You are on page 1of 102

EVIDENCED BASED POLICY ANALYSIS

ANALISIS KESENJANGAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM


FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN YANG AMAN
TERHADAP BENCANA DI INDONESIA
DENGAN KERANGKA KERJA INTERNASIONAL

oleh :
dr Ina Agustina Isturini, MKM
dr Mohammad Imran Saleh Hamdani, MKM
dr Fina Hidayati Tams, MscIH
Setiorini, SKM, MKM
dr Jaya Supriyanto
Shinta Rahmawati, S. GZ

PUSAT PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN


WHO COLLABORATING CENTER
FOR TRAINING AND RESEARCH
ON DISASTER RISK REDUCTION
2015

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2 Perumusan Masalah..................................................................................................6
1.3 Pertanyaan Penelitian................................................................................................7
1.4 Tujuan........................................................................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................................7
1.6 Keaslian Penelitian....................................................................................................8
1.7 Ruang Lingkup..........................................................................................................8
1.8 Pembiayaan...............................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................
BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP........................................
BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN...........................................................................
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap kejadian bencana. Berdasarkan data
Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED) tahun 2008-2013 bahwa
setiap tahun Indonesia menempati 5 besar di dunia sebagai negara paling sering terkena
bencana alam. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2008 2014
menunjukkan bahwa setiap tahun rata-rata terjadi 1.880 kejadian bencana yang
terdistribusi di seluruh provinsi. (1-7)
Kejadian bencana menimbulkan dampak permasalahan kesehatan baik korban jiwa,
cedera fisik dan atau mental, pengungsian maupun rusaknya fasilitas kesehatan.
Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan tahun 2008
2013, bila dirata-ratakan kejadian bencana (alam, non alam dan sosial) yang
menyebabkan permasalahan kesehatan terjadi hampir setiap hari dengan jumlah korban
meninggal hampir mencapai 900 jiwa pertahunnya, korban luka berat/cedera berat
mencapai 2.000 pertahun dan pengungsian lebih dari 300 ribu jiwa pertahunnya. Ratarata setiap tahunnya 10 RS, 55 Puskesmas, 109 Pustu serta 63 Polindes mengalami
kerusakan akibat bencana. (8-13)
Pemulihan fasyankes memakan waktu yang tidak sebentar. Laporan Studi Longitudinal
pasca letusan Merapi 2010 oleh BNPB dan UNDP yang dilakukan 2 tahun setelah
letusan didapatkan pemulihan akses korban bencana pada sarana pelayanan kesehatan
dan pendidikan, pemulihan kesehatan fisik dan mental dan status bersekolah anak-anak
usia sekolah di Area Terdampak Langsung Letusan baru mencapai 17,07 dari sesaat
terjadinya bencana, sedangkan di area terdampak lahar hujan baru 57,31%. (14)
Saat kejadian bencana fasyankes bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. (15) Selain itu
fasyankes juga bertugas untuk mengumpulkan dan analisis data dalam rangka
mendeteksi serta mencegah penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB), meneruskan
pelayanan rutin kesehatan, menyediakan pelayanan imunisasi untuk mencegah KLB,
menyediakan pelayanan vital termasuk laboratorium, bank darah, ambulans, obat-obatan
dan sebagainya. Mereka juga berperan vital dalam proses pemulihan pasca bencana.
(16)

Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan simbol kuat dari
kemajuan sosial serta prasyarat untuk stabilitas kemajuan ekonomi untuk suatu negara
karena

dampak yang ditimbulkan bisa menyebabkan beban ekonomi.

Sejumlah

kejadian bencana di Indonesia menimbulkan kerusakan dan kerugian yang tidak sedikit
bagi sektor kesehatan, antara lain gempa bumi di Sumatera Barat tahun 2009 yang
merusakkan sejumlah rumah sakit dan fasyankes lainnya serta peralatan kesehatan
dengan nilai kerusakan dan kerugian hampir mencapai Rp 702 M. Gempa bumi di Kab.
Aceh Tengah dan Kab. Bener Meriah tahun 2010

yang merusak Puskesmas serta

sejumlah peralatan kesehatan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp 53 M.


Banjir bandang kota Manado tahun 2014 yang merusakkan sejumlah Puskesmas serta
peralatannya dengan nilai kerusakan mencapai hampir Rp 29 M. (16-18)
Sejumlah faktor menyebabkan fasyankes tidak aman saat terjadi bencana. Faktor-faktor
tersebut antara lain lokasi, desain dan ketahanan bangunan fasyankes berkontribusi
terhadap kemampuan fasyankes berhadapan dengan bencana.

Fasyankes merupakan

tempat kelompok rentan yaitu masyarakat yang sakit sehingga berisiko tinggi menjadi
korban akibat bencana. Selain itu, kejadian bencana juga meningkatkan jumlah pasien
yang berkunjung yang belum tentu sesuai dengan kapasitas fasyankes.

Tenaga

kesehatan fasyankes yang menjadi korban dan dimobilisasinya personil dari luar
merupakan beban ekonomi tersendiri. Kerusakan pada elemen non struktural seperti
listrik, air bersih, kabinet dan sebagainya, akan mengganggu/menghentikan operasional
fasyankes.(16)
Berbagai kesepakatan internasional maupun kebijakan nasional telah menyatakan
pentingnya upaya penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap
bencana serta mengamanatkan berbagai upaya pengurangan risiko untuk mendukung hal
tersebut. Kesepakatan internasional antara lain Hyogo Framework for Action 20052015 yang menyatakan untuk mendukung pelaksanaan rumah sakit yang aman terhadap
bencana dengan memastikan bahwa seluruh rumah sakit baru dibangun dengan tingkat
ketahanan yang membuat mereka tetap berfungsi pada saat kondisi bencana serta
mengimplementasikan upaya mitigasi untuk memperkuat fasyankes yang ada khususnya
yang melayani pelayanan kesehatan primer. Selain itu ada Deklarasi Kathmandu pada
tahun 2009 yang merupakan kesepakatan menteri-menteri kesehatan di wilayah Asia
Tenggara serta Deklarasi Yogyakarta pada tahun 2012 yang dideklarasikan pada
konferensi tingkat Menteri se-Asia ke-5, dalam rangka pengurangan risiko bencana
(AMCDRR). (19-21)
Kebijakan nasional dalam rangka fasyankes yang aman terhadap bencana tertuang
dalam sejumlah Undang-undang.

UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana menyatakan bahwa tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam
penanggulangan bencana antara lain melakukan pengurangan risiko bencana serta
melindungi masyarakat dari dampak bencana. UU No. 36 tahun 2009 menyatakan
4

bahwa Pemerintah, pemda dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya, fasilitas dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan pada saat tanggap darurat dan pasca bencana. Fasyankes baik
pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana
dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut dan
kepentingan terbaik bagi pasien.

UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

menyatakan bahwa pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk


mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan yankes serta memberikan
perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan RS dan sumber daya
manusia RS. Undang-undang No. 28 tahun 2008 tentang Bangunan Gedung telah
memberikan persyaratan teknis bagi pembangunan gedung, termasuk fasyankes, agar
menjadi andal dan terjamin keamanannya meskipun dalam kondisi bencana. (15, 2224).

Kebijakan-kebijakan tersebut telah diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah,

Peraturan Menteri hingga Pedoman dan Juknis.


Program-program untuk mengimplementasikan fasyankes yang aman juga telah
dilaksanakan di Indonesia. Pada tanggal 15 November 2000, Menkes saat itu yaitu Prof.
Dr Achmad Sujudi, SpB, MHA mencanangkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu sebagai dasar menuju Indonesia Sehat 2010 dan Safe Community.(25-29) Pada
tahun

2011-2012,

Pusat

Penanggulangan

Krisis

Kesehatan

telah

melakukan

pendampingan peningkatan kapasitas petugas dalam perencanaan RS dalam


penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana terhadap 21 RS di 12 provinsi. Selain
itu pada tahun 2012-2013 juga telah diadakan 4 kali TOT peningkatan kapasitas petugas
dalam perencanaan RS dalam penanggulangan krisis kesehatana akibat bencana.
Berkebalikan dengan berbagai kebijakan dan program yang telah ada, sejumlah
penilaian maupun penelitian menunjukkan bahwa fasyankes di Indonesia, khususnya
rumah sakit, belum aman terhadap bencana.(29) Hasil Riset Fasilitas Kesehatan secara
nasional yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan pada tahun 2011 menunjukkan hasil bahwa sebagian RSU Pemerintah belum
memiliki rambu khusus untuk evakuasi pasien bila terjadi bencana. Lebih dari separuh
RSU Pemerintah belum dilengkapi dengan sistem alarm kebakaran, peta tempat
berisiko, pedoman keselamatan kerja RS dan ketentuan tertulis pengadaan jasa dan
barang berbahaya.

Sebagian besar RSU Pemerintah belum melakukan pengecekan

profesional terhadapi struktur bangunan RS. (30).

Hasil penilaian menggunakan

SEARO Benchmark yang dilaksanakan oleh WHO bekerja sama dengan institusi
pemerintah dan non pemerintah serta akademisi menyatakan bahwa kode bangunan
belum

diterapkan

pada

seluruh

bangunan

baru,

penilaian

risiko

belum

diimplementasikan secara luas, fitur-fitur keselamatan belum diterapkan di tingkat sub


nasional. Selain itu sekitar 50% fasyankes belum melakukan penilaian kerentananan
dan penyusunan rencana kedaruratan rumah sakit belum mencapai 50% dari target. (31)
5

Studi kasus mengenai kesenjangan sumber daya kesehatan dalam menghadapi pandemi
influenza di Bali menunjukkan bahwa virus yang lebih ganas akan menyebabkan
kekurangan di seluruh sumber daya kecuali antimikroba. (32)
Negara Indonesia yang rawan terhadap bencana dengan fasilitas pelayanan kesehatan
yang tidak siap menghadapi bencana merupakan masalah besar yang tidak dapat
diabaikan begitu saja. Sejumlah kemungkinan yang terjadi yaitu : a. Kebijakan dan
program sudah memadai, namun pengimplementasian di lapangan masih belum
memadai; atau b. Kebijakan dan program belum memadai.
1.2 Perumusan Masalah
Kebijakan serta program yang mendukung terwujudnya fasilitas pelayanan kesehatan
yang aman terhadap bencana telah ada di Indonesia.

Namun beberapa penelitian

menunjukkan bahwa fasyankes di Indonesia masih belum aman terhadap kejadian


bencana.
1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Apakah ada kesenjangan antara kebijakan dan program nasional di Indonesia terkait
fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap bencana dengan Kerangka kerja
internasional?
b. Bila ada kesenjangan, apa saja point-point kesenjangan tersebut?
1.4 Tujuan
a. Mendapatkan informasi ada atau tidaknya kesenjangan antara kebijakan dan program
nasional di Indonesia terkait fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap
bencana dengan Kerangka kerja internasional.
b. Mengidentifikasi poin-poin kesenjangan yang ada.

1.5

Manfaat Penelitian
a.

Bagi Ilmu Pengetahuan


-

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan untuk


pengembangan kebijakan berdasarkan evidence base di Indonesia.

Metodologi yang dilakukan diharapkan juga bisa menjadi referensi bagi pihakpihak lain yang berkepentingan yang ingin melakukan penelitian serupa.

b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini bisa menjadi bahan rekomendasi untuk kebijakan pemerintah dalam
rangka meningkatkan keberhasilan implementasi fasyankes yang aman terhadap
6

bencana yang pada akhirnya akan mendukung keberhasilan program pemerintah


jangka menengah maupun jangka panjang.
c. Bagi Masyarakat
Dapat membuka wawasan masyarakat terkait fasyankes yang aman dan ikut
mendukung pemerintah untuk pengimplementasian hal tersebut.
d. Bagi Peneliti
Mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman terkait penyelenggaraan
fasyankes yang aman terhadap bencana.
1.6 Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan di Indonesia, belum ada penelitian yang sama
dengan yang dilakukan penulis.
1.7 Ruang Lingkup
1. Lingkup Masalah
Kesenjangan yang diteliti berupa perbedaan antara kebijakan dan program nasional
serta best practices dunia terkait program fasyankes yang aman terhadap bencana,
meliputisub-sub sistem yang terdapat dalam Sistem Kesehatan Nasional yaituupaya
kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber
daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, manajemen
informasi dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
2. Lingkup Sasaran kebijakan dan program
Sasaran penelitian adalah dokumen-dokumen baik hard copy maupun soft copy :
a. Kebijakan nasional Indonesiayang merupakan sintesa dari peraturan perundangan
berikut :
-

UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan turunannya.

UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan turunannya

UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan turunannya

UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan turunannya

UU No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan turunannya

UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan turunannya

Peraturan / Keputusan Menteri/setingkat menteri yang terkait dengan


penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana yang bukan merupakan
turunan dari peraturan perundangan di atas yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan

(Kemenkes),

Kemen

Pekerjaan

Umum

dan

Perumahan

Rakyat(Kemen PU-Pera) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana


(BNPB).

b. RPJP, RPJMN, Renstra tahun 2005-2019 dan Lakip 2005-2014 terkait penerapan
standar fasyankes yang aman yang dikeluarkan oleh Kemenkes, Kemen PU-Pera
dan BNPB.
3. Lingkup Kerangka Kerja Internasional
a. Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 2030
b. Comprehensive Safe Hospital Framework WHO ;
c. Kathmandu Declaration on Protecting Health Facilities from Disasters.
d. Sphere Project, Humanitarian charter and minimum Standards in Humanitarian
Response
4. Lingkup Waktu
Waktu penelitian pada bulan Februari Agustus 2015.
1.8 Keterbatasan Penelitian
a. Kebijakan dan program yang diteliti dibatasi hanya kebijakan tertentu serta
program-program dari instansi tertentu saja dan tidak melihat dari sisi program
pemerintah daerah, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya kekurangtajaman
dalam proses analisa.
b. Kata-kata kunci yang diambil dibatasi sehingga tidak menutup kemungkinan
adanya data-data yang terkait namun tidak terjaring.
c. Hasil yang ada hanya melihat dari sisi kerangka kerja internasional saja dan tidak
melihat dari sisi pengimplementasian di daerah di Indonesia, sehingga rekomendasi
yang dihasilkan tentu memerlukan pengkajian lebih lanjut dengan melihat situasi di
lapangan.
1.9 Pembiayaan
Pembiayaan penelitian berasal dari dana APBN (90%) dan WHO.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. TEORI FASILITAS KESEHATAN DAN BENCANA


1. Dampak Bencana terhadap fasyankes serta Peranan fasyankes Terkait Bencana

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat. (15)
Fasyankes yang aman terhadap bencana adalah fasyankes yang siap untuk
menyelamatkan nyawa serta melanjutkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar
untuk masyarakat pada saat bencana. (33)
Bencana dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada sebuah
fasyankes.Dampak langsung yaitu bila fasyankes tersebut terletak di daerah yang terkena
bencana serta dapat mengalami kerusakan atau hancur akibat bencana tersebut.Dampak tidak
langsung yaitu bila fasyankes terletak di sekitar daerah dampak, daerah triase atau daerah yang
dipakai untuk mengatur bantuan.Dalam hal ini fasyankes tidak secara langsung dipengaruhi oleh
bencana dan struktur serta fungsinya tetap. Namun demikian, fasyankes secara tidak langsung
juga terpengaruh karena akan memegang peranan penting dalam kegiatan operasional baik itu
untuk menerima pasien korban bencana maupun penyediaan bantuan tenaga dan logistik
kesehatan ke lokasi bencana. (34)
Selama situasi kedaruratan dan bencana, fasyankes harus aman, mudah diakses serta
berfungsi dengan kapasitas maksimal untuk menyelamatkan korban.Mereka harus tetap
menyediakan pelayanan-pelayanan yang penting seperti pelayanan medis dan keperawatan,
laboratorium serta pelayanan kesehatan lainnya.Fasyankes yang aman harus diorganisir dengan
rencana kontinjensi serta tenaga kesehatan yang terlatih. (35)
2. Manajemen RS dalam Penanggulangan Bencana
Dalam melakukan manajemen bencana, perlu diketahui mengenai Siklus Bencana.
Gambar berikut ini menunjukkan bahwa Siklus Bencana merupakan proses yang berlangsung
terus menerus meliputi mitigasi atau pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat serta
pemulihan.(36)
Mitigasi adalah segala kegiatan berkelanjutan untuk mengurangi risiko jangka panjang
bagi kehidupan dan properti akibat kejadian bencana.Tujuannya adalah menyelamatkan
kehidupan dan mengurangi kerusakan properti dengan upaya yang cost-effective dan ramah
lingkungan.(37)Bagian terpenting dari mitigasi adalah menganalisis ancaman dan kerentanan
yang ada.(36)
Kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas suatu komunitas untuk dapat merespon
serta melakukan pemulihan dengan lebih cepat dan efektif. Kegiatan ini mencakup pencegahan
penilaian kerentanan, pengembangan perencanaan bencana, pelatihan dan pendidikan;

pengembangan dan penetapan sistem peringatan dini; manajemen dan sistem komunikasi dan
informasi yang adekuat, manajemen logistik, adanya gladi serta sistem manajemen bencana
(Incident command system) yang memadai.(36)
Penyatuan mitigasi dan kesiapsiagaan akan menurunkan risiko ancaman dan kerentanan
yang ada. (36) Sebagaimana teori berikut ini.
Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan suatu wilayah, kemampuan
menghadapi ancaman dengan ancaman/bahaya yang ada. Rumusnya yaitu sebagai berikut : (38)
Risiko = Bahaya x Kerentanan
Kemampuan
Ancaman/bahaya biasanya tidak dapat dihindari karena merupakan bagian dari
dinamika proses alami pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga
internal maupun eksternal. Sedangkan tingkat kerentanan suatu wilayah dapat dikurangi dan
kemampuan menghadapi ancaman dapat ditingkatkan. (38)
Kegiatan saat bencana meliputi deteksi, aktivasi Hospital Emergensi Incident Command
System, skema keamanan dan keselamatan, menilai ancaman, manajemen korban massal,
perluasan kapasitas RS. Tujuannya untuk menyelamatkan seluruh korban, memastikan seluruh
pasien telah dilayani di fasilitas kesehatan, stabilisasi insiden serta menyediakan untuk
keselamatan, pertanggungjawaban dan kesejahteraan tenaga kesehatan. (36, 39)
Kegiatan pemulihan dimulai setelah insiden telah terkontrol. Lamanya tergantung dari
tingkatan dari bencana tersebut, bisa berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.(36)
Berikut ini akan dibahas manajemen RS pada pra bencana (mitigasi dan kesiapsiagaan),
saat bencana (tanggap darurat) dan pasca bencana.
I. PRA BENCANA (MITIGASI DAN KESIAPSIAGAAN)
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, kegiatan pra bencana pada intinya adalah untuk
menurunkan kerentanan serta meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman di suatu lokasi.
Untuk itu akan diuraikan elemen-elemen kerentanan sebuah RS serta sumber daya di RS
tersebut yang meliputi sumber daya manusia, pembiayaan, material/logistik dan sistem/metode.
1.1 Kerentanan Rumah Sakit(35, 37)
1. Struktural
Kerentanan Struktural merupakan tingkat dari
datangnya ancaman, kualitas dari

desain sistem struktural untuk menghadapi

material bangunan, konstruksi dan perawatan, bentuk

arsitektural dan struktur atau konfigurasi dari bangunan. Rinciannya sebagai berikut :
Indikator struktur RS yang aman : (35)
A. Lokasi
1. Bangunan tidak terletak di daerah rawan.
2. Bangunan telah diteliti dengan tepat mengenai ancaman bahaya terkait dengan lokasi
bangunan.

B. Desain

10

1.

Bangunan mempunyai bentuk yang sederhana dan simetris sepanjang aksis lateral maupun
longitudinal sehingga kuat ketika terkena tekanan seperti gempa bumi.

2.

Bagian dari struktur bangunan (pondasi, kolum, balok, lantai, lempeng, konstruksi) dan
bagian dari non struktural dapat menyesuaikan dengan angin kencang dan gempa bumi.

3. Kaca, dinding, pintu dan jendela tahan dengan angin berkecepatan 200-250 kph.
4.

Jumlah lantai kurang dari 5, khususnya di daerah yang rentan terhadap gempa bumi.

5.

Sudut atap 30-40 (optimum untuk tekanan angin) untuk bangunan yang berada di daerah
angin kencang.

C. Struktur
1.

Tidak ada struktur mayor yang retak. Retakan yang kecil ditelti oleh insinyur sipil atau
struktural yang kualified dan ditetapkan untuk dilokalisasi serta diperbaiki.

2.

Struktur dibangun dengan material yang tahan api dan tidak toksik.

3.

Struktur dibangun dengan kompetensi teknik yang adekuat dan pengawasan pembangunan
yang layak serta terkontrol.

2. Non-struktural
Indikator non struktural penting untuk operasional harian RS dan fasilitas kesehatan lainnya yaitu
terdiri dari komponen arsitektur, instalasi, peralatan dan perabotan, elektronik, sistem
komunikasi.Apabila elemen ini rusak, mereka tidak dapat berfungsi dan bahkan dapat
menyebabkan cedera fisik pada pasien maupun staf RS. Indikatornya meliputi : (35, 37)
A. Dokumen/Gambar/Perencanaan Bangunan
1.

Perencanaan, spesifikasi teknis, struktur konstruksi yang telah disepakati mendapatkan


persetujuan dari tenaga profesional dan petugas pemerintah yang berwenang.

2.

Perencanaan pembangunan yang disiapkan oleh kontraktor disiapkan oleh arsitektur dan
insinyur yang profesional.

3. Diperbaharui sesuai dengan perencanaan pembangunan.


4. Izin kepemilikan
B. Elemen Arsitektur
1. Keamanan atap
2. Keamanan langit-langit
3. Keamanan pintu dan jalur masuk
4. Keamanan jendela
5. Keamanan dinding, divisi dan partisi.
6. Keamanan elemen eksterior yaitu melekat erat di dinging, lampu bergantung tertanam
dengan kuat dan kabel serta kawat listrik tertutup dengan kuat dan aman.
7. Keamanan lantai .

C. Utilitas
1. Sistem listrik
2. Sistem komunikasi
3. Sistem penyediaan air
4. Sistem gas medis

11

5. Sistem penanggulangan api


6. Emergency Exit System
7. Sistem Pemanas, ventilasi dan Air Conditioning (AC)
D. Peralatan Medis dan Laboratorium
1. Sarana di Ruang Operasi dan Pemulihan
2. Sarana dan prasarana ruang Radiologi dan sarana pendukung lainnya
3. Sarana dan pra sarana ruang laboratorium.
4. Peralatan medis di Ruang gawat darurat, ICU dan bangsal
5. Peralatan medis di Departemen farmasi
6. Peralatan medis di Unit Sterilisasi
7. Sarana dan prasarana di Departemen Kedokteran Nuklir dan Unit Terapi Radiasi
E. Keselamatan dan Keamanan Petugas, Pasien, Sarana dan Prasarana
1. Keselamatan dan keamanan petugas dan pasien
a. Jalur keluar masuk yang aman
b. Perlengakapan inspeksi seperti detektor metal
c. Keberadaan penjaga di sekitar
d. CCTV kamera
e. Personal protective equipment atau alat pelindung diri personal untuk penyebab yang
umum (sarung tangan, masker, gown)
f.

Perlengkapan sterilisasi

g. Mengkomunikasikan informasi pada pasien tentang langkah-langkah yang harus


dilakukan pada saat terjadi emergensi atau bencana (misal ditulis di papan
pengumuman, brosur, leaflet, dll)
2. Keselamatan perlengkapan dan persediaan
a. Peralatan yang diperlukan untuk terapi dan terletak di dekat tempat tidur harus
dilindungi/dijaga menggunakan frame baja untuk keamanan.
b. Peralatan di laboratorium, farmasi dan tempat-tempat umum di Central Sterilization
Supply department dan ruang operasi agar dijaga keamanannya.
c. Stop kontak listrik yang aman dan dijaga dengan baik.
d. Tidak ada peralatan yang menggantung atau ornamen dekoratif yang mengayun (seperti
lampu besar yang mengayun) di dekat tempat tidur pasien
e.

Segala peralatan memiliki buku manual / petunjuk pemakaian yang dapat diakses
dengan mudah.

f.

Menyimpan dengan tepat bahan-bahan kimia dan material yang berpotensi bahaya

g. Pencatatan barang menyimpan informasi mengenai perlengkapan kimia dan fisika,


prosedur pembuangan limbah, potensi bahaya kesehatan, peralatan emergensi dan
pertolongan pertama, penyimpanan dan penanganan, alat pelindung diri personal,
reaktivitas, data lingkungan dan registrasi.
3. Fungsional

12

Merupakan elemen yang penting karena dibutuhkan kepastian bahwa RS tetap dapat
memberikan pelayanan kesehatan ketika mereka sangat dibutukan. Indikatornya adalah sebagai
berikut :

(35, 37)

a) Lokasi dan aksesibilitas


b) Lalu lintas internal dan antar ruang operasional lainnya.
c) Sarana dan prasarana
d) SOP dan pedoman kedaruratan.
e) Sistem logistik (kebutuhan logistik dan obat-obatan, inventarisasi, penyimpanan,
pengeluaran dan pengontrolan) serta utilities (penyediaan air, listrik dan gas medis),
generator dapat mensupply minimal 50%-60% dari kebutuhan normal RS
f) Keamanan dan alarm (Pendeteksi asap dan sistem alarm kebakaran)
g) Sistem transportasi and komunikasi.
h) Perencanaan untuk kedaruratan dan bencana
-

Hospital Emergency Incident Command System

rencana kontinjensi

manual untuk pengoperasian, pencegahan, perawatan dan restorasi dan servis yang
utama (penyediaan listrik, generator, air, gas medis, bensin, sampah, limbah, dsb)

i)

Sumber daya manusia yaitu terlatihbasic life support, advanced cardiac life supportdan
familiar dengan Incident Command System (ICS) sertamass casualty incident (MCI).

j)

Pengorganisasian Komite Bencana RS dan Pusat Operasi Emergensi, kapabilitas dari


bangunan /tenaga serta gladi.

k) Monitoring dan evaluasi.


4.

Kabinet, rak, peralatan dan suku cadang diletakkan di tempat yang tepat dan melekat
dengan kuat.

5.

Jalan yang miring hanya ada di tempat yang tepat untuk mendorong tempat tidur atau
digunakan bagi orang yang cacat.

D. Perizinan
1. Gambaran konstruksi bangunan lengkap dan siap dipergunakan untuk menjadi bahan
referensi.
2. Izin bangunan dan izin kepemilikan lengkap.
3. Jaminan kualitas dan kontrol kualiatas material konstruksi telah diperiksa oleh insinyur
disesuaikan dengan spesifikasi.
4. Renovasi bangunan dilakukan dengan konsultasi yang tepat dengan memperhatikan
perencanaan awal dari bangunan.

I.2 Sumber Daya Rumah Sakit


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam melakukan manajemen risiko bencana, upaya
yang perlu dilakukan adalah menurunkan kerentanan serta meningkatkan kapasitas RS tersebut.
Berikut ini akan dibahas kapasitas RS yang meliputi sumber daya manusia, material/logistik dan
sistem/metode.
1.2.1 Sumber Daya Manusia

13

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kerentanan fungsional RS apabila tidak
terorganisir dengan baik, tidak memiliki kapasitas yang memadai serta tidak terlatih dengan baik
melalui gladi dan simulasi. Selain itu sistem monitoring dan evaluasi sumber daya manusia juga
merupakan elemen penting dalam kerentanan ini.(35, 37)
Komite manajemen krisis terdiri dari para ahli teknis yang dapat memberikan masukan pada
komite eksekutif terkait manajemen krisis, kedaruratan serta bencana.Tim respon kedaruratan terdiri
dari dokter, perawat, bidan, staf terlatih teknis manajemen kedaruratan, paramedik serta supir
ambulans terlatih.Kelompok perencana kedaruratan kesehatan bertanggung jawab dalam menyusun
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana pada pra, saat dan pasca bencana.Komite
keselamatan dikepalai oleh petugas yang bertugas untuk mempromosikan keselamatan di RS
melawan segala ancaman.

Pusat operasional kedaruratan RS dipimpin oleh koordinator yang

bertugas melakukan monitoring kedaruratan atau bencana, mobilisasi tim respons dan sumber daya
lainnya untuk kedaruratan, beroperasi 24 jam/hari dan 7 hari/minggu. Kantor tersebut diperlengkapi
dengan fasilitas komunikasi, sistem komputer, buku petunjuk serta sistem komunikasi alternatif bila
sistem yang normal mengalami kerusakan.(35)
Petugas medis dan paramedis harus berkualitas dan telah terlatih dengan baik untuk
merespon terhadap berbagai jenis cedera.Selain itu jumlah petugas harus mencukupi untuk melayani
selama 24 jam.(40)Seluruh petugas kesehatan harus terlatih Basic life support, cardiopulmonary
resuscitation pertolongan pertama standard. Tenaga kesehatan di ruang emerjensi harus terlatih
Advanced Cardiac Life Support (ACLS) dan Advanced Pediatric Cardiac Life Support.Petugas
penolong di RS harus terlatih Emergency Medical Technician Course, Incident Command System
(ICS) dan Mass Casualty Incident (MCI).Manajer RS harus terlatih dalam Hospital Emergency
Incident Command System (HEICS).(35)
Kompetensi terkait pelayanan kesehatan mental juga merupakan salah satu elemen yang
cukup penting. Sebuah penelitian mengevaluasi pelayanan kesehatan mental oleh RS swasta pada
pra dan pasca bencana angin kencang di Florida. Hasilnya bahwa meskipun sebagian besar RS
swasta menyediakan pelayanan kesehatan mental dalam kondisi normal namun mereka tidak rutin
memberikan pelayanan kesehatan mental terkait bencana.Karena itu petugas kesehatan di RS swasta
harus dilatih untuk menyediakan pelayanan kesehatan mental terkait bencana dan prosedur
melakukan rujukan untuk menindaklanjuti evaluasi serta intervensi formal.(41)
Di samping kompetensi-kompetensi yang telah disebutkan sebelumnya, tidak boleh
dilupakan kompetensi terkait penanganan aksi terorisme. Studi terkini menunjukkan bahwa banyak
perawat gagal dalam persiapan menghadapi agen biologi yang merupakan salah satu senjata teroris.
(Katz et al., 2006; Young & Persell, 2004 dikutip oleh Nyamathi).

Sebagai salah satu tenaga

kesehatan lini terdepan dalam situasi emergensi, perawat harus diedukasi untuk beraksi cepat dan
tepat untuk mengurangi kematianpdan penyebaran penyakit. Hasil survey Katz et al. (2006) yang
dikutip oleh Nyamathi, pada 146 perawat dan 115 dokter untuk menilai kesiapan mereka terhadap
teror biologi dan pengetahuan mereka terhadap agen biologi menunjukkan hasil bahwa kurang dari
50% perawat dapat mendiagnosa dengan tepat perbedaan anthrax dengan ISPA atau

smallpox

dengan chickenpox. Hanya 20% yang telah mengikuti pelatihan bioterorisme dan kurang dari 15%
yang yakin bahwa mereka dapat merespon dengan efisien untuk kejadian bioterorisme.

