You are on page 1of 42

LAPORAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

PEMUKIMAN KUMUH TPA KELURAHAN BUKIT PINANG

Disusun Oleh:
Nama

NIM

Tri Wahyuning Tyas Utami

1511015050

SEMESTER 3 B
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2016

RESPONDEN 1
Nama

: Rohimah

Umur

: 43 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Akhir

: Sekolah Dasar

No. Handphone

: 082244976690

Alamat

: Jl. P. Suryanata, RT. 014 Gg. Karet Kel. Bukit Pinang

IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN


1.

Identifikasi Penyakit
Masalah kesehatan yang pernah dialami oleh Ibu Rohimah selama satu
tahun bertempat tinggal di pemukiman TPA Bukit Pinang adalah ISPA seperti
Batuk dan Flu. ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang
menyerang sistem pernapasan yang sering disebabkan oleh virus dan bakteri.
Penyakit ini menyebabkan fungsi pernapasan tergangggu. ISPA ditandai dengan
hidung tersumbat atau berair, batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit. Penyakit
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah.

2.

Penyebab Penyakit
ISPA disebabkan jika seseorang menghirup udara yang mengandung virus
atau bakteri. Jenis Virus dan bakteri yang menyebabkan ISPA diantaranya
Adenovirus, Rhinovirus, Koronavirus, Pikornovirus, Mikoplasma, Herpesvirus,
influenza dan bakteri Pneumokokus, Stafilokokus, Streptokokus dan lain-lain.
Udara di lingkungan tempat tinggal Ibu Rohimah merupakan udara yang tidak
bersih, karena selain terkontaminasi oleh bau tidak sedap dari sampah, udara di
sekitar Gang Karet juga terkontaminasi oleh asap yang berasal dari terbakarnya

tumpukan sampah di TPA yang terjadi secara tidak langsung yaitu karena
pengaruh cuaca di musim kemarau.
3.

Reservoir
Reservoir merupakan perantara penularan penyakit diantaranya hewan,
tumbuhan, manusia dan sumber-sumber lingkungan lainnya. Reservoir atau
perantara menjadi sumber penyakit menular, karena merupakan tempat agent
biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir penyakit ISPA diantaranya :

Manusia yang menderita ISPA.

Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan terkontaminasi oleh virus dan
bakteri penyebab ISPA, seperti udara yang terkontaminasi.
Pada kasus ini, reservoir penyakit ISPA yang dialami Ibu Rohimah

merupakan kondisi lingkungan yang buruk yaitu udara yang terkontaminasi oleh
asap.
4.

Cara Penularan
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, serta udara sisa pernapasan
penderita yang mengandung kuman dan terhirup oleh seseorang yang sehat ke
saluran pernapasan, selain itu penularan penyakit ISPA juga dapat ditularkan
secara tidak langsung yaitu cairan yang mengandung virus atau bakteri penyebab
penyakit ISPA yang menempel pada permukaan benda dan dapat menularkan ke
orang lain saat orang tersebut menyentuhnya. Pada kasus ini, Ibu Rohimah
terserang ISPA secara langsung karena menghirup udara yang terkontaminasi
oleh asap yang berasal dari terbakarnya gunung sampah di TPA yang terjadi
secara tidak langsung yaitu karena pengaruh cuaca di musim kemarau beberapa
bulan yang lalu. Jika ISPA ditularkan melalui udara yang terkontaminasi dan
masuk ke saluran pernapasan maka ISPA termasuk golongan Air borne disease.

5.

Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit ISPA adalah 14 hari.

6.

Penanganan Penderita/Kontak/Lingkungan Sekitar

Penderita : melakukan upaya pengobatan secara cepat dan tepat agar


tidak menular pada orang yang sehat. Pada kasus ini, upaya yang
dilakukan responden adalah berobat ke Bidan atau Puskesmas.

Kontak : meminimalisir kontak antara penderita dengan orang sehat


ataupun antara orang sehat dengan penyebab penyakit. Pada kasus ini,
responden meminimalisir terjadinya kontak dengan asap dengan
membatasi keluar rumah atau bepergian ke kawasan yang dekat dengan
sumber asap pasca hujan turun.

Lingkungan

sekitar

memperbaiki

kondisi

lingkungan

untuk

meminimalisir ataupun menghilangkan faktor-faktor lingkungan yang


beresiko. Pada kasus ini, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan rutin
membersihkan lingkungan sekitar rumah jadi meskipun responden
bertempat tinggal di pemukiman TPA, rumah yang dihuni terjaga
kebersihannya.
SITUASI DAN KONDISI LINGKUNGAN BERPOTENSI PENYAKIT
1. Gambaran Situasi Kondisi Rumah
Responden yang bernama Ibu Rohimah tersebut bertempat tinggal di
pemukiman TPA Bukit Pinang sejak satu tahun yang lalu, di sebuah rumah dengan
ruang tamu yang juga digunakan sebagai tempat tidur, lalu ada dapur, kamar mandi
dan wc. Responden menghuni rumah tersebut bersama 5 anggota keluarganya.
Rumah yang dihuni Ibu Rohimah minim ventilasi, karena hanya memiliki satu
jendela kaca di ruang tamu yang tidak pernah dibuka. Dapur dan ruang tamu dibatasi
oleh papan plywood dan pintu yang menggunakan tirai. Kamar mandi hanya
berdinding dan tanpa atap. Rumah tersebut juga minim akan pencahayaan karena
hanya menggunakan satu buah lampu yang berada di ruang tamu. Jarak rumah Ibu
Rohimah dengan rumah penduduk lain berjarak sangat dekat sehingga semakin
mempersulit sirkulasi udara di rumah tersebut, ditambah dengan keberadaan kandang
sapi yang berjarak cukup dekat dengan rumah yang dihuni Ibu Rohimah. Jadi dapat
disimpulkan kondisi lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh pada kejadian

ISPA pada Ibu Rohimah. Udara yang terkontaminasi oleh bau tidak sedap yang
berasal dari sampah dan kandang sapi serta asap dari gunung sampah yang terbakar
mempengaruhi kesehatan sistem pernapasan Ibu Rohimah dan anggota keluarganya.
Air yang digunakan oleh Ibu Rohimah merupakan air PDAM yang dibeli dengan
harga Rp 30.000,- untuk 3 drum atau 1 tandon. Air tersebut digunakan untuk mandi,
cuci dan kakus. Sedangkan untuk air minum dan masak, Ibu Rohimah merebusnya
terlebih dahulu. Penampungan air menggunakan drum yang tertutup sehingga tidak
memungkinkan

jentik-jentik

berkembang

biak.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan Penyakit Menular

Faktor Resiko
Dari hasil analisa kejadian ISPA pada Ibu Rohimah, yang menjadi faktor
resiko diantaranya kondisi lingkungan yang buruk, letak kandang sapi yang
berdekatan dengan rumah responden, minimnya ventilasi di rumah responden
sehingga tidak terdapat sirkulasi udara, terdapat anggota keluarga yang
merokok, musim hujan juga menjadi faktor resiko karena menurut responden
saat musim hujan asap yang berasal dari gunung sampah tersebut semakin
banyak, serta perilaku responden seperti tidak memakai masker pasca terjadi
kebakaran gunung sampah.

Faktor Pencetus
Faktor pencetus terjadinya ISPA yang dialami Ibu Rohimah diantaranya asap
yang berasal dari gunung sampah yang terbakar saat musim kemarau beberapa
bulan lalu.

Faktor Pendorong
Adanya kesadaran dari responden untuk menjaga daya tahan tubuhnya agar
tidak menurun dengan rutin meminum air putih, terutama saat musim hujan.
Responden juga protektif terhadap anggota keluarganya, terutama anaknya
yang masih berusia 4 tahun dengan membatasi anaknya untuk keluar rumah
saat asap mulai mengepul di musim hujan. Responden juga tidak membiarkan
anggota keluarganya merokok di dalam rumah.

