You are on page 1of 31

LAPORAN KASUS

TB Paru pada Anak

Disusun Oleh :

Hani Aqmarina (030.10.120)

Pembimbing :

dr. Mas Wisnuwardhana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOTA BEKASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2015

DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 3

BAB II Ilustrasi Kasus

.............................................................................................. 4

BAB III Tinjauan Pustaka..................................................................................................... 16


1. Definisi

.......................................................................................................... 16

2. Epidemiologi

.............................................................................................. 16

3. Etiologi ................................................................................................................ 17
4. Faktor resiko

............................................................................................. 17

5. Patofisiologi

............................................................................................... 19

6. Diagnosis

.......................................................................................................... 21

7. Tatalaksana .......................................................................................................... 26
8. Pencegahan ........................................................................................................... 33
BAB IV Kesimpulan .......................................................................................................... 34
Daftar pustaka ...................................................................................................................... 35

BAB I
PENDAHULUAN
Tata laksana TB yang ada pada program nasional saat ini baru untuk orang dewasa
saja, sedangkan angka TB dengan sputum BTA positif pada anak-anak diperkirakan masih
2

tinggi di masyarakat. Angka perawatan TB berat (TB milier, meningitis TB, TB paru berat
dll) di berbagai rumah sakit juga masih tinggi. Angka kejadian dan prevalensi TB anak di
Indonesia belum ada. Hal ini karena sulitnya diagnosis TB anak. Dengan penelitian indeks
tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian dan prevalensi TB anak.(1)
Masalah yang dihadapi dalam tata laksana TB anak adalah karena diagnosis sulit,
Pengobatan lama dan belum ada vaksin yang betul-betul baik. Berbeda dengan TB dewasa,
gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan
kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun
spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikrooganisme penyebab jarang
ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes
Mantoux dan foto roentgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit.(1)
Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti
overtreatment. Dilain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut
terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil
tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa.
Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan.(1)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI
Nama Mahasiswa
NIM

STATUS PASIEN
: Hani Aqmarina
Pembimbing : dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A
: 030.10.120
Tanda tangan :
3

BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Identitas
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan

Pasien
Ayah
Ibu
An. A
Tn. M
Ny. I
5 tahun 4 bulan
36 tahun
45 tahun
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Jln. Kartika wanasari RT 03/011, Cibitung
Islam
Islam
Islam
Jawa
D2
S1
Guru
Guru
Hubungan dengan
orang tua : Anak

Tanggal kontrol

Kandung
30 Juni 2015

ke poli

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dengan Ny.I selaku ibu pasien pada
Selasa, 30 Juni 2015 di poli anak, RSUD Kota Bekasi.
A. Keluhan Utama
Batuk sejak 1 bulan yang lalu.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang perempuan, 5 tahun, datang ke poli anak RSUD Kota Bekasi dengan
keluhan batuk sejak 2 bulan yang lalu. Batuk disertai dahak, namun dahak tidak
dapat keluar. Pasien sempat demam naik turun selama dua minggu pada awal gejala
batuk muncul. Demam naik pada saat sore atau malam hari. Ibu pasien memberi
sanmol, demam kemudian turun, namun beberapa jam kemudian akan naik lagi.
Sudah 3 kali pasien dibawa berobat ke klinik dan didiagnosis sakit radang
tenggorokan, diberi obat, namun penyakit pasien tidak kunjung sembuh. Pasien
kemudian melakukan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen thorax serta tes
mantoux dan hasilnya positif Tb.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
4

Pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa.


Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Typhoid
Otitis
Parotis

Umur
-

Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Gastritis
Varicela
Asma

Umur
3 tahun
-

Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Radang Paru
Tuberkulosis
Morbili

Umur
5 tahun
1,5 tahun

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah dan ibu pasien tidak pernah mengalami hal yang serupa. Kakak pertama pasien
punya riwayat Tb paru dengan pengobatan 6 bulan saat berusia 2 tahun. Kakak kedua
dan ketiga tidak memiliki riwayat sakit yang berat atau sampai dibawa ke rumah
sakit. Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, alergi dalam keluarga disangkal.
E. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
Morbiditas kehamilan

Tidak ditemukan kelainan

Perawatan antenatal

Ibu pasien mengaku tidak


kontrol secara teratur saat

KEHAMILAN

hamil

ke

dokter

bidan.

