Professional Documents
Culture Documents
Saya memandang
layar komputer berjam-jam, mencoba memperbaiki sebuah bug di dalam aplikasi saya. Si
sumber masalah seolah menghindari saya, mendorong saya ke dalam siklus kecemasan,
pembencian diri sendiri, dan melampiaskan kemarahan pada keyboard.
Ada juga masa ketika saya merasa bangga. Seperti ketika saya menulis script pertama saya
dan menjalankannya dengan sukses. Atau ketika saya memasukkan aplikasi pertama saya ke
dalam server dengan tulisan “hello world”. Atau ketika saya menulis crawler pertama kali
untuk mengisi sebuah database. Saya merasa seperti tuhan yang memerintahkan antek-antek
dalam bentuk kode untuk melaksanakan perintah saya.
Programming adalah sebuah candu yang membuat saya kembali lagi terlepas dari kepahitan
pengalaman pertama yang saya dapatkan. Dan hal tersebut merangkum pengalaman saya
selama dua tahun belajar coding.
Tentu saja, hal ini terdengar bodoh sekarang. Namun, kala itu saya sedang kuliah dan belum
melihat seperti apa dunia nyata itu. “Silicon Valley” tidak berarti apa-apa selain sebuah
tempat nan jauh di sana.
Namun satu hal tentang saya yang Anda tidak ketahui – saya dulu merupakan presiden klub
IT di SMP. Saya belajar HTML dan flash, menghabiskan waktu senggang saya bermain Sim
City 3000, dan menciptakan sebuah website tentang game tersebut. Saya selalu mempunyai
sisi geek di dalam diri saya.
Tidak lama bagi saya untuk kembali merangkul sisi tersebut. Film The Social Network rilis
pada tahun terakhir universitas saya. Setelah lulus, saya bergabung dengan ranah startup
Singapura yang masih muda sebagai seorang wartawan teknologi.
Film The Social Network membuat industri teknologi terlihat keren
Saya seolah dikelilingi dengan tren bahwa semua orang harus belajar coding. Menjadi
programmer merupakan sesuatu yang keren, dan saya berbohong jika tidak pernah berkhayal
mengenai hal tersebut.
Keadaan telah berputar balik. Banyak teman kuliah saya di sekolah komunikasi akhirnya
bergabung dengan perusahaan internet atau menjadi bagian public relations untuk perusahaan
teknologi. Teknologi yang dibuat para geek yang dulu kami tertawakan sedang mengubah
dunia jurnalisme.
Dan gerakan belajar coding ini semakin meriah karena sangat mudah untuk mulai
mempelajarinya. Pada saat itu, gerakan open source telah berkembang sebegitu rupa hingga
siapapun dapat dengan mudah mencari bantuan, sumber daya, dan dokumentasi lewat
Google.
Gerakan belajar coding ini telah berkembang menjadi sebuah industri, dan masih ada banyak
ruang di pasar, berhubung suplai engineer yang tidak banyak.
Dan sekarang kita ada di tahun 2015. Jika Anda ingin belajar programming sebagai sebuah
resolusi tahun baru, maka artikel ini cocok bagi Anda. Saya berbagi sejarah pribadi ini bukan
karena narsis (well, mungkin sedikit), namun untuk menggambarkan kenyataan yang ada:
Masa lalu Anda menentukan cara belajar coding
Saya mulai belajar programming di akhir tahun 2012 – lebih dari satu tahun setelah memulai
pekerjaan pertama saya. Hal ini menempatkan saya dalam sebuah posisi yang sangat tidak
menguntungkan jika saya ingin menjadikan hal ini sebagai karir.
Saya akan bersaing langsung dengan lulusan universitas baru yang mungkin sudah mulai
belajar programming sejak mereka berumur 12 tahun. Ekspektasi gaji mereka lebih rendah
dan mereka mungkin memiliki komitmen hubungan yang tidak terlalu serius. Saya harus
mengubah tujuan hidup saya, menunda target finansial, dan mengejar sebuah karir alternatif
sembari menghadapi pengorbanan-pengorbanan kecil. Bahkan, kecil kemungkinan saya akan
terus menekuni bidang ini.
Semua berujung pada hal ini: saya sudah menginvestasikan bertahun-tahun hidup saya di
dalam karir industri media yang sedang berubah namun tetap sehat. Saya menikmati apa yang
saya lakukan dan tidak sedang mengalami krisis 25 tahunan. Saya tidak memiliki
kemampuan finansial maupun insentif untuk masuk sepenuhnya ke dalam bidang baru ini.
Jadi inilah yang terjadi: Saya belajar coding di waktu senggang dan memastikan bahwa hobi
saya itu tidak mengganggu pekerjaan utama saya. Memang sulit, tapi satu-satunya cara
adalah mengorbankan waktu luang saya.
Anda mungkin seorang siswa yang hanya memikirkan pekerjaan sekolah atau kehidupan
sosial (dan ini bukan apa-apa dibandingkan memiliki sebuah pekerjaan full-time). Coding
dapat membuka lebih banyak jalan bagi Anda untuk, katakanlah, menjadi miliarder ketika
Anda berusia 25 tahun.