Hasil

penelitian di 125 sekolah perawat oleh Mosca, Sweeney, Hazy, and Brenner (2005) yang dikutip oleh

14

Nyamathi menyatakan bahwa sebagian besar perawat memiliki kompetensi yang rendah mengenai
bioterorisme.(42)

1.2.3

Material
Material meliputi struktur RS (lokasi bangunan, spesifikasi bangunan dan material yang

digunakan untuk membangun RS) dan non struktur (elemen arsitektur, peralatan medis dan
laboratorium, instalasi mekanikal, eletrikal dan perpipaan serta isyu keselamatan dan keamanan).(35,
37).

Berikut ini akan dibahas lebih mendalam mengenai obat-obatan, logistik kesehatan serta

bangunan RS.
A. Obat-obatan
Ada beberapa referensi terkait penyediaan obat-obatan untuk meningkatkan upaya
penyelamatan korban pada saat bencana. Referensi dari HOPE (Hospital Preparedness on
Emergency and Disaster) untuk bencana secara umum yaitu sebagai berikut:(34)
1) Resusitasi jantung :
- inotropic vasopressor (dopamin, dobutamin, isoprenalin, mephenteramin, adrenalin,
phenylephrine, noradrenalin), atropin, antiarrhythmic (xylocard, bretylium, amiodarone,
kalsium klorida/glukonat)
-

Sodium bikarbonat, THAM

Salbutamol, derylphilline, aminophylin

Lasix

2) Tahap awal trauma


-

Analgesik : inhaled Nitrous oksida dalam campuran oksigen 50 :50 (Interrex)

Analgesik lainnya : Voveron, Fortwin, Pethidine, Morfin

Anastetik : Ketamin (sebuah referensi menyatakan bahwa Ketamin merupakan bahan


yang cukup aman, efektif dengan insiden efek samping mayor kecil (43)), Xylocaine,
Sensoriane

3) Anestetik dan amnestik agen


-

Thiopentone, Propofol dan Midazolam

Agen inhalasi : halothane

Narkotik : Pethidine, pentazocine dan fortwin

Epidural regional atau anastetik

Muscle relaxants, misalnya Suxamethonium, vecuronium

4) Lain-lain,yaitu antibiotik, savlon, kapas, EMO, mesin boyle


Untuk kejadian terorisme yang menggunakan material kimia, biologi, radioaktif dan nuklir,
dibutuhkan obat-obatan berupa antidotum, antibiotik, antitoksin dan vaksin yang harus disiapkan
dalam jumlah besar karena biasanya bencana akibat bahan material tersebut menyebabkan jumlah
korban yang cukup besar. Selain itu perlu juga disiapkan bahan-bahan dekontaminasi. Berikut ini
obat-obatan dan bahan dekontaminasi sebagaimana yang distandardkan untuk RS militer. yaitu
sebagai berikut : (44)
1. Untuk agen kimia
a. Paket antidotum Cyanida (12 ampul Amynitrit, 2 vial sodium nitrit 3% dan 2 vial sodium
tiosulfat 25%).

15

b. Pralidoxime Chloride (1 g vial)


c. Atropin sulfat inj. (1 mg/ml)
d. Diazepam (5 mg/ml dalam 2 ml ampul)
e. Military autoinjector yang mengandung Atropin sulfat, pralidoxime chloride dan diazepam
f.

Albuterole sulfate untuk nebulisasi (0,09 mg/inhalasi)

g. Sodium bikarbonat (7,5% injeksi)


h. Methylprednisolon asetat (inj, 20 mg/ml)
i.

Dimercaprol 300 mg/3 ml vial

j.

Dimercaptosuccinic acid (succimer) oral antidotum untuk lewisite exposure

k. Physostigmine atau pyridostigmine tablet (30 mg)


2. Untuk agen biologi
a.

Antibiotik (erythromycin, gentamycin, doxycycline dan ciprofloxacin)

b. Vaksin (untuk anthrax, smallpox dsb)


3. Untuk Nuklir dan radioaktif
a. Prussian blue (ferric acid hexacyanoferrate) untuk terapi kelasi Cesium dan Thallium
b. Zinc DTPA/Ca DTPA (untuk elemen transuranics radioaktif)
c. D-penicillamine atau deferroxamine (pharmaceutical chelaters)
d. Potassium iodida tablet (130 mg)
4. Bahan Dekontaminasi yaitu Chlorine dengan konsentrasi 0,05%. Untuk kasus wabah virus
Lassa dan Ebola, dosis Chlorine dapat ditingkatkan hingga 0,5% untuk desinfeksi kotoran,
kadaver serta percikan darah dan cairan tubuh (Brennan et al dan Cox RD dikutip oleh Turan).
B. Saranadan Prasarana Kesehatan
Peralatan basik harus ada di setiap lokasi penanganan.Peralatan basik diagnostik dan
terapetik harus selalu berfungsi dan dilabel/ditandai dengan tepat.Persediaan/stok minimal
sebanyak kebutuhan item medis selama seminggu.Perlengkapan dan persediaan untuk
kedaruratan meliputi obat-obatan emergensi di ruang emergensi dan ruangan kritis lainnya
seperti ICU, NICU, RR, OR, dsb. Selain itu diperlukan instrumen untuk prosedur emergensi,
gas medikal, ventilator dan peralatan penunjang hidup lainnya, alat pelindung diri/Personal
Protective Equipment (akan dibahas lebih lanjut dalam bab tersendiri), Crash cartuntuk henti
cardiopulmonary serta triage tags dan perlengkapan lainnya untuk menangani korban massal.
(35)
Daftar sarana dan prasarana berikut ini memungkinkan fasilitas medis untuk menangani
hampir semua jenis korban yang ada di daerah bencana.Semuanya atau hampir semuanya
adalah sarana basik. Yaitu sebagai berikut :(34)
-

Airways-osophageal/nasal/oral

Ambu Bag and masks

Laryngoscope and blades

Endotracheal tubes and airway devices

Tongue blades and applicators

Oxygen Cylinders (kecil, portabel dengan tabung dan koneksinya)

Oxygen cannulae

Oxygen Nebulizer treatment set

16

Oxygen pocket mask (one way valve)

IV administration set, IV fluid bags, IV cathethers, central venous cathethers

CVP dan Internal Jugular

Suction cathether, suction handles, suction tubing

Surgical and examintaion gloves, surgical masks

Daftar kebutuhan untuk Kit Triase standar :(45)


-

Peta dan alat-alat tulis

Alat komunikasi dan transportasi

Alat penerang di lokasi, senter.

Tanda pengenal untuk lokasi, petugas dan korban : bendera, pita lengan, penanda triase

Stretcher, tandu, selimut

Alat pelindung diri : sarung tangan, masker, dsb

Medical Kit untuk bencana : oksigen, airway, intubation set, ventilation bag, suction device,
chest tube set, tracheostomy set, dsb

Cairan IV, obat-obatan untuk shock, torniket

Pembalut/bidai, antiseptik

Tensimeter, stetoskop

Gunting dan plester


Selain alat-alat yang tersebut, perlu juga disiapkan alat-alat untuk monitoring yang terdiri

dari alat pengukur tekanan darah, monitor saturasi oksigen dan electrocardiogram.(43)
Lokasi untuk melakukan dekontaminasi juga perlu disiapkan yang terdiri suatu tempat
dengan multiple shower yang didesain untuk masuknya pasien dengan berbagai derajat
keparahan.Selain itu juga perlu ada tempat untuk berganti baju.(44)
C. Sarana Transportasi
Beberapa jenis kendaraan dapat digunakan untuk evakuasi korban atau untuk melakukan
pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut : (28, 46)
1) Ambulans darat. Fungsi :
-

Ambulans transportasi Mengangkut pasien dari satu fasilitas pelayanan medik ke


tempat lain tanpa perlu pengawasan medis khusus

Ambulans gawat darurat Penanggulangan bantuan hidup dasar bagi pasien gawat
darurat serta pengangkutan pasien gawat darurat ke tempat pelayanan definitif dalam
rangka rujukan

Ambulans RS lapangan Penanggulangan pasien gawat darurat sehari-hari

2) Ambulans udara
Terdiri dari heli udara/rotary wing dan fixed wing. Ketentuan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku secara internasional
3) Ambulans air
4) Sepeda Motor
5) Kendaraan roda 4
6) Kendaraan roda 3

17

7) Kendaraan Jenazah
D. Sarana Komunikasi dan Informasi
Sarana komunikasi dan informasi yang efektif dibutuhkan untuk menjalin komunikasi di
dalam RS dan dengan eksternal RS seperti RS rujukan, RS lainnya, pelayanan ambulans,
sektor atau institusi terkait baik nasional maupun internasional.

Sarana informasi dan

komunikasi tersebut yaitu sebagai berikut :(28, 46-48)


-

Telpon

Faksimili

SSB

HT/RIG
Handphone

Handphone satelit

Televisi

Kamera

LCD proyektor

PC komputer

Laptop

Handycam

Sound system pusat

Alarm

Megaphone

GPS

E. Alat Pelindung Diri (APD) atau Personal Protection Equipment (PPE)


Tenaga kesehatan berisiko terpapar bahan kimia, biologi atau radiologi ketika menerima
pasien terkontaminasi material tersbut pada insiden korban massal. (Horton et al., 2003 dikutip
oleh OSHA).(49) Untuk itu, selain metode dekontaminasi juga diperlukan alat pelindung
diri.Selain jenisnya perlu juga diperhitungkan perkiraan kebutuhan APD tersebut. Rinciannya
yaitu sebagai berikut :(49, 50)
1) Sarung tangan dan sepatu boot yang dapat melindungi dari berbagai material atau dari
jenis material tertentu bila RS telah dapat mendefinisikan jenis material kontaminasi.
2) Pakaian pelindung. Bahan pakaian pelindung yang optimal untuk tenaga kesehatan lini
terdepan di area pre dekontaminasi adalah yang dapat melindungi dari berbagai bahan
kimia baik itu cair, padat maupun uap. Selain itu bahan pakaian harus cukup fleksibel,
tahan lama dan dapat dipakai sampai dengan beberapa jam selama aktivitas pelayanan.
3) Yellow Isolation Gowns.
4) Masker
5) Pelindung wajah
6) Kaca mata pelindung
1.2.4 Sistem/Metode
Pembahasan sistem/metode pada bab ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

18

A. Kebijakan, prosedur dan pedoman manajemen kedaruratan dan bencana


B. Sistem Komando Insiden/Incident Command System (ICS)
C. Sistem layanan medis gawat darurat
D. Sistem logistik dan persediaan
E. Sistem keamanan dan keselamatan
A. Kebijakan, prosedur dan pedoman manajemen kedaruratan
Kebijakan, prosedur dan pedoman manajemen kedaruratan merupakan salah satu indikator
kerentanan fungsional sebuah RS.Standard operating procedures dan pedoman harus memasukkan
kondisi yang terkait dengan emergensi dan bencana, melingkupi pedoman fasilitas dan prosedur
untuk mengatasi masuknya pasien dalam kondisi sumber daya yang terbatas.(35)
Berikut ini check list SOP dan pedoman yang harus ada dalam sebuah RS berdasarkan WHO.
.(35)
1. SOP dan Pedoman
a. SOP pengontrolan infeksi dan dekontaminasi
b. SOP rujukan pasien internal dan eksternal
c. SOP rawat inap di departemen emergensi
d. SOP untuk mengumpulkan dan menganalisi informasi
2. Prosedur
a. Prosedur khusus administrasi untuk tanggap darurat
b. Prosedur untuk mobilisasi sumber daya (dana, logistik, tenaga), termasuk shifting dan tugas
selama emergensi dan bencana.
c. Prosedur untuk memperluas pelayanan, lokasi dan tempat tidur
d. Prosedur melindungi rekam medis pasien
e. Prosedur untuk inspeksi keselamatan peralatan regulerdengan otoritas yang tepat dan
perawatan preventif.
f. Prosedur untuk surveilans epidemiologi RS.
g. Proseduruntuk menyediakan tempat sebagai lokasi penempatan jenazah sementara untuk
keperluan kedokteranforensik.
h. Prosedur untuk bantuan transportasi dan logistik.
i. Prosedur tanggap darurat pada malam hari, akhir minggu dan pada hari libur.
3. Pedoman
a. Pedoman untuk persediaan makanan bagi petugas RS saat emergensi.
b. Pedoman dan penilaian untuk memastikan kesejahteraan bagi personel tambahan yang
dimobilisasi saat emergensi.
c. Pedoman atau protokol terapi.
d. Pedoman untuk kesehatan mental dan support psikososial .
e. Pedoman seperti memorandum atau instruksi RS bagi petugas RS agar ikut berpartisipasi
dalam latihan gladi dan simulasi.
f. Pedoman menangani relawan, khususnya saat emergensi dan bencana.
g. Pedoman terkait petugas pemadam kebakaran saat berkunjung ke RS atau polisi yang
melakukan kunjungan terhadap teman atau saudara di RS atau penjagaan terhadap narapidana.
B. Sistem Komando Insiden (36)

19

Sistem komando saat insiden atau Incident Command System (ICS) awalnya dikembangkan
oleh petugas pemadam kebakaran saat terjadi kebakaran besar di California Selatan pada tahun
1970.Untuk koordinasi yang memadai di area bencana, sangat dibutuhkan rantai komando yang jelas
untuk seluruh responder sebagaimana kondisi di militer.Siapa pun yang tiba pertama kali di lokasi
bencana akan menjadi Komandan Insiden de facto hingga orang yang lebih senior datang.
Komandan dibantu oleh 4 kepala seksi yaitu Operasional, Perencanaan, Logistik dan
Pembiayaan/Administrasi,
Komandan insiden adalah seseorang yang memutuskan tujuan dari penanganan bencana,
menentukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, menetapkan prioritas dan bertanggung jawab
terhadap seluruh penanganan saat bencana.
Kepala seksi operasional memimpin operasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh Komandan Insisden, menentukan taktik dan memantau penggunaan sumber-sumber daya.
Kepala seksi perencanaan mengembangkan Incident Action Plan harian berdasarkan
konsultasi dengan komandan insiden.Perencanaan tersebut menentukan upaya-upaya yang dilakukan
pada hari tersebut termasuk membagi tugas sumber-sumber daya, koleksi data serta menyimpan
dokumentasi yang sesuai.
Kepala Logistikmenyediakan sumber-sumber daya serta pelayanan yang dibutuhkan seksi
operasional. Sedangkan kepala seksi pembiayaan/administrasi memantau biaya-biaya dan analisis
biaya dari tim perencana, akunting, pengadaan dan kontrak serta membayar para responder.
Dua karakter kunci dari ICS adalah scalabledan fleksible. Sehingga pada insiden yang kecil
(bukan bencana), komandan akan memegang tugas seluruh tim. Namun pada insiden yang besar,
dibutuhkan orang-orang yang menempati posisi seksi-seksi tersebut.Konsep kunci lainnya adalah
unity of command.
RS memiliki struktur komando insiden sendiri yaitu the Hospital Incident Command System
(HICS).Struktur ini memperlihatkan ICS yang lebih besar terdiri dari beberapa sektor. Ada beberapa
orang yang melapor pada komandan insiden di atas level dari kepala-kepala seksi yaitu the Liaison
Officer; the Public InformationOfficer; the Safety Officer; dan theMedical Technical Specialist.
Mereka disebut Staf Komandan.Bila semua posisi staf komandan dan kepala seksi terisi, maka ada 8
orang yang melapor langsung pada komandan insiden.
C. Sistem layanan medis gawat darurat
Sistem Layanan Medis Gawat Darurat (Emergency Medical Services Systems/EMSS) adalah
sistem secara keseluruhan yang diperlukan untuk merawat korban dari tempat kecelakaan atau
kejadian untuk perawatan secara definitif, meliputi perawatan di tempat, triase, perawatan awal,
transportasi serta rujukan ke pusat perawatan definitif.(34)
Sistem tersebut terdiri dari unsur-unsur meliputi :
a. Transportasi Ambulans, pesawat, dsb
b. Personalia Medical First Responders, teknisi medis gawat darurat, paramedis, perawat
c. Sistem komunikasi komunikasi 2 arah untuk memungkinkan informasi mengenai gawat
darurat dan korban dapat dikirim serta instruksi mengenai perawatan dapat diterima.

20

d. Pengawasan medis komunikasi 2 arah secara on line dengan dokter spesialis yang
bertugas atau melalui off line protokol mengenai perawatan yang harus diikuti pada
penanganan gawat darurat. 3 komponen utama dalam sistem off line yaitu pengembangan
protokol, jaminan medis serta pendidikan yang sedang berlangsung.
e. Peralatan dan bahan-bahan meliputi semua bahan yang dibutuhkan untuk respon gawat
darurat
f.

Legislasi dan advokasi peraturan tindakan pengobatan pra hospital. Juga menyediakan
check and balance untuk perawatn standar tinggi yang dibutuhkan.

g. Sistem perawatan trauma regional


h. Insiden korban masal

D. Sistem logistik dan persediaan(35)


Sistem juga harus memperhitungkan kebutuhan persediaan dan obat-obatan serta perawatan
inventory, penyimpanan, pengeluaran dan pengontrolan.

Setiap fasilitas kesehatan ada tingkat

rujukan pertama harus mempertahankan fasilitas bank darah yang adekuat,


penyimpanan dan manajemen darah dan produk darah.

khususnya untuk

Bila bank darah tidak ada, maka sumber-

sumber produk darah yang memungkinkan harus diidentifikasi dan diatur sistemnya agar dapat
mengadakan dengan cepat dalam kondisi emergensi.
Ketersediaan utilitas seperti air, listrik dan gas medis sangat penting pada operasional harian
RS dan fasilitas kesehatan. Penyediaan air harus aman dan harus ada alternatif sumber air seperti
untuk pemadam kebakaran atau tank penyimpan.

Konsumsi air harian di fasilitas kesehatan

diperkirakan 5 liter untuk pasien rawat jalan dan 60-100 liter untuk pasien rawat inap.Tambahan
lainnya yaitu untuk laundry, air toilet dan kebutuhan lainnya.
Hal penting lainnya adalah ketersediaan sumber tenaga alternatif untuk penerangan dan operasi
saat terjadi kerusakan listrik pada waktu emergensi.Idealnya, terdapat generator yang mampu
menyediakan minimal 50-60% dari kebutuhan listrik normal RS tersebut.
Penyediaan gas medis vital untuk survival sejumlah pasien dir RS tersebut tapi juga bisa
menjadi sumber bahaya bila tidak dikelola dengan baik.Tank atau pipa gas medis harus diperiksa
secara rutin untuk memastikan mereka masih dalam kondisi baik.Khusus untuk pipa gas, sebaiknya
ada katup pengaman untuk mencegah ledakan.
E. Sistem keamanan dan keselamatan(35)
Sistem keselamatan mencakup keberadaan rambu-rambu/petunjuk arah evakuasi dan peralatan
pemadam kebakaran.Hal ini untuk mencegah kebingungan dan panik saat emergensi yang dapat
menyebabkan terjebaknya orang-orang dalam ruangan yang tertutup.
Detektor asap dan sistem alarm kebakaran juga penting untuk respon cepat pada kebakaran.
Selain itu harus ada koordinasi dengan Dinas Pemadam Kebakaran setempat untuk menyusun
pedoman terkait penempatan yang tepat untuk detektor api dan peralatan pemadam kebakaran.
Selama kedaruratan, keamanan harus diperketat di lokasi berisiko tinggi pada fasilitas seperti
pintu masuk dan keluar utama, tempat penyimpanan untuk mengontrol bahan-bahan kimia serta area
yang menyimpan peralatan medis mahal.

21

II. SAAT TANGGAP DARURAT


2.1 Deteksi (36)
Beberapa jenis bencana mudah terdeteksi kehadirannya seperti angin kencang dan gempa
bumi.

Namun ada beberapa jenis bencana yang tidak terdeteksi atau terlambat diketahui

kedatangannya seperti saat serangan teroris berupa surat yang berisi kuman anthrax baru disadari
beberapa hari kemudian. Poin utamanya adalah bahwa para responder harus waspada dengan situasi
dan mengenali tanda-tanda terjadinya bencana.Ketika paramedis ada dalam bioskop melihat ada asap
yang tiba-tiba muncul sehingga menyebabkan orang-orang tersedak, mengeluarkan air mata dan air
liur, mengeluarkan urin dan faeces tidak terkontrol, mereka harus mencurigai telah terjadi serangan
agen syaraf dan tidak memasuki area hingga tim HAZMAT menyatakan area tersebut telah aman.
II.2

Membangun HEICS (Hospital Emergency Incident Command System)


HEICS adalah ICS yang diterapkan untuk gawat darurat atau bencana di RS.(34)Perlu dicatat
bahwa setiap keterlambatan 5 menit untuk membangun struktur ICS pada saat bencana, maka
dibutuhkan tambahan waktu 30 menit untuk mendapatkan situasi yang terkontrol kemudian. (36)
Sejauh mana HEICS tersebut diaktifkan ditentukan oleh Komandan Insiden.Umumnya sejauh
mana aktivasi tersebut ditentukan oleh sifat dan ruang lingkup dampak dari bahayaserta permintaan
yang disampaikan pada operasional RS.(34)
Untuk melaksanakan HEICS diperlukan tempat yang dijadikan Pusat Komando RS.Untuk itu
perlu diidentifikasi minimal 2 lokasi.Satu tempat berada di dekat kantor eksekutif RS. Sedangkan 1
tempat lainnya terletak jauh dari RS dengan pertimbangan apabila diperlukan evakuasi RS secara
keseluruhan.(34)
Sarana yang harus dimiliki Pusat Komando tersebut antara lain telpon, faksimili, telpon
genggam dan batere tambahan, radio komunikasi, radio dan televisi, peta, generator, toilet dengan
tempat cuci tangan, makan dan minuman, papan tulis dan alat tulis dan lampu senter. (34)
2.3 Skema Keamanan dan Keselamatan
Hal yang paling penting bagi para responder adalah keselamatan diri sendiri dan tim. Bila
responder cedera, maka situasi akan bertambah buruk. Saat terjadi bencana, sangat penting untuk
menetapkan perimeter keamanan untuk mengontrol keluar masuk ke lokasi bencana. Contohnya
adalah sewaktu terjadi serangan teroris, di mana ada kemungkinan material yang digunakan masih
berada di lokasi bencana.Begitu pula saat terjadi serangan kimia, orang yang terkontaminasi dapat
mengkontaminasi orang-orang lainnya.(36)
Keputusan untuk melakukan evakuasi merupakan pilihan yang sulit.

Pasien sebaiknay

dievakuasi hanya dalam kondisi yang benar-benar terpaksa di mana pasien dan petugas kesehatan
dalam kondisi yang lebih berbahaya bila tetap berada di tempat semula dibandingkan bila
dievakuasi . Di Amerika penilaian risiko tersebut sebagaimana laporan General Accounting Office
(GAO) pada kongres pada tanggal 16-2-2006yang berjudulDisaster Preparedness: Preliminary
Observations on the Evacuation of Hospitals and Nursing Homes Due to Hurricanes. Ditetapkan:
Administrators memperhitungkan beberapa isyu ketika memutuskan untuk melakukan evakuasi atau
tetap berada di tempat (shelter in place), yaitu tersedianya sumber-sumber daya yang adekuat untuk
shelter in place, risiko pada pasien ketika memutuskan untuk evakuasi, tersedianya saranan

22

transportasi untuk memindahkan pasien dan lokasi tempat pemindahan pasien tersebut dan kerusakan
pada fasilitas atau infrastruktur komunitas.

Banyak pasien memiliki mobilitas yang terbatas dan

beberapa di antaranya sedang mendapatkan sarana penunjang hidup seperti oksigen, ventilatro atau
IV pumps. Memindahkan pasien-paseien ini cukup sulit dan membutuhkan staf yang sangat terlatih.
(37, 51, 52)
Seluruh petugas memegang peranan penting dalam implementasi evakuasi.Keputusan
implementasi evakuasi ditetapkan oleh Komandan Insiden.Dan saat hal tersebut ditetapkan maka
bagian/departemen komunikasi di RS harus diberitahu sehingga dapat mengaktivasi kode mereka dan
mengumumkan pada petugas yang telah ditetapkan dalam perencanaan.

Petugas RS dalam upaya

penyelamatan jiwa akan memerintahkan evakuasi (baik horizontal maupun vertikal) saat situasi
mengancam jiwa. Tujuannya adalah untuk memindah pasien dan petugas ke lokasi yang aman.(51)
2.4 Menilai Ancaman (36)
Elemen kunci dalam penilaian ancaman adalah isyu tentang personal protectiveequipment
(PPE).Dalam situasi potensi HAZMAT, diperlukan PPE yang memadai sebelum seseorang memasuki
hot zone.
Ada sejumlah ancaman potensial yang harus selalu diwaspadai terus menerus, termasuk
ancaman kimia (seperti gas syaraf dan klorin), ledakan kedua, perluasan dari api dan gas, banjir,
struktur yang tidak stabil (khususnya setelah ledakan atau gempa bumi) serta ancaman radiasi.
Penilaian yang adekuat diperlukan untuk menentukan sumber-sumber daya yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan operasional penanggulangan bencana.Sayangnya sistem komunikasi di lokasi
bencana seringkali tidak memadai sehingga sangat penting untuk melakukan perencanaan yang
memadai untuk setiap kontigensi yang memungkinkan.
2. 5 MengelolaMass Casualties Incident (MCI)
Mass casualty incident(MCI) atau Insiden korban massal, adalah segala kejadian yang
menyebabkan jumlah korban dalam jumlah besar hingga membutuhkan pelayanan di luar kapasitas
normal pelayanan kesehatan yang tersedia. Umumnya setelah MCI, respon terlambat karena
komunikasi yang tidak adekuat. Selain itu, kemampuan petugas dalam menentukan prioritas pasien
yang harus ditangani terlebih dahulu serta transportasi yang tidak memadai juga merupakan
penyebab tidak optimalnya penanganan korban.(45)
Contoh nyata MCI adalah ketika tsunami menimpa Thailand pada akhir tahun 2004, pada 3
hari pertama sebanyak 11.000 korban cedera dirawat di 6 RS utama di Provinsi Phang Nga, Phuket
dan Krabi. Sebanyak 3.000 di antaranya harus dirawat, padahal kapasitas tempat tidur yang tersedia
adalah 1.400. Dalam 3 hari, sebanyak 1.500 operasi harus dilaksanakan, sementara ruang operasi
yang tersedia hanya sebanyak 33 ruangan. Pemerintah Thailand meminta bantuan dari tim kesehatan
negara-negara asal turis-turis di Thailand yang menjadi korban untuk memberi dukungan
penanganan, psikologi, penilaian untuk evakuasi serta evakuasi secepatnya ke negara asal.(53)
Triase merupakan salah satu strategi penanganan paling penting dalam kondisi MCI.Definisi
triase adalah memilah serta menentukan prioritas pelayanan kesehatan bagi korban berdasarkan
derajat cedera atau penyakit serta kemungkinan untuk bertahan.Konsep ini mengutamakan pasienpasien yang dianggap paling bisa diselamatkan dan memiliki kondisi medis yang sangat

23

mendesak.Triase merupakan salah satu kegiatan paling penting dalam mengelola MCI dengan tujuan
untuk memberikan yang terbaik bagi dengan jumlah sebanyak-banyaknya dalam kondisi sumber
daya yang terbatas.(34, 45)
Sebelum penanganan kesehatan lebih lanjut, dilakukan stabilisasi seluruh pasien tersebih
dahulu.Penanganan definitif dapat dimulai setelah tidak ada lagi korban-korban yang datang dan
seluruh korban cedera telah dalam kondisi stabil.(45)
Ada beberapa metode Triase. Pada kondisi korban multipel namun situasinya tidak katastropik
dan RS tidak kepenuhan, dapat digunakan metode START (Simple Triage &Rapid Treatment).
Dalam metode ini petugas memilah pasien dalam jangka waktu 60 detik atau bahkan kurang dengan
memberikan penilaian berdasarkan respirasi, perfusi dan status mental.Setelah triase pasien dapat
dilabel berdasarkan kategorinya yaitu HIJAU (aman), MERAH (membutuhkan pertolongan
secepatnya), KUNING (pertolongan masih dapat ditunda) dan HITAM (meninggal).(34)
Namun dalam kondisi MCI metode triase yang paling efektif adalah metode SAVE (Secondary
Assesment of Victim Endpoint).Penempatan korban ke dalam masing-masing kategori ditentukan oleh
hasil yang diharapkan di lapangan dari statistik luka yang ada.Misalnya ada 2 pasien yang
membutuhkan chest tube untuk pneumothorax.Berhubung hanya ada 1 chest tube, maka chest tube
diberikan pada pasien yang memiliki peluang untuk selamat lebih besar. Kategorisasi SAVE dapat
dibedakan dalam 3 kategori, yaitu :(34)
-

Korban yang akan meninggal tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.

Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang diberikan.

Korban yang akan sangat mendapatkan manfaat dari intervensi lapangan yang terbatas

Metode lainnya yang digunakan untuk kondisi MCI adalah MASS (Move, Asess, Sort and
Send).

Move maksudnya adalah menginstruksikan pada korban-korban di lokasi yang mampu

mendengar instruksi agar pindah ke lokasi tertentu untuk mendapatkan pertolongan. Korban yang
masih berjalan ini dikategorikan sebagai prioritas terendah atau ditandai Hijau.Selanjutnya
diinstruksikan pada para korban yang masih dapat mendengar namun tidak dapat berjalan agar
mengangkat tangan atau kakinya.Korban ini ditandai sebagai korban yang dapat ditunda atau warna
kuning.Sisa di lapangan adalah korban-korban prioritas (tanda merah) atau meninggal (tanda hitam)
dan harus dinilai secara individual.

Penilaian ini menggunakan pendekatan ABC dan bila ia

merupakan korban prioritas maka dilanjutkan dengan menggunakan metode ID-ME mnemonic
(Immediate-Delayed-Minimal-Expectant). (36)
Sistem kode warna yang digunakan untuk Triase tidak selalu sama pada setiap negara. Untuk
itu faktor yang paling penting adalah makna warna yang dipergunakan telah dipahami dan disepakati
oleh seluruh anggota tim penyelamat. Label ini dapat ditaruh di mana saja pada tubuh, namun lebih
tepat dipasang pada pergelangan tangankanan bagi korban yang bisa bejalan atau pergelangan kaki
kanan bagi korban yang tidak bisa berjalan. (34)
Petugas triase akan memeriksa dengan hati-hati pada tiap kelompok pasien dan mengambil
keputusan berdasarkan faktor-faktor lainnya (contoh : usia, status kesehatan secara keseluruhan atau
perubahan dalam kondisi fisik). Ada beberapa ketentuan dalam triase, yaitu : (45)

24

Pada kasus yang dengan kategori perbatasan, pilih kategori yang lebih mendesak.

