Professional Documents
Culture Documents
oleh :
dr Ina Agustina Isturini, MKM
dr Mohammad Imran Saleh Hamdani, MKM
dr Fina Hidayati Tams, MscIH
Setiorini, SKM, MKM
dr Jaya Supriyanto
Shinta Rahmawati, S. GZ
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2 Perumusan Masalah..................................................................................................6
1.3 Pertanyaan Penelitian................................................................................................7
1.4 Tujuan........................................................................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................................7
1.6 Keaslian Penelitian....................................................................................................8
1.7 Ruang Lingkup..........................................................................................................8
1.8 Pembiayaan...............................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................
BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP........................................
BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN...........................................................................
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap kejadian bencana. Berdasarkan data
Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED) tahun 2008-2013 bahwa
setiap tahun Indonesia menempati 5 besar di dunia sebagai negara paling sering terkena
bencana alam. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2008 2014
menunjukkan bahwa setiap tahun rata-rata terjadi 1.880 kejadian bencana yang
terdistribusi di seluruh provinsi. (1-7)
Kejadian bencana menimbulkan dampak permasalahan kesehatan baik korban jiwa,
cedera fisik dan atau mental, pengungsian maupun rusaknya fasilitas kesehatan.
Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan tahun 2008
2013, bila dirata-ratakan kejadian bencana (alam, non alam dan sosial) yang
menyebabkan permasalahan kesehatan terjadi hampir setiap hari dengan jumlah korban
meninggal hampir mencapai 900 jiwa pertahunnya, korban luka berat/cedera berat
mencapai 2.000 pertahun dan pengungsian lebih dari 300 ribu jiwa pertahunnya. Ratarata setiap tahunnya 10 RS, 55 Puskesmas, 109 Pustu serta 63 Polindes mengalami
kerusakan akibat bencana. (8-13)
Pemulihan fasyankes memakan waktu yang tidak sebentar. Laporan Studi Longitudinal
pasca letusan Merapi 2010 oleh BNPB dan UNDP yang dilakukan 2 tahun setelah
letusan didapatkan pemulihan akses korban bencana pada sarana pelayanan kesehatan
dan pendidikan, pemulihan kesehatan fisik dan mental dan status bersekolah anak-anak
usia sekolah di Area Terdampak Langsung Letusan baru mencapai 17,07 dari sesaat
terjadinya bencana, sedangkan di area terdampak lahar hujan baru 57,31%. (14)
Saat kejadian bencana fasyankes bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. (15) Selain itu
fasyankes juga bertugas untuk mengumpulkan dan analisis data dalam rangka
mendeteksi serta mencegah penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB), meneruskan
pelayanan rutin kesehatan, menyediakan pelayanan imunisasi untuk mencegah KLB,
menyediakan pelayanan vital termasuk laboratorium, bank darah, ambulans, obat-obatan
dan sebagainya. Mereka juga berperan vital dalam proses pemulihan pasca bencana.
(16)
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan simbol kuat dari
kemajuan sosial serta prasyarat untuk stabilitas kemajuan ekonomi untuk suatu negara
karena
Sejumlah
kejadian bencana di Indonesia menimbulkan kerusakan dan kerugian yang tidak sedikit
bagi sektor kesehatan, antara lain gempa bumi di Sumatera Barat tahun 2009 yang
merusakkan sejumlah rumah sakit dan fasyankes lainnya serta peralatan kesehatan
dengan nilai kerusakan dan kerugian hampir mencapai Rp 702 M. Gempa bumi di Kab.
Aceh Tengah dan Kab. Bener Meriah tahun 2010
Fasyankes merupakan
tempat kelompok rentan yaitu masyarakat yang sakit sehingga berisiko tinggi menjadi
korban akibat bencana. Selain itu, kejadian bencana juga meningkatkan jumlah pasien
yang berkunjung yang belum tentu sesuai dengan kapasitas fasyankes.
Tenaga
kesehatan fasyankes yang menjadi korban dan dimobilisasinya personil dari luar
merupakan beban ekonomi tersendiri. Kerusakan pada elemen non struktural seperti
listrik, air bersih, kabinet dan sebagainya, akan mengganggu/menghentikan operasional
fasyankes.(16)
Berbagai kesepakatan internasional maupun kebijakan nasional telah menyatakan
pentingnya upaya penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap
bencana serta mengamanatkan berbagai upaya pengurangan risiko untuk mendukung hal
tersebut. Kesepakatan internasional antara lain Hyogo Framework for Action 20052015 yang menyatakan untuk mendukung pelaksanaan rumah sakit yang aman terhadap
bencana dengan memastikan bahwa seluruh rumah sakit baru dibangun dengan tingkat
ketahanan yang membuat mereka tetap berfungsi pada saat kondisi bencana serta
mengimplementasikan upaya mitigasi untuk memperkuat fasyankes yang ada khususnya
yang melayani pelayanan kesehatan primer. Selain itu ada Deklarasi Kathmandu pada
tahun 2009 yang merupakan kesepakatan menteri-menteri kesehatan di wilayah Asia
Tenggara serta Deklarasi Yogyakarta pada tahun 2012 yang dideklarasikan pada
konferensi tingkat Menteri se-Asia ke-5, dalam rangka pengurangan risiko bencana
(AMCDRR). (19-21)
Kebijakan nasional dalam rangka fasyankes yang aman terhadap bencana tertuang
dalam sejumlah Undang-undang.
Bencana menyatakan bahwa tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam
penanggulangan bencana antara lain melakukan pengurangan risiko bencana serta
melindungi masyarakat dari dampak bencana. UU No. 36 tahun 2009 menyatakan
4
bahwa Pemerintah, pemda dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya, fasilitas dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan pada saat tanggap darurat dan pasca bencana. Fasyankes baik
pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana
dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut dan
kepentingan terbaik bagi pasien.
2011-2012,
Pusat
Penanggulangan
Krisis
Kesehatan
telah
melakukan
SEARO Benchmark yang dilaksanakan oleh WHO bekerja sama dengan institusi
pemerintah dan non pemerintah serta akademisi menyatakan bahwa kode bangunan
belum
diterapkan
pada
seluruh
bangunan
baru,
penilaian
risiko
belum
Studi kasus mengenai kesenjangan sumber daya kesehatan dalam menghadapi pandemi
influenza di Bali menunjukkan bahwa virus yang lebih ganas akan menyebabkan
kekurangan di seluruh sumber daya kecuali antimikroba. (32)
Negara Indonesia yang rawan terhadap bencana dengan fasilitas pelayanan kesehatan
yang tidak siap menghadapi bencana merupakan masalah besar yang tidak dapat
diabaikan begitu saja. Sejumlah kemungkinan yang terjadi yaitu : a. Kebijakan dan
program sudah memadai, namun pengimplementasian di lapangan masih belum
memadai; atau b. Kebijakan dan program belum memadai.
1.2 Perumusan Masalah
Kebijakan serta program yang mendukung terwujudnya fasilitas pelayanan kesehatan
yang aman terhadap bencana telah ada di Indonesia.
1.5
Manfaat Penelitian
a.
Metodologi yang dilakukan diharapkan juga bisa menjadi referensi bagi pihakpihak lain yang berkepentingan yang ingin melakukan penelitian serupa.
b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini bisa menjadi bahan rekomendasi untuk kebijakan pemerintah dalam
rangka meningkatkan keberhasilan implementasi fasyankes yang aman terhadap
6
(Kemenkes),
Kemen
Pekerjaan
Umum
dan
Perumahan
b. RPJP, RPJMN, Renstra tahun 2005-2019 dan Lakip 2005-2014 terkait penerapan
standar fasyankes yang aman yang dikeluarkan oleh Kemenkes, Kemen PU-Pera
dan BNPB.
3. Lingkup Kerangka Kerja Internasional
a. Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 2030
b. Comprehensive Safe Hospital Framework WHO ;
c. Kathmandu Declaration on Protecting Health Facilities from Disasters.
d. Sphere Project, Humanitarian charter and minimum Standards in Humanitarian
Response
4. Lingkup Waktu
Waktu penelitian pada bulan Februari Agustus 2015.
1.8 Keterbatasan Penelitian
a. Kebijakan dan program yang diteliti dibatasi hanya kebijakan tertentu serta
program-program dari instansi tertentu saja dan tidak melihat dari sisi program
pemerintah daerah, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya kekurangtajaman
dalam proses analisa.
b. Kata-kata kunci yang diambil dibatasi sehingga tidak menutup kemungkinan
adanya data-data yang terkait namun tidak terjaring.
c. Hasil yang ada hanya melihat dari sisi kerangka kerja internasional saja dan tidak
melihat dari sisi pengimplementasian di daerah di Indonesia, sehingga rekomendasi
yang dihasilkan tentu memerlukan pengkajian lebih lanjut dengan melihat situasi di
lapangan.
1.9 Pembiayaan
Pembiayaan penelitian berasal dari dana APBN (90%) dan WHO.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat. (15)
Fasyankes yang aman terhadap bencana adalah fasyankes yang siap untuk
menyelamatkan nyawa serta melanjutkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar
untuk masyarakat pada saat bencana. (33)
Bencana dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada sebuah
fasyankes.Dampak langsung yaitu bila fasyankes tersebut terletak di daerah yang terkena
bencana serta dapat mengalami kerusakan atau hancur akibat bencana tersebut.Dampak tidak
langsung yaitu bila fasyankes terletak di sekitar daerah dampak, daerah triase atau daerah yang
dipakai untuk mengatur bantuan.Dalam hal ini fasyankes tidak secara langsung dipengaruhi oleh
bencana dan struktur serta fungsinya tetap. Namun demikian, fasyankes secara tidak langsung
juga terpengaruh karena akan memegang peranan penting dalam kegiatan operasional baik itu
untuk menerima pasien korban bencana maupun penyediaan bantuan tenaga dan logistik
kesehatan ke lokasi bencana. (34)
Selama situasi kedaruratan dan bencana, fasyankes harus aman, mudah diakses serta
berfungsi dengan kapasitas maksimal untuk menyelamatkan korban.Mereka harus tetap
menyediakan pelayanan-pelayanan yang penting seperti pelayanan medis dan keperawatan,
laboratorium serta pelayanan kesehatan lainnya.Fasyankes yang aman harus diorganisir dengan
rencana kontinjensi serta tenaga kesehatan yang terlatih. (35)
2. Manajemen RS dalam Penanggulangan Bencana
Dalam melakukan manajemen bencana, perlu diketahui mengenai Siklus Bencana.
Gambar berikut ini menunjukkan bahwa Siklus Bencana merupakan proses yang berlangsung
terus menerus meliputi mitigasi atau pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat serta
pemulihan.(36)
Mitigasi adalah segala kegiatan berkelanjutan untuk mengurangi risiko jangka panjang
bagi kehidupan dan properti akibat kejadian bencana.Tujuannya adalah menyelamatkan
kehidupan dan mengurangi kerusakan properti dengan upaya yang cost-effective dan ramah
lingkungan.(37)Bagian terpenting dari mitigasi adalah menganalisis ancaman dan kerentanan
yang ada.(36)
Kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas suatu komunitas untuk dapat merespon
serta melakukan pemulihan dengan lebih cepat dan efektif. Kegiatan ini mencakup pencegahan
penilaian kerentanan, pengembangan perencanaan bencana, pelatihan dan pendidikan;
pengembangan dan penetapan sistem peringatan dini; manajemen dan sistem komunikasi dan
informasi yang adekuat, manajemen logistik, adanya gladi serta sistem manajemen bencana
(Incident command system) yang memadai.(36)
Penyatuan mitigasi dan kesiapsiagaan akan menurunkan risiko ancaman dan kerentanan
yang ada. (36) Sebagaimana teori berikut ini.
Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan suatu wilayah, kemampuan
menghadapi ancaman dengan ancaman/bahaya yang ada. Rumusnya yaitu sebagai berikut : (38)
Risiko = Bahaya x Kerentanan
Kemampuan
Ancaman/bahaya biasanya tidak dapat dihindari karena merupakan bagian dari
dinamika proses alami pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga
internal maupun eksternal. Sedangkan tingkat kerentanan suatu wilayah dapat dikurangi dan
kemampuan menghadapi ancaman dapat ditingkatkan. (38)
Kegiatan saat bencana meliputi deteksi, aktivasi Hospital Emergensi Incident Command
System, skema keamanan dan keselamatan, menilai ancaman, manajemen korban massal,
perluasan kapasitas RS. Tujuannya untuk menyelamatkan seluruh korban, memastikan seluruh
pasien telah dilayani di fasilitas kesehatan, stabilisasi insiden serta menyediakan untuk
keselamatan, pertanggungjawaban dan kesejahteraan tenaga kesehatan. (36, 39)
Kegiatan pemulihan dimulai setelah insiden telah terkontrol. Lamanya tergantung dari
tingkatan dari bencana tersebut, bisa berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.(36)
Berikut ini akan dibahas manajemen RS pada pra bencana (mitigasi dan kesiapsiagaan),
saat bencana (tanggap darurat) dan pasca bencana.
I. PRA BENCANA (MITIGASI DAN KESIAPSIAGAAN)
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, kegiatan pra bencana pada intinya adalah untuk
menurunkan kerentanan serta meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman di suatu lokasi.
Untuk itu akan diuraikan elemen-elemen kerentanan sebuah RS serta sumber daya di RS
tersebut yang meliputi sumber daya manusia, pembiayaan, material/logistik dan sistem/metode.
