Professional Documents
Culture Documents
Keywords:
catchments area, discharge, land use, runoff coefficient.
PENDAHULUAN
Salah satu masalah genangan air dijumpai di kompleks perumahan. Munadhir (1995) menjelaskan
dua kemungkinan penyebab terjadinya banjir di
suatu kompleks perumahan. Pertama, intensitas
hujan lebih besar daripada perhitungan dalam
perencanaan selokan drainase. Kemungkinan
kedua, intensitas hujan sesuai dengan perencanaan
akan tetapi limpasan air hujan tidak mampu
ditampung oleh saluran drainase yang ada. Untuk
kemungkinan yang kedua bisa disebabkan oleh dua
hal yaitu kesalahan dalam perencanaan saluran
atau terjadi kekeliruan dalam memperkirakan
besarnya aliran. Hal ini diawali dari asumsi bahwa
intensitas hujan yang sama selalu akan
memberikan aliran yang sama pula untuk saat ini
maupun waktu mendatang selama tidak terjadi
perubahan
lahan.
Dalam
penelitian
ini
menggunakan kemungkinan kedua untuk mengkaji
perubahan lahan dan pemakaian koefisien
limpasan dalam perencanaan debit drainase.
Dimensi drainase semula direncanakan dengan
debit Q = 159,91 m3/s, namun kondisi sekarang
yang ada terjadi genangan di beberapa tempat.
Volume pelepasan drainase tidak semata-mata
dipengaruhi oleh intensitas atau durasi hujan.
Ahmed dkk. (1997) memberikan hasil penelitian
bahwa tipe perkerasan jalan memberikan efek yang
signifikan pada respon dari pelepasan drainase
terhadap hujan. Untuk jalan raya dikatakan bahwa
sifat material perkerasan, geometri perkerasan dan
yang
belum
baku
untuk
mengendalikan
pengembangan suatu kawasan. Selama ini metode
perkiraan banjir hanya memasukkan faktor-faktor
seperti luasan tata guna lahan dan koefisien
limpasan.
Dalam penelitian ini, intensitas hujan diasumsikan
sama atau konstan dalam memberikan aliran untuk
saat ini maupun saat mendatang. Di antara variabelvariabel dalam rumus Rasional yang terkait dengan
perubahan kondisi tata guna lahan adalah nilai
koefisien limpasan. Pada daerah penelitian diamati
sejauh mana perubahan tata guna lahan yang terjadi.
Dengan adanya perubahan tersebut tentunya akan
mempengaruhi perubahan dari nilai koefisien
limpasan. Maka besarnya perubahan koefisien
limpasan juga dicari berdasarkan data-data tata guna
lahan pada periode yang telah ditentukan. Dengan
adanya perubahan tata guna lahan dan nilai
koefisien limpasan akan mempengaruhi perubahan
besarnya aliran limpasan yang dihasilkan dari
daerah penelitian.
Besarnya aliran limpasan di lapangan dalam periode
tertentu (waktu pengamatan) dihitung dari data
ketinggian air di outlet catchment area. Data
ketinggian air tiap tahun pengamatan diambil pada
kejadian dengan saat curah hujan yang sama atau
mendekati curah hujan rancangan. Data ketinggian
air tersebut dimasukkan dalam rumus debit supaya
diperoleh besarnya aliran limpasan tiap tahun
pengamatan. Kemudian besarnya aliran limpasan
tiap tahun pengamatan dibandingkan dengan debit
rencana hasil perhitungan rumus Rasional pada
awal tahun pengamatan. Untuk debit rencana hasil
perhitungan rumus Rasional diperoleh dari
penelusuran
debit
saluran-saluran
sehingga
didapatkan debit total dalam satu catchment area
yang diteliti.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian diambil di daerah Kota
Surakarta yang terdiri dari delapan catchment area.