Anak-anak lebih diprioritaskan dibandingkan orang dewasa pada kategori triase yang sama.

Prioritaskan petugas kehatan dan keluarganya untuk meminimalisir kecemasan dan


memfasilitasi respon yang efisien.

Korban yang histeris lebih diprioritaskan dibandingkan kondisi medisnya. Hal ini karena sangat
penting untuk menjaga situasi tenang di lokasi bencana..
Untuk dapat menguasi manajemen MCI dimulai dengan mempersiapkan sumber daya serta

prosedur standard di lapangan dan RS. RS dengan petugas yang terbatas akan kesulitan untuk
mengikuti pelatihan manajemen MCI reguler. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah berfokus pada
hal-hal sebagai berikut :(45)
-

Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi rutin untuk kejadian yang mendadak, insiden
dalam skala kecil (contoh : kecelakaan mobil atau kecelakaan di rumah).

Prosedur

penyelamatan yang sama dalam melakukan MCI dilakukan sebagai kegiatan emergensi rutin.
-

Koordinasi dengan unit emergensi lainnya seperti kepolisian, pemadam kebakaran, ambulans,
RS lainnya, dll)

Memastikan transisi yang cepat dari pelayanan emergensi rutin menuju manajemen MCI.

Menetapkan prosedur standar untuk menangani segala insiden (skala kecil maupun besar),
pencarian dan pertolongan, pertolongan pertama,triase, sistem rujukan dan pelayanan di RS.

Prosedur MCI sebaiknya diadaptasi ke situasi lokal terkait skill staf, transport dan komunikasi,
persediaan dan peralatan. Standarisasi aktivitas emergensi rutin akanmembuat tim menjadi lebih
efisien serta dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menangani korban MCI.

Membangun koordinasi yang baik antar unit emergensi (polisi, petugas pemadam kebakaran dan
petugas kesehatan) untuk merespon MCI. Kit standar untuk triase disiapkan dan melakukan
gladi secara reguler.

Latihan dan gladi untuk merespon MCI sangat penting untuk efektivitas penanganan dan
kesuksesan koordinasi dilapangan tanpa rasa panik.Hal ini juga sudah dirasakan oleh RS Krabi di
Thailand Selatan pasca terjadinya tsunami pada tahun 2004. Walaupun korban yang datang 10 kali
lipat dibandingkan perencanaan RS mereka, namun karena mereka telah terlatih dan memiliki
pengetahuan yang cukup hingga mereka dapat menetapkan strategi-strategi yang tepat untuk
menyelamatkan jiwa para korban. Kekuatan dalam merespon adalah RS tersebut adalah dengan tidak
menghitung berapa peralatan dan sumber daya yang mereka punya, namun bagaimana
menyelesaikan berbagai tantangan..(54)
2.6 Perluasan Kapasitas RS(55)
Konsep familiar untuk RS saat MCI adalah memperluas kapasitas yatiu kemampuan untuk
memperluas diri secepatnya di bawah kondisi pelayanan normal untuk mencapai peningkatan
kebutuhan pelayanan kesehatan.Namun karena kemampuan untuk memperluas kapasitas fungsional
terbatas, sehingga sangat penting bagi RS untuk menjalin kerjasama dengan organisasi lainnya untuk
lokasi perawatan pasien saat MCI.
Berikut ini contoh dari jenis-jenis fasilitas yang dapat menjadi perluasan RS dalam kondisi MCI :

25

a.

Shuttered hospital (RS tertutup).

Direkomendasikan bila kondisi MCI tersebut

membutuhkan karantina untuk mencegah penyebarluasan penyakit atau agen infeksius.


b. Fasilitas yang memungkinkan.

Fasilitas ini bukan bangunan medikal, namun karena

ukuran dan jaraknya maka dapat digunakan sebagai perluasan RS. Contoh : arena sport,
convention center, veterinary hospital atau hotel.
c. Mobile medical facilites. Contohny adalah 18-wheel truck yang dapat didesain secepatnya
sebagai ruang operasi dan ICU saat MCI.
d. Portable facilities. Unit-unit ini, atau nama lainnya hospital in a box, adalah peralatan
lengkap, bisa dibawa-dibawa sehingga dapat menangani korban secepatnya.
III.

PASCA BENCANA (PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI)


Setelah respon yang cepat saat bencana, perlu dipersiapkan rencana jangka panjang untuk

proses pemulihan. RS yang mengalami kerusakan akibat bencana harus dibangun kembali serta
dikembalikan fungsi operasionalnya. RS yang rusak tersebut dievaluasi untuk memastikan bahwa
gedung tersebut masih layak pakai.

Upaya pemulihan lainnya yaitu proses demobilisasi tenaga

kesehatan yang diperbantukan ke RS serta pemulihan kesehatan mental para korban dan petugas
kesehatan. (36, 52)
Manajemen korban yang meninggal dunia merupakan bagian dari kegiatan pemulihan.Dalam
manajemen ini perlu memperhatikan aturan hukum yang berlaku sehingga perlu berkoordinasi
dengan kepolisisan setempat. Kegiatan manajemen korban meninggal meliputi proses identifikasi
korban, keselamatan petugas yang menangani korban khususnya korban akibat pandemi atau bahanbahan CBRN serta penanganan masalah psikologis petugas yang menangani para korban meninggal
tersebut. (34)
II. TEORI KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASINYA
Diantara beberapa pengertian tentang kebijakan, Thomas R. Dye (1955) memberikan
pengertian sederhana tentang kebijakan yaitu segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa
mereka melakukan dan hasilnya yang membuat suatu kehidupan berbeda.(56)Segala sesuatu yang
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, diputuskan berdasarkan alasan tertentu untuk
merealisasikan tujuan negara adalah kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah.
Keputusan Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit bahwa salah satu fungsi Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan
paripurna dan memberikan perlindungan bagi keamanan dan keselamatan, merupakan kebijakan
untuk melakukan sesuatu. Tujuan yang ingin dicapai jelas yaitu untuk mengubah sistem pelayanan
kesehatan menjadi lebih baik bagi kepentingan masyarakat.
Kebijakan merupakan suatu proses yang berbentuk siklus dan biasanya dimulai dengan
mengidentifikasi

masalah-masalah.

Selanjutnya

menentukan

kriteria

untuk

mengevaluasi

permasalahan yang ditemukan.Setelah berbagai masalah dievaluasi, kemudian ditentukan alternatifalternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.Alternatif kebijakan diseleksi untuk mendapatkan
kebijakan yang paling tepat dan selanjutnya diterapkan di lapangan. Implementasi kebijakan tersebut
kemudian dievaluasi untuk menilai apakah langkah yang diambil sudah tepat atau belum, dan proses
lahirnya kebijakan kembali dimulai dari awal. Salah satu model proses kebijakan dijelaskan oleh
Patton dan Savicky sebagai berikut: (56)

26

Define the p

Implement the preferred policy

Select preferred policy

Evaluate alterna

Implementasi kebijakan, menurut Riant Nugroho, adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. (56) Berdasarkan definisi ini, implementasi diartikan sebagai tindak lanjut dari
sebuah kebijakan. Oleh karena itu, lebih lanjut, Riant Nugroho (2009) menyatakan bahwa ada dua
langkah untuk mengimplementasikan kebijakan, yaitu implementasi dalam bentuk program dan
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan kebijakan tersebut. (56)
DefinIsi lainnya yang berbeda diungkapkan oleh DeLeon (1999), implementasi adalah
perbedaan antara harapan dan hasil dari suatu kebijakan.(57) Sesuai definisi ini, implementasi lebih
diartikan pada kesenjangan yang timbul antara tujuan yang ingin dicapai dengan fakta yang ada.
Implementasi tidak hanya sekedar diartikan sebagai tindak lanjut dari suatu kebijakan tetapi lebih
jauh mengukur apakah tindak lanjut tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau tidak.
Kebijakan tentang fasyankes yang aman telah dirumuskan dan diputuskan oleh pemerintah
dalam berbagai bentuk peraturan perundangan, mulai dari undang-undang sampai pada pedoman
yang bersifat teknis. Kebijakan-kebijakan terkait fasyankes yang aman dikeluarkan oleh sektor
terkait sesuai fungsi dan tugasnya, seperti Kementerian Pekerjaan Umum menerbitkan aturan
mengenai standar bangunan untuk pelayanan atau fasilitas umum, standar bangunan di daerah rawan
bencana, dan lain-lain. Kementerian Kesehatan pun telah menyusun peraturan tentang fasyankes,
standar pelayanan minimal di fasyankes, standar keselamatan pasien, dan lain-lain yang terkait.
Berdasarkan

pengertian

implementasi

oleh

Riant

Nugroho,

pemerintah

sudah

mengimplementasikan kebijakannya yang berupa Undang-Undang dengan membuat turunannya,

27

baik peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait, dan diturunkan lagi dalam bentuk pedoman.
Bentuk implementasi lainnya yang perlu dilihat adalah program kerja pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya yang mengejawantahkan kebijakan di lapangan.Seperti kebijakan terkait fungsi
rumah sakit dalam memberikan perlindungan bagi keselamatan karyawan, pasien, dan
pengunjung.Fasyankes seharusnya memiliki program terkait kebijakan pemerintah tersebut, begitu
pula dengan Pemerintah dan pemerintah daerah terkait fungsi pembinaan dan pengawasan jalannya
suatu kebijakan.
Pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan yang telah dirumuskan dengan
menggunakan sumber daya yang dimiliki.Menurut Howlett dan Ramesh, terdapat dua hal dalam
sistem pemerintahan yang memiliki dampak besar pada kemampuan suatu negara untuk merumuskan
dan mengimplementasikan kebijakan, yaitu otonomi dan kapasitas.Otonomi dalam hal ini diartikan
sebagai kemampuan institusi pemerintah untuk menolak kelompok-kelompok yang berkepentingan
dan kemampuan pemerintah bertindak secara wajar sebagai penguasa jika terjadi perbedaan
kepentingan.Pemerintahan tidak dapat netral dalam soal-soal politik tetapi politik harus dijalankan
dengan tujuan memperbaiki kesejahteraan rakyat, tidak untuk merespon dan melindungi kelompok
tertentu yang memiliki kepentingan terselubung.Sedangkan kapasitas merujuk pada kemampuan
sistem pemerintahan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.Hal ini terlihat dari
keahlian, sumber daya dan kesatuan dari alat-alat pemerintahan.(57)
Kapasitas dari perangkat pemerintah termasuk di Kementerian Kesehatan terlihat dalam
menyusun dan mengimplementasikan suatu kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai aspek
yang berdampak pada tingkat nasional. Begitu pula dengan perumusan kebijakan terkait fasyankes
aman, di dinas kesehatan dan di fasyankes yang merumuskan kebijakan teknis (implementasi
kebijakan Kemenkes) dan spesifik sesuai risiko yang berpotensi terjadi dalam wilayah
tanggungjawabnya.
Kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah sudah seharusnya melihat otonomi suatu daerah
sehingga kebijakan tersebut dapat diadopsi oleh pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
fasyankes aman.Otonomi daerah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam
melaksanakan wewenang yang dilimpahkan Pemerintah untuk mengatur urusan pemerintahan atau
lebih dikenal dengan desentralisasi. Terdapat berbagai argumentasi terkait desentralisasi dan
pengambilan kebijakan, yaitu:(58)
1. desentralisasi mengantar kebijakan lebih dekat kepada masyarakat yang dilayani sehingga akan
melibatkan partisipasi masyarakat,
2. desentralisasi mengantar kebijakan publik lebih dekat pada service provider di lapangan,
3. desentralisasi membawa potensi yang lebih besar untuk kolaborasi multisektor dan multiagensi
pada tingkat pemberi layanan yang lebih rendah daripada melalui kontrol pusat,
4. desentralisasi dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam mengatur keuangan (pembiayaan),
5. desentralisasi dapat menciptakan efisiensi dalam menyelenggarakan pelayanan.

28

BAB III
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
1.1 Kerangka Teori
Bagan 1. Kerangka teori
Peraturan perundangan (Policy)

Turunan
peraturan
perundangan

Program

Penganggara
n

(Work
decission)
Pelaksanaan
Program

(Budgeting)
Pengendalian
(Controlling)

FASYANKES YANG AMAN

P ra
B e
n ca
n a

Evaluasi

S a a t
Ta n g g
a p
D a ru r
a t

(Evaluation
)

Outcome
Menurunnya jumlah
korban meninggal dan
cedera akibat bencana
internal dan eksternal

Proses pengimplementasian kebijakan fasyankes aman melalui perumusan peraturan perundangan


dan penyusunan program fasyankes aman. Program-program tersebut antara lain pembangunan fisik,
penyiapan sarana dan prasarana, penyiapan sumber daya manusia, dan pengembangan sistem. Programprogram tersebut agar dapat terlaksana perlu didukung oleh penyediaan anggaran.Dalam pelaksanaan
program-program tersebut perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan agar memperoleh manfaat yang
optimal. Keseluruhan proses tersebut diselenggarakan diatas pondasi manajemen fasyankes aman baik
secara teoritis maupun best practices.

3.2 Kerangka Konsep


29

Variabel independen pada penelitian ini adalah kebijakan dan program nasional pemerintah
Indonesia terkait penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana serta kerangka
kerja internasional. Sedangkan Variabel dependen pada penelitian ini adalah point-point
kesenjangan yang didapatkan. Jelasnya dapat dilihat pada bagan 1 berikut ini.
Bagan 2
Kerangka Konsep Penelitian

ANALISIS
KESENJANGAN
UPAYA
KESEHATAN
PENELITIAN DAN
PENGEMBANGA
N KESEHATAN
PEMBIAYAAN
KESEHATAN

KEBIJAKAN DAN
PROGRAM NASIONAL
INDONESIA

SUMBER DAYA
MANUSIA
KESEHATAN

KERANGKA
KERJA
INTERNASIONAL

SEDIAAN
FARMASI, ALAT
KESEHATAN DAN
MAKANAN
MANAJEMEN,
INFORMASI DAN
REGULASI
KESEHATAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

Tidak ada

ADA/TIDAK
KESENJANGAN

Ada

KAJI
ULANG/
CARI
REFERENSI
LAINNYA

IDENTIFIKASI POIN-POIN
KESENJANGAN

30

3.3. Definisi operasional dari kerangka konsep


No

Uraian

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Hasil sintesa dari :

1.

2.

3.

1.UU
berikut
beserta
turunannya
baik
PP,
Perpres, Permen (Tidak
1.Telaah peraturan
termasuk Perda) :
perundangan dan
- UU No. 24 / 2007
program kemudian
- UU No. 36 / 2009
mengidentifikasi
- UU No. 44 / 2009
poin-poin peraturan
- UU No. 4 / 1984
yang terkait dengan
- UU No. 7 / 2012
penelitian serta
- UU No. 28 / 2002
mengidentifikasi
turunan-turunannya
(bila ada)
2.Peraturan
/
Keputusan
2.Telaah
turunanMenteri/setingkat menteri
turunan dari
yang
terkait
dengan
peraturan
penyelenggaraan
perundangan dan
Kebijakan dan
fasyankes
yang
aman
program serta
terhadap bencana yang
program
mengidentifikasi
bukan merupakan turunan
nasional
poin-poin yang
dari
peraturan
Indonesia
terkait dengan
perundangan
di
atas,
penelitian
berdasarkan
hasil
pencarian informasi pada 3.Poin-poin yang terkait
diklasifikasi dalam
institusi
terkait
tabel yang telah
(Kemenkes, Kemen PUditetapkan
Pera dan BNPB)
4.Hasil
pengklasifikasian
disintesa untuk
3.Rencana jangka panjang dan
mendapatkan
menengah nasional serta
kesimpulan konsep
rencana jangka menengah
yang dimaksud dari
tahun 2005-2019, rencana
berbagai peraturan
strategi tahun 2005-2019,
perundangan dan
LAKIP tahun 2005 - 2014
program tersebut.
yang
dikeluarkan
oleh
Kemenkes, Kemen PUpera,
BNPB
terkait
program fasyankes yang
aman terhadap bencana

Analisis
Kesenjangan

Proses pengidentifkasian
ketidaksesuaian antara
kebijakan dan program
nasional dengan best
practices

a. Kerangka Kerja Sendai untuk


Pengurangan
Risiko
Bencana 2015 2030
b.Comprehensive
Safe
Hospital Framework WHO ;
Kerangka kerja
c. Kathmandu Declaration on
internasional
Protecting Health Facilities
from Disasters.
d.Sphere
Project,
Humanitarian charter and
minimum Standards in
Humanitarian Response
Upaya
pengelolaan upaya
Kesehatan
kesehatan
yang terpadu,
berkesinambungan,
paripurna, dan berkualitas,

Telaah dokumen

Telaah dokumen

Telaah dokumen

1.
2.
3.

Tabel
Alat
pengola
h data
Pedoma
n telaah
dokume
n

Teridentifikasinya
konsep kebijakan
dan program
pemerintah
Indonesia terkait
penyelenggaraan
Fasyankes yang
aman terhadap
bencana

Pedoman
telaah
dokumen

Teridentifikasinya
hal-hal yang tidak
sesuai antara
kebijakan dan
program dengan
best practices

Pedoman
telaah
dokumen

Teridentifikasinya
kerangka kerja
internasional
terkait fasyankes
yang aman
terhadap bencana

Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional

Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait upaya
kesehatan

meliputi upaya peningkatan,


pencegahan, pengobatan,
dan
pemulihan, yang
diselenggarakan guna

31

No

Uraian

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

menjamin tercapainya
derajat
kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Memiliki
4 subsistem yaitu : 1. upaya
kesehatan, 2. fasyankes, 3.
sumber daya upaya
kesehatan dan pembinaan
dan 4. pengawasan upaya
kesehatan
pengelolaan penelitian dan
pengembangan,
pemanfaatan dan
penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan
yang

Penelitian dan
pengembanga
n kesehatan

diselenggarakan dan
dikoordinasikan guna
memberikan data kesehatan
yang berbasis bukti untuk
menjamin tercapainya
derajat kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya. Memiliki 4
subsistem yaitu : 1.
biomedis dan teknologi
dasar kesehatan, 2.
teknologi terapan kesehatan
dan epidemiologi klinik, 3.
teknologi intervensi
kesehatan masyarakat dan
humaniora, 4. kebijakan
kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat.

Telaah dokumen

Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional

Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait penelitian
dan
pengembangan
kesehatan

Telaah dokumen

Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional

Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait pembiayaan
kesehatan

pengelolaan berbagai upaya

Pembiayaan
Kesehatan

SDM
Kesehatan

penggalian, pengalokasian,
dan pembelanjaan dana
kesehatan untuk
mendukung
penyelenggaraan
pembangunan kesehatan
guna mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Memiliki
3 subsistem yaitu : 1. Dana;
2. Sumber daya; 3.
Pengelolaan dana kesehatan
Pengelolaan upaya
pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan, yang
meliputi: upaya
perencanaan, pengadaan,

Telaah dokumen

Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional

Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait SDM
Kesehatan

pendayagunaan, serta
pembinaan dan pengawasan
mutu sumber
daya manusia kesehatan
untuk mendukung
penyelenggaraan
pembangunan kesehatan
guna mewujudkan derajat

32

No

Uraian

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya. Terdiri dari 3
subsistem, yaitu : 1. SDM
kesehatan, 2. SDM
pengembangan dan
pemberdayaan SDM
kesehatan. 3.
Penyelenggaraan
pengembangan dan
pemberdayaan SDM
kesehatan
pengelolaan berbagai upaya
yang menjamin keamanan,
khasiat/

Sediaan
farmasi, alkes
dan makanan

manfaat, mutu sediaan


farmasi, alat kesehatan, dan
makanan. Terdiri dari 5
subsiste, yaitu : 1. Komoditi;
2. Sumber daya; 3.
Pelayanan kefarmasian; 4.
Pengawasan; 5.
Pemberdayaan masyarakat.

Telaah dokumen

Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional

Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait sediaan
farmasi, alkes dan
makanan

Telaah dokumen

Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional

Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait
manajemen,
informasi dan
regulasi kesehatan

Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait
pemberdayaan
masyarakat

Teridentifikasinya
poin-poin
kesenjangan

Manajemen,
informasi dan
regulasi
kesehatan

pengelolaan yang
menghimpun berbagai
upaya kebijakan kesehatan,
administrasi kesehatan,
pengaturan hukum
kesehatan, pengelolaan
data dan informasi
kesehatan yang mendukung
subsistem lainnya dari SKN
guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya. Terdiri dari 5
subsistem yaitu : 1.
Kebijakan kesehatan; 2.
Administrasi kesehatan; 3.
Hukum kesehatan; 4.
Informasi kesehatan; 5.
Sumber daya manajemen
kesehatan

10

Pemberdayaa
n Masyarakat

Pengelolaan
penyelenggaraan berbagai
upaya kesehatan, baik
perorangan, kelompok,
maupun masyarakat secara
terencana, terpadu, dan
berkesinambungan guna
tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Terdiri
dari 4 subsistem yaitu : 1.
Penggerak pemberdayaan;
2. Sasaran pemberdayaan;
3. Kegiatan hidup sehat; 4.
Sumber daya.

Telaah dokumen

Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional

11

Identifikasi
poin-poin
kesenjangan

pengidentifkasian
ketidaksesuaian antara
kebijakan dan program
nasional dengan best
practices

Hasil analisa
kesenjangan

Pedoman
telaah
dokumen

33

34

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metodologi Penelitian
Metode penelitian menggunakan metodesystematical review dari berbagai buku, jurnal serta
artikel internasional maupun nasional. Pencarian dokumen dibatasi tahun 2005-2015 dan
menggunakan bahasa Inggris atau Indonesia.

Dokumen yang didapatkan selanjutnya

melalui 3 tahap proses skrining. Pertama, dokumen diskrining untuk mengeluarkan yang
duplikasi judul. Kedua, dokumen yang ada dipelajari untuk selanjutnya dokumen yang tidak
relevan dikeluarkan. Ketiga, abstrak dari dokumen yang tersisa dipelajari satu persatu untuk
selanjutnya mengeluarkan dokumen yang pada dasarnya tidak relevan, multiple publikasi
dan dokumen dengan data-data yang tidak bermanfaat. Hasil akhir dokumen-dokumen yang
didapatkan menjadi bahan untuk penelitian ini.
Data-data yang dikumpulkan dikelompok-kelompokkan menjadi tabel sebagai
berikut :
URAIAN

KEBIJAKAN DAN
PROGRAM
NASIONAL

KERANGKA
KERJA
INTERNASIONA
L

a. Upaya Kesehatan
b. Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
c. Pembiayaan Kesehatan
d. SDM Kesehatan
e. Sediaan farmasi, alkes dan
makanan
f. Manajemen, informasi dan
regulasi kesehatan
g. Pemberdayaan Masyarakat

Selanjutnya kebijakan nasional dan program nasional dibandingkan dengan kerangka


kerja internasionaluntuk kemudian dicari kesenjangannya. Metode analisis data
menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis.
4.2.

Sumber Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu
melalui pendekatan pengamatan yang cermat dan mendalam atas sebuah fenomena
(kualitatif). Data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber yaitu :
a. Undang-undang serta peraturan turunannya yaitu berupa Peraturan Pemerintah/
Peraturan Presiden/ Peraturan Menteri/ Keputusan Menteri, harus merupakan dokumen
35

asli yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan (baik pusat maupun daerah) baik
hardcopy dan atau unduhan dari internet.
b. Peraturan/Keputusan Menteri/setingkat menteri yang terkait dengan penyelenggaraan
fasyankes yang aman terhadap bencana yang bukan turunan dari peraturan perundangan
di atasnya, harus merupakan dokumen asli yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan
(baik pusat maupun daerah) baik hardocopy dan atau unduhan dari internet. Metode
pencariannya melalui pencarian informasi pada institusi terkait (Kemenkes, Kemen PUPera dan BNPB).
c. RPJP, RPJMN, Renstra, Lakip,didapat dengan hardcopy maupun pencarian di internet
melalui mesin pencari dengan membatasi wilayah yang dicari meliputi Nasional
(Kemenkes, Kemen PU, BNPB) dan internasional (Pemerintah Jepang). Metode
pencariannya melalui pencarian informasi pada institusi terkait.
e. Kerangka kerja internasional yang didapat dari
-

Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 2030

Comprehensive Safe Hospital Framework WHO ;

Kathmandu Declaration on Protecting Health Facilities from Disasters.

Sphere Project, Humanitarian charter and minimum Standards in Humanitarian


Response

36

BAB V
HASIL PENELITIAN

Terdapat 7 UU yang dikaji yaitu :


a. UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan turunannya.
b. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan turunannya
c. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan turunannya
d. UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan turunannya
e. UU No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan turunannya
f. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan turunannya
g. UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan turunannya
Selain itu juga mengkaji Peraturan / Keputusan Menteri/setingkat menteri yang terkait dengan
penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana yang bukan merupakan turunan dari
peraturan perundangan di atas yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes),
Kemen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).

37

HASIL SYSTEMATIC REVIEW 6 UNDANG-UNDANG BERDASARKAN KELENGKAPAN TURUNANNYA YANG RELEVAN DENGAN TUJUAN PENELITIAN :
Turunan : Peraturan/pedoman yang dibuat berdasarkan perintah peraturan perundangan di atasnya dan isi maupun levelnya sesuai dengan perintah tersebut.
Bukan turunan tapi terkait : Secara substansi sama dengan amanat UU/PP/Permen untuk turunan namun bukan turunan langsung karena keluar lebih dulu/ tidak dinyatakan
sebagai turunan/ bentuknya tidak sesuai amanat (misal amanatnya Permen tapi yang dikeluarkan bentukanya Pedoman/Juknis). Atau sebaliknya, tidak ada amanat UU/PP/Permen
tapi menyatakan diri sebagai turunan.
N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan

UU NO. 28/2002
TTG BANGUNAN
GEDUNG

Terdapat 30 turunan
untuk PP.
Turunan
untuk
PP
semua
relevan dengan konten
penelitian

PP No. 36/2005 ttg


Peraturan Pelaksana
UU No. 28/2002

Terdapat
9
turunan Semua amanat turunan telah terakomodasi
untuk
Permen
dan dalam 5 Permen yaitu :
semuanya
relevan
dengan konten penelitia a. Permen PU no. 29/PRT/M/2006 ttg.
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung
b. Permen PU No. 6/PRT/M/2007 ttg
Pedoman
Umum
Rencana
Tata
Bangunan dan Lingkungan
c. Permen PU No. 24/2008 tentang
Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan
Bangunan
d. Permen PU No 16-PRT-M-2010 ttg
Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung
e. Permen PU No 17-PRT-M-2010 ttg
Pedoman Teknis Pendataan Bangunan

Sudah ada

Belum ada

Semua
amanat
turunan
telah
terakomodasi dalam PP No. 36/2005.

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Dalam Permen ini menyatakan sebagai turunan


dari PP 35/2005 namun di PP tsb tidak secara
eksplisit memerintahkan untuk menyusun
ketentuan lebih lanjut mengenai substansi
sebagai berikut :
a. Permen PU No. 30/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan aksesibilitas
pada Bangunan gedung dan lingkungan
b. Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan
Gedung Negara

38

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Gedung
b

Permen PU no.
29/PRT/M/2006 ttg.
Pedoman
Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung

Tidak ada turunan yang


ada adalah juknis yang
menjadi acuan yaitu
Juknis
tata
cara
pemeriksaan bangunan
gedung

Permen
PU
No.
6/PRT/M/2007
ttg
Pedoman
Umum
Rencana
Tata
Bangunan
dan
Lingkungan

Tidak ada turunan

Permen
PU
No.
24/2008
tentang
Pedoman
Pemelihaaraan dan
Perawatan Bangunan

Tidak ada turunan

Permen PU No 16PRT-M-2010
ttg
Pedoman
Teknis
Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung

Permen PU No 17PRT-M-2010
ttg
Pedoman
Teknis

39

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Pendataan Bangunan
Gedung
2

UU NO. 7 TAHUN
2012 TENTANG
KONFLIK SOSIAL

Terdapat
4
turunan
untuk PP. Sebanyak 3
di antaranya relevan
dengan
tujuan
penelitian.