3. Analisa berdasarkan WTO dan FDD

WTO (waktu, tempat dan orang)


Responden terserang ISPA beberapa bulan yang lalu, setelah kejadian
terbakarnya gunung sampah saat musim kemarau di bulan puasa lalu dan asap
semakin mengepul saat hujan turun.
Responden bertempat tinggal di pemukiman TPA Bukit Pinang, Jl. P.
Suryanata Gang Karet, RT. 014 Keluarah Bukit Pinang, sejak satu tahun yang
lalu. Tempat tinggal responden sangat berpengaruh pada kejadian ISPA yang
dialami karena berada di pemukiman TPA serta letaknya yang berdekatan

dengan kandang sapi. Menurut Responden, Gang Karet merupakan salah satu
gang yang mendapat pengaruh asap cukup banyak terutama setelah turun
hujan. Sehingga tempat tinggal responden sangat berpengaruh terhadap
kejadan ISPA yang dialaminya.
Responden yang bernama Ibu Rohimah tersebut merupakan ibu rumah
tangga, berusia 43 tahun dengan pendidikan akhir Sekolah Dasar. Beberapa
perilaku responden mendukung kejadian ISPA yang dialaminya diantaranya
tidak menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah, meskipun
petugas kesehatan telah membagikan masker saat penyuluhan pasca
kebakaran gunung sampah. Tetapi, pengetahuan responden mengenai upaya
pencegahan termasuk baik diantaranya responden rutin meminum air putih,
dan tidak membiarkan anggota keluarganya merokok di dalam rumah. Jadi,
sebenarnya pengetahuan responden mengenai upaya pencegahan ISPA sudah
cukup, tetapi perilaku responden yang menjadi faktor resiko berkaitan dengan
tidak terbiasanya responden menggunakan masker. Menurut responden,
penggunaan masker dianggap tidak nyaman, karena tidak terbiasa. Daya tahan
tubuh responden juga berpengaruh pada frekuensi terserangnya ISPA.
Kekebalan responden termasuk baik, dan berdasarkan penelitian rata-rata
responden memiliki kekebalan tubuh yang baik karena mereka telah
bertempat tinggal di pemukiman TPA dalam waktu yang cukup lama sehingga
telah terbiasa dengan lingkungan TPA.

FDD (Frekuensi, Distribusi dan Determinan)


Frekuensi terjadinya ISPA di pemukiman TPA Bukit Pinang paling
tinggi pada saat musim hujan karena asap dari gunung sampah yang terbakar
mengepul sangat banyak pasca turun hujan. Pada kasus ini, frekuensi
terjadinya ISPA pada respoden terbilang cukup jarang dan saat terserang
batuk, pilek responden sembuh dalam beberapa hari saja.
Distribusi penyakit ISPA biasanya paling banyak di tempat dengan
udara yang terkontaminasi atau tercemar, ventilasi yang kurang sehingga
sirkulasi udara terhambat. Penyakit ISPA biasanya mudah menyerang anak-

anak dan balita tetapi tidak menutup kemungkinan pada orang dewasa juga.
Hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh serta keadaan gizi. Pada kasus ini,
rumah responden terletak di Gang Karet. Berdasarkan hasil wawancara, Gang
Karet merupakan kawasan yang paling banyak terpapar asap pasca hujan
turun dan keberadaan kandang sapi di Gang Karet menambah buruk udara di
tempat tersebut. Rumah yang dihuni oleh responden juga minim ventilasi
sehingga sirkulasi udara terhambat.
Determinan penyakit ISPA diantaranya udara yang terkontaminasi.
Pada kasus ini, yang menjadi determinan merupakan udara kotor di
pemukiman TPA yang tercemar oleh asap dari gunung sampah yang terbakar,
minimnya ventilasi di rumah responden, serta perilaku responden yang
mendukung terjadinya ISPA seperti tidak memakai masker pasca kejadian
terbakarnya gunung sampah serta adanya anggota keluarga yang merokok.
4. Analisa Determinan HAE (Host, Agent dan Environment)

Host
Faktor penyebab penyakit ISPA yang berasal dari host diantaranya berkaitan
dengan perilaku, daya tahan tubuh. Pada kasus ini, perilaku host seperti tidak
menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah menjadi faktor
penyebab

terjadinya

ISPA

meskipun

perilaku

responden

dalam

mempertahankan daya tahan tubuhnya cukup baik tetapi paparan asap yang
diterima setiap hari akan memudahkan terjadinya ISPA.

Agent
Virus dan bakteri penyebab ISPA diantaranya seperti Adenovirus, Rhinovirus,
Coronavirus, Pneumokokus, streptococus, dan yang paling umum adalah virus
influenza. Selain itu bakteri, jamur, dan pajanan debu juga dapat menjadi
penyebab terjadinya ISPA. Pada kasus ini, agent penyebab kejadian ISPA
responden merupakan udara yang tercemar oleh asap.

Environment
Faktor penyebab yang berasal dari lingkungan diantaranya kondisi rumah
yang minim ventilasi sehingga sirkulasi udara terhambat, jarak antar rumah

yang dekat juga mempersulit sirkulasi udara. Kondisi lingkungan yang paling
mempengaruhi kejadian ISPA pada responden yaitu asap yang berasal dari
kebakaran gunung sampah.
5. Riwayat Alamiah Penyakit

Pre pathogenesis
Pada tahap ini, telah terjadi kontak antara bibit penyakit dengan host. Tetapi
bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh host, sehingga kondisi host masih
dikatakan sehat. Pada kasus ini, responden mulai kontak dengan penyebab
ISPA yaitu asap dari kebakaran gunung sampah saat musim kemarau yang
terjadi sekitar bulan Juni. Tetapi responden belum merasakan efeknya.

Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Pada tahap ini, udara kotor dan tercemar telah masuk ke dalam tubuh
host dan mengendap.
b) Tahap penyakit dini
Host mulai merasakan gejala ISPA seperti tenggorokan sakit, hidung
terasa berair, tenggorokan terasa gatal saat terkena asap.
c) Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini, gejala yang dirasakan host semakin parah seperti batuk,
hidung tersumbat, tenggorokan sakit dan tubuh terasa lemah dan lelah.

Pasca pathogenesis
Akhir dari perjalanan penyakit ISPA yang dialami oleh responden berakhir
dengan kesembuhan.

6. 5 Level Prevention

PRIMARY
a) Health Promotion
Pada tingkat ini, upaya pencegahan yang dapat dilakukan
diantaranya penyuluhan mengenai bahaya ISPA serta cara pencegahan dan
penanganannya, penyuluhan mengenai pengaruh asap yang berasal dari
kebakaran gunung

sampah tersebut

pada

kesehatan pernapasan,

pemenuhan gizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan


perilaku hidup bersih dan sehat misalnya pada kasus ini tidak membiarkan
anggota keluarganya merokok di dalam rumah.
b) Specific protection
Pada tingkat ini, upaya yang dapat dilakukan di antaranya seperti
imunisasi, pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan untuk
pembentukan antibodi, penggunaan masker pasca kejadian terbakarnya
gunung sampah.

SECONDARY
a) Early diagnose
Pada tahap ini, upaya yang dapat dilakukan berkaitan dengan
mengetahui gejala-gejala awal ISPA seperti batuk, pilek, tenggorokan
terasa sakit, tubuh terasa lelah.
b) Prompt Treatment
Pada tahap ini upaya yang dapat dilakukan diantaranya pengobatan
yang sesuai dengan gejala-gejala yang timbul. Cukup istirahat serta
mengkonsumsi makanan-makanan yang dapat memulihkan kondisi tubuh.

TERSIERY
Dengan melakukan upaya pemeliharaan, istirahat cukup, konsumsi makanan
bergizi, membatasi kontak dengan asap agar ISPA tidak bertambah parah.

7. ADVICE UPAYA PENCEGAHAN, PENANGANAN DAN PEMELIHARAAN

Pencegahan
Memenuhi kebutuhan gizi, tidak harus dengan mengonsumsi makananmakanan mahal. Misal mengonsumsi buah-buahan dengan harga murah tetapi
memiliki gizi yang baik seperti pisang, papaya serta rutin mengonsumsi sayursayuran. Mencukupi konsumsi air putih. Membuka pintu rumah saat
beraktivitas di dalam rumah untuk sirkulasi udara, karena rumah responden

tidak memiliki jendela dan ventilasi. Rutin membersihkan rumahnya dari


debu-debu yang dapat menjadi faktor resiko ISPA. Menggunakan masker saat
asap mengepul.

