You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air
terjun.
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini
merupakan proses degeneratif (kemunduran ).Perubahan yang terjadi bersamaan dengan
presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dankeruh,yang akan
mengganggu pembiasan cahaya.Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat
terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami
perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa yang di maksud dengan katarak?
2. Apa saja etiologinya?
3. Bagaimana klasifikasinya?
4. Bagaimana penatalaksanaannya?
5. Bagaimana asuhan keperawatannya?
3. TUJUAN
Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit katarak
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Katarak
2. Untuk mengetahui apa saja etiologinya.
3. Untuk mengetahui klasifikasinya.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaanya.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan TUHAN YANG MAHA ESA, karena
kami telah dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Dengan Katarak
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak terutama kepada rekanrekan kelompok II yang telah banyak membantu dan memberi dorongan dalam penyelesaian
makalah ini.
Hasil makalah ini tentunya belum sempurna, namun bagi penulis hasil ini sangatlah
berarti terutama dapat memberikan dorongan dan sekaligus tantangan untuk terus berkarya
sebagai pengisi kegiatan dan aktifitas yang dituntut untuk terus berkarya dan berkreasi
mengisi masa depan yang penuh tantangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mohon saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Teori
2.1.1. Anatomi Fisiologi
Anatomi Mata
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior
merupakan

bentuk

aktarak

yang

paling

bermakna

seperti

kristal

salju.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian
trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang
normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang dalam
jangka waktu yang lama.
2.1.2. Pengertian Katarak
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Marilynn Doengoes, dkk. 2000).

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses
penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata lain seperti
uveitis anterior. (Brunner & suddart, 2001)
2.1.3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak
dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab
katarak lainnya meliputi:
a.Faktor keturunan.
b.Cacat bawaan sejak lahir.
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
f. Gangguan pertumbuhan,
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h.Rokok dan Alkohol
i.Operasi mata sebelumnya.
j.Trauma (kecelakaan) pada mata.
k. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui
2.1.4. Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks dan kapsul. Nukleus
mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan

menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita
katarak.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjangdari badan silier sekitar daerah di luar lensa,
misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan kogulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
denga bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekadeke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
2.1.4. Manifestasi Klinis
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun
jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata
seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak
benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-). Bila Katarak
dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi
berupa glaukoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
2. Peka terhadap sinar atau cahaya
3. Dapat melihat dobel pada satu mata
4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu

2.1.6. Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
Katarak komplikata.
Katarak traumatik.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat
gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai
seluruh lensa
Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa
Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi
Iahir sampai berusia 1 tahun
Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan
serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi
masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen
Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut
sebagai leukokoria (pupil berwarna putih).
Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti
retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia
tinggi di samping katarak sendiri
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa masih
muda dan berkonsistensi cair.
Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear.
Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eksanopsia.
Pasca bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi
afakia
katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun lanjutan katarak kongenital yang makin
nyata,

Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu
mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang
mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan akibat trauma
tumpul.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor
katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40 tahun
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit
lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat.
Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda.
Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan.
Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur.
Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena
proses penuaan

katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Stadium insipien,
o di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
o Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.
o Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya.
o Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga
akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai
dengan kekeruhan ringan pada lensa.
o Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
Stadium imatur,
o Lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi
cembung.
o Terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. P
o Terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung pasien menyatakan tidak perlu
kacamata sewaktu membaca dekat.

o Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata
akan sempit atau tertutup.
o Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
o Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji
bayangan iris positif
Stadium matur
o

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa.

Terjadi kekeruhan seluruh lensa.


o Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata
sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali.
o Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata
depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif.
o Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif
Stadium hipermatur
o terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa
tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni).
o Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang
cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan.
o Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan
mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka.
o Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini
disebut uji bayangan iris pseudopositif.
o Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis.
o Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma
fakolitik.
Katarak komplikata, terjadi sebagai akibat langsung dari penyakit intraokuler, misalnya akibat
uveitis, glaukoma, retinitis pigmentossa & ablatio retinae. Biasanya bersifat unilateral &
prognosis tidak sebaik katarak senilis.
o Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik
atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa.
o Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina,
dan glaukoma.

o Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata
atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata
Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Keratometri
2. Pemeriksaan lampu slit
3. Oftalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
5. Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan
akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm 3, pasien ini merupakan
kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.

