Professional Documents
Culture Documents
KEBIJAKAN TAMBANG
UUT & K3
Disusun Oleh :
Nama : Fitri Indania Sari
NIM
: 03021381419137
Kelas A
I.
lingkungan,
keterkaitan
hulu/hilir/konservasi/nilai
tambah
dan
II.
TEKNIK PERTAMBANGAN
Teknik pertambangan yang diterapkan hrs benar-benar berpedoman pada
metode
dan benar.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) yang komprehensif dengan didukung
data
yang
cukup,
perlu
disusun
dengan
baik,
termasuk
studi
bagi pekerjanya.
Teknis konstruksi dan Pemilihan peralatan harus tepat guna.
Sistim pengangkutan bahan tambang harus terencana baik, termasuk
secara teknis maupun non teknis agar kegiatan pertambangan tersebut tidak
menimbulkan permasalahan, baik terhadap kegiatan pertambangan itu sendiri
maupun terhadap lingkungan.
Jika Teknis Pertambangan tidak dilakukan dengan baik dan benar, maka
akan beakibat pada:
masyarakat).
Kegiatan pertambangan akan dituding sebagai suatu kegiatan yang
merusak lingkungan.
Ketentuan K3 Pertambangan
b.
c.
d.
e.
III.
a.
Ketentuan K3 Pertambangan
b.
IV.
LINGKUNGAN-LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
Pada saat pengembangan operasi penambangan, termasuk fasilitas
pemrosesan dan infrastruktur yang terkait dengannya, biasanya mencakup
pengubahan permanen bentang alam yang ada, gangguan terhadap vegetasi dan
tumbuhan, gangguan terhadap habitat hewan, dampak secara hidrologi, dan
berpotensi menyebabkan kontaminasi dalam tingkat tertentu
Perubahan Topografi
Perubahan sementara terhadap topografi yang diakibatkan oleh
operasi penambangan mencakup jalan akses dan jalan angkut, area
penimbunan,topsoil, pabrik pemrosesan, serta infrastruktur pendukung.
Perubahan permanen mencakup lubang pit; tempat waste dump, serta
terkait
Perubahan Fauna
Dampak pertambangan pada fauna secara umum dapat dibagi
menjadi primer atau sekunder. Dampak primer pertambangan pada fauna
adalah pengrusakan habitat langsung akibat aktivitas pembukaan lahan dan
penggalian. Dampak sekunder berkaitan dengan berbagai tingkatan
aktivitas yang mengganggu di luar area langsung pertambangan, misalnya
jalan akses dan angkut, jalur kabel listrik, koridor pemipaan dan
infrastruktur lain, hewan liar dan aktivitas tenaga kerja pada umumnya.
Perubahan Hidrologi Air Permukaan dan Air Tanah
pembuatan lubang terbuka, penimbunan, pembuangan batuan sisa,
fasilitas penyimpanan tailing, pabrik pemrosesan dan infrastruktur
seringkali mengganggu jalur aliran air alam. Gangguan terhadap pola
aliran air dapat mengakibatkan kelangkaan air pada sistem pengairan ke
bagian hilir dari pembangunan pertambangan, atau efek lokal yang tak
terlihat pada beberapa jenis vegetasi, yang mungkin bergantung pada
V.
Pertambangan
sebagai
action
plan
actual
pembangunan
mineral
logam
sebagaimana
VI.
STANDARISASI PERTAMBANGAN
Standarisasi di pertambangan bertujuan antara lain dalam rangka
meningkatkan efisiensi, perlindungan konsumen, tenaga kerja dan masyarakat lain
teknis. Oleh sebab itu, program yang perlakukan saat ini adalah pengembangan
kegiatan yang selaras dengan perkembangan standarisasi secara nasional serta
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu sebagai bagian dari
perangkat yang dibutuhkan dalam pengelolaan dan pengembangan standarisasi
dilingkungan departemen energi dan sumber daya mineral.
Disamping itu, dalam mendukung serta memacu program penerapan
standarisasi dilingkungan pemerintah daerah, maka diperlukan perangkat
kebijakan yang mapan dan transparan sehingga mempunyai dampak positif bagi
pengembangan usaha pertambangan di Indonesia, terutama dengan kebijakan
penerapan SNI baik wajib maupun sukarela dalam setiap kegiatan usaha
pertambangan. Oleh karena itu dengan terbitnya PP No. 102/2000 yang akan
segera diangkat menjadi Undang undang maka departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral Cq. Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral terus
merumuskan kebijakan baru dibidang standarisasi pertambangan serta selaras
dengan kebijakan standarisasi secara nasional.
Dengan berlakunya UU No. 13/ 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan , maka
seluruh komponen industri dan jasa berkewajiban meningkatkan kompetensi
profesi tenaga kerjanya agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing. Untuk itu
menjadi kewajiban dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mneral dan
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral untuk merumuskan
kebijakan yang terkait sehingga dalam penerapannya berjalan secara optimal.
VII.
(1)
(2)
undangan.
PP No. 78 Tahun 2010
Pasal 10, Rencana pascatambang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 memuat:
a. profil wilayah, meliputi lokasi dan aksesibilitas wilayah,
kepemilikan dan peruntukan lahan, rona lingkungan awal, dan
kegiatan usaha lain di sekitar tambang;
b. deskripsi kegiatan pertambangan, meliputi keadaan cadangan
awal, sistem dan metode penambangan, pengolahan dan
pemurnian, serta fasilitas penunjang;
c. rona lingkungan akhir lahan pascatambang, meliputi keadaan
cadangan tersisa, peruntukan lahan, morfologi, air permukaan
dan air tanah, serta biologi akuatik dan teresterial;
d. program pascatambang, meliputi:
1. reklamasi pada lahan bekas tambang dan lahan di luar
bekas tambang;
2. pemeliharaan hasil reklamasi;
3. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat; dan
4. pemantauan.
e. organisasi termasuk jadwal pelaksanaan pascatambang;
f. kriteria keberhasilan pascatambang; dan
g. rencana biaya pascatambang meliputi biaya langsung dan biaya
tidak langsung.