Penanganan
Melakukan pengobatan yang tepat, berobat ke Puskesmas.

Pemeliharaan
Istirahat cukup, konsumsi makanan bergizi dan sehat untuk pemulihan kondisi
tubuh, membatasi kontak dengan asap.

RESPONDEN 2
Nama

: Ali Sadikin

Umur

: 38 tahun

Pekerjaan

: Security TPA Bukit Pinang

Pendidikan Akhir

: Sekolah Menengah Atas

No. Handphone

: 08125580579

Alamat

: Jl. P. Suryanata, RT. 014 Kel. Bukit Pinang

IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN

1. Identifikasi Penyakit
Masalah kesehatan yang pernah dialami oleh anggota keluarga Bapak Ali Sadikin
salah satunya adalah diare. Diare merupakan penyakit yang menyerang sistem
pencernaan, dimana frekuensi buang air besar meningkat dan tekstur faeces menjadi cair.
2. Penyebab Penyakit
Diare disebabkan oleh agen biologi maupun agen non biologi. Agen biologi
seperti bakteri, virus dan parasit (cacing, protozoa). Agen non biologi misalnya
keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri atau bahan kimia,
immunodefisiensi, alergi dan malabsorbsi. Diare yang disebabkan oleh agen non biologi
merupakan diare yang bersifat tidak menular. Diare yang disebabkan oleh agen biologi
adalah diare yang dapat menular. Penyebab diare pada orang dewasa dan anak-anak
umumnya adalah infeksi usus. Infeksi usus bisa terjadi ketika kita mengonsumsi makanan
atau minuman yang kotor dan terkontaminasi. Mikroorganisme yang sering menyebabkan
infeksi usus adalah bakteri. Salah satu bakteri penyebab diare adalah bakteri E. Coli. Pada
kasus ini, penyebab diare pada anggota keluarga responden adalah konsumsi air yang
terkontaminasi.

3. Reservoir
Perantara penularan penyakit diare pada kasus ini yaitu lalat dan air. Lalat yang
berpindah dari tempat kotor hinggap di makanan. Air yang digunakan oleh responden
merupakan air yang tercemar oleh E. Coli.
4. Cara Penularan
Penyakit diare dapat ditularkan oleh kuman, dari orang satu ke orang lain secara
langsung melalui fecal-oral dengan media penularan utama adalah makanan atau
minuman yang terkontaminasi agen penyebab diare. Penderita diare berat akan
mengeluarkan kuman melalui tinja, jika pembuangan tinja tidak baik dilakukan pada
jamban yang tertutup, maka berpotensi sebagai sumber penularan. Penyakit diare dapat
juga ditularkan secara tidak langsung melalui air yang terkontaminasi kuman, yaitu
bakteri E.coli. Jika air tersebut digunakan orang untuk keperluan sehari-hari tanpa
direbus atau dimasak terlebih dahulu, maka kuman akan masuk ke tubuh orang yang
memakainya, sehingga orang tersebut dapat terkena diare.
5. Masa Inkubasi
Masa inkubasi bakteri berkisar antara tiga sampai delapan hari, rata-rata empat hari.
Sebagian besar pasien dapat sembuh dalam 10 hari.
6. Penanganan Penderita/Kontak/Lingkungan Sekitar
Penanganan yang dapat dilakukan untuk penderita diantaranya pemberian oralit untuk
mencegah dehidrasi, pemberian obat secara tepat sesuai penyebab diare. Pada kasus ini,
penanganan yang dilakukan responden adalah dengan berobat ke Puskesmas. Sedangkan
untuk penanganan kontak adalah dengan tidak mengkonsumsi air yang telah tercemar
bakteri penyebab diare, memasak air dengan benar dan matang agar bakteri dapat benarbenar mati, pengawasan terhadap anak-anak agar tidak bermain di tempat yang
memungkinkan kontak dengan bakteri dan segera mencuci tangan setelahnya. Upaya
penanganan untuk lingkungan sekitar adalah dengan perbaikan kondisi lingkungan, air
bekas pengolahan sampah di alirkan menuju penampungannya agar tidak mengalir ke
bawah rumah penduduk.

SITUASI DAN KONDISI LINGKUNGAN BERPOTENSI PENYAKIT


1. Gambaran Situasi Kondisi Rumah
Responden yang bernama Bapak Ali Sadikin bertempat tinggal di pemukiman
TPA Bukit Pinang sejak 2 tahun yang lalu. Responden menghuni rumah dengan
ukuran yang tidak terlalu sempit dengan satu buah jendela di samping rumah yang
dapat dibuka. Responden menghuni rumah tersebut bersama 2 orang anaknya.
Pencahayaan di rumah tersebut cukup baik, dan ventilasi juga cukup banyak. Namun,
keberadaan parit dibawah rumah responden dapat menjadi faktor resiko bagi
kesehatan. Parit tersebut merupakan aliran air bekas pengolahan sampah dari gudang
pengolahan yang berada di jalanan atas rumah responden, air tersebut tidak dialirkan
ke kolam penampungan air bekas pengolahan sehingga air yang berbau dan berwarna
hitam tersebut mengalir ke bawah menuju parit-parit dibawah rumah penduduk
lainnya. Air yang digunakan oleh responden adalah air sumur gali yang digunakan
sendiri oleh responden, terkadang responden juga menggunakan air hujan yang
ditampung dalam drum untuk mandi, cuci dan kakus. Sumur tersebut berada di
belakang rumahnya, berdekatan dengan jamban cemplung dan parit sehingga
memungkinkan terkontaminasinya air sumur oleh bakteri pada feses yang berasal dari
jamban cemplung dan parit. Air sumur tersebut digunakan untuk mandi, cuci dan
kakus tanpa memberikan kaporit terlebih dahulu pada air tersebut, bahkan repsonden
juga menggunakannya untuk memasak. Sedangkan untuk air minum, responden
menggunakan air galon. Tempat penampungan air yang digunakan adalah drum yang
tertutup. Untuk penyimpanan makanan, responden menggunakan tudung makan dan
lemari yang tertutup sehingga aman dari lalat.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan Penyakit Menular

Faktor Resiko
Faktor resiko pada kasus ini diantaranya, letak gudang pengolahan sampah
yang berdekatan dengan rumah responden sehingga banyak lalat di sekitar
rumah responden dan air bekas pengolahan sampah mengalir ke parit. Parit
yang berada dibawah rumah responden, serta penggunaan jamban cemplung
oleh responden.

Faktor Pencetus
Penggunaan air sumur yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja dan
air bekas pengolahan sampah.

Faktor Pendorong
Meskipun menggunakan air sumur untuk mandi, cuci dan kakus. Responden
tidak menggunakannya untuk air minum, melainkan menggunakan air galon.
Penyimpanan makanan responden menggunakan tudung makan dan lemari
yang tertutup sehingga meminimalisir penularan kuman melalui lalat.

3. Analisa Berdasarkan WTOD dan FDD

WTO (Waktu, Tempat dan Orang)


Penyakit diare pada umumnya dapat terjadi pada musim hujan ataupun
kemarau. Namun, pada kasus ini anak-anak responden terkena diare lebih
sering saat musim hujan. Menurut responden, saat musim hujan air sumur
menjadi penuh sehingga responden hanya menggunakan air tersebut.
Sedangkan pada musim kemarau, air sumur berkurang sehingga ia harus
membeli air.
Responden bertempat tinggal di pemukiman TPA Bukit Pinang, Jl. P.
Suryanata Gang Karet, RT. 014 Keluarah Bukit Pinang, sejak dua tahun yang
lalu. Rumah responden berdekatan dengan gudang pengolahan sampah
sehingga air bekas pengolahan sampah mengalir ke parit yang berada di
bawah rumah responden. Sumber air sumur yang digunakan berdekatan
dengan jamban cemplung yang responden gunakan dan berdekatan dengan
parit. Jarak yang baik dari sumber air dan jamban adalah 10 m, sedangkan
sumur responden hanya berjarak kurang lebih 5 m dari jamban cemplung.
Parit yang terletak di bawah rumah responden memiliki aliran air yang tidak
jelas, sehingga air tersebut seperti genangan menimbulkan bau dari feses dan
menyebabkan banyaknya lalat.
Responden bernama Ali Sadikin berusia 38 tahun bekerja sebagai Security
TPA Bukit Pinang dan memiliki 2 orang anak dengan pendidikan akhir
Sekolah Menengah Atas. Kejadian diare tersebut menyerang kedua anaknya
yang berusia 5 tahun dan 3 tahun. Beberapa perilaku responden yang
mempengaruhi kejadian diare diantaranya menggunakan air sumur yang
tercemar untuk memasak, dan kurangnya pengawasan terhadap anak-anaknya.
Ketika responden bekerja, anak-anaknya berada di rumah tanpa ada yang
menjaga dan mengawasi sehingga dikhawatirkan terjadi kontak antara anakanaknya dengan sumber penyakit saat bermain, karena kondisi lingkungan di
sekitar rumah responden memiliki kualitas yang buruk dan anak-anak
memiliki daya tahan tubuh yang rentan sehingga memudahkan untuk bakteri
penyebab diare menginfeksi tubuhnya.