Sebagai sampel penelitian dipilih catchment area
dua dan empat yang meliputi 30 kalurahan yaitu
Kalurahan Manahan, Mangkubumen, Kestalan,
Gilingan, Setabelan, Kepatihan Kulon, Kepatihan
Wetan, Sudiroprajan, Gandekan, Tegalharjo,
Purwodiningratan, Punggawan, Ketelan, Kemlayan,
Timuran, Sriwedari, Keprabon, Kauman, Sangkrah,
Kampung Baru, Jayengan, Kratonan, Serengan,
Gajahan, Baluwarti, Pasar Kliwon, Danukusuman,
Joyosuran, Kedung Lumbu dan Semanggi. Lokasi
tersebut dipilih sebagai daerah penelitian karena
debit outlet dapat terukur dengan baik dengan
adanya pintu air Demangan, sedangkan pada daerah
lain belum terukur atau bila dapat diukur misalnya
28/ MEDIA TEKNIK SIPIL/Januari 2006
0,80
0,65
0,50
0,25
Lahan
dan
A xc
n
cx =
n=1
Atotal
.[1]
dengan:
cr
: koefisien limpasan rata-rata tertimbang
An
: luas lahan pada tata guna lahan (ha)
Atotal : luas lahan total (ha)
cn
: nilai koefisien limpasan pada tata guna
lahan.
Perhitungan Debit dengan Metode Rasional
Metode perhitungan debit drainase perkotaan yang
digunakan secara luas adalah metode Rasional.
Metode ini relatif mudah digunakan karena lebih
sederhana dan tidak terlalu banyak menyita waktu
(Chay Asdak, 1995). Rumus perkiraan debit
limpasan dari metode Rasional yang telah
dimodifikasikan adalah :
Q = 0,00278 x c x cs x I x A..[2]
dengan:
Q
: debit puncak pada periode ulang T tahun
(m3/s)
c
: koefisien limpasan
cs
I
A
koefisien penampungan
: rata-rata intensitas hujan (mm/jam)
: luas cacthment area (ha)
:
h
[3]
D
2.187 xhxc 0.167
to =
...[4]
S 0.5
S=
td =
L
[5]
(60 xv)
tc = to + td...[6]
dengan,
S :
h :
D :
c
:
L :
v
:
to
td
tc
Cs =
2t c
......................................................[7]
(2t c + t d )
I10 =
a
....[8]
tc + b
Perkotaan 1
Perkotaan 2
Perkotaan 3
Kepadatan
Penduduk
(ribuan)
KP < 500
500<KP<2,000
KP > 2,000
Periode
Ulang
( tahun )
10
15
25
Perkotaan 1
Perkotaan 2
Perkotaan 3
KP < 500
500<KP<2,000
KP > 2,000
5
5
10
Macam Alur
Macam
Daerah
Sistem
Drainase
Primer
Sistem
Drainase
Sekunder
Sistem
Drainase
Tersier
Pedesaan /
-2
Pinggiran
Kota / Perkotaan
Sumber : Flood Control Works, Vol.1, W-E-R Engineering,
Bina Karya, Departemen Pekerjaan Umum, Februari, 1993.
METODE
Perhitungan debit terukur di lapangan menggunakan
Critical Depth Methods karena kondisi air yang
mengalir lewat pintu air dilokasi merupakan aliran
submerge. Aliran merupakan submerge apabila ketinggian tail water di atas mercu dibandingkan dengan ketinggian air upstream di atas mercu lebih dari
70 %. Bila perbandingan tersebut kurang dari 70 %
maka kondisi aliran adalah free flow (Kraatz, 1975).
MEDIA TEKNIK SIPIL/Januari 2006/29
Nilai kp
0,02
0,01
0,00
Gambar 1. Grafik Discharge Coefficient for Rectangular Broad Crested Weir. Sumber: Smith
(1978).