2.1.8. Penatalaksanaan
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik
di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi

perkembangan

berbagai

penyakit

retina

atau

sarf

optikus,

seperti

diabetesdanglaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai
98 % pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama
pembedahan.
2.1.9. Pengobatan
Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh
diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi

memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai
terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi
glaukoma dan uveitis. Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular,
dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior
sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun
dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak
intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan,
dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan
pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn.
Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi
nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana
komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
2.1.10. Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5. Komplikasi yang
terjadi yaitu nistagmus dan strabismus.

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Klien

Nama

: Ny. W

Umur

: 50 th

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Hindu

Status Perkawinan

: kawin

Suku Bangsa

: Indonesia

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: swasta

Tgl masuk RS

: 01 Januari 2012

No. Register

: 15665

Penanggung Jawab

Nama

: Tn. A

Umur

: 56 th

Pekerjaan

: swasta

Alamat

: Karangasem

3.1.2. Keluhan utama


Klien mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat.

3.1.3. Riwayat Kesehatan


Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya kabur, penglihatan
kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan
seperti ada kabut serta terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Klien juga
mengalami kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat
pada malam hari. Setelah dilakukan pengkajian pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil,
nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat, terdapat
gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi sehingga
kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk dilakukan tindakan
pembedahan atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana
pasien melakukan aktivitas sehari-hari.klien jg mengalami hiperglikemia karena panyakit
diabetis yang dideritanya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus /gejala-gejala yang sama
seperti yang diderita oleh pasien saat ini.
3.1.4. Pemeriksaan Fisik
a. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa cepat sembuh
Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berheti) : tidak
menggunakan tembakau
Alkohol : tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan
2) Pola nutrisi dan metabolisme

Diet/suplemen khusus : tidak ada


Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
Gigi : Lengkap
Frekuensi makan : 1-2x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi : ikan
3) Pola eliminasi
BAB :
Frekuensi : lebih dari 3x sehari
Warna : kuning
Waktu : tidak teratur
Konsistensi : cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK :
Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan : inkotinensia
4) Pola aktivitas dan latihan
Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 4-6 jam sehari
Waktu : malam
6) Pola kognitif dan persepsi
Status mental : penurunan kesadaran
Bicara : aphasia ekspresif
Kemampuan memahami : tidak
Tingkt ansietas : berat
Penglihatan : pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik
7) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder
8) Pola peran hubungan
Pekerjaan : swasta
Sistem pendukung : keluarga
9) Pola koping dan toleransi aktivitas
Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang
10) Keyakinan dan kepercayaan
Agama : Hindu
Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya diserahkan pada
agamanya
1. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :
BB : 50 kg
TB : 155 cm
2) Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S

: 36,5 derajat celcius

3) Kulit
Warna kulit : tidak sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema : ada oedema
4) Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan

5) Mata
Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual katarak
Nampak abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi
merah.
Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva : anemis
Sklera : putih
6) Telinga
Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran
Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada
7) Hidung dan sinus
Fungsi penciuman : baik
Pembegkakan : tidak ada
Kebersihan : bersih
Perdarahan : tidak ada
sekret : tidak ada
8) Mulut dan tenggokan
kebesihan mulut : bersih
Membran mukosa : kering
Keadaan gigi : lengkap
Tanda radang : Lidah
Trismus :tidak ada
Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9) Leher
Trakea : simetris
Kelenjar limfe : ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10) Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi :tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus

Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)


11) Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
12) Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13) Ekstremitas
Ekstremitas atas : pergerakan normal
Ekstremitas bawah : pergerakan normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14) Neurologis
Kesadaran (GCS) :
Status mental : penurunan kesadaran
Motorik : kejang
Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan
gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus

3.2. Analisa Data


No
1

Data
DS:

Etiologi
perdarahan intra

Masalah
Resio tinggi terhadap

-klien mengatakan pusing dan

okuler(dikoreksi

cidera

penglihatannya kabur, penglihatan

dengan dilator pupil)

kabur dirasakan sejak kurang lebih 1


tahun yang lalu.
-klien mengatakan bahwa dokter
menyarakan untuk dilakukan tindakan
yaitu dikoreksi dengan dilator pupil.
DO:
- Pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil
-nucleus pada lensa menjadi coklat
kuning, lensa menjadi opak, retina sulit
2

dilihat
DS:

bedah pengangkatan

-klien mengatakan kesulitan melihat katarak

Resiko tinggi terhadap


infeksi

pada jarak jauh atau dekat, pandangan


ganda, susah melihat pada malam hari.
-klien mengatakan bahwa dia juga
mnderita penyakit diabetis mellitus
DO:
- terdapat gangguan keseimbangan
pada susunan sel lensa oleh factor fisik
dan kimiawi sehingga kejernihan lensa
berkurang.
3

