You are on page 1of 9

Atonic Postpartum Hemorrhage: Blood Loss, Risk Factors, and Third Stage

Management
II.
ISI JURNAL
A. Abstrak
1. Pendahuluan
Kejadian perdarahan post partum atonik terus meningkat terutama di
Negara maju beberapa tahun terakhir. Penelitian ini memperhitungkan
jumlah kehilangan darah, faktor risiko, dan manajemen kala III persalinan
yang berhubungan dengan perdarahan post partum atonik.
2. Metode
Desain studi case-control pada pasien di 8 fasyankes tersier di Kanada
mulai Januari 2011 hingga Desember 2013. Kasus adalah pasien wanita
dengan diagnosis perdarahan post partum atonik dan kontrol adalah
wanita tanpa perdarahan post partum. Matching dilakukan berdasarkan
asal RS dan tanggal persalinan. Estimasi perdarahan, faktor risiko, dan
manajemen aktif kala II persalinan antara kelompok kasus dan kontrol.
Faktor perancu disesuaikan dengan uji regresi logistik.
3. Hasil
Peneitian ini melibatkan 383 kasus dan 383 kontrol. Nilai rerata
estimasi perdarahan pada kelompok kasus lebih banyak dibanding kontrol
dan signifikan secara statistik (16.7% kasus pervaginam, 34.1% kasus
Sectio Caesarean (SC)). Faktor yang berhubungan dengan perdarahan post
partum atonik terdiri atas faktor protektif (SC) dan faktor risiko (nullipara,
persalinan pervaginam dengan riwayat SC). Penggunaan uterotonika lebih
sering pada kelompok kasus (97.6%) disbanding kontrol (92.9%) dengan
P < 0.001. waktu klem tali pusat yang memanjang hanya terjadi pada
pasien dengan persalinan pervaginam (kasus 7.7%, kontrol 14.6%, P =
0.06).
4. Kesimpulan
Terdapat misklasifikasi substansial pada diagnosis perdarahan post
partum atonik. Hal ini dapat menjelaskan peningkatan kasus perdarahan
post partum.
B. Pendahuluan

Perdarahan post partum merupakan kondisi maternal yang sering


dialami dengan angka mortalitas yang terus meningkat setiap tahunnya,
terutama di Negara-negara maju. Peningkatan kejadian perdarahan post
partum dialporkan pertama kali di Australia (4.7/100 pada 1994 menjadi
6.0/100 kelahiran pada 2002) dan Kanada (4.1/100 pada 1991, 5.1/100 pada
2004, dan 6.2/100 kelahiran pada 2010). Di Amerika perdaahan post partum
meningkat dari 2.1/100 kelahiran pada 1994 menjadi 2.9/100 kelahiran pada
2006. Laju kejadian terus bertambah dari 1.9/1000 kelahiran pada 1999
menjadi 4.2/1000 kelahiran pada 2008.
Penelitian-penelitian sebelumnya

mengidentifikasi

peningkatan

insiden perdarahan post partum mayoritas disebabkan oleh peningkatan


insiden perdarahan post partum atonik, namun peningkatan insiden ini belum
dijelaskan secara adekuat. Beberapa perbahan faktor risiko seperti kehamilan
usia lanjut, obesitas, multipara, persalinan induksi, dan persalinan dengan SC
tidak dijelaskan dalam peningkatan kasus perdarahan post partum. Penelitian
lain menyebutkan penggunaan obat dalam kehamilan tidak berpengaruh
terhadap kejadian perdarahan post partum. Meskipun pada beberapa penelitian
lain pemberian antidepresan, termasuk

serotonine selective reuptake

inhibitor (SSRI) dapat meningkatkan angka kejadian perdarahan post partum,


namun temuan tersebut tidak dapat menjelaskan peningkatan kejadian
perdarahan post partum.
Hipotesis yang dapat diajukan berdasarkan peningkatan kejadian
perdarahan post partum atonik yang belum pernah diinvestigasi adalah
hubungannya dengan manajemen aktif kala III persalinan, termasuk
penggunaan uterotonika, klem tali pusat, dan pemotongan tali

pusat.

