Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
retrovirus
yaitu kelompok
mempunyai enzim reverse transcriptase, enzim yang dapat mensintesis kopi DNA
dari genon RNA. Virus ini masuk dalam sub familia lentivirus berdasarkan
kesamaan segmen genon, morfologi dan siklus hidupnya. Sub familia lentivirus
mempunyai sifat dapat menyebabkan infeksi laten, mempunyai efek sitopatik yang
cepat, perkembangan penyakit lama dan dapat fatal.1
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel
darah putih dan menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). AIDS
adalah penyakit fatal yang merupakan stadium lanjut dari infeksi HIV. Infeksi oleh
HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik. Gejala umum yang sering terjadi pada
anak adalah diare berkepanjangan, sering mengalami infeksi atau demam lama,
tumbuh jamur di mulut, badan semakin kurus dan berat badan terus turun. Serta
gangguan sistem dan fungsi organ tubuh lainnya yang berlangsung kronis atau lama.
Secara primer HIV dan AIDS terjadi pada dewasa muda, tapi jumlah anak-anak dan
remaja yang terkena semakin bertambah jumlahnya.1
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
Nama Mahasiswa : Yasmine Salida
NIM
Tanda tangan
: 030.10.279
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I.
IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan
Pasien
Ayah
An. M
Tn. F
3 tahun
36 tahun
Laki-laki
Laki-laki
Perumahan ALINDA 1 Blok F3 NO. 14
Islam
Islam
Sunda
Sunda
SMA
Pelaut
Hubungan dengan
Ibu
Almh. Ny. D
26 tahun
Perempuan
Islam
Sunda
SMA
Ibu Rumah Tangga
-
kandung
23 Juni 2015
II. ANAMNESIS
Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada kakek pasien pada hari Selasa, 23 Juni
2015.
a.
Keluhan Utama :
Pasien datang kontrol rutin ke Poli Anak RSUD Kota Bekasi.
b. Keluhan Tambahan :
Terdapat bentol-bentol berisi cairan di kedua telapak tangan.
c.
Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUD kota Bekasi untuk melakukan kontrol
rutin penyakit HIV. Kakek pasien mengatakan bahwa di kedua telapak tangan
pasien sekarang mengeluhkan terdapat bentol-bentol berisi cairan dan terasa
gatal. Kakek mengaku telah berobat ke dokter Spesialis Kulit dan Kelamin,
dan diberi obat sehingga keluhan sudah berkurang, dokter Spesialis tersebut
mengatakan bahwa bentol tersebut akibat dari kutu kasur. Kakek pasien juga
mengaku bahwa pasien sering mengalami diare. Batuk, pilek, dan demam
disangkal. Sesak nafas(-), berat badan yang menurun (-). Ayah pasien HIV +.
Umur
-
Penyakit
Difteria
Diare
Umur
+
Penyakit
Jantung
Ginjal
Umur
-
Darah
Radang paru
Tuberkulosis
Sejak berusia
paru
1 tahun, dan
Sejak berusia 1
bulan
sering
mengalami
diare
DBD
Thypoid
Otitis
Kejang
Gastritis
Varicela
berkepanjangan
-
kurang lebih
1 tahun yang
lalu
sudah
dinyatakan
Parotis
e.
Operasi
Morbili
sembuh.
-
kakek pasien, ibu pasien telah meninggal dunia pada bulan Desember 2012
dikarenakan penyakit lupus dan dicurigai memiliki penyakit HIV juga, namun
tidak sempat memeriksakannya. Pasien merupakan pasien rujukan dari
Puskesmas Kaliabang Tengah, datang dengan membawa lembar hasil VCT
(reaktif). Pasien dinyatakan memiliki penyakit HIV + pada 1 bulan setelah
Ayahnya dinyatakan HIV +, yaitu pada bulan Juni 2010.
Ayah pasien merupakan seorang pelaut yang jarang pulang ke rumah, dan
kakek pasien juga tidak menyangkal mengenai Ayah pasien yang pernah
berhubungan seksual dengan perempuan lain. Tidak ada riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, asma dan alergi obat dan makanan pada keluarga.
KEHAMILAN
sekali.
Tempat kelahiran
Rumah sakit
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Bidan
Spontan
9 bulan 10 hari
Kakek
pasien
KELAHIRAN
tidak
data)
Tidak ada kelainan bawaan
:-
Psikomotor
Tengkurap
:-
Duduk
:-
Berat badan
: 12 g
Tinggi badan : 95 cm
4
h. Riwayat Makanan
Umur (bulan)
ASI/PASI
Buah/biscuit
Bubur susu
Nasi tim
0-2
+/2-4
+/4-6
-/+
6-7
-/+
+
8-10
-/+
+
+
10-12
-/+
+
+
+
Kesan : Pasien selalu minum ASI sampai umur 4 bulan ini, dan pasien mulai
mengkonsumsi susu formula sejak berumur 4 bulan lebih.
i. Riwayat Imunisasi :
Vaksin
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B
Dasar (umur)
Lahir
2 bln
Ulangan (umur)
4 bln
6 bln
Lahi
r
Kesan : Pasien hanya mendapatkan Imunisasi lengkap pada vaksin Polio saja.
j.
