makanan pada


penderita sakit kepala dan migrain

ORGAN/SISTEM

GEJALA DAN TANDA

TUBUH
1

Sistem Pernapasan

Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas pendek,


wheezing, banyak lendir di saluran napas atas (mucus
bronchial) , rattling dan vibration dada.

Sistem Pembuluh Darah dan jantung Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan),
nyeri dada, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung
meningkat, skipped beats, hot flashes, pallor; tangan
hangat, kedinginan, kesemutan, redness or blueness of
hands; pseudo-heart attack pain (nyeri dada mirip
sertangan jantung); nyeri dada depan, tangan kiri, bahu,
leher, rahang hingga menjalar di pergelangan tangan.
Vaskulitis (sering lebam kebiruan seperti bekas terbentur
padahal bukan terbentur pada daerah lengan atas dan
lengan bawah)

Sistem Pencernaan

GERD (Gastrooesephageal Refluks Disease), Maag,


Dispepsia, IBS (Irritable Bowel Syndrome) Nyeri perut,
sering diare, kembung, muntah, sulit berak (konstipasi),
sering buang angin (flatus), mulut berbau, kelaparan, haus,
saliva (ludah) berlebihan atau meningkat, canker sores,
sariawan, metallic taste in mouth (rasa logam dalam mulut,
stinging tongue, nyeri gigi, burping (glegekan/sendawa),
retasting foods, ulcer symptoms, nyeri ulu hati, indigestion,
mual, muntah, perut terasa penuh, gangguan mengunyah
dan menelan, perut keroncongan, Nyeri Perut (spastic
colitis, emotional colitis, kolik kandung empedu gall
bladder colic, cramp), diare (mudah buang air besar cair
dan sering), sering buang angin dan besar-besar dan
panjang, timbul lendir atau darah dari rektum, anus gatal
atau panas.

Kulit

Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam


biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam seperti digigit
nyamuk. Kulit kaki dan tangan kering tapi wajah
berminyak. Sering berkeringat.

Telinga Hidung Tenggorokan

Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post


nasal drip, epitaksis, tidur mendengkur, mendengus
Tenggorok : tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal,
suara parau/serak, batuk pendek (berdehem), Telinga :
telinga terasa penuh/ bergemuruh / berdenging, telinga

bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga


kemerahan atau normal, gangguan pendengaran hilang
timbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di
telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.
Pembesaran kelenjar di sekitar leher dan kepala belakang
bawah
6

Sistem Saluran Kemih dan kelamin

Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol


kandung kemih, bedwetting; vaginal discharge; genitalia
gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri bila berhubungan
kelamin

Sistem Susunan Saraf Pusat

Sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa nama


orang, barang sesaat), floating (melayang), kepala terasa
penuh atau membesar. Perilaku : Therapy terapi: impulsif,
sering Marah, buruknya perubahan suasana hati (gangguan
mood), kompulsif mengantuk, mengantuk, pusing,
bingung, pusing, ketidakseimbangan, jalannya
sempoyongan, lambat, lambat, membosankan, kurang
konsentrasi, depresi, menangis, tegang, marah, mudah
tersinggung, cemas, panik, dirangsang, agresif, overaktif,
ketakutan, gelisah, manik, hiperaktif dengan
ketidakmampuan belajar, gelisah, kejang, kepala terasa
penuh atau membesar, sensasi melayang, gangguan
memori jangka pendek (short memory losy), salah
membaca atau membaca tanpa pemahaman, variasi ektrim
dalam tulisan tangan, halusinasi, delusi, paranoia, Bicara
Gagap, claustrophobia, kelumpuhan, negara katatonik,
disfungsi persepsi, gejala khas keterbelakangan mental
impulsif. Sensitive dan mudah marah, impulsif (bila
tertawa atau bicara berlebihan), overaktif, deperesi, terasa
kesepian merasa seperti terpisah dari orang lain, kadang
lupa nomor, huruf dan nama sesaat, lemas (flu like
symtomp)

Sistem Hormonal

Kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah leher),


endometriosis, Premenstrual Syndrome (Nyeri dan
gangguan lainnya saat haid, kemampuan sex menurun,
Chronic Fatique Symptom (sering lemas), Gampang marah,
Mood swing, sering terasa kesepian, rambut rontok.
Keputihan, jerawat.

Jaringan otot dan tulang

Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue, kelemahan


otot, nyeri, bengkak, kemerahan local pada sendi; stiffness,

joint deformity; arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu


tegang, otot leher tegang, spastic umum, , limping gait,
gerak terbatas
10 Gigi dan mulut

Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi


(biasanya berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi sering
berdarah. Sering sariawan. Diujung mulut, mulut dan bibir
sering kering, sindrom oral dermatitis. Geraham belakang
nyeri sering dianggap sebagai Tooth Impacted (tumbuh gigi
geraham miring)

11 Mata

nyeri di dalam atau samping mata, mata berair,sekresi air


mata berlebihan, warna tampak lebih terang, kemerahan
dan edema palpebra, Kadang mata kabur, diplopia, kadang
kehilangan kemampuan visus sementara, hordeolum
(bintitan).

BERBAGAI GANGGUAN ALERGI PADA DEWASA

Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan

Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan

Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.

FATIQUE atau KELELAHAN : mudah lelah, sering minta gendong, Pada


dewasa sering mengeluh capek

Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit
berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR), atau sinusitis hindari
operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga Waspadai dan
hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIKA TERLALU SERING.

Mudah mengalami INFEKSI SALURAN KENCING. Kulit di sekitar kelamin


sering kemerahan

Sering mengalami OVERDIAGNOSIS TBC (MINUM OBAT JANGKA


PANJANG PADAHAL BELUM TENTU MENDERITA TBC / FLEK )

KARENA GEJALA ALERGI MIRIP PENYAKIT TBC. BATUK LAMA BUKAN


GEJALA TBC PADA ANAKBILA DIAGNOSIS TBC MERAGUKAN
SEBAIKNYA SECOND OPINION DENGAN DOKTER LAINNYA

INFEKSI JAMUR (HIPERSENSITIF CANDIDIASIS) di lidah, mulut,


selangkangan, di leher, perut atau dada, KEPUTIHAN

BERBAGAI PERILAKU, GANGGUAN MOTORIK DAN


GANGGUAN FUNGSI SUSUNAN SARAF PUSAT LAINNYA

SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, vertigo

GANGGUAN TIDUR : Sulit untuk memulai tidur malam atau tidur larut malam ,
Tidur bolak-balik. Berbicara,tertawa,berteriak atau berjalan saat tidur, Mendadak
terbangun duduk saat tidur kemudian tidur lagi, Mimpi buruk, beradu gigi atau
gigi gemeretak atau bruxism

AGRESIF MENINGKAT: mudah memukul atau menampar orang lain, berlaku


kasar terhadap anak , istri atau suami.

GANGGUAN KONSENTRASI: mudah lupa (short mempry lost), sering lupa


meletakkan kunci, lupa nama teman tetapi memori lama kuat.

EMOSI TINGGI : mudah marah, sering berteriak, mengamuk, keras kepala,


negatifisme dan mudah menyangkal (deny) sangat tinggi.

DEPRESI DAN MUDAH CEMAS : mudah marah, sedih berlebihan, mudah


tersinggung, sering kesepian, mudah menangis meski masalahnya ringan

GANGGUAN KESEIMBANGAN KOORDINASI DAN MOTORIK :Jalan


terburu-buru mudah tersandung kaki meja atau kaki kursi

GANGGUAN SENSORIS : perabaan telapak kaki dan tangan sensitif (mudah


geli, mudah jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan binatang berbulu). Rasa
perabaan sensoris kaki sangat sensitif (bila lantai kotor sedikit atau berpasir sering
geli dan harus pakai sandal), sandal atau sepatu seringkali ausnya tidak rata atau
tidak seimbang kiri kanan.

GANGGUAN ORAL MOTOR : bicara terburu-buru, cadel, gagap. GANGGUAN


MENELAN DAN MENGUNYAH tapi sangat ringan dianggap normal, pilih-pilih
makanan tidak sukan makanan berserat seperti daging empal, sayur tertentu.

IMPULSIF : banyak bicara, tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan


orang lain, bila bicara sangat cepat banyak dan sulit berhenti. Mudah menangis dan
tertawa berubah bergantian dengan cepat.

.
.
BERBAGAI GANGGUAN YANG BELUM DIKETAHUI SEBABNYA ATAU
berbagai GANGGUAN AUTO IMUN LAINNYA SERING DIPERBERAT
KARENA MANIFESTASI ALERGI. Menurut berbagai penelitian berbagai gangguan
ini dapat diperberat karena alergi dan hipersensitifitas makanan. Tetapi alergi atau
hipersensitifitas makanan bukan sebagai penyebabnya.

Lupus

Fibromialgia

Irritabel Bowel Syndrome

Rematoid Artritis

Henoch Schonlein Syndrome

Prurigo Hebra (gangguan kulit)

Psoriasis

Epilepsi

Autism

ADHD

Gangguan non organik (gangguan fungsional lainnya) seperti migrain, vertigo,


kejang tanpa demam dengan pemeriksaan EEG normal, (SKBE : Serangan kejang
Bukan Epilepsi), gangguan konsentras, gangguan perilaku dan gangguan
perkembangan lainnya

Berbagai Gangguan Metabolisme dan gangguan genetik lainnya

Cara Membuktikan Alergi Makanan Berperanan Dengan


Terjadinya Sakit Kepala Migrain

Bila sakit kepala, atau migrain disertai tanda dan gejala timbul lebih dari 3 dan di sertai
salah satu gangguan saluran cerna maka sangat mungkin berbagai gangguan tersebut
disebabkan karena alergi atau hipersenitifitas makanan.

Penanganan berbagai gangguan yang disebabkan alergi dan hipersensitifitas makanan


haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus
menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling
ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut
khuusunya makanan tertentu.

Penyebab utama adalah reaksi makanan tertentu tetapi dampaknya ringan. Namun saat
yang ringan tersebut tidak dicermati akan diperberat oleh pemicu paling sering adalah
infeksi virus atau fluyang sering tidak terdeteksi dan diabaikan oleh dokter sekalipun.
Bila hal itu penyebabnya maka setelah 5 hari akan membaik. Tetapi akan timbul lagi bila
terkena infeksi virus lagi bila di rumah ada yang sakit lagi

Bila berbagai gangguan bila disertai manifestasi alergi lainnya sangat mungkin alergi
makanan berperanan sebagai penyebabnya.

Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan tersebut adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat anti alergi dan obat
untuk saluran cerna penghilang rasa sakit dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.

Ikuti langkah-langkah dalam Tes Alergi Makanan : Challenge Tes Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka

Kemudian lakukanlah eliminasi provokasi makanan seperti yang tersebut di atas selama 3
minggu di bawah pengawasan dokter ahli. Bila berbagai gangguan tersebut membaik
maka dapat dipastikan bahwa anda mengalami alergi makanan. Dan berbagai gangguan
yang ada selama ini disebabkan karena alergi makanan. Tetapi dalam melakukan
eliminasi makanan selama 3 mingu tersebut haris disiplin dan ketat. Gangguan alergi
biasanya masih sering timbul dalam pelaksanaan eliminasi makanan tersebut bila
penderita tidak disiplin dan mengalami infeksi virus yang sering tidak terdeteksi seperti
badan hangat, bersin, hidung buntu dan sebagainya.

Pencetus atau hal yang memperberat (bukan penyebab) adalah udara dingin, stres,
aktifitas, udara panas. Bila terdapat pencetus tersebut manifestasi alergi tidak akan timbul
bula penyebab alergi makanan dihindari

Penyebab lain yang memperberat tersebut adalah Saat terkena infeksi seperti demam,
batuk, pilek atau muntah dan infeksi lainnya atau Saat terdapat gangguan hormonal :
menstruasi, kehamilan dan paska persalinan

Bila setelah 3 minggu berbagai keluhan yang ada tersebut membaik maka pendapat yang
selama ini menyebutkan bahwa Aku Tidak Alergi Makanan Adalah Tidak Benar dan
sangat mungkin bahwa alerghi makanan ikut berperanan tyerjadinya migrain dan sakit
kepala

Daftar Pustaka

Mehle ME. Migraine and Allergy: A Review and Clinical Update. Curr Allergy Asthma
Rep. 2012 Feb 23.

Ozen AO, Ercan Saroban H, Mutlu N, Cengizlier MR. Relationship between migrainetype headache in childhood with cows milk allergy and egg-white allergy. Agri. 2011
Oct;23(4):174-8.

Theodoropoulos DS, Katzenberger DR, Jones WM, Morris DL, Her C, Cullen NA,
Morrisa DL. Allergen-specific sublingual immunotherapy in the treatment of migraines: a
prospective study. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2011 Oct;15(10):1117-21.

Mitchell N, Hewitt CE, Jayakody S, Islam M, Adamson J, Watt I, Torgerson DJ.


Randomised controlled trial of food elimination diet based on IgG antibodies for the
prevention of migraine like headaches. Nutr J. 2011 Aug 11;10:85.

Martin VT, Taylor F, Gebhardt B, Tomaszewski M, Ellison JS, Martin GV, Levin L, AlShaikh E, Nicolas J, Bernstein JA. Allergy and immunotherapy: are they related to
migraine headache? Headache. 2011 Jan;51(1):8-20.

Derebery MJ, Berliner KI. Allergy and its relation to Menieres disease. Otolaryngol Clin
North Am. 2010 Oct;43(5):1047-58. Review.

Alpay K, Ertas M, Orhan EK, Ustay DK, Lieners C, Baykan B. Diet restriction in
migraine, based on IgG against foods: a clinical double-blind, randomised, cross-over
trial. Cephalalgia. 2010 Jul;30(7):829-37. Epub 2010 Mar 10.

Pascual J, Oterino A. IgG-mediated allergy: a new mechanism for migraine attacks?


Cephalalgia. 2010 Jul;30(7):777-9. Epub 2010 Mar 26.

Kakisaka Y, Wakusawa K, Haginoya K, Saito A, Uematsu M, Yokoyama H, Sato T,


Tsuchiya S. Efficacy of sumatriptan in two pediatric cases with abdominal pain-related
functional gastrointestinal disorders: does the mechanism overlap that of migraine? J
Child Neurol. 2010 Feb;25(2):234-7. Epub 2009 Jun 9.

Derebery MJ. Allergic and immunologic features of Mnires disease. Otolaryngol Clin
North Am. 2011 Jun;44(3):655-66, ix. Epub 2011 May 4. Review.

Chang YT, Li YF, Muo CH, Chen SC, Chin ZN, Kuo HT, Lin HC, Sung FC, Tsai CH,
Chou IC. Correlation of Tourette syndrome and allergic disease: nationwide populationbased case-control study. J Dev Behav Pediatr. 2011 Feb-Mar;32(2):98-102.

Mller-Vahl KR, Buddensiek N, Geomelas M, Emrich HM. The influence of different


food and drink on tics in Tourette syndrome. Acta Paediatr. 2008 Apr;97(4):442-6. Epub
2008 Feb 27.

Ho CS, Shen EY, Shyur SD, Chiu NC. Association of allergy with Tourettes syndrome. J
Formos Med Assoc. 1999 Jul;98(7):492-5.

Hogan MB, Wilson NW. Tourettes syndrome mimicking asthma. J Asthma. 1999
May;36(3):253-6.

Kim H, Moote W, Mazza J. Tourettes syndrome in patients referred for allergy


evaluation. Ann Allergy Asthma Immunol. 1997 Oct;79(4):347-9.

Allergy and Tourettes syndrome. Ann Allergy. 1986 Jun;56(6):507-8.

Chase TN, Geoffrey V, Gillespie M, Burrows GH. Structural and functional studies of
Gilles de la Tourette syndrome. Rev Neurol (Paris). 1986;142(11):851-5.

Finegold I. Allergy and Tourettes syndrome. Ann Allergy. 1985 Aug;55(2):119-21

Feingold BF. Dietary management of nystagmus. J Neural Transm. 1979;45(2):107-15.

Mukherjee A, Bandyopadhyay S, Basu PK. Seizures due to food allergy. J Assoc


Physicians India. 1994 Aug;42(8):662-3.

Dzialek E. Allergologic aspects of epilepsy. Neurol Neurochir Pol. 1975 JulAug;9(4):469-72. Polish.

Fein BT, Kamin PB. Allergy, convulsive disorders and epilepsy. Ann Allergy. 1968
May;26(5):241-7.

Frediani T, Pelliccia A, Aprile A, Ferri E, Lucarelli S. Partial idiopathic epilepsy:


recovery after allergen-free diet Pediatr Med Chir. 2004 May-Jun;26(3):196-7.

Frediani T, Lucarelli S,Pelliccia A, Vagnucci B, Cerminara C, Barbato M, Cardi E.


Allergy and childhood epilepsy: a close relationship Acta Neurol Scand. 2001
Dec;104(6):349-52.

Mukherjee A, Bandyopadhyay S, Basu PK. Seizures due to food allergy J Assoc


Physicians India. 1994 Aug;42(8):662-3.

Pelliccia A, Lucarelli S, Frediani T, DAmbrini G, Cerminara C, Barbato M, Vagnucci B,


Cardi E. Partial cryptogenetic epilepsy and food allergy/intolerance. A causal or a chance
relationship? Reflections on three clinical cases Minerva Pediatr. 1999 May;51(5):153-7

Rose GA. Food sensitivity and epilepsy J R Soc Med. 1993 Feb;86(2):119

Crayton JW, Stone T, Stein G.Epilepsy precipitated by food sensitivity: report of a case
with double-blind placebo-controlled assessment. Clin Electroencephalogr. 1981.

Bardella M T, Molteni N, Prampolini L. et al Need for follow up in coeliac disease. Arch


Dis Child 1994. 70211213.

Hall K. Allergy of the nervous system : a review Ann Allergy 1976 Jan;36(1):49-64.

Doris J Rapp. Allergies and the Hyperactive Child

Bentley D, Katchburian A, Brostoff J. Abdominal migraine and food sensitivity in


children. Clinical Allergy 1984;14:499-500.

Brain allergic in Children.htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.

William H., Md Philpott, Dwight K., Phd Kalita, Dwight K. Kalita PhD, Linus Pauling
PhD, Linus. Pauling, William H. Philpott MD. Brain Allergies: The Psychonutrient and
Magnetic Connections.

Ray C, Wunderlich, Susan PPrwscott. Allergy, Brains, and Children Coping.


London.2003

Bazyka AP, Logunov VP. Effect of allergens on the reaction of the central and autonomic
nervous systems in sensitized patients with various dermatoses] Vestn Dermatol Venerol
1976 Jan;(1):9-14

Levy Y, et al. Show all Journal Nutrition. 2011 Mar;27(3):380-2. The modified Atkins
diet for intractable epilepsy may be associated with late-onset egg-induced anaphylactic
reaction: a case report. Nutrition. 2011 May;27(5):615-6.

Partial cryptogenetic epilepsy and food allergy/intolerance. A causal or a chance


relationship? Reflections on three clinical cases. Pelliccia A, Lucarelli S, Frediani T,
DAmbrini G, Cerminara C, Barbato M, Vagnucci B, Cardi E.Minerva Pediatr. 1999
May;51(5):153-7.

Partial idiopathic epilepsy: recovery after allergen-free diet. Frediani T, Pelliccia A,


Aprile A, Ferri E, Lucarelli S.Pediatr Med Chir. 2004 May-Jun;26(3):196-7.

Allergy and childhood epilepsy: a close relationship? Frediani T, Lucarelli S, Pelliccia A,


Vagnucci B, Cerminara C, Barbato M, Cardi E. Acta Neurol Scand. 2001
Dec;104(6):349-52.

Magnetoencephalographic and electroencephalographic evaluation in patients with


cryptogenetic partial epilepsy. Verrotti A, Pizzella V, Madonna L, Franciotti R, Trotta D,
Morgese G, Chiarelli F, Romani GL. Neurophysiol Clin. 2003 Sep;33(4):174-9.

