You are on page 1of 21

Laporan Kasus

PNEUMOTORAKS SPONTAN

Oleh

Kamisah
0311580

Pembimbing:
dr. Adrianison, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2008

TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMOTORAKS SPONTAN
1. Definisi
Pneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru
dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini
dapat ditimbulkan oleh1 :
a. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai closed
pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup,
maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura
pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga
mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya
tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga
dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi
dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga
dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang
tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
2. Patogenesis
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan
negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan
dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol
atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh
sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveol ke rongga pleura sampai terjadi

keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di


atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding
dada; udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau
hubungan menutup. Pada pneumotoraks spontan baik primer maupun sekunder
mekanisme yang terdahulu yang terjadi, sedang mekanisme kedua dapat dijumpai
pada jenis traumatik dan iatrogenik.2,3
3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya pneumotoraks dibagi sebagai berikut:
1) Pneumotoraks spontan
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa
adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik).
- Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks spontan primer adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada
riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya.
- Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks spontan sekunder adalah suatu pneumotoraks yang terjadi karena
penyakit paru yang mendasarinya (TB paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia,
tumor paru, dsb)
2) Pneumotoraks traumatik
Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetrasi
ke dalam rongga pleura karena luka tusuk, luka tembak atau tusukan jarum.
- Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik
Terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas dinding dada terbuka/tertutup,
barotrauma
- Pneumotoraks traumatik iatrogenik

Aksidental
Terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan
tersebut, misalnya pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleural, biopsi
transbronkial, dsb

Artifisial
Sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura
melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi TB
(sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.2

4. Pneumotoraks Spontan Primer


a. Epidemiologi
Insidens pneumotoraks diperkirakan antara 7,4-18 kasus per 100.000 penduduk
pada laki-laki dan 1,2-6 kasus per 100.000 penduduk pada perempuan. Pnumotoraks
sering terjadi pada laki-laki, tinggi, kurus, dengan umur antara 10-20 tahun, dan
jarang diatas 40 tahun. Merokok dapat meningkatkan risiko kejadian pneumotoraks.4
b. Patofisiologi
Pneumotoraks spontan primer tidak terdapat penyakit paru yang mendasari,
namun berdasarkan penelitian ditemukan bullae subpleura pada 76-100% penderita
pada pemeriksaan video-assisted thoracoscopic surgery.4 Dari bukti torakotomi
etiologi pneumotoraks spontan adalah pecahnya alveol perifer, kista/bulla subpleural..
Pada 31 penderita dengan pneumotoraks spontan primer di USA yang menjalani
torakotomi, ternyata pada setiap pasien tersebut ditemukan adanya bulla subpleural.
Patogenesis bulla subpleural belum jelas, banyak pendapat menyatakan terjadinya
kerusakan bagian apeks paru berhubungan dengan iskemia atau peningkatan distensi
pada alveoli. Bulla merupakan suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura
fibrotik yang menebal, sebagian oleh jaringan paru

yang emfisematous. Bleb

terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui jaringan interstisial ke dalam lapisan
fibrosa tipis pleura viseralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista.3
. Terdapat hubungan yang kuat antara merokok dengan terjadinya pneumotoraks
spontan primer; dan 472 penderita di Inggris ternyata 432 (92%) adalah perokok atau
mantan perokok. Rokok akan meningkatkan degradasi jaringan ikat elastis pada
jaringan paru, yaitu dengan meningkatkan migrasi netrofil dan makrofag kejaringan
paru.4

Pneumotoraks akan menyebabkan penurunan kapasitas vital, rasio ventilasiperfusi yang menurun dengan akibat hipoksemia. Derajat hipoksemia tergantung luas
pneumotoraks, namun tidak terjadi hiperkapnia karena pnumothoraks didasari oleh
jaringan paru yang normal.4
c. Rekurensi
Pada beberapa penelitian tentang pneumotoraks spontan primer, didapatkan
rekurensi 30% (16-52%), pada pasien pneumotoraks dengan terapi hanya diobservasi,
aspirasi dan pemasangan WSD. Rekurensi paling sering terjadi pada 6 bulan sampai 2
tahun setelah pneumotoraks pertama.3
5. Pneumotoraks Spontan Sekunder
a. Etiologi
Berbeda dengan pneumotoraks spontan primer, pada pneumotoraks spontan
sekunder keadaan penderita tampak serius dan kadang-kadang mengancam kehidupan
karena adanya penyakit paru yang mendasarinya.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan pneumotoraks meliputi:
o Penyakit paru obstruktif kronik
o Asma
o Cystic fibrosis
o Intertitial lung disease
o Tuberculosis
o Karsinoma bronkogenik atau metastasis
o Pneumonia (Jamur, pneumocystic carinii, HIV)
o Penyakit kolagen vaskuler meliputi marfan syndrome.
o Pnemotoraks katamenial.
b. Epidemiologi
Insidens pneumotoraks spontan sekunder hampir sama dengan pneumotoraks
spontan primer, diperkirakan 6,3 kasus per 100.000 penduduk laki-laki, dan 2 kasus