Riwayat Keluarga :
Ayah
Ibu
Anak
Anak
Pasien
Nama
Perkawinan
Tn. F
Pertama
Almh. Ny. D
Pertama
pertama
An. R
-
kedua
An. N
-
An. M
-
ke
Umur
36 tahun
Meninggal
8 tahun
4 tahun
3 tahun
Baik
Baik
Baik.
dunia
Keadaan
Sering
kesehatan
berkepanjangan
dikarenkan
Dalam
.
Dalam
pengobata
5
pengobatan
dicurigai
ARV
memiliki
penyakit
n ARV
HIV
k.
terbuat dari genteng, dan ventilasi cukup. Menurut pengakuan kakek pasien, keadaan
lingkungan rumah padat, ventilasi, dan pencahayaan baik. Sumber air bersih berasal
dari PAM.
III.PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum/ kesadaran
b. Tanda Vital
- Frekuensi nadi
- Frekuensi pernapasan
- Suhu tubuh
c. Data antropometri
- Berat badan
- Tinggi badan
d. Kepala
- Bentuk
- Rambut
Telinga
Hidung
e. Leher
f. Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
- Palpasi
-
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Ekstremitas
Kulit
Refleks Fisiologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Patologis
: perut datar
: bising usus (+)
- Palpasi
: supel,turgor kulit normal, nyeri tekan
(-), hepar dan lien tidak teraba membesar
: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok (-)
: akral hangat (+/+), sianosis (-)
: terdapat beberapa vesikel di kedua telapak tangan.
Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
+
+
Refleks
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Klonus patella
Klonus achilles
Kanan
Kiri
:::::-
Satuan
mm
ribu/uL
%
%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%
fL
Pg
%
ribu/uL
sel/uL
Satuan
10
LED
Leukosit
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segment
Limfosit
Monosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
15
12,5
0-10
5-10
mm
ribu/uL
0
3
2
30
60
5
5,40
12,8
37,5
<1
1-3
2-6
52-70
20-40
2-8
4-5
11-14,5
37-47
%
%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%
69,5
23,7
34,1
424
75-87
24-30
31-37
150-400
fL
Pg
%
ribu/uL
I
CD 4
CD 4 Abs
CD 4%
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Satuan
2432
42
410-1590
31-60
Sel/uL
%
47
60
<37
<41
U/L
U/L
22
0,40
20-40
0,5-1,3
mg/dL
mg/dL
V. RESUME
a)
Anamnesis
Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUD kota Bekasi untuk melakukan kontrol
rutin penyakit HIV. Kakek pasien mengatakan bahwa di kedua telapak tangan
pasien sekarang mengeluhkan terdapat bentol-bentol berisi cairan dan terasa
gatal. Kakek mengaku telah berobat ke dokter Spesialis Kulit dan Kelamin,
dan diberi obat sehingga keluhan sudah berkurang, dokter Spesialis tersebut
mengatakan bahwa bentol tersebut akibat dari kutu kasur. Kakek pasien juga
11
mengaku bahwa pasien sering mengalam diare. Batuk, pilek, dan demam
disangkal. Sesak nafas(-), berat badan yang menurun (-). Ayah pasien HIV +.
Menurut pengakuan kakek pasien, ibu pasien telah meninggal dunia pada
bulan Desember 2012 dikarenakan penyakit lupus dan dicurigai memiliki
penyakit HIV juga, namun tidak sempat memeriksakannya. Pasien merupakan
pasien rujukan dari Puskesmas Kaliabang Tengah, datang dengan membawa
lembar hasil VCT (reaktif). Pasien dinyatakan memiliki penyakit HIV + pada
1 bulan setelah Ayahnya dinyatakan HIV +, yaitu pada bulan Juli 2010. Pasien
merupakan tiga bersaudara, kedua kakak kandung pasien telah diperika HIV
juga, namun hasilnya negatif. Riwayat TB paru +.
b)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum/ kesadaran
Antropometri
c)
Berat badan
Tinggi badan
Kulit
: 12 kg
: 95,5 cm (keadaan gizi : baik)
: terdapat beberapa vesikel di kedua telapak tangan.
Pemeriksaan Penunjang
Satuan
mm
ribu/uL
%
%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%
fL
Pg
%
ribu/uL
12
Total Eosinofil
176
50-300
I
CD 4
CD 4 Abs
CD 4%
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
sel/uL
Satuan
mm
ribu/uL
%
%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%
fL
Pg
%
ribu/uL
Satuan
2432
42
410-1590
31-60
Sel/uL
%
47
60
<37
<41
U/L
U/L
22
0,40
20-40
0,5-1,3
mg/dL
mg/dL
13
VCT Reaktif
VI. DIAGNOSIS
a.
HIV + stadium 3
b.
Skabies pada kedua telapak tangan.
VII. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Edukasi kepada orang tua/orang tua asuh (keluarga terdekat) tentang
penyakit yang diderita
b. Medikamentosa
D4TFDC (Junior) 2-0-2
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Dubia ad malam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad malam
14
BAB III
ANALISIS KASUS
15
4.