Frediani T, Pelliccia A, Aprile A, Ferri E, Lucarelli S. Partial idiopathic epilepsy:


recovery after allergen-free diet Pediatr Med Chir.2004 May-Jun;26(3):196-7

Frediani T, Lucarelli S,Pelliccia A, Vagnucci B, Cerminara C, Barbato M, Cardi E.


Allergy and childhood epilepsy: a close relationship Acta Neurol Scand. 2001
Dec;104(6):349-52.

Mukherjee A, Bandyopadhyay S, Basu PK. Seizures due to food allergy J Assoc


Physicians India. 1994 Aug;42(8):662-3.

Pelliccia A, Lucarelli S, Frediani T, DAmbrini G, Cerminara C, Barbato M, Vagnucci B,


Cardi E. Partial cryptogenetic epilepsy and food allergy/intolerance. A causal or a chance
relationship? Reflections on three clinical cases Minerva Pediatr. 1999 May;51(5):153-7

Rose GA. Food sensitivity and epilepsy J R Soc Med. 1993 Feb;86(2):119\

Epilepsy precipitated by food sensitivity: report of a case with double-blind placebocontrolled assessment. Clin Electroencephalogr. 1981

Dzialek E. Allergologic aspects of epilepsy. Neurol Neurochir Pol. 1975

Ida Anjomshoaa,a Margaret E. Cooper,b and Alexandre R. Vieir. Caries is Associated with
Asthma and Epilepsy. Eur J Dent. 2009 October; 3(4): 297303.

Psoriasis, Manifestasi Klinis Dan Penanganannya


Psoriasis adalah penyakit autoimun yang mengenai kulit, ditandai dengan sisik yang
berlapis berwarna keperakan, disertai dengan penebalan warna kemerahan dan rasa gatal

atau perih. Bila sisik ini dilepaskan maka akan timbul bintik perdarahan di kulit
dibawahnya. Psoriasis sering timbul di kuku, dimulai dari bintik putih pada kuku sampai
ke penebalan kuku, juga mengenai kulit kepala (skalp) ditandai dengan sisik besar dan
penebalan dengan warna kemerahan yang akan melewati batas rambut. Selain itu
penyakit ini sering mengenai siku dan lutut, walaupun dapat juga mengenai wajah, lipat
lutut dan siku, genitalia, telapak tangan dan kaki, sesuai tingkat keparahannya penyakit
ini bisa meluas keseluruh tubuh (eritroderma) yang akan menimbulkan kegawatan dan
dapat mengancam jiwa. Psoriasis merupakan inflamasi kronis pada kulit yang sering
terjadi
Psoriasis merupakan penyakit radang yang terjadi pada kulit, ditandai dengan kulit bersisik dan
bercak merah. Sisik ini cukup tebal, terkadang rontok sendiri. Jika digaruk, bercak ini akan
seperti bekas kerikan lilin sehingga sering disebut dengan bercak lilin. Penyakit ini adalah
penyakit menahun dan diduga disebabkan oleh gangguan autoimun (kekebalan tubuh) sehingga
sel-sel kulit mati diproduksi secara berlebihan. Sekitar 1030% penderita psoriasis juga
mengalami radang sendi. Biasanya, psoriasis muncul pada usia dewasa dan pada sepertiga kasus
memang faktor keturunanlah yang berperan. Tapi, penyebab pasti psoriasis sendiri sampai
sekarang belum jelas. Diduga penyakit ini ada kaitannya dengan autoimun, yaitu terganggunya
sistem imun tubuh oleh beragam hal, termasuk akibat beragam infeksi.
Penyakit tidak menular ini tergolong kronis dan mudah kambuh. Kambuhnya penyakit dapat
terjadi bila ada trauma dari luar seperti cuaca, garukan, atau gesekan. Bisa juga dipicu faktor
yang ada hubungannya dengan hormon, seperti tekanan emosional, haid, kelelahan, hamil,
kesehatan, maupun obat-obatan. Sampai saat ini, obat yang mampu menyembuhkan penderita
penyakit kulit psoriasis secara penuh belum ditemukan.
Psoriasis merupakan proses inflamasi yang terjadi akibat kelainan sistem imun, hal ini
dipengaruhi oleh faktor genetic dan faktor lingkungan. Diketahui bahwa terjadi akumulasi sel
CD4+ TH1 dan CD8+ T di lapisan epidermis. Sel T yang ada dilapisan kulit mensekresi sitokin
dan growth factor yang menginduksi hiperproliferasi keratinosit yang menyebabkan timbulnya
lesi. Lesi yang timbul akibat trauma, prosesnya dikenal sebagai Koebner phenomenon.
Epidemiologi

Penyebaran terjadi di seluruh dunia sekitar 1-2%

10-25% pasien mengalami psoriasis arthritis.

kedua jenis kelamin dengan kemungkinan yang sama.

Terjadi awal pada usia 20an hingga usia 50an.

Penyebab

Faktor herediter (genetik) Disebutkan bahwa seseorang beresiko menderita Psoriasis


sekitar 34-39% jika salah satu orang tuanya menderita Psoriasis, dan sekitar 12% jika
kedua orang tuanya tidak menderita Psoriasis

Faktor psikis Sebagian penderita diduga mengalami Psoriasis karena dipicu oleh faktor
psikis. Sedangkan stress, gelisah, cemas dan gangguan emosi lainnya berperan
menimbulkan kekambuhan. Padahal penderita Psoriasis pada umumnya stress lantaran
gemas melihat bercak di kulitnya tak kunjung hilang.

Faktor infeksi fokal Beberapa infeksi menahun (kronis) diduga berperan pada timbulnya
Psoriasis.

Penyakit metabolik (misalnya diabetus melitus laten).

Faktor cuaca Pada beberapa penderita mempunyai kecenderungan membaik saat musim
panas dan kambuh pada musim hujan.

Faktor Pencetus Faktor-faktor yang dapat memicu psoriasis diantaranya adalah :

Trauma fisik (Koebner Phenomenon), akibat gesekan atau garukan.

Infeksi : infeksi streptokokus dapat menyebabkan psoriasis gutata

Stress : faktor lain yang memicu timbulnya psoriasis yaitu stress, insidensi nya sebanyak
40% dan lebih tinggi lagi pada anak-anak.

Obat : obat-obatan yang dapat memicu timbulnya psoriasis yaitu glukokortikoid, lithium,
obat antimalaria, dan B blocker.

Klasifikasi
Psoriasis dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu :

Psoriasis Vulgaris

Psoriatik Eritroderma

Psoriasis Pustular

Psoriasis gutata

Fleksural psoriasis

Manifestasi Klinis

Ada 2 tipe utama lesi dari psoriasis yaitu :


1. Tipe inflamatori : manifestasi yang timbul yaitu adanya inflamasi, eruptif, yang kecil.
Lesi bisa berbentuk gutata (seperti tetesan air) atau nummular (seperti koin).
2. Tipe plak yang stabil. Gejala lain yang timbul pada kulit diantaranya gatal (pruritus)
terutama di daerah kepala dan anogenital, akantosis, parakeratosis, dan lesi biasanya
ditutupi oleh plak berwarna keperakan.
Distribusi dan Letak Predileksi
Ada lokasi-lokasi khusus dimana psoriasis sering terjadi, yaitu :

Kepala (scalp) : timbul plak yang berbatas tegas, dengan scaling yang tebal.

Telapak tangan dan kaki : adanya plak keabuan yang tebal, hyperkeratosis, dan scaling.
deskuamasi menunjukan proses inflamasi.

Tubuh : lesi yang timbul biasanya berbentuk gutata.

Wajah : jarang mengenai area ini.

Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan :

Melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik : pemeriksaan yang dilakukan meliputi


seluruh daerah kulit terutama kepala serta kuku. Dilakukan juga pemeriksaan auspitz sign
dengan melihat timbulnya bercak darah yang ada dibawah lesi, yang merupakan khas dari
psoriasis.

Biopsi, walaupun jarang dilakukan.

Penanganan

Sekalipun hingga kini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan sepenuhnya,
penyakit ini tetap dapat ditangani. Tujuan pengobatan bukan untuk menyembuhkan tapi
agar kulit terlihat seperti normal. Namun demikian, pengobatan bisa saja memberikan
hasil yang berbeda-beda.

Pengobatan terus-menerus dengan diagnosis yang tepat dapat menghilangkan gejala


penyakit kulit psoriasis, dengan demikian, sisik dan rasa gatal bisa dihilangkan.
Penanganan pun tergantung dari berat atau ringannya gejala. satu dari sepuluh penderita
mengalami psoriasis di usia anak-anak, prosiasis yang terjadi pada masa ini cenderung
akan menyebar ke seluruh bagian tubuh serta selalu muncul kembali walaupun sempat

menghilang. Penderita biasanya diberi obat untuk meringankan rasa gatal yang mereka
alami. Selain itu, penanganan secara psikologis juga seringkali dibutuhkan. Penderita
penyakit kulit psioriasis sangat mungkin akan mengalamai tekanan psikologis, frustasi,
dan merasa rendah diri.

Penanganan sangat tergantung dari berat ringannya gejala. Satu dari sepuluh pasien
psoriasis mengalaminya di usia kanak-kanak. Psoriasis yang diperoleh di masa ini
cenderung menyebar ke seluruh tubuh dan selalu muncul kembali meski sempat
menghilang. Pasien biasanya diberi obat untuk mengurangi rasa gatal.

Pengobatan untuk pasien psoriasis bergantung pada lokasi, tipe, dan keparahan dari
penyakit. Beberapa agen yang sering digunakan yaitu : Agen sistemik : Methotrexate,
golongan antimetabolit, Sintesis retinoid dan siklosporin, Analog vitamin D, Sinar UV-B
dan Psoralen PUVA (UV-A

Referensi

Kling J. Oral Tofacitinib Not Inferior to Etanercept for Psoriasis. Medscape Medical
News. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/822565. Accessed April1 ,
2014.

Catsarou-Catsari A, Katambus A, Theodorpoylos P. Ophthalmological manifestations in


patients with psoriasis. In: Acta Derm Venereol (Stock). 64. 1984:557-559.

Huynh N, Cervantes-Castaneda RA, Bhat P, Gallagher MJ, Foster CS. Biologic response
modifier therapy for psoriatic ocular inflammatory disease. Ocul Immunol Inflamm. MayJun 2008;16(3):89-93.

[Guideline] Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis: section 4.
Guidelines of care for the management and treatment of psoriasis with traditional
systemic agents. J Am Acad Dermatol. Sep 2009;61(3):451-85.

Mrowietz U, de Jong EM, Kragballe K, Langley R, Nast A, Puig L, et al. A consensus


report on appropriate treatment optimization and transitioning in the management of
moderate-to-severe plaque psoriasis. J Eur Acad Dermatol Venereol. Feb 26 2013;

Christophers E, Sterry W. Psoriasis. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, eds.
Dermatology in General Medicine. New York: McGraw Hill; 1993:489-511.

Farber EM, Cox AJ, eds. Psoriasis: Proceedings of the Third International Symposium
Yorke Medical. New York: 1981..

Gulliver W. Long-term prognosis in patients with psoriasis. Br J Dermatol. Aug 2008;159


Suppl 2:2-9.

Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current concepts of pathogenesis.


Ann Rheum Dis. Mar 2005;64 Suppl 2:ii30-6.

Keaney TC, Kirsner RS. New insights into the mechanism of narrow-band UVB therapy
for psoriasis. J Invest Dermatol. Nov 2010;130(11):2534.

Karabulut AA, Yalvac IS, Vahaboglu H, Nurozler AB, Duman S. Conjunctival impression
cytology and tear-film changes in patients with psoriasis. Cornea. Sep 1999;18(5):544-8.

Pietrzak AT, Zalewska A, Chodorowska G, Krasowska D, Michalak-Stoma A, Nockowski


P, et al. Cytokines and anticytokines in psoriasis. Clin Chim Acta. Aug 2008;394(1-2):721.

Keller JJ, Lin HC. The Effects of Chronic Periodontitis and Its Treatment on the
Subsequent Risk of Psoriasis. Br J Dermatol. Jul 3 2012;

Riveira-Munoz E, He SM, Escarams G, et al. Meta-Analysis Confirms the


LCE3C_LCE3B Deletion as a Risk Factor for Psoriasis in Several Ethnic Groups and
Finds Interaction with HLA-Cw6. J Invest Dermatol. May 2011;131(5):1105-9

Gelfand JM, Stern RS, Nijsten T, Feldman SR, Thomas J, Kist J, et al. The prevalence of
psoriasis in African Americans: results from a population-based study. J Am Acad
Dermatol. Jan 2005;52(1):23-6

Gelfand JM, Troxel AB, Lewis JD, Kurd SK, Shin DB, Wang X, et al. The risk of
mortality in patients with psoriasis: results from a population-based study. Arch
Dermatol. Dec 2007;143(12):1493-9.

Harding A. Reuters Health InformationExtent of psoriasis tied to risk of comorbidities.


Reuters Health Information [serial online]. August 15, 2013;Accessed August 29, 2013.
Available at http://www.medscape.com/viewarticle/809536.

Yeung H, Takeshita J, Mehta NN, et al. Psoriasis Severity and the Prevalence of Major
Medical Comorbidity: A Population-Based Study. JAMA Dermatol. Aug 7 2013;

Patel RV, Shelling ML, Prodanovich S, Federman DG, Kirsner RS. Psoriasis and vascular
disease-risk factors and outcomes: a systematic review of the literature. J Gen Intern
Med. Sep 2011;26(9):1036-49.

Li WQ, Han JL, Manson JE, Rimm EB, Rexrode KM, Curhan GC, et al. Psoriasis and
risk of nonfatal cardiovascular disease in U.S. women: a cohort study. Br J Dermatol. Apr
2012;166(4):811-8

Wan J, Wang S, Haynes K, Denburg MR, Shin DB, Gelfand JM. Risk of moderate to
advanced kidney disease in patients with psoriasis: population based cohort study. BMJ.
Oct 15 2013;347:f5961. [Medline].

Laidman J. Moderate and Severe Psoriasis Linked to Higher Kidney Risks. Medscape
[serial online]. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/812730. Accessed
October 21, 2013.

Rapp SR, Feldman SR, Exum ML, Fleischer AB Jr, Reboussin DM. Psoriasis causes as
much disability as other major medical diseases. J Am Acad Dermatol. Sep 1999;41(3 Pt
1):401-7.

Kurd SK, Troxel AB, Crits-Christoph P, Gelfand JM. The risk of depression, anxiety, and
suicidality in patients with psoriasis: a population-based cohort study. Arch Dermatol.
Aug 2010;146(8):891-5.

Oostveen AM, de Jager ME, van de Kerkhof PC, Donders AR, de Jong EM, Seyger MM.
The influence of treatments in daily clinical practice on the Childrens Dermatology Life
Quality Index in juvenile psoriasis: a longitudinal study from the Child-CAPTURE
patient registry. Br J Dermatol. May 23 2012;

Lucka TC, Pathirana D, Sammain A, Bachmann F, Rosumeck S, Erdmann R, et al.


Efficacy of systemic therapies for moderate-to-severe psoriasis: a systematic review and
meta-analysis of long-term treatment. J Eur Acad Dermatol Venereol. Mar 9 2012;

Pettey AA, Balkrishnan R, Rapp SR, Fleischer AB, Feldman SR. Patients with
palmoplantar psoriasis have more physical disability and discomfort than patients with
other forms of psoriasis: implications for clinical practice. J Am Acad Dermatol. Aug
2003;49(2):271-5.

Sampogna F, Tabolli S, Sderfeldt B, Axtelius B, Aparo U, Abeni D. Measuring quality


of life of patients with different clinical types of psoriasis using the SF-36. Br J
Dermatol. May 2006;154(5):844-9.

Moadel K, Perry HD, Donnenfeld ED, Zagelbaum B, Ingraham HJ. Psoriatic corneal
abscess. Am J Ophthalmol. Jun 1995;119(6):800-1. [Medline].

Durrani K, Foster CS. Psoriatic uveitis: a distinct clinical entity?. Am J Ophthalmol. Jan
2005;139(1):106-11. [Medline].

Takahashi H, Sugita S, Shimizu N, Mochizuki M. A high viral load of Epstein-Barr virus


DNA in ocular fluids in an HLA-B27-negative acute anterior uveitis patient with
psoriasis. Jpn J Ophthalmol. Mar-Apr 2008;52(2):136-8.

[Guideline] Menter A, Gottlieb A, Feldman SR, Van Voorhees AS, Leonardi CL, Gordon
KB, et al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis:
Section 1. Overview of psoriasis and guidelines of care for the treatment of psoriasis with
biologics. J Am Acad Dermatol. May 2008;58(5):826-50.

[Guideline] Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis. Section 3.
Guidelines of care for the management and treatment of psoriasis with topical therapies.
J Am Acad Dermatol. Apr 2009;60(4):643-59.

[Guideline] Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis: Section 5.
Guidelines of care for the treatment of psoriasis with phototherapy and
photochemotherapy. J Am Acad Dermatol. Jan 2010;62(1):114-35.

[Guideline] Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis Section 6.
Guidelines of care for the treatment of psoriasis and psoriatic arthritis: Case-based
presentations and evidence-based conclusions. J Am Acad Dermatol. Feb 7 2011;

Mason AR, Mason J, Cork M, Dooley G, Edwards G. Topical treatments for chronic
plaque psoriasis. Cochrane Database Syst Rev. Apr 15 2009;CD005028.\

Stern RS. The risk of squamous cell and basal cell cancer associated with psoralen and
ultraviolet A therapy: A 30-year prospective study. J Am Acad Dermatol. Jan 18 2012;\

Carrascosa JM, Plana A, Ferrndiz C. Effectiveness and Safety of Psoralen-UVA (PUVA)


Topical Therapy in Palmoplantar Psoriasis: A Report on 48 Patients. Actas
Dermosifiliogr. Mar 6 2013;\

Stern DK, Creasey AA, Quijije J, Lebwohl MG. UV-A and UV-B Penetration of Normal
Human Cadaveric Fingernail Plate. Arch Dermatol. Apr 2011;147(4):439-41. \

Lerman S. Ocular side effects of accutane therapy. Lens Eye Toxic Res. 1992;9(3-4):42938. \

Brelsford M, Beute TC. Preventing and managing the side effects of isotretinoin. Semin
Cutan Med Surg. Sep 2008;27(3):197-206. \

Papp KA, Griffiths CE, Gordon K, Lebwohl M, et al. Long-term safety of ustekinumab in
patients with moderate-to-severe psoriasis: final results from five years of follow-up. Br
J Dermatol. Jan 10 2013\

Kimball AB, Gordon KB, Fakharzadeh S, Yeilding N, Szapary PO, Schenkel B, et al.
Long-term efficacy of ustekinumab in patients with moderate-to-severe psoriasis: results
from the PHOENIX 1 trial through up to 3 years. Br J Dermatol. Feb 22 2012;\

Anti-TNF Switch May Help Some Psoriasis Patients. Medscape [serial online]. Jan 3
2014;Accessed Jan 14 2014. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/818654.