PP No. 2 tahun 2015


tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No.
7 tahun 2012
tentang Penanganan
Konflik Sosial

Terdapat
3
turunan
untuk Permen dan 1
untuk
peraturan
Panglima TNI.
Yang
relevan dengan tujuan
penelitian
adalah
3
turunan untuk Permen

Seluruh amanat UU yang relevan telah


terkomodasi dalam PP No. 2 tahun 2015
tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 7
tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial
Seluruh turunan belum dibuat
yaitu :
a. Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
tata
cara
permintaan dan pemberian
bantuan
pemenuhan
kebutuhan
dasar
sebagaimana pasal 17 diatur
oleh Menteri terkait (pasal
19)
b. Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
tata
cara
permintaan dan pemberian
bantuan
pemenuhan
kebutuhan dasar pengungsi
termasuk kebutuhan spesifik
perempuan, anak-anak, dan
kelompok
orang
yang
berkebutuhan
khusus
sbgmana pasal 22 diatur
oleh menteri terkait. (pasal
25)

40

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

c. Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
peran
serta
masyarakat dalam status
keadaan Konflik diatur oleh
menteri
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan
di
bidang
dalam negeri berkoordinasi
dengan
menteri/pimpinan
lembaga terkait. (pasal 73)
3

UU No. 36 tahun
2009 tentang
Kesehatan

Terdapat 1 turunan
untuk UU, 1 turunan
untuk Perpres, 28
turunan untuk PP dan
20 turunan untuk
Permen. Yang relevan7

PP dan 5 Permen

Dari 7 turunan PP yang relevan dengan a. Dari 5 turunan PP yang Dari 5 Permen turunan yg sesuai tujuan
penelitian, baru 2 yang telah ditetapkan
belum ada, 1 masih draft penelitian ,
ada 2 Permen yang memuat
menjadi PP, yaitu :
(Tata
Cara
Alokasi substansi sesuai permintaan UU 36/2009, yaitu :
Pembiayaan Kesehatan) dan
- PP No. 66/2014 ttg Kesehatan Lingkungan
Pelayanan kesehatan pada bencana
4 belum dibuat yaitu :
- PP No 46 tahun 2014 tentang Sistem
ada
di
Permenkes
64/2013
ttg
- Ketentuan
Perizinan
Informasi Kesehatan
PEnanggulangan Krisis Kesehatan
namun
Fasyankes
ditetapkan
tidak
dinyatakan
kalau
ini
turunan
dari
UU
Pemerintah dan Pemda
- Ketentuan
36/2009
- Upaya identifikasi mayat
Ada di
penyelenggaraan
Keputusan Bersama Menkes RI dan Kapolri
fasyankes (jumlah & jenis
No.
1087/menkes/SKB/IX/2004
No.pol.
fasyankes)
- Standar
pelayanan
Kep./40/IX/2004
tentang
Pedoman
minimal
upaya
Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada
kesehatan
Bencana Massal Namun keputusan bersama
- Standar
mutu
yan
tsb keluar sebelum UU No. 36 /2009
farmasi
b. Dari 5 Permen turunan yg
sesuai tujuan penelitian ,
sebanyak 3 Permen belum

41

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

ada sama sekali, yaitu :


Hak pengguna yankes,
standar pelayanan dan
standar
prosedur
operasional
- Pembinaan
penyelenggaraan
kesehatan
- Pengawasan
penyelenggaraan
kesehatan
-

PP No. 66 tahun
2014 ttg Kesehatan
Lingkungan

Terdapat 8 turunan
untuk Permen dan
semuanyarelevandenga
n tujuan penelitian

7 turunan Permen yang


relevan
dengan
tujuan
penelitian belum ada yang
dibuat

PP No 46 tahun 2014
tentang
Sistem
Informasi Kesehatan

Terdapat 10 turunan
untuk Permenkes dan 4
di antaranya relevan
dengan tujuan
penelitian

Seluruh turunan Permen


yang relevan dengan tujuan
penelitian belum ada yang
dibuat

UU No. 44 tahun
2009 tentang Rumah
Sakit

Terdapat 1 turunan
untuk Perpres, 5
turunan untuk PP, 16
turunan untuk Permen,
dan 1
turunanuntukKepmen.Y
ang relevan dengan
tujuan penelitian

a. 1 turunan untuk PP telah diakomodir a. Peraturan Presiden tentang


dalam PP No. 49 tahun 2013 tentang
Pedoman organisasi RS
b.
Sebagian
kecil
turunan
Badan Pengawas Rumah Sakit
b. Dari 12 turunan tentang Permen,
untuk PP belum dibuat,
sebagian besar telah diakomodir dalam
yaitu :
- Ketentuanlebihlanjutmen
10 Permenkes, yaitu :
- Permenkes No. 2306 thn 2011
genaipembinaandanpeng
tentang
Persyaratan
Teknis
awasanPemerintahdanpe

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian


vektor dan binatang pembawa penyakit telah
ada Permenkesnya, yaitu Permenkes No. 374
tahun 2010 yang keluar sebelum PP no. 66/2014
ada

a. Terdapat 1 SK Menkes dan keluar sebelum


ditetapkannya
UU
No.
44/2009,
yang
substansinya sesuai amanat turunan dari UU
No. 44/2009 mengenai Permen, yaitu SK
Menkes No 58 thn 2009 tentang Pedoman
Penyelenggaraan RS Bergerak
b. Terdapat 1 SK Menkes dan keluar sebelum
ditetapkannya
UU
No.
44/2009,
yang

42

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

yaitu 1 Perpres, 1 PP,


12 Permendan 1
Kepmen

Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah


Sakit
- PermenkesNo. 58 thn 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di RS
- Permenkes No. 340 thn 2010 tentang
: Klasifikasi RS
- PermenkesNo. 147 thn 2010 tentang
Perizinan RS
- PermenkesNo. 69thn 2014 tentang
Kewajiban RS dan kewajiban pasien
- Permenkes No. 12 tahun 2012
tentang Akreditasi RS
- PermenkesNo. 1thn 2012
tentang
Sistem Rujukan Yankes Perorangan
- PermenkesNo. 1691 tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien RS
- PermenkesNo. 10thn 2014 tentang
Dewan Pengawas RS
- PermenkesNo. 82thn 2013 tentang
Sistem Informasi Manajemen RS
c. 1 turunan untuk Permen diturunkan
dalam bentuk Pedoman yaitu :
Ketentuanlebihlanjutmengenaipersyara
tanteknisbangunanrumahsakit.
PedomanbukanPermenkes, yaitu :
Pedoman-pedoman
Teknis
Bangunan dan Prasarana RS tahun
2013
- Pedoman
Penyusunan
Studi
Kelayakan RS
- Pedoman Penyusunan Rencana Induk
RS
- Pedoman Teknis Bangunan RS Ruang

Belum ada
-

merintahdaerah
Ketentuanlebihlanjutmen
genaiprasarana
RS
meliputi instalasi uap,

Bukan turunan langsung tapi terkait *)


substansinya sesuai amant turunan dari UU
No. 44/2009 mengenai Kepmen, yaitu
Kepmenkes No. 496 tahun 2005 tentang
Pedoman audit medisRS.
c. Turunan tentang ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelolaan limbah dan air
Permenkes NO. 1204 tahun 2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS lahir
sebelum UU No. 44/2009
d. Turunan
untuk
ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
ambulans
terdapat
pada
Kepmenkes No. 882 tahun 2009 tentang
Penanganan Evakuasi Medik

43

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada
-

PP No 49 tahun 2013
tentang Badan
Pengawas Rumah
Sakit

Terdapat 2 turunan
untuk Permenkes dan 1
turunan untuk Perka
BPRS. Yang relevan
dengan tujuan
penelitian adalah 1
turunan untuk Perka

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Operasi
Pedoman teknis bangunan RS ruang
perawatan intesif
Pedoman teknis bangunan RS ruang
gadar
Pedoman teknis bangunan RS ruang
rawat inap
Pedoman teknis bgnan RS ruang
rehab medik
Pedoman
Prasarana
RS
sistem
instalasi gas medik dan vakum
medik
Pedoman teknis prasarana RS sistem
instalasi tata udara
Pedoman
teknis
prasarana
RS
Sarana Keselamatan Jiwa
Pedoman teknis bangunan RS yang
aman dalam situasi darurat dan
bencana
Pedoman teknis bangunan RS ruang
sterilisasi sentral
Pedoman sistem proteksi kebakaran
aktif.

Ketentuan
mengenai
Provinsi

lebih
tata kerja

lanjut
BPRS

44

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

BPRS.
b - Permenkes No. 2306
thn 2011 tentang
Persyaratan Teknis
Prasarana Instalasi
Elektrikal
Rumah
Sakit
- PermenkesNo. 58 thn
2014
tentang
Standar Pelayanan
Kefarmasian di RS
- Permenkes No. 340
thn
2010
tentang
:
Klasifikasi RS
- PermenkesNo.
147
thn 2010 tentang
Perizinan RS
- PermenkesNo. 69thn
2014
tentang
Kewajiban RS dan
kewajiban pasien
- Permenkes No. 12
tahun
2012
tentang Akreditasi
RS
- PermenkesNo. 1thn
2012
tentang
Sistem
Rujukan
Yankes Perorangan
- PermenkesNo. 1691
tahun
2011

Tidak ada turunan

45

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

tentang
Keselamatan
Pasien RS
- PermenkesNo. 10thn
2014
tentang
Dewan Pengawas
RS
5

UU No. 4 tahun 1984


tentang
Penanggulangan
Wabah Penyakit
Menular

Terdapat 5 turunan
untuk PP dan 1 turunan
untuk Permen. Yang
relevan dengan tujuan
penelitian adalah
adalah 3 turunan untuk
PP dan 1 turunan untuk
Permen.

PP No. 40 tahun
1991 tentang
Penanggulangan
Wabah Penyakit
Menular.

Terdapat 6 turunan
untuk Permen, dan yang
relevan adalah 5
Permen

a. 3 turunan yang relevan untuk PP telah


terakomodiasi dalam PP No. 40/1991
tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular.
b. 1 turunan untuk Permen telah
terakomodir dalam Permenkes No.
1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis
Penyakit Menular tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangannya.
Substansi 5 turunan untuk Permen, telah ada di
Permenkes No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang
Jenis Penyakit Menular tertentu yang Dapat
Menimbulkan
Wabah
dan
Upaya
Penanggulangannya.
Ke-5 substansi tersebut
yaitu mengenai :
- Tata cara pemusnahan penyebab penyakit
- penanganan secara khusus maupun ketentuan
izin membawa jenazah akibat wabah
- Upaya penanggulangan lainnya dalam rangka
penanggulangan wabah
- Tata cara pengelolaan bahan-bahan yang

46

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)


mengandung penyebab penyakit
- Tata cara pelaporan kegiatan
penanggulangan wabah

Permenkes No.
1501/Menkes/Per/X/2
010 tentang Jenis
Penyakit Menular
tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah
dan Upaya
Penanggulangannya

Terdapat 1 turunan dan


relevan dengan
penelitian yaitu
mengenai penyakit lain
yang dapat
menimbulkan wabah.

pelaksanaan

a. Kepmenkes
No.
1371/Menkes/SK/IX/2005
tentang Penetapan Penyakit Flu Burung (Avian
Influenza) sebagai penyakit yang dapat
menimbulkan
wabah
serta
pedoman
penanggulangannya
b. Kepmenkes
No.
311/Menkes/SK/V/2009
tentang Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1
(Mexican Strain) sebagai penyakit yang dapat
menimbulkan wabah
c. Kepmenkes No. HK 02.02/Menkes/405/2014
tentang Penyakit Virus Ebola sebagai Penyakit
yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangannya

UU No. 24 tentang
Penanggulangan
Bencana

Terdapat 2 turunan
untuk Perpresdan 6
turunan untuk PP. Yang
relevan dengan tujuan
penelitian adalah
4turunan untuk PP

Seluruh turunan untuk PP yang relevan


dengan tujuan penelitian, telah diakomodir
dalam 2 PP, yaitu :
-

PP No. 21 tahun
2008
tentang
Penyelenggaraan
Penanggulangan

Terdapat 6 turunan
untuk Perka BNPB dan
seluruhnya relevan
dengan tujuan

PP No. 21 tahun 2008 tentang


Penyelenggaraan
Penanggulangan
Bencana.
PP No. 22 tahun 2008 tentang
Pendanaan Penanggulangan Bencana.

Seluruh turunan untuk Perka BNPB telah


diakomodir dalam 8 Perka, yaitu :
-

Perka

No.

tahun

2012

tentang

47

N
o

Nama UU dan
turunannya
Bencana.

Amanat turunan

Keterangan Turunan
Sudah ada

penelitian
-

PP No. 22 tahun
2008 tentang
Pendanaan
Penanggulangan
Bencana

Terdapat 2 turunan
untuk Permen
(Permenkeu dan
Permendagri) serta 3
turunan untuk Perka
BNPB. Yang relevan
dengan tujuan
penelitian yaitu 2
turunan untuk perka
BNPB

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Pedoman Umum Pengkajian Risiko


Bencana
Perka No. 3 tahun 2012 tentang
Pedoman Penilaian Kapasitas dalam
Penanggulangan Bencana
Perka No. 18 tahun 2010 tentang
Pedoman DIstribusi bantuan logistik &
peralatan penanggulangan bencana
Perka No. 8 tahun 2011 tentang
Standarisasi Data Kebencanaan
Perka No. 10 tahun 2008 tentang
Pedoman Komando Tanggap Darurat
Perka No. 24 tahun 2010 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Operasi
Darurat Bencana
Perka No. 17 tahun 2010 tentnag
Pedoman
Umum
Penyelenggaraan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Perka No. 15 tahun 2011 tentang
Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pasca
Bencana

Seluruh turunan yang relevan telah


diakomodir dalam 2 Perka BNPB yaitu :
- Perka No. 6A tahun 2011 tentang
Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai
pada Status Keadaan Darurat Bencana
- Perka No. 7 tahun 2008 tentang
Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan
Pemenuhan Kebutuhan Dasar

48

N
o

Nama UU dan
turunannya

Amanat turunan

UU No. 36 tahun
2014 tentang Tenaga
Kesehatan

Terdapat 1 turunan
untuk Perpres, 10
turunan untuk PP, 17
turunan untuk Permen
dan 1 turunan untuk
peraturan konsil
masing-masing tenaga
kesehatan. Yang
relevan adalah 6
turunan untuk PP dan 3
turunan untuk Permen.

Keterangan Turunan
Sudah ada

Belum ada

Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Turunan untuk PP :
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
perencanaan
tenaga kesehatan
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
penempatan
tenaga kesehatan
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
penugasan
sebagai
nakes
dalam
keadaan tertentu
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai pendayagunaan
tenaga kesehatan
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai pembinaan dan
pengawasan

a. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan


tenaga kesehatan
akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah. Belum ada PP yang
dimaksud namun substansi tersebut ada pada
Permenkes 1199/2004 tentang Pedoman
Pengadaan
Tenaga
Kesehatan
dengan
Perjanjian Kerja Sarana Kesehatan Pemerintah
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan
dengan penugasan khusus diatur dalam
peraturan Menteri. Terdapat Permenkes No.
9/2013 tentang Penugasan Khusus Nakes
yang ditetapkan sebelum keluarnya UU No.
36/2014

Turunan untuk Permen :


- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
kualifikasi
minimum
tenaga
kesehatan
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
penerapan
standar profesi, standar
pelayanan profesi, SOP

49

PERMEN/PERKA LAIN YANG BUKAN TURUNAN TAPI TERKAIT


DENGAN TUJUAN PENELITIAN
1. Terkait UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana
a. Kepmenkes No. 1361/Menkes/SK/XII/2001 tentang Pedoman Sistem
Peringatan Dini pada Daerah Potensi Bencana
b. Permenkes No. 77 tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Penanggulangan Krisis Kesehatan
c. Kepmenkes No. 783/Menkes/SK/X/2006 tentang Regionalisasi Pusat
Bantuan Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana dan
Kepmenkes No. 1228/Menkes/SK/XI/2007tentang Perubahan Atas
Keputusan Menkes RI No. 783/Menkes/SK/XI/2006.
d. Kepmenkes No. 679/Menkes/SK/VI/2007 tentang Organisasi Pusat
Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional dan Kepmenkes No.
1227/Menkes/SK/XI/2007 tentang Perubahan Atas Keputusan
Menkes RI No. 679/Menkes/SK/VI/2007.
e. Permenkes No. 36 tahun 2014 tentang Penilaiaan Kerusakan,
Kerugian dan Kebutuhan Sumber Daya Kesehatan Pasca Bencana
f. Kepmenkes No. 1786/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Penanganan Masalah Kesehatan pada Bencana Gempa Bumi
g. Kepmenkes No. 1132/Menkes/SK/XI/2009 tentang Penetapan
Peningkatan Kemampuan 100 Rumah Sakit dalam Penanggulangan
Bencana dan Krisis Kesehatan.
h. Kepmenkes No. 1357/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan
Penanganan Pengungsi
i. Kepmenkes
No.
1278/Menkes/SK/2001
tentang
Pedoman
Penyusunan Rencana Kontinjensi Sektor Kesehatan di Provinsi dan
Kabupaten/Kota
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana.
2. Terkait UU 28/2002 tentang Bangunan Gedung dan PP No 36/2005
peraturan/standar yang dijadikan acuan
a. Perpres No 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Gedung Negara
b. Permen PU No 24-PRT-M-2007 tentang Pedoman Teknis Izin
Mendirikan Bangunan
c. Permen PU No 25-PRT-M-2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik
Fungsi Bangunan Gedung
d. Permen PU No 26-PRT-M-2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan
Gedung
e. Permen PU No 25-PRT-M-2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
f. Permen PU No 26-PRT-M-2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
g. Permen PU No 20-PRT-M-2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen
Proteksi Kebakaran di Perkotaan
h. Permen PU No 16-PRT-M-2010 tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan
Berkala Bangunan Gedung
i. Permen PU No 17-PRT-M-2010 tentang Pedoman Teknis Pendataan
Bangunan Gedung
j. Permen PU Nomor 11/Prt/M/2014 Tentang Pengelolaan Air Hujan
Pada Bangunan Gedung dan Persilnya
k. Standard Nasional Indonesia

50

l. Permenkes No. 2306 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis


Prasarana Instalasi Elektrikal Rumah sakit
m. Juknis Tata Cara Pemeriksaan Bangunan Gedung (1998)
n. Pedoman-pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana RS (Kemenkes,
2013)
3. Terkait UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit:
a. Kepmenkes No. 414/Menkes/SK/IV/2007 tentang Penetapan RS
Rujukan Penanggulangan Flu Burung (Avian Influenza)
b. Permenkes
45
tahun
2014
tentang
Penyelenggaraan
SurveilansKesehatan
c. Kepmenkes No.. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
d. Kepmenkes No. 261/Menkes/SK/II/1998 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja
e. Permenkes
No.
949/Menkes/SK/VIII/2004
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini KLB
f. Kepmenkes
No.
300/Menkes/SK/IV/2009
tentang
Pedoman
Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza
g. PMK No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum
h. Kepmenkes
No.
1217/Menkes/SK/XI/2001
tentang
Pedoman
Pengamanan Dampak Radiasi.
4. Terkait UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial :
a. Kepmenkes
No.14/Menkes/SK/I/2002
tentang
Pedoman
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Kedaruratan Kompleks
5. Terkait UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit :
a. Kepmenkes
No.
301/Menkes/SK/VIII/2012
tentang
Tim
Pengembangan Safe Community dan Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Tingkat Pusat
b. Kepmenkes
No.
772/Menkes/SK/VI/2002
tentang
Pedoman
Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by laws)
c. Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
d. Kepmenkes No. 1105/Menkes/SK/IX/2007 tentang Pedomanan
Penanganan Medis Korban Massal Akibat Bencana Kimia.
e. Kepmenkes No. 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang standard IGD RS
f. Kepmenkes No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
g. Kepmenkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit
6. Terkait UU No. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan
a. Permenkes No. 81 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana SDM Kesehatan di tingkat Provinsi, kabupaten/kota serta
rumah sakit
b. Kepmenkes No.
066/Menkes/SK/II/2006 tentang Pedoman
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan dalam
Penanggulangan Bencana

51

DEFINISI-DEFINISI :
o Fasyankes yang aman terhadap bencana adalah fasyankes yang siap
untuk menyelamatkan nyawa serta melanjutkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dasar untuk masyarakat pada saat bencana
o Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
o Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
o Konflik Sosial, /Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik
dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang
berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang
mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga
mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan
nasional.
o Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada
saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan
konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
o Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan
dan sistem peringatan dini.
o Penghentian Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri
kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi
Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta
benda.
o Pemulihan
Pascakonflik
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak
harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
o Ruang lingkup Penanganan Konflik meliputi: Pencegahan Konflik;
Penghentian Konflik; dan Pemulihan Pascakonflik
o Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang
ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan
penanganan permasalahan kesehatan manusia.
o Sistem kesehatan adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan
oleh semua komponen di suatu wilayah secara terpadu dan saling
mendukung guna mendukung guna menjamin tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
o Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang
mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bencana.

o Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan


tindakan pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana.

52

o Pengkajian

risiko
bencana
merupakan
sebuah
pendekatan
untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu
potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung
berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi
dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta
benda, dan kerusakan lingkungan.

53

KAJIAN SUBSTANSI KEBIJAKAN


1. UPAYA KESEHATAN
Merupakan pengelolaan upaya kesehatan yang terpadu,
berkesinambungan, paripurna, dan berkualitas,meliputi upaya
peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan, yang
diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi tingginya.
Terdiri dari 4 unsur, yaitu :
a. Upaya Kesehatan : Peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan
pemulihan, baik pelayanan kesehatan konvensional maupun
pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer)
b. Fasyankes : Alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan yankes, baik peningkatan, pencegahan,
pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah
dan/atau masyarakat serta swasta. Tdd fasyankes perorangan
dan/atau fasyankes masyarakat, yankes tingkat kedua/ sekunder &
yankes tingkat ketiga/ tersier
c. Sumber daya upaya kesehatan : Terdiri dari SDM kesh, fasilitas
kesehatan, pembiayaan, sarana & prasarana, termasuk sediaan
farmasi & alkes, serta manajemen, informasi & regulasi kesehatan
yang memadai guna terselenggaranya upaya kesehatan
d. Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan: dilakukan
secara berjenjang melalui standarisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi,
& penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah bersama dgn
organisasi profesi & masyarakat.
Prinsip-prinsipnya meliputi :
a. terpadu,
berkesinambungan,
dan
paripurnaUpaya
kesehatan bagi masyarakat diselenggarakan secara terpadu,
berkesinambungan, dan paripurna meliputi upaya peningkatan,
pencegahan, pengobatan hingga pemulihan, serta rujukan antar
tingkatan upaya.
b. bermutu, aman, dan sesuai kebutuhanPelayanan kesehatan
bagi masyarakat harus berkualitas, terjamin keamanannya bagi
penerima dan pemberi upaya, dapat diterima masyarakat, efektif
dan sesuai, serta mampu menghadapi tantangan global dan
regional. KN 9 Januari 2012 Verbal Final
c. adil dan merataPemerintah wajib menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di luar
negeri dalam kondisi tertentu.
d. Nondiskriminasi
Setiap
penduduk
harus
mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis, bukan status sosial
ekonomi dan tidak membedabedakan suku/ras, budaya dan agama,
dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan pengarusutamaan
gender serta perlindungan anak.
e. Terjangkau Ketersediaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan
yang bermutu harus terjangkau oleh seluruh masyarakat.

54

f. Teknologi tepat gunaUpaya kesehatan menggunakan teknologi


tepat guna yang berbasis bukti. Teknologi tepat guna berasas pada
kesesuaian kebutuhan dan tidak bertentangan dengan etika dan
norma agama
g. Bekerja dalam tim secara cepat dan tepatUpaya kesehatan
dilakukan secara kerjasama tim, melibatkan semua pihak yang
kompeten, dilakukan secara cepat dengan ketepatan/ presisi yang
tinggi.
A. KEBIJAKAN/PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT FASYANKES
YANG AMAN DALAM RANGKA MENDUKUNG UPAYA KESEHATAN,
SEBAGAI BERIKUT :
No
An
gd

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

Upaya
I. PENINGKATAN DAN PENCEGAHAN
Kesehata
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melakukan
n

upaya pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko


bencana dengan program pembangunan. Kegiatan pengurangan risiko
bencana meliputi pengenalan dan pemantauan risiko bencana,
perencanaan partisipatif penanggulangan bencana, pengembangan
budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana serta penerapan upaya fisik, non fisik dan
pengaturan penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan
Pemda sesuai dengan kewenangannya, meliputi: pengenalan dan
pengkajian ancaman bencana, pemahaman tentang kerentanan
masyarakat (meliputi kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan
fisik dan kerentanan ekologi), analisis kemungkinan dampak bencana,
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan mekanisme
kesiapan dan penanggulangan dampak bencana, alokasi tugas,
kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Perencanaan
penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko
bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam
program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya.
Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan
bencana, Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku
penanggulangan
bencana
untuk
melaksanakan
perencanaan
penanggulangan bencana. Rencana tersebut ditinjau secara berkala.
Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang
menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai
bagian
dari
usaha
penanggulangan
bencana
sesuai
dengan
kewenangannya.
Penyelenggaraan PB bidang kesehatan pada tahap pra krisis bertujuan
untuk peningkatan kapasitas sumber daya kesehatan. Kegiatan meliputi
kegiatan perencanaan penanggulangan bencana bidang kesehatan,
pengurangan risiko bencana bidang kesehatan, pendidikan dan pelatihan,
penetapan persyaratan standar teknis dan analisis penanggulangan
bencana bidang kesehatan, kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan.
Termasuk kegiatan kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas
kesiapsiagaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam penanggulangan
bencana bidang kesehatan dengan melengkapi sarana/fasilitas yang
dibutuhkan serta memfasilitasi penyusunan rencana kesiapsiagaan RS
untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan.
Dalam hal pencegahan konflik, Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya melaksanakan pencegahan Konflik melalui
penyelenggaraan serangkaian kegiatan antara lain peningkatan forum
kerukunan
masyarakat;peningkatan
kesadaran
hukum;sosialisasi

55

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

peraturan
perundang-undangan;
pendidikan
dan
pelatihan
perdamaian;penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau
daerah Konflik;penguatan kelembagaan dalam rangka sistem peringatan
dini;pembinaan
kewilayahan;penguatan/pengembangan
kapasitas
(capacity building);desa berketahanan sosial;penguatan akses kearifan
lokal;penguatan keserasian sosial; danbentuk kegiatan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan Konflik oleh Pemerintah dilakukan kementerian/lembaga dan
oleh pemerintah daerah dilaksanakan satuan kerja perangkat daerah
sesuai dengan kewenangan dan fungsinya. Dalam melaksanakan
pencegahan Konflik, Pemerintah dan pemerintah daerah mengoptimalkan
penyelesaian perselisihan secara damai melalui musyawarah untuk
mufakat & dapat melibatkan peran serta masyarakat. (tokoh agama,
tokoh adat, dan/atau unsur masyarakat lainnya.)
WHO telah mengembangkan konsep Health as a Bridge for Peace atau
kesehatan sebagai jembatan perdamaian. Upaya pelayanan kesehatan
bersifat netral, tidak berpihak dan harus diberikan pada siapa pun tanpa
membedakan SARA. Pada tahap pencegahan konflik, peran sektor
kesehatan yaitu :
- Memelihara kondisi damai dalam masyarakat. Tujuan : Promosi kesehatan
dan perdamaian. Kegiatan : Mengkampanyekan perdamaian,
mengurangi
kesenjangan
dalam
pelayanan
kesehatan,
mengembangkan hak-hak manusia dalam operasional, mencegah
kekerasan yang tidak manusiawi.
- Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai.
Tujuan : pencegahan pertama, mencegah konflik dengan kekerasan.
Kegiatan : memprediksi konflik yang akan terjadi, memperkuat etikaetika pemerintahan, sebagai pelayan, penghubung dan arbitrase.
- Meredam potensi konflik.
Tujuan : pencegahan kedua, mencegah
kekerasan. Kegiatan : pertemuan pemecahan masalah, kerjasama dan
koordinasi kesehataan, pelayanan, penghubung dan arbitrase.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pemerintah wajib menetapkan
standar mutu pelayanan kesehatan.
Untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan
upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya
kesehatan
perseorangan
dan
upaya
kesehatan
masyarakat.
Pembangunan
kesehatan
diselenggarakan
dengan
berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan
norma-norma agama.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk :
menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk jejaring dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan. Setiap Rumah Sakit harus memiliki
organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel. Selai itu setiap Rumah
Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola
klinis yang baik. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit
wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.
Akreditasi Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga independen baik
dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku.
Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan
menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan kerja. Program Keselamatan dan kesehatan kerja
RS bertujuan untuk melindunngi keselamatan dan kesehatan serta
meningkatkan
produktivitas
SDM
RS,
melindungi
pasien,

56

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat serta lingkungan sektiar


RS. Program tersebut meliputi : 1) Pengembangan kebijakan K3RS; 2)
pembudayaan perilaku K3RS, 3) pengembangan SDM K3RS, 4)
Pengembangan pedoman petunjuk teknis dan SOP K3RS, 5) pemantauan
dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja, 6) pelayanan kesehatan
kerja, 7) pelayanan keselamatan kerja, 8) pengembangan program
pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas, 9) pengelolaan
jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya, 10)
pengembangan manajemen tanggap darurat, 11) pengumpulan,
pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3; 12) Review
program tahunan.
Untuk mewujudkan RS yang aman terhadap bencana memerlukan visi
dan komitmen untuk memastikan bahwa RS berfungsi penuh, terutama
selama keadaan darurat dan bencana. Untuk itu perlu melibatkan
berbagai sektor, seperti perencanaan pengoperasian RS, keuangan,
pelayanan publik, arsitektur dan rekayasa dalam menentukan kelemahan
bangunan rumah sakit dan menangani perbaikannya.
Upaya pengurangan risiko di RS diawali dengan identifikasi struktur, non
struktur dan fungsional. Dokumen ini tersedia dalam bentuk daftar
petunjuk yang perlu dipertimbangkan dalam menilai kelemahan RS dan
fasiltias kesehatan. Setelah identifikasi kelemahan-kelemahan, langkah
selanjutnya adalah merencanakan aksi yang dapat dilakukan untuk
mengurangi kelemahan. Untuk fungsional yang harus dinilai adalah : 1)
lokasi dan aksesibilitas; 2) sirkulasi internal dan interoperabilitas; 3)
peralatan & persediaan untuk situasi darurat; 4) Pedoman dan SOP
darurat; 5) sistem logistik dan utilitas; 6) Sistem keselamatan dan
keamanan; 7) sistem transportasi, komunikasi & informasi ; 8) SDM dan
9) Perencanaan untuk situasi darurat dan bencana; 10) Pemantauan dan
evaluasi
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam
rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Untuk melaksanakan
tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM
dan UKP tingkat pertama di iwlayah kerjanya.
II. PENGOBATAN
Pada Saat Tanggap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan)
yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau
Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya. Rencana
penanggulangan
kedaruratan
bencana
merupakan
acuan
bagi
pelaksanaan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana bidang kesehatan pada saat
tanggap darurat bertujuan untuk menangani dampak kesehatan yang
ditimbulkan meliputi: penentuan status keadaan darurat bencana;
penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; pemenuhan
kebutuhan dasar; perlindungan dan pemulihan terhadap kelompok rentan
dan korban; dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital
(termasuk di antaranya Fasyankes). Selain itu juga pengkajian secara
cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya.
Penyelamatan dan evakuasi korban dilakukan dengan memberikan
pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada
suatu daerah melalui upaya: pencarian dan penyelamatan korban,
pertolongan darurat dan evakuasi korban. Pengkajian secara cepat dan
tepat untuk bidang kesehatan disebut Penilaian Cepat kesehatan atau
RHA, dilakukan untuk mengidentifikasi: a. Jenis bencana. B. Waktu
kejadian. C. cakupan lokasi bencana; d. Deskripsi kejadian e. jumlah
korban; f. Fasilitas kesehatan yang rusak; g. gangguan terhadap fasilitas
umum; h. Kondisi santiasi dan kesehatan ligkungan di lokasi
penampungan pengungsi. i. Ketersediaa sumber daya. J. Upaya
penanggulangan yang telah dilakukan. L. Bantuan yang diperlukan dan

57

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

e. Rekomendasi.
Pada kondisi konflik dilakukan tindakan darurat penyelamatan dan
pelindungan korban untuk meminimalisir jumlah korban, memberikan
rasa aman, menghilangkan trauma serta memberikan layanan yang
dibutuhkan bagi korban;
Setiap orang berhak: mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman.
Upaya perlindungan terhadap kelompok rentan dilaksanakan oleh
instansi/ lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB
dan/atau kepala BPBD dengan pola pendampingan/ fasilitasi.
Pelindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan memberikan
prioritas kepada korban bencana yang menderita luka parah serta
kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan,
pelayanan kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan terdiri atas: a.
bayi, balita, dan anak-anak; b. ibu yang sedang mengandung atau
menyusui; c. penyandang cacat; dan d. orang lanjut usia.
Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dan memberikan
bantuan bencana kepada korban bencana dan daerah bertanggung jawab
atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan saat
tanggap darurat bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan ebih lanjut. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan
pelaksanaan
pelayanan
kesehatan
secara
menyeluruh
dan
berkesinambungan pada bencana.
Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah
mempunyai kemudahan akses yang meliputi: a. pengerahan sumber
daya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan logistik; d.
imigrasi, cukai, dan karantina; e. perizinan; f. pengadaan barang/jasa; g.
pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; h.
penyelamatan; dan i. komando untuk memerintahkan sektor/lembaga
Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air
bersih dan sanitasi, pelayanan kesehatan dan pelayanan psikososial.
Jangka waktu pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
disesuaikan dengan masa tanggap darurat bencana yang ditentukan
berdasarkan eskalasi bencana. Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
korban bencana diberikan dengan memperhatikan standar minimal
kebutuhan dasar dengan memperhatikan prioritas kepada kelompok
rentan.
Korban bencana, baik secara individu maupun berkelompok, terutama
untuk kelompok rentan, dapat memperoleh bantuan pelayanan
kesehatan. Bantuan pelayanan kesehatan diberikan dalam bentuk : 1)
Pelayanan kesehatan umum (Pelayanan kesehatan dasar dan Pelayanan
kesehatan klinis);
2) Pengendalian penyakit menular (Pencegahan
Umum, Pencegahan Campak,
Diagnosis dan Pengelolaan Kasus,
Kesiapsiagaan Kejadian Luar Biasa, Deteksi KLB, Penyelidikan & Tanggap
serta HIV/AIDS);
3) Pengendalian penyakit tidak menular (Cedera,
Kesehatan Reproduksi, Aspek Kejiwaan dan Sosial Kesehatan, Penyakit
Kronis). Pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu masyarakat
yang terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi
kesehatan masyarakat.
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi
penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Dilarang menolak dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu. Upaya
kesehatan didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan. .
Nakes tersebut berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
standar pelayanan profesi (ditetapkan oleh organisasi profesi dan

58

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

disahkan oleh menteri) serta standar prosedur operasional.