Riwayat TB paru +.
Antropometri
Berat badan
Tinggi badan
Kulit
: 12 kg
: 95,5 cm (keadaan gizi baik)
: terdapat beberapa vesikel di kedua telapak
tangan.
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan
gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama,
rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur,
herpes, dan timbulnya kelainan-kelainan kulit.1
16
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (2 Januari 2013, pukul 10:17 wib)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED
50
0-10
Leukosit
21,7
5-10
Hitung Jenis
Basofil
0
<1
Eosinofil
3
1-3
Batang
3
2-6
Segment
38
52-70
Limfosit
53
20-40
Monosit
3
2-8
Eritrosit
4,91
4-5
Hemoglobin
9,6
11-14,5
Hematokrit
31,7
37-47
Index Eritrosit
MCV
64,5
75-87
MCH
19,5
24-30
MCHC
30,2
31-37
Trombosit
498
150-400
Total Eosinofil
176
50-300
Laboratorium (29 Juni 2013, pukul 09:59 wib)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED
15
0-10
Leukosit
12,5
5-10
Hitung Jenis
Basofil
0
<1
Eosinofil
3
1-3
Batang
2
2-6
Segment
30
52-70
Limfosit
60
20-40
Monosit
5
2-8
Eritrosit
5,40
4-5
Hemoglobin
12,8
11-14,5
Hematokrit
37,5
37-47
Index Eritrosit
MCV
69,5
75-87
MCH
23,7
24-30
MCHC
34,1
31-37
Trombosit
424
150-400
Satuan
mm
ribu/uL
%
%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%
fL
Pg
%
ribu/uL
sel/uL
Satuan
mm
ribu/uL
%
%
%
%
%
%
juta/uL
g/dL
%
fL
Pg
%
ribu/uL
IMUNOSEROLOG
I
CD 4
CD 4 Abs
CD 4%
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Hasil
Nilai normal
Satuan
2432
42
410-1590
31-60
Sel/uL
%
47
60
<37
<41
U/L
U/L
22
0,40
20-40
0,5-1,3
mg/dL
mg/dL
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang system
kekebalan
tubuh
manusia
dan
kemudian
menimbulkan
AIDS
(Acquired
2.2 EPIDEMIOLOGI
18
Pada tahun 2005, jumlah ODHA di seluruh dunia diperkirakan sekitar 40,3 juta orang
dan yang terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Jumlah ini terus bertambah dengan
kecepatan 15.000 pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia
Tenggara sendiri diperkirakan berjumlah sekitar 7,4 juta pada tahun 2005. Menurut
catatan Departemen Kesehatan, pada tahun 2005 terdapat 4.186 kasus AIDS.
dengan 305 di antaranya berasal dari Jawa Barat. Saat ini, dilaporkan adanya
pertambahan kasus baru setiap 2 jam, dan setiap hari minimal 1 pasien meninggal
karena AIDS di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan di Rumah Tahanan. Dan di
setiap propinsi ditemukan adanya ibu hamil dengan HIV dan anak yang HIV atau
AIDS.3
2.3 ETIOLOGI
Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus diketemukan oleh
Luc Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang
mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada
waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (national
Institute of Health, USA 1984) menemukan Virus HTLV-III (Human T Lymphotropic
Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan
bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International
Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO member nama resmi HIV. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS,
disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic. HIV-2
dianggap kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan, kedua
virus itu disebut sebagai HIV saja.3
19
20
HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. Untuk masuk
ke dalam sel, virus ini berikatan dengan receptor (CD4) yang ada di permukaan sel.
Artinya, virus ini hanya akan menginfeksi sel yang memiliki receptor CD4 pada
permukaannya. Karena biasanya yang diserang adalah sel T lymphosit (sel yang
berperan dalam sistem imun tubuh), maka sel yang diinfeksi oleh HIV adalah sel T
yang mengekspresikan CD4 di permukaannya (CD4+ T cell).
Setelah berikatan dengan receptor, virus berfusi dengan sel (fusion) dan
kemudian melepaskan genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami proses
21
reverse transcription, yaitu proses perubahan RNA menjadi DNA. Proses ini
dilakukan oleh enzim reverse transcriptase. Proses sampai step ini hampir sama
dengan beberapa virus RNA lainnya. Yang menjadi ciri khas dari retrovirus ini adalah
DNA yang terbentuk kemudian bergabung dengan DNA genom dari sel yang
diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi (integration). Proses ini dilakukan oleh
enzim integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus yang terintegrasi ke
dalam genom sel dinamakan provirus.
Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami proses
replikasi sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel menjalankan
proses replikasi secara otomatis genom virus akan ikut bereplikasi. Dalam kondisi ini
virus bisa memproteksi diri dari serangan sistem imun tubuh dan sekaligus
memungkinkan manusia terinfeksi virus seumur hidup (a life long infection).
Spesifikasi HIV terhadap CD4+ T cell ini membuat virus ini bisa digunakan
sebagai vektor untuk pengobatan gen (gene therapy) yang efisien bagi pasien
HIV/AIDS. Soalnya, vektor HIV yang membawa gen anti-HIV hanya akan masuk ke
dalam sel yang sudah dan akan diinfeksi oleh virus HIV itu sendiri. Limfosit CD4+
merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai
afinitas terhadap
22
Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional.
Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah
inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat di
deteksi dengan hibridisasi in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV
dideteksi 7-21 hari setelah infeksi . Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di
kelenjar getah bening berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel
yang mengekspresikan virus di jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan
di hubungkan sementara dengan pembentukan respon imun spesifik. Koinsiden
dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel limfosit CD8. Walaupun
demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon sel limfosit CD8+ menyebabkan
23
kontrol optimal terhadap replikasi HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan steadystate beberapa bulan setelah infeksi . Kondisi ini bertahan relatif stabil selam
beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat
replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu,
adalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas intrinsik pejamu.
Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun
secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun
sampai ke level steady state. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas
netralisasi yang kuat melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan
virus.1,3
berupa demam, rasa letih, sakit sendi, sakit menelan dan pembengkakan kelenjar getah
bening di bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala ini biasanya sembuh sendiri
dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala.
Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare
berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan
pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan
terjadi penurunan berat badan secara cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1
bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau terus menerus.
Tanda-tanda seorang tertular HIV Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang
bisa menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV
sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai
masa yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa
seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila
seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan
menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi
adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan karena tubuh kita membutuhkan
waktu sekitar 3 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan dideteksi
oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela) . Dalam
masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya
(walau pun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV
melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi.
Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah
sampai pada tahapan AIDS adalah:
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat
Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :
masa jendela
Masa tanpa gejala, yaitu waktu (5 - 7 tahun) dimana tes
darah sudah menunjukkan adanya anti bodi HIV dalam
darah, artinya positif HIV, namun pada masa ini tidak
timbul gejala yang menunjukkan orang tersebut
Tahapan Klinis
27
Stadium 1.
Stadium 2.
Dermatitis seboroik
Keilitis angularis
Infeksi virus human papiloma yang luar atau moluskum kontagiosum (>5%
area tubuh)
Luka di mulut atau sariawan yang berulang (2 atau lebih episode dalam 6
bulan)
Herpes zoster
Infeksi respiratorik bagian atas kronik atau berulang (2 atau lebih dalam 6
bulan)
Stadium 3.
Gizi kurang yang tidak dapat dijelaskan dan tidak bereaksi terhadap
pengobatan baku
Tuberculosis paru
Pneumonia bacteria berat yang berulang (2 atau lebih episode dama 6 bulan)
LIP simtomatik.
28
Stadium 4.
Sangat kurus yang tidak dapat dijelaskan atau gizi buruk yang tidak bereaksi
Pneumonia pneumosistis
Dicurigai infeksi bakteri berat atau berulang (2 atau lebih episode demam dlm
1 tahun)
Infeksi herpes simpleks kronik (orolabial atau kutaneuous selama > bulan
Sarcoma Kaposi
Kandidiasis esophagus
Anak <18 bulan denga simtomatik HIV seropositif dengan 2 atau lebih dari
hal berikut :
-
Oral trush, +/- pneumonia berat, +/- gagal tumbuh, +/- sepsis berat
Infeksi CMV retinitis atau pada organ lain dengan onset > 1 bulan
tersebut. Umumnya, orang dapat dibagi dalam dua kubu: mereka yang setuju dengan
tes secara sukarela dan mereka yang mengusulkan tes wajib. Gagasan wajib
melakukan tes ditolak oleh sebagian besar negara akibat biaya dan masalah logistik
yang terkait.3 Tiga negara yang mewajibkan tes adalah Kuba (75 persen warga dites),
Bulgaria (45 persen dites) dan bekas Uni Soviet (30 persen).
Karena HIV tidak ditularkan melalui hubungan biasa sehari-hari (yaitu, bukan
virus yang diangkut udara) tetapi melalui perilaku tertentu, tes wajib untuk seluruh
penduduk dilihat sangat mahal, secara ilmiah tidak dapat dibenarkan, dan dapat
menimbulkan perlakuan tidak adil. Di negara lain, kelompok tertentu dijadikan
sasaran, sering kali tanpa persetujuan dari yang bersangkutan. Kelompok ini
mencakup narapidana, pekerja seks, pengguna narkoba dalam tempat pemulihan, dan
wanita hamil.
Penolakan terhadap tes HIV berarti program harus mengembangkan strategi
untuk membujuk orang yang berisiko terinfeksi HIV untuk melakukan tes HIV karena
akan bermanfaat untuk mereka.
Orang yang mengusulkan tes sukarela secara luas menganggap bahwa jika
seseorang mengetahui apakah ia terinfeksi HIV atau tidak akan menjadi unsure
penting dalam mendorong terjadinya perubahan. Berarti, orang dengan HIV akan
menerapkan penggunaan narkoba atau hubungan seks yang lebih aman untuk
melindungi pasangannya, dan orang yang memakai narkoba bersamanya. Untuk
mereka yang HIV-negatif, akan mendorong perubahan perilaku agar meyakinkan
bahwa mereka tidak tertular HIV di masa yang akan datang. Sebaliknya, ada yang
menganggap bahwa setiap orang yang menggunakan narkoba dengan jarum suntik dan
melakukan seks yang tidak aman harus mengubah perilakunya, terlepas apakah
mereka HIV-positif atau tidak. Karena pesannya sama, tes tidak dibutuhkan dan dapat
meningkatkan perlakuan tidak adil, stigmatisasi dan pengucilan. Daripada melakukan
tes secara massal, mereka mengusulkan program pendidikan massal sebagai gantinya.