Kontrol

hanya

2x

saat

ataupun
dilakukan
trimester

ketiga.
KELAHIRAN

Tempat kelahiran

Bidan

Penolong persalinan

Bidan

Cara persalinan

Normal

Masa gestasi

9 bulan 3 hari
Berat lahir 2600 g
Panjang badan 48 cm

Keadaan bayi

Lingkar kepala tidak ingat


Langsung menangis
Nilai apgar tidak diketahui
5

Tidak ada kelainan bawaan

F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi pertama

: 6 bulan

Tengkurap dan berbalik sendiri

: 6 bulan

Duduk

: 7 bulan

Merangkak

: 8 bulan

Berdiri

: 9 bulan

Berjalan

: 11 bulan

Berbicara

: 13 bulan

Gangguan perkembangan

:-

Kesan: Baik (perkembangan sesuai dengan usia)


G. Riwayat Makanan
Umur (bulan)

ASI/PASI

0-2

ASI

2-4

ASI

4-6

ASI

6-8

8-10

10-12

ASI + Susu
formula
ASI + Susu
formula
ASI + Susu
formula

Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

Kesan: Pasien mendapatkan ASI sesuai dengan usianya dan ditambah dengan susu
formula setelah usia 6 bulan. Pasien mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan
usianya.
H. Riwayat Imunisasi :
6

Vaksin
BCG
DPT/DT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B

I.

Dasar (umur)
2 bulan
2 bulan
4 bulan
Lahir
2 bulan
9 bulan
24 bulan
Lahir
1 bulan

Ulangan (umur)
6 bulan
4 bulan
6 tahun
6 bulan

Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Tinggal dirumah sendiri. Terdapat tiga kamar. Tempat tinggal pasien bersih,
ventilasi cukup, sumber air bersih berasal dari PAM. Ibu pasien mengaku setiap hari
membersihkan rumahnya.
Kesan :Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien baik.

I.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum/ kesadaran
b. Tanda Vital
- Frekuensi nadi
- Frekuensi pernapasan
- Suhu tubuh
c. Data antropometri
- Berat badan
- Tinggi badan

: tampak baik/compos mentis


: 105x/menit, regular
: 22x/menit, regular
: 36,5oC
: 13,5 kg
: 111 cm

STATUS GIZI
Berdasarkan kurva CDC usia 2-20 tahun:

BB/U = 13,5/19 x 100% = 1350/19 = 71%

TB/U = 111/111 x 100% = 11100/111 = 100%

BB/TB = 13,5/19 x 100% = 1350/19 = 71%


Kesan : Gizi kurang

d. Kepala
- Bentuk
- Rambut
- Mata
-

RCTL +/+
Telinga
Hidung
Mulut

: normocephali
: rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL +/+,
: normotia, membran timpani intak, serumen -/: bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/: bibir bawah berdarah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), faring

hiperemis -/-, tonsil T1/T1 tenang


e. Leher
: KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
f. Thorax
Paru
- Inspeksi
: pergerakan dinding dada simetris,retraksi (-)
- Palpasi
: vocal fremitus simetris
- Perkusi
: sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi
: suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/

Jantung
- Inspeksi

: ictus cordis tidak nampak


8

- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
g. Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Palpasi
-

: ictus cordis teraba pada ICS V garis midclavicula kiri


: batas atas : ICS II garis parasternal kiri
batas kanan: ICS IV garis parasternal kanan
batas kiri : ICS IV garis midclavicula kiri
: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
: perut datar
: bising usus (+)
: supel,turgor kulit normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien

tidak teraba membesar


Perkusi
: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok (-)

h. Ekstrmitas
i. Kulit

: akral hangat (+/+), sianosis (-)