per 100.000 penduduk perempuan. Insiden puncak terjadi pada usia diatas 60 atau 65
tahun, seiring dengan peningkatan penyakit PPOK.4
c. Patofisiologi
Adanya peningkatan tekanan intralveolar pada penyakit paru obstruktif kronik dan
adanya inflamasi akan menyebabkan ruptur alveolus, sehingga udara akan berpindah
keinterstisial, kemudian ke hilus serta terjadi penumomediastinum dan ruptur pleura
parietal. Mekanisme lain adalah perpindahan udara langsung kerongga pleura akibat
nekrosis jaringan paru misalnya pada pneumonia.4
6.

Diagnosis

a. Anamnesis

Dapat timbul pada saat istirahat

Nyeri dada pada sisi paru yang terkena

Sesak, dapat sedang sampai berat, kadang-kadang dapat hilang dalam 24 jam
apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali

Kombinasi keluhan dan gejala klinis pneumotoraks sangat tergantung pada


besarnya lesi pneumotoraks2,4,5

b. Pemeriksaan Fisik3

Pasien dengan pneumotoraks < 15% hemitoraks dapat normal pada


pemeriksaan fisik.

Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batukbatuk, sianosis serta iktus kordis tergeser ke arah yang sehat.

Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar, fremitus


melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau
tergeser ke arah yang sehat.

Perkusi, mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.

Auskultasi, mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai


menghilang.

Pasien dicurigai tension pneumotoraks apabila hipotensi, takikardi >


135x/menit dan sianosis.4

c. Pemeriksaan Penunjang

Gambaran radiologis foto toraks pada pneumotoraks berupa bayangan udara


dalam rongga pleura yang memberikan gambaran bayangan radiolusen yang
tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa
garis radioopaque tipis berasal dari pleura viseralis. Jika pneumotoraks luas,
akan menekan paru kearah hilus sehingga paru kolaps dan mendorong kearah
kontralateral serta didapatkan pelebaran sela iga.6

Analisis gas darah memberi gambaran hipoksemia.

7. Penatalaksanaan
Mempunyai dua tujuan, yaitu2:
1) Menghilangkan udara dalam rongga pleura.
2) Menurunkan/mencegah kemungkinan terjadinya pneumotoraks spontan berulang.
Penatalaksanaan pneumotonaks spontan pada khususnya maupun pneumotoraks jenis
lain, pada umumnya (bergantung pada derajat/luasnya pneumotoraks tersebut), mulai
dari yang ringan sampai dengan berat dan berulang:
a) Observasi.
b) Pemberian O2
c) Aspirasi
d) Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD).
e) Pleurodesis.
f) Torakotomi.
a. Observasi
Bila hubungan antara alveoli dan rongga pleura telah tertutup, sehingga tidak
ada lagi kebocoran, maka udara dalam rongga pleura akan diabsorpsi secara bertahap.
Absorpsi ini berjalan lambat. Kircher dan Swartzel melaporkan bahwa 1,25% udara

dalam rongga pleura diabsorpsi selama 24 jam. Karena itu hanya penderita dengan
pneumotoraks < 15% saja yang dapat dilakukan terapi observasi ini.
b. Pemberian Oksigen
Pemberian O2 mempercepat rasio absorpsi udara rongga pleura. Penelitian
pada penderita dengan pneumotoraks spontan memperlihatkan bahwa absorpsi udara
rongga pleura 4 kali lebih cepat bila penderita diberi suplemen O2 konsentrasi tinggi,
oleh karena itu direkomendasikan pada penderita pneumotoraks apapun jenisnya
yang dirawat tanpa prosedur terapi aspirasi dan WSD untuk diberi suplemen O2.
c. Aspirasi
Tindakan ini dilakukan seawall mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya >
15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi).
Tindakan dekompresi dapat dilakukan dengan cara menusukkan jarum melalui
dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan
keluar melalui jarum tersebut.3
d. WSD
Prinsip penatalaksanaan pneumotoraks yaitu pengembangan paru sesegera mungkin
antara lain dengan pemasangan WSD (water sealed drainage). Tujuan pemasangan
WSD adalah mengalirkan udara dari dalam rongga pleura untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut. WSD dipasang pada line mid aksilaris pada sela iga
ke-6 atau ke-7, atau pada line mid klavikularis sela iga ke-2. WSD dicabut apabila
paru telah mengembang sempurna. Untuk mengetahui paru telah mengembang
sempurna adalah dengan jalan penderita disuruh batuk-batuk, apabila diselang WSD
tidak tampak lagi fluktuasi permukaan cairan, kemungkinan besar paru telah
mengembang dan juga disesuaikan dengan pemeriksaan fisik. Untuk mengetahui
secara pasti paru telah

