You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi
oleh status kesehatan masyarakatnya. Kesehatan bagi seseorang merupakan
sebuah investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat
kesehatan

masyarakat

dapat

membantu

mewujudkan

keberhasilan

pembangunan bangsa. Kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap


individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi - tingginya pada mulanya
berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsurangsur
berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat
dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu
dan berkesinambungan (Kemenkes, 2014). Badan pusat statistik tahun 2014
menunjukkan Angka harapan hidup tertinggi pada tahun 2010-2014 di tempati
oleh jepang yaitu 83.5, sementara di negara eropa yang memiliki angka
harapan hidup yang tinggi adalah Australia yaitu 82.4, sedangkan di Indonesia
angka harapan hidup pada tahun yang sama adalah 70.1. Semakin tinggi
angka harapan hidup maka tingkat derajat kesehatan dan pembiayaan
kesehatan di negara tersebut juga semakin tinggi hal ini berkaitan erat dengan
indikator kesehatan di suatu negara ( WHO, 2014)
Seiring perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan semakin meningkat. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
pasal 28 H, pasal 34, dan Undang-Undang (UU) No.23 Tahun 1992, yang
kemudian diganti dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan dan memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, serta terjangkau. Di negara maju


seperti di Swiss diperkirakan sekitar 99,5 % warganya memiliki asuransi
kesehatan untuk menjamin kesehatan masyarakatnya, sedangkan di Indonesia
Mulai 1 Januari 2014, pemerintah pusat memberlakukan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan jawaban dari permasalahan
tersebut, untuk mengatasi berbagai risiko penyakit tanpa adanya hambatan
finansial. Pelaksanaan JKN dilandasi oleh UU No.40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang diamanatkan untuk
menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Kepesertaannya dilaksanakan secara bertahap dan diharapkan masyarakat
wajib tercakup sebagai peserta tanpa adanya pengecualian (Kementerian
Kesehatan, 2014c). Berdasarkan laporan BPJS Tahun 2015 program JKNKartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan telah
bekerjasama dengan 19.969 fasilitas kesehatan tingkat pertama dan 1.847 RS
serta 2.813 faskes penunjang (apotik, optik, dll). Keberadaan program ini
sangat menolong masyarakat yang membutuhkan upaya memulihkan kondisi
kesehatannya dan mencegah kecacatan atas penyakit yang dideritanya. Hal ini
terlihat dari jumlah pemanfaatannya di fasilitas kesehatan oleh peserta BPJS
Kesehatan, yaitu: sebanyak 100,62 juta kunjungan di fasilitas kesehatan
tingkat pertama (Puskesmas, Dokter Praktik Perorangan, dan Klinik
Pratama/Swasta), serta 39,81 juta kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
(Poliklinik RS) dan 6,31 juta kasus Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RS).
Tujuan

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PEMBIAYAAN KESEHATAN
1. Definisi
Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakarat (.....).

Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang


harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan

berbagai

upaya

kesehatan

yang

diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan


masyarakat (Azrul A, 1996)
2. Tujuan
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pembiayaan
kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang
berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil,
dan termanfaatkan.
B. JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
1. Definisi
Jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar oleh pemerintah (PERPRES RI No 12, 2013).
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan sebuah Sistem Jaminan
Sosial yang diberlakukan di Indonesia. Jaminan Sosial ini merupakan salah
satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh Negara Republik
Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan
hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang Hak

Asasi Manusia (HAM) tahun 1948 dan konvensi ILO No. 102 tahun 1952
(Kemenkes RI, 2014).
2. Manfaat
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa program
jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk program Jaminan
Kesehatan melalui suatu badan penyelenggara jaminan sosial. Badan
penyelenggara jaminan sosial telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri
dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program Jaminan
Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
JKN diselenggarakan untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam
bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Manfaat JKN terdiri atas :
a. PELAYANAN PROMOTIF DAN PREVENTIF
Menurut PERPRES NO 12 TAHUN 2013 pasal 21 mencakup :
1) PENYULUHAN KESEHATAN PERORANGAN
Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku
hidup bersih dan sehat
2) IMUNISASI DASAR
Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan
Hepatitis-B (DPT-HB), Polio, dan Campak.
3) KELUARGA BERENCANA
Meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi
bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.
4) SKRINING KESEHATAN
Diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan skrining
kesehatan jenis penyakit, dan waktu pelayanan skrining kesehatan
diatur dengan Peraturan Menteri
b. KURATIF & REHABILITATIF
Berdasarkan PERPRES NO 12 TAHUN 2013 pasal 22 mencakup :

