You are on page 1of 10

Virus dengue menyebabkan infeksi simtomatik dan serokonversi asimtomatik.

Infeksi
virus dengue simtomatik adalah penyakit sistemik dan dinamik. Setelah periode inkubasi, onset
penyakit muncul secara tiba-tiba dan gejala klinisnya dapat sedang hingga berat, diikuti oleh tiga
fase, yaitu fase demam, kritis, dan penyembuhan (gambar 1). Beratnya perjalanan penyakit
biasanya muncul pada fase menurunnya demam, misalnya transisi fase demam menjadi fase
tidak demam, yang seringnya bertepatan dengan onset fase kritis.

Gambar 1. Perjalanan penyakit Dengue

a. Fase demam
Pasien mengalami demam yang tinggi secara mendadak. Fase demam akut ini biasanya
berlangsung selama 2-7 hari dan disertai dengan kemerahan pada wajah, eritema pada
kulit, mialgia, atralgia, nyeri retro-orbita, fotofobia, , rubeliform exanthema, dan sakit
kepala. Beberapa pasien juga mengeluhkan sakit tenggorokan, faring hiperemis, dan
injeksi konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering ditemukan.
Manifestasi perdarahan yang ringan seperti peteki, perdarahan membran mukosa
(mimisan dan perdarahan gusi) dapat ditemukan. Mudah memar dan perdarahan pada
tempat venapunksi dapat ditemukan pada beberapa kasus. Perdarahan gastrointestinal
dapat terjadi pada fase ini walaupun jarang. Dapat juga ditemukan hepatomegali
b. Fase kritis
Warning signs

merupakan tanda awal fase kritis. Hal ini dapat disebabkan oleh

kebocoran plasma. Pasien akan mengalami perburukan saat fase defervescence, ketika
suhu menurun menjadi 37.538C atau kurang. Hali ini biasanya terjadi pada hari sakit

ke 3 8. Leukopenia progresif biasanya diikuti dengan penurunan platelet yang cepat


yang merupakan tanda awal kebocoran plasma.
Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya berlangsung 24 48
jam. Dengan adanya kebocoran plasma, maka akan terjadi peningkatan hemtokrit
sehingga dapat terjadi hemokonsenterasi. Derajat hemokonsentrasi menunjukkan derajat
kebocoran plasma. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian terapi cairan yang lebih
awal. Oleh karena itu nilai hematokrit awal harus ditentukan karena merupakan sinyal
kebutuhan terapi cairan intravena.
Jika shock terjadi saat volume plasma banyak hilang saat terjadi kebocoran plasma,
biasanya hal ini didahului oleh warning sign terlebih dahulu. Suhu tubuh dapat subnormal
saat shock terjadi. Dengan shock yang berat dan/atau shock yang memanjang, dapat
terjadi hipoperfusi yang pada akhirnya dapat asidosis metabolic, gangguan organ
progrsif, dan disseminate intravascular coagulation. Hal ini pada gilirannya dapat
menyebabkan perdarahan berat menyebabkan hematokrit menurun pada shock yang
berat. Leukopeni biasanya muncul pada fase ini, nilai sel darah putih dapat meningkat
sebagai respon stress pada pasien dengan perdarahan yang berat. Selain itu juga dapat
menimbulkan gangguan organ yang berat seperti hepatitis, ensefalitis, miokarditis, dan/
atau perdarahan masif
Warning sign biasanya muncul mendahului manifestasi shock dan pada akhir fase
demam, biasanya pada hari sakit ke 3 7. Muntah yang menetap dan nyeri perut yang
berat merupakan indikasi awal kebocoran plasma dan semakin memburuk ketika pasien
menuju fase shock. Pasien akan menjadi letargi tetapi masih terjaga. Kelemahan, sakit
kepala, hipotensi postural terjadi selama fase shock. Perdarahan spontan mukosa dan
perdarahan pada tempat pungsi vena merupakan manifestasi perdarahan yang penting.
Pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati musti di awasi. Penurunan platelet yang
progresif dan cepat (<100.000 sel/mm3) dan peningkatan hematokrit diatas nilai baseline
merupakan tanda awal kebocoran plasma. Hal ini biasanya diawali oleh leucopenia (
5000 sel/mm).

c. Fase penyembuhan
Pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis, terjadi reabsorbsi bertahap cairan
kompartemen ekstravaskular yang berlangsung 48-72 jam berikutnya. Terjadi perbaikan
keadaan umum, nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status
hemodinamik stabil, dan dieresis kembali stabil. Beberapa pasien memiliki ruam
konvalens atau ruam peteki dengan luas area yang kecil pada kulit normal, dideskripsikan
sebagai isles of white in the sea of red. Beberapa orang ada yang mengalami pruritus
general. Hematokrit dapat stabil atau lebih rendah karena efek dilusi dari reabsorbsi
cairan. WBC biasanya akan kembali naik segera setelah defervescence tetapi kenaikan
platelet biasanya lebih lambat dibanding sel darah putih.
Komplikasi klinis yang terjadi pada fase demam, kritisn dan penyembuhan:

Dengue Berat
Dengue berat adalah pasien yang dicurigai dengue dengan satu atau lebih gejala berikut:
1. kebocoran plasma berat yang berujung pada shock (dengue shock) dan / atau akumulasi
cairan dengan distress pernapasan
2. perdarahan berat
3. gangguan organ berat
1. kebocoran plasma berat dan shock dengue
Dengue shock syndrome (DSS) adalh bentuk shock hipovolemik dan dan hasil dari
peningkatan permeabilitas vascular dan kebocoran plasma yang berkelanjutan. Hal ini
biasanya terjadi pada fase defervescence, biasanya pada hari sakit ke 4 5, dan seringkali

didahului oleh warning signs. Pasien yang tidak menerima terapi cairan intravena yang
tepat, akan memasuki fase shock dengan cepat. Dengue shock presents as a physiologic
continuum, progressing from asymptomatic capillary leakage to compensated shock to
hypotensive shock and ultimately to cardiac arrest (Textbox D).