(ditetapkan oleh Fasyankes). Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata
dan nondiskriminatif. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan
kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan
mencegah kecacatan lebih lanjut dan kepentingan terbaik bagi pasien.
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas
ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana.
Setiap penerima pelayanan kesehatan yang dirugikan akibat
kesalahan/kelalaian nakes dapat meminta ganti rugi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian perselisihan
harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selama keadaan darurat dan bencana, rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya harus tetap aman, mudah didatangi dan berfungsi
pada kapasitas maksimum dalam usaha membantu keselamatan jiwa.
Rumah sakit harus terus menyediakan layanan penting seperti layanan
medik, perawatan, laboratorium dan layanan kesehatan lainnya serta
merespon persyaratanpersyaratan yang berhubungan dengan keadaan
darurat. Bangunan rumah sakit yang aman harus tetap terorganisir
dengan rencana kontigensi di tempat dan tenaga kesehatan terlatih
untuk menjaga jaringan operasional. Membangun rumah sakit yang
aman melibatkan banyak faktor pengetahuan yang berkontribusi
terhadap kelemahan bangunan selama keadaan darurat atau bencana,
seperti lokasi gedung, spesifikasi desain dan bahan yang digunakan serta
memberikan kontribusi pada kemampuan bangunan rumah sakit dalam
menahan untuk tidak runtuh apabila terjadi peristiwa alam yang
merugikan.
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis;.
Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit
kepada masyarakat;
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu
atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar
biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. membuat,
melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah
Sakit
sebagai
acuan
dalam
melayani
pasien;
h.
menyelenggarakan rekam medis; i. menyediakan sarana dan prasarana
umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana
untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia; j.
melaksanakan sistem rujukan; k. menolak keinginan pasien yang
bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan
perundang-undangan; l. memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; m. menghormati dan

59

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

melindungi hak-hak pasien; n. melaksanakan etika Rumah Sakit; o.


memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara
regional maupun nasional;
q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran
atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital
by laws);
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas
Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan
tanpa rokok.
Setiap Rumah Sakit mempunyai hak melakukan kerjasama dengan pihak
lain dalam rangka mengembangkan pelayanan; menerima bantuan dari
pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan;
Setiap pasien mempunyai hak:
a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit;
Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik baik vertikal
maupun horizontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus
penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan. Setiap
Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang memerlukan
pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.
Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar
keselamatan
pasien
dilaksanakan
melalui
pelaporan
insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
Rumah Sakit
melaporkan kegiatan kepada komite yang membidangi keselamatan
pasien yang ditetapkan oleh Menteri. Pelaporan insiden keselamatan
pasien dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem
dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien. Setiap Rumah Sakit
wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan
penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit. Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit
wabah atau penyakit tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah,
dan pasien penderita ketergantungan narkotika dan/atau psikotropika
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penanggulangan korban massal akibat kedaruratan kompleks harus
mengutamakan keselamatan penolongnya baru menyelamatkan korban
dan dilaksanakan secepat mungkin. Upaya penanganan korban adalah
untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Seluruh korban meninggal dievakuasi ke satu tempat khusus yaitu
RSUD/RS Polri/RS TNI setempat. Jenazah dilakukan registrasi dan
pencatatan kemudian identifikasi medik dan bila ada permintaan dari
kepolisian setempat serta persetujuan keluarga maka bisa dilakukan
otopsi. Barang bukti dimasukkan dalam kantong plastik tersediri dan
diberi nama & nomor.
Jenazah dan barang bukti setelah selesai

60

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

pemeriksaan dokter diserahkan kepada petugas kepolisian.


Untuk menjalankan Health as a bridge for peace pada tahap
Penghentian konflik maka peran SDM kesehatan yaitu bersifat netral,
tidak berpihak dan harus melayani siapa pun tanpa membedakan SARA,
berusaha membangun kepercayaan, mempromosikan pelayanan
kesehatan dan kemanusiaan, kerja sama teknologi kesehatan, air dan dan
sanitasi, koordinasi kegiatan kesehatan dan kemanusiaan di antara yang
bertikai, memantau dampak kesehatan serta kerja sama pengiriman
tenaga medis dan vaksin.
III.

PEMULIHAN

Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan


(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana. Upaya pemulihan kondisi kesehatan
masyarakat, dilaksanakan melalui pusat/pos layanan kesehatan yang
ditetapkan oleh instansi terkait dalam koordinasi BPBD. Pemulihan fungsi
pelayanan publik ditujukan untuk memulihkan kembali fungsi pelayanan
kepada masyarakat pada kondisi seperti sebelum terjadi bencana.
Kegiatan
pemulihan
fungsi
pelayanan
publik
dilakukan
oleh
instansi/lembaga terkait di bawah koordinasi pimpinan pemerintahan di
daerah dengan dukungan BPBD dan BNPB melalui upaya-upaya : a.
rehabilitasi dan pemulihan fungsi prasarana dan sarana pelayanan publik;
b. mengaktifkan kembali fungsi pelayanan publik pada instansi/lembaga
terkait; dan c. pengaturan kembali fungsi pelayanan publik. Pelaksanaan
kegiatan pemulihan kondisi kesehatan masyarakat dilaksanakan dengan
mengacu pada standar pelayanan darurat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan: perbaikan prasarana dan sarana
umum, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan atau j.
pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi dilakukan melalui
kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi: pembangunan kembali
prasarana dan sarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, peningkatan
fungsi pelayanan publik dan peningkatan pelayanan utama dalam
masyarakat.
RR kesehatan bertujuan untuk memperbaiki, memulihkan dan atau
membangun kembali prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan. RR
dilaksanakan oleh unit kerja/instansi/lembaga terkait sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya. Kegiatan meliputi : pengkoordinasian seluruh
sumber daya kesehatan dan seluruh instansi/lembaga yang berperan
untuk melaksanakan kegiatan pemulihan darurat, melakukan penilaian
kerusakan dan kerugian di bidang kesehatan, melakukan pencegahan
penyakit dan penyehatan lingkungan yang terkait degan pencegahan KLB
penyakit menular potensial wabah serta pelayanan kesehatan yang
terkait dengan perbaikan gizi, kesehatan reproduksi, pelayanan medis,
pemulihan kesehatan jiwa, melaksanakan proses pemulihan kesehatan
korba, melakukan kegiatan rehabilitasi dan rkeonstruksi sarana dan
prasarana kesehatan
Prinsip dasar (1) Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan
Pemerintah; Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia,
perempuan, anak dan penyandang cacat;
Kebijakan penyelenggaraan koordinasi: b. Menggunakan pendekatan
tugas pokok dan wewenang kementrian atau lembaga, SKPD dan atau
institusi non pemerintah yang terlibat.
Kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi: b. Mengacu
pada dokumen perencanaan nasional dan daerah serta peraturan dan
perundangan sistem perencanaan pembangunan nasional c. Mengacu
pada standart pelayanan minimal yang ditetapkan pemerintah; d.

61

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

Mengacu pada rencana tataruang wilayah nasional, provinsi dan


kabupaten/kota yang berlaku; f. Menggunakan Standard Nasional
Indonesia (SNI);
Lembaga Internasional, lembaga asing non pemerintah dan atau lembaga
non pemerintah yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekonstruksi wajib
berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD bersama Kementrian Lembaga dan
SKPD. Semua hasil kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi asset
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat dan dilakukan
penatausahakan sesuai peraturan yang berlaku.
Pelaksanaan
pemantauan dan evaluasi melibatkan kementrian/lembaga, SKPD teknis
dan atau masyarakat.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan upaya
Pemulihan Pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan
terukur. meliputi:. rekonsiliasi; rehabilitasi; dan rekonstruksi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan rehabilitasi di daerah
pascakonflik dan daerah terkena dampak Konflik meliputi antara lain
pemulihan psikologis korban Konflik dan pelindungan kelompok rentan;
penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat;
penguatan kebijakan publik yang mendorong pembangunan lingkungan
dan/atau daerah perdamaian berbasiskan hak masyarakat; pemenuhan
kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan
kelompok orang yang berkebutuhan khusus; pemenuhan kebutuhan dan
pelayanan kesehatan reproduksi bagi kelompok perempuan; peningkatan
pelayanan kesehatan anak-anak;
Untuk mempercepat, pemerintah dan/atau pemda menetapkan prioritas
kegiatan rehabilitasi didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian
akibat konflik. Dalam menyusun rencana melibat instansi terkait dan
dapat melibatkan pranata adat dan/atau pranata sosial
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan rekonstruksi meliputi:
a. pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan
dan/atau daerah pascakonflik;
b. perbaikan sarana dan prasarana umum daerah Konflik;
c. perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan
dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang
yang berkebutuhan khusus;
Untuk mempercepat pemerintah dan/atau pemda menetapkan prioritas
kegiatan rekonstruksi didasarkan pada analisis biaya pembangunan
akibat konflik.
Untuk melaksanakan Health as a bridge for peace, tugas petugas
kesehatan padatahap pemulihan yaitu antara lain memfasilitasi untuk
dialog di antara yang bertikai, proyek kerjasama kesehatan, rehabilitasi
yankes dan pelatihan nakes, mengembangkan program untuk
menyatukan nakes militer, memasukkan kelompok rentan dalam
pengambilan
keputusan,
memantapkan
pelaksanaan
kerjasama
kelompok kesehatan untuk menyatukan kembali antara kesehatan dan
pelayanan sosial, merancang peraturan umum untuk menyatukan
kelompok yang lain serta merancang kerjasama program latihan dalam
diagnosis dan pengobatan penyakit-penyakit umum
2

Fasyanke
s

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melakukan


upaya pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan. Kegiatan pengurangan risiko
bencana meliputi pengenalan dan pemantauan risiko bencana,
perencanaan partisipatif penanggulangan bencana, pengembangan
budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana serta penerapan upaya fisik, non fisik dan
pengaturan penanggulangan bencana.
Penyelenggaraan PB pada tahap pra bencana meliputi dalam situasi tidak

62

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.


Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana meliputi antara lain perencanaan penanggulangan bencana;
serta pengurangan risiko bencana;.
Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang
menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai
bagian
dari
usaha
penanggulangan
bencana
sesuai
dengan
kewenangannya.
Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan. Lokasi pendirian
Puskemsa harus memenuhi persayratan geografis, aksesibilitas untuk
jalur transportasi, kontur tanah, fasilitas parkir, fasiltias keamanan,
ketersediaan utilitas publik, pengelolaan kesehatan lingkungan dan
kondisi lainnya
Rehab rekon bertujuan untuk memperbaiki, memulihkan dan atau
membangun kembali prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemda
sesuai dengan kewenangannya, meliputi: pengenalan dan pengkajian ancaman
bencana, pemahaman tentang kerentanan masyarakat, analisis kemungkinan
dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan
mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana, alokasi tugas,
kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Perencanaan penanggulangan
bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya
penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam program kegiatan
penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Kerentanan meliputi
kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik dan kerentanan ekologi.
Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana,
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan
bencana untuk melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana.

Rencana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 36 ayat (3) ditinjau secara berkala. Setiap kegiatan pembangunan
yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi
dengan
analisis
risiko
bencana
sebagai
bagian
dari
usaha
penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat
potensi terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b
meliputi: a. kesiapsiagaan; b. peringatan dini; dan c. mitigasi bencana.
Rencana kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang
dadasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu disebut Rencana
Kontinjensi. Pemerintah melaksanakan kesiapsiagaan penanggulangan
bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a untuk
memastikan terlaksananya tindakan yang cepat dan tepat pada saat
terjadi bencana.
Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan
bencana, Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku
penanggulangan
bencana
untuk
melaksanakan
perencanaan
penanggulangan bencana.
Pemerintah dan pemerintah daerah
melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap penanggulangan
bencana. (2) Pengawasan meliputi: sumber ancaman atau bahaya
bencana; kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan
bencana; perencanaan penataan ruang dan pengelolaan keuangan.
Penyelenggaraan PB bidang kesehatan pada tahap pra krisis bertujuan
untuk peningkatan kapasitas sumber daya kesehatan. Kegiatan meliputi
kegiatan perencanaan penanggulangan bencana bidang kesehatan,
pengurangan risiko bencana bidang kesehatan, pendidikan dan pelatihan,
penetapan persyaratan standar teknis dan analisis penanggulangan
bencana bidang kesehatan, kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan.
Termasuk kegiatan kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas

63

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

kesiapsiagaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam penanggulangan


bencana bidang kesehatan dengan melengkapi sarana/fasilitas yang
dibutuhkan serta memfasilitasi penyusunan rencana kesiapsiagaan RS
untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan.

A. Penyelenggaraan bangunan gedung harus memegang asas keselamatan.


Untuk itu bangunan tersebut harus andal dan ramah lingkungan
B. Kebijakan pembangunan gedung terintegrasi dengan peruntukan lokasi yang
diatur dalam Perda sehingga fungsi bangunan gedung harus menyesuaikan
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab/Kota, DTRKP (Rencana
Detail Tata Ruang
Kawasan Perkotaan), dan/atau RTBL (Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan).
C. Pemerintah Pusat menetapkan NSPK. Sedangkan proses penyusunan RTBL,
RTRW, perizinan, pendataan, ketentuan lebih lanjut dari NSPK, dilakukan oleh
Pemda kecuali bangunan fungsi khusus.
D. Pembiayaan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemda dan
pemilik gedung
E. Pembinaan dan pengawasan dilakukan bersama-sama antara pemerintah
pusat dan Pemda dengan melibatkan masyarakat.
F. Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan pembangunan,
pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
Penyelenggara
kegiatan tersebut adalah pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi,
dan pengguna bangunan gedung.
G. Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang

menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana


sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan
kewenangannya.
H. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 huruf f dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang
mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar
keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. Pemerintah secara
berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata
ruang dan pemenuhan standar keselamatan.
I. Salah satu kegiatan pengurangan risiko bencana adalah penerapan upaya
fisik. Salah satu komposisi untuk analisis kerentanan adalah kerentanan fisik
berupa kerentanan bangunan dan kerentanan prasarana. Indikator yang
digunakan untuk kerentanan fisik meliputi kerentanan bangunan dan
kerentanan prasarana.
J. Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a.
pelaksanaan penataan ruang; b. pengaturan pembangunan, pembangunan
infrastruktur, tata bangunan; dan c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan,
dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.
K. Pembangunan kembali prasarana dan sarana merupakan kegiatan fisik
pembangunan baru prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya dengan memperhatikan rencana tata
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
L. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana ditujukan untuk meningkatkan stabilitas kondisi dan
fungsi prasarana dan sarana yang mampu mengantisipasi dan tahan bencana;
dan mengurangi kemungkinan kerusakan yang lebih parah akibat bencana.
M. Bangunan Rumah Sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan yang paripurna
N. Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,
sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
O. Persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
P. Persyaratan bangunan harus memenuhi: a. persyaratan administratif dan
persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan; dan b. persyaratan teknis
bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan
dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Q. Prasarana Rumah Sakit dapat meliputi:a. instalasi air; b. instalasi mekanikal
dan elektrikal; c. instalasi gas medik; d. instalasi uap; e. instalasi pengelolaan
limbah; f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran; g. petunjuk, standar

64

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

R.
S.
T.

U.

V.
W.
X.

i.

dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat; h. instalasi tata udara; i.
sistem informasi dan komunikasi; dan j. ambulan.
Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan
dan kesehatan kerja penyelenggaraan Rumah Sakit
Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin terdiri dari izin
mendirikan dan izin operasional.
Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika: a. habis masa berlakunya; b. tidak lagi
memenuhi persyaratan dan standar; c. terbukti melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan; dan/atau d. atas perintah
pengadilan dalam rangka penegakan hukum.
Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis pelayanannya terdiri atas: a.
pelayanan kesehatan perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat.
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. pelayanan kesehatan tingkat
kedua; dan c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Ketentuan persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh
Pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku. Ketentuan perizinan fasilitas
pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pemerintah daerah dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan
kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya.
Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan mempertimbangkan: a. luas wilayah; b. kebutuhan
kesehatan; c. jumlah dan persebaran penduduk; d. pola penyakit; e.
pemanfaatannya; f. fungsi sosial; dan g. kemampuan dalam memanfaatkan
teknologi.
TAHAPAN PEMBANGUNAN
Kegiatannya meliputi perencanaan dan pelaksanaan & pengawasannya.
Pembangunan gedung (baik itu pembangunan baru, perbaikan,
penambahan, perubahan dan/atau pemugaran dan/atau instalasi,
dan/atau perlengkapan bangunan gedung) harus memenuhi persyaratan
administratif
dan
teknis
sesuai
dengan
fungsi
bangunan
gedung.Persyaratan administrasi dan teknis untuk bangunan gedung
yang dibangun pada lokasi bencana ditetapkan oleh Pemda sesuai
kondisi sosial dan budaya setempat mengacu pada pedoman dan
standar teknis terkait dengan mempertimbangkan fungsi bangunan
gedung, keselamatan & kesehatan pengguna serta sifat permanensi
bangunan yang diperkenankan
o PERSYARATAN
ADMINISTRATIFuntuk
mendapatkan
izin
mendirikan bangunan (IMB) yaitu :a. tanda bukti status kepemilikan
hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah; b.
data pemilik bangunan gedung; c. rencana teknis bangunan gedung;
dan d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan
gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang
mengganggu dan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
harus dilengkapi dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) sesuai ketentuan yang berlaku. Bila tidak menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan, atau secara teknologi sudah
dapat dikelola dampak pentingnya, tidak perlu dilengkapi dengan
AMDAL, tetapi diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai ketentuan
yang berlaku.
o

PERSYARATAN TEKNIS bangunan gedung terdiri dari persyaratan


tata bangunan dan lingkungan serta persyaratan keandalan
bangunan gedung.
Persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang terdiri dari:
1) Peruntukan lokasi dan intensitas bangunan gedung.
Bertujuan untuk menjamin keselamatan pengguna, masyarakat
dan lingkungan.
2) Arsitektur bangunan gedung; Untuk menjamin bangunan
gedung
dibangun
dan
dimanfaatkan
dengan
tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
3) Pengendalian dampak lingkungan; Untuk menjamin
keselamatan pengguna, masyarakat dan lingkungan
4) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); dan
5) Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah

65

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


tanah,
air
dan/atau
prasarana/sarana
umum
agarmempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan,
kesehatan, dan kemudahan bagi pengguna bangunan.
Persyaratan keandalan bangunan gedung yang terdiri dari:
1) Persyaratan keselamatan bangunan gedung; untuk
menjamin
keselamatan
manusia
serta
mencegah
kehilangan/kerusakan harta benda/properti akibat ancaman
kedaruratan/bencana. Rinciannya sebagai berikut :
a. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat
mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan
manusia;
b. menjamin
keselamatan
manusia
dari
kemungkinan
kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh kegagalan
struktur bangunan;
c. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau
kerusakan benda yang disebabkan oleh perilaku struktur;
d. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik
yang disebabkan oleh kegagalan struktur;
e. menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman;
f. menjamin terpenuhinya pemakaian gas yang aman dan
cukup;
g. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan
gas secara baik;
h. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat
mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan
manusia pada saat terjadi kebakaran;
i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun
sedemikian rupa sehinga mampu secara struktural stabil
selama kebakaran, sehingga:
o cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara
aman;
o cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki
lokasi untuk memadamkan api;
o dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
j. menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan
aman;
k. menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan
penghuninya dari bahaya akibat petir;
l.

menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai

2) Persyaratan
kesehatan
bangunan
gedung;
yaituterpenuhinya kebutuhan udara, pencahayaan cukup,
sarana sanitasi yang memadai untuk mewujudkan kebersihan
dan kesehatan
3) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung; yaitu
kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang
(memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan), kondisi
udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan
tingkat kebisingan
4) Persyaratan kemudahan bangunan gedung. Yaitu akses
yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan serta
layanannya, evakuasi yang mudah dan aman, akses bagi
penyandang cacat, pertanda dini yang informatif untuk
kedaruratan.
Pembangunan/pelaksanaan
konstruksi
bangunan
gedung
dapat
dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan disetujui oleh Pemda
dalam bentuk IMB. Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk
kepentingan umum ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setelah
mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli.
Pengawasan konstuksi bangunan gedung berupa kegiatan :
Pengawasan pelaksanaan konstruksiyaitu pengawasan biaya,
mutu, dan waktu pembangunan bangunan gedung pada tahap
pelaksanaan konstruksi, serta pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
gedung
atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan
gedung yaitu pengendalian biaya, mutu, dan waktu pembangunan
bangunan gedung, dari tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan
konstruksi bangunan gedung, serta pemeriksaan kelaikan fungsi

66

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


bangunan gedung.
Pemerintah daerah menerbitkan sertifikat laik fungsi terhadap bangunan
gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan
kelaikan fungsi berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan. Sertifikat berlaku 5
(lima) tahun untuk bangunan gedung lainnya
Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban
pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan
bangunan gedung dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
ii.

TAHAPAN PEMANFAATAN
Dilakukan oleh pemilik/pengguna bangunan setelah bangunan tersebut
dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi (memenuhi persyaratan
teknis). Pemanfaatan merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan
gedung sesuai fungsiyang ditetapkan dalam IMB termasuk kegiatan
pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan secara berkala yang harus
dilakukan o/ pemilik/pengguna bangunan dengan menerapkan prinsipprinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Kegiatan pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan
gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu
laik fungsi. Meliputi pembersihan, perapian, pemeriksaan, pengujian,
perbaikan dan/atau penggantian bahan atau perlengkapan bangunan
gedung, dan kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman
pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung .
Kegiatan perawatan bangunan gedung meliputi perbaikan dan/atau
penggantian bagian bangunan,komponen, bahan bangunan, dan/atau
prasarana dan sarana berdasarkan dokumen rencana teknis perawatan
bangunan gedung.
Rencana teknis perawatan bangunan gedung
disusun oleh penyedia jasa perawatan bangunan gedung dengan
mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi dan tingkat
kerusakan bangunan gedung. Perbaikan dan/atau penggantian dalam
kegiatan perawatan bangunan gedung dengan tingkat kerusakan sedang
dan berat dilakukan setelah dokumen rencana teknis perawatan
bangunan gedung disetujui oleh pemerintah daerah.
Persetujuan
rencana teknis perawatan bangunan gedung tertentu dan yang memiliki
kompleksitas teknis tinggi dilakukan setelah mendapat pertimbangan tim
ahli bangunan gedung.
Pemeriksaan secara berkala bangunan gedung dilakukan untuk seluruh
atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau
prasarana dan sarana dalam rangka pemeliharaan dan perawatan
bangunan gedung, guna memperoleh perpanjangan sertifikat laik fungsi
(sepanjang tidak ada perubahan fungsi dan bentuk bangunan. Bila ada
harus mengajukan IMB yang baru)dan harus dicatat dalam bentuk
laporan. Pemeriksaan berkala dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan
sekali.Pemeriksaan dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna bangunan
gedung dan dapat menggunakan penyedia jasa pengkajian teknis
bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Jika belum terdapat penyedia jasa pengkajian
teknis maka pengkajian teknis dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pengawasan terhadap pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah pada saat pengajuan
perpanjangan sertifikat laik fungsi dan/atau adanya laporan dari
masyarakat.

iii.

TAHAPAN PELESTARIAN
adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan
gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan
tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut
periode yang dikehendaki.
Penetapan bangunan gedung dan
lingkungannyayang dilindungi dan dilestarikan dilakukan oleh Presiden,
Gubernur, Bupati/walikota.

iv.

TAHAPAN PEMBONGKARAN
meliputi kegiatan penetapan pembongkaran dan pelaksanaan
pembongkaran dengan mengikuti kaidah-kaidah pembongkaran secara
umum serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Surat
penetapan/persetujuan pembongkaran oleh bupati/walikota kecuali DKI
Jakarta oleh gubernur) dan bangunan fungsi khusus oleh Menteri

67

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


Bangunan gedung dapat dibongkar apabila: a. tidak laik fungsi dan
tidak dapat diperbaiki; b. dapat menimbulkan bahaya dalam
pemanfaatan bangunan gedung dan/atau lingkungannya;
c. tidak
memiliki izin mendirikan bangunan (ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan hasil pengkajian teknis dan/atau usulan dari pemilik
gedung dan/atau laporan dari masyarakat)
Pembongkaran bangunan gedung yang pelaksanaannya dapat
menimbulkan dampak luas terhadap keselamatan umum dan
lingkungan
harus
dilaksanakan
berdasarkan
rencana
teknis
pembongkaran yang disusun oleh penyedia jasa perencanaan teknis
yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Rencana teknis pembongkaran harus disetujui oleh pemerintah daerah,
kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, setelah
mendapat pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung. Pemilik dan
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan sosialisasi dan
pemberitahuan tertulis kepada masyarakat di sekitar bangunan
gedung, sebelum pelaksanaan pembongkaran..
Pengawasan pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung dilakukan
oleh penyedia jasa pengawasan yang memiliki sertifikat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hasilnya diilaporkan secara berkala
kepada pemerintah daerah.
Isi
surat
penetapan
pembongkaran
memuat
batas
waktu
pembongkaran, prosedur pembongkaran, dan ancaman sanksi
terhadap setiap pelanggaran. Dalam hal pemilik dan/atau pengguna
bangunan gedung tidak melaksanakan pembongkaran dalam batas
waktu, pembongkaran dilakukan oleh pemerintah daerah yang dapat
menunjuk penyedia jasa pembongkaran bangunan gedung atas biaya
pemilik
Setiap kegaitan RR sarana dan prasarana kesehatan yang sedang atau telah
dilakukan dalam rangka penanggulangan bencana bidang kesehatan harus
segera dilaporkan oleh unit/insntansi/lembaga yang melakukannya kepada
Menkes paling lambat pada akhir tahun untuk setiap tahun berjalan. Setiap
melakukan pelaporan harus ditembuskan kepada PPKK.

Sumber
daya
upaya
kesehata
n

Penyelenggaraan PB bidang kesehatan harus menggunakan/mengoptimalkan


saarana dan prasarana yang ada atau yang tersedia dan memberdayakan semua
sumber daya Pemerintah dan Pemerintah daerah termasuk TNI, Plri, aparatur
negara dan masyarakat dan lembaga baik dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam keadaan darurat, untuk pemenuhan semua kebutuhan pada
penyelenggaraan PB bidang kesehatan dapat dilakukan pengadaan alat
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
a. SDM KESEHATAN
Pada masa tanggap darurat, bantuan tenaga kesehatan WNA dan
perlengkapannya untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan
dapat diterima, dengan kriteria :
o Disetujui oleh Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari kepala BNPB,
Menteri Luar negeri dan Menteri Kesehatan untuk nakes sipil
o Memiliki sertifikat rekomendasi yang dikeluarkan oleh otoritas profesi
negara asal (professional regulatory authority) dan disahkan oleh
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia/Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia/Komite Farmasi Nasional
o Rekomendasi dari Kepala BNPB, Menkes dan Menteri Pertahanan
untuk nakes militer.
Dalam pelaksanaan tugas, nakes WNA harus didampi oleh nakes WNI
dengan kompetensi sama, di bawah kendali Kadinkes Prov/Kab/Kota
setempat dan dilarang melakukan di luar kegiatan kesehatan yang telah
ditentukan. Harus segera meninggalkan wilayah Indonesia apabila masa
tanggap darurat telah berakhir dan wajib membuat laporan pelaksanaan
kegiatan yang disampaikan kepada menteri dengan salinan pada instansi
pemberi rekomendasi.
meliputi seluruh SDM yang ada baik itu pemerintah pusat, pemerintah
daerah, masyarakat (swasta, akademisi/perguruan tinggi/ahli, masyarakat

68

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


adat dan sebagainya) baik itu untuk manajemen kesehatan maupun teknis
medis. Rinciannya sebagai berikut :
Manajemen kesehatan :
o Pemerintah pusat dan daerah sebagai penyusun regulator, pelaksana,
pembina dan pengawas dengan memberdayakan masyarakat.
o Tim Ahli Bangunan Gedung
o Penyelenggara gedung
o Masyarakat
Teknis kesehatan :
o Tenaga kesehatan
yang menjalankan praktik pada Fasyankes
(memiliki STR dan izin dalam bentuk SIP).
o Tim Penanggulangan Krisis yaitu Tim Gerak Cepat (TGC), Tim penilaian
cepat kesehatan (RHA) dan Tim bantuan kesehatan.
o

Tim penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya


kesehatan pasca bencana.

b. FASILITAS KESEHATAN
Andal terhadap gempa, ledakan, kebakaran, kecelakaan radiasi & nuklir,
tahan angin, rayap, bahan-bahan berbahaya, petir, korsleting listrik dan
akibat alam atau manusia lainnya serta ramah lingkungan
c. PEMBIAYAAN
Dinkes Kab/Kota melakukan pembayaran klaim RS untuk biaya perawatan
pasien korban bencana sesuai dengan ketentuan peraturan daerah
setempat. Dinkes Provinsi memfasilitasi dukungan pembayaran klaim RS
untuk biaya perawatan pasien korban bencana sesuai dengan ketentuan
perda setempat.
Bila kab/kota dna provinsi tidak mampu, maka
Kemenkes melalui PPKK melakukan pembayaran klaim RS untuk biaya
perawatan pasien.
Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan pemilik bangunan
Pendanaan Penanganan Konflik secara memadai menjadi tanggungjawab
bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dialokasikan pada
APBN dan/atau APBDsesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung
jawab masing-masing. Sumber pendanaan lainnya yaitu dari masyarakat.
d. SARANA & PRASARANA
Sarana prasarana yang andal terhadap gempa, ledakan, kebakaran,
kecelakaan radiasi & nuklir, tahan angin, rayap, bahan-bahan berbahaya,
petir, korsleting listrik dan akibat alam atau manusia lainnya serta ramah
lingkungan
Data base nama-nama anggota tim Tim Ahli Bangunan Gedung yang
dapat diakses dari semua kabupaten/kota, provinsi dan Pusat.
Sarana transportasi
Fasilitas pendukung non medis (seragam, tandu, alkom, kendaraan taktis)
e. SEDIAAN FARMASI & ALKES
f.