Banyak negara di Asia melakukan gabungan antara tes wajib, tes sukarela dan
surveilans sentinel.
30
Tes HIV
Umumnya tes HIV dipakai dalam dua cara: untuk surveilans masyarakat
(surveilans sentinel) dan untuk diagnosis perorangan. Surveilans masyarakat biasanya
dilakukan dengan melakukan tes intensif (skrining) terhadap kelompok kunci dalam
masyarakat agar mengetahui luasnya penyebaran infeksi HIV. Ini dapat dilakukan
dengan mengadakan skrining HIV pada perempuan hamil atau pasien IMS, agar
mengetahui berapa yang terinfeksi HIV pada waktu tertentu: skrining ulangan di
kemudian hari dapat menunjukkan cepatnya HIV menyebar dalam masyarakat tertentu
itu. Orang yang dites dengan cara ini tidak diberitahukan hasil tesnya dan hasilnya
juga anonim (tanpa nama).
Tes perorangan adalah untuk mereka yang merasa mungkin telah terpajan oleh
HIV melalui praktek penyuntikan, seks yang berisiko, atau dari transfusi darah. Tes
seperti ini harus mencakup konseling prates dan pascates (untuk informasi lebih lanjut
lihat ini). Melakukan tes memungkinkan orang untuk mengubah perilakunya sehingga
mereka tidak menularkan virus itu (jika hasil tesnya positif) atau, jika hasil tes mereka
negatif, untuk meyakinkan mereka supaya tidak tertular virus ini di masa mendatang.
Tes juga bisa berarti bahwa orang mungkin mendapatkan saran-saran berkaitan dengan
kesehatan mereka, pengobatan untuk infeksi oportunistik seperti TB, dan informasi
tentang bagaimana mengurangi kemungkinan menularkan virus pada bayinya yang
belum lahir, saat melahirkan atau ketika menyusui.
HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua minggu
setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh
seseorang.
Risiko penularan akan lebih besar jika ibu memiliki kadar HIV yang tinggi pada
menjelang ataupun saat persalinan. Status kesehatan dan gizi ibu juga mempengaruhi
risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Ibu dengan sel CD4 yang rendah mempunyai
risiko penularan yang lebih besar, terlebih jika jumlah CD4 kurang dari 200.
Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama kehamilan serta kekurangan
vitamin dan mineral, maka risiko terkena berbagai penyakit infeksi juga meningkat.
Biasanya, jika ibu menderita infeksi menular seksual atau infeksi reproduksi lainnya
maupun malaria, maka kadar HIV akan meningkat.
Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika terdapat kadar
CD4 yang kurang dari 200 serta adanya masalah pada ibu seperti mastitis, abses, luka
di puting payudara. Risiko penularan HIV pasca persalinan menjadi meningkat bila
ibu terinfeksi HIV ketika sedang masa menyusui bayinya.
b.
Faktor bayi
1) Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah,
2) Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, Bayi yang
meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya
2. Faktor cara penularan
a.
Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi,
b.
c.
d.
e.
f.
2.8 PENCEGAHAN
Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan
penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka
Ada dua hal yang perlu diperhatikan:
1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau
pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar
2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian
dengan orang lain
Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang
tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan
penularan HIV)
Ada tiga cara:
1. Abstinensi (atau puasa, tidak melakukan hubungan seks)
2. Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia
kepada pasangannya
3. Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko, dianjurkan
melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom
Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko
dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada sendiri dan bayinya, sehingga
keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.
33
Pemberian terapi arv pada bayi yang lahir denga ibu HIV.
AZT 2X/hari sejak lahir hingga usia 4-6 minggu dosis 4 mg/kgBB/kali
34
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------POSTPARTUM
Nama generik
Zinovudin
Formulasi
Tablet:
(NRTIs)
300mg
Data farmakokinetik
Semua umur
240
3.
Lamivudin
Tablet:
(NRTIs)
150 mg
Kombinasi
Tablet:
tetap
300
Semua umur
plus
300
2x/hari.
<
30
mg/kg/dosis,
mg/m2/dosis,
2x/hari
dosis maksimal:
tahun,
2.
2x/hari
(profilaksis)
minggu 13 tahun: 180
>13
mg/dosis,
hari<
2x/hari
(profilaksis)
> 30 hari atau <60kg: 4
mg/kg/dosis. 2x/hari.
Dosis maksimal: 150
mg/dosis, 2x/hari.
Dosis maksimal: < 13 tahun
atau > 60 kg: 1 tablet/dosis,
2x/hari (tidak untuk berat badan
150
30 kg)
36
4.