1.1 Kerentanan Rumah Sakit(35, 37)
1. Struktural
Kerentanan Struktural merupakan tingkat dari
datangnya ancaman, kualitas dari
arsitektural dan struktur atau konfigurasi dari bangunan. Rinciannya sebagai berikut :
Indikator struktur RS yang aman : (35)
A. Lokasi
1. Bangunan tidak terletak di daerah rawan.
2. Bangunan telah diteliti dengan tepat mengenai ancaman bahaya terkait dengan lokasi
bangunan.
B. Desain
10
1.
Bangunan mempunyai bentuk yang sederhana dan simetris sepanjang aksis lateral maupun
longitudinal sehingga kuat ketika terkena tekanan seperti gempa bumi.
2.
Bagian dari struktur bangunan (pondasi, kolum, balok, lantai, lempeng, konstruksi) dan
bagian dari non struktural dapat menyesuaikan dengan angin kencang dan gempa bumi.
3. Kaca, dinding, pintu dan jendela tahan dengan angin berkecepatan 200-250 kph.
4.
Jumlah lantai kurang dari 5, khususnya di daerah yang rentan terhadap gempa bumi.
5.
Sudut atap 30-40 (optimum untuk tekanan angin) untuk bangunan yang berada di daerah
angin kencang.
C. Struktur
1.
Tidak ada struktur mayor yang retak. Retakan yang kecil ditelti oleh insinyur sipil atau
struktural yang kualified dan ditetapkan untuk dilokalisasi serta diperbaiki.
2.
Struktur dibangun dengan material yang tahan api dan tidak toksik.
3.
Struktur dibangun dengan kompetensi teknik yang adekuat dan pengawasan pembangunan
yang layak serta terkontrol.
2. Non-struktural
Indikator non struktural penting untuk operasional harian RS dan fasilitas kesehatan lainnya yaitu
terdiri dari komponen arsitektur, instalasi, peralatan dan perabotan, elektronik, sistem
komunikasi.Apabila elemen ini rusak, mereka tidak dapat berfungsi dan bahkan dapat
menyebabkan cedera fisik pada pasien maupun staf RS. Indikatornya meliputi : (35, 37)
A. Dokumen/Gambar/Perencanaan Bangunan
1.
2.
Perencanaan pembangunan yang disiapkan oleh kontraktor disiapkan oleh arsitektur dan
insinyur yang profesional.
C. Utilitas
1. Sistem listrik
2. Sistem komunikasi
3. Sistem penyediaan air
4. Sistem gas medis
11
Perlengkapan sterilisasi
Segala peralatan memiliki buku manual / petunjuk pemakaian yang dapat diakses
dengan mudah.
f.
Menyimpan dengan tepat bahan-bahan kimia dan material yang berpotensi bahaya
12
Merupakan elemen yang penting karena dibutuhkan kepastian bahwa RS tetap dapat
memberikan pelayanan kesehatan ketika mereka sangat dibutukan. Indikatornya adalah sebagai
berikut :
(35, 37)
rencana kontinjensi
manual untuk pengoperasian, pencegahan, perawatan dan restorasi dan servis yang
utama (penyediaan listrik, generator, air, gas medis, bensin, sampah, limbah, dsb)
i)
Sumber daya manusia yaitu terlatihbasic life support, advanced cardiac life supportdan
familiar dengan Incident Command System (ICS) sertamass casualty incident (MCI).
j)
Kabinet, rak, peralatan dan suku cadang diletakkan di tempat yang tepat dan melekat
dengan kuat.
5.
Jalan yang miring hanya ada di tempat yang tepat untuk mendorong tempat tidur atau
digunakan bagi orang yang cacat.
D. Perizinan
1. Gambaran konstruksi bangunan lengkap dan siap dipergunakan untuk menjadi bahan
referensi.
2. Izin bangunan dan izin kepemilikan lengkap.
3. Jaminan kualitas dan kontrol kualiatas material konstruksi telah diperiksa oleh insinyur
disesuaikan dengan spesifikasi.
4. Renovasi bangunan dilakukan dengan konsultasi yang tepat dengan memperhatikan
perencanaan awal dari bangunan.
13
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kerentanan fungsional RS apabila tidak
terorganisir dengan baik, tidak memiliki kapasitas yang memadai serta tidak terlatih dengan baik
melalui gladi dan simulasi. Selain itu sistem monitoring dan evaluasi sumber daya manusia juga
merupakan elemen penting dalam kerentanan ini.(35, 37)
Komite manajemen krisis terdiri dari para ahli teknis yang dapat memberikan masukan pada
komite eksekutif terkait manajemen krisis, kedaruratan serta bencana.Tim respon kedaruratan terdiri
dari dokter, perawat, bidan, staf terlatih teknis manajemen kedaruratan, paramedik serta supir
ambulans terlatih.Kelompok perencana kedaruratan kesehatan bertanggung jawab dalam menyusun
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana pada pra, saat dan pasca bencana.Komite
keselamatan dikepalai oleh petugas yang bertugas untuk mempromosikan keselamatan di RS
melawan segala ancaman.
bertugas melakukan monitoring kedaruratan atau bencana, mobilisasi tim respons dan sumber daya
lainnya untuk kedaruratan, beroperasi 24 jam/hari dan 7 hari/minggu. Kantor tersebut diperlengkapi
dengan fasilitas komunikasi, sistem komputer, buku petunjuk serta sistem komunikasi alternatif bila
sistem yang normal mengalami kerusakan.(35)
Petugas medis dan paramedis harus berkualitas dan telah terlatih dengan baik untuk
merespon terhadap berbagai jenis cedera.Selain itu jumlah petugas harus mencukupi untuk melayani
selama 24 jam.(40)Seluruh petugas kesehatan harus terlatih Basic life support, cardiopulmonary
resuscitation pertolongan pertama standard. Tenaga kesehatan di ruang emerjensi harus terlatih
Advanced Cardiac Life Support (ACLS) dan Advanced Pediatric Cardiac Life Support.Petugas
penolong di RS harus terlatih Emergency Medical Technician Course, Incident Command System
(ICS) dan Mass Casualty Incident (MCI).Manajer RS harus terlatih dalam Hospital Emergency
Incident Command System (HEICS).(35)
Kompetensi terkait pelayanan kesehatan mental juga merupakan salah satu elemen yang
cukup penting. Sebuah penelitian mengevaluasi pelayanan kesehatan mental oleh RS swasta pada
pra dan pasca bencana angin kencang di Florida. Hasilnya bahwa meskipun sebagian besar RS
swasta menyediakan pelayanan kesehatan mental dalam kondisi normal namun mereka tidak rutin
memberikan pelayanan kesehatan mental terkait bencana.Karena itu petugas kesehatan di RS swasta
harus dilatih untuk menyediakan pelayanan kesehatan mental terkait bencana dan prosedur
melakukan rujukan untuk menindaklanjuti evaluasi serta intervensi formal.(41)
Di samping kompetensi-kompetensi yang telah disebutkan sebelumnya, tidak boleh
dilupakan kompetensi terkait penanganan aksi terorisme. Studi terkini menunjukkan bahwa banyak
perawat gagal dalam persiapan menghadapi agen biologi yang merupakan salah satu senjata teroris.
(Katz et al., 2006; Young & Persell, 2004 dikutip oleh Nyamathi).
kesehatan lini terdepan dalam situasi emergensi, perawat harus diedukasi untuk beraksi cepat dan
tepat untuk mengurangi kematianpdan penyebaran penyakit. Hasil survey Katz et al. (2006) yang
dikutip oleh Nyamathi, pada 146 perawat dan 115 dokter untuk menilai kesiapan mereka terhadap
teror biologi dan pengetahuan mereka terhadap agen biologi menunjukkan hasil bahwa kurang dari
50% perawat dapat mendiagnosa dengan tepat perbedaan anthrax dengan ISPA atau
smallpox
dengan chickenpox. Hanya 20% yang telah mengikuti pelatihan bioterorisme dan kurang dari 15%
yang yakin bahwa mereka dapat merespon dengan efisien untuk kejadian bioterorisme.
Hasil
penelitian di 125 sekolah perawat oleh Mosca, Sweeney, Hazy, and Brenner (2005) yang dikutip oleh
14
Nyamathi menyatakan bahwa sebagian besar perawat memiliki kompetensi yang rendah mengenai
bioterorisme.(42)
1.2.3
Material
Material meliputi struktur RS (lokasi bangunan, spesifikasi bangunan dan material yang
digunakan untuk membangun RS) dan non struktur (elemen arsitektur, peralatan medis dan
laboratorium, instalasi mekanikal, eletrikal dan perpipaan serta isyu keselamatan dan keamanan).(35,
37).
Berikut ini akan dibahas lebih mendalam mengenai obat-obatan, logistik kesehatan serta
bangunan RS.
A. Obat-obatan
Ada beberapa referensi terkait penyediaan obat-obatan untuk meningkatkan upaya
penyelamatan korban pada saat bencana. Referensi dari HOPE (Hospital Preparedness on
Emergency and Disaster) untuk bencana secara umum yaitu sebagai berikut:(34)
1) Resusitasi jantung :
- inotropic vasopressor (dopamin, dobutamin, isoprenalin, mephenteramin, adrenalin,
phenylephrine, noradrenalin), atropin, antiarrhythmic (xylocard, bretylium, amiodarone,
kalsium klorida/glukonat)
-
Lasix
15
j.
Airways-osophageal/nasal/oral
Oxygen cannulae
16
Tanda pengenal untuk lokasi, petugas dan korban : bendera, pita lengan, penanda triase
Medical Kit untuk bencana : oksigen, airway, intubation set, ventilation bag, suction device,
chest tube set, tracheostomy set, dsb
Pembalut/bidai, antiseptik
Tensimeter, stetoskop
dari alat pengukur tekanan darah, monitor saturasi oksigen dan electrocardiogram.(43)
Lokasi untuk melakukan dekontaminasi juga perlu disiapkan yang terdiri suatu tempat
dengan multiple shower yang didesain untuk masuknya pasien dengan berbagai derajat
keparahan.Selain itu juga perlu ada tempat untuk berganti baju.(44)
C. Sarana Transportasi
Beberapa jenis kendaraan dapat digunakan untuk evakuasi korban atau untuk melakukan
pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut : (28, 46)
1) Ambulans darat. Fungsi :
-
Ambulans gawat darurat Penanggulangan bantuan hidup dasar bagi pasien gawat
darurat serta pengangkutan pasien gawat darurat ke tempat pelayanan definitif dalam
rangka rujukan
2) Ambulans udara
Terdiri dari heli udara/rotary wing dan fixed wing. Ketentuan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku secara internasional
3) Ambulans air
4) Sepeda Motor
5) Kendaraan roda 4
6) Kendaraan roda 3
17
7) Kendaraan Jenazah
D. Sarana Komunikasi dan Informasi
Sarana komunikasi dan informasi yang efektif dibutuhkan untuk menjalin komunikasi di
dalam RS dan dengan eksternal RS seperti RS rujukan, RS lainnya, pelayanan ambulans,
sektor atau institusi terkait baik nasional maupun internasional.
Telpon
Faksimili
SSB
HT/RIG
Handphone
Handphone satelit
Televisi
Kamera
LCD proyektor
PC komputer
Laptop
Handycam
Alarm
Megaphone
GPS
18
19
Sistem komando saat insiden atau Incident Command System (ICS) awalnya dikembangkan
oleh petugas pemadam kebakaran saat terjadi kebakaran besar di California Selatan pada tahun
1970.Untuk koordinasi yang memadai di area bencana, sangat dibutuhkan rantai komando yang jelas
untuk seluruh responder sebagaimana kondisi di militer.Siapa pun yang tiba pertama kali di lokasi
bencana akan menjadi Komandan Insiden de facto hingga orang yang lebih senior datang.
Komandan dibantu oleh 4 kepala seksi yaitu Operasional, Perencanaan, Logistik dan
Pembiayaan/Administrasi,
Komandan insiden adalah seseorang yang memutuskan tujuan dari penanganan bencana,
menentukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, menetapkan prioritas dan bertanggung jawab
terhadap seluruh penanganan saat bencana.
Kepala seksi operasional memimpin operasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh Komandan Insisden, menentukan taktik dan memantau penggunaan sumber-sumber daya.
Kepala seksi perencanaan mengembangkan Incident Action Plan harian berdasarkan
konsultasi dengan komandan insiden.Perencanaan tersebut menentukan upaya-upaya yang dilakukan
pada hari tersebut termasuk membagi tugas sumber-sumber daya, koleksi data serta menyimpan
dokumentasi yang sesuai.
Kepala Logistikmenyediakan sumber-sumber daya serta pelayanan yang dibutuhkan seksi
operasional. Sedangkan kepala seksi pembiayaan/administrasi memantau biaya-biaya dan analisis
biaya dari tim perencana, akunting, pengadaan dan kontrak serta membayar para responder.
Dua karakter kunci dari ICS adalah scalabledan fleksible. Sehingga pada insiden yang kecil
(bukan bencana), komandan akan memegang tugas seluruh tim. Namun pada insiden yang besar,
dibutuhkan orang-orang yang menempati posisi seksi-seksi tersebut.Konsep kunci lainnya adalah
unity of command.
RS memiliki struktur komando insiden sendiri yaitu the Hospital Incident Command System
(HICS).Struktur ini memperlihatkan ICS yang lebih besar terdiri dari beberapa sektor. Ada beberapa
orang yang melapor pada komandan insiden di atas level dari kepala-kepala seksi yaitu the Liaison
Officer; the Public InformationOfficer; the Safety Officer; dan theMedical Technical Specialist.
Mereka disebut Staf Komandan.Bila semua posisi staf komandan dan kepala seksi terisi, maka ada 8
orang yang melapor langsung pada komandan insiden.