MANAJEMEN, INFORMASI & REGULASI KESEHATAN:


Kebijakan/Peraturan mengenai fasyankes yang aman terhadap bencana
terdiri dari UU, PP, Permen, Kepmen, Perda dan Juknis.
Sebagian besar peraturan perundangan tersebut telah lengkap mulai
dari UU hingga turunannya.
Kebijakan/peraturan tersebut :
o telah meliputi sumber-sumber daya yang dibutuhkan yaitu SDM,
pembiayaan, bangunan, sarana prasarana serta sistem/mekanisme.
o telah meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, dan pembinaan
serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan
kegiatan terkait sumber-sumber daya yang dibutuhkan dalam rangka
mendukung fasyankes yang aman terhadap bencana.
o Telah memuat aturan mengenai penyebarluasan, penerapan, dan
penegakan aturan tersebut (sanksi, dsb) dalam rangka memberikan

69

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


perlindungan hukum, terutama kepada individu dan masyarakat
Penyediaan informasi pada PB bidang kesehatan dilakukan dengan
cepat, tepat dan akurat serta koordinasi secara berjenjang melalui
Dinkes Kab/Kota, Dinkes Provinsi, PPK Regional dan PPK Sub Regional dan
PPKK.
Sistem informasi penyelenggaraan bangunan gedung :
o pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai Informasi yang
terbuka mengenai tata cara/proses penyelenggaraan bangunan
gedung; keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas
bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan
dibangun; ketentuan persyaratan keandalan bangunan gedung;
ketentuan bangunan gedung yang laik fungsi;
o Data base daftar anggota tim Tim Ahli Bangunan Gedung dari asosiasi
profesi, perguruan tinggi dan masyarakat ahli termasuk masyarakat
adat dan dapat diakses dari semua kabupaten/kota, provinsi dan
Pusat.
o Sistem pendataan bangunan gedung merupakan sistem yang
terkomputerisasi dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam seluruh tahapan penyelenggaraan bangunan gedung dan dapat
diakses oleh masyarakat. Pemutakhiran data secara berkala setiap 5
(lima) tahun untuk bangunan gedung fungsi non-hunian dan 10
(sepuluh) tahun untuk bangunan gedung fungsi hunian.
Sistem peringatan dinikonflik yang meliputi deteksi dini dan cegah dini
meliputi
o penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah
Konflik;
o penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan
akurat;
o penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
o peningkatan dan pemanfaatan modal sosial; dan
o penguatan dan pemanfaatan fungsi intelijen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas


ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana.
4

Pembinaa a. Pemerintah, pemerintah daerah, BNPB atau BPBD sesuai dengan


n dan
kewenangannya melaksanakan pengawasan dan laporan pertanggungjawaban
Pengawas
terhadap pengelolaan dana dan bantuan penanggulangan bencana.
an
Instansi/lembaga terkait bersama BNPB atau BPBD melakukan pengawasan
terhadap penyaluran bantuan dana yang dilakukan oleh masyarakat kepada
korban bencana.
Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan
pengawasan terhadap pengelolaan dana dan bantuan pada seluruh tahapan
penanggulangan bencana.
b. Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan

bencana, Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku


penanggulangan
bencana
untuk
melaksanakan
perencanaan
penanggulangan bencana.
Pemerintah dan pemerintah daerah
melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap penanggulangan
bencana. Pengawasan meliputi: sumber ancaman atau bahaya
bencana; kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan
bencana; perencanaan penataan ruang dan pengelolaan keuangan.
c. Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko
tinggi, yang tidak dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) yang mengakibatkan terjadinya bencana,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama
6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

70

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

d. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
timbulnya kerugian harta benda ataubarang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan
denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
e. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
(delapan) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau denda paling banyak Rp
6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
f.Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1)
dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling
sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Pelanggaran atas kewajiban dikenakan sanksi admisnistratif berupa:


a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
g.
h. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 8 (delapan) tahun atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda
paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau denda paling
banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)
i.Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3)
dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) tahun atau paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling sedikit Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) atau denda paling
banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
j.Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai dengan
Pasal 78 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya,
pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 78
k. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha; atau pencabutan
status badan hukum.

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk: membina


dan
mengawasi
penyelenggaraan
Rumah
Sakit;
memberikan
perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab; memberikan
perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan Rumah Sakit
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; menyediakan
informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
l.
m. Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal
15, dan Pasal 16 tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak
diperpanjang izin operasional Rumah Sakit.
n. Pelanggaran atas kewajiban dikenakan sanksi admisnistratif berupa: a.

71

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


teguran; b. teguran tertulis; atau c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
o. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi
perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.
p. Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk : a. pemenuhan kebutuhan
pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat; b. peningkatan mutu
pelayanan kesehatan; c. keselamatan pasien ; d. pengembangan jangkauan
pelayanan; dan e. peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
q. Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
mengangkat tenaga pengawas sesuai kompetensi dan keahliannya. Tenaga
pengawas melaksanakan pengawasan yang bersifat teknis medis dan teknis
perumahsakitan.
r.

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Pemerintah dan Pemerintah


Daerah dapat mengambil tindakan administratif berupa: a. teguran; b. teguran
tertulis; dan/atau c. denda dan pencabutan izin.

s. Pembinaan dan pengawasan secara internal dilakukan oleh Dewan Pengawas


Rumah Sakit.
t.

Pembinaan dan pengawasan secara eksternal dilakukan oleh Badan Pengawas


Rumah Sakit Indonesia.

u. Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak


memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).
v. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan
oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya,
pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62.
w. S elain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b.
pencabutan status badan hukum
x. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat

Instansi/lembaga terkait bersama BNPB atau BPBD melakukan


pengawasan terhadap penyaluran bantuan dana yang dilakukan oleh
masyarakat kepada korban bencana.
y.
z. Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan
dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
aa. Tindakan administratif dapat berupa:a.
pencabutan izin sementara atau izin tetap.

peringatan

secara

tertulis;

b..

ab. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang


melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

72

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

ac. Dalam hal perbuatan mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,


pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
ad. Penyelenggaraan bangunan gedung
Pembinaan berupa
kegiatan pengaturan, pemberdayaan (pendataan,
sosialisasi, diseminasi dan pelatihan) dan pengawasan.
Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah, Pemda bersama
masyarakat.
Tujuan pembinaan bangunan gedungadalah untuk meningkatkan
pemenuhan persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung.
Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban
pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan
bangunan gedung dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.

Sanksi administratif dapat berupa: a. peringatan tertulis, b. pembatasan


kegiatan pembangunan, c. penghentian sementara atau tetap pada
pekerjaan pelaksanaan pembangunan, d. penghentian sementara atau
tetap pada pemanfaatan bangunan gedung; e. pembekuan izin mendirikan
bangunan gedung; f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung; g.
pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; h. pencabutan sertifikat
laik fungsi bangunan gedung; atau i. perintah pembongkaran bangunan
gedung.

Sanksi pidana yaitu sebagai berikut :


o Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak
memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini diancam dengan
pidana penjara :
a. paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10% dari
nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta
benda orang lain.
b. paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 15%
dari nilai bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan
kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur
hidup.
c. paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 20%
dari nilai bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain.
Dalam proses peradilan atas tindakan hakim memperhatikan
pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung.
o

Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar


ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini
sehinggamengakibatkan bangunan tidak laik fungsi dapat dipidana
kurungan dan/atau pidana denda. meliputi:
a. pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak 1% dari nilai bangunan gedung jika
karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain;
b. pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak 2% dari nilai bangunan gedung jika karenanya
mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain sehingga menimbulkan
cacat seumur hidup
c. pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak 3% dari nilai bangunan gedung jika karenanya
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

ae. Penanganan konflik


Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan
pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai
dengan kewenangannya.
Pembinaan meliputi sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait
penanganan Konflik;
pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi

73

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


pelaksanaan penanganan Konflik; pengembangan sistem informasi dan
komunikasi penanganan Konflik; penyebarluasan informasi penanganan
Konflik; dan pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
af. Tenaga kesehatan
Pemerintah dan Pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
kepada tenaga kesehatan dengan melibatkan konsil masing-masing nakes
dan organisasi profesi sesuai dengan kewenangannya
Tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
Tenaga kesehatan serta melindungi penerima pelayanan kesehatan dan
masyarakat atas tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan serta
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan tenaga kesehatan
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
memberikan sanksi administratif kepada Nakes dan Fasyankes yang tidak
melaksanakan sejumlah ketentuan dalam peraturan dengan sanksi
administratif yaitu berupa teguran lisan, peringatan tertulis, denda
administratif dan/atau pencabutan izin.
Setiap orang yang bukan tenaga kesehatan melakukan praktik seolah-olah
sebagai tenaga kesehatn yang telah memiliki izin, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun
Setiap nakes yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan
penerima pelayanan kesehatan luka berat, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 tahun dan bila mengakibatkan kematian akan dipidana paling
lama 5 tahun.
Setiap nakes yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki
STR/izin, dipidana dengan pidana denda paling banyak seratus juta rupiah.

Prinsip-prinsip yang ada dalam peraturan tersebut Bermutu, aman dan


sesuai kebutuhan, non diskriminatif, bekerja dalam tim secara cepat dan
tepat, adil dan merata dan teknologi tepat guna

2. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Merupakan pengelolaan penelitian dan pengembangan, pemanfaatan


dan penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan yang
diselenggarakan dan dikoordinasikan guna memberikan data
kesehatan yang berbasis bukti untuk menjamin tercapainya
derajatkesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Terdiri dari 4 unsur, yaitu :
a. Biomedis dan teknologi dasar kesehatan meliputi kegiatan
riset untuk memecahkan permasalahan ditinjau dari aspek host,
agent, dan lingkungan dengan pendekatan biologi molekular,
bioteknologi, dan kedokteran guna peningkatan mutu upaya
kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna.
b. Teknologi terapan kesehatan dan epidemiologi klinik meliputi
kegiatan riset untuk menilai faktor risiko penyakit, penyebab
penyakit, prognosa penyakit, dan risiko penerapan teknologi dan
produk teknologi kesehatan, termasuk obat bahan alam, terhadap
manusia guna peningkatan mutu upaya kesehatan yang berhasil
guna dan berdaya guna
c. Teknologi intervensi kesehatan masyarakatmeliputi kegiatan
riset untuk menilai besaran masalah kesehatan masyarakat,
mengembangkan teknologi intervensi, serta menilai reaksi
lingkungan terhadap penerapan teknologi dan produk teknologi
guna peningkatan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan
berdaya guna.
74

d. Humaniora,
kebijakan
kesehatan
dan
pemberdayaan
masyarakat meliputi kegiatan riset untuk menganalisis bidang
sosial, ekonomi, budaya, etika, hukum, psikologi, formulasiimplementasi, dan evaluasi kebijakan, perilaku, peran serta, dan
pemberdayaan masyarakat terkait dengan perkembangan teknologi
dan produk teknologi kesehatan guna peningkatan mutu upaya
kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna.
Memiliki 7 prinsip dasar, yaitu :
a. Terpadu, berkesinambungan dan paripurna yaitu Penelitian,
pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologi
kesehatan diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan
paripurna meliputi riset yang dilakukan berkala dan sebagai
kelanjutan hasil riset sebelumnya serta dilakukan menyeluruh di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Akurat dan akuntabel yaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan harus
dilakukan secara teliti dan berbasis bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
c. Persetujuan setelah penjelasanyaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan harus
dilakukan atas dasar persetujuan dari Pemerintah dan apabila
melibatkan manusia harus atas dasar persetujuan yang
bersangkutan setelah diberikan penjelasan terlebih dahulu.
d. Bekerja dalam tim secara cepat dan tepat yaitu Penelitian,
pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologi
kesehatan harus dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang
terkait dan kompeten, bekerja sama, dan dilakukan secara cepat
dengan ketepatan yang tinggi, termasuk dalam rangka peningkatan
kapasitas dan kompetensi tenaga peneliti kesehatan serta
pemanfaatan fasilitas penelitian, pengembangan dan penapisan
teknologi kesehatan sebagai wahana pendidikan tenaga peneliti
mencapai jenjang keahlian tertinggi.
e. Norma agama yaitu Penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan yang dilakukan tidak
boleh bertentangan dengan norma agama dan yang dapat
menurunkan harkat dan martabat manusia.
f. Kebenaran ilmiahyaitu Penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan yang dilakukan harus
didasarkan pada kebenaran ilmiah, yakni kebenaran yang
didapatkan melalui tahap-tahap (proses, prosedur) metode ilmiah.
g. Perlindungan terhadap subjek penelitian dan etik yaitu
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan yang dilakukan harus menjamin perlindungan
terhadap subjek penelitian. Penelitian dan pengembangan yang
menggunakan manusia dan hewan percobaan harus mendapatkan
persetujuan etik (ethicalclearance).
No

Unsur-unsur

Biomedis dan
teknologi dasar
kesehatan

Ringkasan Isi Peraturan

75

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan

Teknologi
terapan
kesehatan dan
epidemiologi
klinik

Teknologi
intervensi
kesehatan
masyarakat

Setiap orang dalam mengajukan permohonan IMB gedung wajib melengkapi


antara lain analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
Nakes dalam menjalankan praktik dapat melakukan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan untuk
menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi dan teknologi
informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.

Humaniora,
kebijakan
kesehatan dan
pemberdayaan
masyarakat

Sistem peringatan dini konflik meliputi deteksi dini dan cegah dini. meliputi:
a. penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah
Konflik;
b. penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan
akurat;......dst.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan tindakan darurat
penyelamatan dan pelindungan korban sesuai dengan tugas, tanggung jawab,
dan wewenangnya, meliputi antara lain penilaian cepat kesehatan dan
pemenuhan kebutuhan dasar korban Konflik; dsb

Prinsip yang diterapkan akurat dan akuntabel

3. Pembiayaan Kesehatan
Adalah pengelolaan berbagai upayapenggalian, pengalokasian, dan
pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan
pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Terdiri dari 3 unsur, yaitu :
a. Danadigali dari sumber Pemerintah, Pemerintah Daerah baik dari
sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun
swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan kesehatan
b. Sumber dayameliputi: SDM pengelola, sarana, standar, regulasi,
dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan
berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian, dan
pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya
pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan dana kesehatanmerupakan seperangkat aturan
yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku
subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah,Pemerintah
Daerah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakatyang
mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan
dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.
Memiliki 3 prinsip, yaitu
a. Kecukupan yaitu pembiayaan kesehatan pada dasarnya
merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah
Daerah, masyarakat, dan swasta. Dana kesehatan diperoleh dari
berbagai sumber, baik dari Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan
serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya
76

dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan,


akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan secara
tepat memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan,
serta menjamin terpenuhinya ekuitas
b. Efektif dan efisien yaitu dalam menjamin efektifitas dan efisiensi
penggunaan dana kesehatan, maka pembelanjaannya dilakukan
melalui kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan,
penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan
kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem pembayaran
pada fasilitas pelayanan kesehatan perlu dikembangkan menuju
bentuk pembayaran prospektif
c. Adil dan transparan yaitu Dana kesehatan yang terhimpun
dimanfaatkan secara adil dalam rangka menjamin terpeliharanya
dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan. Dana kesehatan digunakan secara bertanggung jawab
dan bertanggung gugat berdasarkan prinsip tata pemerintahan
yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
No
1

Unsurunsur
Dana

Ringkasan Isi Peraturan


a. BENCANA
Pemerintah, pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap penyediaan
dana penanggulangan bencana bidang kesehatan
Pemerintah, pemeda bertanggung jawab menngalokasikan anggaran
penanggulangan bencana bidang kesehatan secara memadai dalam APBN
atau APBD.
Pmerintah, pemda wajib mendorong dan menkooridnir partisipasi
masyrakat dalam penyediaan dana penanggulangan bencana bidan
kesehatan yang bersumber dari masyrakat sesuai ketentuan yang berlaku.
b. PENANGANAN KONFLIK
Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanganan
Konflik dalam APBN dan APBD secara memadai.Masyarakat dapat berperan
serta dalam pembiayaanpenanganan Konflik.
Untuk pencegahan konflik, Pemerintah mengalokasikan dana APBN melalui
anggaran kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai tugas dan
fungsinya. Pemerintah Daerah mengalokasikan dana APBD melalui anggaran
satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab sesuai tugas dan
fungsinya.
Pendanaan untuk penanganan Konflik pada tahap penghentian Konflik dan
rekonsiliasi bersumber dari:
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBN pada
bagian anggaran kementerian/lembaga;
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBD pada
satuan kerja perangkat daerah;
o dana siap pakai yang dialokasikan pada bagian anggaran bendahara
umum negara dalam APBN; dan
o

dana belanja tidak terduga yang telah dialokasikan pada APBD.

Pemerintah mengalokasikan dana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada


tahap
pascakonflik
melalui
anggaran
kementerian/lembaga
yang
bertanggung jawab sesuai tugas dan fungsinya. Pemerintah Daerah
mengalokasikan dana pascakonflik melalui APBD pada program/kegiatan
satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan kesatuan bangsa
dan politik atau program kegiatan satuan kerja perangkat daerah teknis
lainnya dalam APBD masing-masing pemerintah daerah.
c. PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah

77

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


daerah dan pemilik bangunan
Pembiayaan pengelolaan database Anggota Tim Ahli Bangunan Gedung
dan operasionalisasi penugasan Tim Ahli Bangunan Gedung termasuk
honorarium dan tunjangan dibebankan pada APBD kabupaten/kota, pada
APBD provinsi, atau APBN Pusat, sesuai dengan tingkat pemerintahan
yang menugaskan
d. TENAGA KESEHATAN
Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan
Indonesia dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sumber
Daya

a. SDM PENGELOLA
Pengelola keuangan pada masing-masing K/L dan SKPD sesuai dengan
tugas dan fungsinya
Bendahara umum negara
Bendahara umum daerah
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
melakukan monitoring dan evaluasi secara sinergis, terkoordinasi, terus
menerus, berkala, dan terukur terhadap penyelenggaraan penanganan
Konflik yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
b. SARANA
Setiap kegiatan RR sarana dan prasarana kesehatan yang sedang atau telah
dilakukan
c. STANDAR
Standar pembiayaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
d. REGULASI
Peraturan perundangan terkait keuangan
Pengaturan spesifik mengenai sumber-sumber dana dan mekanismenya
terkait bencana, penyelenggaraan bagunan, penanganan konflik dan
tenaga kesehatan dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
e. KELEMBAGAAN
Untuk penanganan bencana, dana siap pakai ada pada BNPB
Untuk penanganan konflik, kelembagaan yaitu K/L dan SKPD sesuai
dengan tugas dan wewenangnya masing-masing.

Pengelola
dana
kesehatan

a. MEKANISME PENGGALIAN
Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam
penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber
dari masyarakat yang diterima oleh Pemerintah dicatat dalam APBN dan bila
diterima oleh Pemda dicatat dalam APBD. Pemerintah daerah hanya dapat
menerima dana yang bersumber dari masyarakat dalam negeri. Pemerintah
dapat menolak bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. MEKANISME PENGALOKASIAN
Pengajuan usulan penggunaan anggaran penanggulangan bencana bidanng
kesehatan dilakukan secara tertib administrasi keuangan dengan sistem satu
pintu, berupa :
o Tahap prakrisis kesehatan usulan dari dinkes Kab/Kota harus
disampaika jmelalui Dinkes Provinsi kepada Sekjen Kemenkes dengan
tembusan Kepala PPKK dengan melampirkan Renkon
o Tahap tanggap darurat usulan rencana operasi dari Dinkes Kab/Kota
harus disampaikan melalui dinkes prvoinsi,s erta harus dilengkapi
dengan surat pernyataan bencana yang meliputi siaga darurat,
tanggap darurat atau pemulihan darurat. Usulan dari unit-unit utama
di lingkungan Kemenkes disampaika ke Sekjen Kemenkes dengan
tembusan kepada Kepala PPKK.
Untuk pencegahan konflik, Pemerintah mengalokasikan dana APBN melalui
anggaran kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai tugas dan
fungsinya. Pemerintah Daerah mengalokasikan dana APBD melalui anggaran

78

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab sesuai tugas dan
fungsinya.
Pendanaan untuk penanganan Konflik pada tahap penghentian Konflik dan
rekonsiliasi bersumber dari:
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBN pada
bagian anggaran kementerian/lembaga;
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBD pada
satuan kerja perangkat daerah;
o dana siap pakai yang dialokasikan pada bagian anggaran bendahara
umum negara dalam APBN; dan
o

dana belanja tidak terduga yang telah dialokasikan pada APBD.

Pemerintah mengalokasikan dana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada


tahap
pascakonflik
melalui
anggaran
kementerian/lembaga
yang
bertanggung jawab sesuai tugas dan fungsinya. Pemerintah Daerah
mengalokasikan dana pascakonflik melalui APBD pada program/kegiatan
satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan kesatuan bangsa
dan politik atau program kegiatan satuan kerja perangkat daerah teknis
lainnya dalam APBD masing-masing pemerintah daerah.
Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan pemilik bangunan
Pembiayaan pengelolaan database Anggota Tim Ahli Bangunan Gedung dan
operasionalisasi penugasan Tim Ahli Bangunan Gedung termasuk honorarium
dan tunjangan dibebankan pada APBD kabupaten/kota, pada APBD provinsi,
atau APBN Pusat, sesuai dengan tingkat pemerintahan yang menugaskan
Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan Indonesia
dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c. MEKANISME PEMBELANJAAN DANA KESEHATAN
Pembelanjaan sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk penggunaan dana penanggulangan bencana bidang kesehatan, harus
memperhatikan : a. Keseuaian pengguanaan anggaran dengan kebutuhan
teknis yang telah disyaratkan; b efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan
sasaran program/kegiatan; c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam
negeri.
PPKK harus melakukan telaahan terhadap usulan penggunaan anggaran
penanggulangan bencana bidang kesehatan yang telah diajukan oleh Dinkes
Prov/Kab/Kota dan unit utama di lingkungan Kemenkes. Berdasarkan hasil
telaahan, PPKK menyetujui atau meolak proses pencairan anggaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembayaran klaim RS untuk pasien korban bencana yang mulai dirawat sejak
masa tanggap darurat sampai selesai perawat dapat diusulkan oleh Dinkes
Prov/kab/Kota kepada PPKK. Pelaksanaan pembayaran klaim oleh PPKK
dilakukan setelah proses verifikasi dari unit teknis Kemenkes yang
membidangi RS.
Pada tahapan penghentian konflik :
o Usulan
permintaan
atas
dana
siap
pakaidisampaikan
oleh
kementerian/lembaga kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan. Permintaan danadilakukan dalam hal
alokasi dana untuk keperluan penghentian Konflik pada bagian anggaran
kementerian/lembaga tidak mencukupi dan/atau tidak tersedia. Dalam
hal dana untuk keperluan penghentian Konflik tidak mencukupi dan/atau
tidak tersedia, pemerintah daerah dapat menggunakan dana belanja
tidak terduga pada APBD.Setelah kepala daerah menetapkan status
keadaan konflik, kepala satuan kerja perangkat daerah yang membidangi
urusan kesatuan bangsa dan politik paling lambat 1 (satu) hari kerja
mengajukan rencana kebutuhan belanja penghentian Konflik dan
rekonsiliasi pascakonflik pada pejabat pengelola keuangan daerah selaku
bendahara umum daerah. Pencairan paling lambat 1 (satu) hari kerja
terhitung sejak diterimanya rencana kebutuhan belanja. Dalam hal
belanja tidak terduga tidak mencukupi untuk penghentian Konflik dan
rekonsiliasi pascakonflik, pemerintah daerah dapat menggunakan dana

79

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


dari hasil penjadwalan ulang capaian target kinerja program dan
kegiatan
lainnya
dalam
tahun
anggaran
berjalan
dan/atau
memanfaatkan uang kas yang tersedia. Mekanisme penambahan uang
dilakukan dengan cara mengubah peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD pada tahun anggaran yang berjalan dan diberitahukan
kepada pimpinan DPRD, selanjutnya ditampung dalam perubahan APBD
tahun anggaran yang berjalan. Dalam hal pengubahan APBD tahun
anggaran berjalan telah ditetapkan atau pemerintah daerah tidak
melakukan pengubahan APBD tahun anggaran berjalan, pengubahan
tersebut dicantumkan pada laporan realisasi anggaran.
Pada tahapan pascakonflik Pemerintah Daerah yang daerahnya
mengalami konflik dan memiliki keterbatasan kemampuan pendanaan
dapat mengajukan permintaan dana pascakonflik kepada Pemerintah
melalui :
o dana alokasi khusus (DAK) dengan melampirkan kerangka acuan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascakonflik beserta rencana
anggaran biaya. Pengajuan dana tersebut dikoordinasikan oleh
kementerian yang membidangi urusan dalam negeri. Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri
bersama menteri/pimpinan lembaga terkait melakukan verifikasi dan
evaluasi terhadap permintaan pemerintah daerahuntuk menilai
kelayakan dan kecukupan APBD sebagai kerangka acuan dan rencana
anggaran biaya dari aspek kerusakan dan kerugian untuk penyusunan
anggaran kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pemulihan
pascakonflik. Hasil verifikasi dan evaluasi menjadi dasar menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk
menyusun rencana anggaran dana pemulihan pascakonflik per
daerah.
o dana transfer ke daerah dengan melampirkan paling sedikit kerangka
acuan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi beserta rencana
anggaran biaya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan. Penyaluran dana pemulihan
pascakonflik berdasarkan penilaian menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan (berkoordinasi dengan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
dalam negeri dan menteri/pimpinan lembaga terkait), dilakukan
secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja.
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan menetapkan kebijakan dana pemulihan pascakonflik dalam
nota keuangan dan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya atau
APBN perubahan yang disampaikan Pemerintah kepada DPR. Alokasi
dana tersebut merupakan belanja transfer ke daerah. Menteri yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan
di
bidang
keuangan
menetapkan alokasi dana pemulihan pascakonflik bagi daerah Konflik
sebelum tahun anggaran berakhir.
d. MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN
Pertanggungjawaban penggunaan anggaran penanggulangan bencana
bidang kesehatan saat tanggap darurat diperlakukan secara khusus sesuai
dengna kondisi kedaruratan dan dilaksanakan sesuai dengan prinsip
akuntabilitas dan transpraransi serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.

Pertanggungjawaban dana penanggulangan bencana bidang kesehatan


pada ABPN dan APBD sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Pertanggungjawaban atas penggunaan dana disampaikan oleh kepala
satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan kesatuan
bangsa dan politik kepada pejabat pengelola keuangan daerah dengan
melampirkan bukti pengeluaran yang sah dan lengkap atau surat
pernyataan tanggung jawab belanja.

80

Kecukupan, efektif dan efisien, Adil dan transparan

4. SDM Kesehatan
Yaitu pengelolaan upaya pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusiakesehatan, yang meliputi: upaya perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu
SDM kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan
kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Terdiri dari 3 unsur, yaitu :
a. SDM Kesehatan adalah SDM kesehatan baik tenaga kesehatan
maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan, mempunyai hak
untukmemenuhi kebutuhan dasarnya (hak asasi) sebagai makhluk
sosial, wajib memiliki kompetensi, kewenangan untuk mengabdikan
dirinya di bidang kesehatan, mempunyai etika, berakhlak luhur, dan
berdedikasi tinggi dalam melakukan tugasnya
b. Sumber daya pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatanadalah sumber daya pendidikan nakes dan pelatihan
SDM kesehatan, yang meliputi berbagai standar kompetensi, modul
dan kurikulum serta metode pendidikan dan latihan, SDM
pendidikan dan pelatihan, serta institusi/fasilitas pendidikan dan
pelatihan yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan
pelatihan. Dalam sumber daya ini juga termasuk sumber daya
manusia, dana, cara/ metode, serta peralatan dan perlengkapan
untuk melakukan perencanaan, pendayagunaan, serta pembinaan
dan pengawasan mutu SDM kesehatan
c. Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatanmeliputi
upaya
perencanaan,
pengadaan,
pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu SDM
kesehatan.
Memiliki 4 prinsip, yaitu :
a. Adil dan merata serta demokratis. Pemenuhan ketersediaan
SDM kesehatan ke seluruh wilayah Indonesia harus berdasarkan
pemerataan dan keadilan sesuaidengan potensi dan kebutuhan
pembangunan kesehatan sertadilaksanakan secara demokratis,
tidak diskriminatif denganmenjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa.
b. Kompeten dan berintegritas. Pendidikan dan pelatihan sumber
daya manusia kesehatandilaksanakan sesuai standar pelayanan dan
standar kompetensisehingga menghasilkan sumber daya manusia
kesehatan yang menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK), profesional, beriman, bertaqwa, mandiri, bertanggung
jawab, dan berdaya saing tinggi.
c. Objektif dan transparan. Pembinaan dan pengawasan serta
pendayagunaan termasukpengembangan karir sumber daya
manusia kesehatan dilakukan secara objektif dan transparan
berdasarkan prestasi kerja dan disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan.
d. Hierarki dalam SDM Kesehatan.
Pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan dalam mendukung
pembangunan kesehatan perlu memperhatikan adanya susunan
81

hierarki sumber daya manusia kesehatan yang ditetapkan


berdasarkan jenis dan tingkat tanggung jawab dan wewenang,
kompetensi, serta keterampilan masing-masing sumber daya
manusia kesehatan.
No
1

Unsur-unsur
SDM
Kesehatan

Ringkasan Isi Peraturan


TENAGA KESEHATAN
Tenaga di bidang kesehatan terdiri dari :
o Tenaga kesehatan (minimum D3 kecuali tenaga medis)
o Asisten nakes (minimum pendidikan menengah bidang kesehatan dan
hanya dapat bekerja di bawah supervisi nakes)
Pengelompokan nakes terdiri dari tenaga :
medis (dokter, dokter gigi& spesialis)
psikologi klinis
keperawatan
kebidanan
kefarmasian (apoteker, tenaga teknis kefarmasian)
kesehatan masyarakat (epidemiolog kesehatan, tenaga promosi
kesehatan & ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga
administrasi & kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik &
kependudukan, tenaga kespro & keluarga)
kesehatan lingkungan ( tenaga sanitasi lingkungan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan)
gizi ( nutrisionis dan dietisien)
keterapian fisik ( fisioterapis, okupasi terapis, terapis & akupunktur)
keteknisian medis (radiografer, elektromedis, ahli teknologi
laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, orthotik prostetik)
teknik biomedika
kesehatan tradisional (nakes tradisional ramuan & nakes tradisional
ketrampilan)
tenaga kesehatan lain (diatur Peraturan Menkes)
Residen dan nakes dengan pendidikan diploma III merupakan jenis
tenaga yang diangkat untuk Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan kriteria terpencil dan sangat
terpencil terutama di Daerah Tertinggal, Perbatasan, Kepulauan, dan
Daerah bermasalah kesehatan, rawan bencana dan konflik sosial,
serta Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D di kabupaten/kota yang
memerlukan pelayanan medik spesialistik, .
TENAGA PENDUKUNG KESEHATAN
SDM manajerial yang memahami upaya penanggulangan masalah
kesehatan akibat bencana. Untuk tingkat Propinsi yaitu tingkat
pendidikan jenjang Strata 2 sebanyak 4 orang , dengan rincian 2 orang
memahami bidang management dan 2 orang bidang medis. Untuk
tingkat Kab / Kota yaitu tingkat pendidikan jenjang Strata 1 sebanyak 2
orang dengan rincian 1 orang bidang management dan 1 orang bidang
medis.
Petugas pelaksana pendataan bangunan gedung secara umum dapat
dibagi menjadi dua:
o Petugas Pelayanan Masyarakat. Bertanggung jawab sebagai
pelaksana dalam kegiatan pendataan pembangunan gedung dan
tidak memiliki wewenang dalam setiap pengambilan keputusan
yang berhubungan dengan pendataan bangunan gedung ataupun
keputusan yang sifatnya strategis.
o Petugas Pemasukan Data.
Petugas ini tidak berhubungan
secara langsung ke masyarakat atau pemohon bangunan gedung.
Petugas ini akan mendata semua hasil perkembangan dari proses
penyelenggaraan bangunan gedung dan akan memasukan data
tersebut ke dalam database.
o Administrator sistem/programer.
Bertugas dalam instansi
bangunan gedung untuk menyiapkan,
memelihara serta

82

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


mengevaluasi sistem informasi yang digunakan dalam proses
pendataan bangunan gedung.
TIM (NAKES DAN TENAGA PENDUKUNG)
Tim kesehatan untuk kondisi tanggap darurat, yaituTim Penanggulangan
Krisis dengan Koordinator adalah Kadinkes Prov/kab/kota. Tim terdiri
dari Tim Gerak Cepat, Tim RHA dan Tim Bantuan Kesehatan
Tim Ahli Bangunan Gedung yang mempunyai tugas umum memberikan
nasihat, pendapat, dan pertimbangan profesional membantu pemerintah
daerah,
atau
Pemerintah
dalam
penyelenggaraan
bangunan
gedung.Terdiri dari unsur-unsur meliputi :
o Asosiasi profesi, masyarakat ahli mencakup masyarakat ahli di luar
disiplin bangunan gedung termasuk masyarakat adat dan unsur
perguruan tinggi.
o Instansi pemerintah daerah dan/atau Pemerintah.
Unsur keahlian dalam Tim Ahli Bangunan Gedung minimal terdiri dari
keahlian bidang arsitektur, struktur, dan utilitas (mekanikal dan
elektrikal).Dapat meliputi bidang tugas antara lain bidang keselamatan
dan kesehatan kerja. Keanggotaan Tim Ahli Bangunan Gedung bersifat
ad-hoc. Jumlah anggota Tim Ahli Bangunan Gedung ditetapkan ganjil,
dan disesuaikan dengan tingkat kompleksitas bangunan gedung dan
substansi teknisnya. Setiap unsur/pihak yang menjadi Tim Ahli
Bangunan Gedung diwakili oleh 1 (satu) orang sebagai anggota.