Defisiensi IgA Selektif, Manifestasi Klinis dan


Penanganannya
Individu dengan Defisiensi IgA selektif atau kekurangan IgA, tetapi biasanya memiliki
jumlah normal jenis lain dari imunoglobulin. Defisiensi IgA selektif relatif umum di
Kaukasia. Banyak orang yang terkena tidak memiliki penyakit sebagai hasilnya. Orang
lain mungkin mengembangkan berbagai masalah klinis yang signifikan. Deficiensi IgA
selektif didefinisikan sebagai immunodeficiency primer ditandai dengan tidak terdeteksi
nilai imunoglobulin A (IgA) dalam darah dan sekresi tetapi tidak ada kekurangan
imunoglobulin lainnya.
Defisiensi IgA selektif (SIgAD) adalah penyakit immunodeficiency primer dan adalah yang
paling umum dari kekurangan antibodi primer. Total immunoglobulin A defisiensi (IGAD)
didefinisikan sebagai serum tidak terdeteksi immunoglobulin A (IgA) tingkat pada nilai <5 mg /
dL (0,05 g / L) pada manusia. Partial IGAD mengacu terdeteksi tetapi penurunan tingkat IgA
yang lebih dari 2 standar deviasi di bawah normal berarti usiadisesuaikan.IGAD umumnya
terkait dengan limfosit B yang normal dalam darah perifer, yang normal CD4 + dan CD8 + T sel,
neutrofil normal dan jumlah limfosit. Anti-IgA autoantibodi dari IgG dan / atau IgE isotipe
mungkin ada. Darah perifer juga dapat dipengaruhi oleh cytopenias autoimun, misalnya,
trombositopenia autoimun, dan pasien mungkin memiliki fenomena autoimun lainnya.IgA
pertama kali diidentifikasi oleh Graber dan Williams pada tahun 1952; sepuluh tahun kemudian,
pasien pertama digamarkan dengan IGAD. IGAD adalah gangguan heterogen, dan hasil
penelitian intensif mulai menjelaskan lokus genetik dan patogenesis molekuler yang
berkontribusi terhadap berbagai subtipe gangguan ini. Beberapa bukti menunjukkan bahwa,
dalam banyak kasus IGAD dan umum immunodeficiency variabel (CVID) memiliki patogenesis
umum, yang dibahas lebih lanjut dalam Patofisiologi. Data lain menunjukkan faktor-faktor risiko
genetik yang berbeda. Studi keluarga menunjukkan pola warisan variabel. Familial warisan dari
IGAD terjadi pada sekitar 20% kasus dan dalam keluarga,IGAD dan CVID terkait. Banyak
pasien IGAD tidak menunjukkan gejala (yaitu, normal donor darah) dan diidentifikasi dengan
menemukan kelainan laboratorium, tanpa penyakit klinis terkait jelas. Beberapa pasien dengan
IGAD mungkin memiliki kondisi terkait berikut: defisit dalam satu atau lebih imunoglobulin G
(IgG) subclass (ini menyumbang 20-30% pasien IgAkekurangan, banyak di antaranya mungkin
memiliki jumlah kadar IgG dalam normal range) atau respon antibodi kekurangan untuk
imunisasi pneumokokus (defisiensi antibodi spesifik polisakarida [SPAD]).
Beberapa pasien dengan IGAD kemudian menjadi CVID, dan anggota keluarga pasien dengan
CVID mungkin hanya selektif IGAD. Karakterisasi reseptor untuk aktivator transmembran dan
kalsiummodulator dan cyclophilin ligand interactor (TACI), dikodekan oleh gen TNFRSF13B

(tumor necrosis factor superfamili reseptor anggota 13B), menunjukkan bahwa orang dengan
C104, A181E, dan varian ins204A mungkin pada risiko IGAD yang berkembang menjadi CVID.
IGAD primer adalah permanen, dan di bawah normal tingkat telah dicatat untuk tetap statis dan
bertahan setelah 20 tahun pengamatan. Sebuah laporan baru-baru ini mendokumentasikan kasus
yang jarang terjadi pembalikan. Faktor-faktor lingkungan seperti obat-obatan atau infeksi dapat
menyebabkan IGAD, tetapi formulir ini adalah reversibel pada lebih dari setengah
kasusMeskipun individu dengan IGAD sebagian besar telah dianggap sehat, studi terbaru
menunjukkan tingkat yang lebih tinggi gejala. Sebuah studi 20tahun tindak lanjut yang
membandingkan 204 donor darah yang sehat dengan kebetulan diidentifikasi IGAD ke 237
subyek sehat dengan tingkat IgA yang normal menunjukkan bahwa 80% dari IGAD donor dan
50% dari subyek kontrol memiliki episode infeksi, alergi obat, atau autoimun atau penyakit
atopik. Infeksi saluran pernafasan parah terjadi pada 26% dari penderita IGAD, dalam 24% dari
subyek dengan penurunan kadar IgA, dan 8% dari subyek kontrol; Namun, kejadian infeksi yang
mengancam jiwa tidak meningkat. IGAD lebih sering terjadi pada pasien dewasa dengan
penyakit paru-paru kronis dibanding subyek kontrol usia pada kelompok yang sama-sama
sehat.Pasien dengan IGAD berada di beberapa peningkatan risiko mengembangkan reaksi parah
setelah menerima produk darah antibodi. IgG antiIgA dapat menyebabkan reaksi transfusi parah
jika pasien dengan IGAD diberikan whole blood.; Oleh karena itu, darah IgA miskin atau sel
darah merah dicuci lebih disukai untuk pasien-pasien. Pasien IgA-kekurangan dengan antibodi
imunoglobulin E (IgE)kelas antiIgA beresiko untuk anafilaksis jika mereka menerima darah
atau imunoglobulin intravena, tetapi situasi ini sangat jarang terjadi. Individu dengan seperti
profil yang tidak biasa harus menerima hanya persiapan imunoglobulin IgA intravena rendah.
Namun, hati-hati harus digunakan ketika pemberian IGIV untuk pasien dengan IGAD jika
statusnya antiIgA mereka tidak diketahui.
Riawayat tanpa pemberian produk darah sebelumnya tidak mengecualikan kemungkinan
antibodi antiIgA atau reaksi yang merugikan. Untungnya, tindakan pencegahan yang tepat dapat
secara signifikan mengurangi morbiditas. Bank darah dapat menggunakan pendekatan skrining
ELISA untuk membentuk IGAD donor darah kolam renang.
Ada lima jenis (kelas) dari imunoglobulin atau antibodi dalam darah: IgG, IgA, IgM, IgD dan
IgE. IgG hadir dalam jumlah terbesar, diikuti oleh IgM dan IgA. IgD jauh lebih rendah, dan IgE
hadir dalam jumlah menit saja. IgM dan IgG terutama melindungi kita dari infeksi di dalam
jaringan tubuh kita, organ dan darah. Sementara IgA hadir dalam darah, sebagian besar IgA
dalam tubuh adalah dalam sekresi permukaan mukosa, termasuk air mata, air liur, kolostrum,
genital, pernapasan, dan sekresi gastrointestinal.Antibodi IgA dalam sekresi memainkan peran
utama dalam melindungi kita dari infeksi di daerah-daerah. IgG dan IgM juga ditemukan dalam
sekresi tetapi tidak dalam jumlah yang hampir sama dengan IgA. IgA hadir dalam sekresi ini
juga disebut secretory IgA. Jika permukaan mukosa manusia yang tersebar datar, mereka akan
menutupi area sama dengan satu dan setengah lapangan tenis, sehingga pentingnya IgA dalam
melindungi permukaan mukosa.Secretory IgA memiliki beberapa perbedaan dibandingkan
dengan sekarang IgA dalam darah. Secretory IgA terbuat dari dua molekul antibodi IgA
bergabung bersama oleh protein yang disebut rantai J (J untuk bergabung). (Lihat bab
berjudul Sistem kekebalan dan Penyakit Immunodeficiency primer.) Dalam rangka untuk unit
ini akan dilepaskan, hal itu juga harus melekat pada protein lain yang disebut bagian sekretori.
Oleh karena itu, sekretorik IgA Unit akhir yang melindungi permukaan mukosa sebenarnya

terdiri dari dua molekul IgA bergabung dengan rantai J dan melekat pada bagian
sekretorik.Meskipun individu dengan Defisiensi IgA selektif tidak menghasilkan IgA (atau
menghasilkan hanya sejumlah sangat kecil), mereka membuat semua kelas imunoglobulin
lainnya; maka istilah Defisiensi IgA selektif. Selain itu, fungsi dari Tlimfosit mereka, sel fagosit
dan melengkapi sistem semua normal.Gambaran Klinis

Defisiensi IgA selektif adalah salah satu yang paling umum penyakit immunodeficiency
primer. Penelitian telah menunjukkan bahwa sebanyak satu dari setiap 500 orang
Kaukasia memiliki Defisiensi IgA selektif. Tingkat kejadian mungkin berbeda dalam
kelompok etnis lain.

Banyak dari orang-orang ini tampak sehat, atau memiliki penyakit yang relatif ringan,
dan umumnya tidak cukup sakit untuk diperiksa oleh dokter dan mungkin tidak akan
pernah ditemukan memiliki kekurangan IgA. Di sisi lain, ada individu dengan Defisiensi
IgA selektif yang memiliki penyakit signifikan. Saat ini, tidak mengerti mengapa
beberapa individu dengan defisiensi IgA hampir tidak memiliki penyakit sementara yang
lain sangat sakit.

Juga, tidak diketahui persis apa persen individu dengan defisiensi IgA akhirnya akan
mengembangkan komplikasi; Perkiraan berkisar dari 25% menjadi 50%. Beberapa pasien
dengan defisiensi IgA juga memiliki tingkat yang sangat rendah subclass IgG tertentu
(biasanya IgG2 dan / atau IgG4). Itu mungkin menjadi bagian dari penjelasan mengapa
beberapa pasien dengan defisiensi IgA lebih rentan terhadap infeksi daripada yang lain,
tapi ini tidak terjadi untuk semua pasien dengan defisiensi IgA yang mengembangkan
komplikasi atau bagi mereka yang memiliki IgG2 rendah dan / atau IgG4 selain absen
IgA.

Masalah umum dalam Defisiensi IgA selektif adalah kerentanan terhadap infeksi. Ini
terlihat dalam sekitar setengah dari pasien dengan defisiensi IgA yang datang ke
perhatian medis. Infeksi berulang telinga, sinusitis, bronkitis dan pneumonia adalah
infeksi yang paling umum terlihat pada pasien dengan Defisiensi IgA selektif. Beberapa
pasien juga mengalami infeksi gastrointestinal dan diare kronis. Terjadinya jenis-jenis
infeksi mudah dipahami karena IgA melindungi permukaan mukosa. Infeksi ini dapat
menjadi kronis. Selain itu, infeksi mungkin tidak sepenuhnya jelas dengan pengobatan,
dan pasien mungkin harus tetap pada antibiotik lebih lama dari biasanya. Kadang-kadang
antibiotik profilaksis jangka panjang diperlukan untuk menjaga mereka bebas dari
infeksi.

Masalah utama kedua defisiensi IgA adalah terjadinya penyakit autoimun. Ini ditemukan
pada sekitar 25% sampai 33% dari pasien yang mencari bantuan medis. Pada penyakit
autoimun, individu menghasilkan antibodi atau T-limfosit, yang bereaksi dengan jaringan
mereka sendiri dengan peradangan dan kerusakan yang dihasilkan. Beberapa penyakit
autoimun yang lebih sering dikaitkan dengan kekurangan IgA adalah: rheumatoid
arthritis, lupus eritematosus sistemik dan purpura thrombocytopenic kekebalan tubuh.
Jenis lain dari penyakit autoimun dapat mempengaruhi sistem endokrin dan / atau sistem
pencernaan.

Alergi juga mungkin lebih umum antara individu dengan Defisiensi IgA selektif
dibandingkan pada populasi umum. Ini terjadi pada sekitar 10-15% dari pasien tersebut.
Jenis-jenis alergi bervariasi. Asma adalah salah satu penyakit alergi umum yang terjadi
dengan Defisiensi IgA selektif. Ia telah mengemukakan bahwa asma bisa lebih parah, dan
kurang responsif terhadap terapi, pada individu dengan defisiensi IgA daripada pada
orang dengan IgA normal. Alergi makanan juga dapat dikaitkan dengan kekurangan IgA.
Hal ini tidak yakin apakah ada peningkatan insiden rhinitis alergi (hay fever) atau eksim
di Selective IgA Defisiensi.

Penyebab Defisiensi IgA selektif tidak diketahui. Sangat mungkin bahwa ada berbagai
penyebab, dan ini menjelaskan mengapa gejala atau masalah kesehatan dapat bervariasi
dari individu ke individu.

Rendah tapi terdeteksi serum IgA (kadang-kadang disebut defisiensi IgA parsial), seperti
serum terdeteksi IgA, juga relatif umum. Demikian pula, sebagian besar orang dengan
IgA serum rendah memiliki sakit yang tidak jelas. Beberapa orang dengan IgA serum
rendah memiliki perjalanan klinis yang sangat mirip dengan orang-orang dengan Variable
umum Immune Deficiency (CVID).

Diagnosis

Diagnosis Defisiensi IgA selektif biasanya diduga karena infeksi kronis atau berulang,
penyakit autoimun, diare kronis atau beberapa kombinasi dari masalah ini. Pasien lain
diidentifikasi ketika imunoglobulin diperintahkan untuk beberapa masalah non
imunologi. Diagnosis ditegakkan ketika tes darah menunjukkan tingkat tidak terdeteksi
IgA (dilaporkan biasanya sebagai <5-7 mg / dL), dengan tingkat normal kelas utama
lainnya imunoglobulin (IgG dan IgM).

Kadang-kadang, beberapa pasien dengan defisiensi IgA mungkin juga memiliki tingkat
rendah IgG2 dan / atau IgG4 dan defisiensi antibodi terkait. Jumlah selB dan jumlah dan
fungsi dari T-limfosit normal. (Lihat bab berjudul Spesifik Antibody Deficiency dan
IgG Subclass Deficiency.)

Beberapa tes lain yang mungkin penting termasuk hitung darah lengkap, pengukuran
fungsi paru-paru dan urine. Tes-tes lain yang dapat diperoleh mencakup langkah-langkah
fungsi tiroid, fungsi ginjal, penyerapan nutrisi di saluran pencernaan dan antibodi yang
diarahkan terhadap jaringan tubuh sendiri (autoantibodi).

Diagnosis Banding

Ataxia-Telangiectasia

Combined B-Cell and T-Cell Disorders

IgG subclass deficiency and/or specific polysaccharide antibody deficiency

Severe Combined Immunodeficiency

Wiskott-Aldrich Syndrome

Warisan dari Deficiensi IgA selektif

Familial warisan dari Defisiensi IgA selektif terjadi pada sekitar 20% kasus dan, dalam
keluarga, Selective IgA Deficiency, CVID dan Transient hypogammaglobulinemia of
Infancy mungkin berhubungan. Jika anggota keluarga yang diduga memiliki masalah
kekebalan tubuh, kadar imunoglobulin dapat diperoleh untuk menentukan pola familial
penyakit.

Pengobatan

Pendekatan pengobatan meliputi identifikasi kondisi komorbiditas; langkah-langkah


pencegahan untuk mengurangi risiko infeksi; dan pengobatan yang tepat, ketat, dan
efektif infeksi. Bedah fungsional sinus dengan endoskopi sering dapat membantu
meringankan obstruksi kronis dan mempromosikan drainase. Tabung tympanostomy juga
dapat membantu dalam mengurangi risiko penurunan pendengaran dan perkembangan
bicara cacat sekunder pada anak-anak dengan otitis supuratif kronis yang berhubungan
dengan defisiensi antibodi.

Imunoglobulin A defisiensi (IGAD) tidak memiliki pengobatan khusus. Terapi


penggantian tidak praktis untuk IGAD karena pendek paruh IgA dan kurangnya relatif
IgA dalam persiapan imunoglobulin komersial.

Terapi antibiotik adalah baris pertama pengobatan, khusus untuk infeksi saluran
sinopulmonary atau GI. Infeksi sinopulmonary terkait diperlakukan sesuai dengan
protokol pengobatan yang digunakan untuk infeksi saluran pernapasan masyarakat yang
didapat pada orang yang sehat, tetapi pengobatan berkepanjangan mungkin diperlukan.

Imunisasi dengan vaksin pneumokokus dan polisakarida lain adalah penting; Namun,
tidak semua pasien dapat membuat respon imun. Postvaccination titer IgG dapat
diperoleh untuk mengkonfirmasi kehadiran dari tingkat perlindungan yang sesuai dengan
usia dari antipneumococcal IgG. Pasien dengan immunodeficiency variabel umum
(CVID) atau kekurangan antibodi spesifik lebih halus mungkin tidak dapat me-mount
respon terhadap antigen polisakarida; Oleh karena itu, vaksinasi pneumokokus pada
pasien CVID sering tidak efektif.

Penggunaan IGIV sebagai terapi pengganti tidak diindikasikan untuk selektif IGAD per
se. Dalam keadaan yang dipilih pada pasien dengan SIgAD bersamaan dan defisiensi
antibodi IgG selektif yang memiliki berulang atau infeksi kronis sinopulmonary bermutu
tinggi, percobaan IGIV dapat diberikan untuk melihat apakah respon klinis substansial
terjadi. Kebanyakan pasien dengan IGAD sebagai bagian dari CVID dan / atau dengan

defisiensi antibodi IgG spesifik bersamaan dapat dengan aman menerima intravena (IV)
atau subkutan (SC) IgG terapi penggantian.

Pasien dengan antibodi antiIgA dikenal atau mungkin masih pada peningkatan risiko
anafilaksis atau reaksi IgGmeduiated yang parah. Pasien tertentu yang memiliki
sinusitis kronis atau bronkitis kronis mungkin perlu untuk tetap pada jangka panjang
terapi antibiotik pencegahan (profilaksis antibiotik). Adalah penting bahwa dokter dan
pasien berkomunikasi erat sehingga keputusan yang tepat dapat dibuat mengenai terapi.

Tindakan pencegahan harus digunakan dalam administrasi IV immunoglobulin dan


produk darah lainnya pada pasien dengan IGAD karena persiapan imunoglobulin IV dan
produk darah lainnya mengandung sejumlah setidaknya kecil IgA.

Saat ini tidak mungkin untuk mengganti IgA pada pasien dengan defisiensi IgA,
meskipun penelitian terhadap pemurnian IgA manusia sedang berlangsung. Namun,
masih harus dilihat apakah penggantian IgA oleh rute (IV, oral atau topikal) akan
bermanfaat bagi manusia dengan defisiensi IgA, sebagian karena IgA dalam serum, tidak
seperti IgG, tidak tinggal di dalam sirkulasi untuk waktu yang lama .

Pengobatan komplikasi yang terkait dengan Defisiensi IgA selektif harus diarahkan pada
masalah tertentu. Sebagai contoh, pasien dengan infeksi kronis atau berulang perlu
antibiotik yang sesuai. Idealnya, terapi antibiotik harus ditargetkan pada organisme
tertentu yang menyebabkan infeksi. Sayangnya, itu tidak selalu mungkin untuk
mengidentifikasi organisme ini dan kepekaan antibiotik mereka tepat, dan penggunaan
antibiotik spektrum luas mungkin diperlukan.

Sebagaimana disebutkan di atas, beberapa pasien dengan defisiensi IgA juga memiliki
IgG2 dan / atau IgG4 kekurangan subclass dan / atau kekurangan produksi antibodi.
Namun, temuan laboratorium ini tidak selalu memprediksi frekuensi yang lebih besar
atau keparahan infeksi. Jika pasien memiliki banyak infeksi, respon antibodi vaksin yang
buruk dan gagal pengobatan pencegahan lainnya (misalnya, profilaksis antibiotik)
percobaan terapi pengganti imunoglobulin dapat dipertimbangkan.

Pasien dengan Defisiensi IgA selektif sering dianggap meningkatkan risiko reaksi alergi
yang mengancam nyawa, atau anafilaksis ketika mereka menerima produk darah,
termasuk imunoglobulin intravena (IVIG), yang mengandung beberapa IgA. Hal ini
diduga disebabkan oleh IgG (atau mungkin IgE) antibodi antiIgA, yang dapat ditemukan
pada beberapa individu IgAkekurangan. Namun, kebanyakan pasien dengan defisiensi
IgA tidak memiliki reaksi negatif terhadap produk darah atau IVIG.