Pada fase awal shock, mekanisme kompensasi menjaga tekanan sistolik agar tetap diambang
normal, sehingga dapat menyebabkan takikardi, quiet takipnea (takipkena Tanpa adanya
penggunaan otot bantu pernapasan, dan vasokonstriksi perifer yang mengurangi perfusi aliran
darah ke perifer (bermanifestasi ekstremitasi dingin, capillary refill time > 2 detik, dan nadi
teraba lemah). Ketika resistensi vascular perifer meningkat, tekanan darah diastolic meningkat
kea rah tekanan sistolik dan dan perbedaan tekanan darah sitolik-diastolik sempit. Pasien
dikatakan mengalami kompensasi shock juka tekanan darah sistolik direntang normal atau
sedikit meningkat di atas nilai normal tetapi tekanan nadi 20 mmHg pada anak (contoh: 100/85
mmHg) atau memiliki tanda perfusi kapiler yang buruk (ekstremitas dingin, capillary refill
lambat, atau takikardi).
Perburukan shock hipovolemik bermanifestasi sebagai peningkatan takikardi dan vasokonstriksi
perifer. Tidak hanya ekstremitas dingin dan sianosis tetapi tungkai dapat menjadi dingin dan
basah. Pada tahap ini napas akan menjadi lebih cepat dan usah bernapas menjadi lebih meningkat
(Pernapasan Kussmaul). Pada akhirnya dapat terjadi dekompensasi, baik tekanan darah sistolik
maupun diastolic menghilang secara tiba-tiba dan dramatis, dan pasien mengalami hipotensi dan
shock dekompensasi. Pasien menjadi gelisah, bingung, dan letargi. Kejang dan agitasi dapat
terjadi. Hypotension is a late finding and signals an imminent total cardiorespiratory collapse.

Shock hipotensi dan hipoksia berkepanjangan dapat berlanjut menjadi asidosis metabolic berat,
gagal organ multiple, dan perubahan hemodinamik yang ekstrem. Hal ini memerlukan waktu
beberapa jam bagi pasien dari warning sign menjadi shock kompenasasi dan memerlukan waktu
beberapa jam berikutnya untuk beranjakdari shock kompensasi menjadi shock hipotensi, tetapi
hanya memerlukan waktu beberapa menit dari shock hopotensi menjadi kolaps kardiorespirasi
dan cardiac arrest.
Klasifikasi dengue berdasarkan derajat keparahan

Diagnosis banding
Beberapa penyakit infeksi dan penyakit noninfeksi dapat menyerupai dengue dan dengue berat.
Beberapa kondisi ini diantaranya adalah:

1.3 Dengue diagnostics for clinicians

2.1 A stepwise approach to the management of dengue

2.1.1 Step I Overall assessment


The history should include:

date of onset of fever/illness;

quantity of oral fluid intake;

diarrhoea;

urine output (frequency, volume and time of last voiding);

assessment of warning signs (Textbox C);

change in mental state/seizure/dizziness;

other important relevant history, such as family or neighbourhood dengue, travel to


dengue-endemic areas, co-existing conditions (e.g. infancy, pregnancy, obesity, diabetes
mellitus, hypertension), jungle trekking and swimming in waterfalls (consider
leptospirosis, typhus, malaria), recent unprotected sex or drug abuse (consider acute HIVseroconversion illness).

The physical examination should include:

assessment of mental state;

assessment of hydration status;

assessment of haemodynamic status (Textbox D);

checking for quiet tachypnoea/acidotic breathing/pleural effusion;

checking for abdominal tenderness/hepatomegaly/ascites;

examination for rash and bleeding manifestations;

tourniquet test (repeat if previously negative or if there is no bleeding manifestation).

If facilities are available, a full blood count should be done at the first visit (it may be normal);
and this should be repeated daily until the critical phase is over. The haematocrit in the early
febrile phase could be used as the patients own baseline. Decreasing white blood cell and
platelet counts make the diagnosis of dengue very likely. Leukopenia usually precedes the onset
of the critical phase and has been associated with severe disease. A rapid decrease in platelet
count, concomitant with a rising haematocrit compared to the baseline, is suggestive of progress
to the plasma leakage/critical phase of the disease. These changes are usually preceded by

leukopenia ( 5000 cells/mm 3 ). In the absence of the patients baseline, age-specific population
haematocrit levels could be used as a surrogate during the critical phase.
2.1.2 Step II Diagnosis, assessment of disease phase and severity
On the basis of evaluations of the history, physical examination and/or full blood count and
haematocrit, clinicians should determine whether the disease is dengue, which phase it is in
(febrile, critical or recovery), whether there are warning signs, the hydration and haemodynamic
state of the patient, and whether the patient requires admission (Textboxes E and F).
Admission criteria

You might also like