mengembang dilakukan Rontgen foto toraks. Setelah

dipastikan bahwa paru telah mengembang sempurna, sebaiknya WSD jangan


langsung dicabut tapi diklem dulu selama 3hari. Setelah 3 hari klem dibuka. Apabila
paru masihtetap mengembang dengan baik baru selang WSD dicabut. Selang WSD
dicabut pada waktu penderita ekspirasi maksimal.2,3

Fisioterapi
Prosedur terapi ini ternyata juga dapat mempercepat proses absorpsi udara dalam
rongga pleura dan pengembangan paru, selain menambah kepercayaan diri penderita
pneumotoraks spontan. Metode fisioterapi yang dianjurkan pada penderita
pneumotoraks spontan ini adalah latihan pernapasan (exercise breathing).
8. Komplikasi
1.

Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema ,


hidropneumotoraks.

2.

Gangguan hemodinamika. Pada pneumotoraks

yang hebat, seluruh

mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan


mengakibatkan penurunan kardiak output, sehingga dengan demikian dapat
menimbulkan syok kardiogenik.
3.

Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.7

9. Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien pneumotoraks yang dilakukan
torakotomi terbuka. Progsosis pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung
penyakit paru yang mendasarinya. 3

ILUSTRASI KASUS

ANAMNESIS
Tn. N, 38 tahun, alamat Jl.Swakarya, datang ke RSUD Arifin Achmad melalui
IGD pada tanggal 22 Oktober 2008 dengan keluhan utama sesak napas yang hebat
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Anamnenis didapatkan secara
autoanamneis dan alloanamnesis dengan istri pasien.
Satu bulan yang lalu pasien pernah mengalami sesak yang munculnya tibatiba. Sesak bertambah saat pasien bergerak dan menarik napas yang dalam. Pasien
hanya berobat ke klinik terdekat dan keluhan berkurang.
Satu hari SMRS pasien mengeluhkan sesak yang hebat, sesak muncul tibatiba, sesak bertambah saat pasien bergerak, tidak berkurang dengan perubahan posisi,
pasien juga mengeluhkan nyeri pada dada kiri, nyeri bertambah saat pasien menarik
napas dalam. Batuk-batuk (-), demam (-).
Pasien tidak mempunyai riwayat batuk lama sebelumnya, demam malam hari
(-), keringat malam (-). Riwayat minum obat selama 6 bulan (-). Pasien juga tidak
mempunyai riwayat trauma, riwayat asma, riwayat penyakit jantung, riwayat kencing
manis dan riwayat hipertensi. Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang
sama. Pasien bekerja sebagai guru SD dan mempunyai kebiasaan merokok sejak usia
20 tahun dengan jumlah rokok 8 batang/hari.
PEMERIKSAAN FISIK
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2008
didapatkan kesadaran komposmentis-apatis, keadaan umum tampak sakit berat dan
keadaan gizi kurang, yaitu tinggi 165 cm dan berat badan 50 kg dengan IMT
18,3kg/m2 (gizi kurang, dengan bentuk tubuh astenikus). Dari pemeriksaan vital sign