: sawo matang, turgor baik, ruam (-)

Refleks Fisiologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Bisep
Trisep
Patela
Achiles

Kanan

Kiri

+
+
+
+

+
+
+
+

Kanan

Kiri

Refleks Patologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Klonus patella
Klonus achilles
:Brudzinski I : Brudzinski II : Kernig
:Laseq
:-

Tanda
Rangsang
Meningeal
Kaku kuduk

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Tanggal
22/6/15

Nama test
Darah lengkap
- LED
- Leukosit

Hasil

Nilai rujukan

55
15,6 ribu/l

0-10
5-10
9

Hitung jenis
o Basofil
o Eosinofil
o Batang
o Segmen
o Limfosit
o Monosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Index eritrosit
o MCV
o MCH
o MCHC
Trombosit

0%
0%
0%
66 %
26 %
8%
4,76 juta/L
11,3 g/dL
33,1 %

<1
1-3
2-6
52-70
20-40
2-8
4-5
11-14,5
37-47

69,6 fL
23,8 pg
34,1 %
435 ribu/l

75-87
24-30
31-37
150-400

Foto Thorax
(tidak dibawa ibu pasien)
III.

RESUME
a) Anamnesis
Pasien seorang perempuan, 5 tahun, datang ke poli anak RSUD Kota Bekasi
dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu. Batuk disertai dahak, namun dahak
tidak dapat keluar. Pasien sempat demam naik turun selama seminggu pada awal
gejala batuk muncul. Demam naik pada saat sore atau malam hari. Ibu pasien
memberi sanmol, demam kemudian turun, namun beberapa jam kemudian akan naik
lagi. Sudah 3 kali pasien dibawa berobat ke klinik dan didiagnosis sakit radang
tenggorokan, diberi obat, namun penyakit pasien tidak kunjung sembuh.
b) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum/ kesadaran

: tampak sakit sedang/ compos mentis

Antropometri

Berat badan
: 13,5 kg
Tinggi badan
: 111 cm
Status gizi
: Gizi buruk
Status generalisata pasien dalam batas normal
c) Pemeriksaan laboratorium
LED meningkat
Leukositosis
Eosinofil dan netrofil batang menurun
Hematokrit menurun
MCV dan MCH menurun
Trombositosis
IV. DIAGNOSIS KERJA
10

Tb paru
V. DIAGNOSIS BANDING
VI. PENATALAKSANAAN
- Puyer 3x 1, terdiri dari:
Eprexal tab
Cetirizin 1/3 tab
Lasal 0,5 mg
Trilac 1/3 tab
- L-zink syrup 1 x 1 Cth
- OAT: Regimen 2 RHZ + 4 RH
Rifampisin 300 mg
INH 200 mg
Pirazinamid 600 mg
Vitamin B6 20 mg

VII.

ANALISA KASUS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


11

penunjang. Dari anamnesis, diketahui pasien mengeluhkan batuk yang lebih dari 2 bulan serta
demam selama 2 minggu yang tidak diketahui penyebabnya. Pada pemeriksaan fisik, status
generalisata dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium didapatkan
peningkatan LED yang biasa terjadi pada proses aktif Tb, serta leukositosis