FDD (Frekuensi, Distribusi dan Determinan)


Penyakit diare pada umumnya dapat terjadi pada musim hujan ataupun
kemarau. Namun, pada kasus ini anak-anak responden terkena diare lebih
sering saat musim hujan. Menurut responden, saat musim hujan air sumur
menjadi penuh sehingga responden hanya menggunakan air tersebut.
Sedangkan pada musim kemarau, air sumur berkurang sehingga ia harus
membeli air.
Penyakit diare yang disebabkan bakteri biasanya lebih banyak terjadi di
daerah dengan kondisi lingkungan yang buruk, tinggi tingkat pencemaran air
dan tanah. Serta lebih mudah terjadi pada anak-anak yang notabene
kekebalannya masih rendah dan sistem pencernaannya yang belum kebal
seperti orang dewasa.
Faktor penyebab diare diantaranya lingkungan yang tercemar oleh bakteri,
kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat, buruknya sanitasi makanan dan
minuman.

4. Analisa Determinan HAE (Host, Agent dan Environment)

Host
Faktor penyebab yang berasal dari host pada kasus ini diantaranya perilaku
yang tidak bersih seperti penggunaan air sumur yang tercemar untuk
memasak, dikhawatirkan bakteri yang terdapat dalam air tersebut belum mati
pada proses pemasakan.

Agent
Agent penyebab diare pada kasus ini berasal dari feses dan air bekas
pengolahan sampah yang mengkontaminasi air sumur responden.

Environment
Kondisi lingkungan responden sangat buruk, berdekatan dengan gudang
pengolahan sampah, air sumur yang berdekatan dengan jamban cemplung dan
parit.

5. Riwayat Alamiah Penyakit

Pre Pathogenesis
Pada tahap ini, host telah melakukan kontak dengan agent penyakit. Tetapi
belum ada gejala serta efek sehingga host masih dikatakan sehat. Host
melakukan kontak saat mengonsumsi makanan yang dimasak menggunakan
air sumur.

Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Pada tahap ini, bakteri penyebab diare telah masuk ke tubuh host.
Rentang waktu hingga menimbulkan efek biasanya 3-8 hari dan ratarata 4 hari.
b) Tahap penyakit dini
Pada tahap ini, host mulai merasakan efek tetapi belum parah seperti
frekuensi buang air besar bertambah.
c) Tahap penyakit lanjut
Host mulai merasakan gejala yang berlebih, selain frekuensi buang air
besar yang meningkat selama beberapa hari, tubuh juga terasa lemah,
dan nafsu makan berkurang.

Pasca Pathogenesis
Tahap ini merupakan akhir dari perjalanan penyakit. Pada kasus ini, akhir dari
penyakit diare yang diderita host berangsur-ansur sembuh setelah mendapat
pengobatan di Puskesmas.

6. 5 Level Prevention

PRIMARY
a) Health promotion
Upaya yang dapat dilakukan diantaranya mengaplikasikan perilaku
hidup bersih dan sehat, jadi meskipun responden bertempat tinggal di
lingkungan yang kotor setidaknya responden dapat meminimalisri
resiko masalah kesehatan dengan memperbaiki perilaku hidup sehat.
Pemenuhan makanan bergizi agar daya tahan tubuh tidak menurun dan
mudah terserang penyakit.

b) Specific protection
Upaya yang dapat dilakkan diantaranya dengan mencuci tangan
sebelum makan dan setelah melakukaan aktifitas misal setelah dari wc,
setelah membersihkan rumah dan aktifitas lain yang berhubungan
dengan bibit penyakit.

SECONDARY
a) Early diagnose
Mengetahui gejala-gejala diare, seperti frekuensi buang air besar
meningkat.
b) Prompt treatment
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanganan
diare, memberikan oralit agar tidak terjadi dehidrasi, dan segera
berobat jika bertambah parah.

TERSIERY
Pada tahap ini, upaya yang dilakukan bertujuan untuk memulihkan keadaan
host diantaranya dengan istirahat yang cukup, menghindari faktor-faktor yang
menyebabkan diare semakin parah seperti makanan pedas, atau makanan dan
minuman yang terkontaminasi, perbanyak konsumsi air putih.

7. Advice Upaya Pencegahan, Penanganan dan Pemeliharaan

Pencegahan : menyimpan makanan di tempat yang bersih dan tertutup, selalu


menjaga kebersihan seperti mencuci tangan setelah dari wc, tidak
menggunakan air sumur untuk memasak melainkan menggunakan air galon,
memasak dengan benar dan hingga matang.

Penanganan : jika telah terjadi diare segera obati setelah beberapa kali buang
air besar, dan memberi larutan oralit agar tidak dehidrasi terutama pada anakanak.

Pemeliharaan : agar diare tidak berlanjut, hindari kontak kembali dengan


penyebabnya. Istirahat yang cukup, hindari makanan dan minuman yang dapat
memicu kambuhnya diare seperti makanan pedas.

RESPONDEN 3
Nama

: Santi

Umur

: 26 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Akhir

: Sekolah Dasar

No. Handphone

:-

Alamat

: Jl. P. Suryanata, No. 41 RT. 014 Kel. Bukit Pinang

IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN


1. Identifikasi Penyakit
Masalah kesehatan yang dialami oleh suami responden yaitu skabies (gudikan
pada tangan). Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa
gatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya berbatas tidak
tegas.
2. Penyebab Penyakit
Penyebab dermatitis pada suami responden yaitu kuman yang terdapat pada
sampah. Pekerjaannya sebagai pemulung menyebabkan seringnya kontak dengan
kuman pada sampah, perilaku host juga menjadi penyebab seperti tidak memakai
sarung tangan saat memilah sampah.
3. Reservoir
Perantara agent dermatitis pada kasus ini merupakan sampah.
4. Cara Penularan
Penularan dermatitis melalui kuman yang terdapat pada sampah dan kontak dengan
host.
5. Masa Inkubasi
Terjadi dalam waktu 5-7 hari dan reaksi akan terjadi dalam 1-2 hari selanjutnya.

6. Penanganan penderita/kontak/lingkungan sekitar


Segera membersihkan diri setelah melakukan kontak dengan sampah, mencuci
tangan dan mandi. Jika telah terserang dermatitis, lakukan pengobatan dengan salep
atau obat kulit lainnya dengan berobat ke Puskesmas. Pada kasus ini, menghilangkan
kontak tidak dapat dilakukan karena pekerjaan host memang mengharuskan kontak
dengan sampah, tetapi dapat diminimalisir dengan penggunaan sarung tangan.
Sedangkan untuk lingkungan, dapat dilakukan dengan perbaikan kondisi lingkungan
membersihkan tumpukan-tumpukan sampah yang berada di depan rumah.
SITUASI DAN KONDISI LINGKUNGAN BERPOTENSI PENYAKIT
1. Gambaran Situasi Kondisi Rumah
Responden bernama Ibu Santi tersebut bertempat tinggal di Pemukiman TPA
Bukit Pinang sejak 5 tahun yang lalu. Responden merupakan Ibu Rumah Tangga
memiliki 2 orang anak dan suami yang bekerja sebagai pemulung di TPA tersebut.
Rumah yang dihuni responden tepat berhadapan dengan TPA, memiliki dua jendela
di samping rumah dan di belakang serta jendela mati atau yang jendela kaca yang
tidak dapat dibuka tetapi memiliki lubang ventilasi diatasnya. Pembuangan tinja,
responden menggunakan septic tank. Ukuran rumah responden cukup luas untuk
dihuni 4 orang, sehingga sirkulasi udara cukup baik. Kondisi lingkungan rumah
responden tidak sehat, di depan rumah terdapat tumpukan-tumpukan barang bekas,
sampah, serta ember-ember dan kaleng kosong yang terisi air hujan. Rumah
responden berada di kawasan yang tidak terjangkau oleh asap dari gunung sampah
yang terbakar. Responden menggunakan air PDAM yang dibeli dengan harga Rp
30.000,- /3 drum untuk mandi, cuci dan kakus. Sedangkan untuk minum dan
memasak, responden menggunakan air galon.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan Penyakit Menular

Faktor Resiko
Pekerjaan suami responden sebagai pemulung yang menyebabkan frekuensi
kontak dengan penyebab dermatitis meningkat.