10

didapatkan tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 112x/menit, pernapasan 40x/menit,


suhu badan 37,1 0C.
Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pada pemeriksaan leher didapatkan JVP 5+2cmH2O, trakea terdorong
kekanan dan tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening pada regio colli.
Pada pemeriksaan paru pada inspeksi didapatkan warna kulit coklat,
ginekomastia (-), spider nevi (-), venektasi (-), deformitas (-), bentuk dinding dada
asimetris dengan dada kiri lebih cembung, retraksi iga (+), gerakan nafas dada kiri
tertinggal. Pernapasan cepat dan dangkal. Pada palpasi didapatkan suhu raba hangat,
tidak teraba massa, fremitus seluruh lapangan paru kiri lebih lemah dari pari paru
kanan. pada perkusi didapatkan seluruh lapangan paru kiri hipersonor, lapangan paru
kanan sonor, sedangkan pada auskultasi suara napas pada seluruh lapangan paru kiri
menghilang dan suara napas vesikuler pada lapangan paru kanan, suara napas
tambahan (-).
Pemeriksaan jantung pada inspeksi iktus kordis tidak terlihat, pada palpasi
iktus kordis teraba pada linea strenalis dekstra, pada perkusi batas jantung kiri pada
linea strenalis dekstra, batas jantung kanan pada RIC IV LMCD dan pada auskultasi
didapatkan bunyi jantung I-II normal, bunyi tambahan (-).
Pada pemeriksaan abdomen inspeksi didapatkan perut datar, semetris,
venektasi (-), spider nevi (-), caput medusa (-), pada palpasi didapatkan perabaan
supel, massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba. Perkusi didapatkan
timpani, undulasi (-), shifting dullness (-) dan pada auskultasi didapatkan bising usus
(+) normal. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak terdapat edem, sianosis dan clubbing
finger.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada tanggal 22 Oktober dilakukan pemeriksaan darah rutin berupa: Hb: 17,4 gr
%, leukosit : 13.500/ mm 3,

trombosit : 598.000/ mm 3, hematokrit : 52 vol%,

GDS:113 gr%.

11

Pasien selanjutnya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks PA pada tanggal 23


Oktober 2008. Didapatkan hasil :
-

Bentuk thoraks tidak simetris, sela iga melebar.

Lapangan paru kiri lebih radiolusen, tidak terdapat corakan vaskuler,


serta didapatkan paru kiri yang kolaps total.

Trakea,

jantung

dan

mediastinum

terdorong

kesisi

kanan

(kontralateral).
-

Kesan: Pneumotoraks sinistra


Luas pneumotoraks : 84 %

RESUME
Pasien Tn.N, laki-laki, 38 tahun, datang ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
dengan keluhan utama sesak nafas sejak 1 hari SMRS, sesak muncul tiba-tiba, sesak
bertambah saat pasien bergerak disertai nyeri dada. Riwayat batuk lama(-), demam
(-), riwayat trauma (-), riwayat asma (-), riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-),
riwayat OAT (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan dispneu, JVP 5+2
cmH20, dinding dada asimetris dengan dada kiri lebih cembung dan gerakan dinding

12

dada kiri tertinggal, fremitus kiri<kanan, pada perkusi hipersonor pada paru kiri dan
auskultasi suara napas pada paru kiri menghilang. Batas-batas jantung bergeser ke sisi
kanan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan lapangan paru kiri lebih radiolusen,
tidak terdapat corakan vaskuler, serta didapatkan paru kiri yang kolaps total, trakea,
jantung dan mediastinum terdorong ke sisi kanan (kontralateral).
DAFTAR MASALAH
Sesak dan nyeri dada ec Pneumothoraks Spontan Primer
RENCANA PEMERIKSAAN
-

Analisis gas darah

Pemeriksaan elektrolit darah

RENCANA PENATALAKSANAAN
-

O2 3 liter/menit

Pemasangan WSD

Infus D 5%, 20 tetes/menit

inj.Cefotaksim 2 x1 gram

Asam Mefenamat 3 x 500mg

FOLLOW UP
Tanggal 25 Oktober 2008
Subjektif : sesak (+)
Objektif :
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: komposmentis
Vital sign
: TD : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 30 x/menit
T
: 35,80 C
JVP
: 5+2 cm H2O
Paru
:
Inspeksi
: gerakan nafas asimetris, dada kiri tertinggal
Palpasi
: fremitus suara lapangan paru kiri melemah

13

Perkusi

: dekstra : sonor
Sinistra : hipersonor
Auskultasi : suara nafas menghilang pada lapangan paru kiri, suara napas
vesikuler pada lapangan paru kiri.
A : Pneumothoraks sinistra
P:
- O2 3 liter/menit
- Pemasangan WSD
- Infus D 5%, 20 tetes/menit
- inj.Cefotaksim 2 x1 gram
- Asam Mefenamat 3 x 500mg
Dilakukan pemasangan WSD, keluar bubble (+) pada saat napas biasa,
undulasi (+), cairan (-).
Dilakukan rongten setelah pemasangan WSD