C. Sistem layanan medis gawat darurat
Sistem Layanan Medis Gawat Darurat (Emergency Medical Services Systems/EMSS) adalah
sistem secara keseluruhan yang diperlukan untuk merawat korban dari tempat kecelakaan atau
kejadian untuk perawatan secara definitif, meliputi perawatan di tempat, triase, perawatan awal,
transportasi serta rujukan ke pusat perawatan definitif.(34)
Sistem tersebut terdiri dari unsur-unsur meliputi :
a. Transportasi Ambulans, pesawat, dsb
b. Personalia Medical First Responders, teknisi medis gawat darurat, paramedis, perawat
c. Sistem komunikasi komunikasi 2 arah untuk memungkinkan informasi mengenai gawat
darurat dan korban dapat dikirim serta instruksi mengenai perawatan dapat diterima.
20
d. Pengawasan medis komunikasi 2 arah secara on line dengan dokter spesialis yang
bertugas atau melalui off line protokol mengenai perawatan yang harus diikuti pada
penanganan gawat darurat. 3 komponen utama dalam sistem off line yaitu pengembangan
protokol, jaminan medis serta pendidikan yang sedang berlangsung.
e. Peralatan dan bahan-bahan meliputi semua bahan yang dibutuhkan untuk respon gawat
darurat
f.
Legislasi dan advokasi peraturan tindakan pengobatan pra hospital. Juga menyediakan
check and balance untuk perawatn standar tinggi yang dibutuhkan.
khususnya untuk
sumber produk darah yang memungkinkan harus diidentifikasi dan diatur sistemnya agar dapat
mengadakan dengan cepat dalam kondisi emergensi.
Ketersediaan utilitas seperti air, listrik dan gas medis sangat penting pada operasional harian
RS dan fasilitas kesehatan. Penyediaan air harus aman dan harus ada alternatif sumber air seperti
untuk pemadam kebakaran atau tank penyimpan.
diperkirakan 5 liter untuk pasien rawat jalan dan 60-100 liter untuk pasien rawat inap.Tambahan
lainnya yaitu untuk laundry, air toilet dan kebutuhan lainnya.
Hal penting lainnya adalah ketersediaan sumber tenaga alternatif untuk penerangan dan operasi
saat terjadi kerusakan listrik pada waktu emergensi.Idealnya, terdapat generator yang mampu
menyediakan minimal 50-60% dari kebutuhan listrik normal RS tersebut.
Penyediaan gas medis vital untuk survival sejumlah pasien dir RS tersebut tapi juga bisa
menjadi sumber bahaya bila tidak dikelola dengan baik.Tank atau pipa gas medis harus diperiksa
secara rutin untuk memastikan mereka masih dalam kondisi baik.Khusus untuk pipa gas, sebaiknya
ada katup pengaman untuk mencegah ledakan.
E. Sistem keamanan dan keselamatan(35)
Sistem keselamatan mencakup keberadaan rambu-rambu/petunjuk arah evakuasi dan peralatan
pemadam kebakaran.Hal ini untuk mencegah kebingungan dan panik saat emergensi yang dapat
menyebabkan terjebaknya orang-orang dalam ruangan yang tertutup.
Detektor asap dan sistem alarm kebakaran juga penting untuk respon cepat pada kebakaran.
Selain itu harus ada koordinasi dengan Dinas Pemadam Kebakaran setempat untuk menyusun
pedoman terkait penempatan yang tepat untuk detektor api dan peralatan pemadam kebakaran.
Selama kedaruratan, keamanan harus diperketat di lokasi berisiko tinggi pada fasilitas seperti
pintu masuk dan keluar utama, tempat penyimpanan untuk mengontrol bahan-bahan kimia serta area
yang menyimpan peralatan medis mahal.
21
Namun ada beberapa jenis bencana yang tidak terdeteksi atau terlambat diketahui
kedatangannya seperti saat serangan teroris berupa surat yang berisi kuman anthrax baru disadari
beberapa hari kemudian. Poin utamanya adalah bahwa para responder harus waspada dengan situasi
dan mengenali tanda-tanda terjadinya bencana.Ketika paramedis ada dalam bioskop melihat ada asap
yang tiba-tiba muncul sehingga menyebabkan orang-orang tersedak, mengeluarkan air mata dan air
liur, mengeluarkan urin dan faeces tidak terkontrol, mereka harus mencurigai telah terjadi serangan
agen syaraf dan tidak memasuki area hingga tim HAZMAT menyatakan area tersebut telah aman.
II.2
Pasien sebaiknay
dievakuasi hanya dalam kondisi yang benar-benar terpaksa di mana pasien dan petugas kesehatan
dalam kondisi yang lebih berbahaya bila tetap berada di tempat semula dibandingkan bila
dievakuasi . Di Amerika penilaian risiko tersebut sebagaimana laporan General Accounting Office
(GAO) pada kongres pada tanggal 16-2-2006yang berjudulDisaster Preparedness: Preliminary
Observations on the Evacuation of Hospitals and Nursing Homes Due to Hurricanes. Ditetapkan:
Administrators memperhitungkan beberapa isyu ketika memutuskan untuk melakukan evakuasi atau
tetap berada di tempat (shelter in place), yaitu tersedianya sumber-sumber daya yang adekuat untuk
shelter in place, risiko pada pasien ketika memutuskan untuk evakuasi, tersedianya saranan
22
transportasi untuk memindahkan pasien dan lokasi tempat pemindahan pasien tersebut dan kerusakan
pada fasilitas atau infrastruktur komunitas.
beberapa di antaranya sedang mendapatkan sarana penunjang hidup seperti oksigen, ventilatro atau
IV pumps. Memindahkan pasien-paseien ini cukup sulit dan membutuhkan staf yang sangat terlatih.
(37, 51, 52)
Seluruh petugas memegang peranan penting dalam implementasi evakuasi.Keputusan
implementasi evakuasi ditetapkan oleh Komandan Insiden.Dan saat hal tersebut ditetapkan maka
bagian/departemen komunikasi di RS harus diberitahu sehingga dapat mengaktivasi kode mereka dan
mengumumkan pada petugas yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
penyelamatan jiwa akan memerintahkan evakuasi (baik horizontal maupun vertikal) saat situasi
mengancam jiwa. Tujuannya adalah untuk memindah pasien dan petugas ke lokasi yang aman.(51)
2.4 Menilai Ancaman (36)
Elemen kunci dalam penilaian ancaman adalah isyu tentang personal protectiveequipment
(PPE).Dalam situasi potensi HAZMAT, diperlukan PPE yang memadai sebelum seseorang memasuki
hot zone.
Ada sejumlah ancaman potensial yang harus selalu diwaspadai terus menerus, termasuk
ancaman kimia (seperti gas syaraf dan klorin), ledakan kedua, perluasan dari api dan gas, banjir,
struktur yang tidak stabil (khususnya setelah ledakan atau gempa bumi) serta ancaman radiasi.
Penilaian yang adekuat diperlukan untuk menentukan sumber-sumber daya yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan operasional penanggulangan bencana.Sayangnya sistem komunikasi di lokasi
bencana seringkali tidak memadai sehingga sangat penting untuk melakukan perencanaan yang
memadai untuk setiap kontigensi yang memungkinkan.
2. 5 MengelolaMass Casualties Incident (MCI)
Mass casualty incident(MCI) atau Insiden korban massal, adalah segala kejadian yang
menyebabkan jumlah korban dalam jumlah besar hingga membutuhkan pelayanan di luar kapasitas
normal pelayanan kesehatan yang tersedia. Umumnya setelah MCI, respon terlambat karena
komunikasi yang tidak adekuat. Selain itu, kemampuan petugas dalam menentukan prioritas pasien
yang harus ditangani terlebih dahulu serta transportasi yang tidak memadai juga merupakan
penyebab tidak optimalnya penanganan korban.(45)
Contoh nyata MCI adalah ketika tsunami menimpa Thailand pada akhir tahun 2004, pada 3
hari pertama sebanyak 11.000 korban cedera dirawat di 6 RS utama di Provinsi Phang Nga, Phuket
dan Krabi. Sebanyak 3.000 di antaranya harus dirawat, padahal kapasitas tempat tidur yang tersedia
adalah 1.400. Dalam 3 hari, sebanyak 1.500 operasi harus dilaksanakan, sementara ruang operasi
yang tersedia hanya sebanyak 33 ruangan. Pemerintah Thailand meminta bantuan dari tim kesehatan
negara-negara asal turis-turis di Thailand yang menjadi korban untuk memberi dukungan
penanganan, psikologi, penilaian untuk evakuasi serta evakuasi secepatnya ke negara asal.(53)
Triase merupakan salah satu strategi penanganan paling penting dalam kondisi MCI.Definisi
triase adalah memilah serta menentukan prioritas pelayanan kesehatan bagi korban berdasarkan
derajat cedera atau penyakit serta kemungkinan untuk bertahan.Konsep ini mengutamakan pasienpasien yang dianggap paling bisa diselamatkan dan memiliki kondisi medis yang sangat
23
mendesak.Triase merupakan salah satu kegiatan paling penting dalam mengelola MCI dengan tujuan
untuk memberikan yang terbaik bagi dengan jumlah sebanyak-banyaknya dalam kondisi sumber
daya yang terbatas.(34, 45)
Sebelum penanganan kesehatan lebih lanjut, dilakukan stabilisasi seluruh pasien tersebih
dahulu.Penanganan definitif dapat dimulai setelah tidak ada lagi korban-korban yang datang dan
seluruh korban cedera telah dalam kondisi stabil.(45)
Ada beberapa metode Triase. Pada kondisi korban multipel namun situasinya tidak katastropik
dan RS tidak kepenuhan, dapat digunakan metode START (Simple Triage &Rapid Treatment).
Dalam metode ini petugas memilah pasien dalam jangka waktu 60 detik atau bahkan kurang dengan
memberikan penilaian berdasarkan respirasi, perfusi dan status mental.Setelah triase pasien dapat
dilabel berdasarkan kategorinya yaitu HIJAU (aman), MERAH (membutuhkan pertolongan
secepatnya), KUNING (pertolongan masih dapat ditunda) dan HITAM (meninggal).(34)
Namun dalam kondisi MCI metode triase yang paling efektif adalah metode SAVE (Secondary
Assesment of Victim Endpoint).Penempatan korban ke dalam masing-masing kategori ditentukan oleh
hasil yang diharapkan di lapangan dari statistik luka yang ada.Misalnya ada 2 pasien yang
membutuhkan chest tube untuk pneumothorax.Berhubung hanya ada 1 chest tube, maka chest tube
diberikan pada pasien yang memiliki peluang untuk selamat lebih besar. Kategorisasi SAVE dapat
dibedakan dalam 3 kategori, yaitu :(34)
-
Korban yang akan meninggal tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.
Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang diberikan.
Korban yang akan sangat mendapatkan manfaat dari intervensi lapangan yang terbatas
Metode lainnya yang digunakan untuk kondisi MCI adalah MASS (Move, Asess, Sort and
Send).
mendengar instruksi agar pindah ke lokasi tertentu untuk mendapatkan pertolongan. Korban yang
masih berjalan ini dikategorikan sebagai prioritas terendah atau ditandai Hijau.Selanjutnya
diinstruksikan pada para korban yang masih dapat mendengar namun tidak dapat berjalan agar
mengangkat tangan atau kakinya.Korban ini ditandai sebagai korban yang dapat ditunda atau warna
kuning.Sisa di lapangan adalah korban-korban prioritas (tanda merah) atau meninggal (tanda hitam)
dan harus dinilai secara individual.
merupakan korban prioritas maka dilanjutkan dengan menggunakan metode ID-ME mnemonic
(Immediate-Delayed-Minimal-Expectant). (36)
Sistem kode warna yang digunakan untuk Triase tidak selalu sama pada setiap negara. Untuk
itu faktor yang paling penting adalah makna warna yang dipergunakan telah dipahami dan disepakati
oleh seluruh anggota tim penyelamat. Label ini dapat ditaruh di mana saja pada tubuh, namun lebih
tepat dipasang pada pergelangan tangankanan bagi korban yang bisa bejalan atau pergelangan kaki
kanan bagi korban yang tidak bisa berjalan. (34)
Petugas triase akan memeriksa dengan hati-hati pada tiap kelompok pasien dan mengambil
keputusan berdasarkan faktor-faktor lainnya (contoh : usia, status kesehatan secara keseluruhan atau
perubahan dalam kondisi fisik). Ada beberapa ketentuan dalam triase, yaitu : (45)
24
Pada kasus yang dengan kategori perbatasan, pilih kategori yang lebih mendesak.
Anak-anak lebih diprioritaskan dibandingkan orang dewasa pada kategori triase yang sama.
Korban yang histeris lebih diprioritaskan dibandingkan kondisi medisnya. Hal ini karena sangat
penting untuk menjaga situasi tenang di lokasi bencana..
Untuk dapat menguasi manajemen MCI dimulai dengan mempersiapkan sumber daya serta
prosedur standard di lapangan dan RS. RS dengan petugas yang terbatas akan kesulitan untuk
mengikuti pelatihan manajemen MCI reguler. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah berfokus pada
hal-hal sebagai berikut :(45)
-
Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi rutin untuk kejadian yang mendadak, insiden
dalam skala kecil (contoh : kecelakaan mobil atau kecelakaan di rumah).
Prosedur
penyelamatan yang sama dalam melakukan MCI dilakukan sebagai kegiatan emergensi rutin.
-
Koordinasi dengan unit emergensi lainnya seperti kepolisian, pemadam kebakaran, ambulans,
RS lainnya, dll)
Memastikan transisi yang cepat dari pelayanan emergensi rutin menuju manajemen MCI.