Faktor Pencetus
Perilaku host yang tidak bersih, seperti tidak selalu menggunakan sarung
tangan saat bekerja memilah sampah.

Faktor Pendorong
Kesadaran responden untuk mengingatkan perilaku bersih terhadap suaminya
seperti mencuci tangan setelah memilah sampah serta menggunakan alat
pelindung lainnya seperti sepatu boots.

3. Analisa berdasarkan WTO dan FDD

WTO (Waktu, Tempat dan Orang)


Berdasarkan hasil wawancara, suami responden terakhir kali terkena
dermatitis saat pertengahan bulan Juni (bulan puasa) lalu, yaitu saat musim
kemarau. Responden bertempat tinggal di pemukiman TPA sejak 5 tahun lalu,
di sebuah rumah berukuran cukup luas. Di depan rumah responden terdapat
banyak tumpukan barang bekas dan sampah. Suami responden bekerja sebagai
pemulung, berusia 28 tahun. Pekerjaan sebagai pemulung menyebabkan
frekuensi kontak dengan kuman pada sampah meningkat. Daya tahan tubuh
suami responden termasuk baik karena jarang mengalami penyakit lainnya.

FDD (Frekuensi, Distribusi dan Determinan)


Pada kasus ini, frekuensi terjadinya dermatitis pada host meningkat ketika
cuaca panas. Penyakit dermatitis biasanya sering terjadi pada lingkungan yang
tidak bersih dan pada orang yang memiliki perilaku tidak bersih. Faktor
penyebab terjadinya dermatitis diantaranya tingginya frekuensi kontak antara
host dengan bakteri penyebab dermatitis, lingkungan yang tidak bersih, serta
perilaku host yang mendukung seperti tidak membersihkan diri setelah kontak
dengan agent, tidak menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan untuk
meminimalisir penularan.

4. Analisa determinan berdasarkan HAE (Host, Agent dan Environment)

Host
Faktor penyebab yang berasal dari host diantaranya adalah perilaku host yang
tidak bersih, tidak menggunakan sarung tangan saat memilah sampah, jarang
membersihkan diri/mandi setelah memilah sampah.

Agent
Agent penyebab dermatitis merupakan kuman yang terdapat di sampah dan
pindah ke tubuh host saat host melakukan pemilahan sampah tanpa
menggunakan sarung tangan.

Environment
Lingkungan di tempat kerja host menjadi faktor penyebab paling besar
terhadap kejadian dermatitis yang menyerangnya karena frekuensi kontak
dengan agent paling banyak terjadi saat host berada di tempat kerja.

5. Riwayat Alamiah Penyakit

Pre pathogenesis
Pada tahap ini, host telah melakukan kontak dengan agent penyakit saat
memilah sampah. Tetapi belum ada efek yang dirasakan.

Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Agent mulai masuk ke tubuh host dan berinkubasi selama 5-7 hari. Belum
ada gejala yang timbul.

b) Tahap penyakit dini


Host mulai merasakan gejala ringan, seperti gatal-gatal pada sela-sela jari
tangan dan lengan.
c) Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini, gejala yang dirasakan oleh host semakin parah seperti kulit
yang memerah dan semakin gatal.

Pasca pathogenesis
Tahap ini merupakan akhir dari perjalanan penyakit. Pada kasus ini, akhir dari
penyakit dermatitis pada host berakhir dengan kesembuhan setelah mendapat
pengobatan dari klinik.

6. 5 Level Prevention

PRIMARY
a) Health promotion
Upaya yang dapat dilakukan diantaranya dengan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat, memperbaiki kualitas lingkungan.
b) Specific protection
Menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boots
saat memilah sampah untuk meminimalisir kontak dengan agent.
Membersihkan diri setelah memilah sampah.

SECONDARY
a) Early diagnose
Dengan mengetahui gejala-gejala dermatitis, seperti gatal-gatal di kulit,
kulit memerah.
b) Prompt treatment
Dengan melakukan pengobatan secara tepat, pada kasus ini responden
berobat ke klinik.

TERSIERY
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi agar dermatitis tidak
semakin parah, setelah mendapat pengobatan sebaiknya host tidak melakukan

kontak dengan faktor-faktor penyebab dermatitis, meningkatkan daya tahan


tubuh agar tidak mudah terserang penyakit.
7. Advice upaya pencegahan, penanganan dan pemeliharaan

Pencegahan : menggunakan alat pelindung diri saat bekerja memilah sampah


seperti sarung tangan, sepatu boots, dan masker. Segera membersihkan diri
seperti mencuci tangan, mandi dan berganti baju setelah memilah sampah.

Penanganan : tidak menggaruk kulit yang gatal, segera mengobati.

Pemeliharaan : hindari kontak dengan sampah, istirahat cukup, konsumsi


makanan bergizi untuk memulihkan kondisi tubuh.

RESPONDEN 4
Nama

: Suryansyah

Umur

: 36 tahun

Pekerjaan

: Driver DKP

Pendidikan Akhir

: Sekolah Dasar

No. Handphone

: 082350245800

Alamat

: Jl. P. Suryanata, RT. 014 Gg. Karet Kel. Bukit Pinang

IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN


1. Identifikasi Penyakit
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang menyerang
sistem pernapasan yang sering disebabkan oleh virus dan bakteri. Penyakit ini
menyebabkan fungsi pernapasan tergangggu. ISPA ditandai dengan hidung tersumbat
atau berair, batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit. Penyakit ISPA merupakan
penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah.
2. Penyebab Penyakit
ISPA disebabkan jika seseorang menghirup udara yang mengandung virus atau
bakteri. Jenis Virus dan bakteri yang menyebabkan ISPA diantaranya Adenovirus,
Rhinovirus, Koronavirus, Pikornovirus, Mikoplasma, Herpesvirus, influenza dan
bakteri Pneumokokus, Stafilokokus, Streptokokus dan lain-lain. Udara di lingkungan
tempat tinggal responden merupakan udara yang tidak bersih, karena selain
terkontaminasi oleh bau tidak sedap dari sampah, udara di sekitar Gang Karet juga
terkontaminasi oleh asap yang berasal dari terbakarnya tumpukan sampah di TPA
yang terjadi secara tidak langsung yaitu karena pengaruh cuaca di musim kemarau.

3. Reservoir
Reservoir merupakan perantara penularan penyakit diantaranya hewan, tumbuhan,
manusia dan sumber-sumber lingkungan lainnya. Reservoir atau perantara menjadi
sumber penyakit menular, karena merupakan tempat agent

biasanya hidup dan

berkembang biak. Reservoir penyakit ISPA diantaranya :

Manusia yang menderita ISPA.

Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan terkontaminasi oleh virus dan
bakteri penyebab ISPA, seperti udara yang terkontaminasi.