Atau mungkin Anda seorang profesional muda yang patah semangat dan sedang mencari
sesuatu yang berbeda. Anda sudah mengumpulkan cukup banyak tabungan untuk merambah
hal lain. Programming bisa saja menjadi tiket Anda menuju karir yang lebih menjanjikan.
Tentu saja, programming mungkin bukan untuk para CEO perusahaan besar dengan
karyawan dan keluarga untuk dinafkahi. Namun jika Anda seorang eksekutif muda yang
ingin memulai sebuah perusahaan teknologi dalam jangka waktu satu tahun, belajar
programming akan sangat berguna bagi Anda agar mampu bekerja dengan lancar dengan para
developer atau menciptakan produk sederhana sendiri.
Anda mungkin akan menemukan bahwa belajar coding merupakan sesuatu yang tidak
menyenangkan atau tidak ada gunanya. Itu hal yang biasa. Atau mungkin Anda ingin belajar
dengan alasan sederhana seperti ingin masuk ke dalam kelompok yang keren (banyak sekali
komedian yang mulai bergelut di bidang komedi karena hal itu), atau mungkin sekadar
mencari tahu apakah Anda akan tertarik dengan dunia coding. Atau Anda ingin
meningkatkan situasi finansial Anda.
Semua alasan di atas berlaku bagi saya:
TujuanHasil
Tentu saja, penilaian di atas berdasarkan pendapat pribadi. Tapi apabila Anda setuju dengan
penilaian tersebut, terus baca untuk mengetahui apa yang membuat saya terus bertahan:
Mari kita berbicara jujur, coding tidaklah menyenangkan. Tentu saja, menciptakan kode-kode
elegan dan memperbaiki bug terasa memuaskan, namun semuanya akan menjadi sia-sia jika
tidak ada produk akhir, seperti nasi kari tanpa kari.
Buat perjalanan programming Anda berkelanjutan dengan menatanya sebagai jajaran gunung
yang harus didaki. Kerjakan proyek demi proyek, masing-masing akan membuat Anda
belajar hal baru, memperbarui pengetahuan lama Anda, dan membawa Anda semakin dekat
dengan tujuan Anda. Berikut proyek-proyek yang saya kerjakan, dalam urutan kronologis:
Sebuah script Ruby yang menghitung tag dalam blog teknologi untuk melihat topik apa yang
populer.
Sebuah script Ruby yang mencari informasi di dalam website dan menyalin informasi
tersebut ke dalam database lain.
Tabel dan bagan yang dapat disortir. Saya menyambungkan sebuah aplikasi Ruby on Rails
dengan D3.js, sebuah library visualisasi berbasis javascript.
Aplikasi Rails yang menyambungkan WordPress dan API Google Analytics untuk
menghasilkan konten secara terprogram.
Aplikasi Rails yang diciptakan menggunakan API Buffer, ini memungkinkan saya untuk
mem-posting ulang konten populer di media sosial.
Statsy, aplikasi Rails yang bertindak sebagai database fakta yang memiliki fungsi pencarian
dan sebuah pembuat bagan berbasis Google Charts.
Setiap proyek yang sukses menjadi lebih rumit. Saya mulai dengan menciptakan script, yang
merupakan program yang ‘hidup’ di dalam lingkungan bahasa pemrograman desktop Anda.
Lalu saya belajar Rails, sebuah framework untuk menciptakan aplikasi web yang dibuat di
atas bahasa pemrograman Ruby. Perjalanan ini menjadi lebih menyenangkan saat saya coba
mencari proyek yang berarti untuk dikerjakan. Seperti yang ditulis oleh salah seorang
programmer:
Namun berdasarkan pengalaman saya, semua menjadi lebih sulit ketika Anda mencoba
membuat sebuah aplikasi web yang berjalan sepenuhnya. Mengapa? Karena banyak sekali
hal yang harus dipelajari. Kecuali Anda belajar Node.js, Anda tidak sedang belajar satu
bahasa pemrograman, namun dua: bahasa pemrograman server (hal-hal yang terjadi di dalam
server) dan javascript untuk sisi pengguna (sihir yang terjadi di dalam browser Anda)
Sebagai tambahan, Anda harus menggunakan bahasa markup seperti HTML dan CSS, yang
mengendalikan tampilan sebuah website dan bagaimana perasaan pengguna saat memakai
website tersebut, serta mendirikan dan menjaga agar server selalu berjalan (saya
merekomendasikan para pemula untuk menggunakan Heroku). Bukan hanya itu. Setiap
bahasa pemrograman memiliki banyak sekali library untuk dikuasai dan masing-masing API
memiliki dokumentasinya sendiri. Anda juga harus belajar bagaimana sebuah database
bekerja. Dan jangan sampai saya memulai tentang Git dan test-driven development.
Saya mengetahui perasaan itu. Saya juga kewalahan ketika saya benar-benar melihat
tantangan yang ada di hadapan saya. Namun hal itu tidak menghentikan saya. Triknya adalah
dengan memulai dari hal yang kecil, dan mengumpulkan kepercayaan diri untuk menangani
proyek yang lebih besar. Seiring berjalannya waktu, Anda akan belajar lebih cepat. Anda
akan kaget seberapa banyak yang bisa Anda serap.