Menetapkan prosedur standar untuk menangani segala insiden (skala kecil maupun besar),
pencarian dan pertolongan, pertolongan pertama,triase, sistem rujukan dan pelayanan di RS.
Prosedur MCI sebaiknya diadaptasi ke situasi lokal terkait skill staf, transport dan komunikasi,
persediaan dan peralatan. Standarisasi aktivitas emergensi rutin akanmembuat tim menjadi lebih
efisien serta dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menangani korban MCI.
Membangun koordinasi yang baik antar unit emergensi (polisi, petugas pemadam kebakaran dan
petugas kesehatan) untuk merespon MCI. Kit standar untuk triase disiapkan dan melakukan
gladi secara reguler.
Latihan dan gladi untuk merespon MCI sangat penting untuk efektivitas penanganan dan
kesuksesan koordinasi dilapangan tanpa rasa panik.Hal ini juga sudah dirasakan oleh RS Krabi di
Thailand Selatan pasca terjadinya tsunami pada tahun 2004. Walaupun korban yang datang 10 kali
lipat dibandingkan perencanaan RS mereka, namun karena mereka telah terlatih dan memiliki
pengetahuan yang cukup hingga mereka dapat menetapkan strategi-strategi yang tepat untuk
menyelamatkan jiwa para korban. Kekuatan dalam merespon adalah RS tersebut adalah dengan tidak
menghitung berapa peralatan dan sumber daya yang mereka punya, namun bagaimana
menyelesaikan berbagai tantangan..(54)
2.6 Perluasan Kapasitas RS(55)
Konsep familiar untuk RS saat MCI adalah memperluas kapasitas yatiu kemampuan untuk
memperluas diri secepatnya di bawah kondisi pelayanan normal untuk mencapai peningkatan
kebutuhan pelayanan kesehatan.Namun karena kemampuan untuk memperluas kapasitas fungsional
terbatas, sehingga sangat penting bagi RS untuk menjalin kerjasama dengan organisasi lainnya untuk
lokasi perawatan pasien saat MCI.
Berikut ini contoh dari jenis-jenis fasilitas yang dapat menjadi perluasan RS dalam kondisi MCI :
25
a.
ukuran dan jaraknya maka dapat digunakan sebagai perluasan RS. Contoh : arena sport,
convention center, veterinary hospital atau hotel.
c. Mobile medical facilites. Contohny adalah 18-wheel truck yang dapat didesain secepatnya
sebagai ruang operasi dan ICU saat MCI.
d. Portable facilities. Unit-unit ini, atau nama lainnya hospital in a box, adalah peralatan
lengkap, bisa dibawa-dibawa sehingga dapat menangani korban secepatnya.
III.
proses pemulihan. RS yang mengalami kerusakan akibat bencana harus dibangun kembali serta
dikembalikan fungsi operasionalnya. RS yang rusak tersebut dievaluasi untuk memastikan bahwa
gedung tersebut masih layak pakai.
kesehatan yang diperbantukan ke RS serta pemulihan kesehatan mental para korban dan petugas
kesehatan. (36, 52)
Manajemen korban yang meninggal dunia merupakan bagian dari kegiatan pemulihan.Dalam
manajemen ini perlu memperhatikan aturan hukum yang berlaku sehingga perlu berkoordinasi
dengan kepolisisan setempat. Kegiatan manajemen korban meninggal meliputi proses identifikasi
korban, keselamatan petugas yang menangani korban khususnya korban akibat pandemi atau bahanbahan CBRN serta penanganan masalah psikologis petugas yang menangani para korban meninggal
tersebut. (34)
II. TEORI KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASINYA
Diantara beberapa pengertian tentang kebijakan, Thomas R. Dye (1955) memberikan
pengertian sederhana tentang kebijakan yaitu segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa
mereka melakukan dan hasilnya yang membuat suatu kehidupan berbeda.(56)Segala sesuatu yang
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, diputuskan berdasarkan alasan tertentu untuk
merealisasikan tujuan negara adalah kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah.
Keputusan Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit bahwa salah satu fungsi Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan
paripurna dan memberikan perlindungan bagi keamanan dan keselamatan, merupakan kebijakan
untuk melakukan sesuatu. Tujuan yang ingin dicapai jelas yaitu untuk mengubah sistem pelayanan
kesehatan menjadi lebih baik bagi kepentingan masyarakat.
Kebijakan merupakan suatu proses yang berbentuk siklus dan biasanya dimulai dengan
mengidentifikasi
masalah-masalah.
Selanjutnya
menentukan
kriteria
untuk
mengevaluasi
permasalahan yang ditemukan.Setelah berbagai masalah dievaluasi, kemudian ditentukan alternatifalternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.Alternatif kebijakan diseleksi untuk mendapatkan
kebijakan yang paling tepat dan selanjutnya diterapkan di lapangan. Implementasi kebijakan tersebut
kemudian dievaluasi untuk menilai apakah langkah yang diambil sudah tepat atau belum, dan proses
lahirnya kebijakan kembali dimulai dari awal. Salah satu model proses kebijakan dijelaskan oleh
Patton dan Savicky sebagai berikut: (56)
26
Define the p
Evaluate alterna
Implementasi kebijakan, menurut Riant Nugroho, adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. (56) Berdasarkan definisi ini, implementasi diartikan sebagai tindak lanjut dari
sebuah kebijakan. Oleh karena itu, lebih lanjut, Riant Nugroho (2009) menyatakan bahwa ada dua
langkah untuk mengimplementasikan kebijakan, yaitu implementasi dalam bentuk program dan
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan kebijakan tersebut. (56)
DefinIsi lainnya yang berbeda diungkapkan oleh DeLeon (1999), implementasi adalah
perbedaan antara harapan dan hasil dari suatu kebijakan.(57) Sesuai definisi ini, implementasi lebih
diartikan pada kesenjangan yang timbul antara tujuan yang ingin dicapai dengan fakta yang ada.
Implementasi tidak hanya sekedar diartikan sebagai tindak lanjut dari suatu kebijakan tetapi lebih
jauh mengukur apakah tindak lanjut tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau tidak.
Kebijakan tentang fasyankes yang aman telah dirumuskan dan diputuskan oleh pemerintah
dalam berbagai bentuk peraturan perundangan, mulai dari undang-undang sampai pada pedoman
yang bersifat teknis. Kebijakan-kebijakan terkait fasyankes yang aman dikeluarkan oleh sektor
terkait sesuai fungsi dan tugasnya, seperti Kementerian Pekerjaan Umum menerbitkan aturan
mengenai standar bangunan untuk pelayanan atau fasilitas umum, standar bangunan di daerah rawan
bencana, dan lain-lain. Kementerian Kesehatan pun telah menyusun peraturan tentang fasyankes,
standar pelayanan minimal di fasyankes, standar keselamatan pasien, dan lain-lain yang terkait.
Berdasarkan
pengertian
implementasi
oleh
Riant
Nugroho,
pemerintah
sudah
27
baik peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait, dan diturunkan lagi dalam bentuk pedoman.
Bentuk implementasi lainnya yang perlu dilihat adalah program kerja pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya yang mengejawantahkan kebijakan di lapangan.Seperti kebijakan terkait fungsi
rumah sakit dalam memberikan perlindungan bagi keselamatan karyawan, pasien, dan
pengunjung.Fasyankes seharusnya memiliki program terkait kebijakan pemerintah tersebut, begitu
pula dengan Pemerintah dan pemerintah daerah terkait fungsi pembinaan dan pengawasan jalannya
suatu kebijakan.
Pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan yang telah dirumuskan dengan
menggunakan sumber daya yang dimiliki.Menurut Howlett dan Ramesh, terdapat dua hal dalam
sistem pemerintahan yang memiliki dampak besar pada kemampuan suatu negara untuk merumuskan
dan mengimplementasikan kebijakan, yaitu otonomi dan kapasitas.Otonomi dalam hal ini diartikan
sebagai kemampuan institusi pemerintah untuk menolak kelompok-kelompok yang berkepentingan
dan kemampuan pemerintah bertindak secara wajar sebagai penguasa jika terjadi perbedaan
kepentingan.Pemerintahan tidak dapat netral dalam soal-soal politik tetapi politik harus dijalankan
dengan tujuan memperbaiki kesejahteraan rakyat, tidak untuk merespon dan melindungi kelompok
tertentu yang memiliki kepentingan terselubung.Sedangkan kapasitas merujuk pada kemampuan
sistem pemerintahan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.Hal ini terlihat dari
keahlian, sumber daya dan kesatuan dari alat-alat pemerintahan.(57)
Kapasitas dari perangkat pemerintah termasuk di Kementerian Kesehatan terlihat dalam
menyusun dan mengimplementasikan suatu kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai aspek
yang berdampak pada tingkat nasional. Begitu pula dengan perumusan kebijakan terkait fasyankes
aman, di dinas kesehatan dan di fasyankes yang merumuskan kebijakan teknis (implementasi
kebijakan Kemenkes) dan spesifik sesuai risiko yang berpotensi terjadi dalam wilayah
tanggungjawabnya.
Kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah sudah seharusnya melihat otonomi suatu daerah
sehingga kebijakan tersebut dapat diadopsi oleh pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
fasyankes aman.Otonomi daerah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam
melaksanakan wewenang yang dilimpahkan Pemerintah untuk mengatur urusan pemerintahan atau
lebih dikenal dengan desentralisasi. Terdapat berbagai argumentasi terkait desentralisasi dan
pengambilan kebijakan, yaitu:(58)
1. desentralisasi mengantar kebijakan lebih dekat kepada masyarakat yang dilayani sehingga akan
melibatkan partisipasi masyarakat,
2. desentralisasi mengantar kebijakan publik lebih dekat pada service provider di lapangan,
3. desentralisasi membawa potensi yang lebih besar untuk kolaborasi multisektor dan multiagensi
pada tingkat pemberi layanan yang lebih rendah daripada melalui kontrol pusat,
4. desentralisasi dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam mengatur keuangan (pembiayaan),
5. desentralisasi dapat menciptakan efisiensi dalam menyelenggarakan pelayanan.
28
BAB III
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
1.1 Kerangka Teori
Bagan 1. Kerangka teori
Peraturan perundangan (Policy)
Turunan
peraturan
perundangan
Program
Penganggara
n
(Work
decission)
Pelaksanaan
Program
(Budgeting)
Pengendalian
(Controlling)
P ra
B e
n ca
n a
Evaluasi
S a a t
Ta n g g
a p
D a ru r
a t
(Evaluation
)
Outcome
Menurunnya jumlah
korban meninggal dan
cedera akibat bencana
internal dan eksternal
Variabel independen pada penelitian ini adalah kebijakan dan program nasional pemerintah
Indonesia terkait penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana serta kerangka
kerja internasional. Sedangkan Variabel dependen pada penelitian ini adalah point-point
kesenjangan yang didapatkan. Jelasnya dapat dilihat pada bagan 1 berikut ini.
Bagan 2
Kerangka Konsep Penelitian
ANALISIS
KESENJANGAN
UPAYA
KESEHATAN
PENELITIAN DAN
PENGEMBANGA
N KESEHATAN
PEMBIAYAAN
KESEHATAN
KEBIJAKAN DAN
PROGRAM NASIONAL
INDONESIA
SUMBER DAYA
MANUSIA
KESEHATAN
KERANGKA
KERJA
INTERNASIONAL
SEDIAAN
FARMASI, ALAT
KESEHATAN DAN
MAKANAN
MANAJEMEN,
INFORMASI DAN
REGULASI
KESEHATAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Tidak ada
ADA/TIDAK
KESENJANGAN
Ada
KAJI
ULANG/
CARI
REFERENSI
LAINNYA
IDENTIFIKASI POIN-POIN
KESENJANGAN
30
Uraian
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
1.
2.
3.
1.UU
berikut
beserta
turunannya
baik
PP,
Perpres, Permen (Tidak
1.Telaah peraturan
termasuk Perda) :
perundangan dan
- UU No. 24 / 2007
program kemudian
- UU No. 36 / 2009
mengidentifikasi
- UU No. 44 / 2009
poin-poin peraturan
- UU No. 4 / 1984
yang terkait dengan
- UU No. 7 / 2012
penelitian serta
- UU No. 28 / 2002
mengidentifikasi
turunan-turunannya
(bila ada)
2.Peraturan
/
Keputusan
2.Telaah
turunanMenteri/setingkat menteri
turunan dari
yang
terkait
dengan
peraturan
penyelenggaraan
perundangan dan
Kebijakan dan
fasyankes
yang
aman
program serta
terhadap bencana yang
program
mengidentifikasi
bukan merupakan turunan
nasional
poin-poin yang
dari
peraturan
Indonesia
terkait dengan
perundangan
di
atas,
penelitian
berdasarkan
hasil
pencarian informasi pada 3.Poin-poin yang terkait
diklasifikasi dalam
institusi
terkait
tabel yang telah
(Kemenkes, Kemen PUditetapkan
Pera dan BNPB)
4.Hasil
pengklasifikasian
disintesa untuk
3.Rencana jangka panjang dan
mendapatkan
menengah nasional serta
kesimpulan konsep
rencana jangka menengah
yang dimaksud dari
tahun 2005-2019, rencana
berbagai peraturan
strategi tahun 2005-2019,
perundangan dan
LAKIP tahun 2005 - 2014
program tersebut.
yang
dikeluarkan
oleh
Kemenkes, Kemen PUpera,
BNPB
terkait
program fasyankes yang
aman terhadap bencana
Analisis
Kesenjangan
Proses pengidentifkasian
ketidaksesuaian antara
kebijakan dan program
nasional dengan best
practices
Telaah dokumen
Telaah dokumen
Telaah dokumen
1.
