You are on page 1of 7

ANALISA KASUS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan ditunjang oleh


pemeriksaan penunjang
a. S (Subjective)
Anamnesis :
Pasien datang ke Poli Anak RSUD Moh Saleh dengan keluhan batuk sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berlangsung setiap hari tanpa dipengaruhi oleh faktor
pencetus seperti udara dingin dan semakin lama batuk semakin memberat. Ketika batuk
ngekel terkadang pasien memuntahkan lendir berwarna putih kekuningan tanpa ada
bercak darah. Pasien terlihat sesak terutama saat sedang tidur sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengalami demam sumer-sumer selama 3 minggu, demam
naik turun, meningkat terutama saat malam hari. Orang tua pasien sudah 2 kali berobat ke
puskesmas, demam membaik namun sering kambuh lagi. Pilek selama 1 minggu disertai
ingus berwarna kehijauan. Nafsu makan pasien menurun selama 2 bulan dan berat badan
pasien tidak naik. Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya sering dibawa ketempat
kerja ibunya namun tidak mengetahui ada atau tidak riwayat kontak dengan penderita
tuberkulosis paru. Buang air besar (BAB) dan Buang air kecil (BAK) normal. Riwayat
sesak sebelumnya (-), riwayat alergi (-), keluhan serupa berupa batuk lama pada keluarga
(+). Imunisasi dasar pasien lengkap. Keadaan lingkungan rumah padat penduduk, kamar
pasien cenderung lembab dan gelap.
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, semakin lama peradangan
pada bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk
membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau
purulen. Semakin lama akan menyebab ke saluran pernapasan atas sehingga menjadi
pilek. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah).
Demam 2 minggu biasanya tidak terlalu tinggi (sumer-sumer). Demam lebih dari 2
minggu yang tidak diketahui penyebabnya merupakan salah satu gejala tuberkulosis,
terjadi akibat lamanya multiplikasi kuman dan peran dari sel makrofag serta sel
dendritik yang terinfeksi oleh kuman TB sehingga memproduksi sitokin pro-inflamasi
seperti TNF-, IL-1b, IL-6, IL-8, IL-12, IL-15 dan IFN-.5

Sesak dapat terjadi akibat terganggunya pertukaran udara dalam tubuh terutama akibat
peradangan di sitem pernapasan dan ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan
kelainan paru yang cukup luas
Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada TB paru
pada anak. Umumnya pasien TB anak mempunyai status gizi kurang atau bahkan gizi
buruk.
Adanya riwayat kontak dengan paman penderita yang batuk lama tinggal beda rumah
namun sering berkunjung dan berinteraksi dengan penderita. Penularan TB paru pada
anak terjadi secara droplet biasanya dari orang dewasa yang sakit TB paru dengan
BTA positif
Bakteri ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
berbulan-bukan ditempat yang gelap dan lembab.

Objektif
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan :
Kesadaran

: Compos mentis, Gerak aktif

RR

: 30 x/menit

Temp. axilla

: 38C

Status Gizi :
-

BB/TB : 6,4/7,4 x 100% = 86,4%

Kesan : Mild malnutrition

Mata

: Anemis (-)/(-), bercak flikten (-)

Hidung : Pernafasan cuping hidung (+)/(+), Sekret (+)/(+)


Mulut : Mukosa lembab, Sianosis (-)
Leher

: Pembesaran kelenjar limfe (-)

Paru-paru : Gerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi (+) intercostae, vocal
fremitus paru kanan bawah lebih lemah, perkusi : ICS II-V Dextra : Sonor, ICS VI-VII :
redup, ICS II-VII Sinistra : Sonor
Auskulasi :
vesikular

vesikular

vesikular

vesikular

vesikular melemah

vesikular

Rhonki + + Wheezing - + +
+ +

- - -

Abdomen : datar, bising usus (+) normal 6x/menit, asites (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik, tidak ada pembengkakan pada tulang dan sendi,
tidak terdapat nodul pada kulit
Status Neurologis : dalam batas normal
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan :

Laboratorium Darah : leukosit 20.260, diffcount 0/0/0/82/20/5, LED 60/80 mm/jam.