Pembagian Sub Catchment Area
Daerah penelitian meliputi dua catchment area
yaitu catchment area dua yang terdiri dari tujuh sub
catchment area dan catchment area empat yang
terdiri dari lima sub catchment area. Batasan
catchment area dan arah alirannya disajikan dalam
Gambar 2, sedangkan luasan areal disajikan dalam
Tabel 5.
Nilai ka
Untuk pangkal tembok segiempat dengan tembok hulu pada 900 ke arah aliran
0,2
0,1
0,0
Keterangan :
2.1 = sub catchment area
= arah aliran
= sungai
= pintu air
Hb
2,41
2,55
2,69
2,76
2,98
Hb/Ha
0,945
0,914
0,937
0,939
0,993
%
94,5 > 70
91,4 > 70
93,7 > 70
93,9 > 70
99,3 > 70
1,5 m
1,5 m
1m
1m
5m
Thn
H/L
0,51
0,56
0,57
0,59
0,60
1,685
1,695
1,701
1,703
1,705
(m)
1992
1993
1994
1995
1996
2,55
2,79
2,87
2,94
3,00
5
5
5
5
5
b=
Q=
15 - 0,58H C x b x H1.5
(m)
(m3/s)
13,52
13,38
13,34
13,29
13,26
92,77
105,70
110,29
114,13
117,48
cs
I10
A (ha)
(mm/jam)
Q10
(m3/s)
1992 1996
2,1
2,2
2,3
2,4
0,70
0,70
0,67
0,72
0,70
0,70
0,68
0,72
0,94
0,96
0,91
0,94
53,07
48,12
37,22
62,55
56,63
37,43
88,31
93,59
5,52
3,36
5,57
11,01
5,52
3,36
5,65
11,01
(Ha)
117,67
Perubahan
luasan
(Ha)
0,59
Prosentase
Perubahan
(%)
0,50
2,5
2,6
2,7
4,1
4,2
4,3
0,75
0,72
0,65
0,62
0,71
0,69
0,75
0,72
0,65
0,62
0,72
0,69
0,92
0,97
0,98
0,95
0,94
0,91
54,40
68,48
27,43
20,07
64,03
56,67
43,44
59,14
167,66
208,90
64,18
168,15
4,53
7,86
8,14
6,87
7,62
16,63
4,53
7,86
8,14
6,87
7,73
16,63
Industri dan
Perusahaan
147,55
4,54
3,08
4,4
4,5
0,70
0,71
0,70
0,72
0,83
0,89
41,34
79,52
148,98
126,76
9,95
17,71
9,95
17,96
Perdagangan
123,51
0,80
0,65
Perumahan
679,42
10,71
1,58
Jasa
116,09
5,26
4,53
Area Terbuka
79,13
5,18
6,55
Jumlah :
1263,4
22,87
1,81
Tata Guna
Lahan
Jalan
Beraspal
Luas total
Q (m3/s)
1992
92,77
1993
105,70
1994
110,29
1995
114,13
1996
117,48
Selisih
per tahun
(
)
Prosentase
peningkatan (%)
12,93
13,94
4,59
4,34
3,84
3,48
3,35
2,94
Saran
Dalam perencanaan drainase perkotaan, khususnya
perencanaan saluran drainase perlu dilakukan
peninjauan kondisi tata guna lahan dalam jangka
waktu tertentu. Hal ini untuk menjaga relevansi
antara daya tampung saluran dengan limpasan yang
diakibatkan oleh perubahan tata guna lahan.
Apabila daya tampung saluran sudah tidak memadai
lagi, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan saluran
dimana membutuhkan investasi yang cukup besar.