-Hiperglikemia
DS:

gangguan penerimaan Gangguan sensori

-klien mengatakan mengalami

sensori/status

penglihatan kabur.

indra penglihatan

-Klien mengatakan mengalami

organ persepsi(penglihatan)

penglihatan kabur, kesulitan melihat


dari jarak jauh ataupun dekat
DO:
- pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil, nucleus pada lensa menjadi
coklat kuning, lensa menjadi opak,
retina sulit dilihat

Diagnosa keperawatan yang muncul


Resio tinggi terhadap cidera b/d perdarahan intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
Resiko tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak
Gangguan sensori persepsi(penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status organ indra
penglihatan
3.3. Nursing Care Planning
N
o
1

Diagnosa

Tujuan

Kriteria

Resio tinggi cidera

Setelah

Intervensi
hasil
Menunjukka Mandiri :

berhubungan

dilakukan

n perubahan1. Diskusikan apa 1. Membantu

dengan perdarahan

intervesi

perilaku,

yang terjadi pada

megurangi rasa

intra okuler

selama

pola hidup

pasca dikoreksi

takut an

3x24 jam

untuk

tentang nyeri,

meningkatkan

intra

menurunka

pembatasan

kerja sama dalam

diharapka

faktor

aktivitas,

pembatasan yang

resiko dan

penampilan dan

diperlukan

perdrahan untuk

Rasional

balutan mata

okuler

melidungi 2. Batasi aktivitas 2. Menurunkan stres

dapat

diri dari

seperti

pada area

segera

cedera.

megerakkan

pengikisan/menur

kepala tiba-tiba,

unkan TIO

diatasi

menggaruk mata,
membongkok
3. Dorong napas
dalam batuk

3. Batuk

untuk bershan

meningkatkan TIO

nafas berihan
paru
4. Pertahankan

4. Digunaknuntuk

perlindungan

melindungi dari

mata sesuai

cedera dan

indikasi

menurunkan
gerakan mata

5. Minta pasien

5. Ketidak amanan

untuk

mungkin karena

membedakan

prosedur

antara

pembedahan,

ketidakyamanan

nyeri akut

dan nyeri mata

menunjukkan TIO

tajam tiba-tiba,

dan atau

selidiki

perdarahan yang

kegelisaan,disorie

terjadi karena

ntasi, gangguan

regangan dan atau

balutan

tak diketahui
penyebabnya.

Kolaborasi:
1. berikan obat
sesuai indikasi
antiemetik
contoh
proklorprazin

mual, muntah
dapat
meningkatkan
TIO, memerlukan
tindakan segera
untuk mencega
cedera okuler

diberikan untuk
menurun TIO bila

asetazolamid(dio

terjadi

mox)

peningkatan,
membatasi kerja
enzim pada
produksi akueus
humor

digunakan untuk
ketidak nyamanan

analgesik contoh

ringan, mencega

empirin dengam

gelisah yang dapat

kodein,

mempengaruhi

asetaminofen(tyn

TIO

ol)
Mandiri

- Meningkat

Resiko tinggi

Setelah

terhadap infeksi

dilakukan

kan

berhubungan

intervesi

penyembuh

pentingnya

jumlah bakteri

dengan bedah

selama

an luka

mencuci tangan

pada tangan,

pengangkatan

3x24 jam

tepat waktu

sebelum

mencega

katarak

diharapka - bebas

menyentu atau

kontaminasi area

n factor

drainase

mengobati mata

operasi

resiko

purulen dan2. Gunakan atau

infeksi

eritema

1. Diskusikan

1. Menurunkan

2. Tehnik aseptic

tunjukan tehnik

menurunkan

dapat

yang tepat untuk

resiko penyebaran

diatasi

membersihkan

bakteri dan

mata dari dalam

kontaminasi silang

keluar dengan
tisu basah atau
bola kapas untuk
tiap usapan ganti
balutan dan
masukkan lensa
kontak bila