2.
3.
Tabel
Alat
pengola
h data
Pedoma
n telaah
dokume
n
Teridentifikasinya
konsep kebijakan
dan program
pemerintah
Indonesia terkait
penyelenggaraan
Fasyankes yang
aman terhadap
bencana
Pedoman
telaah
dokumen
Teridentifikasinya
hal-hal yang tidak
sesuai antara
kebijakan dan
program dengan
best practices
Pedoman
telaah
dokumen
Teridentifikasinya
kerangka kerja
internasional
terkait fasyankes
yang aman
terhadap bencana
Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional
Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait upaya
kesehatan
31
No
Uraian
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
menjamin tercapainya
derajat
kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Memiliki
4 subsistem yaitu : 1. upaya
kesehatan, 2. fasyankes, 3.
sumber daya upaya
kesehatan dan pembinaan
dan 4. pengawasan upaya
kesehatan
pengelolaan penelitian dan
pengembangan,
pemanfaatan dan
penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan
yang
Penelitian dan
pengembanga
n kesehatan
diselenggarakan dan
dikoordinasikan guna
memberikan data kesehatan
yang berbasis bukti untuk
menjamin tercapainya
derajat kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya. Memiliki 4
subsistem yaitu : 1.
biomedis dan teknologi
dasar kesehatan, 2.
teknologi terapan kesehatan
dan epidemiologi klinik, 3.
teknologi intervensi
kesehatan masyarakat dan
humaniora, 4. kebijakan
kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat.
Telaah dokumen
Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional
Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait penelitian
dan
pengembangan
kesehatan
Telaah dokumen
Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional
Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait pembiayaan
kesehatan
Pembiayaan
Kesehatan
SDM
Kesehatan
penggalian, pengalokasian,
dan pembelanjaan dana
kesehatan untuk
mendukung
penyelenggaraan
pembangunan kesehatan
guna mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Memiliki
3 subsistem yaitu : 1. Dana;
2. Sumber daya; 3.
Pengelolaan dana kesehatan
Pengelolaan upaya
pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan, yang
meliputi: upaya
perencanaan, pengadaan,
Telaah dokumen
Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional
Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait SDM
Kesehatan
pendayagunaan, serta
pembinaan dan pengawasan
mutu sumber
daya manusia kesehatan
untuk mendukung
penyelenggaraan
pembangunan kesehatan
guna mewujudkan derajat
32
No
Uraian
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya. Terdiri dari 3
subsistem, yaitu : 1. SDM
kesehatan, 2. SDM
pengembangan dan
pemberdayaan SDM
kesehatan. 3.
Penyelenggaraan
pengembangan dan
pemberdayaan SDM
kesehatan
pengelolaan berbagai upaya
yang menjamin keamanan,
khasiat/
Sediaan
farmasi, alkes
dan makanan
Telaah dokumen
Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional
Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait sediaan
farmasi, alkes dan
makanan
Telaah dokumen
Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional
Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait
manajemen,
informasi dan
regulasi kesehatan
Teridentifikasinya
poin-poin yang
terkait
pemberdayaan
masyarakat
Teridentifikasinya
poin-poin
kesenjangan
Manajemen,
informasi dan
regulasi
kesehatan
pengelolaan yang
menghimpun berbagai
upaya kebijakan kesehatan,
administrasi kesehatan,
pengaturan hukum
kesehatan, pengelolaan
data dan informasi
kesehatan yang mendukung
subsistem lainnya dari SKN
guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan
masyarakat yang setinggitingginya. Terdiri dari 5
subsistem yaitu : 1.
Kebijakan kesehatan; 2.
Administrasi kesehatan; 3.
Hukum kesehatan; 4.
Informasi kesehatan; 5.
Sumber daya manajemen
kesehatan
10
Pemberdayaa
n Masyarakat
Pengelolaan
penyelenggaraan berbagai
upaya kesehatan, baik
perorangan, kelompok,
maupun masyarakat secara
terencana, terpadu, dan
berkesinambungan guna
tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Terdiri
dari 4 subsistem yaitu : 1.
Penggerak pemberdayaan;
2. Sasaran pemberdayaan;
3. Kegiatan hidup sehat; 4.
Sumber daya.
Telaah dokumen
Perpres No.
72/2012
tentang
Sistem
Kesehatan
Nasional
11
Identifikasi
poin-poin
kesenjangan
pengidentifkasian
ketidaksesuaian antara
kebijakan dan program
nasional dengan best
practices
Hasil analisa
kesenjangan
Pedoman
telaah
dokumen
33
34
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metodologi Penelitian
Metode penelitian menggunakan metodesystematical review dari berbagai buku, jurnal serta
artikel internasional maupun nasional. Pencarian dokumen dibatasi tahun 2005-2015 dan
menggunakan bahasa Inggris atau Indonesia.
melalui 3 tahap proses skrining. Pertama, dokumen diskrining untuk mengeluarkan yang
duplikasi judul. Kedua, dokumen yang ada dipelajari untuk selanjutnya dokumen yang tidak
relevan dikeluarkan. Ketiga, abstrak dari dokumen yang tersisa dipelajari satu persatu untuk
selanjutnya mengeluarkan dokumen yang pada dasarnya tidak relevan, multiple publikasi
dan dokumen dengan data-data yang tidak bermanfaat. Hasil akhir dokumen-dokumen yang
didapatkan menjadi bahan untuk penelitian ini.
Data-data yang dikumpulkan dikelompok-kelompokkan menjadi tabel sebagai
berikut :
URAIAN
KEBIJAKAN DAN
PROGRAM
NASIONAL
KERANGKA
KERJA
INTERNASIONA
L
a. Upaya Kesehatan
b. Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
c. Pembiayaan Kesehatan
d. SDM Kesehatan
e. Sediaan farmasi, alkes dan
makanan
f. Manajemen, informasi dan
regulasi kesehatan
g. Pemberdayaan Masyarakat
Sumber Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu
melalui pendekatan pengamatan yang cermat dan mendalam atas sebuah fenomena
(kualitatif). Data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber yaitu :
a. Undang-undang serta peraturan turunannya yaitu berupa Peraturan Pemerintah/
Peraturan Presiden/ Peraturan Menteri/ Keputusan Menteri, harus merupakan dokumen
35
asli yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan (baik pusat maupun daerah) baik
hardcopy dan atau unduhan dari internet.
b. Peraturan/Keputusan Menteri/setingkat menteri yang terkait dengan penyelenggaraan
fasyankes yang aman terhadap bencana yang bukan turunan dari peraturan perundangan
di atasnya, harus merupakan dokumen asli yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan
(baik pusat maupun daerah) baik hardocopy dan atau unduhan dari internet. Metode
pencariannya melalui pencarian informasi pada institusi terkait (Kemenkes, Kemen PUPera dan BNPB).
c. RPJP, RPJMN, Renstra, Lakip,didapat dengan hardcopy maupun pencarian di internet
melalui mesin pencari dengan membatasi wilayah yang dicari meliputi Nasional
(Kemenkes, Kemen PU, BNPB) dan internasional (Pemerintah Jepang). Metode
pencariannya melalui pencarian informasi pada institusi terkait.
e. Kerangka kerja internasional yang didapat dari
-
36
BAB V
HASIL PENELITIAN
37
HASIL SYSTEMATIC REVIEW 6 UNDANG-UNDANG BERDASARKAN KELENGKAPAN TURUNANNYA YANG RELEVAN DENGAN TUJUAN PENELITIAN :
Turunan : Peraturan/pedoman yang dibuat berdasarkan perintah peraturan perundangan di atasnya dan isi maupun levelnya sesuai dengan perintah tersebut.
Bukan turunan tapi terkait : Secara substansi sama dengan amanat UU/PP/Permen untuk turunan namun bukan turunan langsung karena keluar lebih dulu/ tidak dinyatakan
sebagai turunan/ bentuknya tidak sesuai amanat (misal amanatnya Permen tapi yang dikeluarkan bentukanya Pedoman/Juknis). Atau sebaliknya, tidak ada amanat UU/PP/Permen
tapi menyatakan diri sebagai turunan.
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
UU NO. 28/2002
TTG BANGUNAN
GEDUNG
Terdapat 30 turunan
untuk PP.
Turunan
untuk
PP
semua
relevan dengan konten
penelitian
Terdapat
9
turunan Semua amanat turunan telah terakomodasi
untuk
Permen
dan dalam 5 Permen yaitu :
semuanya
relevan
dengan konten penelitia a. Permen PU no. 29/PRT/M/2006 ttg.
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung
b. Permen PU No. 6/PRT/M/2007 ttg
Pedoman
Umum
Rencana
Tata
Bangunan dan Lingkungan
c. Permen PU No. 24/2008 tentang
Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan
Bangunan
d. Permen PU No 16-PRT-M-2010 ttg
Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung
e. Permen PU No 17-PRT-M-2010 ttg
Pedoman Teknis Pendataan Bangunan
Sudah ada
Belum ada
Semua
amanat
turunan
telah
terakomodasi dalam PP No. 36/2005.
38
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
Gedung
b
Permen PU no.
29/PRT/M/2006 ttg.
Pedoman
Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung
Permen
PU
No.
6/PRT/M/2007
ttg
Pedoman
Umum
Rencana
Tata
Bangunan
dan
Lingkungan
Permen
PU
No.
24/2008
tentang
Pedoman
Pemelihaaraan dan
Perawatan Bangunan
Permen PU No 16PRT-M-2010
ttg
Pedoman
Teknis
Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung
Permen PU No 17PRT-M-2010
ttg
Pedoman
Teknis
39
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
Pendataan Bangunan
Gedung
2
UU NO. 7 TAHUN
2012 TENTANG
KONFLIK SOSIAL
Terdapat
4
turunan
untuk PP. Sebanyak 3
di antaranya relevan
dengan
tujuan
penelitian.
Terdapat
3
turunan
untuk Permen dan 1
untuk
peraturan
Panglima TNI.
Yang
relevan dengan tujuan
penelitian
adalah
3
turunan untuk Permen
40
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
c. Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
peran
serta
masyarakat dalam status
keadaan Konflik diatur oleh
menteri
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan
di
bidang
dalam negeri berkoordinasi
dengan
menteri/pimpinan
lembaga terkait. (pasal 73)
3
UU No. 36 tahun
2009 tentang
Kesehatan
Terdapat 1 turunan
untuk UU, 1 turunan
untuk Perpres, 28
turunan untuk PP dan
20 turunan untuk
Permen. Yang relevan7
PP dan 5 Permen
Dari 7 turunan PP yang relevan dengan a. Dari 5 turunan PP yang Dari 5 Permen turunan yg sesuai tujuan
penelitian, baru 2 yang telah ditetapkan
belum ada, 1 masih draft penelitian ,
ada 2 Permen yang memuat
menjadi PP, yaitu :
(Tata
Cara
Alokasi substansi sesuai permintaan UU 36/2009, yaitu :
Pembiayaan Kesehatan) dan
- PP No. 66/2014 ttg Kesehatan Lingkungan
Pelayanan kesehatan pada bencana
4 belum dibuat yaitu :
- PP No 46 tahun 2014 tentang Sistem
ada
di
Permenkes
64/2013
ttg
- Ketentuan
Perizinan
Informasi Kesehatan
PEnanggulangan Krisis Kesehatan
namun
Fasyankes
ditetapkan
tidak
dinyatakan
kalau
ini
turunan
dari
UU
Pemerintah dan Pemda
- Ketentuan
36/2009
- Upaya identifikasi mayat
Ada di
penyelenggaraan
Keputusan Bersama Menkes RI dan Kapolri
fasyankes (jumlah & jenis
No.
1087/menkes/SKB/IX/2004
No.pol.
fasyankes)
- Standar
pelayanan
Kep./40/IX/2004
tentang
Pedoman
minimal
upaya
Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada
kesehatan
Bencana Massal Namun keputusan bersama
- Standar
mutu
yan
tsb keluar sebelum UU No. 36 /2009
farmasi
b. Dari 5 Permen turunan yg
sesuai tujuan penelitian ,
sebanyak 3 Permen belum
41
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
PP No. 66 tahun
2014 ttg Kesehatan
Lingkungan
Terdapat 8 turunan
untuk Permen dan
semuanyarelevandenga
n tujuan penelitian
PP No 46 tahun 2014
tentang
Sistem
Informasi Kesehatan
Terdapat 10 turunan
untuk Permenkes dan 4
di antaranya relevan
dengan tujuan
penelitian
UU No. 44 tahun
2009 tentang Rumah
Sakit
Terdapat 1 turunan
untuk Perpres, 5
turunan untuk PP, 16
turunan untuk Permen,
dan 1
turunanuntukKepmen.Y
ang relevan dengan
tujuan penelitian
42
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
-
merintahdaerah
Ketentuanlebihlanjutmen
genaiprasarana
RS
meliputi instalasi uap,
43
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
-
PP No 49 tahun 2013
tentang Badan
Pengawas Rumah
Sakit
Terdapat 2 turunan
untuk Permenkes dan 1
turunan untuk Perka
BPRS. Yang relevan
dengan tujuan
penelitian adalah 1
turunan untuk Perka
Belum ada
Operasi
Pedoman teknis bangunan RS ruang
perawatan intesif
Pedoman teknis bangunan RS ruang
gadar
Pedoman teknis bangunan RS ruang
rawat inap
Pedoman teknis bgnan RS ruang
rehab medik
Pedoman
Prasarana
RS
sistem
instalasi gas medik dan vakum
medik
Pedoman teknis prasarana RS sistem
instalasi tata udara
Pedoman
teknis
prasarana
RS
Sarana Keselamatan Jiwa
Pedoman teknis bangunan RS yang
aman dalam situasi darurat dan
bencana
Pedoman teknis bangunan RS ruang
sterilisasi sentral
Pedoman sistem proteksi kebakaran
aktif.