Sumber Daya
pengembang
an dan
pemberdayaa
n SDM
kesehatan

a. SUMBER DAYA MANUSIA


Pemerintah dan Pemda yang bertanggung jawab melakukanPengaturan,
pembinaan, pengawasan & peningkatan mutu nakes; perencanaan ,
pengadaan, pendayagunaan nakes sesuai dengan kebutuhan serta
perlindungan kepada nakes dalam menjalankan praktek
Masyarakat (bersama Pemerintah dan Pemda) ikut terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan serta pendayagunaan nakes(dalam &luar
negeri) sesuai dengan tugas dan fungsinya, dengan memperhatikan
aspek pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan.
Pimpinan fasyankes (bersama kepala daerah) ikut bertanggung jawab
kesempatan yang sama kepada nakes dalam pengembangan nakes,
dengan mempertimbangkan penilaian kinerja.
b. DANA
Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan Indonesia
dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. CARA/METODE
Metode yang dikembangkan dalam rangka pemerataan dan pemenuhan
kebutuhan yankes kepada masyarakat.
penempatan nakes setelah melalui proses seleksi dengan cara
pengangkatan PNS, pengangkatan sbg pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja atau penugasan khusus serta pengangkatan sebagai
anggota TNI/Polri .
Pemerintah dapat mewajibkan nakes lulusan perguruan tinggi
pemerintah untuk mengikuti seleksi penempatan.
Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan
wajib kerja kepada Nakes yangmemenuhi kualifikasi akademik &
kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai nakes di daerah khusus
NKRI.
Pemerintah dapat menerapkan pola ikatan dinas bagi calon nakes.
d. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
Peraturan perundangan mengenai SDM kesehatan dan SDM untuk
penanggulangan bencana yang telah ada mulai dari UU, PP hingga Perka
dan Permen.
Standar profesi dan standar kompetensi yang telah ditetapkan
Institusi yang terakreditasi untuk melakukan pelatihan baik pemerintah,
pemda dan/atau masyarakat.
Modul-modul pelatihan yang dibutuhkan untuk SDM penanggulangan

83

No

Unsur-unsur

Penyelenggar
aan
pengembang
an dan
pemberdayaa
n SDM
kesehatan

Ringkasan Isi Peraturan


krisis kesehatan
Menteri, pemda, konsil masing-masing nakes dan organisasi profesi
sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan
dan
pengawasan.
Upaya Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan
adalah upaya memenuhi SDM kesehatan baik jumlah, jenis maupun kompetensi
secara merata untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan.
Upaya tersebut juga mempersiapkan pengembangan dan pemberdayaan SDM
kesehatan untuk menghadapi bencana.
Upaya penyelenggaraan dan pengembangan tenaga kesehatan meliputi
Perencanaan, Pengadaan dan Pendayagunaan, Pembinaan dan Pengawasan.
Pemerintah dan Pemda bertanggung jawab melakukan :
a. Pengaturan, pembinaan, pengawasan & peningkatan mutu tenaga kesehatan
b. Perencanaan , pengadaan, pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan
c.. Perlindungan kepada tenaga kesehatan dalam menjalankan praktek
Pemerintah dan Pemda wajib memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan (jumlah,
jenis, kompetensi) secara merata untuk menjamin keberlangsungan
pembangunan kesehatan.
A. PERENCANAAN
3 kelompok Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan :
a. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi
b. Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan pada tingkat wilayah;
c. Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan untuk bencana
Dalam perencanaan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan
(lokal, nasional, global), pendayagunaan SDM kesehatan diselenggarakan
secara merata, serasi, seimbang dan selaras oleh pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha baik di pusat maupun daerah; mendasarkan pada sasaran nasional
upaya kesehatan; pemilihan metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan
didasarkan pada kesesuaian metode dengan kemampuan dan keadaan daerah
masing-masing.
Kebutuhan SDM kesehatan dapat ditentukan berdasarkan : kebutuhan
epidemiologi penyakit utama masyarakat, permintaan akibat beban pelayanan
kesehatan; atau sarana upaya kesehatan yang ditetapkan; standar atau ratio
terhadap nilai tertentu.
Perencanaan Kebutuhan SDM untuk penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana sebagai berikut :
a.
memperhatikan hal-hal : waktu untuk bereaksi yang singkat untuk
memberikan pertolongan, kecepatan dan ketepatan dalam bertindak,
kondisi penduduk di daerah bencana, ketersediaan fasilitas kesehatan,
kemampuan sumber daya setempat.
b. Untuk mendukung kebutuhan SDM kesehatan , tim harus menyusun :
kebutuhan anggaran, kebutuhan sarana dan prasarana pendukung,
peningkatan kemampuan dalam PKKAB, rapat koordinasi secara berkala
serta gladi penanggulangan krisis.
c. Perencanaan pada pra bencana :
Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada masa pra bencana yaitu
penempatan SDM Kesehatan dan pembentukan Tim PKKAB dengan
memperhatikan : analisis risiko pada wilayah rawan bencana, kondisi
penduduk di daerah bencana, ketersediaan fasyankes, kemampuan SDM
Kesehatan setempat, kebutuhan minimal yankes di wilayah setempat.
Distribusi dalam rangka penempatan SDM kesehatan ditujukan untuk
antisipasi pemenuhan kebutuhan minimal tenaga padapelayanan
kesehatan akibat bencana. PJ di daerah adalah Kadinkes. Selain itu
ketersediaan SDM manajerial yang memahami upaya penanggulangan
masalah kesehatan. Untuk tingkat Propinsi tingkat pendidikan jenjang

84

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


Strata 2 sebanyak 4 orang , dengan rincian 2 orang memahami bidang
management dan 2 orang bidang medis. Untuk tingkat Kab / Kota tingkat
pendidikan jenjang Strata 1 sebanyak 2 orang dengan rincian 1 orang
bidang management dan 1 orang bidang medis.
d. Perencanaan pada saat tanggap darurat :
Dilakukan berdasarkan hasil RHA berdasarkan kebutuhan jumlah minimal
SDM kesehatan melalui perhitungan- perhitungan berdasarkan rasio. Untuk
fasyankes :
Dokter umum = (jml pasien/40) - jml dr umum yang ada di tempat
Dokter bedah = (jumlah pasien dr bedah/5) - jml dr bedah yang ada di
tempat
Dokter anestesi ={ (jumlah pasien bedah/15)}/5 - jumlah dr anestesi di
tempat
perawat di UGD = 1 perawat menangani 1 pasien
perawat di ruang rawat inap = jumlah jam perawatan total untuk semua
jenis pasien/jumlah jam efektif per hari per shift (7 jam)
Fisioterapis : 1 fisioterapis menangani 30 pasien
Apoteker 1 dan asisten apoteker 2
Tenaga gizi 2
Pembantu umum 5-10
Jumlah jam perawatan :
o Berdasarkan klasifikasi pasien dalam 1 ruangan (penyakit dalam 3,5
jam/hari, bedah 4 jam/hari, gawat 10 jam/hari, anak 4,5 jam/hari,
kebidanan 2,5 jam/hari;
o Berdasarkan tingkat ketergantungan keperawatan minimal 2
jam/hari, sedang 3,08 jam /hari, agak berat 4,15 jam/hari dan
maksimal 6,16 jam/hari
e. Perencanaan pada saat pasca bencana :
Dilakukan berdasarkan hasil penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan
sumber daya kesehatan pasca bencana.
f. Menteri melakukan perencanaan tenaga kesehatan utk skala nasional
melalui pemetaan tenaga kesehatandengan memperhatikan faktor :jenis,
kualifikasi,
jumlah,
pengadaan
&
distribusi
tenaga
kesehatan;
penyelenggaraan upaya kesehatan; ketersediaan fasyankes; kemempuan
pembiayaan; kondisi geografis & sosbud; kebutuhan masyarakat.
B. PENGADAAN DAN PENDAYAGUNAAN
Upaya manajemen SDM penanggulangan krisis kesehatan terbagi 3 tahap :
a.Tahap prabencana :
Penyusunan peta rawan bencana (memperlihatkan kemungkinan
bencana,
kebutuhan fasyankes dan ketersediaan SDM serta
kompetensinya);
Penyusunan peraturan/pedoman terkait penempatan dan mobilisasi
SDM Kesehatan;
Pemberdayaan nakes di sarana kesehatan terutama di daerah rawan
bencana;
Penyusunan standard ketenagaan, sarana dan pembiayaan;
Penempatan nakes disesuaikan dengan situasi wilayah setempat;
Pembentukan TGC (Tim Gerak Cepat);
Sosialisasi SDM kesehatan;
Pelatihan dan gladi; Pembentukan Pusat pelayanan kesehatan terpadu
atau PSC.
penempatan SDM Kesehatan dan pembentukan Tim PKKAB. Distribusi
dalam rangka penempatan SDM kesehatan ditujukan untuk antisipasi
pemenuhan kebutuhan minimal tenaga padapelayanan kesehatan
akibat bencana. PJ di daerah adalah Kadinkes
b. Saat tanggap darurat :Mobilisasi SDM Kesehatan sesuai dengan
kebutuhan yankes serta pengorganisasian SDM kesehatan dalam
pelaksanaan yankes. Pada saat terjadi bencana, perlu adanya mobilisasi
SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis
yaitu Tim Gerak Cepat, Tim penilaian cepat kesehatan dan Tim bantuan
kesehatan. Koordinator adalah Kadinkes Prov/kab/kota. Rincian Tim dan

85

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


kebutuhan minimal sebagai berikut :
o Tim Gerak Cepat. Kebutuhan minimal yaitu 1 dokter umum, 1 dokter
spesialis bedah, 1 dokter spesialis anestesi, 2 perawat mahir, 1
tenaga DVI, 1 apoteker/asisten apoteker, 1 sopir ambulans, 1
surveilans/epidemiolog/sanitarian, 1 petugas komunikasi.
o Tim Rapid Health Assessment (RHA). Kebutuhan minimal yaitu 1
dokter umum, 1 epidemiolog, 1 sanitarian.
o Tim Bantuan Kesehatan diberangkatkan berdasarkan kebutuhan.
jenis-jenis tenaga dan kompetensi telah ditentukan.
C. Pasca bencana : Mobilisasi SDM kesehatan sesuai dengan kebutuhan
yankes, pengorganisasian SDM kes dalam pelaksanaan yankes; upaya
pemulihan SDM kesehatan yang menjadi korban; rekruitmen SDM kesehatan
untuk peningkatan upaya penanggulangan krisis akibat bencana di masa
datang serta program pendampingan bagi petugas kesehatan di daerah
bencana
Pengadaan
nakes
dilaksanakan
sesuai
dengan
perencanaan
dan
pendayagunaan tenaga kesehatan. Pengadaan nakes melalui pendidikan tinggi
bidang kesehatan untuk menghasilkan nakes yang bermutu sesuai standar
profesi dan standar pelayanan profesi.
Penyelenggara pendidikan yaitu
Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pendayagunaan nakes(dalam&luar negeri) dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing, dengan memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan dan
pengembangan.
Dalam rangka pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, pemerintah dan pemda wajib melakukan penempatan
nakes setelah melalui proses seleksi dengan cara pengangkatan PNS,
pengangkatan sbg pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau
penugasan khusus serta pengangkatan sebagai anggota TNI/Polri . Pemerintah
dapat mewajibkan nakes lulusan perguruan tinggi pemerintah untuk mengikuti
seleksi penempatan.
Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Nakes yangmemenuhi kualifikasi
akademik & kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai nakes di daerah
khusus NKRI. Dapat menerapkan pola ikatan dinas bagi calon nakes.
Pengaturan
Penugasan
Khusus
Tenaga
Kesehatan
bertujuan
untuk
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan melalui pemenuhan
kebutuhan Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan kriteria
terpencil dan sangat terpencil terutama di Daerah Tertinggal, Perbatasan,
Kepulauan, dan DBK, rawan bencana dan konflik sosial, serta Rumah Sakit Kelas
C dan Kelas D di kabupaten/kota yang memerlukan pelayanan medik
spesialistik.
Jenis tenaga yang diangkat yaitu residen dan nakes dengan
pendidikan diploma III.
Pimpinan fasyankes dan/atau kepala daerah yang membawahi fasyankes harus
mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan dan lokasi
serta keamanan dan keselamatan kerja nakes sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.
C. Pembinaan dan Pengawasan
Peningkatan dan pengembangan SDM kesehatan disesuaikan dengan
kebutuhan untuk penanggulangan bencana. Pembinaannya dilakukan dengan
supervisi dan bimtek, pendidikan formal dalam bidang PB, pelatihan/kursus
mengenai teknis medis dan penanggulangan bencana, melakukan gladi posko,
pertemuan ilmiah, rapat koordinasi.
Pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan untuk SDM penanggulangan krisis
kesehatan :
o Pelatihan untuk perawat lapangan (Puskesmas) --> keperawatan
kesmas, keperawatan gadar, PONED, penanggulangan kekerasan

86

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan

o
o
o
o

o
o
o

terhadap perempuan dan anak, manajemen PKKAB;


Pelatihan untuk perawat di fasilitas rujukan (RS) --> keperawatan
gadar dasar dan lanjutan; keperawatan ICU, jiwa, OK; manajemen
keperawatan di RS, mahir anestesi, PONEK
Pelatihan PONED serta penanggulangan kekerasan terhadap
perempuan dan anak untuk dokter, perawat dan bidan;
Gizi --> penanggulangan masalah gizi dalam keadaan darurat untuk
petugas gizi, surveilans gizi, konselor gizi, tata laksana gizi buruk;
Pelayanan medik --> GELS, PTC, APRC, dental forensik, DVI, PONEK,
ATLS, ACLS, BLS;
Pelatihan Manajemen penanggulangan krisis --> Manajemen PKKAB,
Manajemen PKKAB pada kedaruratan kompleks, Health Emergencies
Large Population COurse, Pelatihan radio komunikasi;
Pelatihan pelayanan penunjang medik
Pelatihan pelayanan kefarmasian
Pelatihan P2PL --> surveilans epidemiologi dalam keadaan bencana,
kesiapsiagaan PB di regional center, pelatihan RHA dan rapid respons
sanitasi darurat, dsb

Pengembangan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan


karier nakes melalui pendidikan, pelatihan dan kesinambungan dalam
menjalankan praktik. Dalam rangka pengembangan nakes, kepala daerah &
pimpinan fasyankes bertanggung jawab atas pemberian kesempatan yang
sama kepada nakes dengan mempertimbangkan penilaian kinerja. Pelatihan
sesuai standar profesi dan standar kompetensi dan diselenggarakan oleh
institusi yang terakreditasi baik pemerintah, pemda dan/atau masyarakat.
Untuk meningkatkan mutu praktik tenaga kesehatan serta memberikan
perlindungan dan kepastian hukum kepada nakes dan masyarakat, dibentuk
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang bertanggung jawab pada
Presiden.Tugas Konsil : memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil
masing-masing tenaga kesehatan, melakukan evaluasi tugas konsil masingmasing nakes dan membina serta mengawasi konsil masing-masing
nakes.Konsil masing-masing nakes mempunyi fungsi pengaturan, penetapan
dan pembinaan nakes dalam menjalankan praktik nakes untuk meningkatkan
mutu yankes. Tugasnya yaitu registrasi nakes, pembinaan, menyusun standar
nasional pendidikan, standar praktik dan standar kompetensi serta
menegakkan disiplin praktik nakes.Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan
konsil tenaga kesehatan Indonesia dibebankan kepada APBN dan sumber lain
yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Setiap nakes yang praktik wajib memiliki STR yang berlaku selama 5 tahun dan
dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan. Juga wajib memiliki
izin dalam bentuk SIP.Pimpinan fasyankes dilarang mengizinkan nakes yang
tidak memiliki STR dan izin untuk menjalankan praktik di fasyankes.
Untuk terselenggaranya praktik nakes yang bermutu dan perlindungan kepada
masyarakat perlu dilakukan pembinaan praktik yang dilakukan oleh menteri,
pemda, konsil masing-masing nakes dan organisasi profesi sesuai dengan
kewenangannya.
Untuk menegakkan disiplin nakes, konsil masing-masing nakes menerima
pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin nakes.
Sanksi berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan STR/SIP dan/atau
kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kesehatan.
Nakes harus membentuk organisasi profesi sebagai wadah untuk meningkatkan
dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan etika
profesi nakes. Setiap jenis naskes membentuk 1 organisasi profesi.
Nakes

yang

menjalankan

praktik

pada

Fasyankes

wajib

memberikan

87

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


pertolongan pertama kepada penerima pelayanan kesehatan dalam keadaan
gawat darurat dan/atau pada bencana untuk penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan.
Dilarang menolak dan/atau meminta uang muka
terlebih dahulu.Nakes dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan
kewenangan berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Dalam keadaan
tertentu, nakes dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
Dalam melakukan pelayanan kesehatan, nakes dapat menerima pelimpahan
tindakan medis dari tenaga medis. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian,
tenaga teknis kefarmasian dapat menerima pelimpahan pekerjaan kefarmasian
dari tenaga dokter. Persyaratan pelimpahan :
a. Penerima pelimpahan memiliki kemampuan dan ketrampilan tindakan yang
dilimbahkan
b. Pelaksanaan tindakan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
c. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab sepanjang pelaksanaan
tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan;
d. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai
dasar pelaksanaan tindakan.
Setiap nakes dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi, standar pelayanan profesi dan standar prosedur operasional. Standar
profesi dan pelayanan profesi ditetapkan oleh organisasi profesi dan disahkan
oleh menteri. SOP ditetapkan oleh Fasyankes.
Nakes dalam menjalankan praktik dapat melakukan penelitian dan
pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
kesehatan
untuk
menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi dan teknologi
informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.
Setiap tindakan yankes perseorangan yang dilakukan oleh nakes harus
mendapatkan persetujuan setelah mendapat penjelasan secara cukup dan
patut. Setiap nakes yang melaksanakan yankes perseorangan wajib membuat
rekam medis penerima pelayanan kesehatan yang harus segera dilengkapi
setelah penerima pelayanan kesehatna selesai menerima yankes. Rekam
medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh nakes dan pimpinan
fasyankes.
Pimpinan fasyankes dalam meningkatkan dan menjaga mutu pemberian
layanan kesehatan dapat membentuk komite atau panitia atau tim untuk
kelompok tenaga kesehatan di lingkungan fasyankes.
Setiap
penerima
pelayanan
kesehatan
yang
dirugikan
akibat
kesalahan/kelalaian nakes dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penyelesaian perselisihan harus diselesaikan
terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
kepada nakes dengan melibatkan konsil masing-masing nakes dan organisasi
profesi sesuai dengan kewenangannya. Hal ini diarahkan untuk meningkatkan
mutu yankes yang diberikan nakes , melindungi penerima yankes dan
masyarakat atas tindakan yang dilakukan nakes serta memberikan kepastian
hukum bagi masyarakat dan nakes.
Sanksi administratif :
a. Setiap nakes yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 47 (papan nama
praktik), pasal 52 ayat 1 (Nakes WNI lulusan luar negeri untuk praktik di
Indonesia harus mengikuti proses evaluasi kompetensi), pasal 54 ayat 1
(TKWNA yang akan praktik harus melalui proses evaluasi kompetensi) ,pasal 58
ayat 1 (dalam praktik harus sesuai standar & etika, inform consent, menjaga
rahasia, menyimpan rekam medik, merujuk ke nakes lain yangmempunyai
klmpetensi sesuai) , pasal 59 ayat 1 (wajib memberi pertolongan pertama

88

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


dalam kondisi gadar/bencana), pasal 62 ayat 1 (praktik sesuai dengan
kewenangan dari kompetensi yang dimiliki), pasal 66 ayat 1 (praktik sesuai
standar), pasal 68 ayat 1 (inform consent), pasal 70 ayat 1-3 (rekam medis),
pasal 73 ayat 1 (wajib menyimpan rahasia kesehatan) ;
b. Setiap fasyankes yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 26 ayat 2
(memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, lokasi, keamanan dan
keselamatan kerja nakes), pasal 53 ayat 1 (fasyankes dapat mendayagunakan
TKWNA sesuai persyaratan), pasal 70 ayat 4 (rekam medis harus dsimpan dan
dijaga kerahasiaannya) dan pasal 74 (dilarang mengizinkan nakes tanpa STR
dan izin untuk praktik)
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kab/kota
sesuai dengan kewenangannya memberikan sanksi administratif (teguran lisan,
peringatan tertulis, denda administratif dan/atau pencabutan izin) kepada
nakes dan fasyankes.
Ketentuan Pidana :
a. Penjara
- Setiap orang bukan nakes melakukan praktik seolah-olah sebagai nakes;
- Setiap nakes yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima
pelayanan kesehatan luka berat/mati;
b. Pidana denda
- Setiap nakes yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR
dan
nakes WNA yang sengaja memberikan yankes tanpa memiliki STR
sementara;
- Setiap nakes maupun nakes WNA yang praktik tanpa izin
o

Pemerintah menyelenggarakan pembinaan bangunan gedungpada Pemda


dan penyelenggara gedung secara nasional untuk meningkatkan
pemenuhan persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung.
Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan pada penyelenggara
bangunan gedung di daerah. Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan
pembinaan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat yang terkait
dengan bangunan gedung.
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
melaksanakan pencegahan Konflik melalui penyelenggaraan kegiatan
antara lain pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan; pendidikan
dan pelatihan perdamaian;
pendidikan kewarganegaraan;peningkatan
kesadaran hukum, sosialisasi peraturan perundang-undangan, pendidikan
budi pekerti;
pendidikan agama dan penanaman nilai-nilai integrasi
kebangsaan; penguatan/pengembangan kapasitas (capacity building).
Sistem peringatan dini meliputi deteksi dini dan cegah dini meliputi antara
lain penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan
pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai
dengan kewenangannya.
Pembinaan meliputi sosialisasi peraturan
perundang-undangan terkait penanganan Konflik; pemberian bimbingan,
supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penanganan Konflik; pengembangan
sistem informasi dan komunikasi penanganan Konflik; penyebarluasan
informasi penanganan Konflik; dan
pengembangan kesadaran dan
tanggung jawab masyarakat.Pemberdayaan meliputi fasilitasi kebijakan,
penguatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kualitas SDM

Adil, merata dan demokratis, Hierarki dalam SDM kesehatan, Objektif dan transparan,
Kompeten dan berintegritas

5. Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan


Yaitu pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/
manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
89

Terdiri dari 4 unsur, yaitu :


a. Komoditi Sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah komoditi
untuk penyelenggaraan upaya kesehatan. Makanan adalah komoditi
yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.
b. Sumber dayaSDM yang mengerti dan terampil, jumlah cukup
serta mempunyai standar kompetensi sesuai dengan etika profesi,
Fasilitas sediaan farmasi, alkes & makanan harus memenuhi
kebijakan yang telah ditetapkan, baik di fasilitas produksi, distribusi
maupun fasyankes primer, sekunder, dan tersier serta Pembiayaan
yang cukup dari Pemerintah dan Pemda
c. Pelayanan kefarmasian Ditujukan untuk dapat menjamin
penggunaan sediaan farmasi & alkes, secara rasional, aman &
bermutu di semua fasyankes dengan mengikuti kebijakan yang
ditetapkan
d. Pengawasan Meliputi standarisasi, evaluasi produk sebelum
beredar, sertifikasi, pengawasan produk sebelum beredar &
pengujian produk dgn melaksanakan regulasi yang baik, ditujukan
untuk menjamin setiap sediaan farmasi, alkes & makanan yg
beredar memenuhi standar & persyaratan keamanan, khasiat/
manfaat,& mutu produk yg ditetapkan dgn didukung oleh
laboratorium pengujian yg handal.
Memiliki 5 prinsip yaitu :
a. Aman, berkhasiat, bermanfaat dan bermutuPemerintah
menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutusediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan melalui pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian secara profesional, bertanggung jawab, independen,
transparan, dan berbasis bukti ilmiah. Pelaku usaha bertanggung
jawab atas keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk sesuai
dengan fungsi usahanya dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b. Tersedia, merata dan terjangkauObat merupakan kebutuhan
dasar manusia yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan,
sehingga obat tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas ekonomi
semata.
c. RasionalSetiap pelaku pelayanan kesehatan harus selalu
bertindakberdasarkan bukti ilmiah terbaik dan prinsip tepat biaya
(costeffective)
serta
tepat
manfaat
(cost-benefit)
dalam
pemanfaatan obat agar memberikan hasil yang optimal.
d. Transparan dan bertanggung jawabMasyarakat berhak untuk
mendapatkan
informasi
yang
benar,lengkap,
dan
tidak
menyesatkan tentang sediaan farmasi, alatkesehatan, dan makanan
dari produsen, distributor, dan pelakupelayanan kesehatan.
e. KemandirianPotensi sumber daya dalam negeri, utamanya
bahan baku obat dan obat tradisional harus dikelola secara
profesional, sistematis, dan berkesinambungan sehingga memiliki
daya saing tinggi dan mengurangi ketergantungan dari sumber
daya luar negeri serta menjadi sumber ekonomi masyarakat dan
devisa negara.