Bagian yang paling membuat frustrasi dari programming adalah ketika aplikasi Anda ngadat
dan Anda kebingungan dalam mencari apa yang salah. Karena sebuah aplikasi sepenuhnya
dibuat dari bagian saling menyambung dalam kode open source yang diciptakan oleh orang
lain, sumber dari bug bisa terdapat di mana saja. Belajar melakukan debug secara produktif
merupakan keterampilan yang diremehkan.
Karena itulah penting bagi Anda untuk merayakan kemenangan kecil. Anggap versi pertama
aplikasi Anda sebagai penghargaan tertinggi – sebuah jamuan bagi mental Anda. Untuk
mencapai kesana, Anda perlu mengumpulkan kemenangan-kemenangan kecil sepanjang
perjalanan untuk membantu Anda melewati momen terendah ketika Anda merasa ingin
berhenti belajar programming. Ingat perkataan saya, akan banyak sekali waktu dimana Anda
merasa ingin menyerah.
Jika hal tersebut terjadi, ambil istirahat mental. Kunjungi masalah tersebut nanti. Pikirkan
secara seksama kemungkinan sumber kesalahan. Minta bantuan orang lain. Dan ketika Anda
telah memperbaiki bug yang ada, adakan pesta kecil. Lalu ambil nafas panjang dan mulai
lagi.
Coding di dalam grup merupakan sesuatu yang menguntungkan. Jika tujuan Anda adalah
bergabung dalam tim pengembangan, anggap hal ini sebagai latihan untuk menjadi seorang
coder profesional. Setiap tim akan mengembangkan protocol, workflow, dan toolset masing-
masing, yang biasanya ditentukan oleh programmer paling senior di dalam kumpulan
tersebut. Mulai dengan mengerjakan proyek sampingan bersama teman-teman. Jika Anda
merupakan bagian dari sebuah startup dengan tim pengembangan yang mempunyai kesabaran
untuk mengajar para pemula, tawarkan melakukan coding secara sukarela bagi mereka.
Bagi saya, tidak ada alasan ilmiah di balik keputusan yang saya ambil. Saya awalnya memilih
Python karena sering disebut sebagai bahasa ideal bagi para pemula. Lalu, saya beralih ke
Ruby karena kolega saya sudah terbiasa dengan bahasa ini. Hal tersebut merupakan sebuah
keputusan sosial (lihat poin sebelumnya). Secara sekilas, hal itu sangat masuk akal.
Terlepas dari dukungan yang baik, Ruby memiliki salah satu syntax yang paling bersih,
membuatnya mudah untuk dibaca dan dipelajari. Sementara itu, Rails memiliki banyak sekali
plugin yang memberi sebuah aplikasi berbagai kemampuan – seperti otentikasi pengguna,
sebuah sistem pengelolaan konten, atau sebuah dashboard admin – langsung ketika pertama
digunakan. Rails mempunyai fitur yang sangat banyak sehingga membangunnya terasa
seperti mencocokkan berbagai aplikasi mini sekaligus, dan kemudian berusaha semampu
Anda untuk membuatnya pas.
Jadi jika tujuan Anda adalah untuk membuat sebuah prototipe berjalan dengan momen
menjengkelkan yang paling sedikit dalam waktu singkat, maka Ruby on Rails bisa menjadi
pilihan Anda. Untuk pembelajaran lanjutan, simak video dari Michael Cheng, developer PHP
berbasis di Singapura yang baru-baru ini belajar Ruby on Rails.
Atur ekspektasi
Tergantung pada tujuan Anda, mencapai posisi dimana Anda menjadi produktif berkat coding
akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Jika Anda merupakan bagian dari sebuah
startup dan Anda ingin berkontribusi dengan melakukan coding front-end, belajar HTML,
CSS, dan Git sudah lebih dari cukup dan dapat dipelajari dalam hitungan minggu. Jika Anda
seorang calon entrepreneur yang ingin membangun sebuah aplikasi web, belajar ketrampilan
yang dibutuhkan dapat memakan waktu berbulan-bulan tergantung dari niat Anda untuk
belajar. Jadi mungkin Anda dapat melihat diri Anda sendiri menggali-gali dalam kegelapan
sebelum akhirnya menemukan jalan keluar.
Ini merupakan hal penting yang harus ditanyakan sebelum Anda memulai, meskipun saya
belum mempunyai jawaban pasti bagi diri saya sendiri. Meskipun sudah belajar selama dua
tahun, mungkin nantinya saya akan merasa jalan ini tidak sesuai dengan tujuan saya lagi.
Anggap Anda adalah seorang CEO startup dengan waktu yang terbatas. Belajar programming
mungkin kurang produktif untuk perusahaan Anda ketimbang belajar desain user experience,
user testing, analisa data, dan keterampilan lainnya yang tidak dimiliki para developer. Pada
akhirnya, programming hanyalah sebuah alat untuk membuat sebuah produk yang sukses.