yang

menandakan terbentuknya pertahanan tubuh untuk melawan infeksi yang sedang terjadi.
Hasil rontgen thoraks tidak dibawa oleh ibu pasien namun dikatakan bahwa kesan rontgen
tersebut adalah Tb paru. Pasien juga sudah dilakukan tes mantoux dan hasilnya positif.
Pada pasien anak, penegakkan diagnosis tuberkulosis paru dapat dilakukan skoring
TB. Sesuai dengan literatur, kita dapat screening pasien TB anak dengan melakukan
pemeriksaan pada anak yang kontak erat (tinggal serumah) dengna pasien TB menular, yaitu
pasien dengan sputum BTA positif yang umumnya pada pasien TB dewasa. Dapat juga kita
curigai TB dari anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
Gejala sistemik TB yang ditemukan pada pasien ini adalah demam lama (>2 mg) tanpa sebab
yang jelas. Keringat malam. Batuk lama >3 minggu dan tidak mereda walaupun mendapatkan
obat batuk,nafsu makan pasien pun berkurang.
Pada skoring TB pasien ini, kontak TB mendapat skor 3 kakak pertama pasien
memiliki riwayat Tb dan sudah menjalankan pengobatan selama 6 bulan. Uji tuberkulin
(Mantoux) positif dengan indurasi 16 mm mendapat skor 3. Berat badan pasien dibagi usia <
80%, mendapat skor 1. Pasien juga mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya
selama 3 minggu, mendapatkan skor 1. Pasien juga batuk lebih dari 3 minggu, pasien
mendapatkan skor 1. Tidak didapatkan pembesaran kelenjar di leher, ketiak ataupun di
inguinal pasien, skor 0. Tidak didapatkan pembengkakan tulang, skor 0. Foto thorax pasien
dikatakan ibu pasien terdapat gambaran Tb paru, skor 1. Total skoring pasien adalah
3+3+1+1+1+0+0+1=10. Dikarenakan skoring pasien lebih dari 6, sesuai dengan literatur,
ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT selama 2 bulan, lalu dilihat respon
pasien. Apabila responnya baik yaitu perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak
tersebut pada saat diagnosis, terapi dilanjutkan. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2
tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan
faktor penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB
MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien.
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
12

diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder). Pasien ini walaupun ibunya menderita TB sejak 2013 dan
didiagnosa TB sejak Mei 2014 belum pernah diperiksakan sebelumnya dan belum pernah
mendapatkan profilaksis primer.
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah obat TB diberikan dalam
paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi dan didukung dengan pemberian gizi
yang adekuat.
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:

Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan minimal 3
macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya

penyakit.
Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit.Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT
pada anak diberikan setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang
lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.
Pada pasien ini diberikan Rifampicin 300mg, INH 200mg, Pirazinamid 600mg, B6 20

mg. Terapi nonmedikamentosanya adalah memonitor adherence obat TB pasien dan


meningkatkan status gizi pasien.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
13

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang umum dan sering


mematikan yang disebabkan oleh mikobakterium, biasanya Mycobacterium
tuberculosis pada manusia. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi juga
dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh. Hal ini menyebar melalui udara, ketika
orang yang memiliki penyakit batuk, bersin, atau meludah. Kebanyakan infeksi pada
manusia dalam hasil infeksi, asimtomatik laten, dan sekitar satu dari sepuluh infeksi
laten pada akhirnya berkembang menjadi penyakit aktif, yang jika dibiarkan tidak
diobati membunuh lebih dari setengah dari korban.(2)
2. Epidemiologi
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 4050% dari jumlah seluruh
populasi. Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun. 200 anak di
dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat
TB. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik
yang child-friendly dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB
anak. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan
yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan
memberikan peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun
2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan
variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB
anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan
dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada
kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus
BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.(3)
3. Etiologi
Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan
Mycobacterium africanum. Basil tuberkel adalah batang lengkung, gram positif
lemah, pleomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 m.
Mereka dapat tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang
14

diwarnai atau media biakan. Mereka merupakan aerob obligat yang tumbuh pada
media sintetis yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium
sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41C,
menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi.
Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukkannya adalah 12-24 jam.
Isolasi dari spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6
minggu dan uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun
pertumbuhan dapat dideteksi dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif.(2,4)