Peregangan tali pusat terkendali dan massage uterus dapat dimasukan sebagai
komponen tambahan. Kendala yang dapat dialami untuk melakukan penelitian
ini adalah kurangnya kelengkapan data yang disebabkan efikasi konsesus
yang kurang baik dan bervariasi dalam praktik klinis. Data tersebut jarang
menyertakan informasi manajemen aktif kala III, estimasi perdarahan, riwayat
obstetric, dan faktor yang berhubungan lainnya.

Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian multi-senter


(PMC) untuk menentukan hubungan estimasi perdarahan dengan kejadian
perdarahan post partum atonik dan mengkuantifikasi asosiasi antara faktor
risiko, termasuk riwayat obstetri, penggunaan obat, dan MAK III dengan
perdarahan post partum atonik.
C. Metode
Peneliti melakukan studi case-control pada wanita yang bersalin pada
Januari 2011 hingga Desember 2013 di delapan fasilitas pelayanan kesehatan
tersier di Kanada. Kasus perdarahan post partum atonik dipilih dari setiap
rumah sakit dan kontrol dari setiap rumah sakit yang sama. Kasus adalah
wanita dengan diagnosis perdarahan post partum atonik

yang dipilih

berdasarkan rekam medis. Kontrol yang dipilih adalah wanita tanpda


diagnosis perdarahan post partum dan dilakukan matching terhadap kelompok
kasus berdasarkan waktu persalinan ( 3 hari). Informasi mengenai kondisi
maternal, riwayat obstetri, kehamilan, dan persalinan diambil dari rangkuman
rekam medis setiap kasus dan kontrol. Waktu dan estimasi perdarahan kasuskontrol diperoleh dari rekam medis. Diagnosis perdarahan post partum atonik
ditegakkan berdasarkan estimasi perdarahan, termasuk blood clots dan
karakteristik tambahan lain pada perdarahan. Perdarahan post partum atonik
didefinisikan sebagai kehilangan darah 500cc pada persalinan pervaginam dan
1000cc pada SC. Karena perbedaan kriteria perdarahan pada persalinan
pervaginam dan SC, analisis diaktegorikan berdasarkan jenis persalinan.
Diagnosis akhir perdarahan post partum ditentukan berdasarkan ICD-10 yang
dipilih oleh dokter penanggungjawab pasien.
Crude dan adjusted OR dengan CI 95% dipilih untuk menentukan efek
dari faktor risiko dan protektif pada perdarahan post partum atonik yang
diestimasi dengan uji regresi logistic kondisional. Tiga tahapan sekuensial uji
digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko independen terhadap
perdarahan post partum atonik. Pada tahapan pertama, karakteristik maternal
dan riwayat obstetric dimasukan kedalam uji. Tahap kedua dimasukan
karakteristik kehamilan, komplikasi, dan intervensi kehamilan, kemudian diuji