90

No
1

Unsurunsur
Komoditi

Ringkasan Isi Peraturan


Kesiapan dalam penanggulangan korban massal akibat
kedaruratan kompleks antara lain Obat dan alkes
Untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana bidang
kesehatan :
a. Pemerintah dapat menerima bantuan dari dalam dan luar
negeri
b. Pemerintah daerah dapat menerima bantuan dari dalam
negeri

Sumber
Daya

Bantuan tersebut dapat berupa bantuan teknis (peralatan


maupun tenaga ahli yang diperlukan), bantuan program
(keuangan untuk pembiayaan program) dan bantuan logistik
kesehatan.
Segala bantuan yang berbentuk makanan dan minuman
harus memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Khusus
bantuan obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan
kebutuhan, memenuhi standar mutu dan batas kadaluwarsa
dan disertai label yang menggunakan bahasa Indonesia atau
bahasa Inggris dengan memuat petunjuk yang jelas.
Mekanisme pemasukan obat, perbekalan kesehatan dan
makanan minuman ke dalam wilayah Indonesia dilaksanakan
sesuai dengna ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan
kefarmasia
n

Pengawasa
n

Tersedia, merata dan terjangkau

6. Manajemen, informasi dan regulasi

Merupakan pengelolaan yang menghimpun berbagai upaya kebijakan


kesehatan, administrasi kesehatan, pengaturan hukum kesehatan,
pengelolaan data dan informasi kesehatan yang mendukung subsistem
lainnya dari SKN guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Terdiri dari 5 unsur, yaitu :
a. Kebijakan kesehatan yaitu serangkaian aturan yang dapat berupa
kebijakan
yang
ditetapkan Pemerintah
sebagai
pedoman
penyelenggaraan urusan kesehatan.
b. Administrasi
kesehatan
adalah
kegiatan
perencanaan,
pengaturan,
dan
pembinaan
serta
pengawasan
dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan
c. Hukum kesehatan yaitu keseluruhan peraturan perundangundangan di bidang kesehatan dan segala upaya penyebarluasan,
penerapan, dan penegakan aturan tersebut dalam rangka
memberikan perlindungan hukum, terutama kepada individu dan
masyarakat, dan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.
d. Informasi Kesehatan merupakan hasil pengumpulan dan
pengolahan data sebagai masukan bagi pengambilan keputusan di
bidang kesehatan.
e. Sumber daya manajemen kesehatanmeliputi sumber daya
manusia, dana, sarana, prasarana, standar, dan kelembagaan yang
91

digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya


mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.
Memiliki 4 prinsip yaitu :
a. Inovasi / kreativitas. Penyelenggaraan manajemen, informasi,
dan regulasi kesehatan harus mampu menciptakan daya tahan dan
kesinambungan kinerja sistem melalui inovasi/kreatifitas dalam
menghadapi perubahan dan tantangan pembangunan kesehatan
dengan lebih baik.
b. Kepemimpinan
yang
visioner
bidang
kesehatan.
Kepemimpinan yang mempunyai visi, keteladanan, dan bertekad
dalam pembangunan kesehatan
c. Sinergisme yang dinamis. Pendekatan manajemen kesehatan
merupakan kombinasi daripendekatan sistem, kontingensi, dan
sinergi yang dinamis. Dalam manajemen ini penting adanya
interaksi, transparansi, interelasi, dan interdependensi yang dinamis
di antara para pelaku pembangunan kesehatan. Dalam manajemen
kesehatan ini prinsip efisiensi, efektifitas, dan transparansi sangat
penting.Perencanaan kebijakan, program, dan anggaran perlu
disusun secara terpadu.
d. Kesesuaian dengan sistem pemerintahan NKRI. Manajemen,
informasi, dan regulasi kesehatan menjadi pendukung utama dalam
pelaksanaan desentralisasi dengan mempertimbangkan komitmen
global dalam pembangunan kesehatan.
No

Unsur-unsur

Kebijakan
kesehatan

Administrasi
kesehatan

Ringkasan Isi Peraturan

a. Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung


jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
b. Kebijakan/Peraturan
mengenai fasyankes yang aman
c.

d.
-

Hukum
kesehatan

terhadap bencana terdiri dari UU, PP, Permen, Kepmen, Perda


dan Juknis.
Sebagian besar peraturan perundangan tersebut telah lengkap
mulai dari UU hingga turunannya.
Kebijakan/peraturan tersebut :
telah meliputi sumber-sumber daya yang dibutuhkan yaitu
SDM, pembiayaan, bangunan, sarana prasarana serta
sistem/mekanisme.
telah meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, dan
pembinaan serta pengawasan dan pertanggungjawaban
penyelenggaraan kegiatan terkait sumber-sumber daya yang
dibutuhkan dalam rangka mendukung fasyankes yang aman
terhadap bencana.
Telah memuat aturan mengenai penyebarluasan, penerapan,
dan penegakan aturan tersebut (sanksi, dsb) dalam rangka
memberikan perlindungan hukum, terutama kepada individu
dan masyarakat

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah


kabupaten/kota bertanggung jawab dalam dalam penyeleggaraan
penanggulangan bencana (PB) termasuk untuk PB bidang
kesehatan. Menteri kesehatan bertanggung jawab dalam PB tingkat
nasional berkoordinasi dengan BNPB.
Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya tersebut, menkes mengkoordinasikan seluruh
sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang
berperan serta dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan.
Menkes dibantu oleh seluruh unit eselon I di lingkungan Kemenkes.
Unit eselon I melaksanakan penyelenggaraan PB bidang kesehatan
sesuai tupoksinya masing-masing di bawah koordinasi Sekretaris

92

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


Jenderal melalui Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Untuk mendekatkan dan mempercepat penanggulangan bencana
bidang kesehatan Menteri membentuk 9 PPK regional dan 2 PPK Sub
regional. Dalam melaksanakan tugasnya, PPK Reg dan Sub Reg
berkoordinasi dengan Kepala PPKK.
PPK regional adalah unit
fungsional di daerah yang ditunjuk untuk mempercepat dan
mendekatkan fungsi bantuan pelayanan kesehatan dalam
penanggulangan kesehatan pada kejadian bencana.
PPK sub
regional adalah unit fungsional di bawah koordinasi PPK Regional
untuk menjangkau wilayah yang terlalu jauh.
Kadinkes Prov bertanggung jawab dalam PB bidang kesehatan di
tingkat provinsi dengan berkoordinasi dengan Gubernur/Kepala
Daerah Provinsi setempat dan Kepala PPKK Kemenkes. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Kadinkes Provinsi wajib membentuk satuan
tugas kesehatan yang diketuai Kadinkes Provinsi. Satgas harus
berkoordinasi dengan BPBD di tingkat provinsi, seluruh sumber daya
kesehatan dan seluruh instansi/lembaga yang terkait. Dalam hal
bencana terjadi di 2 provinsi/lebih, pada tahap tanggap darurat
koordinator PB bidang kesehatan adalah Menkes.
Kadinkes Kab/Kota bertanggung jawab dalam PB bidang kesehatan
di
tingkat
kabupaten/kota
dengan
berkoordinasi
dengan
Bupati/Walikota, Kadinkes Prov setmpat dan Kepala PPKK Kemenkes.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Kadinkes Kab/Kota wajib membentuk
satuan tugas kesehatan yang diketuai Kadinkes Kab/Kota. Satgas
harus berkoordinasi dengan BPBD di tingkat kab/kota, dan
mengkoordinasikan seluruh sumber daya kesehatan dan seluruh
instansi/lembaga yang terkait. Dalam hal bencana terjadi di 2 kab
kota/lebih, pada tahap tanggap darurat koordinator PB bidang
kesehatan adalah Kadinkes Provinsi.
PB Bidang kesehatan tingkat nasional, provinsi dan kabuapten/kota
diselenggarakan dengan memperkuat koordinasi dan kemitraan
antar seluruh sumber daya kesehatan dan seluruh instansi/lembaga
yang berperan serta.
Untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana bidang
kesehatan :
c.
Pemerintah dapat menerima bantuan dari dalam dan luar
negeri
d. Pemerintah daerah dapat menerima bantuan dari dalam negeri
Bantuan tersebut dapat berupa bantuan teknis (peralatan maupun
tenaga ahli yang diperlukan), bantuan program (keuangan untuk
pembiayaan program) dan bantuan logistik kesehatan.
Segala bantuan yang berbentuk makanan dan minuman harus
memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.
Khusus bantuan
obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan,
memenuhi standar mutu dan batas kadaluwarsa dan disertai label
yang menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan
memuat petunjuk yang jelas.
Mekanisme pemasukan obat,
perbekalan kesehatan dan makanan minuman ke dalam wilayah
Indonesia dilaksanakan sesuai dengna ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penanggulangan
bencana bidang kesehatan dilakukan di setiap jenjang
pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan,
mengembangkan dan memajukan kegiatan penanggulangan
bencana bidang kesehatan yang dilaksanakan melalui advokasi dan

93

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


sosialisasi, pelatihan dan peningkatan kompetensi sumber daya
manusia kesehatan, pemantauan dan evaluasi; dan/atau cara lain
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:


a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya
manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar
pelayanan rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Untuk melaksanakan tugasnya, Puskesmas
menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM dan UKP
tingkat pertama di iwlayah kerjanya.

Informasi
kesehatan

a. PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG


Persyaratan teknis bangunan gedung ditetapkan dalam
RTBL oleh Pemda dan wajib diinformasikan secara terbuka
Nama-nama usulan anggota tim Tim Ahli Bangunan Gedung
dari asosiasi profesi, perguruan tinggi dan masyarakat ahli
termasuk masyarakat adat disusun dalam suatu database
Daftar Anggota Tim Ahli Bangunan Gedung yang secara
bertahap disusun sesuai dengan ketersediaan dan/atau
pengembangan infrastruktur yang mendukung di daerah
serta SDM yang kompeten sehingga dapat diakses dari
semua kabupaten/kota, provinsi dan Pusat.
Pendataan dan/atau pendaftaran bangunan gedung
dilakukan pada saat :
o Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Gedung(PIMB)
o Permohonan Perubahan Izin Mendirikan Bangunan
Gedung (PPIMB)
o Permohonan
Sertifikat
Laik
Fungsi
(SLF)
serta
perpanjangannya (SLFn)
o Pembongkaran bangunan gedung.
Pemutakhiran data bangunan gedung secara berkala setiap 5
(lima) tahun untuk bangunan gedung fungsi non-hunian dan
10 (sepuluh) tahun untuk bangunan gedung fungsi hunian,
yang dilakukan oleh dinas teknis bangunan gedung.
Hasil pendataan bangunan gedung dapat dimanfaatkan oleh
pemerintah daerah maupun masyarakat melalui suatu sistem
informasi bangunan gedung, antara lain:
a. Menemukan fakta kepemilikan, penggunaan, pemanfaatan
serta riwayat bangunan gedung dan tanah termasuk
kesesuaian antara penggunaan bangunan gedung dengan
rencana tata ruang wilayahnya.
b. Mengetahui informasi/perkembangan mengenai proses
penyelenggaraan bangunan gedung yang sedang berjalan
(seperti IMB, SLF atau perpanjangan SLF)
c.Mengetahui kekayaan aset negara dan pendapatan
Pemerintah/pemerintah daerah.
d. Keperluan perencanaan dan pengembangan tata ruang
wilayah.

94

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


e. Mengetahui batas waktu masa berlakunya suatu perizinan
(IMB, SLF).
Pemerintah pusat terkait hasil kegiatan pendataan ini
berkewajiban antara lain:
a. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan pendataan
bangunan gedung, serta tertib administrasinya.
b. Menyimpan dan mengelola data hasil kegiatan pendataan
bangunan gedung di daerah sebagai informasi untuk
pemrograman, perencanaan, pengendalian, dan evaluasi
penyelenggaraan bangunan gedung.
c. Mempublikasikan hasil pendataan secara umum untuk
data-data yang dapat dipublikasikan seperti data jumlah
bangunan yang telah memiliki izin, jumlah bangunan dengan
struktur tertentu, dan sebagainya.
Data bangunan gedung dapat dipergunakan untuk dan oleh
masyarakat. Khusus bangunan dengan tingkat kerahasiaan
tinggi maka hanya pemerintah yang berhak menggunakan.
Kegiatan Pendataan Bangunan Gedung terdiri dari dua
macam kegiatan, yaitu meliputi:
a.
Proses
Pendataan
Bangunan
Gedungkegiatan
memasukan dan mengolah data bangunan gedung oleh
pemerintah
daerah
sebagai
proses
lanjutan
dari
pemasukandokumen/pendaftaran bangunan gedung baik
pada proses IMB ataupun pada proses SLF dengan prosedur
yang sudah ditetapkan oleh Pemda.
b. Output/Hasil pendataan bangunan gedungKegiatan
pendataan bangunan gedung dapat menjadi dasar
pertimbangannditerbitkannya
Surat
Bukti
Kepemilikan
Bangunan Gedung (SBKBG), sebagaibukti telah terpenuhinya
semua persyaratan kegiatan penyelenggaraanbangunan
gedung.
Sistem pendataan bangunan gedung merupakan sistem yang
terkomputerisasi dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam seluruh tahapan penyelenggaraan
bangunan gedung sehingga aplikasi yang digunakan dapat
dimanfaatkan pada seluruh alur kerja dalam tata kelola
bangunan gedung (tahap perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan dan pembongkaran).
Pemerintah melakukan pembinaan melalui pengaturan,
pemberdayaan dan pengawasan, serta kebijakan operasional
pendataan bangunan gedung.
b. PENANGANAN KONFLIK
Pencegahan Konflik dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat.dengan salah satu upayanya yaitu
membangun sistem peringatan dini yang meliputi deteksi
dini dan cegah dini. Rinciannya antara lain :
- penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau
daerah Konflik;
- penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara
cepat dan akurat;

Sumber daya
manajemen
kesehatan

a. SDM KESEHATAN
meliputi seluruh SDM yang ada baik itu pemerintah pusat,
pemerintah daerah, masyarakat (swasta, akademisi/perguruan
tinggi/ahli, masyarakat adat dan sebagainya) baik itu untuk
manajemen kesehatan maupun teknis medis.
Rinciannya
sebagai berikut :
Manajemen kesehatan :
o Pemerintah pusat dan daerah sebagai penyusun regulator,
pelaksana,
pembina
dan
pengawas
dengan

95

No

Unsur-unsur

Ringkasan Isi Peraturan


memberdayakan masyarakat.
o Tim Ahli Bangunan Gedung
o Penyelenggara gedung
o Masyarakat
Teknis kesehatan :
o Tenaga kesehatan
yang menjalankan praktik pada
Fasyankes (memiliki STR dan izin dalam bentuk SIP).
o Tim Penanggulangan Krisis yaitu Tim Gerak Cepat (TGC),
Tim penilaian cepat kesehatan (RHA) dan Tim bantuan
kesehatan.
o

Tim penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber


daya kesehatan pasca bencana.

b. DANA
Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan pemilik bangunan
Pendanaan Penanganan Konflik secara memadai menjadi
tanggungjawab bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah
yang dialokasikan pada APBN dan/atau APBDsesuai dengan
tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.
Sumber pendanaan lainnya yaitu dari masyarakat.
c. SARANA DAN PRASARANA
d. STANDAR
e. KELEMBAGAAN

7. Pemberdayaan Masyarakat

Adalah pengelolaan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan, baik


perorangan, kelompok, maupun masyarakat secara terencana,
terpadu, dan berkesinambungan guna tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya
Terdiri dari 4 unsur yaitu :
a. Penggerak pemberdayaanPemerintah, masyarakat, dan swasta
menjadi inisiator, motivator, dan fasilitator
b. Sasaran pemberdayaanPerorangan, kelompok & masyarakat
luas serta Pemerintah & Pemda yg berperan sbg agen perubahan
utk penerapan perilaku hidup sehat (subyek pembangunan
kesehatan).
c. Kegiatan Hidup Sehat Kegiatan hidup sehat yg dilakukan
sehari-hari o/ masyarakat, sehingga membentuk kebiasaan dan pola
hidup, tumbuh dan berkembang, serta melembaga dan membudaya
dalam kehidupan bermasyarakat
d. Sumber dayaPotensi yang dimiliki oleh masyarakat, swasta, &
Pemerintah & Pemda yang meliputi: dana, sarana dan prasarana,
budaya, metode, pedoman, dan media untuk terselenggaranya
proses pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

Memiliki 4 prinsip, yaitu :


a. Berbasis masyarakatPembangunan kesehatan berbasis pada
tata nilai perorangan,keluarga, dan masyarakat sesuai dengan
keragaman sosial budaya, kebutuhan, permasalahan, serta potensi
masyarakat (modal sosial). Pelaku usaha memberikan bantuan

96

nyata dalam pembangunan kesehatan masyarakat sebagai


corporate social responsibility.
b. Edukatif dan kemandirianPemberdayaan masyarakat dilakukan
atas dasar untukmenumbuhkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan, serta menjadi penggerak dalam pembangunan
kesehatan. Kemandirian bermakna sebagai upaya kesehatan dari,
oleh,
danuntuk
masyarakat
sehingga
mampu
untuk
mengoptimalkan danmenggerakkan segala sumber daya setempat
serta tidak bergantung kepada pihak lain.
c. Kesempatan
mengemukakan
pendapat
dan
memilih
pelayanan kesehatanMasyarakat mempunyai kesempatan
untuk menerima pembaharuan, tanggap terhadap aspirasi
masyarakat dan bertanggung jawab, serta kemudahan akses
informasi, mengemukakan pendapat dan terlibat dalam proses
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan diri,
keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
d. Kemitraan dan gotong royongSemua pelaku pembangunan
kesehatan baik sebagai penyelenggara maupun sebagai pengguna
jasa kesehatan dengan masyarakat yang dilayani berinteraksi
dalam semangat kebersamaan, kesetaraan, dan saling memperoleh
manfaat.
No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan

Penggerak
pemberday
aan

a. Masyarakat (bersama Pemerintah dan Pemda) ikut terlibat dalam


pendayagunaan nakes(dalam &luar negeri) sesuai dengan tugas dan
fungsinya, dengan memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan dan
pengembangan serta ikut melakukan pendidikan tenaga kesehatan.
b. Keanggotaan tim ahli bangunan gedung terdiri atas unsur-unsur perguruan
tinggi, asosiasi profesi, masyarakat ahli, dan instansi pemerintah yang
berkompeten dalam memberikan pertimbangan teknis di bidang bangunan
gedung
c. Pengawasan terhadap pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah pada saat pengajuan perpanjangan
sertifikat laik fungsi dan/atau adanya laporan dari masyarakat.
d. RTBL disusun oleh pemerintah daerah atau berdasarkan kemitraan
pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat sesuai dengan tingkat
permasalahan pada lingkungan/kawasan yang bersangkutan
e. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat :
memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan secara objektif,
penuh tanggung jawab dan tidak menimbulkan gangguan dan/atau
kerugian bagi pemilik dan/atau pengguna, masy dan lingkungan;
memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemda dalam
penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang
bangunan
gedung;
-->
laporan
lisan/tertulis
oleh
perorangan/kelompok/organisasi kemasyarakata/TABG/dengar pendapat
publik yang difasilitasi oleh pemda kec. utk bgnan gedung fungsi khusus
difasiltasi oleh Pemerintah koord gn pemda --> wajib ditindaklanjuti oleh
pemerintah dan/atau pemda
menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang
berwenang terhadap penyusunan rencana tata bangunan dan
lingkungan, rencana teknis bangunan gedung tertentu, dan kegiatan
penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan;
melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang
mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
f. Tugas pemerintah daerah melakukan pemberdayaan kepada masyarakat
pentingnya tertib administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan
gedung, serta sistem informasi bangunan gedung sosialisasi dan penyuluhan.
g. Masyarakat dalam melaksanakan tertib administratif pembangunan dan

97

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem informasi bangunan melalui
peran aktif mendaftarkan bangunan gedungnya sesuai dengan kebijakan
pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam peraturan daerah tentang
bangunan gedung.
h. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan
pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai
dengan kewenangannya.
i. Peran serta masyarakat dalam pencegahan Konflik meliputi pembiayaan;
bantuan teknis; dan/atau bantuan tenaga dan pikiran.
j. Peran serta masyarakat dalam penghentian Konflik meliputi penyediaan
kebutuhan dasar minimal bagi Korban Konflik; dan/atau bantuan tenaga dan
pikiran
k. Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam
penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber
dari masyarakat yang diterima oleh Pemerintah dicatat dalam APBN dan bila
diterima oleh Pemda dicatat dalam APBD. Pemerintah daerah hanya dapat
menerima dana yang bersumber dari masyarakat dalam negeri. Pemerintah
dapat menolak bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sasaran
pemberday
aan

Kegiatan
hidup sehat

Sumber
daya

a. Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan (pengaturan dan


pemberdayaan) dilakukan bersama-sama dengan masyarakat yang terkait
dengan bangunan gedung.
b. Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melaksanakan pembinaan
melakukan pemberdayaan masyarakat yang belum mampu untuk memenuhi
persyaratan.
Pemberdayaan terhadap masyarakat yang belum mampu
memenuhi persyaratan teknis bangunan gedung dilakukan bersama-sama
dengan masyarakat yang terkait dengan bangunan gedung melalui: a.
pendampingan pembangunan bangunan gedung secara bertahap; b.
pemberian bantuan percontohan rumah tinggal yang memenuhi persyaratan
teknis; dan/atau c. bantuan penataan bangunan dan lingkungan yang sehat dan
serasi.
c. Tugas pemerintah daerah melakukan pemberdayaan kepada masyarakat
pentingnya tertib administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan
gedung, serta sistem informasi bangunan gedung sosialisasi dan penyuluhan.
d. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan
pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai
dengan kewenangannya. Pembinaan meliputi sosialisasi peraturan perundangundangan terkait penanganan Konflik; pemberian bimbingan, supervisi, dan
konsultasi pelaksanaan penanganan Konflik; pengembangan sistem informasi
dan komunikasi penanganan Konflik; penyebarluasan informasi penanganan
Konflik;
dan
pengembangan
kesadaran
dan
tanggung
jawab
masyarakat.Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi
masyarakat dalam penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat.

a. DANA
Dana penanganan konflik yang bersumber dari masyarakat yang diterima
oleh Pemerintah dicatat dalam APBN dan bila diterima oleh Pemda dicatat
dalam APBD.
Pemerintah daerah hanya dapat menerima dana yang
bersumber dari masyarakat dalam negeri.
Pemerintah dapat menolak
bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan Konflik meliputi pembiayaan;
bantuan teknis; dan/atau bantuan tenaga dan pikiran
b. SARANA DAN PRASARANA,
c. BUDAYA
d. METODE
Masyarakat dalam melaksanakan tertib administratif pembangunan dan
pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem informasi bangunan melalui
peran aktif mendaftarkan bangunan gedungnya sesuai dengan kebijakan

98

No

Unsurunsur

Ringkasan Isi Peraturan


pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam peraturan daerah tentang
bangunan gedung.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan Konflik meliputi pembiayaan;
bantuan teknis; dan/atau bantuan tenaga dan pikiran
Peran serta masyarakat dalam penghentian Konflik meliputi penyediaan
kebutuhan dasar minimal bagi Korban Konflik; dan/atau bantuan tenaga dan
pikiran
e. PEDOMAN
f. MEDIA

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

BNPB. Data dan Informasi Bencana Indonesia: BNPB; [cited 2015 January 8]. Available
from: http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id.
Guha-Sapir D, Vos F, Below R, Ponserre S. Annual Disaster Statistical Review 2011.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2012.
Hoyois P, Sapir DG, Below R. Annual Disaster Statistical Review 2013. Brussel: Centre
for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2014.
Rodriguez-Llanes JM, Below R, Sapir DG. Annual Disaster Statistical Review : Number
and Trends 2008. Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED),
2009.
Rodriguez-Llanes JM, Below R, Sapir DG. Annual Disaster Statistical Review 2009.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2010.
Sapir DG, Below R. Annual Disaster Statistical Review : Number and Trends 2010.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2011.
Sapir DG, Hoyois P, Below R. Annual Disaster Statistical Review 2012 : The Number and
Trends Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2013.
Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2010.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2011.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.
Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2012.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2013.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.
Krisis PP. Tinjauan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008. In: RI DK, editor.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.
Krisis PP. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. In: RI
KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
Sikoki B, Nugroho JE, Widanto FAS, Umam N, Sakti E, Kawuryan ISS, et al. Merapi :
Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010, Laporan Studi Longitudinal: BNPB,
UNDP Indonesia, DR4, MRR; 2014.
Kesehatan, UU No. 36 tahun 2009 (2009).
Organization WH, Bank TW, ISDR. Hospitals Safe from Disasters. United Nations; 2008.
BNPB. Perka BNPB No. 01 tahun 2013 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Gempa Bumi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener
Meriah Tahun 2013-2014. BNPB; 2013.
BNPB, Bappenas, Barat PPKKS, Jambi PPKK, Internasional M. Bencana Alam di Sumatra
Barat dan Jambi : Penilaian Kerusakan, Kerugian dan Kebutuhan-kebutuhan Awal. BNPB,
2009.
Hyogo Framework for Action 2005 - 2015 : Building the Resilience of Nations and
Communities to Disasters.
WORLD CONFERENCE ON DISASTER RISK
REDUCTION Kobe, Hyogo, Japan: UNISDR 2005.
Kathmandu Declaration. Twenty-seventh Meeting of Ministers of Health; Kathmandu Nepal: WHO regional office for south-east asia; 2009.

99

21.

Yogyakarta Declaration on Disaster Risk Reduction in Asia and the Pacific 2012. FIFTH
ASIAN MINISTERIAL CONFERENCE ON DISASTER RISK REDUCTION
Yogyakarta-Indonesia UNISDR and BNPB; 2012.
22. Penanggulangan Bencana, UU No. 24 tahun 2007 (2007).
23. Rumah Sakit, UU No. 44 tahun 2009 (2009).
24. Bangunan Gedung, UU No. 28 tahun 2002 (2002).
25. Deklarasi
Makassar2000
[cited
2015
2
Maret].
Available
from:
http://www.bsbktimakassar.com/311796981.
26. Safety Community Untuk Antisipasi Bencana Alam di Indonesia2002 [cited 2015 2 Maret].
Available from: http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=688.
27. BRIGADE SIAGA BENCANA REGIONAL TIMUR I2003 [cited 2015 2 Maret].
Available from: http://www.depkes.go.id/article/print/481/brigade-siaga-bencana-regionaltimur-i.html.
28. Guntur Bambang Hamurwono. H dS, Idrus A. Paturusi d, SpBO, FICS, DR, Prof, Jetty
Sedyawan d, SpJP, Karjadi Wirjoatmodjo D, SpAn KIC, Prof., Ratna Rosita d, MPHM,
Teguh Sylvaranto d, SpAn KIC, et al. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). In: Kesehatan D, editor. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI; 2004.
29. Pusponegoro AD. Safe Community Jakarta: CV Sagung Seto; 2015.
30. Kemenkes B. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan 2011 Rumah Sakit. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2012.
31. Assessmeent of Capacities using SEA Region Benchmarks for Emergency Preparedness
and Response : Indonesia. WHO Regional Office for South-East Asia
KOFIH, 2012.
32. Adisasmito W, Hunter BM, Krumkamp R, Latief K, Rudge JW, hanvoravongchai P, et al.
Pandemic Influenza and Health System Resource Gaps in Bali : An Analysis Through a
Resource Transmission Dynamics Model. Asia-Pacific Journal of Public Health. 2011.
33. Pacific WHOROftW. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters. In: Organization WH,
department ECtiHA, ISDR, editors.: World Health Organization; 2010.
34. Saksena DR, Herbosa DT, Sharma DDK, Boen ET, Pusponegoro PDDA, Shresta dRP, et
al. Hospital Preparedness for Emergencies and Disasters. Hospital Preparedness for
Emergencies and Disasters Course; Bandar Lampung: Departemen Kesehatan RI
IKABI
PERSI
USAID; 2008.
35. Pacific WHOROftW. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters. In: Organization WH,
department ECtiHA, editors.: World Health Organization; 2009.
36. McCann DGC. Preparing for the worst: a disaster medicine primer for health care. Journal
of Legal Medicine. 2009;30(3):329-48.
37. Agency FEM. HOSPITAL DESIGN CONSIDERATIONS. Federal Emergency
Management Agency
U.S. Department of Homeland Security.
38. Harjadi DP, Ratag PDMA, Ir. Dwikorita Karnawati MP, Seis. SRD, Surono D, Dr. Ir.
Sutardi ME, et al. Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia. . Jakarta: Direktorat Mitigasi Lakhar Bakornas PB; 2007. Available from:
http://www.scribd.com/doc/26974321/Buku-Karakteristik-Bencana-Edisi2.
39. Academy USFANF. Incident Command System for Emergency Medical Service 1999.
Available
from:
http://fire.state.nv.us/Files/Training/NFA%20Direct%20Delivery
%20Courses/ICS%20for%20EMS%20SM.pdf.
40. Ammar A. Hospital preparedness in earthquake zones: a must. Prehospital & Disaster
Medicine. 2008;23(6):516-8.
41. Brown LP, Hyer KPMPP, Schinka JP, Mando AB, Frazier DB, Polivka-West LM. Use of
Mental Health Services by Nursing Home Residents After Hurricanes. Psychiatric
Services. 2010;61(1):74.
42. Nyamathi AANPPF, Casillas AM, King MPCNS, Gresham LPMPH, Pierce EMM, Farb
DP, et al. Computerized Bioterrorism Education and Training for Nurses on Bioterrorism
Attack Agents. The Journal of Continuing Education in Nursing. 2010;41(8):375.
43. Mulvey JM, Qadri AA, Maqsood MA. Earthquake Injuries and the Use of Ketamine for
Surgical Procedures: The Kashmir Experience. Anaesthesia and Intensive Care.
2006;34(4):489.

100

44.

Turan K, Levent K, Mahir G. How Would Military Hospitals Cope with a Nuclear,
Biological, or Chemical Disaster? Military Medicine. 2004;169(10):757.
45. Holtermann K, Gaull ES, Lucas R, Boland DRGA, Roberts L, Macdonald M, et al.
PUBLIC HEALTH GUIDE FOR EMERGENCIES: The Johns Hopkins
Red Cross / Red Crescent. Available from: http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACU086.pdf.
46. RI PPKKK. Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2010.
47. Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana, Kepmenkes No.
064/Menkes/SK/II/2006 (2006).
48. Georgia hospital hit by F3 tornado -- all patients evacuated to area hospitals: ambulances,
bus used as building becomes increasingly unstable. Healthcare Risk Management.
2007;29(4):37-40.
49. (OSHA) OSaHA. OSHA BEST PRACTICES for HOSPITAL-BASED FIRST
RECEIVERS OF VICTIMS from Mass Casualty Incidents Involving the Release of
Hazardous Substances. In: Hygiene DoHaM, editor. New York: Department of Health and
Mental Hygiene; 2004.
50. Cusick C. Disaster and flu: putting planning into practice. Materials Management in Health
Care. 2010;19(1):14-8.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.

Planning NYCfTPa. HOSPITAL EVACUATION PROTOCOL DRAFT. In: Hygiene


NDoHaM, editor. New York: NYC Department of Health and Mental Hygiene; 2006.
Ting IL, Fuh-Yuan S, Wen-Chu C, Shih-Tsuo S, Wen-Jone C. Strategies of disaster
response in the health care system for tropical cyclones: Experience following Typhoon
Nari in Taipei City. Academic Emergency Medicine. 2003;10(10):1109.
Lennquist S, Hodgetts T. Evaluation of the response of the Swedish healthcare system to
the tsunami disaster in South East Asia. European Journal of Trauma & Emergency
Surgery. 2008;34(5):465-85.
Johnson LJ, Travis AR. Trauma response to the Asian tsunami: Krabi Hospital, Southern
Thailand. Emergency Medicine Australasia. 2006;18(2):196-8.
Ken K. Hospital disaster preparedness plans become a necessity. Managed Healthcare
Executive. 2007;17(1):33.
Nugroho R. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2009.
Buse K, Mays N, Walt G. Making Health Policy-Understanding Public Health. England:
Open University Press; 2005.
Green A. An Introduction To Health Planning for Developing Health Systems. UK:
Oxfrod University Press; 2007.

101

Lampiran
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN

1. Dokumen-dokumen yang telah diseleksi hingga akhirnya didapat dokumendokumen yang relevan dengan tujuan penelitian digunakan sebagai data
ilmiah.
2. Dokumen-dokumen tersebut dikelompokkan menjadi 2 kelompok dan 2 sub
kelompok yaitu :
a. Kelompok kebijakan dan program nasional Indonesia
b. Kelompok best practices
3. Isi dokumen-dokumen tersebut ditelaah satu persatu dan dijadikan sebagai
data ilmiah dalam melakukan analisis. Hasilnya dikelompokkan ke dalam tabel
sbb :
URAIAN

KEBIJAKAN DAN
PROGRAM
NASIONAL

BEST PRACTICES

h. Upaya Kesehatan
i.
j.

Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Pembiayaan Kesehatan

k. SDM Kesehatan
l.

Sediaan farmasi, alkes dan


makanan
m. Manajemen, informasi dan
regulasi kesehatan
n. Pemberdayaan Masyarakat

4. Selanjutnya dilakukan analisis dan sintesa berdasarkan hasil pengelompokan


tersebut untuk mendapatkan tujuan penelitian.

102

You might also like