Nevirapin
mg (3TC)
Tablet:
(NNRTIs)
200 mg
Semua umur
>
tahun:
120-150
mg/m2,
Dua minggu pertama, 1x/hari
5.
Efavirenz
Selanjutnya 2x/hari.
Hanya untuk anak
10-15 kg:
600mg
(NNRTIs)
Stavudin, d4T 30 mg
Semua umur
Abacavir
300 mg
mg
1x/sehari.
15 - <20 kg: 250 mg
1x/sehari.
20 - <25 kg: 300 mg
1x/hari
25 - <33 kg: 350 mg
1x/hari
33 - <40 kg: 400 mg
1x/hari
Dosis maksimal: > 40
2x/hari
30 kg atau lebih : 30
mg/dosis, 2x/hari
< 16 tahun atau < 37.5
(NRTIs)
7.
200
(NRTIs)
kg:
mg/kg.dosis,
2x/hari
Dosis maksimal:
>16
Tenofovir
Tablet:
disoproxil
300 mg
fumarat
9.
(NRTIs)
Tenofovir
emtricitabin
300
mg
37
Nama generik
Formulasi
.
1.
Data
Dosis
farmakokin
Lopinavir/
etik
Tablet tahan suhu 6 bulan
ritonavir (PI)
panas, 200 mg
Lopinavir + 50
dengan
mg ritonavir
tanpa
bila
dikombinasi
2.
Tenofovir
mg/lgBB/dosis lopinavir
Diberikan setiap 24 jam interaksi
Tablet: 300 mg
disoproxil
obat
dengan
ddl,
fumarat
tidak
lagi
(NRTIs)
Lamivudine(3TC)
Nevirapine
(NVP)
menurut WHO
Dosis/tablet (mg)
Paediatric FDC 12 12
Dosis/tablet (mg)
60
Dosis/tablet (mg)
-
dual
Paediatric FDC 12 12
60
100
tripel
38
BB
hari ke 1-14
setelah
minggu
Tab
pengobatan inisial
Tab dual Tab tripel Tab tripel Tabl dual Tab dual Kapsul
tripel am
pm
am
pm
am
pm
efavirens
pm
68.9 kg
9-12 kg
12-13.9
0.5
1
1
0.5
0.5
1
0.5
1
1
0.5
0.5
1
1
1
0.5
1
200 mg
200 mg
kg
14-16.9
1.5
1.5
1.5
200
mg
plus
50
mg
kg
17-19,9
1.5
1.5
1.5
mg
200
kg
20-24.9
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
plu 50 mg
200 mg
kg
plus 2x50
25-29.9
mg
200
kg
mg
plus 3x50
mg
Klinis
WHO stadium 1
Rekomendasi
CD4 < 350
39
Simtomatik
TB dan Hepatitis B
WHO stadium 2
WHO stadium 3 atau 4
TB aktif
Ibu hamil
bulan
CD4 berapa pun
Pilihan
Dewasa remaja
direkomendasikan
AZT atau TDF + 3TC atau Piliha regimen yang sesuai
Perempuan hamil
yang Catatan
gunakan FDC
Tidak boleh menggunakan
EFV pada trimester pertaa
TDF bisa merupakan pilihan
Pada perempuan HIV yang
pernah
menjalani
regimen
dibagian lain
AZT atau TDF + 3TC atau Mulailah terapi ARV secepat
FTC + EFV
TB
Gunakan MVP atau triple
NRTI bila EFV tidak dapat
Koinfeksi HIV/HBV
digunakan.
TDF + 3TC atau FTC + EFV Pertimbangkan
atau NVP
screening
penggunaan
Stadium klinis
Status imunologis
Semua diobati
Stadium 4 (setelah stabilisasi
IO)
Stadium 3 (setelah stabilisai
(OI)
Stadium 2
Stadium 1
Selain itu regimen lini pertama yang digunakan pada bayi dan anak adalah sebagai
berilut;
Bayi:
1. pada bayi yang belum terpapar terapi ARV, mulai terapi dengan NVP + 2
NRTI
2. Pada bayi sudah terpapar NVP atau NNTRI lain pada saat dikandungan atau
pada saat bayi untuk pengobatan ibu atau PMTCT, mulai ARV dengan LPV/r
+ 2NRTI.
3. Untuk bayi yang terpapar terhadap terapi ARV tidak diketahui mulai dengan
NVP + 2NRTI.
41
Anak :
1. untuk anak yang berumur antara 12-24 bulan yang susah terpapar NVP atau
NNRTI lain pada saat di kandungan atau pada saat bayi untuk pengobatan ibu
atau PMCTC.
2. Untuk anak berumur antara 12-24 bulan yang belu terpapar NNRTI, mulai
terapi ARV dengan NVP + 2 NRTI.
3. Untuk anak yang berumur lebih 24 bulan dan kurang 3 tahun mulai terapi
ARV dengan NVP + 2 NRTI.
4. Untuk anak yang berusia 3 tahun atau lebih, mulai terapi ARV dengan regimen
NVP atau EFV + 2 NRTI.