bersama faktor risiko independen pre-kehamilan yang berasosiasi dengan


perdarahan post partum atonik (hasil uji tahap pertama). Pada tahap terakhir
ditambahkan intervensi selama persalinan, termasuk penggunaan obat. Taraf
signifikansi variabel adalah p < 0.05 pada setiap tahapan uji, sehingga pada
tahapan akhir menyertakan variabel yang signifikan pada uji sebelumnya.
Penggunaan obat selama kehamilan, selama perawatan, dan persalinan
dikategorikan berdasarkan kelompok analgesic, anti-asma, anti-hipertensi,
antibiotic, anti-depresan, obat tiroid, vitamin, dan suplemen herbal. Terakhir,
efek dari setiap komponen yang terlibat pada MAK III diuji, termasuk waktu
dan dosis oksitosin, uterotonika lain, obat lain yang bertujuan mengontrol
perdarahan, waktu klem tali pusat, dan peregangan tali pusat terkendali.
Analisis sensitivitas dilakukan setelah mengeksklusi kelompok kasus
dan kontrol yang tidak memenuhi kriteria kasus dan kontrol berdasarkan
rekam medis. Penelitian telah memenuhi persetujuan etik dari Komisi Etik
Penelitian Universitas British Kolombia untuk setiap RS yang dipilih.
D. Hasil
1. Estimasi perdarahan
Kehilangan darah pada kelompok kasus lebih banyak dan signifikan
secara statistik dibandingkan kelompok kontrol (P < 0.001) baik untuk
persalinan pervaginam maupun SC. Perdarahan diatas 2000cc terjadi pada
2.1% kelompok kasus pervaginam dan 3.5% kelompok kasus SC. Pada
kelompok kasus pervaginnam dengan perdarahan <500cc sebanyak 16.8%
sedangkan kontrol pervaginam 91.8%. kelompok kasus pervaginam
dengan perdarahan 500cc adalah 14.6% sedangkan pada kontrol
pervaginam 7.41%. Kelompok kasus SC dengan perdarahan 1000cc
sebanyak 23.0% sedangkan kontrol SC 5.71%.
Perdarahan pada persalinan pervaginam <500cc terjadi pada 47 orang
kelompok kasus yang terdiagnosis perdarahan post partum dibandingkan
sisanya yang mengaami perdarahan 500cc. Hanya sedikit dari kelompok
ini yang merupakan primigravida yang dilakukan augmentasi oksitosin,
kala II lama, dan tuptur perineum derajat 3-4 (P<0.05), serta lebih sering
terinfeksi Streptococcus grup B dan mengalami pecah ketuban artifisial

(P<0.05). Tiga dari pasien ini juga diberikan trasnfusi PRC karena kadar
Hb dan atau Ht rendah.
Diantara kontrol pervaginam dengan perdarahan 500cc tidak
dilakukan prosedur tambahan untuk mengontrol perdarahan kecuali dosis
oksitosin yang lebih tinggi. Perdarahan pada kelompok kasus SC (n=30)
<1000cc dibanding 1000cc tidak berbeda signifikan (P>0.05) dengan
26.7% mengalami perdarahan banyak, dan 16.7% terdapat gumpalan
darah pada jalan lahir.
2. Faktor risiko perdarahan post partum
Regresi logistic kondisional menunjukan bhwa multiparitas, riwayat
aborsi, dan merokok berhubungan dengan Odds lebih rendah untuk
mengalami perdarahan post partum atonik. Riwayat SC berhubungan
dengan peningkatan perdarahan post partum atonik pada wanita yang
melahirkan pervaginam (aOR 3.88; CI 95% 1.24 12.20) dibandingkan
dengan wanita yang melahirkan pervaginam tanpa riwayat SC
sebelumnya. Penyesuaian tambahan pada faktor kehamilan juga
menunjukan bahwa penggunaan vitamin dan analgetik pada kehamilan,
preeklamsia, dan penggunaan magnesium sulfat berhubungan dengan
kejadian perdarahan post partum atonik. Penyesuaian tambahan pada
faktor persalinan menunjukan induksi persalinan dengan oksitosin,
pemecahan ketuban, demam intrapartum, persalinan dengan forceps dan
penggunaan antibiotik saat persalinan meningkatkan Odds perdarahan post
partum atonik.
Persalinan pervaginam dengan riwayat SC meningkatkan Odds
perdarahan post partum (aOR = 3.70; 95% CI 1.08 - 12.71). Persalinan SC
(aOR = 0.53; 95% CI 0.32 - 0.88) dan SC berulang (aOR = 0.47; 95% CI
0.24 - 0.95) memiliki Odds lebih kecil untuk mengalami perdarahan post
partum atonik dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat SC. Faktor
risiko yang jarang, termasuk plasenta akreta, hipertensi kronik, dan
penggunaan beberapa obat tidak dapat dimasukan dalam uji, karrena
memiliki korelasi kuat dengan variabel lain dan hanya berjumlah sedikit.
3. Prosedur untuk mengontrol perdarahan