menggunakan
3. Tekankan

3. Mencegah

pentingnya untuk

kontaminasi dan

tidak menyentuh

kerusakan sisi

atau menggarut

operasi

mata yang di
operasi
4. Obserpasi tanda 4. Infeksi mata
terjadinya infeksi

terjadi 2-3 hari

contah

setelah prosedur

kemerahan,

dan memerlukan

kelopak mata

upaya intervensi

bengkak, drainase yang tepat


purulen.
Kolaborasi:
1. Berikan obat
sesuai indikasi

sediakan topical

antibiotik(topical, yang digunakan


perenteral, atau

sevara profilaksis,

subkunjungival)

dimana terapi
lebih akresif
diperlukan bila
terjadi infeksi.
Catatan steroid
mungkin
ditambahkan pada
antibiotic topical
bila pasien
mengalami
implantasi.

steroid

Digunakan untuk
menurunkan
implamasi

Gangguan sensori

Setelah

- Dapat

Mandiri

persepsi(penglihata dilakukan

meningkatk 1. Tentukann

1. kebutuhan

n) berhubungan

intervesi

an

ketajaman

individu dan

dengan gangguan

selama

ketajaman

penglihatan, catat

pilihan intervensi

penerimaan

3x24 jam

penglihatan

apakah 1 atau 2

bervariasi sebab

sensori/status

diharapka

batas situasi

mata terlibat

kehilangan

organ indra

individu

penglihatan

gangguan -

penglihatan terjadi
lambat dan

sensori

Memperbai

progresif. Bila

persepsi

ki potensi

bilateral tiap mata

dapat

bahaya

dapat berlangjut

diatasi

dalam

pada laju yang

lingkunga

berbeda tetapi
biasa nya hanya 1
mata diperbaiki
perprosedur.
2. memberikan
peningkatan
2. Orientasikan

kenyamanan dan

pasien terhadap

kekeluargaan,

lingkungan,stap,

menurunkan

orang lain di area

cemas dab

nya

disorientasi pasca
operasi
3. terbangun dan
lingkungan tak
dikenal dan

3. Observasi tanda-

mengalami

tanda dan gejala-

tetbatasan

gejala

penglihatan dapat

disorientasi,

mengakibatkan

pertahankan

bingung pada

pagar tempat

orang tua.

tidur sampai

Menurunkan

benar-benar

resiko jatuh bila

senbuh dari

pasien bingung

anastesia

atai tak kenal


ukuran tempat
tidur
4. Memberikan
rangsangan

4. Pendekatan dari

sensori tepat

sisi yang tak

terhadap isolasi

dioperasi , bicara,

dan menurunkan

dan menyentuh

bingung

sering, dorong
orang terdekat
tinggal dengan
pasien

5. Gangguan
penglihatan atau
iritasi dapat

5. Perhatikan
tentang suram
atau penglihatan
kabur dan iritasi
mata

berakhir 1-2 jam


setelah diberikan
pengobatan tetapi
secara bertahap
menurunkan
dengan
penggunaan.
Catatan :
Iritasi local harus
dilaporkan ke
dokter tetapi
jangan hentikan
penggunaan obat
sementara
6. perubahan

6. Ingatkan pasien

ketajaman dan

menggunakan

kedalaman

kacamata

persepsi dapat

katarakyang

menyebabkan

tujuannya

bingung

memperbesar

penglihatan atau

kurang lebih 25%

meningkatkan

penglihatan

resiko cedera

perifer hilang dan

sampai pasien

buta titik

belajar untuk

mungkin ada

mengkompensasi.

3.4. Catatan Perkembangan


No
1.

Diagnose Keperawatan

Evaluasi

Implementasi

Resiko tinggi cidera

Jam 08.00 wib

Jam 12.00 wib

berhubungan dengan

Mandiri :

S: klien meengatakan nyeri

perdarahan intra okuler 1. Mendiskusikan apa yang

pasca dikoreksi sudah

terjadi pada pasca dikoreksi

berkurang.