1) Pelayanan Kesehatan Tingkat I/Dasar, yaitu pelayanan kesehatan non


spesialistik :
a) Administrasi pelayanan
b) Pelayanan promotif dan preventif
c) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non
operatif.
e) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis.
g) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.
h) Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
2) Pelayanan Kesehatan Tingkat II/Lanjutan, terdiri dari:
a) Rawat jalan, meliputi:
(1) Administrasi pelayanan
(2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
(3)
(4)
(5)
(6)

dokter spesialis dan subspesialis.


Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis.
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
Pelayanan alat kesehatan implant.
Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan

indikasi medis.
(7) Rehabilitasi medis
(8) Pelayanan darah
(9) Pelayanan kedokteran forensik
(10)
Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
3) Rawat Inap yang meliputi:
a) Perawatan inap non intensif
b) Perawatan inap di ruang intensif
c) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri
4) Pelayanan Katastropik
Seluruh biaya pelayanan yang timbul akibat penyakit Katastropik
Jenis Penyakit : Penyakit Gagal Ginjal, Penyakit Jantung (Tindakan
invasive/

non

invasive),

Kanker,

Penyakit

Kelainan

Darah

(Thalasemia, Hemofilia), Penggunaan Alat Kesehatan Canggih.


Bentuk pelayanan : Pelayanan Akomodasi, Diagnostik, Laboratorium
maupun Tindakan yang dibutuhkan baik untuk penanganan penyakit
katastrofik sebagai penyakit utama maupun kondisi penyulit yang
menyertai, MRI, MS CT, Radioisotop, Radioterapi.
c. Pelayanan yang TIDAK dijamin
Berdasarkan PERPRES NO 12 TAHUN 2013 pasal 25 meliputi:

1) Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur


sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
2) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat
darurat
3) Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan
kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan
4)
5)
6)
7)
8)

kerja atau hubungan kerja.


Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik.
Pelayanan untuk mengatasi infertilitas.
Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi).
Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau

alkohol.
9) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
10) Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk
akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology
assessment);
11) Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai
percobaan (eksperimen).
12) Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu.
13) Perbekalan kesehatan rumah tangga.
14) Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,
kejadian luar biasa/wabah.
15) Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat
Jaminan Kesehatan yang diberikan.
3. Peserta JKN
Pelaksanaan program JKN ini meliputi penyelenggaraan, peserta dan
kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan, badan penyelenggara dan
hubungan antar lembaga, monitoring dan evaluasi, pengawasan, dan
penanganan keluhan. Menurut PMK No.28 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program JKN, peserta dalam program JKN meliputi setiap

orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar
pemerintah. Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas
dua kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan
kesehatan dan peserta bukan PBI jaminan kesehatan. Peserta PBI jaminan
kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Peserta bukan PBI
jaminan kesehatan adalah Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya,
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta bukan pekerja
dan anggota keluarganya.
Pada tahap awal kepersertaan program JKN yang dimulai 1 Januari 2014
terdiri dari peserta PBI JKN (pengalihan dari program Jamkesmas), anggota
TNI dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota
keluarganya, anggota POLRI dan PNS di lingkungan POLRI, dan anggota
keluarganya, peserta asuransi kesehatan sosial dari PT. Askes (Persero)
beserta anggota keluarganya, peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
dari PT. (Persero) Jamsostek dan anggota keluarganya, peserta Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang telah berintegrasi dan peserta mandiri
(pekerja bukan penerima upah dan pekerja penerima upah).
Tahap selanjutnya sampai dengan tahun 2019 seluruh penduduk menjadi
peserta JKN. Setiap peserta JKN mempunyai hak mendapat pelayanan
kesehatan meliputi: pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama
(RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), pelayanan kesehatan Rawat
Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL);
pelayanan gawat darurat; dan pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh
menteri. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada
keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