Ketentuan
mengenai
Provinsi
lebih
tata kerja
lanjut
BPRS
44
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
BPRS.
b - Permenkes No. 2306
thn 2011 tentang
Persyaratan Teknis
Prasarana Instalasi
Elektrikal
Rumah
Sakit
- PermenkesNo. 58 thn
2014
tentang
Standar Pelayanan
Kefarmasian di RS
- Permenkes No. 340
thn
2010
tentang
:
Klasifikasi RS
- PermenkesNo.
147
thn 2010 tentang
Perizinan RS
- PermenkesNo. 69thn
2014
tentang
Kewajiban RS dan
kewajiban pasien
- Permenkes No. 12
tahun
2012
tentang Akreditasi
RS
- PermenkesNo. 1thn
2012
tentang
Sistem
Rujukan
Yankes Perorangan
- PermenkesNo. 1691
tahun
2011
45
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
tentang
Keselamatan
Pasien RS
- PermenkesNo. 10thn
2014
tentang
Dewan Pengawas
RS
5
Terdapat 5 turunan
untuk PP dan 1 turunan
untuk Permen. Yang
relevan dengan tujuan
penelitian adalah
adalah 3 turunan untuk
PP dan 1 turunan untuk
Permen.
PP No. 40 tahun
1991 tentang
Penanggulangan
Wabah Penyakit
Menular.
Terdapat 6 turunan
untuk Permen, dan yang
relevan adalah 5
Permen
46
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
Permenkes No.
1501/Menkes/Per/X/2
010 tentang Jenis
Penyakit Menular
tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah
dan Upaya
Penanggulangannya
pelaksanaan
a. Kepmenkes
No.
1371/Menkes/SK/IX/2005
tentang Penetapan Penyakit Flu Burung (Avian
Influenza) sebagai penyakit yang dapat
menimbulkan
wabah
serta
pedoman
penanggulangannya
b. Kepmenkes
No.
311/Menkes/SK/V/2009
tentang Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1
(Mexican Strain) sebagai penyakit yang dapat
menimbulkan wabah
c. Kepmenkes No. HK 02.02/Menkes/405/2014
tentang Penyakit Virus Ebola sebagai Penyakit
yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangannya
UU No. 24 tentang
Penanggulangan
Bencana
Terdapat 2 turunan
untuk Perpresdan 6
turunan untuk PP. Yang
relevan dengan tujuan
penelitian adalah
4turunan untuk PP
PP No. 21 tahun
2008
tentang
Penyelenggaraan
Penanggulangan
Terdapat 6 turunan
untuk Perka BNPB dan
seluruhnya relevan
dengan tujuan
Perka
No.
tahun
2012
tentang
47
N
o
Nama UU dan
turunannya
Bencana.
Amanat turunan
Keterangan Turunan
Sudah ada
penelitian
-
PP No. 22 tahun
2008 tentang
Pendanaan
Penanggulangan
Bencana
Terdapat 2 turunan
untuk Permen
(Permenkeu dan
Permendagri) serta 3
turunan untuk Perka
BNPB. Yang relevan
dengan tujuan
penelitian yaitu 2
turunan untuk perka
BNPB
Belum ada
48
N
o
Nama UU dan
turunannya
Amanat turunan
UU No. 36 tahun
2014 tentang Tenaga
Kesehatan
Terdapat 1 turunan
untuk Perpres, 10
turunan untuk PP, 17
turunan untuk Permen
dan 1 turunan untuk
peraturan konsil
masing-masing tenaga
kesehatan. Yang
relevan adalah 6
turunan untuk PP dan 3
turunan untuk Permen.
Keterangan Turunan
Sudah ada
Belum ada
Turunan untuk PP :
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
perencanaan
tenaga kesehatan
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
penempatan
tenaga kesehatan
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
penugasan
sebagai
nakes
dalam
keadaan tertentu
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai pendayagunaan
tenaga kesehatan
- Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai pembinaan dan
pengawasan
49
50
51
DEFINISI-DEFINISI :
o Fasyankes yang aman terhadap bencana adalah fasyankes yang siap
untuk menyelamatkan nyawa serta melanjutkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dasar untuk masyarakat pada saat bencana
o Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
o Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
o Konflik Sosial, /Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik
dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang
berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang
mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga
mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan
nasional.
o Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada
saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan
konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
o Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan
dan sistem peringatan dini.
o Penghentian Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri
kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi
Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta
benda.
o Pemulihan
Pascakonflik
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak
harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
o Ruang lingkup Penanganan Konflik meliputi: Pencegahan Konflik;
Penghentian Konflik; dan Pemulihan Pascakonflik
o Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang
ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan
penanganan permasalahan kesehatan manusia.
o Sistem kesehatan adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan
oleh semua komponen di suatu wilayah secara terpadu dan saling
mendukung guna mendukung guna menjamin tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
o Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang
mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bencana.
52
o Pengkajian
risiko
bencana
merupakan
sebuah
pendekatan
untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu
potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung
berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi
dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta
benda, dan kerusakan lingkungan.
53
54
Unsurunsur
Upaya
I. PENINGKATAN DAN PENCEGAHAN
Kesehata
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melakukan
n
55
No
Unsurunsur
peraturan
perundang-undangan;
pendidikan
dan
pelatihan
perdamaian;penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau
daerah Konflik;penguatan kelembagaan dalam rangka sistem peringatan
dini;pembinaan
kewilayahan;penguatan/pengembangan
kapasitas
(capacity building);desa berketahanan sosial;penguatan akses kearifan
lokal;penguatan keserasian sosial; danbentuk kegiatan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan Konflik oleh Pemerintah dilakukan kementerian/lembaga dan
oleh pemerintah daerah dilaksanakan satuan kerja perangkat daerah
sesuai dengan kewenangan dan fungsinya. Dalam melaksanakan
pencegahan Konflik, Pemerintah dan pemerintah daerah mengoptimalkan
penyelesaian perselisihan secara damai melalui musyawarah untuk
mufakat & dapat melibatkan peran serta masyarakat. (tokoh agama,
tokoh adat, dan/atau unsur masyarakat lainnya.)
WHO telah mengembangkan konsep Health as a Bridge for Peace atau
kesehatan sebagai jembatan perdamaian. Upaya pelayanan kesehatan
bersifat netral, tidak berpihak dan harus diberikan pada siapa pun tanpa
membedakan SARA. Pada tahap pencegahan konflik, peran sektor
kesehatan yaitu :
- Memelihara kondisi damai dalam masyarakat. Tujuan : Promosi kesehatan
dan perdamaian. Kegiatan : Mengkampanyekan perdamaian,
mengurangi
kesenjangan
dalam
pelayanan
kesehatan,
mengembangkan hak-hak manusia dalam operasional, mencegah
kekerasan yang tidak manusiawi.
- Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai.
Tujuan : pencegahan pertama, mencegah konflik dengan kekerasan.
Kegiatan : memprediksi konflik yang akan terjadi, memperkuat etikaetika pemerintahan, sebagai pelayan, penghubung dan arbitrase.
- Meredam potensi konflik.
Tujuan : pencegahan kedua, mencegah
kekerasan. Kegiatan : pertemuan pemecahan masalah, kerjasama dan
koordinasi kesehataan, pelayanan, penghubung dan arbitrase.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pemerintah wajib menetapkan
standar mutu pelayanan kesehatan.
Untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan
upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya
kesehatan
perseorangan
dan
upaya
kesehatan
masyarakat.
Pembangunan
kesehatan
diselenggarakan
dengan
berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan
norma-norma agama.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk :
menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk jejaring dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan. Setiap Rumah Sakit harus memiliki
organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel. Selai itu setiap Rumah
Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola
klinis yang baik. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit
wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.
Akreditasi Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga independen baik
dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku.
Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan
menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan kerja. Program Keselamatan dan kesehatan kerja
RS bertujuan untuk melindunngi keselamatan dan kesehatan serta
meningkatkan
produktivitas
SDM
RS,
melindungi
pasien,
56
No
Unsurunsur
57
No
Unsurunsur
e. Rekomendasi.
Pada kondisi konflik dilakukan tindakan darurat penyelamatan dan
pelindungan korban untuk meminimalisir jumlah korban, memberikan
rasa aman, menghilangkan trauma serta memberikan layanan yang
dibutuhkan bagi korban;
Setiap orang berhak: mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman.
Upaya perlindungan terhadap kelompok rentan dilaksanakan oleh
instansi/ lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB
dan/atau kepala BPBD dengan pola pendampingan/ fasilitasi.
Pelindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan memberikan
prioritas kepada korban bencana yang menderita luka parah serta
kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan,
pelayanan kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan terdiri atas: a.
bayi, balita, dan anak-anak; b. ibu yang sedang mengandung atau
menyusui; c. penyandang cacat; dan d. orang lanjut usia.
Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dan memberikan
bantuan bencana kepada korban bencana dan daerah bertanggung jawab
atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan saat
tanggap darurat bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan ebih lanjut. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan
pelaksanaan
pelayanan
kesehatan
secara
menyeluruh
dan
berkesinambungan pada bencana.
Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah
mempunyai kemudahan akses yang meliputi: a. pengerahan sumber
daya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan logistik; d.
imigrasi, cukai, dan karantina; e. perizinan; f. pengadaan barang/jasa; g.
pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; h.
penyelamatan; dan i. komando untuk memerintahkan sektor/lembaga
Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air
bersih dan sanitasi, pelayanan kesehatan dan pelayanan psikososial.
Jangka waktu pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
disesuaikan dengan masa tanggap darurat bencana yang ditentukan
berdasarkan eskalasi bencana. Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
korban bencana diberikan dengan memperhatikan standar minimal
kebutuhan dasar dengan memperhatikan prioritas kepada kelompok
rentan.
Korban bencana, baik secara individu maupun berkelompok, terutama
untuk kelompok rentan, dapat memperoleh bantuan pelayanan
kesehatan. Bantuan pelayanan kesehatan diberikan dalam bentuk : 1)
Pelayanan kesehatan umum (Pelayanan kesehatan dasar dan Pelayanan
kesehatan klinis);
2) Pengendalian penyakit menular (Pencegahan
Umum, Pencegahan Campak,
Diagnosis dan Pengelolaan Kasus,
Kesiapsiagaan Kejadian Luar Biasa, Deteksi KLB, Penyelidikan & Tanggap
serta HIV/AIDS);
3) Pengendalian penyakit tidak menular (Cedera,
Kesehatan Reproduksi, Aspek Kejiwaan dan Sosial Kesehatan, Penyakit
Kronis). Pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu masyarakat
yang terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi
kesehatan masyarakat.
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi
penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Dilarang menolak dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu. Upaya
kesehatan didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan. .
Nakes tersebut berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
standar pelayanan profesi (ditetapkan oleh organisasi profesi dan
58
No
Unsurunsur
59
No
Unsurunsur
60
No
Unsurunsur
PEMULIHAN
61
No
Unsurunsur
Fasyanke
s
62
No
Unsurunsur
63
No
Unsurunsur
64
No
Unsurunsur
R.
S.
T.
U.
V.
W.
X.
i.
dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat; h. instalasi tata udara; i.
sistem informasi dan komunikasi; dan j. ambulan.
Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan
dan kesehatan kerja penyelenggaraan Rumah Sakit
Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin terdiri dari izin
mendirikan dan izin operasional.
Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika: a. habis masa berlakunya; b. tidak lagi
memenuhi persyaratan dan standar; c. terbukti melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan; dan/atau d. atas perintah
pengadilan dalam rangka penegakan hukum.
Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis pelayanannya terdiri atas: a.
pelayanan kesehatan perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat.
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. pelayanan kesehatan tingkat
kedua; dan c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Ketentuan persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh
Pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku. Ketentuan perizinan fasilitas
pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pemerintah daerah dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan
kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya.
Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan mempertimbangkan: a. luas wilayah; b. kebutuhan
kesehatan; c. jumlah dan persebaran penduduk; d. pola penyakit; e.
pemanfaatannya; f. fungsi sosial; dan g. kemampuan dalam memanfaatkan
teknologi.
TAHAPAN PEMBANGUNAN
Kegiatannya meliputi perencanaan dan pelaksanaan & pengawasannya.
Pembangunan gedung (baik itu pembangunan baru, perbaikan,
penambahan, perubahan dan/atau pemugaran dan/atau instalasi,
dan/atau perlengkapan bangunan gedung) harus memenuhi persyaratan
administratif
dan
teknis
sesuai
dengan
fungsi
bangunan
gedung.Persyaratan administrasi dan teknis untuk bangunan gedung
yang dibangun pada lokasi bencana ditetapkan oleh Pemda sesuai
kondisi sosial dan budaya setempat mengacu pada pedoman dan
standar teknis terkait dengan mempertimbangkan fungsi bangunan
gedung, keselamatan & kesehatan pengguna serta sifat permanensi
bangunan yang diperkenankan
o PERSYARATAN
ADMINISTRATIFuntuk
mendapatkan
izin
mendirikan bangunan (IMB) yaitu :a. tanda bukti status kepemilikan
hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah; b.
data pemilik bangunan gedung; c. rencana teknis bangunan gedung;
dan d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan
gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang
mengganggu dan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
harus dilengkapi dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) sesuai ketentuan yang berlaku. Bila tidak menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan, atau secara teknologi sudah
dapat dikelola dampak pentingnya, tidak perlu dilengkapi dengan
AMDAL, tetapi diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai ketentuan
yang berlaku.
o
65
No
Unsurunsur
2) Persyaratan
kesehatan
bangunan
gedung;
yaituterpenuhinya kebutuhan udara, pencahayaan cukup,
sarana sanitasi yang memadai untuk mewujudkan kebersihan
dan kesehatan
3) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung; yaitu
kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang
(memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan), kondisi
udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan
tingkat kebisingan
4) Persyaratan kemudahan bangunan gedung. Yaitu akses
yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan serta
layanannya, evakuasi yang mudah dan aman, akses bagi
penyandang cacat, pertanda dini yang informatif untuk
kedaruratan.