Tidak ada konsensus di antara para ahli di bidang ini mengenai besarnya tepat dari risiko
jenis reaksi pada pasien dengan defisiensi IgA, atau perlunya kehati-hatian atau
pengukuran antibodi antiIgA sebelum pemberian darah atau IVIG. Namun, reaksi ini

sangat langka keseluruhan. Selanjutnya, anafilaksis belum dilaporkan pada pasien dengan
defisiensi IgA menerima infus immunoglobulin subkutan.

Ada berbagai terapi untuk pengobatan penyakit autoimun. Obat antiinflamasi, seperti
aspirin, ibuprofen atau naproxen, yang digunakan dalam berbagai penyakit yang
menyebabkan peradangan sendi. Steroid juga dapat membantu dalam berbagai penyakit
autoimun. Banyak obat-obatan biologis (antibodi monoklonal) juga telah dikembangkan
untuk mengobati penyakit inflamasi dan autoimun. Jika hasil penyakit autoimun kelainan
sistem endokrin, terapi penggantian hormon mungkin diperlukan.

Pengobatan alergi yang terkait dengan defisiensi IgA mirip dengan pengobatan alergi
pada umumnya. Hal ini tidak diketahui apakah immunotherapy (suntikan alergi) sangat
membantu dalam alergi yang terkait dengan Defisiensi IgA selektif; meskipun tidak ada
bukti dari setiap peningkatan risiko terkait dengan terapi ini pada pasien ini.

Aspek yang paling penting dari terapi pada defisiensi IgA adalah komunikasi yang erat
antara pasien (dan / atau keluarga pasien) dan dokter sehingga masalah dapat diakui dan
diperlakukan sebagai segera setelah mereka muncul.

Harapan bagi Penderita Defisiensi IgA selektif

Meskipun Defisiensi IgA selektif biasanya salah satu bentuk ringan dari
immunodeficiency, dapat menyebabkan penyakit parah pada beberapa orang. Oleh karena
itu, sulit untuk memprediksi hasil jangka panjang pada pasien individu dengan Deficiensi
IgA selektif.

Referensi

Bonilla FA, Bernstein IL, Khan DA, et al. Practice parameter for the diagnosis and
management of primary immunodeficiency. Ann Allergy Asthma Immunol. May
2005;94(5 Suppl 1):S1-63.

Daele J, Zicot AF. Humoral immunodeficiency in recurrent upper respiratory tract


infections. Some basic, clinical and therapeutic features. Acta Otorhinolaryngol Belg.
2000;54(3):373-90.

Pembesaran Kelenjar Getah Bening dan Alergi


Diposting pada November 23, 2013 oleh Indonesia Medicine 3 komentar
Pembesaran Kelenjar Getah Bening Sering Terjadi Pada Penderita Alergi

Sering mendapatkan penanganan tidak benar dengan pemberian overtreatment antibiotika dan
overdiagnosis Tuberkulosis
Kelenjar getah bening terdapat di beberapa tempat di tubuh kita. Bisa terdapat di sekitar
leher, belakang kepala, ,dagu dan beberapa tempat lainnya. Seringkali timbul benjolanbenjolan di daerah tempat kelenjar getah bening berada dan seringkali pula hal itu
menimbulkan kecemasan baik pada pasien, ataupun orang tua pasien. Banyak pihak
bahkan dokter menganggap hal itu normal. Meski jarang pada beberapa kasus merupakan
suatu gejala penyakit lainnya seperti infeksi kronis atau keganasan. Seringkali terjadi
pembesaran kelenjar tersebut terjadi overdiagnosis sebagai tuberkulosis, padahal tidak
menderita penyakit tersebut. Juga seringkali terjadi overtreatmen diberi antibiotika
padahal penyebab pembesaran KGB paling sering adalah infeksi virus yang akan sembuh
sendiri tidak memerlukan pemberian antibiotika.
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran,
konsistensi ataupun jumlahnya. Pada daerah leher (cervikal), pembesaran kelenjar getah bening
didefinisikan bila kelenjar membesar lebih dari diameter satu sentimeter. Pembesaran kelenjar
getah bening di daerah leher sering terjadi pada anak-anak. Sekitar 38% sampai 45% pada anak
normal memiliki kelenjar getah bening daerah leher yang teraba. Dari studi di Belanda terdapat
2.556 kasus limadenopati yang tidak dapat dijelaskan dan 10% dirujuk kepada subspesialis, 3.2%
membutuhkan biopsi dan 1.1% mengalami keganasan. Studi kedokteran keluarga di amerika
serikat tidak ada dari 80 pasien dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan yang
mengalami keganasan dan tiga dari 238 pasien yang mengalami keganasan dari limadenopati
yang tidak dapat dijelaskan. Pasien usia >40tahun dengan limfadenopati yang tidak dapat
dijelaskan memiliki risiko keanasan 4% dibanding risiko keganasan 0,4% bila ditemukan pada
psien <40tahun.
Kelenjar getah bening (KGB)

Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah
submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah),
ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.

Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan
merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah
bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga
dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.

KGB dilewati aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat
asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi
maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih
banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan
tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan
histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di

kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan
dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi
pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya
infeksi atau penyebab pembesaran KGB
Penyebab

Pembesaran kelenjar getah bening dapat dibedakan menjadi lokal atau umum
(generalized). Masing-masing penyebab tidak dapat ditentukan hanya dari pembesaran
kelenjar getah bening saja, melainkan dari gejala-gejala lainnya yang menyertai
pembesaran kelenjar getah bening. Pembesaran kelenjar getah bening umum
didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar getah bening pada dua atau lebih daerah.

Penyebab yang paling sering adalah hasil dari proses infeksi dan infeksi yang biasanya
terjadi adalah infeksi oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas (rinovirus, virus
parainfluenza, influenza, respiratory syncytial virus (RSV), coronavirus, adenovirus atau
reovirus). Virus lainnya virus ebstein barr, cytomegalovirus, rubela, rubeola, virus
varicella-zooster, herpes simpleks virus, coxsackievirus, human immunodeficiency virus.
Bakteri pada peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta
hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus.

Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis (gigi berlubang) dan penyakit
gusi. Difteri, Hemofilus influenza tipe b jarang menyebabkan hal ini. Bartonella henselae,
mikrobakterium atipik dan tuberkulosis dan toksoplasma.

Keganasan seperti leukimia, neuroblastoma, rhabdomyosarkoma dan limfoma juga dapat


menyebabkan limfadenopati. Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah
limfadenopati adalah kawasaki, penyakit kolagen, lupus. Obat-obatan juga menyebabkan
limfadenopati umum.

Limfadenopati daerah leher perah dilaporkan setelah imunisasi (DPT,polio atau tifoid).

Lokasi pembesaran kelenjar getah bening Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi
leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian
atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi
saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium,
toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus.

Gejala-gejala penyerta (symptoms) Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan


kepada penyebab infeksi saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan
penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam
yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan
oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness-ditambah riwayat obatobatan atau produk darah).

Riwayat penyakit sekarang dan dahulu Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya
mengarahkan kepada infeksi oleh streptokokus; luka lecet pada wajah atau leher atau
tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi stafilokokus; dan adanya infeksi gigi
dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah
sebelumnya dapat mengarahkan kepada citomegalovirus, epstein barr virus atau HIV.

Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan


seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril,
carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine,
sulfonamida, sulindac). Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (generalisata)

Paparan terhadap infeksi Paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi


saluran napas atas, faringitis oleh streptokokus, atau tuberkulosis turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati.

Riwayat perjalanan atau pekerjaan Perjalanan ke daerah-daerah afrika dapat


mengakibatkan terkena tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam hutan dapat terkena
tularemia

Tanda dan Gejala

Karakteristik dari kelenjar getah bening KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.

Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada
tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau
tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.

Ukuran : normal bila diameter 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal)

Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan

Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan

Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila


digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.

Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela dan
mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang memiliki risiko
keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.

Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh infeksi
virus.

Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan degnan pembesaran KGB


generalisata.

Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan
kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri
pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan
adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan
tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan (terikat degnan
jaringan di bawahnya)

Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan minguan-bulan, walaupun


dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat
pecah dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya.

Diagnosis banding : Benjolan di leher yang seringkali disalahartikan sebagai pembesaran KGB
leher :

Gondongan : pembesaran kelenjar parotits akibat infeksi virus, sudut rahang bawah dapat
menghilang karena bengkak

Kista duktus tiroglosus : berada di garis tengah dan bergerak dengan menelan

Kista dermoid : benjolan di garis tengah dapat padat atau berisi cairan

Hemangioma : kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan berisi jalinan


pembuluh darah, berwarna merah atau kebiruan.

Pembesaran KGB dan Alergi


Pembesaran kelenjar KGB seringkali terjadi pafda penderita alergi karena berbagai faktor.

Pada penderita gangguan kulit khususnya kulit sensitif di sekitar leher, kepala, telinga
atau punggung dapat membuat pembesaran nkelenjar disekitar leher dan belakang kepala

Pada penderita alergi seringkali terjadi proses inflamasi di dalam tubuh khsusunya
peningkatan aktifitas limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya
sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit
makrofag (gaucher disease).

Pada sebagain besar penderita alergi khsusnya dengan gangguan fungsi saluran cerna
seperti GER, dispepsia atau sejenisnya sering mengalami daya tahan tubuh yang
menurun. Kondisi seperti itu berdampak seriung mengalami infeksi saluran napas
berulang dan berkepanjangan. Bila sering batuk, pilek dan demam berkepanjangan

mengakibatkan pembesaran KGB. Bila infeksi saluran hanya sekali-sekasli jarangs ekali
menimbulkan pembesaran KGB. Bila pembesaran KGB penyebabnya karena infeksi
biasanya penderita sering mengalami infeksi berulang atau mudah sakit. Tetapi selama ini
sebagian besar penderita atau dokter seringkali sulit membedakan antara infeksi dan
alergi. karena semua gejala batuk, pilek dan bersin dianggap alergi padahal juga
seringkali ditimpali adamnya infeksi.

Kenali tanda dan gejala yang menyertai penderita alergi

Berbagai Gangguan Pada Bayi

KULIT : sering timbul bintik kemerahan terutama di pipi, telinga dan daerah yang
tertutup popok. Kerak di daerah rambut. Timbul bekas hitam seperti tergigit
nyamuk. Kotoran telinga berlebihan & berbau. Bekas suntikan BCG bengkak dan
bernanah. Timbul bisul.

SALURAN NAPAS : Hipereaktifitas Bronkus (Napas bunyi grok-grok), kadang


disertai batuk ringan. Sesak pada bayi baru lahir disertai kelenjar thimus membesar
(TRDN/TTNB)

HIDUNG : Bersin, hidung berbunyi, kotoran hidung banyak, kepala sering miring
ke salah satu sisi karena salah satu sisi hidung buntu, sehingga beresiko KEPALA
PEYANG.

MATA : Mata berair atau timbul kotoran mata (belekan) salah satu sisi.

KELENJAR : Pembesaran kelenjar di leher dan kepala belakang bawah.

PEMBULUH DARAH : telapak tangan dan kaki seperti pucat sesaat (sering

dikira anemia atau kurang darah), sering teraba dingin

GANGGUAN HORMONAL : keputihan/keluar darah dari vagina, timbul bintil


merah bernanah, pembesaran payudara, rambut rontok.

PERSARAFAN : Mudah kagetbila ada suara keras. Saat menangis : tangan, kaki
dan bibir sering gemetar atau napas tertahan/berhenti sesaat (breath holding spells)

PROBLEM MINUM ASI : minum berlebihan, berat berlebihan karena bayi sering
menangis dianggap haus (haus palsu : sering menangis atau mulut seperti mencari
p[uting atau reflek menghisap tinggi bila bibir disentuh seperti minta minum, hal
ini belum tentu karena haus atau bukan karena ASI kurang. Sering menggigit
puting sehingga luka. Minum ASI sering tersedak, karena hidung buntu dan napas
dengan mulut. Minum ASI lebih sebentar pada satu sisi,karena satu sisi hidung
buntu, jangka panjang bisa berakibat payudara besar sebelah.

BERBAGAI GANGGUAN PADA ANAK DAN DEWASA

SALURAN NAPAS : Batuk lama atau lebih 2 minggu hilang timbul, ASMA,
sering batuk kecil atau berdehem, sering menarik napas dalam.

HIDUNG, TELINGA TENGGOROKAN : Pilek lama lebih dari 2 minggu hilang


timbul, bila pilek lama sering disertai sakit telingasering bersin, hidung buntu,
terutama malam dan pagi hari. MIMISAN, SINUSITIS, hidung sering gatal
digosok-gosok atau hidung sering digerak-gerakkan rabbit nose. Kotoran telinga
berlebihan, sedikit berbau, sakit telinga bila ditekan (otitis eksterna). Telinga sering
berdengung atau gemuruk .

KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti
tergigit nyamuk. Timbul warna putih pada kulit seperti panu. Perioral dermatitis
timbul bintil kemerahan atau jerawat di sekitar mulut. Dipinggir kuku kulit sering
terkelupas, kulit dibawah kuku bengkak bahkan sampai terlepas (paronichia)
Sering menggosok mata, hidung, telinga, sering menarik atau memegang alat
kelamin karena gatal.

SALURAN CERNA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan


banyak. MUAL pagi hari. Sering Buang Air Besar (BAB) 3 kali/hari atau lebih,
sulit BAB (obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras,
sering buang angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan
bau tajam. Sering NYERI PERUT. Kadang nyeri di daerah kantung empedu.
Waspadai bila nyeri perut hebat bila divonis usus buntu harus segera second opinion

ke dokter lain. Sering salah diagnosis karena gejala mirip.

GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak,
gusi mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering
SARIAWAN, lidah putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.

PEMBULUH DARAH Vaskulitis (pembuluh darah kecil pecah) : sering LEBAM


KEBIRUAN pada tulang kering kaki atau pipi atas seperti bekas terbentur. Berdebardebar, mudah pingsan, tekanan darah rendah.

OTOT DAN TULANG : nyeri kaki atau kadang tangan, sering minta dipijat
terutama saat malam hari. Kadang nyeri dada. Kadang otot sekitar rahang atas dan
rahang bawah kaku bila mengunyah terganggu, bila tidur gigi sering gemeretak,
Otot di leher belakang dan punggung sering kaku dan nyeri

SALURAN KENCING : Sering minta kencing, BED WETTING (semalam


ngompol 2-3 kali)

MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di area
bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12 tahun.

HORMONAL : rambut berlebihan di kaki atau tangan, keputihan, gangguan


pertumbuhan tinggi badan. Gangguan pada dewasa : rambut rontok, Prementrual
Syndrome (gangguan saat menstruasi), jerawat,

Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan

Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan

Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.

FATIQUE atau KELELAHAN : mudah lelah, sering minta gendong, Pada


dewasa sering mengeluh capek

Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit
berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR), atau sinusitis hindari
operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga Waspadai dan

hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIKA TERLALU SERING.

Mudah mengalami INFEKSI SALURAN KENCING. Kulit di sekitar kelamin


sering kemerahan

Sering mengalami OVERDIAGNOSIS TBC (MINUM OBAT JANGKA


PANJANG PADAHAL BELUM TENTU MENDERITA TBC / FLEK )
KARENA GEJALA ALERGI MIRIP PENYAKIT TBC. BATUK LAMA BUKAN
GEJALA TBC PADA ANAKBILA DIAGNOSIS TBC MERAGUKAN
SEBAIKNYA SECOND OPINION DENGAN DOKTER LAINNYA

INFEKSI JAMUR (HIPERSENSITIF CANDIDIASIS) di lidah, mulut,


selangkangan, di leher, perut atau dada, KEPUTIHAN

BERBAGAI GANGGUAN PERILAKU, MOTORIK DAN GANGGUAN FUNGSI


SUSUNAN SARAF PUSAT LAINNYA
SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, TICS (gerakan mata sering
berkedip), , KEJANG NONSPESIFIK (kejang tanpa demam dan EEG normal).
GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN pada bayi : Mata sering melihat ke atas.
Tangan dan kaki bergerak terus tidak bisa dibedong/diselimuti. Senang posisi berdiri bila
digendong, sering minta turun atau sering menggerakkan kepala ke belakang, membentur
benturkan kepala. Pada Anak lebih besar : Sering bergulung-gulung di kasur,
menjatuhkan badan di kasur (smackdown}. Tomboy pada anak perempuan : main bola,
memanjat dll.

GANGGUAN TIDUR : Pada bayi : malam sering terbangun sering dikira haus
atau sering dikira ASI ibu kurang sehingga minum ASI berlebihan, akibatnya BB
anak naik berlebihan karena terlalu banyak minum. Pada Anak dan dewasa : Sulit
untuk memulai tidur malam atau tidur larut malam , Tidur bolak-balik dari ujung ke
ujung tempat tidur, Berbicara,tertawa,berteriak atau berjalan saat tidur, Mendadak
terbangun duduk saat tidur kemudian tidur lagi, Mimpi buruk, beradu gigi atau
gigi gemeretak atau bruxism

AGRESIF MENINGKAT Pada Bayi : sering memukul kepala sendiri, orang lain.
Sering menggigit, menjilat, mencubit, menjambak (spt gemes). Pada Anak
Lebih besar : mudah memukul, menggigit, mencubit. Pada dewasa : mudah
memukul atau menampar orang lain, berlaku kasar terhadap anak , istri atau suami.

GANGGUAN KONSENTRASI: cepat bosan sesuatu aktifitas kecuali menonton


televisi,main game, baca komik, belajar. Mengerjakan sesuatu tidak bisa lama,
tidak teliti, sering kehilangan barang, tidak mau antri, pelupa, suka bengong,
TAPI ANAK TAMPAK CERDAS. Pada dewasa : mudah lupa (short mempry lost),

sering lupa meletakkan kunci, lupa nama teman tetapi memori lama kuat.

EMOSI TINGGI : mudah marah, sering berteriak, mengamuk, tantrum, keras


kepala, negatifisme dan mudah menyangkal (deny) sangat tinggi.

DEPRESI DAN MUDAH CEMAS : mudah marah, sedih berlebihan, mudah


tersinggung, sering kesepian, mudah menangis meski masalahnya ringan

GANGGUAN KESEIMBANGAN KOORDINASI DAN MOTORIK :


Terlambat bolak-balik, duduk, merangkak dan berjalan. Jalan terburu-buru, mudah
terjatuh/ menabrak, duduk leter W.

GANGGUAN SENSORIS : sensitif terhadap suara (frekuensi tinggi) , cahaya


(mudah silau), perabaan telapak kaki dan tangan sensitif (jalan jinjit, flat foot,
mudah geli, mudah jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan bianatang
berbulu). Rasa perabaan sensoris kaki sangat sensitif (bila lantai kotor sedikit atau
berpasir sering geli dan harus pakai sandal), biasanya bila berjalan tidak menapak
baik sehingga sering jalan tidak sempurna (jalan jinjit, miring, kaki O atau X),
sandal atau sepatu seringkali ausnya tidak rata atau tidak seimbang kiri kanan.

GANGGUAN ORAL MOTOR : TERLAMBAT BICARA, bicara terburu-buru,


cadel, gagap. GANGGUAN MENELAN DAN MENGUNYAH, seringkali pilih
bila makan hanya suka makan krispi, kerupuk atau yang renyah (sayur hanya
wortel, brokoli, kentang, bayam). Tidak bisa makan makanan berserat (daging sapi,
sayur tertentu, nasi) Disertai keterlambatan pertumbuhan gigi. pada dewaqsa
seringkali makan sangt cepat tanpa dikunyah

IMPULSIF : banyak bicara,tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan


orang lain, bila bicara sangat cepat banyak dan sulit berhenti. Menangis dan tertawa
berubah bergantian dengan cepat.

Penanganan

Penanganan pembesaran KGB leher didasarkan kepada penyebabnya. Banyak kasus dari
pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan
apapun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat
menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi dilakukan bila
terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasa, KGB yang menetap atau
bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan.