Gambar 1. Cara penularan Tb melalui droplet


4. Faktor resiko
Terbagi atas faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi
penyakit ( resiko penyakit ).
1) Resiko Infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki
kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat
intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat. Faktor resiko infeksi TB
pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius.
Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki resiko tinggi
15

terinfeksi TB. Semakin dekat bayi tersebut dengan ibunya, makin besar pula
kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik ( droplet nuclei ) yang infeksius.
Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi
jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat
luas pada lobus atas atau kavitas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif
dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara
yang tidak baik.
2) Resiko Penyakit TB
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit TB.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi
sakit TB. Faktor Resiko pertama adalah usia. Anak 5 tahun mempunyai resiko lebih
besar untuk mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mingkin karena imunitas
selulernya belum berkembang sempurna. Resiko sakit TB ini akan berkurang sesuai
dengan bertambahnya usia.
Umur saat infeksi
Tidak sakit
TB paru
TB diseminata
Primer (tahun)
(milier,meningitis)
<1
50%
30-40%
10-20%
1-2
75-80%
10-20%
2-5%
2-5
95%
5%
0,5%
5-1
98%
2%
<0,5
>10
80-90%
10-20%
<0,5%
Tabel 1. Resiko sakit tuberculosis pada anak yang terinfeksi Tuberkulosis
Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun
terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromais, keganasan, transplantasi organ,
pengobatan immunosupresi, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan silikosis.
Faktor yang tidak kalah penting pada epidemiologi TB adalah status ekonomi yang
rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan
yang rendah.(2)

5. Patogenesis

16

Bagan 1. Patogenesis Tb
Paru merupakan port dentree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei ) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme immunologik nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak,
akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk
koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut
fokus primer Ghon.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Kompleks primer merupakan gabungan antara
17

fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe
yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada penyakit lain yaitu waktu yang diperlukan mulai
dari masuknya kuman hingga timbulnya gejala. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung
dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa
inkubasi tersebut kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang
cukup untuk merangsang respon imunitas seluler. Selama minggu-minggu awal infeksi,
terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai ditandai dengan terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB
telah terbentuk. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jarinagn paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan encapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan meyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adlah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenis spread). Melalui cara ini, kuman
TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan
gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh.
Organ yang biasanya dituju adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya
otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan
18

bereplikasi dan membentuk kolini kuman sebelum terbentuknya imunitas seluler yang
akan membatasi pertumbuhannya. Setelah dibatasi oleh imunitas seluler, kuman tetap
hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini tidak langsung berlanjut menjadi penyakit tetapi
berpotensi menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai fokus Simon.
Bentuk penyebaran hematogen lain adalah penyebarab hematogenik generalisata
akut ( acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman
TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata yang
timbul 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi
adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus
perkijuan menyebar ke saluran vaskuler di dekatnya sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar dalam darah .(2)
6. Diagnosis
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. Tuberculosis pada
pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada
biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal,
yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jumlah
kuman TB disekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi
kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru
bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa.
Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5000
kuman dalam 1 ml dahak.(4)
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak,
walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan
lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus dilakukan oleh petugas
yang berpengalaman. Cara ini tidak menyenangkan bagi pasien. Dahak yang representatif
untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen,
berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.(4)
Karena berbagai alasan diatas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan
klinis dan radiologis yang keduanya sering kali tidak spesifik. Kadang-kadang Tb
anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa disekitarnya.(4)
19

Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :


1) Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau
sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah terutama
pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi
pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan kontak erat ini akan diuraikan secara lebih
rinci dalam pembahasan pada bab profilaksis TB pada anak.
2) Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling
sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala
sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB
pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit selain TB. Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
-

Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang
baik.

Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya
tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak
apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.

Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.

Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure
to thrive).

Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.(3)
20

Sistem skoring Tb
Berdasarkan keterangan sebelumnya bahwa mendiagnosis TB anak sulit
dilakukan karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan
TB anak oleh beberapa pakar. Kesepakatan ini dibuat untuk memudahkan penanganan
TB anak secara luas, terutama di daerah perifer atau pada fasilitas kesehatan yang
kurang memadai.(5)

Tabel 2. Skoring Tb pada anak


Saat ini beberapa teknologi baru telah didukung oleh WHO untuk meningkatkan
ketepatan diagnosis TB anak, diantaranya pemeriksaan biakan dengan metode cepat yaitu
21

penggunaan metode cair, molekular (LPA=Line Probe Assay) dan NAAT=Nucleic Acid
Amplification Test) (misalnya Xpert MTB/RIF). Metode ini masih terbatas digunakan di
semua negara karena membutuhkan biaya mahal dan persyaratan laboratorium tertentu.
WHO mendukung Xpert MTB/RIF pada tahun 2010 dan telah mengeluarkan
rekomendasi pada tahun 2011 untuk menggunakan Xpert MTB/RIF. Update rekomendasi
WHO tahun 2013 menyatakan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dapat digunakan untuk
mendiagnosis TB MDR pada anak, dan dapat digunakan untuk mendiagnosis TB pada
anak ada beberapa kondisi tertentu yaitu tersedianya teknologi ini. Saat ini data tentang
penggunaan Xpert MTB/RIF masih terbatas yaitu menunjukkan hasil yang lebih baik dari
pemeriksaan mikrokopis, tetapi sensitivitasnya masih lebih rendah dari pemeriksaan
biakan dan diagnosis klinis, selain itu hasil Xpert MTB/RIF yang negatif tidak selalu
menunjukkan anak tidak sakit TB.(3)
Cara Mendapatkan sampel pada Anak:
1) Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan dahak mikroskopis, terutama bagi anak yang mampu mengeluarkan
dahak. Kemungkinan mendapatkan hasil positif lebih tinggi pada anak >5 tahun.
2) Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada anak yang
tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan selama 3 hari
berturut-turut pada pagi hari.
3) Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur,
dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila
menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat jalan,
tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk melaksanakan
metode ini.(3)
Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB
pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji
22

tuberkulin/mantoux test. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD
RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute Denmark produksi dari Biofarma. Namun uji
tuberkulin belum tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto
toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai
pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum,
gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut:
a.

Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya


selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)

b.

Konsolidasi segmental/lobar

c.

Efusi pleura

d.

Milier

e.

Atelektasis

f.

Kavitas

g.

Kalsifikasi dengan infiltrat

h.

Tuberkuloma.(3)

7. Tatalaksana
Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di
pisahkan antara pemberian medikamentosa, penataan gizi, dan linkungan sekitarnya.
Pemberian medikamentosa tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat atau kepada orang tua penderita tentang pentingnya minum obat secara
teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, serta pengawasan terhadap jadwal
pemberian obat, keykinan bahwa obat di minum, dsb.(1)

23

Bagan 2. Algoritma tatalaksana Tb pada anak


1) Medika mentosa
Obat TB utama ( first line) saat ini adalah rifampisisn, INH, pirazinamid,
etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah PAS, viomisisn,
sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kpriomisisn, yang digunakan jika terjdi
multridrug resistance (MDR). Rifampisisn dan INH merupakan obat pilihan
utama dan di tambah dengan pirazinamid. Etambutol dan streptomisin.
Isoniozid (INH)
- Bakterisid dan bakterostatik
- Efektif pada intrasel dan ekstrael kuman
- Dapat melalui LCS, cairan pleura, asites, ASI
- Dosis 5-15 mg/kg/hari, maks 300 mg/hari, 1x pemberian bila diberikan
-

bersama rifampisin dosis maks 10 mg/kg/hari


Efek toksik:hepatotoksik dan neuritis perifer.INH tidak dilanjutkan bila
kadar SGOT/SGPT > 3x normal atau manifestasi klinis hepatitis(kuning,

mual, muntah, sakit perut)