Tanggal 27 Oktober 2008


Subjektif : sesak berkurang
Objektif :
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: komposmentis
Vital sign
: TD : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 26 x/menit
T
: 37,10 C
JVP
: 5-2 cm H2O

14

Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
WSD

:
: gerakan nafas simetris
: fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
: sonor pada kedua lapangan paru
: vesikuler pada kedua lapangan paru
: bubble (+) hanya saat batuk , undulasi (+), keluar
caian berwarna kuning jernih.
A : Pneumothoraks sinistra
P:
O2 3 liter/menit
Infus D 5%, 20 tetes/menit
inj.Cefotaksim 2 x1 gram
Asam Mefenamat 3 x 500mg

Tanggal 28 Oktober 2008


Subjektif : sesak (-)
Objektif :
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign

JVP
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
WSD

: tampak sakit sedang


: komposmentis
: TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
T
: 35,80 C
: 5-2 cm H2O
:
:
: gerakan nafas simetris
: fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
: sonor pada kedua lapangan paru
: vesikuler pada kedua lapangan paru
: bubble (-), undulasi (-), keluar caian berwarna kuning
jernih.
WSD di klem 2x 24 jam.

15

A : Pneumothoraks sinistra, pengembangan paru sempurna


P:
O2 3 liter/menit
Infus D 5%, 20 tetes/menit
inj.Cefotaksim 2 x1 gram
Asam Mefenamat 3 x 500mg

Tanggal 29 Oktober 2008


Subjektif : sesak (-)
Objektif :
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign

: tampak sakit sedang


: komposmentis
: TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 24 x/menit
T
: 35,80 C
JVP
: 5-2 cm H2O
Inspeksi
: gerakan nafas simetris
Palpasi
: fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
Perkusi
: sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
: vesikuler pada kedua lapangan paru
A : Pneumothoraks sinistra
P:
- O2 3 liter/menit
- Infus D 5%, 20 tetes/menit
- inj.Cefotaksim 2 x1 gram

16

Tanggal 30 Oktober 2008


Subjektif : sesak (-)
Objektif :
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign

: tampak sakit sedang


: komposmentis
: TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 24 x/menit
T
: 35,80 C
JVP
: 5-2 cm H2O
Inspeksi
: gerakan nafas simetris
Palpasi
: fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
Perkusi
: sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
: vesikuler pada kedua lapangan paru
Dilakukan rongten setelah klem 2x24 jam

A : Pneumothoraks sinistra
P : observasi

Tanggal 31 Oktober 2008


Subjektif : sesak (-)
Objektif :
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign

: tampak sakit sedang


: komposmentis
: TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit

17

JVP
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
A : Pneumothoraks
P : Observasi
Tanggal 1 November 2008
Subjektif : sesak (-)
Objektif :
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign

JVP
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
A : Pneumothoraks
P : Observasi
Tanggal 3 November 2008
Subjektif : sesak (-)
Objektif :
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign

RR : 24 x/menit
T
: 36,10 C
: 5-2 cm H2O
: gerakan nafas simetris
: fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
: sonor pada kedua lapangan paru
: vesikuler pada kedua lapangan paru

: tampak sakit sedang


: komposmentis
: TD : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
T
: 36,30 C
: 5-2 cm H2O
: gerakan nafas simetris
: fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
: sonor pada kedua lapangan paru
: vesikuler pada kedua lapangan paru

: tampak sakit ringan


: komposmentis
: TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 24 x/menit
T
: 36,50 C
: 5-2 cm H2O
: gerakan nafas simetris
: fremitus suara lapangan paru dekstra=sinistra
: sonor pada kedua lapangan paru
: vesikuler pada kedua lapangan paru

JVP
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
A : Pneumothoraks
P : Pasien diperbolehkan pulang