Bila tanda dan gejala timbul lebih dari 3 dan di sertai salah satu gangguan saluran cerna
maka sangat mungkin gangguan pembesaran KGB dan berbagai gangguan lain yang

menyertai tersebut diperberat atau dipengaruhi karena alergi atau hipersensitifitas


makanan.

Penanganan pembesaran KGB dan berbagai gangguan yang disebabkan alergi dan
hipersensitifitas makanan haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan
berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam
penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab
yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut khuusunya makanan tertentu.

Penyebab utama adalah reaksi makanan tertentu tetapi dampaknya ringan. Namun saat
yang ringan tersebut tidak dicermati akan diperberat oleh pemicu paling sering adalah
infeksi virus atau fluyang sering tidak terdeteksi dan diabaikan oleh dokter sekalipun.
Bila hal itu penyebabnya maka setelah 5 hari akan membaik. Tetapi akan timbul lagi bila
terkena infeksi virus lagi bila di rumah ada yang sakit lagi

Bila berbagai gangguan bila disertai manifestasi alergi lainnya sangat mungkin alergi
makanan berperanan sebagai penyebabnya.

Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan tersebut adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat anti alergi dan obat
untuk saluran cerna penghilang rasa sakit dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.

Ikuti langkah-langkah dalam Tes Alergi Makanan : Challenge Tes Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka

Kemudian lakukanlah eliminasi provokasi makanan seperti yang tersebut di atas selama 3
minggu di bawah pengawasan dokter ahli. Bila berbagai gangguan tersebut membaik
maka dapat dipastikan bahwa anda mengalami alergi makanan. Dan berbagai gangguan
yang ada selama ini disebabkan karena alergi makanan. Tetapi dalam melakukan
eliminasi makanan selama 3 minggu tersebut haris disiplin dan ketat. Gangguan alergi
biasanya masih sering timbul dalam pelaksanaan eliminasi makanan tersebut bila
penderita tidak disiplin dan mengalami infeksi virus yang sering tidak terdeteksi seperti
badan hangat, bersin, hidung buntu dan sebagainya.

Pencetus atau hal yang memperberat (bukan penyebab) adalah udara dingin, stres,
aktifitas, udara panas. Bila terdapat pencetus tersebut manifestasi alergi tidak akan timbul
bila penyebab alergi makanan dihindari

Penyebab lain yang memperberat tersebut adalah Saat terkena infeksi seperti demam,
batuk, pilek atau muntah dan infeksi lainnya atau saat terdapat gangguan hormonal :
menstruasi, kehamilan dan paska persalinan

Bila setelah 3 minggu berbagai keluhan yang ada tersebut membaik maka sangat
mungkin alergi makanan berperanan terhadap timbulnya pembesaran KGB akibat

dampak alerhggi yang tidak dikendalikan yang mengakibatkan sering mengalami infeksi
berulang.
Kesimpulan

Pembesaran kelenjar getah bening daerah leher biasa ditemukan dan umumnya tidak
berbahaya tetapi jangan dianggap sebagai hal yang normal.

Penderita yang mengalami pembesaran KBG sering mengalami overtreatment antibiotika


dan overdiagnosis tuberkulosis yang tidak benar

Meski tidak berbahaya pembesaran KGB pada penderita alergi menunjukkan bahwa
penderita sering mengalami infeksi virus berulang dan berkepanjangan.

Gangguan tersebut biasanya diikuti ndengan adanya pembesaran tonsil (amandel),


sinusitis, ototis media dan sebagainya.

Padahal hal itu dapat diperbaiki bila alergi yang ada dikendalikan dan ditangani dengan
baik.

Referensi

Ferrer R. Lymphadenopathy : Differential diagnosis and evaluation. AAFP (58);6.1998.


Diakses dari http://www.aafp.org/afp/981015ap/ferrer.html

Leung AKC, Robson WLM. Childhood Cervical Lymphadenopathy. Diakses dari


http://www.medscape.com/viewarticle/467025

Peranan Alergi Makanan Pada Kekambuhan Gejala Lupus


Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit otoimun yang terjadi karena
produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan
manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai
oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi
episode remisi. Selama ini beberapa faktor resiko dicurigai sebagai penyebab kekambuhan
atau timbulnya kekambuahan gejala lupus. Selain infeksi diduga alergi berperanan
penting dalam terjadinya kekambuhan gangguan tersebut
Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit
LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering
terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan
dengan penduduk berkulit putih. Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan
penyakit yang sulit diduga, tidak dapat diobati, dan sering berakhir dengan kematian. Kelainan
tersebut merupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologik, seperti disregulasi sistem imun,
pembentukan kompleks imun dan yang terpenting ditandai oleh adanya antibodi antinuklear, dan
hal tersebut belum diketahui penyebabnya. yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat
luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah
dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.
Lupus dan Alergi
Pemahaman yang lebih dalam hubungan antara systemic lupus erythematosus (SLE) dan
penyakit alergi telah diteliti melalui studi komparatif. Hubungan kedua gangguan dan
dibandingkan fitur imunologi mereka berdasarkan literatur. Penelitian terbaru telah menunjukkan
bahwa risiko penyakit alergi IgE-mediated terkait tidak nyata meningkat pada pasien SLE
meskipun mereka lebih riwayat keluarga alergi bila dibandingkan dengan kontrol, berbeda
dengan studi sebelumnya. Ini mungkin berhubungan dengan perubahan faktor lingkungan
berkontribusi terhadap alergi. Selain itu, penilaian dari persamaan imunologi dan perbedaan
antara penyakit alergi SLE dan berbagai tampaknya berguna untuk memahami hubungan
tersebut.
Gangguan alergi biasanya terjadi pada pasien dengan lupus eritematosus sistemik ( SLE ) dan
alergi terhadap beberapa obat kadang-kadang mungkin terkait dengan flare penyakit . Sebuah
penelitian mengevaluasi prevalensi beberapa jenis alergi pada 132 pasien dengan SLE dan
keluarga mereka dan dibandingkan pasien SLE dengan kelompok kontrol dari 66 pasien dengan
gangguan non lupus . Kadar IgE total diuji dalam 117 pasien SLE dan 61 kontrol . Delapan
puluh tiga pasien SLE 132 ( 63 % ) memiliki riwayat setidaknya satu jenis gangguan alergi .
Prevalensi ini secara signifikan lebih tinggi ( P < 0,0001 ) dibandingkan dengan kelompok
kontrol ( 20 dari 66 kontrol ) . Prevalensi alergi obat ( 38 % vs 17 %, P < 0,005 ) , alergi kulit
( 36 % vs 17 %, P < 0,01 ) dan alergi serangga ( 14 % vs 2 %, P < 0,02 ) secara signifikan lebih
tinggi pada pasien SLE bila dibandingkan dengan kontrol . Anggota keluarga pasien SLE
memiliki peningkatan prevalensi setidaknya satu jenis alergi ( 55 % vs 24 %, P < 0,0001 ) ,
rhinitis alergi ( 30 % vs 14 %, P < 0,02 ) , asma ( 25 % vs 9 % P < 0,02 ) , dan kedua rhinitis atau

asma ( 44 % vs 20 % , P < atau = 0,002 ) . Adanya alergi baik pada pasien dan keluarga lebih
sering pada SLE pasien dibandingkan dengan kontrol ( 42 % vs 15 %, P < 0,001 )

Kenali Tanda dan Gejala Alergi Pada Penderita Lupus

ORGAN

GEJALA DAN TANDA

Sistem Pernapasan

Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas pendek, wheezing,


banyak lendir di saluran napas atas (mucus bronchial) ,
rattling dan vibration dada.

Sistem Pembuluh Darah dan


jantung

Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan), nyeri


dada, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung
meningkat, skipped beats, hot flashes, pallor; tangan hangat,
kedinginan, kesemutan, redness or blueness of hands;
pseudo-heart attack pain (nyeri dada mirip sertangan
jantung); nyeri dada depan, tangan kiri, bahu, leher, rahang
hingga menjalar di pergelangan tangan. Vaskulitis (sering
lebam kebiruan seperti bekas terbentur padahal bukan
terbentur pada daerah lengan atas dan lengan bawah)

Sistem Pencernaan

GERD (Gastrooesephageal Refluks Disease), Maag,


Dispepsia, IBS (Irritable Bowel Syndrome) Nyeri perut,
sering diare, kembung, muntah, sulit berak (konstipasi),
sering buang angin (flatus), mulut berbau, kelaparan, haus,
saliva (ludah) berlebihan atau meningkat, canker sores,
sariawan, metallic taste in mouth (rasa logam dalam mulut,
stinging tongue, nyeri gigi, burping (glegekan/sendawa),
retasting foods, ulcer symptoms, nyeri ulu hati, indigestion,
mual, muntah, perut terasa penuh, gangguan mengunyah dan
menelan, perut keroncongan, Nyeri Perut (spastic colitis,
emotional colitis, kolik kandung empedu gall bladder colic,
cramp), diare (mudah buang air besar cair dan sering), sering
buang angin dan besar-besar dan panjang, timbul lendir atau
darah dari rektum, anus gatal atau panas.

Kulit

Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam


biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam seperti digigit
nyamuk. Kulit kaki dan tangan kering tapi wajah berminyak.
Sering berkeringat.

Telinga Hidung Tenggorokan

Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post


nasal drip, epitaksis, tidur mendengkur, mendengus

Tenggorok : tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal,


suara parau/serak, batuk pendek (berdehem), Telinga : telinga
terasa penuh/ bergemuruh / berdenging, telinga bagian dalam
gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan atau
normal, gangguan pendengaran hilang timbul, terdengar suara
lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah, pusing,
gangguan keseimbangan. Pembesaran kelenjar di sekitar leher
dan kepala belakang bawah
Sistem Saluran Kemih dan kelamin Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol
kandung kemih, bedwetting; vaginal discharge; genitalia
gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri bila berhubungan
kelamin
Sistem Susunan Saraf Pusat

Sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa nama


orang, barang sesaat), floating (melayang), kepala terasa
penuh atau membesar. Perilaku : Therapy terapi: impulsif,
sering Marah, buruknya perubahan suasana hati (gangguan
mood), kompulsif mengantuk, mengantuk, pusing, bingung,
pusing, ketidakseimbangan, jalannya sempoyongan, lambat,
lambat, membosankan, kurang konsentrasi, depresi,
menangis, tegang, marah, mudah tersinggung, cemas, panik,
dirangsang, agresif, overaktif, ketakutan, gelisah, manik,
hiperaktif dengan ketidakmampuan belajar, gelisah, kejang,
kepala terasa penuh atau membesar, sensasi melayang,
gangguan memori jangka pendek (short memory losy), salah
membaca atau membaca tanpa pemahaman, variasi ektrim
dalam tulisan tangan, halusinasi, delusi, paranoia, Bicara
Gagap, claustrophobia, kelumpuhan, negara katatonik,
disfungsi persepsi, gejala khas keterbelakangan mental
impulsif. Sensitive dan mudah marah, impulsif (bila tertawa
atau bicara berlebihan), overaktif, deperesi, terasa kesepian
merasa seperti terpisah dari orang lain, kadang lupa nomor,
huruf dan nama sesaat, lemas (flu like symtomp)

Jaringan otot dan tulang

Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue, kelemahan otot,


nyeri, bengkak, kemerahan local pada sendi; stiffness, joint
deformity; arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu tegang,
otot leher tegang, spastic umum, , limping gait, gerak terbatas

Gigi dan mulut

Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi (biasanya
berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi sering berdarah.

Sering sariawan. Diujung mulut, mulut dan bibir sering


kering, sindrom oral dermatitis. Geraham belakang nyeri
sering dianggap sebagai Tooth Impacted (tumbuh gigi
geraham miring)
Mata

nyeri di dalam atau samping mata, mata berair,sekresi air


mata berlebihan, warna tampak lebih terang, kemerahan dan
edema palpebra, Kadang mata kabur, diplopia, kadang
kehilangan kemampuan visus sementara, hordeolum
(bintitan).

GANGGUAN LAIN YANG MENYERTAI

Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan

Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan

Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.

FATIQUE atau KELELAHAN : mudah lelah, sering minta gendong, Pada


dewasa sering mengeluh capek

Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan
sebulan 2 kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit
berakibat Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR), atau sinusitis hindari
operasi amandel yang tidak perlu atau mengalami Infeksi Telinga Waspadai dan
hindari efek samping PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIKA TERLALU SERING.

Mudah mengalami INFEKSI SALURAN KENCING. Kulit di sekitar kelamin


sering kemerahan

Sering mengalami OVERDIAGNOSIS TBC (MINUM OBAT JANGKA


PANJANG PADAHAL BELUM TENTU MENDERITA TBC / FLEK )
KARENA GEJALA ALERGI MIRIP PENYAKIT TBC. BATUK LAMA BUKAN
GEJALA TBC PADA ANAKBILA DIAGNOSIS TBC MERAGUKAN
SEBAIKNYA SECOND OPINION DENGAN DOKTER LAINNYA

INFEKSI JAMUR (HIPERSENSITIF CANDIDIASIS) di lidah, mulut,

selangkangan, di leher, perut atau dada, KEPUTIHAN

BERBAGAI PERILAKU DAN GANGGUAN FUNGSI SUSUNAN


SARAF PUSAT LAINNYA

SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, vertigo

GANGGUAN TIDUR : Sulit untuk memulai tidur malam atau tidur larut malam ,
Tidur bolak-balik. Berbicara,tertawa,berteriak atau berjalan saat tidur, Mendadak
terbangun duduk saat tidur kemudian tidur lagi, Mimpi buruk, beradu gigi atau
gigi gemeretak atau bruxism

AGRESIF MENINGKAT: mudah memukul atau menampar orang lain, berlaku


kasar terhadap anak , istri atau suami.

GANGGUAN KONSENTRASI: mudah lupa (short mempry lost), sering lupa


meletakkan kunci, lupa nama teman tetapi memori lama kuat.

EMOSI TINGGI : mudah marah, sering berteriak, mengamuk, keras kepala,


negatifisme dan mudah menyangkal (deny) sangat tinggi.

DEPRESI DAN MUDAH CEMAS : mudah marah, sedih berlebihan, mudah


tersinggung, sering kesepian, mudah menangis meski masalahnya ringan

GANGGUAN KESEIMBANGAN KOORDINASI DAN MOTORIK :Jalan


terburu-buru mudah tersandung kaki meja atau kaki kursi

GANGGUAN SENSORIS : perabaan telapak kaki dan tangan sensitif (mudah


geli, mudah jijik, tidak suka memegang bulu, boneka dan binatang berbulu). Rasa
perabaan sensoris kaki sangat sensitif (bila lantai kotor sedikit atau berpasir sering
geli dan harus pakai sandal), sandal atau sepatu seringkali ausnya tidak rata atau
tidak seimbang kiri kanan.

GANGGUAN ORAL MOTOR : bicara terburu-buru, cadel, gagap. GANGGUAN


MENELAN DAN MENGUNYAH tapi sangat ringan dianggap normal, pilih-pilih
makanan tidak sukan makanan berserat seperti daging empal, sayur tertentu.

IMPULSIF : banyak bicara, tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan


orang lain, bila bicara sangat cepat banyak dan sulit berhenti. Mudah menangis dan
tertawa berubah bergantian dengan cepat.

.
BERBAGAI GANGGUAN YANG BELUM DIKETAHUI SEBABNYA ATAU
berbagai GANGGUAN AUTO IMUN LAINNYA SERING DIPERBERAT
KARENA MANIFESTASI ALERGI. Menurut berbagai penelitian berbagai gangguan
ini dapat diperberat karena alergi dan hipersensitifitas makanan. Tetapi alergi atau
hipersensitifitas makanan bukan sebagai penyebabnya.

Lupus

Fibromialgia

Irritabel Bowel Syndrome

Rematoid Artritis

Henoch Schonlein Syndrome

Prurigo Hebra (gangguan kulit)

Psoriasis

Epilepsi

Autism

ADHD

Gangguan non organik (gangguan fungsional lainnya) seperti migrain, vertigo,


kejang tanpa demam dengan pemeriksaan EEG normal, (SKBE : Serangan kejang
Bukan Epilepsi), gangguan konsentras, gangguan perilaku dan gangguan
perkembangan lainnya

Berbagai Gangguan Metabolisme dan gangguan genetik lainnya

Cara Membuktikan Peranan Alergi Makanan Dalam


Kekambuhan Gejala Lupus

Dalam menangani Lupus, adalah sangat penting untuk menyingkirkan apakah ada
penyakit lain yang mendasari timbulnya gejala yang dirasakan khususnya peranan alergi
makanan

Bila tanda dan gejala timbul lebih dari 3 dan disertai salah satu gangguan saluran cerna
maka sangat mungkin berbagai gangguan premenstrual syndrome tersebut diperberat atau
dipengaruhi karena alergi atau hipersensitifitas makanan.

Penanganan berbagai gangguan yang disebabkan alergi dan hipersensitifitas makanan


haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus
menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling
ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut
khuusunya makanan tertentu.

Penyebab utama adalah reaksi makanan tertentu tetapi dampaknya ringan. Namun saat
yang ringan tersebut tidak dicermati akan diperberat oleh pemicu paling sering adalah
infeksi virus atau fluyang sering tidak terdeteksi dan diabaikan oleh dokter sekalipun.
Bila hal itu penyebabnya maka setelah 5 hari akan membaik. Tetapi akan timbul lagi bila
terkena infeksi virus lagi bila di rumah ada yang sakit lagi

Bila berbagai gangguan bila disertai manifestasi alergi lainnya sangat mungkin alergi
makanan berperanan sebagai penyebabnya.

Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan dengan gangguan tersebut adalah
adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat anti alergi dan obat
untuk saluran cerna penghilang rasa sakit dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi.

Ikuti langkah-langkah dalam Tes Alergi Makanan : Challenge Tes Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka

Kemudian lakukanlah eliminasi provokasi makanan seperti yang tersebut di atas selama 3
minggu di bawah pengawasan dokter ahli. Bila berbagai gangguan tersebut membaik
maka dapat dipastikan bahwa anda mengalami alergi makanan. Dan berbagai gangguan
yang ada selama ini disebabkan karena alergi makanan. Tetapi dalam melakukan
eliminasi makanan selama 3 mingu tersebut haris disiplin dan ketat. Gangguan alergi
biasanya masih sering timbul dalam pelaksanaan eliminasi makanan tersebut bila
penderita tidak disiplin dan mengalami infeksi virus yang sering tidak terdeteksi seperti
badan hangat, bersin, hidung buntu dan sebagainya.

Pencetus atau hal yang memperberat (bukan penyebab) adalah udara dingin, stres,
aktifitas, udara panas. Bila terdapat pencetus tersebut manifestasi alergi tidak akan timbul
bula penyebab alergi makanan dihindari

Penyebab lain yang memperberat tersebut adalah Saat terkena infeksi seperti demam,
batuk, pilek atau muntah dan infeksi lainnya atau Saat terdapat gangguan hormonal :
menstruasi, kehamilan dan paska persalinan

Bila setelah dilakukan eliminasi provokasi makanan secara disiplin dan ketat, dan pasien
tidak mengalami infeksio berbagai keluhan tersebut membaik maka dapat dipastikan
bahwa alergi makanan berperanan dalam kekambuhan maniofestasi klinis Lupus

Referensi

Sekigawa I, Yoshiike T, Iida N, Hashimoto H, Ogawa H. Allergic diseases in systemic


lupus erythematosus: prevalence and immunological considerations. Clin Exp
Rheumatol. 2003 Jan-Feb;21(1):117-21.

S Morton, B Palmer, K Muir, and R Powell. IgE and non-IgE mediated allergic disorders
in systemic lupus erythematosus. Ann Rheum Dis. 1998 November; 57(11): 660663.