Pada kasus ini, reservoir penyakit ISPA yang dialami responden merupakan
kondisi lingkungan yang buruk yaitu udara yang terkontaminasi oleh asap.
4. Cara Penularan
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, serta udara sisa pernapasan
penderita yang mengandung kuman dan terhirup oleh seseorang yang sehat ke saluran
pernapasan, selain itu penularan penyakit ISPA juga dapat ditularkan secara tidak
langsung yaitu cairan yang mengandung virus atau bakteri penyebab penyakit ISPA
yang menempel pada permukaan benda dan dapat menularkan ke orang lain saat
orang tersebut menyentuhnya. Responden terserang ISPA secara langsung karena
menghirup udara yang terkontaminasi oleh asap yang berasal dari terbakarnya gunung
sampah di TPA yang terjadi secara tidak langsung yaitu karena pengaruh cuaca di
musim kemarau beberapa bulan yang lalu. Jika ISPA ditularkan melalui udara yang
terkontaminasi dan masuk ke saluran pernapasan maka ISPA termasuk golongan Air
borne disease.
5. Masa Inkubasi
Terjadi selama 14 hari setelah kontak dengan agent.
6. Penanganan Penderita/Kontak/Lingkungan Sekitar
Pada penderita, penanganan yang dapat dilakukan diantaranya melakukan
pengobatan atau dengan melakukan upaya-upaya terapi di rumah misal saat hidung
tersumbat hirup uap air hangat, meminum minuman hangat. Berdasarkan hasil
wawancara, upaya penanganan yang telah dilakukan responden adalah berobat ke

Puskesmas atau Bidan serta konsumsi air putih dengan cukup saat tubuh terasa mulai
lemah. Membatasi kontak dengan asap dengan cara membatasi keluar rumah dan
berada di kawasan tempat asap mengepul, menggunakan masker saat asap mengepul.
Perbaikan lingkungan dapat dilakukan dengan rutin membersihkan rumah, menanam
tanaman-tanaman di halaman rumah untuk penambahan sumber oksigen.
SITUASI DAN KONDISI LINGKUNGAN BERPOTENSI PENYAKIT
1. Gambaran Situasi Kondisi Rumah
Responden bernama Bapak Suryansyah tinggal di Jl. P. Suryanata Gang Karet
Pemukiman TPA Bukit Pinang sejak 10 tahun lalu. Rumah yang dihuni responden
memiliki ukuran cukup luas untuk 3 orang yaitu responden dan istri serta 1 orang
anak. Memiliki 1 jendela mati (jendela kaca yang tidak dapat dibuka), serta 2 jendela
di kamar dan di dapur. Ventilasi cukup baik. Responden menggunakan air PDAM
yang dibeli dengan harga Rp 30.000,- untuk mandi, cuci dan kakus. Sedangkan untuk
air minum dan memasak menggunakan air galon. Pembuangan tinja yang digunakan
adalah septic tank, penampungan air menggunakan drum-drum tertutup.

Rumah

responden berada di Gang Karet. Gang tersebut merupakan gang yang paling terpapar
asap dari gunung sampah yang terbakar, terutama setelah hujan.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan Penyakit Menular

Faktor Resiko
Terbakarnya gunung sampah. Musim hujan, karena saat musim hujan asap
mengepul lebih banyak. Responden merokok di dalam rumah. Perilaku
responden yang tidak menggunakan masker saat asap mengepul. Keberadaan
kandang sapi di Gang Karet. Daya tahan tubuh host yang menurun.

Faktor Pencetus
Asap yang berasal dari gunung sampah yang terbakar.

Faktor Pendorong
Ventilasi di rumah responden cukup baik, kesadaran responden untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi air putih cukup, jarak
rumah responden dengan rumah penduduk lainnya tidak terlalu berdekatan
sehingga sirkulasi udara tidak terhambat.

3. Analisa berdasarkan WTO dan FDD

WTO (Waktu, Tempat dan Orang)


Anak responden terserang ISPA beberapa bulan yang lalu saat musim
hujan, saat daya tahan tubuhnya menurun. Tempat tinggal responden sangat
berpengaruh terhadap kejadian ISPA yang dialami, karena berada di kawasan
yang paling terpapar oleh asap dari gunung sampah. Keberadaan kandang sapi
di gang karet juga menambah resiko pencemaran udara. Anak responden
berusia 8 tahun berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil wawancara,
anak tersebut memang memiliki daya tahan tubuh rendah sehingga mudah
terserang penyakit terutama saat musim hujan.

FDD (Frekuensi, Distribusi dan Determinan)


Frekuensi kejadian ISPA di pemukiman TPA rata-rata terjadi paling sering
saat musim hujan, karena asap mengepul lebih banyak setelah hujan turun.
Hal ini juga terjadi pada anak responden. Frekuensi kejadian ISPA pada anak
responden termasuk sering, dikarenakan daya tahan tubuhnya yang rendah.
Distribusi penyakit ISPA biasanya paling banyak di tempat dengan udara
yang terkontaminasi atau tercemar, ventilasi yang kurang sehingga sirkulasi
udara terhambat. Penyakit ISPA biasanya mudah menyerang anak-anak dan
balita tetapi tidak menutup kemungkinan pada orang dewasa juga. Hal ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh serta keadaan gizi. Pada kasus ini, rumah
responden terletak di Gang Karet. Gang Karet merupakan kawasan yang
paling banyak terpapar asap pasca hujan turun dan keberadaan kandang sapi
di Gang Karet menambah buruk udara di tempat tersebut.
Determinan penyakit ISPA diantaranya udara yang terkontaminasi. Pada
kasus ini, yang menjadi determinan merupakan udara kotor di pemukiman
TPA yang tercemar oleh asap dari gunung sampah yang terbakar, serta
perilaku responden yang mendukung terjadinya ISPA seperti tidak memakai
masker pasca kejadian terbakarnya gunung sampah serta adanya responden
yang merokok di dalam rumah.

4. Analisa determinan berdasarkan Host, Agent dan Environment

Host
Faktor penyebab penyakit ISPA yang berasal dari host diantaranya berkaitan
dengan perilaku, daya tahan tubuh. Pada kasus ini, perilaku host seperti tidak
menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah menjadi faktor
penyebab

terjadinya

ISPA

meskipun

perilaku

responden

dalam

mempertahankan daya tahan tubuhnya cukup baik tetapi paparan asap yang
diterima setiap hari akan memudahkan terjadinya ISPA, serta responden yang
merokok di dalam rumah.

Agent
Virus dan bakteri penyebab ISPA diantaranya seperti Adenovirus, Rhinovirus,
Coronavirus, Pneumokokus, streptococus, dan yang paling umum adalah virus
influenza. Selain itu bakteri, jamur, dan pajanan debu juga dapat menjadi
penyebab terjadinya ISPA. Pada kasus ini, agent penyebab kejadian ISPA
responden merupakan udara yang tercemar oleh asap.

Environment
Faktor penyebab yang berasal dari lingkungan diantaranya. Kondisi
lingkungan yang paling mempengaruhi kejadian ISPA pada responden yaitu
asap yang berasal dari kebakaran gunung sampah.

5. Riwayat Alamiah Penyakit

Pre pathogenesis
Pada tahap ini, telah terjadi kontak antara bibit penyakit dengan host. Tetapi
bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh host, sehingga kondisi host masih
dikatakan sehat. Pada kasus ini, responden mulai kontak dengan penyebab
ISPA yaitu asap dari kebakaran gunung sampah saat musim kemarau yang
terjadi sekitar bulan Juni. Tetapi responden belum merasakan efeknya.

Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Pada tahap ini, udara kotor dan tercemar telah masuk ke dalam tubuh
host dan mengendap.

b) Tahap penyakit dini


Host mulai merasakan gejala ISPA seperti tenggorokan sakit, hidung
terasa berair, tenggorokan terasa gatal saat terkena asap. Hal ini terjadi
saat daya tahan tubuh host rendah karena kelelahan.
c) Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini, gejala yang dirasakan host semakin parah seperti batuk,
hidung tersumbat, tenggorokan sakit dan tubuh terasa lemah dan lelah
bahkan disertai demam.

Pasca pathogenesis
Akhir dari perjalanan penyakit ISPA yang dialami oleh responden berakhir
dengan kesembuhan.

6. 5 Level Prevention

PRIMARY
a) Health Promotion
Pada tingkat ini, upaya pencegahan yang dapat dilakukan
diantaranya penyuluhan mengenai bahaya ISPA serta cara pencegahan dan
penanganannya, penyuluhan mengenai pengaruh asap yang berasal dari
kebakaran gunung

sampah tersebut

pada

kesehatan pernapasan,

pemenuhan gizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan


perilaku hidup bersih dan sehat misalnya pada kasus ini tidak merokok di
dalam rumah. Melakukan pengawasan terhadap anaknya agar tidak kontak
dengan asap.
b) Specific protection
Pada tingkat ini, upaya yang dapat dilakukan di antaranya seperti
imunisasi, pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan untuk
pembentukan antibodi, penggunaan masker pasca kejadian terbakarnya
gunung sampah.