18

PEMBAHASAN
Pasien didiagonis menderita pneumotoraks spontan primer karena didapatkan
tanda dan gejala yang mendukung diagnosa tersebut. Dari anamnesa didapatkan
keluhan sesak napas yang muncul tiba-tiba disertai nyeri dada, sesak bertambah saat
bergerak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan dispneu (napas cepat dan
dangkal), dinding dada asimetris dengan dada kiri lebih cembung dan gerakan
dinding dada kiri tertinggal, fremitus kiri<kanan, pada perkusi hipersonor pada paru
kiri dan auskultasi suara napas pada paru kiri menghilang, batas-batas jantung
bergeser ke sisi kanan. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan lapangan paru kiri
lebih radiolusen, tidak terdapat corakan vaskuler, serta didapatkan paru kiri yang
kolaps total, trakea, jantung dan mediastinum terdorong ke sisi kanan (kontralateral).
Pada pasien ini mempunyai predisposisi mendapatkan pneumothoraks spontan
primer karena laki-laki usia muda dengan bentuk badan astenikus dan adanya riwayat
merokok dengan jumlah 8 batang/hari selama 18 tahun. Merokok dapat
meningkatkan risiko terjadinya pneumothoraks karena peningkatan degradasi
jaringan ikat elastis pada jaringan paru, yang diinduksi oleh rokok karena rokok
meningkatkan migrasi netrofil dan makrofag ke paru.
Sesak pada pasien ini terjadi karena tekanan didalam alveoli meningkat
sehingga udara masuk dengan mudah menuju kejaringan peribronkovaskuler.
Pneumothoraks spontan primer terjadi karena pecahnya bulla atau bleb, sehingga
adanya akumulasi udara pada rongga pleura. Sesak berhubungan dengan luas
pneumothoraks, pada pneumothoraks yang luas akan menyebabkan penekanan dan
kolaps paru ipsilateral. Pneumothoraks akan menyebabkan penurunan kapasitas vital,
rasio-ventilasi perfusi yang menurun akibat hipoksemia. Pada pneumothoraks
spontan primer jarang terjadi hiperkapnia karena didasari oleh jaringan paru yang
normal.
Keluhan lain yang membantu diagnosis pneumothoraks adalah nyeri dada.
Nyeri dada terjadi karena adanya udara intrapleura yang menyebabkan regangan pada
pleura parietal, nyeri juga dapat terjadi akibat perdarahan yang terjadi akibat robekan
pleura viseralis dan darah yang menimbulkan iritasi pada pleura parietalis.

19

Pada pasien ini indikasi dilakukan pemasangan WSD, karena dari hasil
pemeriksaan radiologis didapatkan luas pneumothoraks yang > 20%. Dengan
dilakukan pemasangan WSD diharakan pengeluaran udara yang terjadi terus-menerus
sampai terjadi penutupan fistel bronkopleura. Setelah pemasangan WSD dilakukan
pemeriksaan radilogis untuk menentukan keberhasilan pemasangan, dan setelah klinis
membaik dilakukan pemeriksaan ulang untuk menilai pengembangan paru. Jika paru
telah mengembang sempurna, dilakukan uji coba dengan menjepit pipa 2x24 jam, dan
setelah itu dilakukan rontgen ulang sebelum dicabut.
Terapi lainnya berupa pemakaian oksigen dengan konsentrasi tinggi.
Berdasarkan literature diperoleh bahwa pemberian oksigen 100% akan meningkatkan
resorbsi oksigen 4 kali lipat. Pada pemberian oksigen dengan kanul nasal optimal
diberikan dengan 3 liter/menit. Pemberian antibiotik ditujukan untuk mencegah
infeksi sekunder akibat pemasangan WSD.
Pada pasien ini juga difikirkan diferensial diagnosa sebagai pneumothoraks
spontan sekunder, akibat bronkopneumonia karena adanya sesak, leukositosis.
Namun pada pasien ini tidak terdapat riwayat demam dan batuk sebelumnya, dan
terjadi pengembangan paru yang sempurna dalam 3 hari pemasangan WSD, serta
gejala klinis yang progresif membaik dengan pemasangan WSD. Pada pasien ini juga
didapatkan riwayat sesak dan nyeri dada yang timbul mendadak sebelumnya
membaik secara spontan dalam 24 jam.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Fajrin. Pneumothorakx. 2008. http://www.thedoctors.com. [diakses tanggal 12
November 2008].
2. Swidarmoko, B. Penatalaksanaan Konservatif Pneumotoraks Spontan. 2005.
http://www.cerminduniakedokteran.com/ [diakses November 2008]
3. Hisyam B, Agoestono H. Pneumotoraks Spontan. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Suyono S, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI , 2001. 93945.
4. Sahn S, Heffner J. Spontaneous Pneumothorax. NEJM, 2000; 342:864-72.
5. Bascom R. Pneumothorax. 2006. http://www.emedicine.com/ [diakses
November 2008]
6. Kusumawidjaja. Pleura dan Mediastinum. Dalam: Radiologi Diagnostik,
Ekayuda I, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.119-20.
7. Amirullah R. Penatalaksanaan Pneumotoraks di Dalam Praktek. 2005.
http://www.cerminduniakedokteran.com/ [diakses November 2008]

21

You might also like