Rontgen Thorax AP : TB paru aktif dengan efusi pleura dextra minimal
Test Mantoux : terdapat indurasi dengan diameter 15 mmPositif
Scoring TB : 9

Demam terjadi karenan rekasi infeksi pada pasien


Status gizi pasien yaitu mild malnutrition (gizi kurang)
Laju pernapasan meningkat, PCH (+), retraksi (+) menunjukan pasien mengalami
kesulitan bernapas karena adanya hambatan pertukaran udara akibat peradangan
saluran napas dan paru yang biasanya cukup luas
Vocal fremitus paru kanan bawah lebih lemah, ICS VI-VII : redup, suara vesikular
paru kanan bawah melemah menunjukan adanya cairan di rongga paru (efusi pleura)
yang dapat terjadi akibat masuknya basil TBC ke dalam rongga pleura dari fokus paru
subpleura atau perkijuan limfonoduli.
Kelainan saluran pernafasan berupa radang dari mukosa disertai dengan penyempitan
maupun penimbunan sekret. Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan
suara tambahan berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari
tempat sekret berada.
Tidak ada bercak flikten, pembesaran KGB (-), asites (-), pembengkakan sendi (-),
nodul kulit (-), pemeriksaan neurologi normal menunjukan belum adanya penyebaran
TB atau TB ekstraparu.
Hasil pemeriksaan leukosit leukositosis menunjukan mulai terjadi infeksi pada tubuh.
Dari hasil diffcount didapatkan peningkatan neutrofil dan pergeseran kearah kiri (shift
to the left) biasanya menunjukan infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Laju Endap Darah (LED) menunjukkan terjadi peningkatan. Hal ini menunjukkan
adanya proses aktif infeksi dan infeksi yang bersifat kronis. Akan tetapi nilai LED
dapat meningkat pada berbagai keadaan infeksi atau inflamasi kronis sehingga LED
sama sekali tidak khas untuk TB.
Pada rontgen thoraks terlihat adanya cairan minimal pada paru basal kanan
menunjukan adanya efusi pleura yang sebagian besar pada anak sering diakibatkan
oleh infeksi TB.
Uji tuberkulin mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai uji tapis dalam menunjang diagnosis. Demikian pula dengan
adanya kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif. Uji tuberkulin (+) karena sudah

adanya imunitas selular yang terbentuk kemudian terjadi reaksi hipersensitivitas


terhahadap tuberkulopretein (antigen) yang disuntikan ke kulit. Hasil 15 mm sangat
mungkin infeksi TB alamiah.
Assesment
Diagnosis : Tuberkulosis Paru dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Plan
Terapi Farmakologis :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pasien MRS
O2 Nasal kanul 2 lpm
Infus D5 NS 600 cc/24 jam
Injeksi Ceftriaxon 2 x 350 mg
Injeksi Mikaject 2 x 50 mg
Injeksi Paracetamol 3 x 75 mg
Injeksi Ranitidin 2 x 10 mg
FDC 1 x 1 tablet per oral
Nebul PZ 3 x 2 cc/ hari

Oksigen nasal kanul 2 lpm untuk mencukupi kebutuhan oksigen ke otak mencegah
hipoksia
Maintenance cairan D5 NS 600cc/ 24 jam. Hal ini untuk memberikan kebutuhan
glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang ketika sakit asupannya tidak
terpenuhi.
Perkiraaan kebutuhan cairan :
Berat badan 10 kg pertama : 100 cc/kgBB/hari x 6,4 kg = 640 cc, karena anak
masih dapat makan minum dengan baik dan pada pemeriksan fisik didapatkan ronkhi
pada seluruh lapang paru jadi 600 cc/24 jam telah mencukupi.
Dosis Ceftriaxone 20-80 mg/kgBB. Antibiotik Ceftriaxone merupakan golongan
Sefalosporin yang efektif terhadap kuman gram negatif maupun positif. Antibiotik
diberikan merujuk pada nilai leukositosis dan peningkatan nilai neutrofil akibat
infeksi bakteri.
Dosis Mikaject 15 mg/kgBB/hari diberikan setiap 12 jam. Antibiotik

mikaject

merupakan golongan aminoglikosida yang digunakan pada pasien septikemia dan


mengalami infeksi pernapasan serius.
Dosis paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 x/ hari. Paracetamol bekerja
dengan menghambat enzim cyclooksigenase (COX) sehingga mengurangi produksi

mediator inflamasi (prostaglandin) yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh oleh


hipotalamus. Sehingga dapat mengurangi demam dan rasa nyeri.
Dosis ranitidin 1-2 mg/kg/x diberikan sebagai proteksi terhadap lambung pasien
akibat anak sulit makan.
FDC sesuai dengan BB anak 6,4 kg yaitu 1 tablet perhari.
Nebul PZ dilakukan untuk membantu mengencerkan lendir dan melegakan saluran
pernapsan sehingga mengurangi sesak pada pasien.
Terapi Non Farmakologis :