5. Untuk bayi dan anak dasar nukleosida untuk regimen art harus satu diantara
berikut ini (tersusun menurut pilihan yang disarankan) 3TC + AZT atau 3TC +
ABC atau 3TC + d4T.
HBV, yaitu TDF + 3TC atau FTC digunakan untuk peningkatan respoon VL HBV
dan penurunan perkembangan HBV yang resistensi obat.
Regimen
2 NRTI + EFV
2 NRTI + NVP
Pilihan
Lanjutkan dengan 2 NNRTI + EFV
Ganti NVP ke EFV atau
Ganti ke regimen 3 NRTI atau
Lini
2 NRTI + PI
kedua
Komentar
Kondisi stadium 4 WHO baru atau Kondisi harus dibedakan dari
berulang
SPI
Kondisi WHO stadium 3
tertentu (TB paru, infeksi
bacteria
berat)
dapat
pengobatan.
Penurunan CD4 kembali seperti awal Tanpa infeksi penyerta lain
sebelum pengobatan (atau lebih rendah) yang
atau
Penurunan
menyebabkan
50%
dari
nilai
Ambang
batas
viral
load
dengan
klinis
penurunan CD4
44
dan
Penatalaksanaan kepatuhan
Pemeriksaan ulang VL
VL <5000 kopi/ml
VL <5000 kopi/ml
Jangan pindah ke
lini kedua
Pindah ke lini
kedua
Berbasis AZT/d4T
Berbasis TDF
Regimen lini 1
Regimen lini 2
AZT/d4T + 3TC + NVP/EFV TDF +3TC/FTC + LPV/r
TDF
+
3TC/FTV
+ AZT + 3TC + LPV/r
45
Hepatitis B
NVP/EFV
TDF
+
3TC/FTC
NVP/EFV
CD4
untuk NVP
Hb untuk AZT, keratinin
46
dengan
lanjutan
dalam 12 bulan
Monitoring lain
Monitoring jumlah CD4+ secara rutin setiap 6 bulan atau lebih sering bila ada
indikasi klinis. Angka limfosit total (TLC = total lymphocyte count) tidak
direkomendasikan untuk digunakan memonitor terapi karena perubahan nilai TLC
tidak dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan terapi.
Enam bulan sejak memulai terapi ARV merupakan masa yang kritis dan
penting. Diharapkan dalam masa tersebut akan terjadi perkembangan klinis dan
imonologi kea rah yang lebih baik, akan tetapi hal tersebut tidak terjadi dan atau
terjadi toksisitas obat. Selain itu bisa juga terjadi suatu sindrom pulih imun dimana
pasien sepertinya mengalami perburukan klinis yang sebetulnya merupakan suatu
keadaan pemulihan respon imunitas (yang kadang sampai menimbulkan gejala
peradangan/inflamasi berlebihan).
Efek samping
Supressi sum sum tulang
Anemia
makrositi
Substitusi
Jika digunakan pada terapi lini pertama,
atau TDF (atau d4T jika tidka ada pilihan
neutropenia
lain)
d4T
Stavudin
hepatic
Pancreatitis,
neuropati
hepatitis (jarang)
Reaksi hipersensitivitas (dapat AZT atau TDF
fatal),
Demam, ruam kelelahan, mul
muntah, tidak napsu makan
Gangguan
pernapasan
(sakit
tenggorok, batuk)
Asidosis laktat dengan steatosis
Tenofovir
hepatitis (jarang)
Asthenia, sakit kepala, diare, Jika digunakan pada lini pertama AZR
mual muntah, sering buang angin, (atau d4t jika tiada pilihan)
insufisiensi
ginjal,
fanconi
Secara
pendekatan
kesehatan
Osteomalasia
pasein
HIV
dengan Jika
koinfeksi
kemungkinan
dipertimbangkan
Ritonavir
Lopinavir
TDF
Ditoleransi dengan baik
Reaksi hipersensitivitas
tersedia.
EFV
Sindroma steven-johnson
Ruam
NNRTI
Toksisitas hepar
hiperlipidemia
Hiperlipidemia
Jika digunakan pada lini kedua.
Intoleransi gastrointertinal, mual, Jika digunakna pada lini kedua.
pancreatitis,
hiperglikemial,
pemindahan
lemak
dan
48
Efavirenz
abnormalitas lipid
Reaksi hipersensitivitas sindroma NVP
steven-johnson
Ruam
NRTI
Toksisitas hepar
kehamilan
trimester
kontrasepsi
yang
adekuat)
TERAPI GEN7
Pendekatan lain yang dilakukan adalah terapi gen. Artinya, pengobatan dilakukan
dengan mengintroduksikan gen anti-HIV ke dalam sel yang terinfeksi HIV. Gen ini
bisa berupa antisense dari dari salah satu enzim yang diperlukan untuk replikasi virus
tersebut atau ribozyme yang berupa antisense RNA dengan kemampuan untuk
menguraikan RNA target.