INH di metabolisme malalui asetilasi di hati.
24

Pirazinamid
- Bakterisid intrasel pada suasana asam
- Dapat melalui LCS, cairan dan jaringan tubuh
- efek samping; hepatotoksik, anoreksia, iritasi saluran cerna
- Dosis 15-30 mg/kg/hari, maks 2 gram/hari
Etambutol
- Jarang diberikan pada anak, karena toksik pada mata
- EMB tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaan
penglihatan
- EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan resisten obat lain
- dosis 15-20 mg/kg/hari, maks 1,25 gram/hari, dosis tunggal
Streptomisin
- Bakterisid dan bakterostatik kuman ekstrasel pada keadaan basa atau netral
- Jarang digunakan, namun penting pada resisten obat
- Dosis 15-40 mg/kg/hari, maks 1 gram/hari,IM
- Sangat baik melewati selaput otak yang meradang, namun tidak dapat
-

Nama obat

melewati selaput otak yang tidak meradang


Efek toksik:gangguan tinitus dan pusing.KI pada wanita hamil

Isoniazid

Dosis harian
(mg)kg)hr)
5-15

Dosis maksimal
(mg)kg)hr)
300

Rifampisin

10-20

600

Pirazinamid

Etambutol

steptomicin

15-30

15-20

2000

1250

15-40
1000

Efek samping
Hepatitis,neuritis
perifer,hipersensit
ifitas.
Gastrointestinal,
reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopeni,
peningkatan
enzim hati, cairan
tubuh berwarna
merah oranye
kemerahan.
Toksisitas hepar,
atralgia,
gastrointestinal.
Neuritis optic,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah
hijau,
hipersensitivitas,
gastrointestinal.
25

Ototoksik,
nfrotoksik.
Tabel 3. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya
* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10mg/kgBB/hari.
** Rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavaibilitas rifampisin
Panduan obat TB
- Prinsip dasar pengobatan TB : minimal 2 macam obat, 6-12 bulan
- Pengobatan dibagi dalam 2 fase :
- Fase intensif (2 bulan pertama); RHZ
- Fase lanjutan;RH
- Pada TB berat (pulmonal/ekstrapulmonal);TB milier, Meningitis TB, TB

tulang dan lain-lain:


Fase intensif minimal 4 macam obat; (RHZE/S)
Fase lanjutan; RH selama 10 bulan
Diberikan kortikosteroid (prednison) 1-2 mg/kg/hari, dibagi 3 dosis selama 2-4
minggu dosis penuh, dilanjutkan tappering off 2-4 mgg.

Fixed Dose Combination (FDC)


Untuk megatasi masalah ketidakpatuhan pasien untuk meminum obat maka
dibuat suatu sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan.
Keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan adalah sebagai berikut :

Meyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep

Meningkatkan penerimaan dan kepatuhan pasien

Memungkinkan petugas kesehatan memberikan pengobatan standar dengan


tepat

Mempermudah pengelolaan obat

Mengurangi kesalahan penggunaan obat TB

Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan terjadinya kekambuhan

Pengawasan minum obat menjadi lebih mudah dan cepat

Mempermudah penentuan dosis berdasarkan berat badan.

Berat badan
(kg)
5-9

2 bulan
4 bulan
RHZ (75/50/150 mg) RH (75/50 mg)
1 tablet
1 tablet

10-19

2 tablet

2 tablet

20-32

4 tablet

4 tablet

26

Tabel 4. Dosis kombinasi TB pada anak


Catatan
Bila BB > 33 kg dosis disesuaikan dengan tabel 7 (perhatikan dosis maksimal)
Bila BB < 5 kg sebaikny di rujuk ke RS
Obat harus diberikan secara utuh.
Evaluasi Hasil Pengobatan
- Dilakukan setelah 2 bulan
- Apabila respons baik; gejala klinis hilang, BB naik, obat diteruskan
- Apabila respons kurang baik; gejala masih ada, BB tetap, OAT terus sambil
merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsulen paru anak
Evaluasi Efek samping pengobatan
- Efek samping jarang terjadi bial dosis INH tidak > 10 mg/kg/hari dan
-

rifampisin tidak > 15 mg/kg/hari


Hepatotoksisitas; SGOT/SGPT 5X normal
Bilirubin total > 1,5 mg/dl
Peningkatan SGOT/SGPT berapapun, disertai anoreksia, ikterus, nausea,
muntah
Bila peningkatan enzim transaminase >5x, OAT stop
Cek ulang setelah 1 minggu penghentian