Uterotonika sering digunakan selama kala III persalinan dan untuk


mengontrol perdarahan post partum. Penggunaan uterotonika lebih banyak
ditemukan pada kelompok kasus dengan perdarahan post partum atonik
(97.6%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (92.9%, P = 0.003).
Oksitosin merupakan uterotonika yang paling sering digunakan, diikuti
prostaglandin

dan ergometrin. Transfusi darah dilakukan pada 12.5%

kasus (8.8% pervaginam, 25.3% SC). Perdarahan post partum atonik


berhubungan dengan dosis pemberian oksitosin yang semakin banyak (p <
0.001).
4. Manajemen aktif kala III (MAK III) persalinan
Informasi MAK III persalinan dari rekam medis tidak lengkap pada
kebanyakan tempat studi. Data dari 3 RS dengan missing values < 10%
untuk peregangan tali pusat terkendali (n = 271) menunjukan beda yang
tidak signifikan secara statistik antasa kasus dan kontrol (p = 0.40).
tindakan klem tali pusat menunjukan tidak ada pengkleman tali pusat
yang memanjang pada wanita yang dilakukan SC (n = 102). Pengkleman
tali pusat memanjang pada wanita yang bersalin pervaginam merupakan
faktor protektif yang tidak signifikan secara statistik (p = 0.06).
E. Diskusi
Pada penelitian ini ditemukan ketidaksesuaian yang signifikan antara
diagnosis perdarahan post partum atonik dengan volume perdarahan post
partum yang dilihat dari rekam medis. Hal ini menunjukan adanya kesulitan
untuk memperkirakan estimasi jumlah perdarahan selama persalinan dan
pemahaman mengenai perdarahan post patum atonik yang digunakan di
masing-masing RS. Analisis faktor risiko yang telah dilakukan sesuai dengan
berbagai literature yang telah dirilis sebelumnya. Persalinan pervaginam
dengan riwayat SC meningkatkan Odds kejadian, sementara SC dan SC
berulang menurunkan Odds kejadian dibandingkan persalinan pervaginam
tanpa riwayat SC. Kajian mengenai MAK III persalinan terkendala dengan
dokumentasi RS yang minim.
Definisi perdarahan post partum berbeda di beberapa Negara. Di
Amerika dan Kanada perdarahan post partum didefinisikan sebagai terjadinya

perdarahan 500cc pada persalinan pervaginam dan 1000cc pada persalinan


SC. Inggris mendefinisikan perdarahan post partum sebagai perdarahan 500cc
pada persalinan pervaginam maupun SC, dan Australia mendefinisikan
sebagai perdarahan 500cc pada persalinan pervaginam dan 750cc pada SC.
pada studi ini ditemukan bahwa diagnosis perdarahan post partum tidak
konsisten karena perbedaan kriteria perdarahan secara signifikan.
Temuan penelitian ini bertentangan dengan sebuat laporan dari
Australia

yang

menyebutkan

bahwa

adanya

underestimasi

dari

freksuensidiagnosis perdarahan post partum yang diambil dari jumlah


perdarahan berdasarkan rekam medis. Penelitian ini juga menunjukan
ketidaksesuaian antara estimasi perdarahan dengan dokumentasi jumlah
gumpalan darah dan perdarahan banyak. Temuan ini menunjukan adanya
diagnosis yang subjektif atau dokumentasi yang tidak lengkap pada rekam
medis serta adanya sikap kurang cermat dan peduli dari pemberi pelayanan
kepada parturient. Adanya kesalahan diagnosis perdarahan post partum
mungkin dapat menjadi penyebab potensial peningkatan kejadian perdarahan
post partum pada beberapa Negara, namun tidak dapat menjelaskan
peningkatan kasus perdarahan post partum yang berat.
Pada penelitian ini diperoleh hasil yang sesuai antara berbagai faktor
risiko perdarahan post partum dengan berbagai