Pembangunan/pelaksanaan
konstruksi
bangunan
gedung
dapat
dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan disetujui oleh Pemda
dalam bentuk IMB. Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk
kepentingan umum ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setelah
mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli.
Pengawasan konstuksi bangunan gedung berupa kegiatan :
Pengawasan pelaksanaan konstruksiyaitu pengawasan biaya,
mutu, dan waktu pembangunan bangunan gedung pada tahap
pelaksanaan konstruksi, serta pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
gedung
atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan
gedung yaitu pengendalian biaya, mutu, dan waktu pembangunan
bangunan gedung, dari tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan
konstruksi bangunan gedung, serta pemeriksaan kelaikan fungsi
66
No
Unsurunsur
TAHAPAN PEMANFAATAN
Dilakukan oleh pemilik/pengguna bangunan setelah bangunan tersebut
dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi (memenuhi persyaratan
teknis). Pemanfaatan merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan
gedung sesuai fungsiyang ditetapkan dalam IMB termasuk kegiatan
pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan secara berkala yang harus
dilakukan o/ pemilik/pengguna bangunan dengan menerapkan prinsipprinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Kegiatan pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan
gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu
laik fungsi. Meliputi pembersihan, perapian, pemeriksaan, pengujian,
perbaikan dan/atau penggantian bahan atau perlengkapan bangunan
gedung, dan kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman
pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung .
Kegiatan perawatan bangunan gedung meliputi perbaikan dan/atau
penggantian bagian bangunan,komponen, bahan bangunan, dan/atau
prasarana dan sarana berdasarkan dokumen rencana teknis perawatan
bangunan gedung.
Rencana teknis perawatan bangunan gedung
disusun oleh penyedia jasa perawatan bangunan gedung dengan
mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi dan tingkat
kerusakan bangunan gedung. Perbaikan dan/atau penggantian dalam
kegiatan perawatan bangunan gedung dengan tingkat kerusakan sedang
dan berat dilakukan setelah dokumen rencana teknis perawatan
bangunan gedung disetujui oleh pemerintah daerah.
Persetujuan
rencana teknis perawatan bangunan gedung tertentu dan yang memiliki
kompleksitas teknis tinggi dilakukan setelah mendapat pertimbangan tim
ahli bangunan gedung.
Pemeriksaan secara berkala bangunan gedung dilakukan untuk seluruh
atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau
prasarana dan sarana dalam rangka pemeliharaan dan perawatan
bangunan gedung, guna memperoleh perpanjangan sertifikat laik fungsi
(sepanjang tidak ada perubahan fungsi dan bentuk bangunan. Bila ada
harus mengajukan IMB yang baru)dan harus dicatat dalam bentuk
laporan. Pemeriksaan berkala dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan
sekali.Pemeriksaan dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna bangunan
gedung dan dapat menggunakan penyedia jasa pengkajian teknis
bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Jika belum terdapat penyedia jasa pengkajian
teknis maka pengkajian teknis dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pengawasan terhadap pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah pada saat pengajuan
perpanjangan sertifikat laik fungsi dan/atau adanya laporan dari
masyarakat.
iii.
TAHAPAN PELESTARIAN
adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan
gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan
tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut
periode yang dikehendaki.
Penetapan bangunan gedung dan
lingkungannyayang dilindungi dan dilestarikan dilakukan oleh Presiden,
Gubernur, Bupati/walikota.
iv.
TAHAPAN PEMBONGKARAN
meliputi kegiatan penetapan pembongkaran dan pelaksanaan
pembongkaran dengan mengikuti kaidah-kaidah pembongkaran secara
umum serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Surat
penetapan/persetujuan pembongkaran oleh bupati/walikota kecuali DKI
Jakarta oleh gubernur) dan bangunan fungsi khusus oleh Menteri
67
No
Unsurunsur
Sumber
daya
upaya
kesehata
n
68
No
Unsurunsur
b. FASILITAS KESEHATAN
Andal terhadap gempa, ledakan, kebakaran, kecelakaan radiasi & nuklir,
tahan angin, rayap, bahan-bahan berbahaya, petir, korsleting listrik dan
akibat alam atau manusia lainnya serta ramah lingkungan
c. PEMBIAYAAN
Dinkes Kab/Kota melakukan pembayaran klaim RS untuk biaya perawatan
pasien korban bencana sesuai dengan ketentuan peraturan daerah
setempat. Dinkes Provinsi memfasilitasi dukungan pembayaran klaim RS
untuk biaya perawatan pasien korban bencana sesuai dengan ketentuan
perda setempat.
Bila kab/kota dna provinsi tidak mampu, maka
Kemenkes melalui PPKK melakukan pembayaran klaim RS untuk biaya
perawatan pasien.
Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan pemilik bangunan
Pendanaan Penanganan Konflik secara memadai menjadi tanggungjawab
bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dialokasikan pada
APBN dan/atau APBDsesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung
jawab masing-masing. Sumber pendanaan lainnya yaitu dari masyarakat.
d. SARANA & PRASARANA
Sarana prasarana yang andal terhadap gempa, ledakan, kebakaran,
kecelakaan radiasi & nuklir, tahan angin, rayap, bahan-bahan berbahaya,
petir, korsleting listrik dan akibat alam atau manusia lainnya serta ramah
lingkungan
Data base nama-nama anggota tim Tim Ahli Bangunan Gedung yang
dapat diakses dari semua kabupaten/kota, provinsi dan Pusat.
Sarana transportasi
Fasilitas pendukung non medis (seragam, tandu, alkom, kendaraan taktis)
e. SEDIAAN FARMASI & ALKES
f.
69
No
Unsurunsur
70
No
Unsurunsur
d. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
timbulnya kerugian harta benda ataubarang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan
denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
e. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
(delapan) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau denda paling banyak Rp
6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
f.Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1)
dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling
sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
71
No
Unsurunsur
peringatan
secara
tertulis;
b..
72
No
Unsurunsur
73
No
Unsurunsur
d. Humaniora,
kebijakan
kesehatan
dan
pemberdayaan
masyarakat meliputi kegiatan riset untuk menganalisis bidang
sosial, ekonomi, budaya, etika, hukum, psikologi, formulasiimplementasi, dan evaluasi kebijakan, perilaku, peran serta, dan
pemberdayaan masyarakat terkait dengan perkembangan teknologi
dan produk teknologi kesehatan guna peningkatan mutu upaya
kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna.
Memiliki 7 prinsip dasar, yaitu :
a. Terpadu, berkesinambungan dan paripurna yaitu Penelitian,
pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologi
kesehatan diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan
paripurna meliputi riset yang dilakukan berkala dan sebagai
kelanjutan hasil riset sebelumnya serta dilakukan menyeluruh di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Akurat dan akuntabel yaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan harus
dilakukan secara teliti dan berbasis bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
c. Persetujuan setelah penjelasanyaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan harus
dilakukan atas dasar persetujuan dari Pemerintah dan apabila
melibatkan manusia harus atas dasar persetujuan yang
bersangkutan setelah diberikan penjelasan terlebih dahulu.
d. Bekerja dalam tim secara cepat dan tepat yaitu Penelitian,
pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologi
kesehatan harus dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang
terkait dan kompeten, bekerja sama, dan dilakukan secara cepat
dengan ketepatan yang tinggi, termasuk dalam rangka peningkatan
kapasitas dan kompetensi tenaga peneliti kesehatan serta
pemanfaatan fasilitas penelitian, pengembangan dan penapisan
teknologi kesehatan sebagai wahana pendidikan tenaga peneliti
mencapai jenjang keahlian tertinggi.
e. Norma agama yaitu Penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan yang dilakukan tidak
boleh bertentangan dengan norma agama dan yang dapat
menurunkan harkat dan martabat manusia.
f. Kebenaran ilmiahyaitu Penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan yang dilakukan harus
didasarkan pada kebenaran ilmiah, yakni kebenaran yang
didapatkan melalui tahap-tahap (proses, prosedur) metode ilmiah.
g. Perlindungan terhadap subjek penelitian dan etik yaitu
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan yang dilakukan harus menjamin perlindungan
terhadap subjek penelitian. Penelitian dan pengembangan yang
menggunakan manusia dan hewan percobaan harus mendapatkan
persetujuan etik (ethicalclearance).
No
Unsur-unsur
Biomedis dan
teknologi dasar
kesehatan
75
No
Unsur-unsur
Teknologi
terapan
kesehatan dan
epidemiologi
klinik
Teknologi
intervensi
kesehatan
masyarakat
Humaniora,
kebijakan
kesehatan dan
pemberdayaan
masyarakat
Sistem peringatan dini konflik meliputi deteksi dini dan cegah dini. meliputi:
a. penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah
Konflik;
b. penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan
akurat;......dst.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan tindakan darurat
penyelamatan dan pelindungan korban sesuai dengan tugas, tanggung jawab,
dan wewenangnya, meliputi antara lain penilaian cepat kesehatan dan
pemenuhan kebutuhan dasar korban Konflik; dsb
3. Pembiayaan Kesehatan
Adalah pengelolaan berbagai upayapenggalian, pengalokasian, dan
pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan
pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Terdiri dari 3 unsur, yaitu :
a. Danadigali dari sumber Pemerintah, Pemerintah Daerah baik dari
sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun
swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan kesehatan
b. Sumber dayameliputi: SDM pengelola, sarana, standar, regulasi,
dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan
berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian, dan
pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya
pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan dana kesehatanmerupakan seperangkat aturan
yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku
subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah,Pemerintah
Daerah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakatyang
mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan
dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.
Memiliki 3 prinsip, yaitu
a. Kecukupan yaitu pembiayaan kesehatan pada dasarnya
merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah
Daerah, masyarakat, dan swasta. Dana kesehatan diperoleh dari
berbagai sumber, baik dari Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan
serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya
76
Unsurunsur
Dana
77
No
Unsurunsur
Sumber
Daya
a. SDM PENGELOLA
Pengelola keuangan pada masing-masing K/L dan SKPD sesuai dengan
tugas dan fungsinya
Bendahara umum negara
Bendahara umum daerah
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
melakukan monitoring dan evaluasi secara sinergis, terkoordinasi, terus
menerus, berkala, dan terukur terhadap penyelenggaraan penanganan
Konflik yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
b. SARANA
Setiap kegiatan RR sarana dan prasarana kesehatan yang sedang atau telah
dilakukan
c. STANDAR
Standar pembiayaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
d. REGULASI
Peraturan perundangan terkait keuangan
Pengaturan spesifik mengenai sumber-sumber dana dan mekanismenya
terkait bencana, penyelenggaraan bagunan, penanganan konflik dan
tenaga kesehatan dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
e. KELEMBAGAAN
Untuk penanganan bencana, dana siap pakai ada pada BNPB
Untuk penanganan konflik, kelembagaan yaitu K/L dan SKPD sesuai
dengan tugas dan wewenangnya masing-masing.
Pengelola
dana
kesehatan
a. MEKANISME PENGGALIAN
Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam
penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber
dari masyarakat yang diterima oleh Pemerintah dicatat dalam APBN dan bila
diterima oleh Pemda dicatat dalam APBD. Pemerintah daerah hanya dapat
menerima dana yang bersumber dari masyarakat dalam negeri. Pemerintah
dapat menolak bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. MEKANISME PENGALOKASIAN
Pengajuan usulan penggunaan anggaran penanggulangan bencana bidanng
kesehatan dilakukan secara tertib administrasi keuangan dengan sistem satu
pintu, berupa :
o Tahap prakrisis kesehatan usulan dari dinkes Kab/Kota harus
disampaika jmelalui Dinkes Provinsi kepada Sekjen Kemenkes dengan
tembusan Kepala PPKK dengan melampirkan Renkon
o Tahap tanggap darurat usulan rencana operasi dari Dinkes Kab/Kota
harus disampaikan melalui dinkes prvoinsi,s erta harus dilengkapi
dengan surat pernyataan bencana yang meliputi siaga darurat,
tanggap darurat atau pemulihan darurat. Usulan dari unit-unit utama
di lingkungan Kemenkes disampaika ke Sekjen Kemenkes dengan
tembusan kepada Kepala PPKK.
Untuk pencegahan konflik, Pemerintah mengalokasikan dana APBN melalui
anggaran kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai tugas dan
fungsinya. Pemerintah Daerah mengalokasikan dana APBD melalui anggaran
78
No
Unsurunsur
79
No
Unsurunsur
80
4. SDM Kesehatan
Yaitu pengelolaan upaya pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusiakesehatan, yang meliputi: upaya perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu
SDM kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan
kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Terdiri dari 3 unsur, yaitu :
a. SDM Kesehatan adalah SDM kesehatan baik tenaga kesehatan
maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan, mempunyai hak
untukmemenuhi kebutuhan dasarnya (hak asasi) sebagai makhluk
sosial, wajib memiliki kompetensi, kewenangan untuk mengabdikan
dirinya di bidang kesehatan, mempunyai etika, berakhlak luhur, dan
berdedikasi tinggi dalam melakukan tugasnya
b. Sumber daya pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatanadalah sumber daya pendidikan nakes dan pelatihan
SDM kesehatan, yang meliputi berbagai standar kompetensi, modul
dan kurikulum serta metode pendidikan dan latihan, SDM
pendidikan dan pelatihan, serta institusi/fasilitas pendidikan dan
pelatihan yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan
pelatihan. Dalam sumber daya ini juga termasuk sumber daya
manusia, dana, cara/ metode, serta peralatan dan perlengkapan
untuk melakukan perencanaan, pendayagunaan, serta pembinaan
dan pengawasan mutu SDM kesehatan
c. Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatanmeliputi
upaya
perencanaan,
pengadaan,
pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu SDM
kesehatan.