OAT Nilai laboratorium normal

Multi-Drug Resistant (MDR-TB)


- MDR-TB:M.tbc yang resisten terhadap 2 atau lebih OAT biasanya INH dan
-

Rifampisin
Penyebab:

Pemakaian obat tunggal

Pencampuran obat yang tidak dilakukan secara benar

Kurangnya kepatuhan minum obat.(1)

2) Non medika mentosa


Pemantauan pengobatan pasien TB Anak
Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat
kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase
lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon
pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila
27

gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka
pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon
pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi
pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya
digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.(3)
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto
toraks. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk
pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan
memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan
perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka
pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.(3)
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan
dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB
BTA pos.
Efek Samping pengobatan TB Anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan
piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat diberikan
vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari
direkomendasikan diberikan pada:
Bayi yang mendapat ASI eksklusif
Pasien gizi buruk
Anak dengan HIV positif
Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak mengacu pada buku
Pedoman Nasional Pengendalian TB.(3)
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
28

Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab


kegagalan terapi:
Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase
lanjutan dan menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari awal.
Jika anak tidak minum obat benar menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan
dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan sistem
skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak diklasifikasikan sebagai
kasus Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak
dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.(3)
8. Pencegahan
1) BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi
sebesar 0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot
deltoid kanan. Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya
dilakukan uji tuberculin lebih dulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG
berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak
pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi. BCG efektif untuk mencegah
milier, meningitis dan spondilitis TB pada anak. BCG memberikan perlindugan
terhadap milier TB, meningitis TB, TB tulang dan sendi dan kavitas sedikitnya
75%. BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya
40%. BCG relative aman, jarang ada efek samping serius, yang sering ditemukan
ulserasi local dan limfadenitis. Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG:
defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar
2) Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB
pada anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi
sehingga anak tidak sakit.Pada kemoprofilaksis primer diberikan INH dengan
dosis 5-10 mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB
menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji

29

tuberkulin negative).Obat dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi
dan anak ternyata tetap tidak infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi
belum sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis, dan radiologis
normal.Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita,
menderita morbili, varisela dan pertusis mendapat obat imunosupresif yang
lama(sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja dan infeksi TB paru, konversi uji
tuberculin dalam waktu kurang dari 12 bulan.

BAB IV
KESIMPULAN

Tata laksana TB yang ada pada program nasional saat ini baru untuk orang
dewasa saja, sedangkan angka TB dengan sputum BTA positif pada anak-anak
diperkirakan masih tinggi di masyarakat. Angka perawatan TB berat (TB milier,
meningitis TB, TB paru berat dll) di berbagai rumah sakit juga masih tinggi. Angka
kejadian dan prevalensi TB anak di Indonesia belum ada. Hal ini karena sulitnya
diagnosis TB anak. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka
kejadian dan prevalensi TB anak.
Dikarenakan mendiagnosis TB anak sulit dilakukan karena gejalanya tidak
khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan TB anak oleh beberapa pakar yaitu
melalui sistem skoring TB. Pada kasus ini, skoring TB pasien bernilai 9, sehingga
harus diberikan pengobatan OAT sesegera mungkin.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita. Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak 2005. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI.
2. Nastiti N Rahardjo, Bambang, Darmawan, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2011.
3. Aditama TY, Slamet. Petunjuk Teknis Menejemen TB Anak. Available at:
http://spiritia.or.id/dokumen/juknis-tbanak2013.pdf. Accessed on July 1st, 2015
4. Depkes.

Diagnosis

dan

Tatalaksana

Tuberkulosis

Anak.

Available

at:

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/723/4/BK2008-G49.pdf.
Accessed on July 1st, 2015

31

You might also like