tentang nyeri, pembatasan

O: klien tampak rileks

aktivitas, penampilan dan

pasca dikoreksi,tetapi

balutan mata

aktivitas klien masih

2. Membatasi aktivitas seperti

dibatasi,seperti terlalu

megerakkan kepala tiba-

banyak menggerkkan kapala

tiba, menggaruk mata,

dan menggaruk mata

membongkok

A: Masalah teratasi

3. Mendorong napas dalam

sebagian,aktivitas klien

batuk untuk bershan nafas

masih dibatasi untuk

berihan paru

melindungi mata pasca

4. Mempertahankan
perlindungan mata sesuai
indikasi
5. Meminta pasien untuk

dikoreksi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Batasi aktivitas klien seperti
megerakkan kepala tiba-

membedakan antara

tiba, menggaruk mata,

ketidakyamanan dan nyeri

membongkok

mata tajam tiba-tiba, selidiki


2. Mempertahankan
kegelisaan,disorientasi,

perlindungan mata sesuai

gangguan balutan

indikasi

Kolaborasi:

3. Meminta pasien untuk

1. Memberikan obat sesuai

membedakan antara

indikasi

ketidakyamanan dan nyeri

antiemetik contoh

mata tajam tiba-tiba, selidiki


kegelisaan,disorientasi,

proklorprazin

gangguan balutan

asetazolamid(diomox)

2.

Resiko tinggi terhadap

Jam 08.00 wib

Jam 12.00wib

infeksi berhubungan

Mandiri

S: Klien mengatakan dapat

dengan bedah
pengangkatan katarak

1. Mendiskusikan pentingnya

beristrahat dengan baik

mencuci tangan sebelum

tanpa terasa nyeri pasca

menyentu atau mengobati

operasi pengangkatan

mata

katarak

2. Menggunakan atau

O: klien dapat beristirahat

tunjukan tehnik yang tepat

dengan tenang dan lebih

untuk membersihkan mata

rilek serta tidak terdapat

dari dalam keluar dengan

tanda-tanda terjadinya

tisu basah atau bola kapas

infeksi pada mata klien

untuk tiap usapan ganti

A: Masalah klien teratasi

balutan dan masukkan lensa

sebagian,tidak terjadi

kontak bila menggunakan

infeksi pada mata klien

3. Menekankan pentingnya

pasca operasi.

untuk tidak menyentuh atau


menggarut mata yang di
operasi
4. Mengobserpasi tanda
terjadinya infeksi contah

P: Intervensi dilanjutkan

1. Tekankan pentingnya untuk


tidak menyentuh atau
menggarut mata yang di
operasi

kemerahan, kelopak mata 2. obserpasi tanda terjadinya

bengkak, drainase purulen.

infeksi contah kemerahan,

Kolaborasi:

kelopak mata bengkak,

1. Memberikan obat sesuai

drainase purulen

indikasi
antibiotik(topical,
perenteral, atau
subkunjungival)
3.

Gangguan sensori

Steroid
Jam 08.00 wib

persepsi(penglihatan)

Jam 12.00 wib

Mandiri

S: klien mengatakan setelah

Menentukann ketajaman

dilakukan operasi matannya

gangguan penerimaan

penglihatan, catat apakah 1

sudah dapat melihat

sensori/status organ indra

atau 2 mata terlibat

walaupun tanpa bantuan

penglihatan

Mengorientasikan pasien

kaca mata katarak

terhadap lingkungan,stap,

O: klien sudah dapat

orang lain di area nya

melihat benda-benda

Mengobservasi tanda-tanda

disekitarnya

dan gejala- gejala

A: Masalah teratasi

disorientasi, pertahankan

P: Intervensi dihentikan

berhubungan dengan

1.

2.

3.

pagar tempat tidur sampai


benar-benar sembuh dari
anastesia
4.

Pendekatan dari sisi yang


tak dioperasi , bicara, dan
menyentuh sering, dorong
orang terdekat tinggal
dengan pasien

5.

Memperhatikan tentang
suram atau penglihatan
kabur dan iritasi mata

6.

Mengingatkan pasien
menggunakan kacamata
katarakyang tujuannya
memperbesar kurang lebih

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air
terjun.

menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai
derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya
meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pendangan di malam hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

4.2 Saran
Katarak adalah suatu penyakit degeneraf karena bertambahnya faktor usia,jadi untuk
mencegah terjadinya ppenyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup yang sehat
seperti tidak mengkonsumsi alcohol dan minum minuman keras yang dapat memicu
timbulnya katarak.dan salalu mengkonsumsi buah-buahan serta sayuran yang lebih banyak
untuk menjaga kesehatan mata.

Daftar pustaka
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta . EGC
Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari.

Jakarta. EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC.

You might also like