Memiliki 4 prinsip, yaitu :
a. Adil dan merata serta demokratis. Pemenuhan ketersediaan
SDM kesehatan ke seluruh wilayah Indonesia harus berdasarkan
pemerataan dan keadilan sesuaidengan potensi dan kebutuhan
pembangunan kesehatan sertadilaksanakan secara demokratis,
tidak diskriminatif denganmenjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa.
b. Kompeten dan berintegritas. Pendidikan dan pelatihan sumber
daya manusia kesehatandilaksanakan sesuai standar pelayanan dan
standar kompetensisehingga menghasilkan sumber daya manusia
kesehatan yang menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK), profesional, beriman, bertaqwa, mandiri, bertanggung
jawab, dan berdaya saing tinggi.
c. Objektif dan transparan. Pembinaan dan pengawasan serta
pendayagunaan termasukpengembangan karir sumber daya
manusia kesehatan dilakukan secara objektif dan transparan
berdasarkan prestasi kerja dan disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan.
d. Hierarki dalam SDM Kesehatan.
Pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan dalam mendukung
pembangunan kesehatan perlu memperhatikan adanya susunan
81
Unsur-unsur
SDM
Kesehatan
82
No
Unsur-unsur
Sumber Daya
pengembang
an dan
pemberdayaa
n SDM
kesehatan
83
No
Unsur-unsur
Penyelenggar
aan
pengembang
an dan
pemberdayaa
n SDM
kesehatan
84
No
Unsur-unsur
85
No
Unsur-unsur
86
No
Unsur-unsur
o
o
o
o
o
o
o
yang
menjalankan
praktik
pada
Fasyankes
wajib
memberikan
87
No
Unsur-unsur
88
No
Unsur-unsur
Adil, merata dan demokratis, Hierarki dalam SDM kesehatan, Objektif dan transparan,
Kompeten dan berintegritas
90
No
1
Unsurunsur
Komoditi
Sumber
Daya
Pelayanan
kefarmasia
n
Pengawasa
n
Unsur-unsur
Kebijakan
kesehatan
Administrasi
kesehatan
d.
-
Hukum
kesehatan
92
No
Unsur-unsur
93
No
Unsur-unsur
Informasi
kesehatan
94
No
Unsur-unsur
Sumber daya
manajemen
kesehatan
a. SDM KESEHATAN
meliputi seluruh SDM yang ada baik itu pemerintah pusat,
pemerintah daerah, masyarakat (swasta, akademisi/perguruan
tinggi/ahli, masyarakat adat dan sebagainya) baik itu untuk
manajemen kesehatan maupun teknis medis.
Rinciannya
sebagai berikut :
Manajemen kesehatan :
o Pemerintah pusat dan daerah sebagai penyusun regulator,
pelaksana,
pembina
dan
pengawas
dengan
95
No
Unsur-unsur
b. DANA
Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan pemilik bangunan
Pendanaan Penanganan Konflik secara memadai menjadi
tanggungjawab bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah
yang dialokasikan pada APBN dan/atau APBDsesuai dengan
tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.
Sumber pendanaan lainnya yaitu dari masyarakat.
c. SARANA DAN PRASARANA
d. STANDAR
e. KELEMBAGAAN
7. Pemberdayaan Masyarakat
96
Unsurunsur
Penggerak
pemberday
aan
97
No
Unsurunsur
Sasaran
pemberday
aan
Kegiatan
hidup sehat
Sumber
daya
a. DANA
Dana penanganan konflik yang bersumber dari masyarakat yang diterima
oleh Pemerintah dicatat dalam APBN dan bila diterima oleh Pemda dicatat
dalam APBD.
Pemerintah daerah hanya dapat menerima dana yang
bersumber dari masyarakat dalam negeri.
Pemerintah dapat menolak
bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan Konflik meliputi pembiayaan;
bantuan teknis; dan/atau bantuan tenaga dan pikiran
b. SARANA DAN PRASARANA,
c. BUDAYA
d. METODE
Masyarakat dalam melaksanakan tertib administratif pembangunan dan
pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem informasi bangunan melalui
peran aktif mendaftarkan bangunan gedungnya sesuai dengan kebijakan
98
No
Unsurunsur
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
BNPB. Data dan Informasi Bencana Indonesia: BNPB; [cited 2015 January 8]. Available
from: http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id.
Guha-Sapir D, Vos F, Below R, Ponserre S. Annual Disaster Statistical Review 2011.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2012.
Hoyois P, Sapir DG, Below R. Annual Disaster Statistical Review 2013. Brussel: Centre
for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2014.
Rodriguez-Llanes JM, Below R, Sapir DG. Annual Disaster Statistical Review : Number
and Trends 2008. Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED),
2009.
Rodriguez-Llanes JM, Below R, Sapir DG. Annual Disaster Statistical Review 2009.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2010.
Sapir DG, Below R. Annual Disaster Statistical Review : Number and Trends 2010.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2011.
Sapir DG, Hoyois P, Below R. Annual Disaster Statistical Review 2012 : The Number and
Trends Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2013.
Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2010.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2011.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.
Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2012.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2013.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.
Krisis PP. Tinjauan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008. In: RI DK, editor.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.
Krisis PP. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. In: RI
KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
Sikoki B, Nugroho JE, Widanto FAS, Umam N, Sakti E, Kawuryan ISS, et al. Merapi :
Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010, Laporan Studi Longitudinal: BNPB,
UNDP Indonesia, DR4, MRR; 2014.
Kesehatan, UU No. 36 tahun 2009 (2009).
Organization WH, Bank TW, ISDR. Hospitals Safe from Disasters. United Nations; 2008.
BNPB. Perka BNPB No. 01 tahun 2013 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Gempa Bumi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener
Meriah Tahun 2013-2014. BNPB; 2013.
BNPB, Bappenas, Barat PPKKS, Jambi PPKK, Internasional M. Bencana Alam di Sumatra
Barat dan Jambi : Penilaian Kerusakan, Kerugian dan Kebutuhan-kebutuhan Awal. BNPB,
2009.
Hyogo Framework for Action 2005 - 2015 : Building the Resilience of Nations and
Communities to Disasters.
WORLD CONFERENCE ON DISASTER RISK
REDUCTION Kobe, Hyogo, Japan: UNISDR 2005.
Kathmandu Declaration. Twenty-seventh Meeting of Ministers of Health; Kathmandu Nepal: WHO regional office for south-east asia; 2009.
99
21.
Yogyakarta Declaration on Disaster Risk Reduction in Asia and the Pacific 2012. FIFTH
ASIAN MINISTERIAL CONFERENCE ON DISASTER RISK REDUCTION
Yogyakarta-Indonesia UNISDR and BNPB; 2012.
22. Penanggulangan Bencana, UU No. 24 tahun 2007 (2007).
23. Rumah Sakit, UU No. 44 tahun 2009 (2009).
24. Bangunan Gedung, UU No. 28 tahun 2002 (2002).
25. Deklarasi
Makassar2000
[cited
2015
2
Maret].
Available
from:
http://www.bsbktimakassar.com/311796981.
26. Safety Community Untuk Antisipasi Bencana Alam di Indonesia2002 [cited 2015 2 Maret].
Available from: http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=688.
27. BRIGADE SIAGA BENCANA REGIONAL TIMUR I2003 [cited 2015 2 Maret].
Available from: http://www.depkes.go.id/article/print/481/brigade-siaga-bencana-regionaltimur-i.html.
28. Guntur Bambang Hamurwono. H dS, Idrus A. Paturusi d, SpBO, FICS, DR, Prof, Jetty
Sedyawan d, SpJP, Karjadi Wirjoatmodjo D, SpAn KIC, Prof., Ratna Rosita d, MPHM,
Teguh Sylvaranto d, SpAn KIC, et al. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). In: Kesehatan D, editor. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI; 2004.
29. Pusponegoro AD. Safe Community Jakarta: CV Sagung Seto; 2015.
30. Kemenkes B. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan 2011 Rumah Sakit. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2012.
31. Assessmeent of Capacities using SEA Region Benchmarks for Emergency Preparedness
and Response : Indonesia. WHO Regional Office for South-East Asia
KOFIH, 2012.
32. Adisasmito W, Hunter BM, Krumkamp R, Latief K, Rudge JW, hanvoravongchai P, et al.
Pandemic Influenza and Health System Resource Gaps in Bali : An Analysis Through a
Resource Transmission Dynamics Model. Asia-Pacific Journal of Public Health. 2011.
33. Pacific WHOROftW. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters. In: Organization WH,
department ECtiHA, ISDR, editors.: World Health Organization; 2010.
34. Saksena DR, Herbosa DT, Sharma DDK, Boen ET, Pusponegoro PDDA, Shresta dRP, et
al. Hospital Preparedness for Emergencies and Disasters. Hospital Preparedness for
Emergencies and Disasters Course; Bandar Lampung: Departemen Kesehatan RI
IKABI
PERSI
USAID; 2008.
35. Pacific WHOROftW. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters. In: Organization WH,
department ECtiHA, editors.: World Health Organization; 2009.
36. McCann DGC. Preparing for the worst: a disaster medicine primer for health care. Journal
of Legal Medicine. 2009;30(3):329-48.
37. Agency FEM. HOSPITAL DESIGN CONSIDERATIONS. Federal Emergency
Management Agency
U.S. Department of Homeland Security.
38. Harjadi DP, Ratag PDMA, Ir. Dwikorita Karnawati MP, Seis. SRD, Surono D, Dr. Ir.
Sutardi ME, et al. Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia. . Jakarta: Direktorat Mitigasi Lakhar Bakornas PB; 2007. Available from:
http://www.scribd.com/doc/26974321/Buku-Karakteristik-Bencana-Edisi2.
39. Academy USFANF. Incident Command System for Emergency Medical Service 1999.
Available
from:
http://fire.state.nv.us/Files/Training/NFA%20Direct%20Delivery
%20Courses/ICS%20for%20EMS%20SM.pdf.
40. Ammar A. Hospital preparedness in earthquake zones: a must. Prehospital & Disaster
Medicine. 2008;23(6):516-8.
41. Brown LP, Hyer KPMPP, Schinka JP, Mando AB, Frazier DB, Polivka-West LM. Use of
Mental Health Services by Nursing Home Residents After Hurricanes. Psychiatric
Services. 2010;61(1):74.
42. Nyamathi AANPPF, Casillas AM, King MPCNS, Gresham LPMPH, Pierce EMM, Farb
DP, et al. Computerized Bioterrorism Education and Training for Nurses on Bioterrorism
Attack Agents. The Journal of Continuing Education in Nursing. 2010;41(8):375.
43. Mulvey JM, Qadri AA, Maqsood MA. Earthquake Injuries and the Use of Ketamine for
Surgical Procedures: The Kashmir Experience. Anaesthesia and Intensive Care.
2006;34(4):489.
100
44.
Turan K, Levent K, Mahir G. How Would Military Hospitals Cope with a Nuclear,
Biological, or Chemical Disaster? Military Medicine. 2004;169(10):757.
45. Holtermann K, Gaull ES, Lucas R, Boland DRGA, Roberts L, Macdonald M, et al.
PUBLIC HEALTH GUIDE FOR EMERGENCIES: The Johns Hopkins
Red Cross / Red Crescent. Available from: http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACU086.pdf.
46. RI PPKKK. Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2010.
47. Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana, Kepmenkes No.
064/Menkes/SK/II/2006 (2006).
48. Georgia hospital hit by F3 tornado -- all patients evacuated to area hospitals: ambulances,
bus used as building becomes increasingly unstable. Healthcare Risk Management.
2007;29(4):37-40.
49. (OSHA) OSaHA. OSHA BEST PRACTICES for HOSPITAL-BASED FIRST
RECEIVERS OF VICTIMS from Mass Casualty Incidents Involving the Release of
Hazardous Substances. In: Hygiene DoHaM, editor. New York: Department of Health and
Mental Hygiene; 2004.
50. Cusick C. Disaster and flu: putting planning into practice. Materials Management in Health
Care. 2010;19(1):14-8.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
101
Lampiran
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN
1. Dokumen-dokumen yang telah diseleksi hingga akhirnya didapat dokumendokumen yang relevan dengan tujuan penelitian digunakan sebagai data
ilmiah.
2. Dokumen-dokumen tersebut dikelompokkan menjadi 2 kelompok dan 2 sub
kelompok yaitu :
a. Kelompok kebijakan dan program nasional Indonesia
b. Kelompok best practices
3. Isi dokumen-dokumen tersebut ditelaah satu persatu dan dijadikan sebagai
data ilmiah dalam melakukan analisis. Hasilnya dikelompokkan ke dalam tabel
sbb :
URAIAN
KEBIJAKAN DAN
PROGRAM
NASIONAL
BEST PRACTICES
h. Upaya Kesehatan
i.
j.
Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Pembiayaan Kesehatan
k. SDM Kesehatan
l.
102