Antisense yang diintroduksikan dengan vektor akan menjalani proses transkripsi
menjadi RNA bersamaan dengan messenger RNA virus (mRNA). Setelah itu, RNA
antisense ini akan berinteraksi dengan mRNA dari enzim tersebut dan mengganggu
translasi mRNA sehingga tidak menjadi protein. Karena enzim yang diperlukan untuk
replikasi tidak berhasil diproduksi, otomatis HIV tidak akan berkembang biak di
dalam sel. Sama halnya dengan antisense, ribozyme juga menghalangi produksi
suatu protein tapi dengan cara menguraikan mRNA-nya Pendekatan yang dilakukan
dengan fokus RNA ini juga bagus dilihat dari segi imunologi karena tidak
mengakibatkan respons imun yang tidak diinginkan. Hal ini berbeda dengan
pendekatan melalui protein yang menyebabkan timbulnya respons imun di dalam
49
tubuh. Untuk keperluan terapi gen seperti ini, dibutuhkan sistem pengiriman gen yang
efisien yang akan membawa gen hanya kepada sel yang telah dan akan diinfeksi oleh
HIV. Selain itu, sistem harus bisa mengekspresikan gen yang dimasukkan (gen asing)
dan tidak mengakibatkan efek yang berasal dari virus itu
sendiri. Untuk memenuhi syarat ini, HIV itu sendiri penjadi pilihan utama. HIV
sebagai vector
Pemikiran untuk memanfaatkan virus HIV sebagai vektor dalam proses transfer gen
asing ini diwujudkan pertama kali pada tahun 1991 oleh Poznansky dan kawan-kawan
dari Dana-Farber Cancer Institute Amerika. Setelah itu penelitian tentang penggunaan
HIV sebagai vektor untuk terapi gen berkembang pesat. Wenzhe Ho dari The Children
Hospital of Philadelphia bekerja sama dengan Julianna Lisziewicz dari National
Cancer Institute berhasil menghambat replikasi HIV di dalam sel dengan
menggunakan anti-tat, yaitu antisense tat protein (enzim yang esensial untuk replikasi
HIV). Sementara itu, beberapa grup juga berhasil menghambat perkembangbiakan
HIV dengan menggunakan ribozyme.
Hal yang penting lagi dalam sistem ini adalah tingkat ekspresi gen yang stabil. Dari
hasil percobaan dengan tikus, sampai saat ini telah berhasil dibuat vector yang bisa
mengekspresikan gen asing dengan stabil dalam jangka waktu yang lama pada organ,
seperti otak, retina, hati, dan otot. Walaupun belum sampai pada aplikasi secara klinis,
aplikasi vektor HIV untuk terapi gen bisa diharapkan.
Hal ini lebih didukung lagi dengan penemuan small interfering RNA (siRNA) yang
berfungsi menghambat ekspresi gen secara spesifik. Prinsipnya sama dengan
antisense dan ribozyme, tapi siRNA lebih spesifik dan hanya diperlukan sekitar 20 bp
(base pair) sehingga lebih mudah digunakan.
Baru-baru ini David Baltimore dari University of California Los Angeles (UCLA)
berhasil menekan infeksi HIV terhadap human T cell dengan menggunakan siRNA
terhadap protein CCR5 yang merupakan co-receptor HIV. Dalam penelitian ini, HIV
digunakan sebagai sistem pengiriman gen. Semoga metode ini dapat segera digunakan
untuk pengobatan AIDS di seluruh dunia.
50
2.10 PROGNOSIS
51
Viremia plasma dan hitung limfosit CD4 sesuai usia dapat menentukan resiko
perjalanan penyakit dan komplikasi HIV. Prognosis yang buruk pada infeksi perinatal
berhubungan dengan terjadinya encephalofati, infeksi, perkembangan menjadi AIDS
lebih awal, dan berkurangnya jumlah limfosit CD4 yang cepat. Tanpa terapi, kurang
lebih 30% bayi yang terinfeksi berkembang menjadi gejala klinis berat kategori C
atau kematian dalam 1 tahun kehidupan. Dengan terapi yang optimal angka mortalitas
dan morbiditas menjadi rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Z. Djoerban, S. Djauri. Infeksi tropical. Hiv aids. Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Edisi IV. Jilid III. Hal. 1803-1807.
2. Prober, Charles G, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Jilid 2, edisi bahasa
Indonesia edisi 15, Jakarta 2010.
3. Lan, Virginia M. Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). In: Hartanto H, editor. Patofisiologi:
Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: ECG 2006. Hal .
224.
52
4. HIV
Discussion.
HIV
webstudy.
Available
at:
http://depts.washington.edu/hivaids/initial/case1/discussion.html. Accessed on
23 June.
5. Mansjoer, Arif M. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). In Triyanti
Kuspuji, editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 2000. Hal162-163
6. Merati, Tuti P.Respon Imun Infeksi HIV. In : Sudoyo Aru W: editor. Buku ajar
ilmu penyalit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI: 2006. Hal 545-6
7. Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A (K). Antiretroviral. Pedoman nasional
pelayanan kedokteran. Tatalaksanan hiv/aids. 2011. Hal 47-67.
8. Mitchell. H. Katz, MD, Andrew R. Zolopa, MD. HIV Infection and Aids. 2009
Current Medical Diagnosis dan Treatment. McGaw Hill, 48th ed. Hal. 11761205.
53