4. Prinsip pelaksanaan JKN


Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN, maka Jaminan
Kesehatan Nasional dikelola dengan prinsip :
a. Gotong royong. Dengan kewajiban semua peserta membayar iuran maka
akan terjadi prinsip gotong royong dimana yang sehat membantu yang
sakit, yang kaya membantu yang miskin.
b. Nirlaba. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak diperbolehkan
mencari untung. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana
amanat, sehingga hasil pengembangannya harus dimanfaatkan untuk
kepentingan peserta.
c. Keterbukaan, kehati hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip manajemen ini mendasari seluruh pengelolaan dana yang berasal
dari iuran peserta dan hasil pengembangan.
d. Portabilitas. Prinsip ini menjamin bahwa sekalipun peserta berpindah
tempat tinggal atau pekerjaan, selama masih di wilayah Negara Republik
Indonesia tetap dapat mempergunakan hak sebagai peserta JKN
e. Kepesertaan bersifat wajib. Agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan
program.
f. Dana Amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana
titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik baiknya demi
kepentingan peserta.
g. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar besar kepentingan peserta.
5. Prosedur Berobat JKN
Prosedur pelayanan pasien JKN adalah, peserta harus berobat ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) baik itu Puskesmas, Klinik Swasta,
Dokter Praktek, Klinik TNI/POLRI yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan dan sesuai dengan tempat peserta terdaftar. Apabila penyakit yang
diderita tidak dapat diselesaikan di FKTP, maka pasien diberikan rujukan

untuk melakukan pemeriksaan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan yakni


Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP tempat peserta
terdaftar, kecuali berada di luar wilayah FKTP tempat peserta terdaftar atau
dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
Hanya pasien dalam kondisi Gawat Darurat yang dapat langsung dilayani di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan.

C. BPJS
1. Definisi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau disingkat dengan BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pension dan jaminan kematian. BPJS Kesehatan
mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal
1 Januari 2014.
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Terdapat beberapa jenis jaminan social antara lain, Jaminan Kesehatan,
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan
Kematian.
2. Sejarah
Pada tahun 1968, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara
jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima
Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk


Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan
Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh
Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A Siwabessy) dinyatakan
sebagai cikal bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
Pada tahun 1984, untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara professional,
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang
Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS,
ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 tahun 1984, status badan penyelenggara diubah
menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
Pada tahun 1991, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1991,
kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum
Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta
anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas
jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta
sukarela.
Pada tahun 1992, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1992
status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan
pertimbangan

fleksibilitas

pengelolaan

keuangan,

kontribusi

kepada

Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta


dan manajemen lebih mandiri.
Pada tahun 2005, PT Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui
Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005 sebagai
Penyelenggara

Program

Jaminan

Kesehatan

Masyarakat

Miskin

(PJKMM/ASKESKIN).
3. Dasar Hukum Yang Melandasi Adanya BPJS
a. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Kesehatan

b. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012
Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan.
e. Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
f. Undang undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Hak dan Kewajiban Peserta
a. Hak Peserta
1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan.
2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau
tertulis ke kantor BPJS Kesehatan
b. Kewajiban Peserta
1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat / pindah fasilitas
kesehatan tingkat I.
3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan
oleh orang yang tidak berhak.
4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan
5. Sistem BPJS
Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Kepesertaan bersifat wajib untuk mencegah terjadinya adverse selection atau
kepesertaan yang berdasarkan adanya factor resiko dengan kepesertaan wajib
tidak lagi dilakukan perhitungan resiko perorangan.

Peserta dihimpun dalam satu badan secara nasional sehingga terjadi subsidi
silang yaitu yang membayar premi kecil dibantu oleh yang membayar premi
besar, sehingga dengan premi yang kecil dapat memperoleh manfaat yang
besar. Dengan begitu maka manfaat medis yang diterima peserta tidak
dibedakan atas besaran premi yang dibayarkan.
Karena BPJS merupakan penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional maka
sistem mengacu pada prinsip prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN).

You might also like