literatur, namun asosiasi

antara riwayat aborsi, penggunaan vitamin dan analgesik pada perdarahan


post partum atonik memerlukan konfirmasi dari penelitian lain. Penelitian ini
juga menunjukan persalinan SC dapat menurunkan kejadian perdarahan post
partum, adanya hubungan preeclampsia dengan perdarahan post partum, dan
adanya asosiasi kuat antara penggunaan magnesium sulfat dengan perdarahan
post partum karena efek tokolitiknya, namun pada separuh wanita pada studi
ini menerima magnesium sulfat sebagai neuroprotektor janin.
Penggunaan oksitosin selama MAK III persalinan hampir selalu
diberikan dengan dosis lebih tinggi pada kelompok kasus, meskipun pada
kasus perdarahan post partum atonik menerima uterotonika lain secara
signifikan, termasuk ergotamine dan prostaglandin. Transfuse lebih sering

dilakukan pada kelompok kasus dengan SC dibanding pervaginam, karena


jumlah perdarahan lebih banyak pada persalinan SC. peregangan tali pusat
terkendali dapat menurunkan risiko manual

plasenta dan menurunkan

perdarahan sekitar 500cc atau lebih, namun manfaat maternal dari klem tali
pusat memanjang masih belum jelas.
Kelebihan penelitian ini adalah dapat memberikan informasi detail
mengenai kasus perdarahan post partum atonik dan kontrol tanpa perdarahan
post partum melalui protokol yang terstandarisasi dari berbagai RS di Kanada.
Rincian estimasi perdarahan, tipe persalinan, dan waktu pemberian obat tidak
pernah dilaporkan sebelumnya. Keterbatasan penelitian ini adalah adanya
ketidaklengkapan data klem tali pusat, peregangan tali pusat terkendali, dan
massase uterus di beberapa RS karena minimnya data yang tertulis di RM.
Penelitian ini juga belum bias mendeteksi asosiasi kejadian perdarahan post
partum atonik dengan kondisi yang relatif jarang, seperti polihidramnion,
kehamilan

multifetal,

plasenta

previa,

dan

korioamnionitis. Adanya

overdiagnosis dan underdiagnosis perdaratah post partum atonik menjadi


permasalahan pada penelitian kali ini, karena pencatatan di RM tidak
konsisten mengenai diagnosis perdarahan post partum atonik, serta minimnya
data yang disertakan dalam RM. Terakhir, peneliti melakukan kuantifikasi
efek persalinan pervaginam dan SC pada pasien dengan riwayat SC tanpa
melihat indikasi dilakukan SC untuk memudahkan uji regresi dan mengurangi
kerumitan uji.
F. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukan bahwa diagnosis perdarahan post partum
sering mengalami misklasifikasi secara signifikan karena ketidakkonsistenan
antara kehilangan darah dan diagnosis secara signifikan pada RM.
Peningkatan kejadian perdarahan post partum dapat disebabkan karena adanya
perubahan sekuler pada pemberi pelayanan kesehatan terhadap jumlah
perdarahan. Meskipun penelitian ini

menunjukan hubungan yang lemah

antara komponen MAK III persalinan dengan kejadian, peneliti belum dapat
menentukan apakah hal ini disebakan karena dokumentasi yang kurang baik

atau adanya kesalahan pelaksanaan intervensi pada MAK III persalinan.


Perbaikan

dalam

penulisan

dokumentasi

dapat

memudahkan

untuk

mendeteksi penyebab peningkatan kejadian peradrahan post partum di


beberapa Negara maju.

You might also like