Elkayam O, Tamir R, Pick AI, Wysenbeek A. Serum IgE concentrations, disease activity,
and atopic disorders in systemic lupus erythematosus. Allergy. 1995 Jan;50(1):9496.

Sklerosis Multipel, Manifestasi Klinis dan Penanganan


Sklerosis multipel atau sklerosis ganda disseminated sclerosis, encephalomyelitis
disseminata, multiple sclerosis, MS) merupakan suatu kelainan peradangan yang terjadi
pada otak dan sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh banyak faktor, terutama
focal lymphocytic infiltration (sel T secara terus-menerus bermigrasi menuju lokasi dan
melakukan penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap infeksi) dan berakibat pada
kerusakan mielin dan akson.
Multiple sclerosis adalah salah satu gangguan autoimun, di mana sistem kekebalan salah sasaran
karena melihat sel-sel tubuh sendiri sebagai benda asing dan menyerangnya. Pada MS, tubuh
menyerang mielin yaitu selubung yang melindungi serabut saraf pada sistem saraf pusat.
Hasilnya adalah beberapa (multiple) cedera yang menimbulkan bekas luka (sclerosis =
pengerasan).
Di Eropa utara, Amerika Utara, dan Australasia, sekitar satu dari 1000 warganegara menderita
sklerosis ganda, sementara di jazirah Arab, Asia, dan Amerika Selatan, persentasenya jauh lebih
rendah. Di Afrika sub-Sahara, MS sangat jarang. Dengan beberapa pengecualian, ada gradasi
utara-selatan di belahan bumi utara dan gradasi selatan-utara di belahan bumi selatan, dengan
MS lebih jarang di sekitar khatulistiwa. Insiden MS di daerah beriklim sedang adalah empat
sampai enam kasus baru per 100 000 orang per tahun dan prevalensi lebih besar dari 100 per 100
000. MS sangat umum ditemukan di daerah Eropa Utara, Swiss, Rusia, utara Amerika Serikat,
Kanada bagian selatan, Selandia Baru, dan barat daya Australia. Umur dan gender juga sering
kali menjadi faktor resiko dari penyakit ini. Pada wanita terkena sekitar empat kali lebih sering
dari pria. Serangan awal biasanya terjadi dalam dekade kedua atau ketiga, jarang pada anak atau
orang dewasa yang lebih tua

Mielin berfungsi mempercepat transfer informasi. Tanpa selubung ini, transmisi informasi saraf
dari otak ke seluruh tubuh secara bertahap melambat atau terhambat. Hal ini menyebabkan
gangguan saraf motorik dan saraf sensorik.
Multiple sclerosis (MS) atau bisa juga disebut Diseminata encephalomyelitis adalah penyakit
kronis pada sistem saraf pusat. Biasanya timbul dengan episodik neurologis defisit, yang, di
dalam perjalanan penyakit selanjutnya, pasien cenderung untuk tidak sembuh sepenuhnya, dan
meninggalkan sisa defisit neurologis yang semakin parah dan dapat menyebabkan cacat semakin
parah. Manifestasi klinis dari MS sangatlah beragam dikarenakan daerah infeksi yang berbeda
dari SSP serta dipengaruhi juga oleh perjalanan penyakit ini.Pada awalnya, setiap peradangan
yang terjadi berangsur menjadi reda sehingga memungkinkan regenerasi selaput mielin. Pada
saat ini, gejala awal MS masih berupa episode disfungsi neurologis yang berulang kali
membaik.Walaupun demikian, dengan berselangnya waktu, sitokina yang disekresi oleh sel T
akan mengaktivasi sejumlah mikroglia, dan astrosit sejenis fagosit yang bermukim pada jaringan
otak dan sumsum tulang belakang, dan menyebabkan disfungsi sawar otak serta degenerasi saraf
kronis yang berkelanjutan.
Secara klinis, akan terjadi akumulasi progresif seperti masalah penglihatan, kelemahan pada otot,
penurunan daya indra, depresi, kesulitan koordinasi dan berbicara, rasa sakit dan bahkan
kelumpuhan. Secara paraklinis, ditemukan defisiensi kompleks I rantai pernafasen di dalam
mitokondria, dan terjadi kerusakan akson dan lebam pada otak dan sumsum tulang belakang
akibat peradangan fase akut dan gliosis yang terjadi berulangkali pada akson dan glia. Rasio IL12 dan IFN-gamma dalam darah juga mengalami peningkatan.
Patofisiologi
Tahapan perkembangan skeloris multipel diawali dengan kerusakan laten pada sawar darah
otaksetiap kali terjadi ekstravasasi sel T CD8, dan sel T CD4 yang diinduksi oleh kemokina
CCL2.
Kerusakan sawar darah otak juga dapat disebakan oleh migrasi granulosit.Pemberian antibodi
yang menghambat ekspresi pencerap CXCR2 ELR + pencerap CXCR2 yang mengikat
kemokina CXCL1, CXCL2 dan CXCL5 pada otak yang meningkat pada granulosit seiring
dengan migrasi, pada model tikus, terbukti menurunkan infiltrasi granulosit sekaligus sel T
memori hingga >95%, dan menghentikan kerusakan pada sawar darah otak. [11] Pada infeksi viral,
hal ini menyebabkan 100% kematian.
Disfungsi sawar darah otak dapat dicegah dengan pemberian natalizumab, zat yang menghambat
alpha(4)-integrin, senyawa organik yang diperlukan monosit untuk melakukan adhesi dengan
Vascular Cell Adhesion Molecule type 1 (VCAM-1) dan fibronectin containing the CS1 region
(FN-CS1), dalam ekstravasasi pada sawar otak untuk dapat bermigrasi ke dalam sistem saraf
pusat.
Tanda dan gejala

Gejala dan tanda-tanda multiple sclerosis sangat bervariasi, tergantung pada bagian sistem saraf
pusat yang terkena. Setiap penderita mengalami gejala klinis dan perkembangan penyakit yang
berbeda-beda. Semua unsur fisik, sensorik dan motorik mungkin akan terpengaruh pada berbagai
derajat. Kebanyakan penderita MS mengalami lebih dari satu gejala. Gejala-gejala berikut umum
terjadi pada banyak orang, tapi tidak seorang pun mempunyai semua gejala secara bersamaan:

Gangguan penglihatan: penglihatan kabur, penglihatan ganda/berbayang (diplopia), tibatiba buta di salah satu mata, gerakan mata yang tak terkontrol, buta total (sangat jarang
terjadi).

Gejala motorik: Kelemahan otot lokal yang menghalangi gerakan, kesulitan mengontrol
gerakan, gemetar.

Gangguan sensibilitas: pengurangan sensitivitas di beberapa bagian


kekakuan, gatal-gatal atau nyeri lokal singkat, perasaan tersengat listrik.

Gejala kognitif: masalah dengan beberapa fungsi otak seperti memori, gangguan
perhatian, dll

Gangguan urin: inkontinensia.

Gangguan keseimbangan dan koordinasi: kehilangan keseimbangan.

tubuh,

MS adalah penyakit yang hilang-timbul, dengan gejala-gejala muncul dalam siklus diselingi
masa antara tanpa gejala (asimtomatik). Namun ada juga bentuk MS yang berkembang dengan
lambat dan evolutif. Dalam hal ini, kemajuan gejala lambat, tetapi terus-menerus dan tanpa
periode asimtomatik.
MS adalah penyakit yang sangat tidak menentu dan tak terduga. Seseorang dengan MS dapat
kambuh serius dan memburuk sehingga tampaknya harus selalu memakai kursi roda, lalu tibatiba membaik dan dapat berjalan lagi. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam kasus tertentu untuk
memprediksi perkembangan penyakit tersebut (kesembuhan lengkap, kesembuhan sementara,
memburuk, dll
Penanganan

Multiple sclerosis sampai saat ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi tidak
mematikan. Ada pengobatan yang memungkinkan untuk menunda perkembangan
penyakit ini dan mengurangi sebaran, intensitas dan durasi gejala. Suntikan kortikosteroid
dapat digunakan untuk keperluan ini.

Pengobatan imunosupresif kadang-kadang digunakan tetapi memiliki kekurangan karena


sering menimbulkan efek samping. Pengobatan MS dilakukan secara multidisiplin yang
melibatkan setidaknya satu ahli saraf dan seorang dokter rehabilitasi.

Referensi
o

IL-2, IFN-gamma, and IL-12 gene polymorphisms and susceptibility to multiple


sclerosis. National Cell Bank of Iran, Pasteur Institute of Iran; Shokrgozar MA, Sarial
S, Amirzargar A, Shokri F, Rezaei N, Arjang Z, Radfar J, Yousefi-Behzadi M, Ali
Sahraian M, Lotfi J. Diakses 2010-06-07.

Multiple sclerosis. Department of Clinical Neurosciences, University of


Cambridge Clinical School; Compston A, Coles A. Diakses 2010-05-08. Lancet 2008

Mark Mumenthaler, M.D.,Heinrich Mattle, M.D. (2006). Fundamental


Neurology. Thieme. ISBN 1-58890-450-4.

Kenali Berbagai Penyebab Nyeri Perut Anda Berdasarkan


Lokasi dan Sifat Nyeri
Nyeri perut muncul dengan berbagai cara dan mempunyai banyak penyebab yang
berbeda. Kita harus menentukan letaknya, radiasi, keparahan, karakter, frekuensi, durasi,
faktor pemicu dan yang mengurangi gejala dan gejala lain yang berhubungan. Nyeri perut
dapat dikenali penyebabnya berdasarkan lokasi dan karakteristik nyeri yang timbul
Perut adalah organ yang berongga, jadi didalamnya terdapat bermacam-macam organ yang
terletak pada posisinya masing-masing, pada perut sebelah kanan dibagian atas terdapat organ
Hati, Kandung Empedu, Ginjal, Usus kecil dan Usus Besar, sedangkan pada sbelah kanan di
bagian bawah terdapat Usus Besar, Usus Buntu / Appendix, Saluran kencing, dan khusus pada
wanita terdapat Saluran Indung Telur.
Nyeri perut yang hebat dan mendadak kadang merupakan gejala yang sering membawa pasien
datang ke unit gawat darurat dan merupakan keluhan utama yang paling sering ditemukan pada

pasien dengan kasus pembedahan pada gangguan perut, Dalam kondisi tertentu dan jarang nyeri
perut yang menyebabkan dapat menyebabkan komplikasi yang serius bahkan hingga kematian
jika diagnosis dan terapi yang tepat terlambat diberikan.
Nyeri perut dapat berupa nyeri visceral maupun nyeri somatik, dan dapat berasal dari berbagai
proses pada berbagai organ di rongga perut atau diluar rongga perut, misalnya dirongga dada.
Para klinisi sebaiknya telah memahami patofisiologi dan tanda-tanda khas penyebab akut
abdomen. Lokasi, karakteristik, derajat nyeri dan ada atau tidaknya gejala-gejala sistemik dapat
membantu dalam membedakan penyebab-penyebab akut abdomen yang membutuhkan
pembedahan segera dengan kondisi medis biasa.
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri akan sangat membantu dalam mencari penyebab utama akut
abdomen. Nyeri superfisial, tajam dan menetap biasanya terjadi pada iritasi peritoneal akibat
perporasi ulkus atau ruptur appendiks, ovarian abses atau kehamilan ektopik. Nyeri kolik terjadi
akibat adanya kontraksi intermiten otot polos, seperti kolik ureter, dengan ciri khas adanya
interval bebas nyeri. Tetapi istilah kolik bilier sebenarnya tidak sesuai dengan pengertian nyeri
kolik karena kandung empedu dan ductus biliaris tidak memiliki gerakan peristalsis seperti pada
usus atau ureter. Nyeri kolik biasanya dapat reda dengan analgetik biasa. Sedangkan nyeri
strangulata akibat nyeri iskemia pada strangulasi usus atau trombosis vena mesenterik biasanya
hanya sedikit mereda meskipun dengan analgetik narkotik. Faktor-faktor yang memicu atau
meredakan nyeri penting untuk diketahui. Pada nyeri abdomen akibat peritonitis, terutama jika
mengenai organ-organ pada abdomen bagian atas, nyeri dapat dipicu akibat gerakan atau nafas
yang dalam

Penyebab Nyeri Perut

Saluran Cerna: Nyeri abdomen nonspesifik, Appendicitis, Obstruksi usus halus dan
kolon, Perforasi pada peptic ulser, Hernia inkarserata, Perforasi usus atau Diverticulitis

Hati, Limpa dan empedu: Akut kolesistisis, Akut kholangitis, Abses hepar, Hepatitis akut,
Limpa yang trauma atau rusak

Pancreas: Akut pancreatitis

Saluran Kemih: Kolik ginjal, kut pyelonefritis

Ginekologi: Akut salpingitis, Kehamilan ektopik yang ruptur

Pembuluh darah: Acute ischemic colitis, Mesenteric thrombosis

Peritoneum: Abses intra abdominal, Peritonitis tuberkulosis

Retroperitoneum: Perdarahan retroperitoneum

PENYEBAB PALING SERING DAN PALING BERBAHAYA NYERI PERUT

Kenali 10 Nyeri Perut Yang Berbahaya

Penyebab Paling Sering Nyeri Perut, Hipersensitif Saluran Cerna Pada Dewasa dan
Dampak Yang Menyertai

,
,

Lokasi nyeri perut dan asal embriologi nya

Epigastrik (Perut Tengah Atas) : Foregut (lambung, duodenum, hati, pancreas, empedu)

Periumbilikal (Perut Kanan Bawah) : Midgut ( usus halus dan usus besar termasuk
apendiks)

Suprapubik (Perut Bawah Tengah) : Hindgut ( rectum dan organ urogenital)

Lokasi Nyeri Perut Dan kemungkinan Penyebab

Kanan bagian atas, kemungkinan yang mengalami gangguan adalah organ-organ yang
terletak pada bagian kanan atas adalah Gangguan Hati, Radang pada kandung empedu
akibat adanya batu, serta kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil. Nyeri kantung
empedu sifat nyeri hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering
memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods). Tetapi kalau tempat
nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai menembus
kebelakang, kemungkinan gangguan Ginjal harus dicurigai. Kolik renal atau gangguan
nyeri disebabkan gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal, yang
nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya pasien tidak dapat menemukan posisi
yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal dapat juga terjadi di bagian

sebelah kiri. Iskemik usus atau usus yang rusak, nyeri bersifat tumpul, hebat,
tetap/konstan, nyeri abdomen kuadran kanan atas yang meningkat saat makan.

Kiri bagian atas, Kolik renal atau gangguan nyeri disebabkan gangguan ginjal: nyeri
kolik pada sudut tertentu bagian ginjal, yang nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul.
Khasnya pasien tidak dapat menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Namun
pada kolik ginjal dapat juga terjadi di bagian sebelah kiri. Nyeri ulkus peptic nyeri
bersifat tumpul, nyeri terbakar (burning) di epigastrium. Khasnya episode malam,
membangunkan pasien dari tidur. Diperparah oleh makan dan kadang kadanga dikurangi
dengan minum susu atau antasida.

Kanan bawah, penyebab yang paling sering adalah radang dari usus buntu atau
Appendicitis, kemudian penyebab lain yang cukup sering adalah infeksi saluran kencing,
atau pada wanita patut dicurigai adanya radang saluran indung telur, infeksi usus halus
atau usus besar. Untuk membedakan antara usus buntu dengan infeksi saluran kencing
yaitu : Pada usus buntu gejala yang menyertai adalah demam, bisa juga disertai rasa
mual sampai muntah dan kadang bisa juga disertai diare, biasanya nyeri yang timbul kuat
sekali sampai si penderita selalu membungkukkan badannya karena menahan nyeri di
bagian perut kanan bawah. Sedangkan pada infeksi saluran kencing biasanya adalah
sering kencing, rasa nyeri bila kencing, juga rasa perih pada waktu kencing, juga bisa
disertai demam tinggi dan rasa mual muntah juga. Nyeri kolon tampilannya kadang
kadang nyeri dapat berkurang sementara oleh defekasi atau flatus

Nyeri Perut Bagian Tengah Atas Bila anda mendadak merasakan nyeri didaerah ulu hati
disertai rasa mual dan rasa kembung, kemungkinan besar anda menderita Gastritis,
dispepsia atau gangguan lain lam,bung. Gastritis adalah sakit pada bagian lambung, jadi
kurang lebih artinya sama saja. Arti Gastritis sebenarnya adalah terjadinya proses radang
pada lambung. Penyebab lain adalah nyeri pancreas, lokasi di sekitar epigastrium atau
perut bagian tengah, menjalar ke punggung, membaik saat duduk dan posisi condong
kedepan. Obstruksi usus halus biasanaya nyeri kolik sentral yang berhubungan dengan
muntah, distensi dan konstipasi

Perut Bawah tengah Nyeri kandung kemih biasanya nyeri difus yang hebat di regio
suprapubik. Nyeri prostat tampilannya nyeri tumpul yang dirasakan di lower abdomen,
rectum, perineum atau paha anterior. Nyeri uretra sangat bervariasi mulai dari
ketidaknyamanan hingga nyeri tajam yang hebat yang dirasakan pada ujung akhir uretra
(ujung penis pada pria) dan semakin nyeri saat miksi. Bisa sangat parah sehingga pasien
akan berusaha menahan kencingnya yang dapat menimbulkan masalah baru

Karakteristik Nyeri
Sifat, keparahan dan periodisitas sakit memberikan petunjuk berguna untuk penyebab yang
mendasari . nyeri utama adalah yang paling umum.

Nyeri alih Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari suatu
daerah. Misalnya, diafragma yang berasal dari regio leher C3 C5 pindah ke bawah pada

masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan
akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolesistitis akut, nyeri dirasakan di daerah
ujung belikat. Abses dibawah diafragma ata rangsangan karena radang atau trauma pada
permukaan atau limpa atau hati juga dapat mengakibatkan nyeri di bahu. Kolik ureter
atau kolik pyelum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labium
mayus atau pada testis pada pria.

Nyeri kontinyu Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terusmenerus karena berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan
penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan
defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat.

Nyeri kolik Nyeri kolik merupakan nyeri yang hilang timbul yang menunjukkan suatu
obstruksi organ berongga (lumen), organ yang berdinding otot (usus, empedu, duktus
biliaris, ureter) Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminar). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini berjeda, kolik
dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan perdarahan dinding usus juga berupa kolik.
Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual, bahkan sampai muntah. Dalam serangan,
penderita sangat gelisah, kadang sampai berguling-guling di tempat tidur atau di jalan.
Yang khas ialah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri yang kumat-kumatan disertai
mual dan muntah dan gerak paksa.

Nyeri iskemik Nyeri perut dapat juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap,
dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis.
Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum, seperti takikardia, keadaan umum
yang memburuk, dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.

Nyeri pindah Kadang nyeri berubah sesuai perkembangan patologi. Misalnya pada
tahap awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral
dirasakan sekitar pusat disertai rasa mual karena appendiks termasuk usus tengah. Setelah
radang terjadi di seluruh dinding termasuk peritoneum viseral, terjadi nyeri akibat
rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini, nyeri dirasakan
tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu diperut kanan bawah. Jika appendiks
kemudian mengalami nekrosis dan gangren, nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik
yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan
toksis. Pada perporasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan
asam garam dan empedu masuk rongga abdomen yang sangat merangsang peritoneum
setempat. Pasien merasakan sangat nyeri di tempat rangsangan itu, yaitu diperut bagian
atas. Setelah beberapa waktu, isi cairan lambung mengalir ke kanan bawah, melalui
jalandisebelah lateral kolon asendens sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan
bawah, sekitar sekum. Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri
pertama karena terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai di
ulu hati pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada

appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perporasi
lambung atau duodenum, akan mengakibatkan peritonitis purulenta umum jika tidak
segera ditanggulangi dengan tindakan bedah

Nyeri disertai rasa panas biasanya mengindikasikan karena pengaruh asam dan
berhubungan dengan lambung, duodenum atau bagian esofagus bawah

Nyeri tajam konstan dangkal karena iritasi peritoneal adalah khas ulkus perforasi atau
usus buntu yang pecah, kista ovarium, atau kehamilan ektopik.