Perlunya sosialisasi tentang peran masyarakat untuk
selalu menjaga lingkungan dengan tidak membuang
sampah sembarangan. Memberlakukan undangundang yang baku untuk mengendalikan
pengembangan suatu kawasan sehingga anggaran
dalam penyediaan bangunan saluran drainase akan
lebih efisien.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang
telah diuraikan sebelumnya, diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
a. Perubahan tata guna lahan pada catchment area
penelitian di Kotamadya Surakarta selama empat
tahun dari tahun 1992 sampai tahun 1996 terjadi
perubahan sebesar 1,81 % dan cenderung pada
pembangunan fisik dengan bangunan yang bersifat kedap air. Perubahan ini bisa dikatakan tidak
begitu pesat, dimungkinkan kondisi perkotaan
yang sudah cukup mapan.
b. Perubahan tata guna lahan berpengaruh pada
peningkatan koefisien limpasan sebesar 0,37 %.
Hal ini menunjukkan hubungan yang sebanding
dengan perubahan tata guna lahan yang
cenderung kedap air. Peningkatan nilai koefisien
limpasan bisa dikatakan relatif kecil (0,37 %)
dan hal ini juga relevan dari hasil perubahan tata
guna lahan yang terjadi juga diperoleh
perubahan yang tidak begitu pesat (1,81 %).
c. Secara keseluruhan daerah penelitian mengalami
peningkatan nilai koefisien limpasan akibat
perubahan tata guna lahan yang cenderung kedap
air. Perubahan lapisan permukaan yang
cenderung kedap air mengakibatkan peningkatan
debit limpasan (debit terukur di lapangan). Akan
tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai debit limpasan per tahun masih dibawah
debit rencana hasil perhitungan rumus Rasional
sehingga dengan adanya peningkatan debit
limpasan ini secara teori masih dapat ditampung
oleh saluran-saluran yang ada di daerah
penelitian.
Implikasi
Dilihat dari perubahan tata guna lahan yang tidak
begitu besar, peningkatan koefisien limpasan yang
relatif kecil dan peningkatan debit limpasan yang
secara teori masih tertampung dalam saluransaluran yang direncanakan berarti perubahan tata
REFERENSI
Anonim, 1993, Flood Control Works, Vol. 1, WE-R Engineering, Surakarta: DPU Bina
Karya.
Anonim, Laporan Rekap Ketinggian Air Pintu Air
Demangan Tahun 1992-1996, Surakarta:
DPU Kotamadya Surakarta Dati II Surakarta.
Anonim, 1997, Masterplan Drainase Surakarta
Bagian Utara Kodya Dati II Surakarta,
Surakarta: BAPPEDA Kodya Surakarta
bekerja sama dengan FT UMS.
Anonim, 1993, Monografi Kotamadya Dati I
Surakarta Tahun 1992, Surakarta: Kantor
Statistik Kotamadya Dati II Surakarta.
MEDIA TEKNIK SIPIL/Januari 2006/33
Kraatz, D.B. & Mahajan, I.K.,1975, Small Hydraulic Structures, Rome : Food and Agriculture
Organization of the United Nations.
Munadhir, 1995, Hubungan aliran-pertambahan
lapisan kedap air di daerah perkembangan perumahan di dalam Seminar Nasional Satu
Hari Fenomena Perubahan Watak Banjir,
(Ed. Rachmad Jayadi, dkk.). Yogyakarta:
Panitian Seminar Nasional Satu Hari
Fenomena Perubahan Watak Banjir.
Nur Arifani, Kartini Susilowati, Mariyanto & Entoh
Suhana, 1995, Banjir Way Kuala Garuntang
dan Way Galih di Kotamadya Bandar
Lampung di dalam Seminar Nasional Satu
Hari Fenomena Perbuhan Watak Banjir,
(Ed. Rachmad Jayadi, dkk.). Yogyakarta:
Panitia Seminar Nasional Satu Hari
Fenomena Perunahan Watak Banjir.
Smith,C.D.,1978, Hydraulic Structures, Canada:
University of Saskatchewan Printing Services.
Zubair Ahmed, White, T.D. & Kuczek, T. ,1997,
Comparative field performance of subdrainage systems, Journal of Irigation and
Drainage Engineering, 123 (3), 194-201.