Edukasi
Kepada orangtua pasien

menjelaskan kondisi kesehatan anaknya saat ini dan

pentingnya kepatuhan dalam menjalani pengobatan. Memberikan informasi ketepatan


waktu ,keteraturan dalam memberikan obat dan tidak boleh putus pengobatan serta
bagaimana cara mengkonsumsi obat FDC. Dijelaskan efek samping yang mungkin
terjadi selama mengkonsumsi obat seperti rifampisin yang dapat mengakibatkan air
seni berwarna merah, sehingga jika ditemukan kondisi tersebut pasien tidak
menghentikan minum obat. Dijelaskan bahwa pengobatan TB paru ini berlangsung

lama yakni minimal 6 bulan.


Kontrol ke poli anak sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan yaitu setiap minggu

pada fase pengobatan intensif dan setiap bulan pada fase lanjutan.
Makan makanan bergizi yang banyak mengandung karbohidrat dan protein, konsul ke
bagian gizi. Senantiasa memantau kondisi pasien semakin membaik atau tidak setiap

harinya.
Menyarankan seluruh anggota keluarga dalam satu rumah dan paman pasien untuk
berobat ke puskesmas untuk mengetahui sumber penularan infeksi dan memutus

rantai penularan infeksi tuberkulosis.


Senantiasa menjaga kebersihan lingkungan rumah dan memperbaiki sistem ventilasi
serta pencahayaan pada setiap ruang di rumah.

Prognosis :
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanactionam : Dubia ad bonam

Dari sistem scoring diperoleh total skor 9 sehingga pasien harus ditatalaksana sebagai
pasien TB dan mendapat Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan TB dibagi
menjadi dua fase yaitu fase intensif (dua bulan pertama) dan dilanjutkan dengan fase
lanjutan/sterilisasi (empat bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular
dan ekstraselular, sedangkan pemberian obat jangka panjang bertujuan selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan.
Susunan panduan OAT pada anak adalah 2RHZ/4RH yaitu pada fase intensif terdiri
dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) yang diberikan setiap hari
selama 2 bulan (2 RHZ) dan fase lanjutan yang terdiri dari Rifampisin (R) dan
Isoniazid (H) yang diberikan setiap 4 hari selama 4 bulan.
Isoniazid (H)
Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid, dan efek bakterisidnya hanya terlihat pada
kuman yang sedang tumbuh aktif. Mempunyai 2 efek toksik utama yaitu hepatotoksik
dan neuritis perifer.
Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid pada intra sel dan ekatra sel, dapat memasuki semua jaringan, dan
dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut
sedang kosong. Efek sampingnya

lebih sering terjadi dibanding isoniazid yaitu

perubahan warna urine, ludah, keringat, sputum, dan air mata berwarna orange
kemerahan, serta menyebabakan gangguan gastrointestinal.
Pirazinamid (Z)
Derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk
CSS, bakterisid hanya pada intra selpada suasana asam,dan diresorbsi baik pada
saluran cerna. Pengguanaan pirazinamid aman pada anak.
Evaluasi Hasil Terapi
Penilaian hasil terapi dilakukan baik dengan evaluasi klinis, laboratorium maupun
radiologis, namun dasar utama evaluasi terapi adalah keadaan klinis pasien. Terapi TB
yang berhasil berdampak nyata pada keadaan klinis pasien. Pasien akan meningkat
nafsu makannya, berat badan naik secara bermakna dan pasien menjadi lebih jarang
sakit. Keluhan klinis seperti demam dan batuk juga akan menghilang.
Sejak terdiagnosis hingga mendapatkan terapi yaitu sekitar 10 hari, penderita
memperlihatkan perbaikan secara klinis berupa hilangnya demam, berkurangnya
batuk, batuk sudah tidak disertai dengan adanya darah dan perbaikan nafsu makan.
Prognosis
Prognosis tergantung pada faktor deteksi dini, pengobatan yang efektif dan
komplikasi yang ada. Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam karena
penderita dapat terdeteksi sebelum mengalami komplikasi berat seperti adanya
deformitas tulang, gangguan neurologis dan lain-lain. Diharapkan selain kepatuhan

pengobatan

penderita,

penyembuhan penderita.

adanya

penanganan

gizi

dapat

mendukung

proses

You might also like