SECONDARY
a) Early diagnose
Pada tahap ini, upaya yang dapat dilakukan berkaitan dengan
mengetahui gejala-gejala awal ISPA seperti batuk, pilek, tenggorokan
terasa sakit, tubuh terasa lelah.
b) Prompt Treatment
Pada tahap ini upaya yang dapat dilakukan diantaranya pengobatan
yang sesuai dengan gejala-gejala yang timbul. Cukup istirahat serta
mengkonsumsi makanan-makanan yang dapat memulihkan kondisi tubuh.

TERSIERY
Dengan melakukan upaya pemeliharaan, istirahat cukup, konsumsi makanan
bergizi, membatasi kontak dengan asap agar ISPA tidak bertambah parah.
c) ADVICE

UPAYA

PENCEGAHAN,

PENANGANAN

DAN

PEMELIHARAAN

Pencegahan
Memenuhi kebutuhan gizi, tidak harus dengan mengonsumsi makananmakanan mahal. Misal mengonsumsi buah-buahan dengan harga murah tetapi
memiliki gizi yang baik seperti pisang, papaya serta rutin mengonsumsi sayursayuran. Mencukupi konsumsi air putih. Rutin membersihkan rumahnya dari
debu-debu yang dapat menjadi faktor resiko ISPA. Menggunakan masker saat
asap mengepul.

Penanganan
Melakukan pengobatan yang tepat, berobat ke Puskesmas. Melakukan
swamedikasi atau pengobatan sendiri di rumah, misalnya jika hidung
tersumbat ditangani dengan menghirup uap air hangat, jika demam kompres
dengan air hangat. Jika ISPA bertambah parah, segera berobat ke Puskesmas.

Pemeliharaan
Istirahat cukup, konsumsi makanan bergizi dan sehat untuk pemulihan kondisi
tubuh, membatasi kontak dengan asap.

RESPONDEN 5
Nama

: Siti Anisa

Umur

: 36 tahun

Pekerjaan

: Karyawan Pabrik Roti

Pendidikan Akhir

: Sekolah Dasar

No. Handphone

: 085252354022

Alamat

: Jl. P. Suryanata, RT. 014 Gg. Karet Kel. Bukit Pinang

IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN


1. Identifikasi Penyakit
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang
menyerang sistem pernapasan yang sering disebabkan oleh virus dan bakteri.
Penyakit ini menyebabkan fungsi pernapasan tergangggu. ISPA ditandai dengan
hidung tersumbat atau berair, batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit. Penyakit
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah.
2. Penyebab Penyakit
ISPA disebabkan jika seseorang menghirup udara yang mengandung virus
atau bakteri. Jenis Virus dan bakteri yang menyebabkan ISPA diantaranya
Adenovirus, Rhinovirus, Koronavirus, Pikornovirus, Mikoplasma, Herpesvirus,
influenza dan bakteri Pneumokokus, Stafilokokus, Streptokokus dan lain-lain.
Udara di lingkungan tempat tinggal responden merupakan udara yang tidak
bersih, karena selain terkontaminasi oleh bau tidak sedap dari sampah, udara di
sekitar Gang Karet juga terkontaminasi oleh asap yang berasal dari terbakarnya
tumpukan sampah di TPA yang terjadi secara tidak langsung yaitu karena
pengaruh cuaca di musim kemarau.

3. Reservoir
Reservoir merupakan perantara penularan penyakit diantaranya hewan,
tumbuhan, manusia dan sumber-sumber lingkungan lainnya. Reservoir atau
perantara menjadi sumber penyakit menular, karena merupakan tempat agent
biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir penyakit ISPA diantaranya :

Manusia yang menderita ISPA.

Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan terkontaminasi oleh virus dan
bakteri penyebab ISPA, seperti udara yang terkontaminasi.
Pada kasus ini, reservoir penyakit ISPA yang dialami Ibu Rohimah

merupakan kondisi lingkungan yang buruk yaitu udara yang terkontaminasi oleh
asap.
4. Cara Penularan
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, serta udara sisa pernapasan
penderita yang mengandung kuman dan terhirup oleh seseorang yang sehat ke
saluran pernapasan, selain itu penularan penyakit ISPA juga dapat ditularkan
secara tidak langsung yaitu cairan yang mengandung virus atau bakteri penyebab
penyakit ISPA yang menempel pada permukaan benda dan dapat menularkan ke
orang lain saat orang tersebut menyentuhnya. Pada kasus ini, resonden terserang
ISPA secara langsung karena menghirup udara yang terkontaminasi oleh asap
yang berasal dari terbakarnya gunung sampah di TPA yang terjadi secara tidak
langsung yaitu karena pengaruh cuaca di musim kemarau beberapa bulan yang
lalu. Jika ISPA ditularkan melalui udara yang terkontaminasi dan masuk ke
saluran pernapasan maka ISPA termasuk golongan Air borne disease.
5. Masa Inkubasi
Masa inkubasi ISPA selama 14 hari.
6. Penanganan Penderita/Kontak/Lingkungan Sekitar

Penderita : melakukan upaya pengobatan secara cepat dan tepat agar


tidak menular pada orang yang sehat. Pada kasus ini, upaya yang
dilakukan responden adalah berobat sendiri atau konsumsi obat-obatan
yang dibeli di apotek.

Kontak : meminimalisir kontak antara penderita dengan orang sehat


ataupun antara orang sehat dengan penyebab penyakit. Pada kasus ini,
responden meminimalisir terjadinya kontak dengan asap dengan
membatasi keluar rumah atau bepergian ke kawasan yang dekat dengan
sumber asap pasca hujan turun.

Lingkungan

sekitar

memperbaiki

kondisi

lingkungan

untuk

meminimalisir ataupun menghilangkan faktor-faktor lingkungan yang


beresiko. Pada kasus ini, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan rutin
membersihkan lingkungan sekitar rumah jadi meskipun responden
bertempat tinggal di pemukiman TPA, rumah yang dihuni terjaga
kebersihannya.
SITUASI DAN KONDISI LINGKUNGAN BERPOTENSI PENYAKIT
1. Gambaran Situasi Kondisi Rumah
Responden yang bernama Siti Anisa bertempat tinggal di pemukiman TPA sejak
18 tahun lalu. Rumah yang dihuni oleh responden memiliki ukuran yang cukup luas
untuk dihuni 4 orang yaitu responden dan suami serta 2 orang anaknya. Memiliki 2
buah jendela mati di bagian depan rumah, dan 1 jendela di dapur. Ventilasi terdapat di
bagian atas pintu. Sirkulasi udara cukup baik. Bersebelahan dengan kandang sapi.
Penampungan air yang digunakan adalah drum-drum tertutup. Responden
menggunakan air PDAM untuk mandi, cuci dan kakus. Sedangkan untuk memasak
dan minum responden menggunakan air galon.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan Penyakit Menular

Faktor Resiko
Dari hasil analisa kejadian ISPA pada responden, yang menjadi faktor resiko
diantaranya kondisi lingkungan yang buruk, letak kandang sapi yang

berdekatan dengan rumah responden, terdapat anggota keluarga yang


merokok di dalam rumah, musim hujan juga menjadi faktor resiko karena
menurut responden saat musim hujan asap yang berasal dari gunung sampah
tersebut semakin banyak, serta perilaku responden seperti tidak memakai
masker pasca terjadi kebakaran gunung sampah serta daya tahan tubuh
responden.

Faktor Pencetus
Asap yang berasal dari gunung sampah yang terbakar saat musim kemarau
beberapa bulan lalu.

Faktor Pendorong
Adanya kesadaran dari responden untuk menjaga daya tahan tubuhnya agar
tidak menurun dengan rutin meminum air putih, terutama saat musim hujan.