Rasa sakit, mencengkeram pemasangan obstruksi usus kecil (dan kadang-kadang


pankreatitis awal) biasanya terputus-putus, tidak jelas, mendalam, dan puncaknya pada
awalnya, tetapi segera menjadi lebih tajam, tak henti-hentinya, dan lebih baik lokal.
Tidak seperti sakit menggelisahkan tapi lumayan berhubungan dengan obstruksi usus,
nyeri yang disebabkan oleh lesi occluding saluran yang lebih kecil (saluran empedu,
tabung rahim, dan ureter) cepat menjadi gangguan yang tidak tertahankan.

Kolik jika ada interval bebas nyeri yang mencerminkan kontraksi intermiten otot polos,
seperti pada kolik uretra. Dalam arti sempit, yang kolik istilah empedu adalah keliru
karena sakit empedu tidak mengampuni. Alasannya adalah bahwa kantong empedu dan
saluran empedu, kontras dengan ureter dan usus, tidak memiliki gerakan peristaltik.
Kolik biasanya segera diatasi dengan analgesik. nyeri iskemik karena usus terjepit atau
trombosis mesenterika hanya sedikit diredakan bahkan oleh narkotika.

Nyeri disebabkan oleh peritonitis lokal, terutama bila mempengaruhi organ-organ perut
bagian atas, cenderung diperburuk oleh gerakan atau bernapas dalam-dalam.

Kondisi Yang berhubungan dengan nyeri abdomen

Anorexia, nausea dan muntah, konstipasi atau diare sering menyertai nyeri abdomen,
tetapi bukan merupakan gejala yang spesifik sehingga tidak memiliki nilai diagnostic
yang tinggi

Muntah Saat distimulasi oleh serat aferen visceral sekunder, the medullary vomiting
centers mengaktivasi serat eferen yang menginduksi reflex muntah. Oleh karena itu, nyeri
abdomen akut (acute surgical abdomen) biasanya terdapat muntah yang juga berlaku
sebaliknya .

KONSTIPASI Reflex ileus sering diinduksi oleh serat aferen visceral yang merangsang
serat eferen saraf simpatis(splanchnic nerves) untuk menurunkan peristaltic usus.
Konstipasi merupakan indicator absolute obstruksi usus. Namun obstipasi (tidak adanya
pasase feses dan flatus) diperkirakan kuat sebagai obstruksi usus mekanik jika ada
distensi abdomen dengan nyeri yang progresif atau muntah yang berulang.

DIARE Watery diare yang banyak merupakan karakterisktik dari gastroenteritis dan
penyebab lain akut abdomen. Diare berdarah diperkirakan colitis ulseratif, crohn disease,
basilar atau disentri amuba.

Hal Penting yang Berkaitan

Riwayat gynekologis Riwayat menstruasi cukup penting untuk mendukung diagnose


kehamilan ektopik, mittelschmer ( rupture folikel ovarium) dan endometriosis. Riwayat
vaginal discharge atau dismenorea menunjukkan pelvic inflammatory disease.

Riwayat obat-obatan Antikoagulan terlibat dalam hematoma retroperitoneal dan


intramural duodenum dan jejunum, kontrasepsi oral dalam pembentukkan benign hepatic
adenoma dan infark vena mesenterium. Kortikosteroid dapat menutupi gejala klinis
bahkan peritonitis lanjut.

Riwayat perjalanan Dapat meningkatkan resiko abses hati amoeba atau hydatid cyst,
malarial spleen, tuberculosis, salmonella typhi infeksi pada area ileosaecal atau disentri

Riwayat operasi Riwayat operasi sebelumnya pada abdomen, vascular, thorak atau groin
mungkin berhubungan dengan penyakitnya sekarang.

Permasalahan Alergi Dalam Anestesi


Angka kejadian reaksi hipersensitivitas mengancam jiwa yang terjadi selama operasi dan
anestesi sangat jarang atau sekitar satu dari 10.000 prosedur. Reaksi alergi serius terhadap
obat anestesi sangat jarang dan biasanya disebabkan faktor lain selain obat bius . Agen
neuromuskular blocking , lateks karet alam dan antibiotik adalah penyebab paling umum
dari reaksi alergi yang serius selama operasi . Tingkat kematian dari reaksi ini adalah
sekitar 3-6 % . Pengobatan secara langsung Adrenalin (epinefrin ) saat ini menjafi pilihan

utama pengobatan. Sedangkan kortikosteroid dan antihistamin memberikan manfaat


terbatas dalam situasi akut.
Meskipun jarang dilaporkan terdapat beberapa orang untuk memiliki reaksi alergi di bawah
anestesi. Menggunakan dua database nasional , para peneliti memperkirakan bahwa antara tahun
1997 dan 2004 , ada sekitar 100 reaksi alergi untuk setiap juta prosedur anestesi yang dilakukan
di Perancis . Termasuk sebuah studi Prancis yang menempatkan tingkat di 100 reaksi untuk
setiap 1,3 juta prosedur anestesi . Perempuan tampaknya berada pada risiko tertentu , menurut
para peneliti , yang dipimpin oleh Dr Paul Michel Mertes dari University Hospital Center of
Nancy
di
Perancis
Meningkatnya reaksi alergi di kalangan perempuan adalah 155 per juta prosedur anestesi ,
dibandingkan 55 per juta untuk pria , para peneliti melaporkan dalam Journal of Allergy and
Clinical Immunology . Namun, temuan tidak berarti bahwa laju reaksi alergi terhadap anestesi
akan naik , menurut ahli tidak terlibat dalam penelitian ini . Temuan saat ini didasarkan pada
laporan yang lebih komprehensif reaksi alergi daripada studi sebelumnya. Sebenarnya risiko
dari setiap satu pasien memiliki reaksi alergi terhadap anestesi cukup rendah. Dokter anestesi dan
perawat anestesi telah dilatih dan telah terlatih untuk menemukan dan mengobati reaksi alergi
terhadap anestesi ketika muncul. Reaksi terhadap anestesi dapat berkisar dari ringan ruam kulit
atau gatal-gatal , misalnya berpotensi mengancam nyawa efek pada jantung dan paru-paru .
Secara keseluruhan , 72 persen dari reaksi IgE -mediated , di mana sistem kekebalan tubuh
menciptakan antibodi terhadap zat asing . Dari orang dewasa yang memiliki jenis reaksi , 60
persen mengalami masalah jantung atau pernapasan yang serius .
Juga tidak jelas mengapa wanita dalam penelitian ini memiliki tingkat signifikan lebih tinggi dari
reaksi alergi daripada pria. Tapi ada dua teori, salah satunya adalah bahwa estrogen memainkan
beberapa peran dalam reaksi terhadap agen anestesi tertentu. Wanita Perancis mungkin telah
terkena bahan kimia tertentu dalam kosmetik yang , dalam beberapa , prima sistem kekebalan
tubuh mereka bereaksi terhadap bahan kimia struktural mirip digunakan dalam anestesi .
Untuk membantu membatasi kemungkinan pasien bereaksi terhadap antibiotik yang digunakan
dalam anestesi , dokter selalu bertanya tentang reaksi terhadap penisilin atau antibiotik terkait
sebelumnya. Jadi mengetahui riwayat obat alergi adalah salah satu cara untuk melindungi diri
sendiri .
Jika Anda menderita reaksi alergi selama anestesi , sebaiknya penderita menerima catatan
khusus atau surat keteranganh kesehatan dari anestesi menggambarkan keadaan yang telah
dialaminya. Kemudian nantinya penderita dapat memberikan surat kepada dokter Anda sebelum
prosedur medis di masa depan .
Penelitian berikutnya bertujuan untuk mengetahui agen yang bertanggung jawab untuk
memungkinkan penghindaran di masa depan . Tes kulit ini sering berguna untuk
mengidentifikasi berpotensi senyawa reaktif-silang dan alternatif terapi yang tepat . Hal ini
dilakukan seminggu setelah reaksi awal untuk memungkinkan sistem kekebalan tubuh untuk

memperbaiki sendiri . Namun, pengujian kulit dapat menyesatkan dalam memberikan hasil
negatif palsu positif dan palsu .
Terjadinya anafilaksis selama anestesi umum adalah perhatian utama , karena ada kurangnya
informasi yang relevan yang menjadi dasar strategi untuk mendiagnosa dan mencegah
anafilaksis dan kambuh nya . Semua obat anestesi yang digunakan selama anestesi dapat memicu
reaksi alergi .
Studi awal tentang mekanisme anafilaksis selama anestesi umum difokuskan pada rilis
nonspesifik histamin sebagai efek farmakologis agen hipnotis . Hanya selama tahun 1970 tidak
perhatian mulai diberikan pada mekanisme imunologi , seperti reaksi alergi IgE dependent ,
dan peran neuromuskuler bloking agen ( NMBAs ) dalam anafilaksis perioperatif . Hal ini
penting untuk dapat menentukan penyebab reaksi dan untuk menentukan langkah yang tepat
untuk pengobatan dan pencegahan selanjutnya
Epidemiologi
Alergi dan nonallergic anafilaksis yang terjadi di bawah anestesi merupakan penyebab signifikan
morbiditas dan mortalitas perioperatif. Alergi atau imunologi ( IgE , IgG , dan dimediasi
kekebalan kompleks) atau reaksi nonallergic ( dimediasi kimia atau nonimmunologic ).
Kebanyakan reaksi alergi dimediasi IgE .
Reaksi anafilaksis relatif lebih terjadi selama anestesi umum di Perancis , Australia , Selandia
Baru dan Inggris ( UK ) daripada di kebanyakan negara-negara lain , termasuk Swedia ,
Denmark dan Amerika Serikat . Oleh karena itu wajar bahwa para peneliti di Perancis ,
Australia , Selandia Baru dan Inggris telah pelopor dalam bidang penelitian , dan pusat
diagnostik dan jaringan untuk tujuan tertentu , di mana anestesi dan allergologists bekerja sama
dalam pemeriksaan tindak lanjut , terutama di negara-negara prevalensi tinggi .
Studi dari Australia , Perancis dan Inggris menunjukkan bahwa ketika semua mekanisme yang
disertakan, kejadian efek samping perioperatif untuk anestesi adalah sekitar 1/3 , 500 prosedur .
Reaksi anafilaksis terhadap anestesi dan agen yang terkait yang digunakan selama periode
perioperatif telah direkam bervariasi tergantung pada negara dan mekanisme yang terlibat .
Perkiraan kejadian anafilaksis adalah 1/ 10, 000 sampai 1/ 20, 000 di Australia dan 1/13 , 000 di
Perancis . Insiden anafilaksis ke NMBAs adalah 1/6500 anestesi episode . Meskipun jarang,
episode ini dapat menyebabkan kematian bahkan ketika diobati dengan tepat . Di Jepang antara
tahun 1952 dan 1990, 4,7 % dari 105 kasus yang dilaporkan anafilaksis anestesi menyebabkan
kematian. Reaksi anafilaksis Perianaesthetic terus menjelaskan tingkat kematian non-diabaikan
berkisar antara 3 % dan 5 % , tingkat morbiditas belum dinilai. Survei terbaru epidemiologi
nasional di Perancis ( dilakukan dari Januari 2001 sampai Desember 2002) melaporkan bahwa ,
pasien yang mengalami anafilaksis , 69 % didiagnosis dengan anafilaksis alergi dan 31 % dengan
anafilaksis alergi. Di Norwegia , hasil dari studi 6 tahun menunjukkan bahwa 1 reaksi alergi
terhadap NMBAs terjadi per 5.200 anaesthesias dilakukan di mana NMBAs telah diberikan , dan
reaksi alergi terhadap NMBAs menyumbang 66,2 % dari semua reaksi alergi terhadap anestesi
direkam . Untuk rocuronium , Obat Norwegian Agency pada tahun 2001 diperkirakan frekuensi
dari 1 di 5.000 , tingkat lebih dari 20 kali lipat lebih tinggi daripada di seluruh Skandinavia .

Perbedaan ini mungkin karena paparan sebelumnya pholcodine , bahan dalam obat batuk yang
banyak digunakan di Perancis , Norwegia, Inggris , Selandia Baru dan Australia , tetapi tidak di
Swedia , Jerman, Amerika Serikat dan Denmark . Mekanisme yang digunakan pholcodine
mungkin predisposisi reaksi anafilaksis NMBAs akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Patosiology

IgE -mediated anafilaksis Epitop dari NMBAs diakui oleh antibodi IgE adalah ion
amonium kuaterner atau tersier . Cross- sensitisasi antara NMBAs terlihat pada sampai
dengan 70 % dari pasien yang alergi terhadap satu NMBA , terutama antara NMBAs
termasuk setidaknya dua ion amonium kuaterner . Selain itu, reaksi silang alergi yang
paling sering terjadi antara NMBAs dari kelompok kimia yang sama, misalnya, antara
aminosteroids ( pancuronium , vecuronium , rocuronium ) , antara benzylisoquinones
( atrakurium , mivacurium , cisatracurium ) , atau antara suxamethonium dan lainnya
NMBAs . Beberapa penjelasan dapat menjelaskan non sistematis reaksi silang : antigen
diakui oleh antibodi IgE mungkin tidak identik , dan dalam beberapa kasus tidak hanya
amonium kuaterner tetapi juga kelompok fenil mungkin terlibat , kedekatan antara IgE
antibodi dan amonium kuaterner mungkin berbeda dari satu ke yang lain NMBA , dan
fleksibilitas dan panjang rantai yang menghubungkan 2 ion amonium kuaterner juga
mungkin memainkan peran dalam memicu reaksi alergi . Sebuah NMBA antara dua ion
amonium ( misalnya , pancuronium dan vecuronium ) tampaknya kurang mungkin untuk
mengakibatkan anafilaksis dari NMBA molekul fleksibel seperti suxamethonium . Selain
itu , jarak antara dua epitop amonium kuaterner harus antara 6,2 dan 10,4 untuk
menginduksi mengikat. Dengan demikian, setiap dua NMBAs tidak akan selalu
berperilaku sama berkaitan dengan reaksi yang merangsang. Epitop selain amonium telah
terlibat dalam diperantarai IgE anafilaksis anestesi umum lainnya . Determinan antigenik
pada thiopental adalah kelompok pentil dan etil melekat pada posisi 5 pada cincin
pirimidin inti dan wilayah sekunder cincin , meliputi dan termasuk terpasang hetero
atom . Determinan antigenik pada propofol adalah dua kelompok isopropil , propofol
menyebabkan alergi dalam beberapa pasien , dan kejadian sebelumnya tingginya efek
samping akan menjadi sangat menurun ketika pelarut lain menggantikan Cremophor EL .
Hal ini menunjukkan bahwa pelarut propofol yang menyebabkan reaksi . Hipnotik lain
seperti etomidate atau ketamin telah dilaporkan menyebabkan reaksi alergi perioperatif
jarang . Penentu alergi diidentifikasi pada morfin mencakup kelompok N metil dan
cincin sikloheksenil dengan hidroksil pada C6 . Reaktivitas silang antara morfin , codeine
dan narkotika lainnya telah diduga .

nonallergic anafilaksis Sedangkan NMBAs , opiat dan hipnotik semua dapat


menyebabkan reaksi imunologi tipe lambat setelah induksi , kimia dimediasi pelepasan
histamin jauh lebih mungkin terjadi . Mungkin mustahil untuk membedakan peristiwa
alergi benar dari rilis kimia dimediasi , karena beberapa obat dapat menyebabkan reaksi
baik melalui mekanisme . Pelepasan histamin non spesifik juga dapat difasilitasi oleh
adanya penyakit atopik atau kecepatan di mana produk yang disuntikkan . Gejala-gejala
dalam menanggapi pelepasan histamin nonspesifik umumnya kurang parah
dibandinghkan ketika reaksi alergi yang terlibat.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis anafilaksis diklasifikasikan ke dalam lima tingkatan keparahan : Grade


I : ringan , membatasi diri reaksi , misalnya , gejala terisolasi kulit , Kelas II : reaksi
moderat dengan cepat menanggapi terapi , misalnya hipotensi atau bronchospasm atau
multivisceral gejala ; Kelas III : reaksi parah membutuhkan pengobatan jangka panjang ,
misalnya , shock anafilaksis , Kelas IV : serangan jantung dan pernafasan , Kelas V :
kematian. Tanda-tanda ini dapat terjadi kapan saja , namun pada 80 % sampai 90 % dari
kasus , mereka terjadi pada induksi anestesi umum , 5 sampai 10 menit setelah obat telah
disuntikkan . Sering ada sangat sedikit gejala klinis , fakta bahwa reaksi anafilaksis dapat
terdiri dari satu gejala sering menyebabkan anafilaksis diabaikan sebagai diagnosis. Tidak
adanya tanda-tanda cutaneomucosal tidak selalu memungkinkan untuk menyingkirkan
diagnosis anafilaksis , namun manifestasi klinis reaksi imunologi yang lebih serius dan
tahan lama dibandingkan dengan reaksi farmakologis . Hasil studi epidemiologi terakhir (
survei 2 tahun , 2001-2002) pada kejadian anafilaksis selama anestesi , dilakukan oleh
Laxenaire di Perancis , menegaskan keparahan tertentu efek samping alergi dibandingkan
dengan reaksi non alergi ( p < 0,001 ) .

Pada kasus ringan, perbaikan spontan dapat terjadi tanpa pengobatan khusus . Namun bila
ragu reaksi anafilaksis harus ditangani dengan dosis yang tepat epinefrin berdasarkan
beratnya. Dalam kasus di mana diagnosis belum benar dibuat dan tes allergological sesuai
belum dilakukan , paparan berikutnya bertanggung jawab untuk memiliki konsekuensi
serius atau bahkan mematikan . Tergantung ahli anestesi dan ahli bedah , tergantung pada
risiko atau manfaat melanjutkan operasi , apakah harus dilanjutkan atau dihentikan .

Zat Bertanggung Jawab Zat yang bertanggung jawab untuk anafilaksis. Sejak tahun
1980 , lebih dari 4.500 kasus perianaesthetic anafilaksis telah dilaporkan oleh penulis
Perancis dan Inggris . Obat-obatan yang paling sering bertanggung jawab untuk reaksi
anafilaksis dalam survei epidemiologi Perancis adalah NMBAs ( 54 % ) , lateks ( 22,3
% ) , antibiotik ( 14,7 % ) , agen opioid ( 2,4 % ) , agen hipnotis ( 0,8 % ) , koloid
( 2,8% ) dan lain-lain ( 3 % ) . Jadi, meskipun NMBAs bertanggung jawab untuk
kebanyakan kasus , agen hipnotis atau antibiotik diberikan untuk tujuan preventif kadangkadang telah terlibat . Ketika reaksi yang terjadi selama anestesi belum karena obat
disuntikkan , lateks hampir selalu disalahkan . Zat lain seperti aprotinin , protamine ,
etilen oksida , dan klorheksidin kadang juga telah dicurigai . Sangat sedikit kecelakaan
benar-benar alergi telah disebabkan oleh anestesi lokal . Di antara kasus anafilaksis
disebabkan NMBAs dalam literatur , zat berikut telah dicurigai , dalam urutan menurun
penting : suxamethonium , vecuronium , atrakurium , pancuronium , rocuronium ,
mivacurium dan cisatracurium . Jika seseorang mengungkapkan jumlah reaksi dalam hal
jumlah subjek terkena NMBAs , obat dapat dibagi menjadi 3 kelompok : yang
berhubungan dengan frekuensi tinggi reaksi alergi , termasuk suxamethonium dan
rokuronium , yang berhubungan dengan frekuensi menengah alergi , termasuk
vecuronium dan pancuronium , dan yang berhubungan dengan frekuensi rendah alergi ,
termasuk atrakurium , mivacurium dan cisatracurium .