3. Analisa berdasarkan WTO dan FDD

WTO (waktu, tempat dan orang)


Responden terserang ISPA beberapa bulan yang lalu, setelah kejadian
terbakarnya gunung sampah saat musim kemarau di bulan puasa lalu dan asap
semakin mengepul saat hujan turun.
Tempat tinggal responden sangat berpengaruh pada kejadian ISPA yang
dialami karena berada di pemukiman TPA serta letaknya yang berdekatan
dengan kandang sapi. Menurut Responden, Gang Karet merupakan salah satu
gang yang mendapat pengaruh asap cukup banyak terutama setelah turun
hujan. Sehingga tempat tinggal responden sangat berpengaruh terhadap
kejadan ISPA yang dialaminya.
Beberapa perilaku responden mendukung kejadian ISPA yang dialaminya
diantaranya tidak menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah,
meskipun petugas kesehatan telah membagikan masker saat penyuluhan pasca
kebakaran gunung sampah. Tetapi, pengetahuan responden mengenai upaya
pencegahan termasuk baik diantaranya responden rutin meminum air putih,
dan tidak membiarkan anggota keluarganya merokok di dalam rumah. Daya
tahan tubuh responden juga berpengaruh pada frekuensi terserangnya ISPA.

Kekebalan responden termasuk baik, dan berdasarkan penelitian rata-rata


responden memiliki kekebalan tubuh yang baik karena mereka telah
bertempat tinggal di pemukiman TPA dalam waktu yang cukup lama sehingga
telah terbiasa dengan lingkungan TPA.

FDD (Frekuensi, Distribusi dan Determinan)


Frekuensi terjadinya ISPA di pemukiman TPA Bukit Pinang paling
tinggi pada saat musim hujan karena asap dari gunung sampah yang terbakar
mengepul sangat banyak pasca turun hujan. Pada kasus ini, frekuensi
terjadinya ISPA pada respoden terbilang cukup jarang dan saat terserang
batuk, pilek responden sembuh dalam beberapa hari saja.
Distribusi penyakit ISPA biasanya paling banyak di tempat dengan
udara yang terkontaminasi atau tercemar, ventilasi yang kurang sehingga
sirkulasi udara terhambat. Penyakit ISPA biasanya mudah menyerang anakanak dan balita tetapi tidak menutup kemungkinan pada orang dewasa juga.
Hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh serta keadaan gizi. Pada kasus ini,
rumah responden terletak di Gang Karet. Berdasarkan hasil wawancara, Gang
Karet merupakan kawasan yang paling banyak terpapar asap pasca hujan
turun dan keberadaan kandang sapi di Gang Karet menambah buruk udara di
tempat tersebut. Determinan penyakit ISPA diantaranya udara yang
terkontaminasi. Pada kasus ini, yang menjadi determinan merupakan udara
kotor di pemukiman TPA yang tercemar oleh asap dari gunung sampah yang
terbakar, minimnya ventilasi di rumah responden, serta perilaku responden
yang mendukung terjadinya ISPA seperti tidak memakai masker pasca
kejadian terbakarnya gunung sampah serta adanya anggota keluarga yang
merokok di dalam rumah.

4. Analisa Determinan HAE (Host, Agent dan Environment)

Host
Faktor penyebab penyakit ISPA yang berasal dari host diantaranya berkaitan
dengan perilaku, daya tahan tubuh. Pada kasus ini, perilaku host seperti tidak
menggunakan masker pasca kebakaran gunung sampah menjadi faktor

penyebab

terjadinya

ISPA

meskipun

perilaku

responden

dalam

mempertahankan daya tahan tubuhnya cukup baik tetapi paparan asap yang
diterima setiap hari akan memudahkan terjadinya ISPA.

Agent
Virus dan bakteri penyebab ISPA diantaranya seperti Adenovirus, Rhinovirus,
Coronavirus, Pneumokokus, streptococus, dan yang paling umum adalah virus
influenza. Selain itu bakteri, jamur, dan pajanan debu juga dapat menjadi
penyebab terjadinya ISPA. Pada kasus ini, agent penyebab kejadian ISPA
responden merupakan udara yang tercemar oleh asap.

Environment
Faktor penyebab yang berasal dari lingkungan diantaranya jarak antar rumah
yang dekat juga sehingga mempersulit sirkulasi udara. Kondisi lingkungan
yang paling mempengaruhi kejadian ISPA pada responden yaitu asap yang
berasal dari kebakaran gunung sampah.

5. Riwayat Alamiah Penyakit

Pre pathogenesis
Pada tahap ini, telah terjadi kontak antara bibit penyakit dengan host. Tetapi
bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh host, sehingga kondisi host masih
dikatakan sehat. Pada kasus ini, responden mulai kontak dengan penyebab
ISPA yaitu asap dari kebakaran gunung sampah saat musim kemarau yang
terjadi sekitar bulan Juni. Tetapi responden belum merasakan efeknya.

Pathogenesis
a) Tahap inkubasi
Pada tahap ini, udara kotor dan tercemar telah masuk ke dalam tubuh
host dan mengendap.
b) Tahap penyakit dini
Host mulai merasakan gejala ISPA seperti tenggorokan sakit, hidung
terasa berair, tenggorokan terasa gatal saat terkena asap.
c) Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini, gejala yang dirasakan host semakin parah seperti batuk,
hidung tersumbat, tenggorokan sakit dan tubuh terasa lemah dan lelah.

Pasca pathogenesis
Akhir dari perjalanan penyakit ISPA yang dialami oleh responden berakhir
dengan kesembuhan setelah mendapat pengobatan dengan melakukan
swamedikasi atau pengobatan sendiri yaitu konsumsi obat yang dibeli di
apotek.

6. 5 Level Prevention

PRIMARY
a) Health Promotion
Pada tingkat ini, upaya pencegahan yang dapat dilakukan
diantaranya penyuluhan mengenai bahaya ISPA serta cara pencegahan dan
penanganannya, penyuluhan mengenai pengaruh asap yang berasal dari
kebakaran gunung

sampah tersebut

pada

kesehatan pernapasan,

pemenuhan gizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan


perilaku hidup bersih dan sehat misalnya pada kasus ini tidak membiarkan
anggota keluarganya merokok di dalam rumah.
b) Specific protection
Pada tingkat ini, upaya yang dapat dilakukan di antaranya seperti
imunisasi, pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan untuk
pembentukan antibodi, penggunaan masker pasca kejadian terbakarnya
gunung sampah.

SECONDARY
a) Early diagnose
Pada tahap ini, upaya yang dapat dilakukan berkaitan dengan
mengetahui gejala-gejala awal ISPA seperti batuk, pilek, tenggorokan
terasa sakit, tubuh terasa lelah.
b) Prompt Treatment
Pada tahap ini upaya yang dapat dilakukan diantaranya pengobatan
yang sesuai dengan gejala-gejala yang timbul. Cukup istirahat serta

mengkonsumsi makanan-makanan yang dapat memulihkan kondisi


tubuh.

TERSIERY
Dengan melakukan upaya pemeliharaan, istirahat cukup, konsumsi makanan
bergizi, membatasi kontak dengan asap agar ISPA tidak bertambah parah.

7. ADVICE UPAYA PENCEGAHAN, PENANGANAN DAN PEMELIHARAAN

Pencegahan
Memenuhi kebutuhan gizi, tidak harus dengan mengonsumsi makananmakanan mahal. Misal mengonsumsi buah-buahan dengan harga murah tetapi
memiliki gizi yang baik seperti pisang, papaya serta rutin mengonsumsi sayursayuran. Mencukupi konsumsi air putih. Membuka pintu rumah saat
beraktivitas di dalam rumah untuk sirkulasi udara, karena rumah responden
tidak memiliki jendela dan ventilasi. Rutin membersihkan rumahnya dari
debu-debu yang dapat menjadi faktor resiko ISPA. Menggunakan masker saat
asap mengepul.

Penanganan
Melakukan pengobatan yang tepat, berobat ke Puskesmas. Melakukan upaya
penanganan sendiri di rumah, misalnya saat hidung tersumbat menghirp uap
air panas, meminum minuman hangat untuk melegakan tenggorokan.

Pemeliharaan
Istirahat cukup, konsumsi makanan bergizi dan sehat untuk pemulihan kondisi
tubuh, membatasi kontak dengan asap.

You might also like