Derajat

kulit mucous
membranes

Saluran Cerna

Saluran Napas

Sistem
Kardiovaskular

Erythema
Facial oedema
Mucosal oedema

tidak ada

tidak ada

tidak ada

II

Idem

Mual

Batuk sesak

Takikardia>30%
Hipotensi

Bronchospasm
Sianosis

Shock

Gagal Napas

Gagal Jantung

Muntah dan atau diare


III

Idem

IV

Idem

Muntah dan atau diare

Table : Clinical signs: grade of severity

Zat yang bertanggung jawab untuk anafilaksis non alergi Sulit secara definitif
untuk mengidentifikasi obat mana yang bertanggung jawab untuk pelepasan histamin
nonspesifik karena tidak ada tes khusus yang tersedia . Di antara NMBAs , atrakurium
dan mivacurium adalah pelepas-histamin obat , sedangkan cisatracurium tampaknya
praktis tanpa efek pelepas-histamin pada dosis biasanya diberikan . Efek pelepas histamin
non spesifik telah diamati dengan thiopental dan propofol dalam menanggapi injeksi
konsentrasi tinggi zat ini . Reaksi terhadap opioid ( morfin , petidin dan kodein ) biasanya
disebabkan oleh mediator sel langsung ketimbang melalui mekanisme IgE dependent .

Faktor Risiko

Jenis kelamin dan usia Dominasi perempuan lebih sering secara signifikan telah
dilaporkan , dengan kisaran dari 8 perempuan : 1 laki-laku NMBAs menjadi 2,7
perempuan : 1 laki-laki untuk thiopental . Meskipun masih harus ditentukan mengapa
jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko untuk reaksi alergi , hipotesis telah
diajukan untuk menjelaskan mengapa hal ini terjadi dengan NMBAs . The kuaterner
amonium bertanggung jawab untuk alergi khusus ini timbul tidak hanya dalam NMBAs
tetapi juga dalam kosmetik dan beberapa produk pembersih rumah tangga. Fakta bahwa
perempuan datang ke dalam kontak dengan produk ini lebih sering daripada laki-laki atau
anak-anak mungkin menjelaskan mengapa perempuan lebih cenderung memiliki reaksi
anafilaksis . Dominan perempuan adalah sama untuk semua NMBAs , dan usia tidak

mempengaruhi kejadian reaksi terhadap NMBAs . Reaksi alergi perioperatif jarang


terjadi pada anak-anak , dan sebagian besar yang terjadi disebabkan oleh lateks

Atopi Pada umumnya sepakat bahwa atopi merupakan faktor risiko untuk reaksi alergi
karena laporan kasus reaksi alergi perioperatif telah melaporkan prevalensi tinggi atopi .
Namun, penelitian ini menggunakan banyak definisi atopi , termasuk berbagai gejala dari
urtikaria dan dermatitis kontak asma , membuat penggunaan istilah atopi tidak dapat
diandalkan . Para penulis dari studi yang lebih baru telah didefinisikan atopi lebih
tepatnya , menggunakan kriteria seperti kehadiran setidaknya satu tes kulit positif dan /
atau adanya antibodi IgE terhadap setidaknya satu aeroallergen . Dengan definisi ini ,
prevalensi atopi adalah identik antara subyek yang mengalami setidaknya satu reaksi
alergi perioperatif karena NMBA dan kontrol mata pelajaran . Temuan serupa diperoleh
untuk agen anestesi lainnya . Meskipun asma atopik tampaknya tidak merupakan faktor
risiko untuk anestesi alergi , kehadiran asma pada masa kanak-kanak adalah dua kali
sering di antara pasien yang memiliki reaksi alergi perioperatif sebagai mereka yang tidak
.

Alergi obat dan alergi makanan


Alergi makanan dan alergi terhadap obat tidak berhubungan dengan anestesi bukan merupakan
faktor risiko untuk anafilaksis .

Anaesthesi sebelumnya Tidak ada bukti bahwa beberapa anaesthesias mempromosikan


sensitisasi terhadap anestesi yang diberikan . Namun, jika alergi telah dikembangkan
selama anestesi sebelumnya , anafilaksis terikat untuk terjadi jika anestesi selanjutnya
dilakukan dengan menggunakan produk yang sama . Lebih dari separuh pasien yang
memiliki reaksi anafilaksis perioperatif untuk NMBAs sebelumnya tak pernah menerima
NMBAs , menunjukkan bahwa mereka telah peka oleh beberapa zat lain yang
mengandung epitop surfaktan . Satu studi menunjukkan bahwa obat batuk yang
mengandung pholcodine menginduksi produksi antibodi IgE spesifik terhadap ion
amonium kuaterner yang bertanggung jawab untuk reaksi anafilaksis setelah NMBAs .
Paparan sebelumnya pholcodine karena itu mungkin menjelaskan mengapa pola
sensitisasi berbeda begitu jauh antara populasi berbagai negara : pholcodine secara luas
digunakan di Perancis , Norwegia, Inggris , Selandia Baru dan Australia , di mana banyak
reaksi alergi yang melibatkan NMBAs telah dicatat , sedangkan sedikit digunakan terbuat
dari zat ini di Swedia , Jerman , Amerika Serikat dan Denmark , di mana sangat sedikit
reaksi alergi semacam ini telah dilaporkan terjadi . Paparan sebelumnya thiopental
merupakan faktor risiko . Hingga 90 % dari reaksi alergi terhadap thiopental terjadi pada
pasien dengan paparan sebelumnya . Selama evaluasi pra operasi , pasien sering
menunjukkan beberapa alergi obat , yang sebagian besar belum divalidasi . Potensi
alergi reaktivitas silang antara obat dan makanan sering dianggap sebagai faktor risiko
untuk hipersensitivitas perioperatif .

NMBAs
Neuromuskular blocking agen ( NMBAs ) dan antibiotik adalah obat yang paling umum memicu
anafilaksis perioperatif . Ion amonium Kuarter telah diusulkan untuk menjadi penentu alergi dari

NMBAs . Meskipun pholcodine hipotesis telah disarankan untuk menjelaskan terjadinya


NMBA diinduksi alergi , konsep ini masih belum jelas . Meskipun banyak praktisi percaya
bahwa alergi makanan tertentu menyajikan masalah dengan penggunaan propofol , tidak ada
peran untuk kontraindikasi propofol dalam telur alergi , pasien kedelai alergi atau kacang
alergi . IgE -mediated hypersensitivity telah dilaporkan dengan makanan laut dan obat iodinasi ,
IgE -mediated hypersensitivity telah dilaporkan dengan seafood dan obat-obatan iodinasi , tetapi
tidak ada reaktivitas silang antara mereka . Faktor penentu alergi telah ditandai untuk ikan ,
kerang dan povidone iodine dan tetap tidak diketahui untuk agen kontras . Ada asumsi yang salah
tentang banyak alergi obat . Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk meninjau potensi
reaktivitas silang antara keluarga tertentu obat dan makanan dalam rangka untuk memfasilitasi
pengelolaan
anestesi
pasien
dengan

beberapa
alergi
obat
Aminosteroidal NMBAs pancuronium, vecuronium, dan rocuronium dan benzylisoquinoline
cisatracurium memiliki potensi yang sama untuk menginduksi reaktivitas kulit nonspesifik. Jika
kriteria positif dan konsentrasi maksimal dari senyawa yang tersedia secara komersial yang
direkomendasikan oleh pedoman praktek Perancis yang digunakan, risiko hasil positif palsu
terbatas, dan hanya modifikasi kecil dari rekomendasi ini dapat disarankan. Penurunan sedikit
dalam konsentrasi maksimal yang digunakan untuk rocuronium dari 1:100 sampai 1:200 dan
peningkatan dari 1:1.000 sampai 1:200 untuk mivacurium dapat diusulkan.
Diagnosis anafilaksis Reaksi perioperatif
Pasien menunjukkan gejala reaksi anafilaksis harus segera diberikan tes biologis diikuti oleh
sekunder check- up untuk menentukan apakah kecelakaan itu disebabkan oleh mekanisme
imunologi IgE dependent , untuk mengidentifikasi agen yang bertanggung jawab dan untuk
menentukan apakah cross- sensitisasi adalah terlibat dalam kasus-kasus di mana NMBA
bertanggung jawab untuk respon anafilaksis .

Investigasi segera Tes langsung meliputi peredaran darah tryptase serum dan penentuan
histamin plasma dalam rangka untuk menentukan apakah telah terjadi anafilaksis , dan
pengujian untuk antibodi IgE spesifik untuk mengidentifikasi agen yang bertanggung
jawab . Tingkat tryptase tinggi sangat menyarankan bahwa reaksi itu imunologis . Namun
, temuan normal tidak selalu mengesampingkan reaksi imunologis . Pencarian antibodi
IgE dalam serum pasien berfokus terutama pada NMBAs , thiopental dan lateks . Tingkat
penentuan antibodi IgE terhadap NMBAs , oleh CAP RAST sangat tidak sensitif
( dengan suxamethonium , sensitivitasnya hanya 66 % ) , metode yang lebih sensitif
sehingga lainnya seperti QAS RIA ( surfaktan sepparose radioimmunoassay ) dan
PAPPC metode RIA ( p aminophenylphosphoryl choline radioimmunoassay )
biasanya disukai . Tes-tes lain untuk IgE spesifik juga telah dikembangkan , dengan fokus
terutama pada morfin , phenoperidine dan propofol , tetapi tes ini tidak tersedia untuk
digunakan dalam praktek klinis

Investigasi sekunder Semua obat diberikan sebelum dan selama anestesi , serta waktu
mereka administrasi sehubungan dengan reaksi , harus dicatat . Temuan klinis

memberikan informasi yang sangat diperlukan untuk menyelidiki penyebab reaksi


anafilaksis , terutama jika investigasi sekunder diperlukan .

Tes kulit Semua zat diberikan selama periode perioperatif harus dianggap berpotensi
bertanggung jawab , dan tes kulit harus dilakukan , mana mungkin , dengan semua obat
yang digunakan dalam prosedur anestesi , serta dengan lateks dan obat-obatan lainnya
atau produk diberikan selama anestesi , selain dari agen dikelola oleh inhalasi .

Kinerja keseluruhan baik tes kulit membuat mereka standar emas untuk diagnosis reaksi
anafilaksis . Tes ini , yang meliputi tes intradermal dan tusukan tes , idealnya harus dilakukan 5
sampai 6 minggu setelah reaksi . Jika perlu , tes kulit dapat dilakukan sebelumnya, tetapi jika
hasilnya negatif , mereka akan memerlukan konfirmasi selanjutnya . Tes kulit biasanya dilakukan
pada lengan bawah . Konsentrasi yang direkomendasikan di bawah menyediakan nomor rendah
negatif palsu dan positif palsu .

Uji kulit untuk NMBAs : Tes Tusuk dapat menggunakan konsentrasi yang tersedia
secara komersial dari NMBAs , kecuali mivacurium dan atrakurium , yang harus diuji
pada pengenceran 1:10 . Untuk tes intradermal , serangkaian pengenceran digunakan
dimulai dengan pengenceran 1:10.000 dan meningkatkan konsentrasi sampai ke tingkat
tertinggi yang biasanya tidak menghasilkan reaksi pada individu nonallergic ( 100 mg /
ml untuk succinylcholine , 10 ug / ml untuk atrakurium , 2 mg / ml untuk mivacurium ,
200 mg / ml untuk pancuronium , 400 mg / ml untuk vecuronium , 100 mg / ml untuk
rocuronium dan 20 ug / ml untuk cisatracurium ) . Kekhususan dan kepekaan dari tes
kulit yang lebih besar dari 95 % , dan reproduksibilitas lebih dari satu tahun adalah 88
% . Keseluruhan kesesuaian tusukan tes dan tes intradermal adalah 97 % . Bila hasil tes
kulit dengan satu NMBA positif , maka perlu untuk melakukan tes intradermal dalam
rangka untuk menentukan apakah cross- sensitisasi telah terjadi dengan NMBAs lain
yang tersedia di pasar . Delapan puluh empat persen dari pasien memiliki crosssensitisasi terhadap NMBAs , tetapi hanya 16 % bereaksi terhadap semua NMBAs .

Uji kulit untuk hipnotik : Reaksi alergi Benar untuk thiopental telah diidentifikasi
dengan tes kulit yang positif dan dengan deteksi serologis IGES tertentu dengan RAST .
Namun , kesulitan teknis termasuk mengikat spesifik , kelarutan miskin thiopental pada
pH fisiologis , dan sensitivitas rendah pengujian, membuat penggunaan RAST dalam
praktek klinis tidak efisien . Pada pH tinggi , pengikatan thiopental dengan materi
immunoabsorbent dapat menghasilkan ion amonium diganti yang biasanya
diinternalisasikan dalam molekul thiopentone . IGES spesifik terhadap ion amonium
kuaterner pada subyek sensitif terhadap NMBAs dapat mengikat ion-ion amonium
tersubstitusi dan mensimulasikan sensitivitas terhadap thiopentone . Konsentrasi
Komersial thiopental dapat digunakan dalam tusukan tes . Untuk tes intradermal ,
dengan menggunakan berbagai konsentrasi disarankan , dimulai dengan 1:10.000
pengenceran sampai pengenceran 1:10 konsentrasi komersial, yang tidak reaktif pada
individu alergi. Tes kulit juga digunakan untuk mendiagnosa anafilaksis terhadap agen
opioid , dengan menggunakan skala yang sama seperti untuk hipnotik . Konsentrasi obat
komersial opioid adalah 10 mg / ml . Tes kulit intradermal dengan morfin dilakukan dari
0.001mg/ml ke 0.01mg/ml . Jika pasien diuji dengan konsentrasi di atas 0.01mg/ml

( 0.1mg/ml misalnya) , tes kulit positif palsu ( tes positif non-spesifik ) dapat
membangkitkan .
Agent
Pricktests
Codeine phosphate/
Histamine

IDR 10-4

IDR 10-3

IDR 10-2

IDR 10-1

tidak
dikerjakan

tidak
dikerjakan

tidak
dikerjakan

tidak
dikerjakan

suxamethonium
50mg/mL,dilute to
10mg/mL

kontraindikasi

vecuronium
4 mg/mL
pancuronium
2 mg/mL
rocuronium
10 mg/mL

kontraindikasi

atracrium
10 mg/mL

10-1

mivacurium
2 mg/mL

10-1

kontraindikasi

kontraindikasi

Cis-atracuronium
2 mg/mL

kontraindikasi

kontraindikasi

kontraindikasi

Hypnotics
Morphine
10-1

Opiods

kontraindikasi

kontraindikasi

Latex
kontraindikasi

kontraindikasi

kontraindikasi

kontraindikasi

Table 2: Concentration of anaesthetic agents normally non-reactive on skin testing

Penentuan antibodi IgE spesifik Antibodi IgE bertahan dari waktu ke waktu , dan
pengujian untuk antibodi IgE dapat dilakukan setelah penundaan jika hal itu tidak
dilakukan pada saat reaksi , atau jika hasil tes kulit negatif . Menentukan apakah IGES
khusus untuk NMBAs , thiopental dan lateks yang hadir dapat berguna untuk
menafsirkan tes kulit negatif atau tidak meyakinkan pada pasien yang temuan klinis
menunjukkan bahwa mereka memiliki reaksi anafilaksis . Tes yang paling sensitif
sebaiknya digunakan di sini . Uji kulit untuk NMBAs lebih sensitif dibandingkan
penentuan IgE spesifik , tetapi sensitivitas dari metode kedua dapat ditingkatkan dengan
menggunakan QAS RIA dan metode PAPPC RIA . Uji kulit untuk obat hipnotik lebih
dapat diandalkan daripada mencari IgE spesifik . Antibodi IgE spesifik kurang memiliki
spesifisitas untuk propofol daripada amonium kuaterner hadir dalam lesitin dalam larutan
. IGES Khusus untuk opioid dikenal , membuat identifikasi antibodi IgE spesifik cara
yang dapat diandalkan untuk mendiagnosa anafilaksis terhadap agen opioid .

Tes-tes lain Uji pelepas-histamin leukosit merupakan metode yang mahal yang sulit
untuk menanganinya dan tidak direkomendasikan sebagai pendekatan awal . Metode ini
dapat menyediakan sarana yang berguna untuk mencari reaksi yang disebabkan oleh obat
bila tidak ada temuan IgE spesifik yang tersedia, atau untuk mempelajari reaksi silang
antara NMBAs ketika pasien sebelumnya peka dijadwalkan menjalani anestesi. Nilai
klinis aliran cytometry basofil tes aktivasi masih harus dikonfirmasi dalam pengaturan
klinis praktis.

Tes prediktif Dalam rangka untuk memprediksi pasien mungkin mengalami anafilaksis ,
adalah penting untuk dapat menentukan faktor risiko yang terlibat . Pasien yang berisiko
anafilaksis perioperatif adalah mereka yang alergi , sebagaimana ditetapkan dengan
melakukan tes allergological yang tepat , ke salah satu obat yang akan diberikan selama
anestesi atau produk lain yang mereka bertanggung jawab untuk diekspos , serta mereka
yang telah memiliki reaksi selama anestesi umum sebelumnya yang tetap tidak
terjelaskan . Bagi mereka yang memiliki reaksi selama anestesi sebelumnya , protokol
anestesi digunakan selama episode anestesi akan sangat membantu untuk allergologist
dalam melaksanakan penilaian menyeluruh . Jika protokol tidak dapat ditemukan ,
allergologist akan harus menguji zat yang studi epidemiologi telah menemukan yang
paling sering menyebabkan reaksi : pada semua NMBAs dan lateks . Pada pasien yang
alergi terhadap NMBAs , cross kepekaan terhadap semua NMBAs lainnya harus diuji ,
karena pasien mungkin tidak alergi terhadap mereka semua . Jika itu terjadi , penting
untuk mengetahui NMBAs dapat digunakan dalam protokol anestesi . Tidak mungkin
saat ini untuk memprediksi anafilaksis dengan hanya menguji semua pasien dengan
NMBAs sebelum anestesi. Prevalensi NMBA sensitisasi dievaluasi oleh salah satu uji
tusuk positif atau IgE spesifik terhadap ion amonium kuaterner dalam uji serologis telah

dinilai sebesar 9,3 % di antara populasi umum , dan pada saat yang sama , ada risiko 1,4
% anafilaksis terjadi antara subyek sebelumnya peka . Jika kejadian anafilaksis ke
NMBAs adalah 1/6500 anestesi episode , 6500 pasien harus diuji untuk dapat mendeteksi
satu pasien alergi , sementara 585 pasien peka ( 9 % ) akan terdeteksi yang tidak akan
pernah berkembang anafilaksis . Saat ini, tidak ada data yang tersedia untuk
mengkonfirmasi nilai prediktif tes kulit untuk reaksi anafilaksis , sehingga skrining
sistematis dari populasi umum tidak dianjurkan . Hal ini tidak membantu untuk
melakukan penilaian allergologic pada pasien yang hanya alergi terhadap obat
nonanaesthetic atau yang atopik tanpa memiliki faktor risiko lain untuk kepekaan
terhadap agen anestesi . Selanjutnya , bahkan jika penilaian prediksi itu mungkin ,
mereka tidak akan mencegah pelepasan histamin spesifik dalam menanggapi anestesi
diberikan di masa depan .
Referensi

Hepner DL and Castells MC. Anaphylaxis During the Perioperative Period. Anesth Analg
2003 97(5):1381-1395.

Mertes PM, Laxenaire MC. Anaphylactic and anaphylactoid reactions occuring during
anaesthesia in France. Seventh epidemiologic survey (January 2001-December 2002)
Ann Fr Anesth Reanim Dec 2004; 23(12):1133-43

You might also like